Anda di halaman 1dari 9

Tugas 01 Failure Analysis

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan “kerusakan”! Sebutkan kondisi umum dari
kerusakan material !
Jawab:
Kerusakan adalah suatu perubahan dimana terjadi perubahan fungsi/bentuk dari material.
Sehingga terjadi kegagalan dalam menjalankan fungsinya. Misalkan terjadi sedikit
perubahan bentuk pada baling-baling atau rotor, karena perubahan bentuk (walaupun baling-
baling masih dapat berputar), namun akan menyebabkan terjadinya getaran yang pada
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya fatik. Oleh karena itu sedikit saja perubahan bentuk
sudah dapat dikatakan sebagai kerusakan.

2. Sebutkan beberapa penyebab kerusakan yang umum terjadi pada suatu material
teknik!
Jawab :
Penyebab kerusakan terjadi karena kesalahan dalam pemilihan material saat proses disain,
namun dapat juga terjadi karena kesalahan dalam mendisain bentuk dan fungsi dari benda
kerja. Salah satu kajian penyebab kerusakan dari jurnal Failures Analysis adalah sebagai
berikut :

Gambar 1. Penyebab kegagalan berdasarkan waktu kejadian

Sumber : S. Jhavar; N. K. Jain; C. P. Paul, 2013, Causes of failure and repairing options for dies
and molds: A review, Engineering Failure Analysis, ISSN: 1350-6307, Vol: 34, Page: 519-535,
10.1016/j.engfailanal.2013.09.006

Halaman 1 dari 9
Dari gambar 1 di atas terlihat bahwa penyebab kegagalan dibagi menjadi tiga bagian
berdasarkan lokasi/waktu kejadian. Jika kegagalan terjadi secara tiba-tiba dan bersifat fatal,
maka hal ini umumnya disebabkan karena kesalahan desain (salah pemilihan material / salah
dalam mendesain bentuk benda kerja), terjadi force majeur, kesalahan penyimpanan atau
kegagalan karena kesalahan dalam penanganan barang.
Jika kesalahan saat proses pembuatan (manufaktur), umumnya kesalahan terjadi karena
material yang cacat atau karena kegagalan dalam proses manufaktur (misalkan karena
salah penentuan temperature proses).
Apabila kegagalan terjadi dalam operasional, maka hal ini dapat disebabkan karena
kesalahan dalam penentuan berat operasi (berat melebihi kapasitas), kegagalan karena
kesalahan dalam penanganan atau karena kesalahan dalam proses rekondisi setelah proses
operasional selesai.

Namun berdasarkan kajian dari Smithers Rapra, kegagalan umumnya disebabkan karena 4
hal berikut ini :

Gambar 2. Faktor penyebab kegagalan


https://www.smithersrapra.com/resources/2016/march/how-and-why-failure-occurs-in-
plastics-and-rubber

Dari gambar 2, terlihat bahwa umumnya penyebab kegagalan adalah karena kesalahan
dalam desain dan pemilihan material, dilanjutkan karena salah dalam proses pembuatan
(manufaktur) dan kesalahan desain bentuk benda kerja, serta terakhir karena kesalahan
dalam pemakaian.

Halaman 2 dari 9
3. Buatlah analisis kerusakan pada “Jam Tangan” saudara yang biasa dipakai sehari-
hari !
Jawab:

Gambar jam : Spesifikasi :

Merk : Seiko
Model : Sport 5, automatic
Cara kerja : memanfaatkan energi kinetic dari
gerakan tangan.

Tahun pembuatan : 2007


Material : Stainless Steel

Analisa kerusakan jam tangan yang biasa dikenakan sehari-hari adalah sebagai berikut:
a. Pada bagian ujung pengait, karena saat pemakaian terjadi beban tarik dan tekan.
Sehingga ujung pengait mengalami deformasi bending, meskipun masih dapat mengikat
dengan baik.
b. Pada bagian pin pengatur. Jika jam lama tidak dipakai mesin jam akan berhenti berputar,
oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian waktu saat akan dipakai. Hal ini
menyebabkan seringnya dilakukan tarik dan putar pada bagian ini. Sehingga bagian
bawah agak terkikis catnya.
c. Bagian pin pada rantai pengikat, berfungsi untuk mengencangkan ikatan pada
pergelangan. Karena sering dibuka/tutup akhirnya terdeformasi mengalami pemuluran,
hingga akhirnya putus dan lepas dari rantai.
d. Bagian tepi bingkai penunjuk menit, sebelumnya dapat diputar, sekarang tidak dapat
diputar disebabkan karena masuknya debu dan keringat di selanya, sehingga
menghambat perputaran gear pemutarnya.
e. Rantai mengalami pemuluran karena beban tarik ketika terpasang di pergelangan
tangan.

4. Pelajaran apa yang diperoleh dari teknik kerusakan (failures engineering) ?

Halaman 3 dari 9
Jawab :
Pelajaran yang diperoleh dari Teknik Kerusakan:
a. Kemampuan memprediksi terjadinya kegagalan pada komponen atau benda dengan
melihat operasional pemakaian.
b. Kemampuan untuk menganalisa penyebab utama kegagalan, sehingga dapat dilakukan
perbaikan desain/material untuk diaplikasikan pada produk berikutnya. Dengan demikian
produk engineering akan semakin baik.
c. Kemampuan untuk mengetahui data apa saja yang dibutuhkan untuk menganalisa
kegagalan dari suatu kasus kegagalan.
d. Kemampuan untuk menginspeksi dan memprediksi usia pakai dari suatu
instrument/komponen pada suatu instalasi/sistem pabrik.

5. Di bidang material (manufacture), ada istilah Failure Modes and Effects Analysis
(FMEA). Jelaskan konsep dan ruang lingkup dari FMEA dan kegunaannya, berilah
contoh di lapangan berikut resikonya!
Jawab
a. FMEA adalah suatu metodologi dalam menganalisis masalah kualitas yang muncul sejak
ditahap pengembangan, maka tindakan koreksi bisa langsung diambil, dan desain
langsung bisa diperbaiki. FMEA biasa dilakukan saat akan melakukan proses massal dari
suatu produk, misalkan pada produksi piston di industry otomotif atau pada kegagalan
pada produksi di suatu pabrik tekstil. FMEA mengklasifikasikan jenis mode kegagalan
yang muncul, kemudian menentukan dampaknya terhadap produksi dan menjalankan
tindakan koreksinya.
b. FMEA terdiri dari beberapa jenis berdasarkan kegunaan dan ruang lingkupnya, antara
lain:
• Proses: berfokus pada analisa proses fabrikasi dan perakitan.
• Desain: berfokus pada analisa produk sebelum proses produksi.
• Konsep: berfokus pada analisa sistem atau subsistem dalam tahap awal desain
konsep.
• Peralatan: berfokus pada analisa desain mesin dan perlangkapan sebelum
melakukan pembelian.
• Service: berfokus pada analisa jasa dari proses industri jasa sebelum diluncurkan ke
pelanggan.
• Sistem: berfokus pada analisa fungsi system secara global.

Halaman 4 dari 9
• Software: berfokus pada analisa fungsi software.

c. Dalam menjalankan FMEA, ada 3 variabel utama, yaitu:


• Severity, yaitu perangkingan yang mengacu pada besarnya dampak serius dari suatu
potential failure mode.
• Occurrence, yaitu perangkingan yang mengacu pada berapa banyak frekuensi potential
failure terjadi.
• Detection, yaitu berpacu pada kemungkinan adanya motode deteksi yang sekarang dapat
menjadi mendeteksi potential failure mode sebelum produk tersebut dirilis untuk produksi,
untuk desain hingga untuk proses.
d. Metode FMEA menggunakan Risk Priority Number (RPN), yaitu angka yang akan
menggambarkan pada area mana yang perlu jadi prioritas perhatian dilakukannya inspeksi. RPN
dihitung berdasarkan severity, occurrence & detection.
RPN = rating severity x rating occurrence x rating detection
Suatu tindakan koreksi terhadapu masalah harus dilakukan, bila:
o Severity memiliki nilai angka 9 atau 10, karena dampaknya sangat serius dan berpotensi
menghasilkan kerugian yang sangat besar terhadap keselamatan, atau
o Severity rating x occurrence rating memiliki nilai angka yang tinggi, atau
o Tidak ada aturan khusus, lakukan judgment berdasarkan analisa RPN.
e. Contoh penggunaan FMEA
Studi kasus penggunaan FMEA untuk analisa Kegagalan Potensial produk sarung tenun
PT. Asaputex Jaya Tegal.
Berikut ini Penggunaan FMEA pada PT. Asaputex Jaya Tegal :
1. Penentuan mode kegagalan

Halaman 5 dari 9
Dilakukan dengan cara mendata semua bentuk kegagalan yang pernah didapati pada
setiap tahapan proses. Jenis-jenis kegagalan proses dapat terlihat pada tabel 1 di
bawah ini:

2. Nilai Severity, Occurance dan Detection dan Penentuan Skor Risk Priority Number
Selanjutnya didata dan diberikan penilaian dari Severity, Occurance dan Detection
dari tiap kegagalan tersebut. Kriteria skor dinilai dengan rentang skor 1-10 dengan
masing-masing kriteria. Penilaian setiap moda kegagalan didapatkan melalui studi
lapangan dan diskusi dengan piha-pihak terkait.
Setelah mengetahui nilai severity, Occurence, dan detection pada setiap moda
kegagalan, maka dilakukan perhitungan skor Risk Priority Number (RPN). RPN
merupakan suatu indikator untuk mengukur resiko dari moda kegagalan dan
menentukan tingkat skala prioritas perbaikan yang harus dilakukan terlebih dahulu.
Skor RPN didapatkan dari hasil perkalian nilai severity, occurence dan detection.
Tabel berikut menunjukkan hasil nilai RPN dari masing - masing moda kegagalan.

Halaman 6 dari 9
Berdasarkan hasil skor RPN dan hasil risk assessment, maka perlu dilakukan
pemecahan masalah sebagai berikut :

Dengan adanya FMEA ini, maka permasalahan dalam industry tekstil di PT. Asaputex
Jaya Tegal dapat teratasi.
Referensi : N. B. Puspitasari and A. Martanto, "Penggunaan FMEA dalam
Mengidentifikasi Resiko Kegagalan Proses Produksi Sarung ATM (Alat Tenun Mesin)
Studi Kasus PT Asaputex Jaya Tegal)," J@TI Undip, vol. IX, no. 2, pp. 93-98, 2014

Halaman 7 dari 9
6. Di bidang Korosi, ada istilah yang disebut dengan Risk Based Inspection (RBI). Jelaskan
konsep dan ruang lingkup dari RBI dan kegunaannya, berilah contoh di lapangan berikut
resikonya!
Jawab :
RBI atau risk assessment dan manajemen proses yang terfokus pada pencegahan terjadinya
kegagalan peralatan karena kerusakan material. Caranya adalah dengan melakukan
perencanaan inpeksi pada resiko-resiko yang mungkin akan terjadi. Sehingga dapat
dikatakan, RBI merupakan sebuah metode untuk menentukan rencana inspeksi (equipment
mana saja yang perlu diinspeksi, kapan, dan metode apa yang sesuai) berdasarkan resiko
kegagalan suatu peralatan.

Konsep RBI = Pof x CoF, dimana Pof adalah probability of failure, kemungkinan terjadinya
kegagalan, sementara CoF adalah consequence of failure, konsekuensi apabila suatu
equipment gagal.

Contoh Penggunaan RBI adalah pada penggunaanya dalam menginspeksi Boiler di PLTGU
milik PT Indonesia Power. Boiler pada PT. Indonesia Power UBP Semarang diketahui sering
kali mengalami kerusakan berupa kebocoran pipa. Akibat dari kebocoran pipa
mengakibatkan timbulnya resiko berupa bahaya kebakaran dan mengakibatkan mesin tidak
dapat beroperasi. Untuk mengurangi adanya kegagalan dan mengurangi tingkat resiko pada
boiler dibutuhkan suatu perencanaan inspeksi yang melihat dari tingkat resikonya.

Teknik penjadwalan inspeksi yang sesuai dengan kondisi boiler adalah Metode Risk Based
Inspection. Resiko dapat diartikan dalam dua hal yakni kemungkinan kegagalan dan

Halaman 8 dari 9
konsekuensi kegagalan. Kemungkinan kegagalan didasarkan pada jenis kerusakan yang
terjadi pada peralatan. Karena boiler pada unit ini mengalami kerusakan berupa korosi
thinning, maka dilakukan perhitungan berupa penjumlahan dari sembilan modul Technical
Module Subfactor pada peralatan dengan melihat nilai dari laju korosi pada peralatan.

Nilai kemungkinan kegagalan pada pipa adalah “1” Konsekuensi kegagalan didasarkan pada
luas area yang terkena dampak akibat adanya kebocoran boiler. Perhitungan ini didasarkan
pada sistem deteksi, sistem isolasi, tekanan, dan suhu pada peralatan. Pada pipa boiler, nilai
konsekuensi kegagalannya adalah “C”. Hasil dari perhitungan konsekuensi dan
kemungkinan kegagalan adalah peringkat resiko pada pipa boiler, yaitu medium risk.

Setelah itu, menentukan rencana inspeksi yang optimal pada pipa boiler. Untuk menentukan
perencanaan waktu inspeksi pada boiler menggunakan standar DNV (Det Norske Veritas).
Jadwal inspeksi yang sesuai dengan tingkat resiko pada pipa dan standar DNV adalah 2
tahun.

Referensi :
R. I. Rosihan, D. P. Puspitasari and R. Rumita, "Penilaian Resiko dan Perencanaan Jadwal
Inspeksi Boiler dengan Metode Risk Based Inspection di PT Indonesia Power UBP
Semarang," Industrial Engineering Online Journal , vol. 3, no. 1, 2014.

Halaman 9 dari 9

Anda mungkin juga menyukai