Anda di halaman 1dari 19

Summary

Pemeliharaan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang penting dalam
mendukung suatu proses produksi yang mempunyai daya saing di pasaran. Produk yang
dibuat industri harus mempunyai hal-hal berikut:
• Kualitas baik
• Harga pantas
• Di produksi dan diserahkan ke konsumen dalam waktu yang cepat.
Oleh karena itu proses produksi harus didukung oleh peralatan yang siap bekerja
setiap saat dan handal. Untuk mencapai hal itu maka peralatan-peralatan penunjang
proses produksi ini harus selalu dilakukan Pemeliharaan yang teratur dan terencana.
Pemeliharaan: Kombinasi berbagai tindakan/aktivitas yang dilakukan untuk menjaga
suatu perangkat atau memperbaikinya sampai pada kondisi yang dapat
diterima/acceptable (British Standard)
A. Mengapa ada bagian Pemeliharaan?
Tujuan utama Pemeliharaan:
1. Untuk memperpanjang umur penggunaan asset.
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi dan dapat diperoleh laba yang maksimum.
3. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu.
4. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan peralatan tersebut
B. Tantangan
Teori gunung es, sesuai dengan kewajiban perawatan. Sifat dari perawatan adalah
tidak tampak secara langsung, namun merupakan sebuah perjalanan Panjang
yang konsisten baru dampaknya sangat terasa. Maintenance juga erat kaitannya
dengan keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan yang terpenting adalah
produktifitas dan nama baik pabrik. Peralatan yang tidak dirawat dengan baik akan
meningkatkan potensi bahaya, baik bagi alat itu sendiri maupun operatornya. Jika
terjadi kegagalan pada alat alat yang besar dan kritis seperti conveyor, ketel uap,
turbin dapat menimbulkan korban jiwa yang berdampak pada citra perusahaan.
Disisi lain, kejadian tersebut akan menimbulkan jam berhenti pabrik sehingga
produktifitas menurun drastis.
Gambar 1. Teori Tantangan Gunung Es Pada Perawatan

Gambar 2. Kegagalan pada Ketel Uap

C. Tingkat Kritis Mesin


Tingkat kritis mesin adalah parameter yang diperlukan sebelum menentukan
teknik maintenance yang tepat untuk dipilih. Tingkat kritis mesin didapatkan
dengan melakukan perhitungan beberapa factor. Factor tersebut adalah pengaruh
terhadap proses produksi, utilization rate/bottleneck, pengaruh keselamatan dan
lingkungan, serta derajat kerumitan dalam proses pemeliharaan.

MC = 3 x EM + 2 x UR + 3 x SEI + 1 x MTC
Pengaruh Down Time pada proses produksi (EM)
Utilization Rate/Bottle neck (UR)
Pengaruh pada Safety & Environment (SEI)
Derajad kerumitan keteknikan mesin sehingga perlu outsourcing dalam
pemeliharaan (MTC)
Dibuat Pembobotan : 1 – 3 ( 3 nilai paling besar)

Gambar 3. Hirarki tinkat Kritis Mesin

D. Tool dan Standar Diagnostic


Tool dalam proses maintenance sangat berperan penting. Dengan kemampuan
pemahaman tool dan standar diagnostic maka kita akan dapat melaksanakan
perawatan yang terarah dan terstandarsiasi.
Tool yang sering digunakan dalam perawatan adalah jangka sorong, mikrometer,
gauge, torque meter, filler gauge, plastic gauge, dan alat alat lainnya
Gambar 4. Tool dalam Perawatan
Setelah dilakukan pengecekan dengan tool tool diagnostic, perlunya hasil
pembacaan disandingkan dengan standar – standar yan sudah baku di dunia
industry. Nilai Standar yang sering digunakan adalah standar torsi pada mur dan
baut, run out shaft pada alignment, serta vibrasi pada rotating equipment.
Tabel 1. Run Out Shaft Standar
Tabel 2. Nilai Torsi Mur dan Baut

Tabel 3. Nilai Standar Vibrasi pada Rotating Equipment


E. Karaktersitik Peralatan
Karakteristik Peralatan didasarkan pada pengalaman masa lalu banyak engineer
yang telah dibukukan. Hasilnya adalah ada 3 jenis kurva karakteristik yaitu Infant
Mortality, Wear Out Failure, dan Random Failure. Infant Mortality adalah laju
kegagalan pada peralatan awal dipasang, wear out failure adalah laju kegagalan
karena factor usia (Wear- Aus), random failure adalah laju kegagalan yang acak.
Dari tiga adopsi karakteristik alat tersebut didapatkanlah sebuah kurva
karaktersitik peralatan yang dikenal Bath-up Curve. Bathup Curve
mengindikasikan bahwa Peralatan memiliki 3 titik kritis yang perlu untuk di-
manage yaitu:
• Bahwa peralatan amat sangat kritis ketika sedang di pasang pada
suatu pabrik
• Bahwa peralatan dengan usia yang semakin tinggi akan
meningkatkan resiko gagal
• Bahwa pada siklus peralatan akan memungkinkan terjadi
kegagalan dimana saja jika tidak dilakukan perawatan yang tepat.

Gambar 5. Karakteristik Peralatan


F. Bentuk-bentuk Pemeliharaan
Bentuk Bentuk pemeliharaan dibedakan menjadi 4 yaitu Corrective Maintenance,
Preventive Maintenance, Predictive Maintenance dan Proactive Maintenance
Pemeliharaan Korektif (Corrective/Reactive Maintenance)
Pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kondisi fasilitas/peralatan sehingga mencapai standar yang dapat
diterima. Pemeliharaan/Perbaikan yang dilakukan bila alat sudah rusak ( Fix it
when broke ). Dalam perbaikan dapat dilakukan peningkatan-peningkatan
sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan agar
peralatan menjadi lebih baik.
Pemeliharaan Preventif (Preventive Maintenance)
Pekerjaan Pemeliharaan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
kerusakan, atau cara pemeliharaan yang direncanakan untuk pencegahan
(preventif). Kegiatan Maintenance yang dilakukan berdasarkan kalender atau
interval waktu pengoperasian alat untuk maksud memperpanjang umur dan
mencegah kerusakan alat/mesin (Time/Interval Based)
Ruang lingkup pekerjaan preventif termasuk: inspeksi, perbaikan kecil,
pelumasan dan penyetelan, sehingga peralatan atau mesin-mesin selama
beroperasi terhindar dari kerusakan.
Pemeliharaan Prediktif (Predictive Maintenance)
Pemeliharaan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya
perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem peralatan.
Biasanya Pemeliharaan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-
alat monitor yang canggih.

Untuk memprediksi performance ataupun kondisi alat diperlukan alat bantu


deteksi secara visual maupun data. Berdasarkan kondisi yang ada maka dapat
dilakukan berbagai keputusan maintenance. Hal itu karena pertimbangan dari
produksi, ketersediaan suku cadang, biaya, sumber daya manusia dan sebagainya.

Gambar 6. Condition Monitoring System


Sistem monitoring yang dilakukan dapat dilakukan melalui pendekatan/parameter
faktor teknis, operator, penggunaan utilitas dan lain – lain. Berdasarkan akumulasi
beberapa parameter yang telah diukur, maka dapat dilakukan pengambilan
keputusan yang tepat.

Gambar 7. Teknologi Vs Peralatan yang diukur

Untuk melaksanakan pengukuran maka diperlukan beberapa peralatan uji,


sedangkan untuk setiap peralatan diperlukan beberapa faktor pengujian. Alat ukur
dapat berupa vibration analysis untuk mengukur getaran, bearing temperature
analysis untuk mengukur suhu bearing, lubricant analysis untuk melihat kualitas
pelumasan pada beberapa peralatan.
Untuk peralatan yang diuji sperti motor maka dapat dilakukan pengujian getaran
(vibration), pelumasan (lubricant), suhu bearing (bearing temperature), suhu
motor ( infra red thermography), inspeksi visual, dan resistansi isolasi (insulation
resistance).
Keuntungan dari strategi ini adalah :
• Frekuensi time-based PM dapat ditunda bila PdM monitoring menunjukkan
kondisi masih normal
• Memperbaiki MTTR, karena adanya prediksi terhadap kemungkinan
kerusakan
• Menurunkan biaya & memperbaiki reliabilitas alat/mesin
• Menekan tingkat inventory parts
• Menjaga produktivitas alat/Mesin

Adapun Kelemahan dari program ini adalah :


• Tidak selalu dapat mendeteksi sebab utama masalah
• Tambah biaya akibat investasi personil (training ) dan alat diagnostic
• Potensi Penghematan tidak terlihat dengan cepat oleh Managemen
Gambar 8. Inspeksi Peralatan

Dalam melaksanakan inspeksi, maka operator dapat melakukan pengetesan


melalui beberapa teknik, diantaranya shock pulse mapun inspeksi visual. Dari
peralatan ini diperoleh beberapa data pengukuran. Hasil pengukuran tersebut
digunakan untuk melaksanakan troubleshooting. Setelah itu dilakukan pengetesan
kembali, misalnya dengan analisis getaran (vibration analysis). Setelah itu
dilaksanakan continous monitoring untuk mendapatkan gejala pada peralatan.
Apabila peralatan mengalami kerusakan, maka akan ada alarm yang
memberitahukan kondisi alat.

G. Proactive Maintenance
Teknik maintenance berbasis analisis gegagalan peralatan. Karakteristik
pemeliharaan jenis ini:
• Pabrik Gula LMG – menganalisis kegagalan kegagalan DMG dan data data
masa lalu
• Perlu adanya Data pencatatan riil sesuai dengan kondisi alat masa lalu
• Safety risk rendah
• Mencegah adanya kegagalan sekaligus mengerti penyebab kegagalan
• Maksimal dalam penggunaan biaya perbaikan

H. Aktivitas Implementasi Pemeliharaan

Perencanaan/Persiapan
Persiapan meliputi perencanaan waktu, kapan pelaksanaan, sumber daya alat
maupun orang yang diperlukan, rincian kegiatan, target teknis, kondisi alat dan
sebagainya. Perencanaan ini sangat penting agar tidak terjadi kesalahan prosedur
sehingga biaya lebih mahal ataupun pelaksanaan menjadi lebih lama.
Pembongkaran/Pembersihan
Proses pembongkaran dilaksanakan menggunakan peralatan yang sesuai
standard. Hal ini untuk menghindari kerusakan pada peralatan yang di bongkar
serta mempercepat waktu pembongkaran. Dalam sebuah peralatan seharusnya
sudah ada prosedur pembongkaran maupun peralatan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pembongkaran.
Inspeksi/Pemeriksaan dan Pengukuran
Inspeksi dan pengukuran merupakan tahap yang sangat penting. Apabila terjadi
kesalahan dalam pengukuran maka solusi yang diambil akan dapat mengalami
kesalahan. Untuk itu diperlukan peralatan yang berkualitas (presisi) dan teknisi
yang handal sehingga dapat melaksanakan pengukuran dengan tepat.
Penggantian atau perbaikan
Setelag dilakukan pengukuran, maka segera dapat dilakukan perbaikan. Proses
perbaikan ini harus melakukan penggantian ataupun hanya perbaikan tergantung
kondisi peralatan yang telah diukur pada tahap selanjutnya. Dalam tahap ini
diperlukan orang yang sangat memahami mengenai peralatan tersebut terkait cara
kerja, konstruksi dan trouble shooting alat tersebut.
Pemasangan/Penyetelan
Setelah dilakukan perbaikan (penggantian maupun hanya perbaikan ringan), maka
dilakukan pemasangan sekaligus penyetelan.
Pengujian/uji coba
Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah peralatan memiliki kinerja seperti
semula. Apabila belum sesuai maka dapat dilakukan adjusment ataupun
pembongkaran ulang.
Finishing

Gambar 9. Planning & Schedulling


Untuk dapat mengoptimalkan program maintenance, maka harus dilakukan
perencanaan. Perencanaan meliputi standard teknis, waktu, prosedur, biaya dan
lain – lain. Untuk itu dalam maintenance harus tepat dalam hal sebagai berikut:
• Right policy: BM, PM, PdM, Pro-active Maintenance atau complementary
dari beberapa policy
Agar maintenance dapat berjalan dengan baik maka diperlukan srategi yang
tepat, apakah breakdown, pro active maintenance, preventive maintenance
dan lain – lain.
• Right Frequency: Time based, Calendar, Running hours
Frekuensi dalam melaksanakan maintenance apakah berdasarkan kalender,
jam operasi atau pertimbangan yang lain
• Right Job Planning: Main activities, alokasi sumber daya, sequence, durasi,
job des, PIC
Perencanaan harus tepat dengan memperhitungkan jumlah tenaga kerja,
alokasi sumber daya, waktu yang tersedia, job deskripsi masing – masing
orang, petugas dan sebagainya.
• Right Resources: Tools box, special tools, manpower skills, materials,
service equipment
Sumber daya yang diperlukan harus tepat, terkait jumlah peralatan
maintenance, sumber daya manusia, bahan baku/material dan peralatan
repair/perbaikan.
• Right Form: Work request, work order & Work permit, JSA, feedback quality
Untuk menjaga pelaksanaan maintenance dapat bekerja dengan baik, maka
diperlukan form dengan check list yang tepat. Hal ini untuk menjaga
pekerjaan maintenance tetap dalam jalur yang tepat.
• Right References: Experience, history, standards, KPI, benchmarking
Untuk mengukur kinerja maintenance maka diperlukan standard indikator
kinerja (KPI) untuk kegiatan tersebut. KPI dapat berasal dari standard
industrinya, studi banding perusahaan/peralatan lain, sejarah kinerja lalat,
pengalaman dan lain – lain.
Tabel 4. Ukuran Produktivitas Sumber Daya Maintenance
Jenis Sumber daya Indikator Produktivitas

Spare Parts MTBF, MTTR, Consumption rates, Cost rate

Tools Utilisasi, Consumption rate, Cost Rate

Labor Utilisasi, Cost rate, OCE

Service Equipment Availability, Reliability, Utilisasi, Cost rate

Subcontractor Utilisasi, Cost rate, OCE

Cost Cost rate, value addes

Fasilitas Total produktivitas, OEE

I. Parameter Kinerja Maintenance


MTBF, MTTF, MTTR
MTBF (Mean Time Between Failure), MTTF (Mean Time to Failure), MTTR (Mean
Teime to Repair) adalah parameter pertama yang dilakukan dalam melihat kinerja
peralatan secara individu. Nilai ini kemudian disandingkan dengan best practice,
OEM, dan juga pengalaman baik pabrik sendiri maupun pabrik yang sejenis
sehingga mampu dilakukan Tindakan Tindakan peningkatan.

Gambar 10. Diagram Alir MTBF, MTTF, MTTR


Tabel 5. Perhitungan Time to Repair

Tabel 6. Perhitungan Time to Failure


Tabel 7. Perhitungan Time between Failure

Tabel diatas merupakan cara menghitung time, sedangkan MTBF, MTTF, MTTR
adalah nilai rata – rata sehingga perlu adanya pencatatan yang
konsisten dan valid sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melakukan
pengambilan keputusan.

Maintenance Effectiveness
• Equipment Availability
Ketersiediaan alat baik/tercukupi
• Planned Work Percentage
Prosentase kemajuan pekerjaan.
• Equipment Failure Percentage
Prosentase kerusakan alat kecil
• Cost of Equipment Failures vs. Equipment Replacement Cost
Biaya terhadap peralatan yang rusak dan diganti rendah.
• Emergency Purchase Percentage
Prosentase pembelian darurat rendah
Maintenance Efficiency
• Cost of Maintenance per Cost of Unit Produced
Biaya maintenance terhadap produksi
• Cost of Maintenance vs. Equipment Replacement Cost
Biaya maintenance terhadap biaya penggantian peralatan
• Schedule Compliance Percentage
Prosentase komplain dari rencana/jadwal.
• Overtime Worked Percentage
Prosentase waktu lembur karyawan yang menunjukkan efektivitas dari
maintenance.
• Inventory Cost Percentage
Prosentase biaya gudang. Apabila biaya gudang rendah berarti perencanaan
maintenance dapat dikatakan baik.
Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Jika anda ke lantai produksi, masalah umum yang sering dijumpai adalah
peralatan produksi tidak beroperasi dengan baik sehingga mempengaruhi proses
lainnya. OEE ini mengukur apakah peralatan produksi tersebut dapat bekerja
dengan normal atau tidak. OEE meng-highlights 6 kerugian utama (the six big
losses) penyebab peralatan produksi tidak beroperasi dengan normal (Denso,
2006, p. 6), yaitu:
• Startup Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya
scrap/reject saat startup produksi yang disebabkan oleh kekeliruan setup
mesin, proses warm-up yang kurang, dan sebagainya.
• Setup/Adjustment Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena
adanya waktu yang “tercuri” akibat waktu setup yang lama yang disebabkan
oleh changeover produk, tidak adanya material (material shortages), tidak
adanya operator (operator shortages), adjustment mesin, warm-up time, dan
sebagainya.
• Cycle Time Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya
penurunan kecepatan proses yang disebabkan oleh beberapa hal, misal:
mesin sudah aus, di bawah kapasitas yang tertulis pada nameplate-nya, di
bawah kapasitas yang diharapkan, ketidakefisienan operator, dan sebagainya.
• Chokotei Loss, dikategorikan sebagai speed loss karena adanya minor
stoppage yaitu mesin berhenti cukup sering dengan durasi tidak lama biasanya
tidak lebih dari lima menit dan tidak membutuhkan personel maintenance. Ini
dikarenakan mesin hang sehingga harus reset, adanya
pembersihan/pengecekan, terhalangnya sensor, terhalangnya pengiriman,
dan sebagainya.
• Breakdown Loss, dikategorikan sebagai downtime loss karena adanya
kerusakan mesin dan peralatan, perawatan tidak terjadwal, dan sebagainya.
• Defect Loss, dikategorikan sebagai quality loss karena adanya reject
selama produksi berjalan.
Menurut Pomorski (1997), availability rate mengukur efektivitas maintenance
peralatan produksi dalam kondisi produksi sedang berlangsung, performance
rate mengukur seberapa efektif peralatan produksi yang digunakan, dan quality
rate mengukur efektivitas proses manufaktur untuk mengeliminasi scrap, rework,
dan yield loss (Tangen, 2004, p. 63). Ketiga unsur tersebut merupakan rasio OEE
yang didefinisikan sebagaimana terlihat dalam Tabel 1 di bawah ini.
Gambar 11. Overall Effectiveness Equipment

Efektivitas perangkat secara keseluruhan merupakan kombinasi dari variabel


waktu, utilitas,kecepatan dan kualitas operasi.
Variabel tersebut meliputi:
1. Availability
2. Performance efficiency
3. Rate of Quality Product

OEE = Availability (%) x Performance Efficiency (%) x Rate of Quality


Product (%)

Availability
Availability untuk mengukur ketersediaan ataupun kemampuan pabrik dalam
melaksanakan produksi. Pabrik yang baik selalu dapat berproduksi sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Untuk menghitung maka digunakan rumus:

Perbandingan antara operation time dan loading time


• Loading time = waktu kerja yg tersedia bagi Mesin/alat dalam kurun
waktu tertentu
• Operation time = Waktu kerja aktual Mesin, yaitu loading time yang
telah dikurangi dengan planned/scheduled down time (termasuk
unscheduled)

Availability: (Operation time / Loading time) x 100%


Performance efficiency
Performance efficiency untuk menghitung tingkat efisiensi dari pabrik. Untuk
menghitung maka ditentukan berapa jumlah produk aktual terhadap potensi
jumlah produk yang dihasilkan.
• Actual output = Actual production rate
• Potensial output = Standard production rate

Perfromance: (Actual output / Potensial output) x 100%

Rate of quality
Kualitas dihitung berdasarkan jumlah produksi yang memenuhi kualitas dibading
jumlah total produksi ata rasio antara jumlah produk yang memenuhi standard
kualitas dengan jumlah produk yang dihasilkan
Untuk menghitung, maka digunakan rumus sebagai berikut:

Quality: ((Processed amount – Defect amount) / Processed amount) x 100%

Contoh:
Pabrik mempunyai loading time /kalender time per bulan sebesar 30 hari (1
hari=24 jam) Sementara waktu operasi actual 27 hari dengan data produksi
(volume) seperti tabel. Standard production rate : 1000 ton/hari, dan terjadi reject
rata rata 5 ton/hari, Berapa OEE Pabrik ?

JML HARI OPERASI VOL PRODUKSI TOTAL


1 500 500
6 1000 6000
5 800 4000
1 400 400
1 500 500
12 1000 12000
1 500 500
Total : 27 hari 23900

Dari soal diperoleh data sebagai berikut :


Aktual hari produksi = 27 hari Produksi yang dihasilkan = 23.900
Ketersediaan hari produksi = 30 Produksi reject 5 ton/hari
hari. Standard produksi 1.000 ton/hari
Actual Production = 23.900/27 =
885 ton/hari

Maka :

• Availability :(27 x 24)/(30 x 24) x 100% = 90%


• Performance Rate : Act prod/Std Prod
: (885/1000) x 100% = 88,5%
• Quality Rate : (23.765/23.900) x 100% = 99,4%

OEE = 90% x 88,5% x 99,4% = 79,2 %

Nilai benchmark OEE:


Nilai benchmark World Class OEE khususnya pada Pabrik Gula seperti dikutip
Nganga, C.J dkk adalah terlihat pada tabel dibawah. Availability = 0,9 ;
Performance = 0.95 ; Quality = 0.99 sehingga OEEnya adalah 0,85.

Tabel 8. World Class OEE

Parameter Lain:
Selain menggunakan Teknik OEE, dapat pula kinerja maintenance di lihat dari
parameter-pamameter lain seperti ditunjukkan tabel dibawah ini.

Tabel 9. Parameter Kinerja Maintenance


Sumber

• Nganga, C.J et all: “Effective Maintenance Strategy of Cane Crushing Mills


for Improvement of Sugar Production in Kenya” :IOSR Journal of
Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE).2018
• Kelly, Anthony, “Managing maintenance resources”, Butterworth-
Heinemann, 2006.
• Al weber, Ron Thomas, KPI, Measuring & Managing the Maintenance
Fuction, Ivara Corp, 2005
• Tokutaro Suzuki, TPM in Process Industry, Step by Step Approach to TPM
Implementation, 1994
• Sid Snitkin, Improving Plant Performance throuh Design,Operate, Maintain
Interoperability, ARC Strateies, 2006
• Levitt Joel, “Handbook of maintenance management”, Industrial Press,
1997.
• Wilson Alan, “Asset maintenance management”, Industrial Press, 2002.
• OP Gandhi, Maintenance Management, IIT New Delhi, India, 2008
• Kholid M, World Class Maintenance disarikan dari Konsep Toyota, UMS
Surakarta
• Tery Wireman, “Developing performance indicators for maintenance”,
Industrial Press, 2005.
• Ralph W Peterr, Measuring OCE, The Maintenance Excellence Institute,
USA, 2003
• Marshall Institute, Journey to Maintenance Excellence
• Setiadi Soetedjo, Manajemen Produksi Pabrik, KMP, 2012
• eriskusnadi.wordpress.com
• Garg, HP. Industrial Maintenance. S. Chand & Company Ltd, 1997.
• Higgins, LR., PE. And LC. Morrow. Maintenance Engineering Handbook,
3 rdedition. Mc. GrawHill Book Company.
• Supandi. Manajemen Pemeliharaan Industri. Ganeca Exact Bandung.

Anda mungkin juga menyukai