Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

2.1.1 Definisi Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Teknik engineering yang digunakan untuk menetapkan, mengidentifikasikan,

dan menghilangkan kegagalan dan/atau potensi kegagalan yang diketahui dari

sistem/design/proses/servis sebelum kegagalan tersebut sampai ketangan pelanggan

(omdahl 1998; ASQC 1983).

Analisa / evaluasi dapat dilakukan berdasarkan :

1. Menggunakan historical data. Hasil analisa dari part yang sejenis, dari data

warranty, internal defect, customer complain, pengalaman engineer.

2. Kesimpulan statistik, model matematik, simulasi, reliability engineering, yang

dapat digunakan untuk mengidentifikasikan dan menetapkan kegagalan

2.1.2 Tujuan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Tujuan dari FMEA adalah meminimalkan resiko terjadinya kegagalan dan efek

dari kegagalan itu sendiri, yaitu sebagai berikut:

1. Menilai keseriusan potensi kegagalan (Severity).

2. Identifikasi tindakan untuk menurunkan frekuensi kegagalan (Occurance).

8
9

3. Mengecek kecukupan sistem kontrol (Detection).

4. Menentukan prioritas potensi problem untuk dilakukan tindakan perbaikan.

2.1.3 Jenis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

1. System FMEA ,fokus meminimalkan efek kegagalan pada sistem.

1) Kegagalan : Battery gagal memberikan power yang cukup.

2) Effect : Sistem gagal untuk beroperasi.

System FMEA dibuat pada tahap awal / konsep design, untuk

mengetahui potensi kegagalan dari sustu sistem. Hasil dari System FMEA dapat

dijadikan input untuk design FMEA yang selanjutnya diteruskan ke Proses

FMEA.

2. Design FMEA ,fokus meminimalkan efek kegagalan dari desain.

1) Kegagalan : pengunci kap mobil tidak berfungsi dengan baik pada

kondisi beban kejutan.

2) Effect : Pandangan pengemudi terhalang.

Design FMEA (DFMEA) dibuat pada saat pembuatan design produk,

yang ditindaklanjuti dengan perubahan sesuai informasi yang diperoleh selama

product development. DFMEA harus sudah selesai sebelum production drawing

dikeluarkan/ direlease.

3. Process FMEA,fokus meminimalkan efek kegagalan pada proses.

1) Kegagalan : Operator memasang komponen terbalik.

2) Effect : Part tidak berfungsi.

Process FMEA (PFMEA) dibuat pada saat awal merancang sistem

produksi (sebelum proses control plan dan instruksi kerja dibuat). Informasi
10

yang diperoleh harus ditindak lanjuti dan harus sudah selesai sebelum proses

produksi dimulai (termasuk proses pembuatan tooling dan equipment).

4. Service FMEA, fokus meminimalkan kegagalan pada servis.

1) Kegagalan : Gagal dalam memperbaiki gejala kerusakan mesin.

2) Efek : Customer tidak puas.

Service FMEA dibuat sebelum pelaksanaan servis dilakukan. Tujuan

dari servis FMEA adalah mendeteksi kegagalan pada saat aktivitas servise

dilakukan. Untuk mengidentifikasi kebutuhan akan skill dari operator,

kebutuhan alat penunjang untuk aktivitas servis dll.

Gambar 2.1 Tahapan & jenis FMEA

2.1.4 Ruang Lingkup Design Failure Mode and Effect Analysis (DFMEA)

Adapun ruang lingkup dari design failure mode and effect analysis (DFMEA)

adalah sebagai berikut:

1. Potensi kegagalan pada design produk dapat berupa;

1) Produk tidak berfungsi maksimal.


11

2) Produk tidak dapat bekerja pada kondisi tertentu.

3) Produk sulit untuk dibuat / disassembly.

2. Design FMEA selain mempertimbangkan kegagalan pada produk, juga

mempertimbangkan;

1) Keterbatasan / kemampuan manufacturing dan assembling, misalnya:

keterbatasan ruang untuk melakukan assembly, keterbatasan / kemampuan

mesin.

2) Keterbatasan / kemudahan servise dan recycle produk, misalnya: ruang

untuk akses tooling untuk perbaikan,kemampuan diagnotic, klasifikasi

material (untuk keperluan recycle).

2.1.5 Tahapan Design Failure Mode and Effect Analysis (DFMEA)

Berikut ini adalah beberapa tahapan dalam menyusun metode Design Failure

Mode and Effect Analysis (DFMEA):

1. Memperoleh informasi mengenai produk

1) Apa yang diharapkan dari design, misalnya mempunyai kemampuan

menahan beban kejut, tidak mudah patah, dll.

2) Keinginan dan harapan customer, misalnya : mempunyai umur pakai

minimal 5 tahun.

3) Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan produk.

4) Persyaratan produk yang telah diketahui (berdasarkan pengalaman),

misalnya produk tidak mudah berkarat pada daerah yang humadity dan

kadar garamnya tinggi.


12

5) Persyaratan manufacturing, assembly, servise, recycle, misalnya; produk

mudah dibuat, diassembly, mudah dibongkar pasang (untuk keperluan

servise).

2. Membuat block diagram:

Gambar 2.2 Contoh block diagram

3. Menentukan item/produk dan fungsi yang dituntut dari item produk tersebut.

Item Produk Fungsi dari item produk


Front Cover HP  Melindungi bagian dalam HP dari kerusakan akibat benturan.

 Tempat pemasangan hardware termasuk display dan keypad.

 Memberikan aspek penampilan,hasil cat dan assesoris lain.

Gambar 2.3 Contoh tabel item produk

4. Menentukan potensi kegagalan (Potential Failure).

Pontensi kegagalan merupakan kegagalan produk memenuhi fungsinya.

Contoh : Potential Failure Front Cover mudah retak.

5. Menentukan efek dari potensi kegagalan.


13

Contoh : Efek dari retak pada bagian lubang keypad adalah menurunkan umur

pakai Front Cover yang mengakibatkan :

1) Ketidak puasan customer pada penampilan produk.

2) Tidak berfungsinya bagian dalam produk akibat gangguan luar.

6. Menentukan tingkat keseriusan dari efek (lihat table severity untuk DFMEA).

Gambar 2.4 Tabel DFMEA Severity (tingkat keseriusan)

7. Menentukan penyebab kegagalan.

Penentuan penyebab kegagalan harus difokuskan pada kegagalan dari design,

misalnya :

1) Ketebalab yang telah ditentukan masih kurang.

2) Campuran material kurang sesuai.

8. Menentukan tingkat kejadian atau seberapa sering penyebab kegagalan tersebut

terjadi (lihat tabel occurance DFMEA). Sumber: (FMEA Manual : QS 9000).


14

Gambar 2.5 Tabel DFMEA Occurance (tingkat kejadian)

9. Tentukan sistem yang dilakukan untuk mendeteksi atau mencegah penyebab

kegagalan (current design control : Preventive dan Detection), misalnya:

1) Test ketahanan.

2) Uji material.

10. Tentukan nilai kemampuan sistem design dalam mendeteksi penyebab

kegagalan (kemampuan sistem / detection, lihat tabel detection DFMEA).


15

Gambar 2.6 Tabel DFMEA Detection (tingkat deteksi)

11. Hitung Nilai RPN:

RPN = Severity x Occurance x Detection

12. Tentukan usulan untuk memperbaiki /mengurangi resiko kegagalan.

1) Usulan dapat lebih dari satu tergantung dari ide usulan yang masuk.

2) Usulan fokus pada item yang mempunyai nilai RPN paling tinggi atau nilai

severity tinggi.

3) Jika nilai RPN kecil atau dibawah nilai standar yang ditentukan

customer/perusahaan maka tidak perlu dibuat usulan perbaikan.

4) Tentukan penanggung jawab dan target waktunya.

13. Evaluasi usulan perbaikan:

1) Tulis tindakan yang diambil berdasarkan usulan perbaikan yang

direncanakan.
16

2) Hitung kembali nilai Severity, Occurance, Detection dan nilai RPN yang

baru setelah perbaikan.

3) Jika nilai RPN masih tinggi dibuat kembali usulan perbaikan, jika nilai

RPN sudah dibawah nilai standar analisa DFMEA selesai.

2.1.6 Ruang Lingkup Process Failure Mode and Effect Analysis (PFMEA)

Adapun ruang lingkup dari process failure mode and effect analysis (PFMEA)

adalah sebagai berikut:

1. PFMEA adalah suatu analisa teknik untuk memahami potensi kegagalan pada

proses produksi. Asumsi dibuat bahwa design produk sudah baik akan tetapi

proses produksi gagal memenuhi tuntutan/persyaratn pada design, misalnya:

1) Diameter lubang kebesaran.

2) Pelapisan yang kurang.

3) Kekerasan material kurang, dll.

2. Defenisi custommer pada PFMEA pada umumnya adalah “Pengguna akhir/end

user”. Customer dapat juga berarti proses selanjutnya atau proses assembly atau

servis.

2.1.7 Tahapan Process Failure Mode and Effect Analysis (PFMEA)

Berikut ini adalah beberapa tahapan dalam menyusun metode Process Failure

Mode and Effect Analysis (PFMEA):

1. Memperoleh informasi mengenai produk dari spesifikasi produk, produk similar,

DFMEA, dll.

2. Tentukan Flow Proses Produksi.


17

Flow proses adalah urutan pengerjaan suatu produk dari awal sampai menjadi

produk jadi, contoh : Flow prose pembuatan Ayam Goreng.

Gambar 2.7 Contoh flow proses pembuatan Ayam Goreng

3. Tentukan Persyaratn Produk pada tiap tahapan proses.

Persyaratan produk adalah karakteristik atau tuntutan yang harus dipenuhi oleh

produk pada setiap tahapan proses untuk memenuhi fungsi dari produk tersebut.

Contoh: Persyaratan produk padasetiap tahapan proses pembuatan ayam goreng.

Gambar 2.8 Contoh tabel persyaratan tahapan proses produk

4. Menentukan potensi kegagalan.

Potensi kegagalan merupakan kegagalan dalam memenuhi persyaratan / tuntutan

produk (potential failure><requirement), contoh tabel:

Gambar 2.9 Contoh tabel potensi kegagalan

5. Menentukan efek kegagalannya.

Efek kegagalan dari bumbu tidak meresap “Rasa ayam goreng tidak gurih”.

6. Menilai keseriusan dari efek yang ditimbulkan (lihat tabel severity).


18

Gambar 2.10 Tabel PFMEA Severity (tingkat keseriusan)

7. Tentukan penyebab potensi kegagalan.

Gambar 2.11 Contoh Diagram potensi penyebab kegagalan


19

8. Hitung seberapa sering kegagalan tersebut terjadi (lihat table occurance)

Gambar 2.12 Tabel PFMEA Occurance (tingkat kejadian)

9. Tulis methode kontrol yang dilakukan sekarang. Metode kontrol dibagi menjadi

2 jenis:

1) Sistem kontrol yang bersifat pencegahan (prevention).

2) Sistem kontrol yang bersifat deteksi (detection).

Gambar 2.13 Contoh Diagram metode kontrol

10. Nilai kemampuan metode kontrol dalam mendeteksi kegagalan (lihat tabel

detection):
20

Gambar 2.14 Tabel PFMEA Detection (tingkat deteksi)

11. Hitung total Resiko kegagalan (RPN = Risk Priority Number).

RPN = Severity x Occurance x Detection

12. Identifikasi usulan tindakan perbaikan untuk mengurangi resiko kegagalan

(recommended action):

1) Mengurangi efek dari kegagalan (severity).

2) Menurunkan tingkat kejadian penyebab kegagalan (Occurrence).

3) Meningkatkan kemampuan sistem kontrol dalam mendeteksi kegagalan

(Detection).

4) Fokus pada area dengan nilai RPN paling tinggi atau nilai severity tinggi

(efek kegagalan besar).


21

13. Evaluasi usulan perbaikan.

1) Tulis tindakan yang diambil berdasarkan usulan perbaikan yang

direncanakan.

2) Hitung kembali nilai Severity, Occurance, Detection dan nilai RPN yang

baru setelah perbaikan.

3) Jika nilai RPN masih tinggi dibuat kembali usulan perbaikan, jika nilai RPN

sudah dibawah nilai standard analisa PFMEA selesai.

2.1.8 Format Dokumen FMEA

Dalam pembuatan format dokumen FMEA harus memenuhi beberapa kriteria

yang telah menjadi standar baku, diantaranya:

1. FMEA Number.

Nomor FMEA, berguna untuk tracking sistem.

2. Item Name, nomor dari sistem, sub-sistem, atau komponen dari proses yang

sedang dianalisa.

3. Process Responsibility.

Nama perusahaan, departemen dan group. Juga termasuk nama supplier (jika

ada).

4. Prepared By.

Nama, telepon dan perusahaan dari engineer yang bertanggung jawab dalam

mempersiapkan FMEA.

5. Model Year(s)/Vehicle (s).

Tahun model mobil dan jenis mobil yang akan menggunakan dan/atau terkena

efek dari design/proses yang sedang dianalisa (jika diketahui).


22

Contoh: GMT 330, model tahun 2000.

6. Key Date.

Batas akhir FMEA harus selesai. Tidak boleh melebihi schedule awal produksi

Catatan: Untuk beberapa kasus, FMEA yang pertama tidak boleh melebihi

tanggal penyerahan PPAP.

7. FMEA Date.

Tanggal original FMEA dibuat and revisi terakhir.

8. Team Inti.

Semua orang yang terlibat, termasuk dengan alamat dan nomor telepon.Bila

perlu dibuat dalam distribution list terpisah.

9. Process Function/requirement (PFMEA).

1) Gambaran singkat dari proses yang sedang dianalisa, (contoh : Bubut, bor,

welding, assembling).

2) Team harus mereview semua persyaratan performance, material, proses,

lingkungan dan safety.

3) Jelaskan secara singkat tujuan (requirement) dari proses yang sedang

dianalisa.

4) Bila proses terdiri dari beberapa proses operasi (Misalnya assembly proses)

dengan potensi kegagalan yang berbeda, maka dipertimbangkan untuk

memecah proses tersebut kedalam beberapa proses yang terpisah.

5) Apabila kesulitan dalam menentukan requirement dari suatu proses, dapat

menggunakan peunjuk pertanyaan : “Apa yang diharapkan dari proses

tersebut oleh customer/ design /proses sesudahnya?”.


23

10. Potential Failure Mode.

1) Potensi kegagalan dari proses, kegagalan dalam memenuhirequirement dari

proses.

2) Dalam pembuatan FMEA diasumsikan bahwa incoming material sudah

baik.

3) Contoh kegagalan: bent, binding, burred, handling demage, craked,

deformed, dirty,improver set up, short circuited, dst.

4) Porensi kegagalan harus didefenisikan dalam bentuk “FISIK” atau dalam

terminologi teknis bukan digambarkan seerti gejala atau sesuatu yang

menjadi perhatian customer.

11. Efek dari potensi kegagalan.

1) Efek harus dilihat dari 2 sisi :

a. Efek terhadap customer akhir maupun.

b. Efek terhadap proses selanjutnya.

2) Efek kegagalan bagi customer akhir harus digambarkan dalam bentuk

performance produk/sistem, seperti misalnya : kasar, scrap, rework/repair.

3) Efek kegagalan bagi proses selanjutnya harus digambarkan dalam bentuk

performance proses/pengoperasian, seperti misalnya: tidak dapat dipasang,

menyebabkan keausan tools.

12. Severity (Nilai keseriusan dari efek yang ditimbulkan).

1) Nilai keseriusan dari efek yang ditimbulkan.

2) Pengurangan nilai severity hanya dapat dilakukan dengan merubah design

baik pada sistem, subsistem atau komponen atau merancang ulang proses

produksi.
24

3) Jika customer yang terkena efek dari kegagalan adalah organisasi diluar

team FMEA dan team yang kurang memahami efek dari kegagalan tersebut,

team harus melakukan konsultasi ke design FMEA engineer atau organisasi

diluar team FMEA tersebut.

4) Apabila efek kegagalan lebih dari 1 :

a. Efek terhadap proses sesudahnya.

b. Efek terhadap end user.

c. Rangking severity yang tertinggi yang diambil.

13. Classification.

1) Digunakan untuk mengelompokkan special proses characteristic (fit-

function, safety, dll) untuk komponen, subsistem, atau sistem yang mana

mungkin memerlukan tambahan proses control.

2) Jika klasifikasi pada produk, ditambahkan selama proses pembuatan FMEA,

hal tersebut harus diinformasikan kepada penanggung jawab design, karena

hal ini dapat berakibat pada penandaan charactetistic product pada dokumen

engineering/ drawing.

14. Penyebab dari potensi kegagalan.

1) Tulis semua jenis penyebab dari kegagalan.

2) Jika penyebab mempunyai hubungan langsung terhadap kegagalan,

misalnya memperbaiki penyebabnya mempunyai efek langsung terhadap

kegagalan tersebut, maka proses berfikir FMEA sudah benar.

3) Banyak kasus, penyebabnya tidak mempunyai hubungan langsung, atau

belum diketahui apakah mempunyai hubungan langsung terhadap

kegagalan, misalnya: diperkirakan ada 6 faktor penyebab, tetapi belum


25

diketahui yang mana penyebab yang dominan/ penyebab sebenarnya. Dalam

hal ini suatu design of experiment (DOE) dapat dilakukan untuk mengetahui

penyebab yang dominan.Contoh penyebab kegagalan :

a. Torsi tidak tepat-kelelahan/kurang.

b. Ketidakakuratan alat bantu assembly.

c. Part tidak terpasang.

4) Penyebab kegagalan harus ditulis secara spesifik (misalnya operator salah

pada saat memasang seal). Kata-kata terlalu general tidak boleh digunkan

(misalnya operator error, mesin tidak berfungsi).

15. Occurrence (Penyebab Kegagalan).

1) Nilai kemungkinan kemungkinan kegagalan yang spesific terjadi.

2) Pengurangan nilai occurrence hanya dapat dilakukan dengan melakukan

pencegahan atau mengontrol penyebab kegagalan melalui perubahan design

atau proses.

3) Jika statistical data untuk proses yang similar tersedia, maka angka tersebut

dapat digunakan untuk menentukan nilai occurance. Jika statistical data

tidak tersedia, maka penentuan nilai occurrence dapat diambil secara

subyektif berdasarkan defenisi yang ada pada penilaian occurrence.

16. Sistem Kontrol yang dilakukan sekarang (Current Process Control).

1) Gambaran mengenai kontrol yang dilakukan baik untuk mencegah

kegagalan maupun mendeteksi kegagalan sewaktu kegagalan tersebut

terjadi.

2) Kontrol dapat berupa proses kontrol, seperti :

a. Mistake proofing / Poka Yoke.


26

b. SPC.

3) Evaluasi / pengontrolan dapat dilakukan pada proses yang bersangkutan

atau proses sesudahnya.

4) Pada FMEA 3rd edition kolom current proses control mempunyai 2 kolom

metode kontrol yaitu :

a. Preventive: Mencegah penyebab kegagalan atau kegagalan terjadi atau

mengurangi angka kegagalan.

b. Detection: Mendeteksi kegagalan dan mengarahkan kepada tindakan

perbaikan.

5) Metode yang lebih diutamakan adalah preventive.

6) Ada 2 cara untuk membedakan penggunaan metode kontrol: metode kontrol

yang sifatnya prevention dan yang sifatnya detection.

a. Cara 1 : Kolom pada current proses kontrol dibagi 2, yaitu:

Prevention dan Detection.

b. Cara 2 : Kolom tetap 1, akan tetapi diberi nilai (P) didepan metode

kontrol yang sifatnya prevention dan initial (D) didepan metode kontrol

yang sifatnya detection. Lebih diancurkan untuk menggunakan cara 1

membuat 2 kolom pada current proses control.

7) Ketika proses kontrol telah ditentukan, review ulang semua metode control

yang menggunakan prevention, untuk melihat apakahnilai occurrence perlu

direvisi.

17. Detection

1) Nilai kemampuan sistem kontrol mendeteksi kegagalan.


27

2) Untuk menentukan nilai detection; buat asumsi bahwa kegagalan telah

terjadi dan nilai kemampuan dari gabungan “Sistem kontrol yang dilakukan

sekarang” untuk mencegah pengiriman part yang defect.

3) Jangan berasumsi bahwa detection rendah bila occurrence rendah, tetapi

nilai kemampuan dari proses kontrol untuk mendeteksi kegagalan yang

frekwensinya kecil tersebut atau mencegah dikirimnya produk tersebut ke

proses selanjutnya.

4) Random quality check kemungkinan besar tidak dapat mendeteksi

keberadaan dari defect dan seharusnya tidak dapat digunakan untuk menilai

kemampuan deteksi. Sampling yang digunakan berdasarkan dasar statistik

adalah sistem deteksi valid.

18. Risk Priority Number (RPN).

1) Perkalian Severity x Occurrence x Detection. Team harus melakukan

corrective action untuk item dengan RPN yang tinggi.

2) Secara umum perhatian khusus harus dilakukan pada item dengan nilai

severity tinggi.

19. Recommended Action.

1) Tindakan pencegahan dan perbaikan pertama kali harus dilakukan terhadap

proses dengan nilai severity tinggi, nilai RPN tinggi.

2) Tujuan dari setiap usulan perbaikan (recommended action) adalah untuk

menurunkan nilai severity, occurrence dan detection.

3) Secara umum bila nilai severity 9 atau 10, perhatian khusus harus diberikan

untuk menjamin bahwa resiko yang timbul sudah dipertimbangkan melalui

kontrol design yang ada atau pencegahan /perbaikan pada proses.


28

4) Dalam semua kasus dimana efek dari kegagalan dapat membahayakan

operator, pencegahan/perbaikan harus diambil untuk mencegah kegagalan

dengan menghilangkan atau mengontrol penyebabnya atau membuat sistem

perlindungan terhadap operator.

5) Pengaruh tindakan/usulan perbaikan terhadap nilai severity, occurrence dan

detection:

a. Untuk menurunkan tingkat kejadian (occurrence), dibutuhkan revisi

design atau proses.

b. Hanya perubahan design atau proses yang dapat menurunkan rangking

severity

c. Metode yang sebaiknya diterapkan untuk menurunkan rangking dari

detection adalah penggunaan mistake proofing / Poka yoke. Pada

umumnyameningkatkan tingkat deteksi adalah mahal dan tidak efektif.

Meningkatkan frekwensi pengecekan quality tidak efektif dan hanya

dapat digunakan untuk sementara. Tindakan pencegahan dan perbaikan

yang permanen tetap dibutuhkan.

20. Responsibility.

Penanggung jawab dari recommended action, dan target penyelesaiannya.

21. Action Taken.

Setelah perbaikan telah dilaksanakan, jelaskan secara singkat langkah yang

diambil.

22. Resulting RPN.


29

Setelah perbaikan dilaksanakan, kalkulasi kembali nilai severity, occurrence dan

detection dan hitung hasil RPN-nya.Semua hasil RPN baru harus direview dan

jika aksi lebih lanjut diperlukan ulangi step 19 sampai 22.

Gambar 2.15 Contoh format dokumen FMEA

Anda mungkin juga menyukai