Anda di halaman 1dari 38

ANALISIS PENYEBAB DELAY DENGAN APLIKASI FAILURE

MODE AND EFFECT ANALYSIS PADA PROSES DISTRIBUSI BBM


DI PELABUHAN WAYAME MALUKU PT. PERTAMINA
(PERSERO)

LAPORAN KERJA PRAKTEK


Disusun untuk memenuhi persyaratan
Mata Kuliah Kerja Praktek

Disusun Oleh:
Muhammad Syarifudin Zain
21070114120052

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Seiring dengan semakin bertumbuhnya populasi manusia menyebabkan
meningkatnya kebutuhan manusia untuk memenuhi permintaannya untuk
kelangsungan hidup masing-masing individu. Semakin tingginya permintaan
tentunya perlu diimbangi oleh pemenuhan permintaan sehingga terjadi
keseimbangan antara supply dan demand. Maka dari itu, semakin hari, tuntutan
bagi perusahaan untuk selalu melakuka perbaikan demi pelayanan dan pemenuhan
permintaan pelanggan dapat terpenuhi.
PT Pertamina Persero merupakan perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) yang bertugas mengelola dan menjalankan usaha minyak, gas bumi,
energi baru dan terbarukan di Indonesia. Fungsi utama perusahaan adalah
produsen minyak dan gas dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan fungsi
lainnya seperti pengolahan, bisnis bahan bakar untuk industri, bisnis bahan bakar
khusus (untuk retail), aviasi, bisnis base pelumas, LPG, Petrokimia, pengangkutan
laut, dan lain sebagainya.
Salah satu fungsi PT. Pertamina adalah melakukan pendistribusian bahan
bakar minyak (BBM) ke seluruh penjuru Indonesia. Fungsi tersebut dilakukan
oleh Direktorat Pemasaran PT Pertamina Persero. Pendistribusian BBM ini secara
umum dilakukan oleh kapal. Segala urusan perkapalan yang ada dalam proses
pemasaran BBM ditugaskan oleh bagian Shipping dibawah Direktorat Pemasaran
PT Pertamina Persero.
Rantai pasok distribusi BBM dimulai dari pengangkutan bahan crude oil
(minyak mentah) dari sumur-sumur minyak yang dimiliki oleh PT Pertamina
sendiri ataupun impor. Kemudian crude oil dikirim menggunakan kapal ke
refinery (pengilangan minyak) untuk diolah menjadi produk siap pakai. Dari
refinery akan dikirim melalui kapal juga ke main depot untuk disimpan sementara.
Lalu minyak yang ada pada main depot akan didistribusikan melalui kapal ke end
depot. Dari end depot ini yang nantinya akan didistribusikan menuju SPBU
seluruh Indonesia.

1
Dalam proses distribusi BBM melalui kapal di Pelabuhan Wayame Maluku
terdapat kendala yaitu waktu yang dihabiskan kapal untuk menunggu delay di
pelabuhan bahkan dapat melebihi waktu yang dihabiskan kapal di lautan. Dalam
rentang waktu bulan Januari September 2016 total waktu tunggu seluruh kapal
selama 723,40 hari. Waktu menunggu kapal dianggap menjadi sebuah kerugian
karena banyak kapal yang dioperasikan merupakan kapal sewa yang mana kapal
tersebut disewa dengan biaya yang mahal. Harga sewa kapal perhari bekisar
antara $ 1.500 - $ 43.500. Jika dikonversi dalam rupiah dengan kurs Rp 13.200,
maka sewa kapal perhari berkisar antara Rp 20.000.000,00 Rp 580.000.000,00.
Dengan begitu utilitas kapal menjadi tidak maksimal dan perusahaan mengalamai
potensi kerugian yang besar
Untuk menanggulangi permasalahan lamanya waktu delay kapal, hal yang
dilakukan adalah pertama harus dicari terlebih dahulu hal apa saja yang dapat
menyebabkan hal tersebut dapat terjadi dan mengapa penyebab tersebut dapat
terjadi, hal tersebut dapat diselesaikan dengan menerapkan root cause analysis
untuk mencari akar dari penyebab masalah banyaknya defect serta analisisnya.
Failure Mode Effect and Analysis merupakan tools yang digunakan untuk
mengidentifikasi moda kegagalan potensial pada suatu produk atau proses
sebelum terjadi, mempertimbangkan resiko yang berkaitan dengan moda
kegagalan tersebut, mengidentifikasi serta melaksanakan tindakan korektif untuk
mengatasi masalah yang paling penting. Tools ini akan sangat berguna untuk
mengetahui penyebab apa yang paling berpengaruh atau yang paling perlu
diperhatikan terhadap penyebab terjadinya waktu delay yang lama.
Setelah diketahui hal-hal apa saja yang berpengaruh terhadap lamanya waktu
delay kapal di pelabuhan, maka langkah selanjutnya adalah mencari tahu mengapa
hal tersebut dapat terjadi dengan mencari akar permasalahan dari masing-masing
penyebab utama delay dengan menggunakan Failure Tree Analysis (FTA). FTA
merupakan teknik untuk mengindentifikasi kegagalan (failure) dari suatu system.
FTA berorientasi pada fungsi atau yang lebih dikenal dengan top down
approach karena analisa ini berawal dari system level (top) dan meneruskannnya
ke bawah.

2
1.2 Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, maka rumusan
masalah yang akan dibahas adalah mencari akar penyebab dari masalah lamanya
waktu delay kapal pengankut BBM di Pelabuhan Wayame Maluku dan
memberikan saran perbaikan terhadap masalah tersebut.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dalam laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi akar penyebab dari berbagai penyebab terjadinya delay kapal
pengangkut BBM pada Pelabuhan Wayame Maluku.
2. Mengindetifikasi potensi failure mode pada delay yang terjadi pada Pelabuhan
Wayame Maluku.
3. Memberikan usulan untuk mengurangi lama waktu delay kapal pengangkut
BBM pada Pelabuhan Wayame Maluku.

1.4 Pembatasan Masalah dan Asumsi


Batasan dan asumsi dalam penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Data yang digunakan pada adalah data lalu lintas perkapalan angkuatan BBM
Pelabuhan Wayame Maluku pada bulan Januari November 2016 dan merupakan
data sekunder dari PT Pertamina Persero
2. Delay yang dibahas adalah delay yang terjadi pada kapal operasional PT
Pertamina untuk proses bongkar dan muat BBM di Pelabuhan Wayame Maluku

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dalam Laporan Kerja Praktek ini adalah sebagai berikut
:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, pembatasan
masalah dan asumsi, dan sistematika penulisan yang digunakan dalam
pembuatan laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori-teori yang sesuai dan berhubungan dalam
pembahasan laporan ini, seperti Root Cause Analysis, Failure Mode
Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA).
3
BAB III TINJAUAN SISTEM
Bab ini berisi deskripsi umum dari PT Ebako Nusantara yang terdiri
dari penjabaran mengenai profil perusahaan, visi dan misi perusahaan,
serta gambaran umum perusahaan.

BAB IV METODE PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA


Berisi tentang metodologi penelitian, pengolahan data dengan metode
FTA FMEA.
BAB V ANALISIS
Bab ini berisi analisis dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dan saran.

4
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Failure Mode Effect Analysis (FMEA)


2.1.1 Pengertian FMEA
Menurut Stamatis yang mengutip Omdahl dan ASQC, FMEA adalah sebuah
teknik yang digunakan untuk mendefinisikan, mengenali dan mengurangi
kegagalan, masalah, kesalahan dan seterusnya yang diketahui dan/ atau potensial
dari sebuah sistem, desain, proses dan/ atau servis sebelum mencapai ke
konsumen.

2.1.2 Tipe-tipe FMEA


1. Design FMEA.
Design FMEA digunakan untuk menganalisa produk sebelum dimasukan
ke dalam proses produksi. Design FMEA fokus pada modus kegagalan yang
diakibatkan oleh desain (Stamatis, 2003).
2. Process FMEA.
Process FMEA digunakan untuk menganalisa proses produksi dan
perakitan. Process FMEA ini fokus pada modus kegagalan yang disebabkan
oleh proses produksi atau perakitan (Stamatis, 2003).
3. System FMEA.
System FMEA digunakan untuk menganalisa sistem dan subsistem dalam
proses desain dan konsep. System FMEA ini fokus pada modus kegagalan
antara fungsi dari sistem yang disebabkan oleh defisiensi sistem (Stamatis,
2003).
4. Service FMEA.
Service FMEA digunakan untuk menganalisa servis sebelum mencapai ke
konsumen. Service FMEA fokus pada kegagalan yang disebabkan oleh system
atau proses (Stamatis, 2003).
5. Product FMEA.
Product FMEA fokus pada modus kegagalan yang terjadi pada produk
atau proyek (Gygi, DeCarlo, Williams, 2005).
6. Software FMEA.
5
Software FMEA digunakan untuk menganalisa modus kegagalan pada
sebuah software (Gygi, DeCarlo, Williams, 2005).

2.1.3 Tahapan FMEA Secara Sistematik


Pada pekerjaan yang bersifat memberikan perbaikan atau improvement,
FMEA dilakukan secara sistematik seperti berikut:
1. Mengidentifikasi potensi kegagalan pada produk yang dikerjakan.
2. Mencatat efek yang akan timbul dari kegagalan tersebut.
3. Mencari dan menemukan penyebab dari kegagalan tersebut.
4. Tetapkan angka-angka severity, occurrence, dan Detection berdasarkan tabel
severity, occurrence, and Detection ranking criteria.
5. Kalikan angka severity, occurrence, dan Detection untuk mendapatkan Risk
Priority Number (RPN).
6. Lakukan tindakan perbaikan pada proses yang memiliki nilai RPN tinggi.

Severity (Tingkat Kefatalan)

Severity adalah sebuah penilaian pada tingkat keseriusan suatu efek atau
akibat dari potensi kegagalan pada suatu komponen yang berpengaruh pada suatu
hasil kerja mesin yang dianalisa/diperiksa.

Tabel 2. 1 Ranking Severity dari Akibat yang Ditimbulkan

KRITERIA : TINGKAT SEVERITY AKIBAT YANG


AKIBAT RANKING
DITIMBULKAN

Mungkin berbahaya bagi mesin atau operator


perakitan.
Memiliki ranking kehebatan tinggi ketika modus
Berbahaya tanpa
kegagalan potensial yang mempengaruhi 10
peringatan
operasi yang aman dan/atau melibatkan tidak
terpenuhinya regulasi yang ada. Kegagalan akan
terjadi tanpa ada peringatan sebelumnya.

Mungkin berbahaya bagi mesin atau operator


Berbahaya perakitan
dengan Memiliki ranking tinggi ketika modus kegagalan 9
peringatan potensial yang mempengaruhi operasi yang
aman dan/atau melibatkan tidak terpenuhinya

6
regulasi yang ada.
Kegagalan akan terjadi tanpa ada peringatan
sebelumnya.

Gangguan utama terhadap garis produksi. 100


% produk mungkin memiliki goresan.
Sangat tinggi 8
Item tidak dioperasikan, kehilangan fungsi
utama. Pelanggan sangat kecewa.

KRITERIA : TINGKAT SEVERITYAKIBAT YANG


AKIBAT RANKING
DITIMBULKAN

Gangguan minor terhadap garis produksi. Porsi


dari produk mungkin harus dipilih dan mewakili
goresan.
Tinggi 7
Item bisa beroperasi tapi dengan level
pengoperasian yang berkurang. Pelanggan
kecewa.

Gangguan minor terhadap garis produksi. Porsi


dari produk mungkin mewakili goresan (tanpa
penyortiran).
Moderate Item bisa beroperasi tapi beberapa item yang 6
nyaman tidak bisa dioperasikan.
Pelanggan memiliki pengalaman
ketidaknyamanan.

Gangguan minor terhadap garis produksi. 100 %


produk mungkin harus di re-work.
Item dapat beroperasi, akan tetapi beberapa
Rendah 5
item dapat dioperasikan dengan nyaman dalam
level performansi yang berkurang. Pengalaman
pelanggan berupa ketidakpuasan.

Gangguan minor terhadap garis produksi.


Produk mungkin harus disortir dan porsi untuk
Sangat rendah di re-work. 4
Penyesuaian yang kecil tidak sesuai. Kecacatan
diketahui oleh pelanggan.

Gangguan minor terhadap garis produksi. Porsi


3
Minor dari produk mungkin harus di re-worksecara on-

7
line, tapi diluar stasiun kerja. Penyesuaian kecil
yang tidak sesuai.
Kecacatan diketahui oleh pelanggan.

Gangguan minor terhadap garis produksi. Porsi


dari produk mungkin harus di re-worksecara on-
Sangat minor line, tapi diluar stasiun kerja. Penyesuaian kecil 2
yang tidak sesuai.
Kecacatan diketahui oleh pelanggan tertentu.

Tidak ada Tidak ada efek 1

Reprinted from the FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Supplier
Quality Recruitments Task Force). (Besterfield. Dale. H, dkk, Total Quality
Management).

Occurrence (Intensitas Kejadian)


Occurrence adalah sebuah penilaian dengan tingkatan tertentu dimana
adanya sebuah sebab kerusakan secara mekanis yang terjadi pada mesin tersebut.
Dari angka/tingkatan occurrence ini dapat diketahui kemungkinan terdapatnya
kerusakan dan tingkat keseringan terjadinya kerusakan mesin.

Tabel 2. 2 Ranking Occurence dari Akibat yang Ditimbulkan

PROBABILITY OF FAILURE POSIBLE FAILURE RATES RANGKING

Sangat tinggi : Kegagalan hampir tidak > 1 dalam 2 10


dapat dihindari 1 dalam 3 9

Tinggi : Secara general berasosiasi 1 dalam 8 8


dengan proses sebelumnya yang
1 dalam 20 7
sering gagal

Moderat : Secara general berasosiasi 1 dalam 80 6


dengan proses sebelumnya yang 1 dalam 400 5
memiliki kegagalan yang kadang-
kadang terjadi 1 dalam 2000 4

Rendah : Kegagalan yang kecil


1 dalam 15000 3
berasosiasi dengan proses yang sama

Sangat rendah : Hanya kegagalan


1 dalam 150000 2
yang kecil berassosiasi dengan proses

8
yang hampir identik

Remote : Kegagalan tidak boleh terjadi


Tidak ada kegagalan yang pernah
1 dalam 1500000 1
berasosiasi dengan proses yang
hampir identik

Reprinted from the FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Supplier
Quality Recruitments Task Force). (Besterfield. Dale. H, dkk, Total Quality
Management).

Detection (Tingkat Deteksi)


Detection adalah sebuah penilaian yang juga memiliki tingkatan seperti
halnya severity dan occurrence. Penilaian tingkat Detection sangat penting dalam
menemukan potensi penyebab mekanis yang menimbulkan kerusakan serta
tindakan perbaikannya.

Tabel 2. 3 Ranking Detection dari Akibat yang Ditimbulkan

KRITERIA : KEMUNGKINAN DETEKSI


DETEKSI RANGKING
OLEH PROCESS CONTROL

Absolut tidak Tidak tersedia kontrol yang diketahui untuk


10
mungkin mendeteksi modus kegagalan

Sangat tipis kemungkinan kontrol sekarang mampu


Sangat tipis 9
mendeteksi modus kegagalan

Tipis kemungkinan kontrol sekarang mampu


Tipis 8
mendeteksi modus kegagalan

Sangat rendah kemungkinan kontrol sekarang


Sangat rendah 7
mampu mendeteksi modus kegagalan

Rendah kemungkinan kontrol sekarang mampu


Rendah 6
mendeteksi modus kegagalan

Cukup kemungkinan kontrol sekarang mampu


Cukup 5
mendeteksi modus kegagalan

Sedang kemungkinan kontrol sekarang mampu


Sedang 4
mendeteksi modus kegagalan

Tinggi kemungkinan kontrol sekarang mampu 3


Tinggi
mendeteksi modus kegagalan

9
Sangat tinggi kemungkinan kontrol sekarang
Sangat tinggi 2
mampu mendeteksi modus kegagalan

Kontrol saat ini hampir pasti untuk mendeteksi


Hampir pasti modus kegagalan. Keandalan kontrol deteksi 1
diketahui dengan proses yang sama

Reprinted from the FMEA manual (Chrysler, Ford, General Motors Supplier
Quality Recruitments Task Force). (Besterfield. Dale. H, dkk, Total Quality
Management).

2.2 Risk Priority Category (RPC)


Risk Priority Category (RPC) adalah suatu sistem pendukung keputusan
berdasarkan aturan kualitatif untuk menetapkan evaluasi dari kategori masing-
masing potensi penyebab kegagalan. Sistem ini akan didasari oleh tiga
karakteristik dasar dari suatu modus kegagalan: deteksi (D), frekuensi (F), dan
keparahan (S) dengan cara aturan dasar kualitatif.

Tiga indeks D, F, dan S akan menjadi input variabel dalam sistem


pengambilan keputusan, yang nantinya akan menghasilkan suatu skor dengan
bilangan bulat (antara 1 sampai 10). Skor tersebut akan dialokasikan ke kelas-
kelas yang telah dihitung secara kualitatif. Hasil ini akan dikategorikan mulai dari
sangat rendah (VL) hingga sangat tinggi (VH), seperti ditunjukkan pada table

Tabel 2. 4 Tingkat kepentingan perhitungan RPC


Scores
Categories
D F S
1 1 1 VL
2, 3 2, 3 2, 3 L
4, 5, 4, 5, 4, 5,
M
6 6 6
7, 8 7, 8 7, 8 H
9, 9, 9,
VH
10 10 10

10
Output variabel sistem pengambilan keputusan adalah RPC untuk masing-
masing penyebab kegagalan. Nilai RPN yang berkisar antara 1 sampai 1000
diubah ke dalam bentuk kelas-kelas seperti tabel.

Tabel 2. 1 Risk Priority Category

RPN (Class Category


Class Score
Interval) (RPC)
1-50 25 VL
50-100 75 VL - L
100-150 125 L
150-250 200 L-M
250-350 300 M
350-450 400 M-H
450-600 525 H
600-800 700 H - VH
800-1000 900 VH

(Javier, 2002)

2.3 Fault Tree Analysis


FTA merupakan teknik untuk mengindentifikasi kegagalan (failure) dari
suatu system. FTA berorientasi pada fungsi atau yang lebih dikenal dengan top
down approach karena analisa ini berawal dari system level (top) dan
meneruskannnya ke bawah (Priyanta,2000:112)
Fault Tree Analysis adalah suatu analisis pohon kesalahan secara
sederhana dapat diuraikan sebagai suatu teknik analitis. Pohon kesalahan adalah
suatu model grafis yang menyangkut berbagai paralel dan kombinasi percontohan
kesalahan- kesalahan yang akan mengakibatkan kejadian dari peristiwa tidak
diinginkan yang sudah didefinisi sebelumnya, atau juga dapat diartikan
merupakan gambaran hubungan timbal balik yang logis dari peristiwa-peristiwa
dasar yang mendorong (Foster, 2004). Dalam membangun model pohon
kesalahan (fault tree) dilakukan dengan cara wawancara dengan manajemen dan
melakukan pengamatan langsung terhadap proses produksi di lapangan.
11
Selanjutnya sumber-sumber kecelakaan kerja tersebut digambarkan dalam bentuk
model pohon kesalahan (fault tree). Analisis pohon kesalahan (Fault Tree
Analysis) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisa
akar penyebab akar kecelakaan kerja (Rooney, 2004 ).

2.4 Istilah dalam Divisi Perkapalan PT Pertamina Persero


Berikut adalah istilah istilah yang sering digunakan dalam Divisi
Perkapalan Direktot Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Persero :
1. IPT ( Integrated Port Time)
Adalah batasan waktu setiap aktifitas yang dilakukan dalam sejak kapal datang,
bongkar dan berangkat kembali (ATA ATD).
2. ATA (Actual Time Arrival)
Adalah waktu kedatangan kapal di pelabuhan, dihitung saat kapal melewati buoy
terluar/ pilot station/ batas pelabuhan.
3. ATD (Actual Time Departure)
Aadalah keberangkatan kapal sebenarnya dari pelabuhan, dihitung saat kapal
melewati buoy terluar/ pilot station/ batas pelabuhan.
4. Awaiting Time
Adalah jumlah waktu kapal menunggu di Pelabuhan.
5. Anchorage Area
Adalah daerah tempat kapal berlabuh jangkar di area pelabuhan.
6. CD (Commision Days)
Adalah hari-hari kapal siap dipergunakan untuk beroperasi.
7. Harbour Steaming In
Adalah waktu yang dipergunakan kapal untuk manuver memasukkan pelabuhan
sejak kapal melewati outer buoy/ pilot station/ batas pelabuhan sampai kapal
labuh jangkar atau langsung sandar.
8. Harbour Steaming Out
Adalah waktu yang dipergunakan kapal untuk manuver meninggalkan pelabuhan
sejak saat kapal cast off atau angkat jangkar dari kolam pelabuhan sampai
melewati outer buoy/ pilot station/ batas pelabuhan.
9. Laytime

12
Adalah jumlah waktu yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan bongkar
muat di pelabuhan.
10. Allowed Laytime
Adalah waktu yang diijinkan oleh pihak kapal dan pihak pemilik/ penerima kargo
untuk melaksanakan kegiatan muat dan bongkar pelabuhan tanpa biaya tambahan.
11. Actual Laytime
Adalah waktu yang sebenarnya digunakan untuk melaksanakan kegiatan bongkar
muat dipelabuhan.
12. Demmurrage
Adalah jumlah kelebihan waktu actual laytime terhadap allowed time.
13. Berthing/ Unberthing
Adalah waktu yang dipergunakan oleh kapal untuk olah gerak kapal sandar dari
kolam pelabuhan ke dermaga/SPM/CBM atau lepas sandar dari dermaga/
SPM/CBM ke kolam pelabuhan.
14. All Fast
Adalah saat kapal dinyatakan sudah sandar dan terikat dengan sempurna di
dermaga.
15. Hose Connect/ Disconnect
Adalah saat selang muatan/cargo hose sudah terikat/ terlepas ke/ dari manifold
kapal.
16. Commence Loading/ Discharging
Adalah saat dimulainya pemuatan/ pembongkaran kargo.
17. Complete Loading/Discharging
Adalah saat selesainya pemuatan/ pembongkaran kargo.
18. NOR (Notice of Readiness)
Adalah pernyataan tertulis dari Nakhoda/ Master yang menyatakan bahwa kapal
sudah siap untuk muat/ bongkar.
19. NOR Tendered
Adalah waktu pengajuan NOR kepada petugas pelabuhan.
20. NOR Accepted
Adalah persetujuan terhadap NOR yang diajukan.
21. RTD (Round Trip Days)
13
Adalah waktu yang diperlukan oleh kapal terhitung dari ATA pelabuhan muat
sampai dengan ATA pelabuhan muat selanjutnya.
22. Sea Time
Adalah waktu yang dipergunakan kapal berlayar terhitung mulai ATD sampai
dengan ATA pelabuhan yang dituju.
23. Pumping Rate
Adalah kecepatan pemompaan sebenarnya atau yang direncanakan diukur sesuai
dengan satuan KL per jam.
24. Document on Board
Adalah saat seluruh kelengkapan dokumen kapal (ships paper dan document
cargo) diserahkan ke atas kapal oleh agen atau petugas pelabuhan.
25. Ships Unreadiness
Adalah kapal dalam keadaan tidak siap beroperasi.
26. Deviation
Adalah perubahan tujuan, muatan, ALD/ADD kapal saat kapal dalam pelayaran.
27. Terminal khusus
Adalah terminal yang dioperasikan Pertamina untuk bongkar muat minyak dan
gas Pertamina.
28. Kapal Milik (Own Fleet)
Adalah kapal yang dimiliki oleh Pertamina untuk mendistribusikan BBM ke
seluruh wilayah nusantara
29. Kapal Charter (Charter Fleet)
Adalah kapal yang disewa (charter) untuk mengangkut BBM ke seluruh wilayah
nusantara dengan periode waktu tertentu, yaitu < 2 tahun (short term time charter)
dan < 10 tahun (long term time charter)
30. Kapal Spot
Adalah kapal yang disewa (charter) untuk mengangkut BBM (cargo) dalam satu
kali voyage
31. Alur Pelayaran
Adalah bagian dari perairan yang digunakan untuk alur masuk dan keluar kapal
dari dan ke Terminal Khusus/ DUKS.
32. Peralatan Bongkar Muat
14
Adalah peralatan yang digunakan untuk kegiatan bongkar/muat dapat berupa
Loading Arm, Cargo Hose, sistem pemipaan dan lain-lain.
33. Kapal-kapal Ringan
Adalah kapal-kapal dengan tonase kecil atau non BKI yang bertugas membantu
proses sandar/lepas Kapal Tanker/Non Tanker dari dan ke Pelabuhan antara lain
Mooring Boat, Pilot Boat, Tug Boat dan Service Boat.
34. ALD (Accepted Loading Date)
Adalah tenggang waktu yang diterima kapal untuk melakukan kegiatan muat.
35. ADD (Accepted Discharging Date)
Adalah tenggang waktu yang diterima kapal untuk melakukan kegiatan bongkar.

2.5 Kasus Waiting

Berikut adalah jenis jenis waiting yang mengakibatkan delay dalam proses
bongkar muat di seluruh pelabuhan milik Pertamina :
1. Waiting Jetty
Kapal datang dipelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty dikarenakan jetty tidak bisa digunakan baik itu sedang
mengalami perbaikan ataupun kerusakan.
Kapal datang di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty dikarenakan jetty masih digunakan oleh kapal lain.
Kapal datang di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty dikarenakan jetty masih digunakan oleh kapal lain akibat
dari perencanaan planner pusat (ISC) yang kurang tepat
Kapal charter/milik datang di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi
kapal harus menunggu jetty dikarenakan jetty masih digunakan oleh kapal
pihak ketiga (industri) akibat dari perencanaan Pemasaran BBM Industri
& Marine yang kurang tepat
Kapal Gas datang di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty dikarenakan jetty masih digunakan oleh kapal lain akibat
dari perencanaan Pemasaran Gas Domestik yang kurang tepat

15
Kapal Pelumas datang di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal
harus menunggu jetty dikarenakan jetty masih digunakan oleh kapal lain
akibat dari perencanaan Pemasaran pelumas yang kurang tepat.
Kapal datang di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty dikarenakan jetty masih digunakan oleh kapal lain akibat
dari kapal lain mengalami kerusakan di jetty
Kapal tiba di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty diakibatkan ada skala prioritas penyandaran atas perintah
dari planner pusat fungsi.
Kapal tiba di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty diakibatkan ada skala prioritas penyandaran atas perintah
dari fungsi pemasaran BBM Industri & Marine.
Kapal tiba di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty diakibatkan ada skala prioritas penyandaran atas perintah
dari fungsi Pemasaran Gas Domestik
Kapal tiba di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty diakibatkan ada skala prioritas penyandaran atas perintah
dari fungsi Pemasaran Pelumas
Kapal tiba di pelabuhan dalam range ALD/ADD tetapi kapal harus
menunggu jetty diakibatkan ada skala prioritas penyandaran atas perintah
dari fungsi perkapalan
2. Waiting ALD/ADD
Kapal datang diluar range ALD/ADD akibat dari perencanaan di fungsi
ISC yang tidak sesuai dengan update terakhir master program.
Kapal datang diluar range ALD/ADD akibat dari perencanaan di fungsi
S&D (planner region) yang tidak sesuai dengan update terakhir master
program.
Kapal datang melewati range ALD/ADD disebabkan kesalahan kapal itu
sendiri (slow speed, trouble)
Kapal crude datang sebelum range ADD disebabkan jadwal loading
dilapangan minyak lebih cepat waktunya. (contoh : Kapal crude
melakukan kegiatan loading dilapangan minyak arjuna dengan ALD tgl 2-
16
3 tujuan pelabuhan RU IV cilacap, sementara ADD tgl 10-11 RU IV
Cilacap, namun kapal tiba di cilacap tgl 7-8 sehingga kapal harus
menunggu selama 2 hari (catatan : waktu tempuh normal 4 hari dari
lapangan minyak arjuna ke cilacap)
Kapal BBM datang di pelabuhan Wayame dengan ALD tgl. 7-8 sedangkan
kapal selesai melakukan kegiatan dipelabuhan sebelumnya (sorong) tgl 4
sementara jarak tempuh normal 2 hari antara pelabuhan wayame dan
sorong, pada saat kapal tiba tgl 6 ternyata jetty masih digunakan kapal lain
yang akan keluar tgl. 7 sehingga kapal harus menunggu
3. Waiting Ullage
Kapal menunggu ullage di pelabuhan RU disebabkan oleh keterbatasan
kapasitas tanki darat.
Kapal menunggu ullage di pelabuhan S&D disebabkan oleh keterbatasan
kapasitas tanki darat.
4. Waiting Cargo
Kapal menunggu di pelabuhan Refinery yang disebabkan karena
ketidaktersedian cargo.
Kapal menunggu di pelabuhan back loading, main depo disebabkan
karena ketidaktersedian cargo.
5. Waiting Ship Unready
Kapal menunggu di pelabuhan disebabkan ketidaksiapan kapal untuk
melakukan kegiatan loading maupun discharging cargo.
6. Waiting Nominasi
Kapal menunggu di pelabuhan disebabkan belum adanya nominasi dari
programmer pusat (ISC) untuk kapal tersebut melakukan kegiatan loading
maupun discharging di pelabuhan.
Kapal menunggu di pelabuhan disebabkan belum adanya nominasi dari
programmer region (S&D) untuk kapal tersebut melakukan kegiatan
loading maupun discharging di pelabuhan.
Kapal Gas menunggu di pelabuhan disebabkan belum adanya nominasi
dari programmer gas domestik (fungsi pemasaran gas domestik) untuk

17
kapal tersebut melakukan kegiatan loading maupun discharging di
pelabuhan
7. Waiting Order
Kapal menunggu di pelabuhan RU disebabkan belum adanya perintah atau
order untuk kapal tersebut dalam melakukan kegiatan loading maupun
discharging
Kapal menunggu di pelabuhan S&D disebabkan belum adanya perintah
atau order untuk kapal tersebut dalam melakukan kegiatan loading
maupun discharging.
8. Waiting Pilot
Kapal menunggu di pelabuhan disebabkan oleh ketidaksiapan pilot
(personel pilot yang kurang) dalam penyandaran (berthing)maupun lepas
(unberthing) kapal di pelabuhan.
9. Waiting Ship Slow Pumping
Keterlambatan waktu kapal dalam melakukan kegiatan pumping yang
disebabkan negosiasi rate yang diajukan oleh pihak kapal tidak sesuai dengan
charter party kapal yang telah ditetapkan.
10. Waiting Shore Slow Pumping
Keterlambatan waktu kapal untuk kegiatan loading dimana disebabakan
oleh rate pompa darat yang tidak sesuai dengan rate negosiasi yang telah
disepakati antara loading master dan chief officer kapal
11. Waiting Line
Kapal menunggu di pelabuhan RU disebabkan ketidaksedian line (pipa),
maupun flow meter yang akan digunakan.
Kapal menunggu di pelabuhan S&D disebabkan ketidaksedian line (pipa),
maupun flow meter yang akan digunakan.
12. Waiting Lab Analysis
Keterlambatan waktu kapal yang disebabkan menunggu proses
pemeriksaan laboratorium melebihi waktu sandar yang ditetapkan.
13. Waiting Tug Boat
Kapal menunggu di pelabuhan disebabkan oleh keterlambatan,
ketidaksiapan tugboat baik dari Pelindo maupun tug boat Pertamina.
18
14. Waiting Man Power
Keterlambatan waktu disebabkan oleh keterbatasan SDM di terminal
seperti pergantian shift loading master yang telat.
15. Waiting Daylight
Keterlambatan kapal di pelabuhan S&D disebabkan oleh penetapan
kegiatan operasi pelabuhan hanya 12 jam sehingga kapal tidak di izinkan
melakukan kegiatan loading maupun discharging pada waktu malam hari
Keterlambatan kapal di pelabuhan RU disebabkan oleh penetapan kegiatan
operasi pelabuhan hanya 12 jam sehingga kapal tidak di izinkan
melakukan kegiatan loading maupun discharging pada waktu malam hari.
Kapal datang di pelabuhan dalam range ALD/ADD namun masih terjadi
waiting daylight
Kapal datang di pelabuhan sesudah range ALD/ADD namun masih
terjadi waiting daylight
16. Waiting Bad Weather
Keterlambatan waktu disebabkan kondisi cuaca yang buruk sehingga
tidak memungkinkan kapal untuk melakukan kegiatan penyandaran, loading/
discharging, maupun lepas di pelabuhan
17. Waiting Tide
Keterlambatan waktu yang disebabkan pasang surut alur dalam kapal
melakukan proses sandar lepas di pelabuhan
18. Waiting Channel Crossing
Keterlambatan waktu disebabkan oleh sempitnya alur dan aktivitas
nelayan yang menggangu kegiatan kapal sandar maupun lepas dipelabuhan
RU.
19. Waiting Hose Connected
Keterlambatan waktu disebabkan oleh pemasangan hose kapal dan
manifold darat tidak sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan, dimana
pelaksanaanya dibawah tanggung jawab Terminal
Keterlambatan waktu disebabkan oleh pemasangan hose kapal dan
manifold darat tidak sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan, dimana
pelaksanaanya dibawah tanggung jawab Marine
19
20. Waiting Cargo Calculation
Kapal menunggu hasil perhitungan cargo yang dimuat/dibongkar di
loading/discharging port
21. Waiting Cargo Document
Keterlambatan waktu disebabkan belum selesainya proses document cargo
baik itu BL, Cargo manifest, CQD, CQL dll.
22. Waiting Ship Document
Keterlambatan waktu disebabakan belum selesainya proses document
kapal yang berhubungan dengan perizinan kapal untuk dapat berlayar.
23. Waiting CIQP Clearance
Kapal menunggu disebabkan belum selesainya proses perizinan custom,
imigration, quarantine dan port authorithy kapal dalam melakukan kegiatan
loading/discharging di pelabuhan
24. Waiting Fresh Water Supply
Keterlambatan waktu disebabkan kapal menunggu supply fresh water
dimana pelaksanaan supply dibawah tanggung jawab marine
Keterlambatan waktu disebabkan kapal menunggu supply fresh water
dipelabuhan RU dimana pelaksanaan supply dibawah tanggung jawab
terminal
Keterlambatan waktu disebabkan kapal menunggu supply fresh water di
pelabuhan S&D dimana pelaksanaan supply dibawah tanggung jawab
terminal
25. Waiting Bunker Supply
Keterlambatan waktu disebabkan kapal menunggu supply bunker dari
terminal akibat persetujuan marine yang terlambat
Keterlambatan waktu disebabkan kapal menunggu supply bunker di
pelabuhan RU akibat pelaksanaan bunker yang terlambat dari terminal
Keterlambatan waktu disebabkan kapal menunggu supply bunker di
pelabuhan S&D akibat pelaksanaan bunker yang terlambat dari terminal
26. Waiting Mooring Boat
Keterlambatan waktu yang disebabkan oleh ketidaksiapan mooring boat.
27. Waiting Ballasting/Deballasting
20
Keterlambatan waktu disebabkan kapal melakukan proses
ballasting/deballasting

21
BAB III
TINJAUAN SISTEM

3.1 Profil Perusahaan


PT Pertamina Persero merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di
bidang usaha minyak, gas, energi baru dan terbarukan. Produk yang dihasilkan
Pertamina yang sering di dengar antara lain Premium, Pertamax, dan Pertalite.
Selain itu, ada beberapa produk Pertamina seperti HSD dan MFO yang digunakan
untuk bahan bakar industri-industri, pelumas, aviasi LPG, petrokimia, dan minyak
tanah. Pertamina juga memiliki beberapa anak perusahaan. Anak Perusahaan/Joint
Ventures dalam bisnis Pertamina terkait dengan Core Business : PT Pertamina EP,
PT Pertamina Gas, PT Pertamina Hulu Energi, PT Pertamina Drilling Service, PT
Pertamina Geothermal Energi, PT Elnusa, Tbk., PT Usayana, PT Patra Niaga,
Petral, PT Pertamina Retail, PT Badak LNG, PT Arun LNG, PT Nusantara Regas,
PT. Pertamina Cepu, EP Technology Center, dll. Dan untuk Non core Business:
PT. Patra Jasa, PT Pelita Air Service, PT Pertamina Tongkang, PT Pertamina Bina
Medika (RSPP), PT Tugu Mandiri, dll.
3.2 Visi dan Misi Perusahaan
VISI
Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia

MISI
Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara
Terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
3.3 Rantai Pasok BBM
Rantai Pasok BBM dimulai dari proses penambangan minyak yang
dilakukan di daerah penambangan milik Pertamina sendiri atau juga ada beberapa
yang diimpor dari luar negeri karena hasil minyak dari sumur Pertamina belum
dapat memenuhi kapasitas dari refinery. Setelah proses penambangan crude oil
selesai, maka crude oil akan dibawa ke tempat refinery untuk diproses menjadi
produk siap pakai.

22
Proses distribusi crude oil dilakukan melalui transportasi laut yaitu kapal.
Crude oil akan diproses dalam refinery dan akan didistribusikan ke main depot
yang telah ditentukan. Produk siap pakai pun tidak semua berasal dari refinery
yang dimiliki oleh Pertamina, namin juga diimpor dari negara lain karena hasil
produk yang dihasilkan refinery tidak dapat mencukupi permintaan konsumen
Pertamina.

Kemudian untuk membawa ke main depot juga menggunakan transportasi


kapal. Main depot adalah tempat penampungan sementara atau tempat transit bagi
produk siap pakai untuk nantinya akan dimuat oleh kapal dan didistribusikan ke
end depot. End depot inilah yang akan mendistribusikan minyak ke setiap SPBU
di sekitarnya. End customer baru dapat menikmati produk Pertamina di SPBU
atau tempat penjualan lainnya.

Gambar 3.1 Rantai Pasok BBM PT Pertamina

3.4 Divisi Perkapalan (Shipping)


Divisi Perkapalan merupakan divisi dibawah Direktorat Pemasaran dan
Niaga PT Pertamina Persero. Tugas dari divisi ini adalah mengelola aktivitas
distrobusi dari mulai penambangan minyak di sumur, kemudian diolah dan
sampai ke end depot yang melibatkan transportasi kapal didalamnya. Di dalam
Shipping ini terdapat beberapa fungsi yaitu Shipping Strategic Development,
Safety Management Representative, New Ships Project Coordinator, Commersial,
Shipping Operation, Own Fleet, dan Marine.
Jumlah kapal milik pertamina ada 68 kapal. Kapal tersebut dibagi
berdasarkan fungsi dan kapasistas muat. Dalam pengoperasiannya, Pertamina juga
menyewa kapal dari pihak ketiga karena tingginya permintaan konsumen yang
belum diimbangi dengan jumlah kapal milik yang dapat beroperasi.

23
3.5 Pelabuhan Wayame Maluku
Pelabuhan Wayame merupakan pelabuhan milik Pertamina yang berada di
Maluku. Pelabuhan ini merupakan main depot bagi daerah Indonesia Timur
sehingga terjadi tidak hanya proses muat saja tetapi proses bongkar juga.
Pelabuhan ini menjadi salah satu pelabuhan Pertamina yang terpadat jika dilihat
dari data aktivitasnya

Gambar 3.2 Pelabuhan Wayame


3.6 Integrated Port Time
Integrated Port Time merupakan waktu yang dihitung sejak kapal datang
di pelabuhan sampai kapal meninggalkan pelabuhan.

24
Gambar 3.3 Subproses Integrated Port Time

25
BAB IV
METODE PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Metodologi Penelitian


Metologi penelitian merupakan langkah-langkah yang disusun untuk
menentukan apa yang harus dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah ini
akan memudahkan peneliti dalam menemukan dan menganalisis permasalahan
yang terjadi didalam perusahaan. Berikut merupakan metodologi dalam penelitian
ini :

Gambar 4.1 Metode Penelitian

26
4.2 Pengumpulan Data
Objek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah durasi waktu delay
oleh kapal yang akan melakukan aktivitas bongkar dan muat di Pelabuhan
Wayame Maluku pada bulan Januari-September 2016
Tabel 4.1 Jumlah kapal yang mengalami antri
Jenis Waiting Jumlah kejadian
Ship Unready 5
Slow Pumping Shore 8
Slow Pumping Vessel 1
Waiting Bunker Supply 5
Waiting Cargo 13
Waiting Cargo 10
Calculation
Waiting Cargo Document 34
Waiting for Hose 1
Connected
Waiting Jetty 312
Waiting Lab Analysis 1
Waiting Man Power 2
Waiting Pandu 1
Waiting Ullage 1
TOTAL 394

Berikut merukapan grafik dari data jumlah kapal yang antri pada bulan
Januari-September 2016

Jumlah Kejadian
Waiting Ullage
Waiting Man Power
Waiting Jetty
Waiting Cargo Document
Waiting Cargo
Slow Pumping Vessel
Ship Unready
0 50 100 150 200 250 300 350

Gambar 4.2 Jumlah kapal yang antri

27
Berikut merukapan grafik dari data total waktu seluruh kapal yang antri
pada bulan Januari-September 2016

Tabel 4.2 Durasi delay kapal pada Januari-September 2016


Jenis Waiting Total durasi Rataan durasi
delay (hari) delay per hari
Ship Unready 9,37 1,87
Slow Pumping Shore 6,05 0,76
Slow Pumping Vessel 0,77 0,77
Waiting Bunker Supply 1,95 0,39
Waiting Cargo 15,31 1,18
Waiting Cargo 1,82 0,18
Calculation
Waiting Cargo 8,75 0,26
Document
Waiting for Hose 0,07 0,07
Connected
Waiting Jetty 676,34 2,17
Waiting Lab Analysis 0,17 0,17
Waiting Man Power 0,69 0,35
Waiting Pandu 0,44 0,44
Waiting Ullage 1,67 1,67
TOTAL WAKTU 723,40

Lama waktu
Waiting Ullage
Waiting Pandu
Waiting Man Power
Waiting Lab Analysis
Waiting Jetty
Waiting for Hose Connected
Waiting Cargo Document
Waiting Cargo Calculation
Waiting Cargo
Waiting Bunker Supply
Slow Pumping Vessel
Slow Pumping Shore
Ship Unready
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 800.00

Gambar 4.3 Grafik durasi delay kapal pada Januari-September 2016 dalam hari

28
4.3 Failure Mode Effect Analysis
Dalam perhitungan FMEA, terdapat 3 jenis variabel yang mempengaruhi
hasil dari perhitungan RPN. Hasil RPN dipengaruhi oleh hasil perkalian antara
severity, occurance, dan detection. Berikut tabel yang menunjukkan parameter
yang digunakan untuk menentukan nilai bobot pada pengisian tabel FMEA

No Variabel Dasar penilaian


1 Severity Rataan durasi delay per hari
2 Occurance Frekuensi kejadian dalam bulan Januari-
Septermber 2017
3 Detection Wawancara dengan narasumber

29
Tabel 4.2 Perhitungan FMEA
Deskripsi Potensi Efek Proses kontrol
No Penyebab S Penyebab potensi kegagalan O D RPN
Cacat Kegagalan saat ini
Disebabkan Kondisi kapal
ketidaksiapan kapal diperiksa secara
Keterlambatan waktu
Ship untuk Kesalahan dari teknisi kapal yang tidak periodik namun
1 bongkar/muat yang 7 1 3 21
Unready melakukan kegiatan menyiapkan tepat waktu menyeluruh
lama
loading maupun ketika terjadi
discharging cargo. gangguan
Rate pompa darat
yang tidak sesuai Pengecekan
Slow dengan rate negosiasi setiap sebelum
Proses pumping
2 Pumping yang telah disepakati 5 Ketahanan pipa pompa menurun 2 proses 4 40
melambat
Shore antara loading master pemompaan
dan chief officer dilakukan
kapal
Slow Negosiasi rate yang Pengecekan
Proses pumping
3 Pumping diajukan oleh pihak 5 Kekuatan pompa kapal menurun 1 kondisi pompa 4 20
melambat
Vessel kapal tidak sesuai kapal sebelum

30
dengan charter party melakukan
kapal yang telah pumping
ditetapkan.
kapal menunggu
Pengecekan
Waiting supply bunker dari Proses persetujuan marine mengalami
Kepergian kapal dari volume bungker
4 Bungker terminal akibat 2 kendala yang perlu di selesaikan terlebih 1 4 8
pelabuhan terlambat melalui bunker
Supply persetujuan marine dahulu
meter
yang terlambat
Kapal menunggu di
pelabuhan Refinery Kontrol oleh
Waiting yang disebabkan Kepergian kapal dari Proses pengisian cargo melebihi waktu bagian RU
5 6 3 4 72
Cargo karena pelabuhan terlambat yang ditentukan sebelum kapal
ketidaktersedian datang
cargo.
Kapal menunggu
Kontrol oleh
Waiting hasil perhitungan
Proses bongkar/muat Terjadi ketidaksesuaian spesifikasi cargo bagian RU dan
6 Cargo cargo yang 2 3 3 18
terlambat yang dibawa S&D sebelum
Calculation dimuat/dibongkar di
penghitungan
loading/discharging

31
port
belum selesainya
Waiting proses document Kontrol oleh
Proses kepergian Terjadi ketidaksesuaian dokumen cargo
7 Cargo cargo baik itu BL, 2 4 bagian RU dan 3 24
kapal terlambat yang dibawa
Document Cargo manifest, S&D
CQD, CQL dll.
Keterlambatan waktu
disebabkan oleh
pemasangan hose
Waiting for
kapal dan manifold Proses pompa Pemasangan terhambat oleh kondisi pipa Kontrol oleh
8 Hose 2 1 3 6
darat tidak sesuai terlambat yang mulai usang bagian Terminal
Connected
dengan standar
waktu yang
ditetapkan
jetty masih Kapal harus
Waiting Kontrol oleh
9 digunakan oleh kapal menunggu di 8 Kapasitas jetty terbatas oleh jumlah jetty 8 4 256
Jetty bagian terminal
lain anchoring
Waiting menunggu proses Kapal tidak dapat Terjadi perbedaan standar yang ditetapkan Kontrol oleh
10 Lab 2 2 4 16
pemeriksaan meninggalkan oleh lab dan produk yang dibawa kapal bagian lab

32
Analysis laboratorium pelabuhan
melebihi waktu
sandar yang
ditetapkan.
keterbatasan SDM di
terminal Proses yang
Waiting Pekerja tidak masuk sesuai jadwal kerja Melakukan
11 Man Power seperti pergantian melibatkan pekerja 2 1 3 6
yang ditetapkan absensi pekerja
shift loading master menjadi melambat
yang telat.
Waiting Kepergian
Pandu Tidak tersedianya Pengawasan
kapal/Kedatangan
12 pandu untuk 2 Pandu sedang digunakan oleh kapal lain 1 jadwal pandu 3 6
kapal untuk bersandar
memandu kapal oleh Terminal
terhambat
Waiting Tidak tersisanya Kapal menunggu
Ullage Mengecek
ruang untuk kapal sampai kapasitas Tangki timbun belum dimuat oleh truk atau
13 6 1 tangki meter 4 24
melakukan proses mencukupi untuk angkutan BBM lainnya
tangki timbun
bongkar proses bongkar

33
4.4 Failure tree analysis (FTA)

Berikut adalah FTA dari waiting jetty yang menjadi penyebab utama delay

34
BAB V

ANALISIS

5.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Bedasarkan pengolahan data yang telah digunakan menggunakan metode
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) didapatkan hasil bedasarkan penilaian Risk
Priority Number (RPN) sebagai berikut :

Tabel 5.1 Rekap RPN


Deskripsi
No Penyebab S O D RPN
Cacat
Disebabkan ketidaksiapan kapal untuk
Ship
1 melakukan kegiatan loading maupun 7 1 3 21
Unready
discharging cargo.
Slow Rate pompa darat yang tidak sesuai dengan
2 Pumping rate negosiasi yang telah disepakati 5 2 4 40
Shore antara loading master dan chief officer kapal
Slow Negosiasi rate yang diajukan oleh pihak kapal
3 Pumping tidak sesuai dengan charter party 5 1 4 20
Vessel kapal yang telah ditetapkan.
Waiting kapal menunggu supply bunker dari
4 Bungker terminal akibat persetujuan marine yang 2 1 4 8
Supply terlambat
Kapal menunggu di pelabuhan Refinery yang
Waiting
5 disebabkan karena 6 3 4 72
Cargo
ketidaktersedian cargo.
Waiting Kapal menunggu hasil perhitungan cargo yang
6 Cargo dimuat/dibongkar di 2 3 3 18
Calculation loading/discharging port
Waiting belum selesainya proses document
7 Cargo cargo baik itu BL, Cargo manifest, CQD, 2 4 3 24
Document CQL dll.

35
Keterlambatan waktu disebabkan oleh
Waiting for
pemasangan hose kapal dan manifold
8 Hose 2 1 3 6
darat tidak sesuai dengan standar waktu yang
Connected
ditetapkan
Waiting
9 Jetty masih digunakan oleh kapal lain 8 8 4 256
Jetty
Waiting menunggu proses pemeriksaan
10 Lab laboratorium melebihi waktu sandar yang 2 2 4 16
Analysis
ditetapkan.
keterbatasan SDM di terminal
Waiting
11 Man Power seperti pergantian shift loading master yang 2 1 3 6
telat.
Waiting Tidak tersedianya pandu untuk memandu
12 Pandu 2 1 3 6
kapal
Waiting Tidak tersisanya ruang untuk kapal melakukan
13 Ullage 6 1 4 24
proses bongkar

Berdasarkan hasil rekap, nilai RPN yang didapatkan oleh Waiting Jetty memiliki
nilai yang paling tinggi sangat dipengaruhi oleh faktor severity dan occurance. Waiting
jetty memiliki nilai severity 8 diakibatkan oleh waktu rata-rata yang harus ditanggung
(antri) oleh kapal ketika terjadi delay akibat waiting jetty adalah 2,17 jam atau 52 jam.
Sedangkan kita tahu bahwa range harga sewa kapal sehari adalah Rp 20.000.000,00
Rp 580.000.000,00. Jika diambil dengan harga terendah kapal saja, perusahaan sudah
mengalami potensi kerugian Rp 43.400.000,00 setiap harinya akibat kapal tersebut
hanya menghabiskan waktunya untuk menunggu.

Sedangkan untuk nilai occurence dari waiting jetty juga memiliki nilai tinggi,
yaitu delapan. Angka ini disebabkan oleh tingginya frekuensi kejadian waiting jetty
dalam kurun waktu Januari-September 2016. Frekuensinya mencapai 312 dari 394
kejadian. Ini menandakan bahwa 79,18 % adanya delay disebabkan oleh waiting jetty.
Apabila nilai terendah dari harga sewa kapal dikalikan dengan frekuensi kejadian.

36
Maka, dalam rentang waktu Januari-September 2016 perusahaan mengalami potensi
kerugian sebesar Rp 13.540.800.000,00.

Maka dari itu, waiting jetty dapat dikategorikan menjadi penyebab utama dalam
masalah delay yang dialami oleh perusahaan. Sehingga, penggunaan FTA diterapkan
pada waiting jetty saja. Menurut prinsip 80-20 diagram pareto, waiting jetty bisa
dikategorikan pula sebagai akar permasalahan karena hampir memiliki nilai 80% pada
frekuensi kejadian. Selanjutnya, dari waiting jetty ini akan dianalisis akar permasalahan
dari terjadinya waiting jetty dengan FTA.

37

Anda mungkin juga menyukai