Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN PANJANG-BERAT DAN FAKTOR KONDISI IKAN NOMEI

(Harpodon nehereus Ham Buch, 1822) DI PERAIRAN JUATA LAUT TARAKAN

Abduljabarsyah1), Eka Astuti1), Dyah Prihastuti2)


1)
Staf Pengajar FPIK Universitas Borneo Tarakan
2)
Mahasiswa FPIK Universitas Borneo Tarakan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang-berat dan faktor kondisi ikan
Nomei (Harpodon nehereus Ham Buch, 1822) di perairan Juata laut Tarakan. Penelitian
ini dilaksanakan di perairan Juata Laut Tarakan, yang berlangsung dari bulan Juni sampai
bulan Juli tahun 2005. Ikan sampel diperoleh dari nelayan langsung. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh hubungan panjang-berat dengan nilai koefisien regresi (b) untuk ikan
jantan, betina dan gabungan masing-masing 3,1151; 3,4028; 3,3953. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa bentuk pertumbuhan ikan Nomei bersifat allometrik positif. Hal ini
berarti bahwa selama masa pertumbuhannya terjadi perubahan bentuk tubuh dan berat,
dimana pertumbuhan berat lebih cepat dari pertumbuhan panjang. Nilai koefisien korelasi
menunjukkan hubungan yang kuat dan positif. Nilai faktor kondisi untuk ikan jantan, betina
dan gabungan masing-masing nilai yang diperoleh 0,3824-2,2720; 0,4809-3,2405; 0,4524-
3,0482. Hal ini menunjukkan bahwa ikan Nomei masuk kategori ikan yang berbentuk yang
agak pipih, secara keseluruhan bentuk tubuh betina lebih besar dari jantan dan
menunjukkan pola pertumbuhan yang bersifat allometrik positif.

Kata Kunci : Faktor Kondisi, Ikan Nomei, Tarakan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intensitas eksploitasi sumberdaya laut semakin hari bertambah seiring dengan
meningkatnya kebutuhan karena pertambahan jumlah penduduk. Selain itu, juga
semakin besarnya permintaan luar negeri akan produk dari laut. Hasil laut Indonesia
merupakan salah satu pemasok devisa yang cukup besar dan resisten terhadap krisis
yang sudah berlangsung hampir satu windu. Komoditi dari laut terdiri dari
bermacam-macam jenis seperti ikan, udang, dan rumput laut. Satu diantara hasil laut
yang memiliki nilai ekonomis adalah ikan Nomei. Ikan ini terdapat di beberapa
wilayah perairan Indonesia seperti pantai barat Sumatera dan timur Sumatera,
Selatan Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Maluku dan Irian (Dirjenkan, 1979).
Di Kalimantan Timur ikan Nomei bukan saja hanya terdapat di perairan
pantai Kota Tarakan akan tetapi di daerah sungai Mahakam juga terdapat ikan
Nomei tetapi populasinya tidak begitu banyak. Ikan Nomei diolah menjadi produk
ikan asin kering andalan di Kota Tarakan. Ikan ini mempunyai potensi yang cukup
besar, yakni 100 ton per bulan dalam bentuk segar atau ± 3 ton ikan nomei kering
(Anonim, 2001). Penangkapan ikan nomei oleh nelayan Tarakan pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan trawl, pada saat pasang surut terendah (Low tide),
atau pada periode bulan hari ke 8 sampai 11 dan 23 sampai 25. Waktu penangkapan
ikan nomei dalam satu musim penangkapan terdapat 4-5 hari atau dalam satu bulan
hanya 8-10 hari saja. Jika intensitas penangkapannya terus meningkat dan
berlangsung terus menerus tanpa masa jedda maka dikhawatirkan populasi ikan

- 42
Nomei akan semakin menurun (Dinas Kelautan Perikanan, 2002). Untuk saat ini
data mengenai ikan Nomei masih kurang untuk itu serangkaian penelitian yang
berkaitan dengan keberadaan ikan Nomei seperti aspek biologi maupun aspek
ekologinya dari penelitian tersebut nantinya dapat dijadikan dasar pengelolaan ikan
Nomei. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian sebagai bahan pertimbangan
atau acuan dalam pengelolaan ikan Nomei secara lestari. Satu diantara aspek paling
penting yang perlu diteliti adalah aspek biologi ikan Nomei yaitu hubungan panjang-
berat dan faktor kondisinya.
Hubungan panjang-berat beserta distribusi panjang ikan sangat perlu
diketahui untuk mengkonversi secara statistik hasil tangkapan dalam berat ke jumlah
ikan, untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju kematiannya
(Bayliff, 1966 dalam Andy Omar, 2003). Data hubungan panjang-berat juga
diperlukan dalam manajemen perikanan yaitu untuk menentukan selektivitas alat
agar ikan-ikan non-target (ikan-ikan yang ukurannya tidak dikehendaki) tidak ikut
tertangkap (Vanichkul dan Hongskul, 1966 dalam Andy Omar, 2003).
Faktor kondisi atau "Ponderal Index” merupakan salah satu derivat penting
dari pertumbuhan. Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan dari ikan, dilihat dari
segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Dalam penggunaan secara
komersial maka kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging ikan yang
tersedia untuk dapat dimakan (Andy Omar, 2003). Sehubungan dengan hal tersebut
maka kegiatan penangkapan ikan Nomei yang lestari, maka perlu dilakukan upaya-
upaya penanggulangan

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan selama dua bulan Juni sampai dengan Juli di daerah
perairan Juata Laut, Kota Tarakan.

B. Alat dan Bahan Penelitian


Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian sebagai berikut :
a. Papan Ukur atau Papan Preparat
b. Timbangan Digital
c. Tissue
d. Dissecting Set
e. 265 ekor ikan Nomei

C. Metode dan Prosedur penelitian


Pengamatan dilakukan terhadap 265 ekor iakn Nomei (10% dari hasil
tangkapan) sebagai sampel. Selanjutnya dilakukan pengamatan gonad. Sampel diambil
dari nelayan pada saat surut terendah atau pada hari ke 8 sampai dengan 11 dan 23
sampai dengan 25 bulan hijriyah. Pengambilan contoh dilakukan selama 4 kali dengan
interval waktu 15 hari. Sampel diukur panjang totalnya dan ditimbang bobot totalnya.

- 43
D. Analisa Data
I. Hubungan Panjang Berat
Perhitungan hubungan panjang berat dengan menggunakan rumus (Omar, 2003)
sebagai berikut :
W = aLb

Dimana : W = berat ikan (gram),


L = panjang ikan (mm),
a dan b = konstanta.
Rumus tersebut di atas ditransformasikan ke logaritma, sehingga akan diperoleh
persamaan linier (Spiegei, 1978 dalam Omar, 2003) sebagai berikut :
Log W = Log a + b Log L
Pada rumus di atas harga-harga W (bobot) dan harga L (panjang) telah diketahui sehingga
yang harus dicari adalah harga-harga a dan b. Secara umum nimus tersebut dapat ditulis
dalam bentuk persamaan linier sederhana sebagai berikut : Y = a + bx
Setelah melakukan transformasi ke bentuk logaritma berbaris 10 ( Log yang untuk
selanjutnya ditulis dalam bentuk Log) terhadap data aslinya. Nilai a dan b dapat
diselesaikan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil( least square method)
(Saroji, 1958, Dias, et al, 1972 dalam Omar 2003).

II. Faktor Kondisi


Perhitungan faktor kondisi dengan menggunakan rumus (Effendi, 1979
dalam Malisan, 2004 ) sebagai berikut :

Dimana: K = faktor kondisi,


W = berat ikan (gram),
L = panjang total ikan (mm).
Jika pertumbuhan ikan diperoieh alometris, maka faktor kondisi dihitung dengan
menggunakan faktor kondisi relatif. Faktor kondisi relatif disebut juga faktor
kondisi alometris (Ricker, 1975 dalam Malisan, 2004) dengan rumus sebagai
berikut :

Dimana : Kn = faktor kondisi relatife,


L = panjang total ikan (mm),
W = berat ikan (gram),
c dan n = konstanta.
Jika nilai K suau jenis ikan = 1 - 3, maka kondisi ikan tersebut pipih (kurus), tapi jika nilai
K suatu jenis ikan = 2 - 4, maka kondisi ikan tersebut badannya agak pipih (gemuk)
(Effendi, 1979 dalam Matisan, 2004).

- 44
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ciri-ciri Seksual Ikan Nomei (Harpodon nehereus Ham Buch,1822)


Menurut Andi Omar (2003) ikan jantan dapat di bedakan dari ikan betina
dengan melihat ciri-ciri seksual primer dan sekunder. Ciri seksual primer adalah
organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi dan ciri-ciri
seksual sekunder adalah warna tubuh, morfologi dan bentuk tubuh. Untuk ikan
jantan ciri seksual primer meliputi testis dan ciri-ciri seksual sekunder yaitu
mempunyai tubuh yang kecil, mulut tidak lancip ujungnya (tumpul) dan warna
kepala hitam sedangkan ciri-ciri seksual primer ikan betina meliputi ovari dan ciri-
ciri seksual sekunder yaitu mempunyai tubuh yang melebar, mulut lancip dan bagian
kepala berwarna puti keabu-abuan. Dari data seksual primer dapat dipakai untuk
menentukan ciri-ciri dari seksual sekunder jenis kelamin pada ikan Nomei.

B. Hubungan Panjang-Berat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan panjang dan berat ikan
Nomei merupakan pertumbuhan bersifat allometrik positif. Kecepatan pertambahan
panjang dan berat tubuh ditentukan oleh nilai tangen sudut garis regresi (b). Dalam
penelitian diperoleh nilai b = 3,3953, ini berarti nilai b berbeda dengan 3 atau b > 3
(3,3953 > 3) pertambahan beratnya lebih cepat dari pertambahan panjangnya. Ini
menunjukkan bahwa ikan Nomei tersebut gemuk. Selanjutnya nilai ini diuji dengan
menggunakan uji t, ternyata hasilnya menunjukkan t hitung > t table atau 2,7682 > 1,645
pada taraf 95 %.
Hasil analisis terhadap hubungan panjang dan berat ikan Nomei
menunjukkan persamaan garis regresi linier yaitu Y = -2,8034 + 3,3953 X.
Sedangkan hasil uji korelasi keeratan hubungan pertambahan panjang dan berat
ikan Nomei mempunyai nilai r = 0,8258. Menurut pendapat Algifari (1994) dalam
Asmawati (2000) yang menyatakan bahwa besarnya keofisien korelasi (r) antara
dua variable adalah 0 sampai dengan ± 1. Dan tanda plus (+) pada nilai r
menunjukkan hubungan yang searah atau erat positif (apabila nilai variable yang
satu naik, maka nilai yang lain juga naik).
Pertambahan panjang ikan Nomei tidak seimbang dengan pertambahan
beratnya hal ini dapat disebabkan oleh dua faktor yang mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor-faktor ini ada yang dapat
dikontrol dan ada juga yang tidak. Faktor luar meliputi kondisi lingkungan, jenis
makanan dan jumlah makanan yang tersedia. Sedangkan faktor dalam diantaranya
adalah umur, ukuran ikan dan perbedaan pola pertumbuhan (Effendie, 2002).
Nilai koefisien regresi (b) ikan Nomei jantan maupun ikan Nomei betina
yang diperoleh pada waktu pengamatan lebih besar dari 3 ( b > 3 ). Hal ini
menggambarkan bahwa pada ukuran panjang yang sama, bobot ikan Nomei jantan
dan betina tidak berbeda.

B. Faktor Kondisi
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan faktor kondisi ikan betina lebih besar
dari ikan jantan. Hal ini diduga karena adanya variasi dari kisaran berat dan
kisaran panjang total dari ikan Nomei itu sendiri. Menurut Le Cren (1951) dalam
Merta (1993) dalam Yulianti (2004) bahwa perbedaan-perbedaan dalam faktor
kondisi tersebut sebagai indikasi dari berbagai sifat-sifat biologi dari ikan seperti

- 45
kegemukannya, kesesuaian dari lingkungannya atau perkembangan gonadnya. Hasil
analisis yang diperoleh menunjukkan terdapat kecenderungan semakin besar ukuran
ikan, baik ikan jantan, ikan betina maupun ikan gabungan faktor kondisinya cenderung
semakin tinggi. Hal ini diduga karena dipengaruhi ukuran bobot dan panj ang tubuh
yang semakin besar serta adanya peningkatan TKG. Hal ini sesuai dengan pendapat
Effendie (1997) bahwa peninggian nilai Kn terdapat pada waktu ikan mengisi gonadnya
dengan cell sex dan mencapai puncak sebelum terjadi pemijahan. Berdasarkan hasil
koefisien regresinya bahwa nilai slop b yang terbesar adalah betina dengan nilai 3,40.
Secara nyata bahwa ikan Nomei betina ini mempunyai ukuran yang lebih berat
dibandingkan dengan jantan.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimputan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Hubungan panjang-berat ikan Nomei baik jantan maupun betina, menunjukkan
pola pertumbuhan yang bersifat allometrik positif.
2. Secara keseluruhan perbandingan bentuk tubuhnya betina lebih besar dari yang
jantan.
3. Nilai faktor kondisi ikan Nomei baik jantan maupun betina menunjukkan bahwa
ikan Nomei termasuk ikan yang berbentuk agak pipih.

B. Saran
Diperlukan penelitian lanjut tentang hubungan panjang-berat dan faktor kondisi
ikan Nomei (Harpodon nehereus Ham Buch, 1822) pada waktu yang berbeda dan
waktu yang lama untuk mendapatkan informasi yang lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Andy Omar, S.B. 2003 Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan Perikanan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Makasar.

Anonimus. 2001. Proyek Evaluasi dan Perencanaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Kota
Tarakan. Kerjasama Pemkot Tarakan dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. UNMUL. Samarinda.

Asmawati. 2000. Hubungan Panjang dan Berat Ikan Pepetek (Leiognathus splendens)
Hasil Tangkapan Trawl Di Perairan Penajam Kecamatan Penajam Kabupaten
Pasir. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Mulawarman. Samarinda.

Dinas Kelautan Perikanan. 2002. Potensi Ikan Pepija (Harpodon nehereus Ham Buch,
1822) Di Kota Tarakan.

Dirjenkan. 1979. Buku Pedoman Sumber Perikanan Laut. Bagian I (Jenis jenis Ikan
Ekonomis Penting). Jakarta.

- 46
Effendi. H. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatana. Bogor.

Malisan, Y. 2004. Hubungan Bobot-Panjang, Faktor Kondisi, dan Kebiasaan


Makanan Ikan Lencam Lethinus lentjan Lacepede, 1802). DI Perairan
Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai. Skripsi Fakultas Ilmu Keiautan dan
Perikanan Universitas Hasanudin. Makasar.

Saanin, H, 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan Q Penerbit
Bina Cipta Bogor.

Saleh, R. 2005. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Nomei (Harpodon nehereus, Hum Buch
1822) Di Perairan Tarakan Kaltim. Tesis. Program Pasca Sarjana UNHAS.
Makassar.

- 47

Anda mungkin juga menyukai