Anda di halaman 1dari 25

Syok

Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke

jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolism sel. Dalam keadaan berat

terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan lagi (syok ireversibel); oleh karena itu

penting untuk mengenali keadaan yang dapat disertai syok, gejala dini dan

penanggulangannya.

Secara klinik, syok dibagi atas dua golongan besar;

A. Syok hipovolemik – syok dengan volume plasma berkurang.

1. Kehilangan plasma ke luar tubuh – peredaran, gastroenteritis, renal

(diabetes mellitus, diabetes insipidus), kulit (luka bakar, keringat

berlebihan).

2. Kehilangan cairan di dalam ruang tubuh – patah tulang panggul atau iga,

asites, ileus obstruktif, hemotoraks, hemoperitoneum.

B. Syok normovolemik – syok dengan plasma normal.

1. Kardiogenik (koroner/non koroner) – infark jantung, payah jantung aritmi.

2. Obstruksi aliran darah – emboli paru, tension pneumothorax, tamponade

jantung, aneurisma aorta dissecans, intrakardiak (milksoma ball-valve

thrombus).

3. Neurogenik – trauma/nyeri hebat (dislokasi sendi panggul, dilatasiserviks

uteri yang terlampau cepat, tarikan pada funikulus spermatikus, kandung


empedu atau kardia lambung), obat-obatan (anestetik, barbiturate,

fenotiazin), hipotensi ortostatik, lesi sumsum tulang.

4. Lain-lain – infeksi/sepsis (syok septic), anafilaktik, kegagalan endokrin

(miksedema, Addison), anoksi.

Tanda dan Gejala

Secara umum didapatkan gambaran kegagalan perfusi jaringan yang terjadi melalui

salah satu mekanisme di bawah ini :

1. Berkurangnya volume sirkulasi (syok hipovolemik).

2. Kegagalan daya pompa jantung (syok kardiogenik).

3. Perubahan resistensi pembuluh darah perifer – penurunan tonus vasomotor

(syok anafilaktik, neurogenik dan kegagalan endokrin) atau peninggian

resistensi (syok septic, obstruksi aliran darah).

Gejala yang tampak :

1. Sistem jantung dan pembuluh darah :

 Hipotensi, sistolik < 90 mmHg atau turun 30 mmHg dari semula.

 Takikardi, denyut nadi > 100/menit, kecil, lemah/tak teraba.

 Penurunan aliran darah koroner.

 Penurunan aliran darah kulit, sianotik, dingin dan basah; pengisian

kapiler yang lambat.

2. Sistem saluran napas:


 Hiperventilasi akibat anoksi jaringan, penurunan venous return serta

peninggian physiological dead space dalam paru.

3. Sistem saraf pusat :

 Akibat hipoksi terjadi peninggian permeabilitas kapiler yang

menyebabkan edema serebri dengan gejala penurunan kesadaran.

4. Sistem saluran kemih:

 Oliguri (dieresis 30 ml/jam), dapat berlanjut menjadi anuri, uremi akibat

payah ginjal akut.

5. Perubahan biokimiawi; terutama pada syok yang lama dan berat :

 Asidosis metabolik akibat anoksi jaringan dan gangguan fungsi ginjal.

 Hiponatremi dan hiperkalemi.

 Hiperglikemi.

Menurut beratnya gejala, dapat dibedakan empat stadium syok; pembagian ini

terutama berlaku untuk syok hipovolemik dan berhubungan dengan jumlah

plasma yang hilang :

Stadium Plasma yang Gejala

hilang
1. Presyok 10 – 15 % Pusing, takikardi

(compensated) ringan
± 750 ml

Sistolik 90 – 100

mmHg.

2. Ringan 20 – 25 % Gelisah, keringat

(compensated) dingin, haus,


1000 – 1200
dieresis berkurang,
ml
takikardi >

100/menit sistolik

80 –90 mmHg.

3. Sedang 30 – 35 % Gelisah, pucat,

(reversibel) dingin, oliguri


1500 – 1750
takikardi >
ml
100/menit sistolik

70 – 80 mmHg.
4. Berat 35 – 50 % Pucat, sianotik,

(ireversibel) dingin, takipnea,


1750 – 2250
anuri, kolaps
ml
pembuluh darah.

Takikardi/tak teraba

lagi. Sistolik 0 – 40

mmHg.
A. SYOK ANAFILAKTIK

A. PENGERTIAN
Secara harfiah, anafilaksis berasal dari
kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini
respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan,
dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis atau anaphylaxis).

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai


oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah
jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya
suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif
masuk dalam sirkulasi.

Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang
merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat
vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi
darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian. Syok anafilaktik merupakan
kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara
keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi,
seperti pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas
B. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat
alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen.
Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan,
obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-
kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang
biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang bisa
menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi
intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-
lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga
bisa menyebabkan anafilaksis.

C. PATOFISIOLOGI
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe
I (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase
sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan
mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya
pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut
kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor
permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke
dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu
terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,
serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut
dengan istilah preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel


yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.

Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya


fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang
berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan
syok yang membahayakan penderita.
• Mastosit dan basofil melepaskan granula yg menimbulkan
reaksi pd paparan ulang.
• Alergen diikat oleh Ig E spesifik → reaksi pelepasan mediator
vasoaktif a/l histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa
bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan
istilah preformed mediators
• Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam
arakidonat dari membran sel yg akan menghasilkan
leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG)
• Histamin : efek bronkokonstriksi, ↑ permeabilitas kapiler yg
menyebabkan edema, sekresi mucus&vasodilatasi
Serotonin : ↑ permeabilitas vaskuler
Bradikinin : kontraksi otot polos
PAF : bronkospasme & ↑ permeabilitas vaskuler,
agregasi&aktivasi trombosit
• Vasodilatasi pembuluh darah mendadak → fenomena
maldistribusi dari volume dan aliran darah

• penurunan aliran darah balik → curah jantung ↓ diikuti dg ↓


TD
• ↓ tekanan perfusi yg berlanjut pd hipoksia/anoksia jaringan
yg berimplikasi pd keaadan syok

SYOK SEPTIK

1. Pengertian :

Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penururnan tekanann

darah (teekanan darah sistolik < 90mmHg/ penurunan darah sistolik > 40

mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meskipun telah dilakukan

resusitsi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk

mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

Syok septik merupakan keadaan yang diakibatkan respon sistemik tubuh

terhadap infeksi dan merupakan keadaan gawat darurat yang

membutuhkan penangan segera.

2. Tanda dan gejala

1. Demam > 38, 3 0 atau hipotermi < 36 0

2. HR . 90x/ menit

3. Takipnoe

4. Perubahan status mental

5. Edema kesemimbangan cairan positif

6. Hiperglikemi

7. Leukositosis

8. Leukopeni

9. Hipotensi
10. Hipoksemia arteri

11. Oliguria

12. Peningkatan kreatinin

13. Trombositopeni

14. hiperbilirubinemia

3. patofisiologi

penyebab syok sepsis yang paling banyak diakibatkan adanya stimulasi

toksin baik endotoksin maupun eksotoksin yang menyebabkan kerusakan

pada endotel menyebabkan ganggguan vaskuler yang menyebabkan pada

akhirnya menyebakan kerusakan multiorgan. Trombosit dan koagulasi

pada pembuluh darah kecil mengakibatkan syok septik dan

mengakibatkan kematian.
PENYERBUAN
MIKROORGANISME

AKTIVASI MEDIATOR AKTIVASI SSP


DEPRESI KERUSAKAN
BIOKEMIKAL, HUMORAL DAN SISTEM
MIOKARDIAL ENDOTEL ENDOKRIN
DAN SELULAR

PENINGKATAN
VASODILATASI TROMBUS VASOKONSTRIKSI
PERMEABILITAS
PERIFER MIKROVASKULER SELEKTIF
MEMBRAN KAPILER

GANGGUAN
SIRKULASI
VOLUME
STATUS
DARAH
HIPERMETABOLIK

PENINGKATAN
KEBUTUHAN
PENURUNAN
OKSIGEN
PERSEDIAAN
SELULER
OKSIGEN
SELULER

Kegagalan
pembentukan
energi

KETIDAKEFEKTIFAN
PERFUSI JARINGAN

KERUSAKAN METABOLISME SELULER


Penatalaksanaan :

 Perawatan dan pengawasan umum.

 Terapi cairan, bila mungkin dengan monitoring CVP (lihat di atas).

 Antibiotik :

 Sebelum ada hasil kultur darah, berikan kombinasi antibiotik yang

kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinase-resistant

penicillin dengan gentamisin.

Golongan penicillin :

 Prokain penisilin 50.000 U/kgbb/hari im, dibagi dua dosis

 Ampisilin 4 – 6 x 1 gram/hari iv selama 7 – 10 hari.

Golongan penicillinase-resistant penicillin :

 Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4 x 1 gram/hari iv selama 7

– 10 hari sering dikombinasi dengan ampisilin, dalam hal ini

masing-ma sing obar diturunkan dosisnya menjadi

setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang

telah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).

 Metisilin 4 – 6 x 1 gram/hari iv selama 7 – 14 hari.

Gentamsisin (Garamycin) 5 mg/kgbb/hari dibagi tiga dosis

i.m. selama 7 hari; hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.

 Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan

disesuaikan. Beberapa bakteri gram negative yang sering

menyebabkan sepsis dan antibiotic yang dianjurkan :


Tabel : Kultur dan Antibiotika

- Escherecia coli Ampisilin / sefalotin

- Klebsiella,
Gentamisin
Enterobacter

- Proteus mirabilis Ampisilin / sefalotin

- Pr.Rettgeri,Pr.
Gentamisin
Morgagni, Pr. Vulgaris

- Milma-Herellea

- Pseudomonas Gentamisin
- Bacteroides
Gentamisin

Kloramfeniko /

klindamisin
dosis sefalotin : 1 – 2 gram tiap 4 – 6 jam, biasanya

dilarutkan dalam 50 – 100 ml cairan dan diberikan per drip

dalam 20 – 30 menit untuk menghindari flebitis.

 Kloramfenikol : 6 x 0.5 gram/hari iv.

 Klindamisin : 4 x 0.5 gram/hari iv.

 Obat-obatan lain :

 Vasodilator (lihat di atas).

 Diuretik

 Kortikosteroid – hidrokortison (Solu Coref®) 500 mg iv; dapat

diulang sampai dosis total 2 – 6 gram / 24 jam.

 Heparin – diberikan bila ada DIC, sebesar 100 U (1 mg)/kkbb iv tiap

4 jam; harus diawasi dengan pemeriksaan clotting time.


Syok neurogenik (Vaso-vagal syncope)

1. Pengertian :

Disebut juga sebagai syok spinal yang merupakan bentuk dari syok

distributif yang terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya

tonus pembuluh darah secara mendadak diseluruh tubuh sehingga terjadi

hipotensi dan penimbunan darah.Syok neurogenik juaga disebut sinkop.

Syok neurgenik terjadi karena reaksi vasofagal berlebihan yang

mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah spalangnikus

sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasofagal disebabkan

oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri hebat.

Keadaan gangguan metabolik dan hemodinamik yang sangat berat dan


ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan organ
vital yang disebabkan oleh vasodilatasi neurogenik, yang ditimbulkan
karena trauma atau perdarahan serebral, cedera medula spinalis, anestesi
spinal atau anestesi umum yang dalam, atau depresi toksik sistem saraf
pusat.

(Dorland ,2010)

2. Tanda dan gejala


Hipotensi

Nadi tidak bertambah cepat bahkan dapat bradikardi

Defisit neurologis ( paraplegi/quadri plegi)

3. patofisiologi

 Penderita segera dibaringkan dengan kepala lebih rendah; pada

pemeriksaan mungkin didapatkan bradikardi.

 Hilangkah penyebab; bila perlu dapat diberikan analgetik.

 Dalam hal lesi sumsum tulang, berikan kortikosteroid untuk mencegah

edema sumsum tulang.

Biasanya penderita akan sadar beberapa saat kemudian setelah sirkulasi

serebral membaik oleh tindakan-tindakan di atas.


Trauma cerebral dan medula spinalis, anestesi spinal,
anestesi umum yang dalam, depresi toksik SSP

Tonus simpatethik
menurun

Vasodilatasi
pembuluh darah

Perfusi jaringan
menurun

Metabolisme sel
anaeob

Nyeri akut Hipoksia

Iskemia

Ekstremitas Paru Jantung Otak

Kesadaran
Hipothermia Sianosis Kerja paru ↑ Kerja jantung ↑

Teraba
Takhipnea
dingin, 1. Perubahan proses
kebiruan berpikir.
2. Resiko cedera
Kelelahan Takhikardi
Resiko
kerusakan
integritas
kulit
Intoleran
aktifitas
B. Syok anafilatik.

SYOK ANAFILAKTIK

D. PENGERTIAN
Secara harfiah, anafilaksis berasal dari
kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal ini
respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak jaringan,
dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis atau anaphylaxis).

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai


oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah
jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya
suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif
masuk dalam sirkulasi.

Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang
merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat
vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi
darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian. Syok anafilaktik merupakan
kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan anafilaksis secara
keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi,
seperti pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi saluran napas

E. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat
alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen.
Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah makanan,
obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-
kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang
biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang bisa
menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi
intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-
lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga
bisa menyebabkan anafilaksis.

F. PATOFISIOLOGI
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe
I (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase
sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan
mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya
pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut
kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor
permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan
reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke
dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu
terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,
serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut
dengan istilah preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel


yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.

Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya


fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang
berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan
syok yang membahayakan penderita.
1. Pengertian :

Reaksi anafilaktik merupakan respon imunologi yang berlebihan

terhadap suatu bahan dimana seorang individu yang tersensitasi oleh

bahan tertentu.

Anafilaksis merupakan bentuk terberat dari reaksi alergi obat dan

merupakan keadaan darurat yang berpotensi mengancam nyawa.

Biasanya terjadi segera setelah penyuntikkan serum atau obat

terhadap penderita yang sensitive; selain tanda-tanda syok terdapat

juga spasme bronkioli yang menyebabkan asfiksi dan sianosis.

2. Tanda dan gejala

Ciri khas yang pertama dari anafilaksis adalah gejala yang timbul dari

beberapa detik sampai beberapa menit setelah pasien terpajan oleh

alergen atau faktor pencetus nonalergen seperti sat kimia, obat,

kegiatan jasmani.

Ciri kedua dari anafilaksis merupakan reasi sistemik yang terdiri dari :

- Umum : lesu, lemah, rsa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa tak eak di dada

dan perut, rasa gatal di hidung an palatum.

- Pernapasan :

Hidung : hidung gatal, bersin dan tersumbat.

Laring : rasa tercekik, suara serak, sesak napass, stridor, edema, spasme.

Lidah : edema

Bronkus : batuk, sesak, mengi,spasme.


Kardiovaskuler : pingsan, sinkop, palpitasi, takikardi, hipotnsi sampai syok,

aritmia.

Kelainan EKG : gelombang T datar, terbalik, atau tanda2 infark miokard.

Gastro intestinal : disfagia, mual, muntah, kolik, diare tyang kdang2 diertai

darah, peristaltik usus meninggi

Kuit : urtikaria, angiodema, dibibir, muka atau ekstremitas.

Mata : gatal, lakrimasi,

Susunan saraf pusat : gelisa, kejang.

 Hipotensi dan kolaps cardiovaskular

 Takikardi

 Aritmia

 Henti jantung

 Udem glotis, udem wajah

 Broncospasme

 Nyeri abdomen, diare atau muntah

 Kulit kemerahan, eritema, urtikaria

 koagulopati

 gangguan penglihatan

3. patofisiologi
Pengobatan :

 Hentikan kontak dengan allergen.

 Perhatikan tanda-tanda vital dan jalan napas; bila perlu dilakukan

resusitasi dan pemberian oksigen.

 Epinefrin 1/1000 (obat terpilih) 0.5 – 1 ml sk/im, dapat diulang 5 – 10 menit

kemudian.

 Dapat diberikan pula :

Antihistamin – defenhidramin (Benadryl®) 10 – 20 mg iv.

Kortikosteroid – hidrokortison (Solu-Cortel®) 100 – 250 mg iv lambat

(dalam 30 detik).

Aminofilin 250 – 500 mg iv lambat, bila spasme bronkioli nyata.

Anda mungkin juga menyukai