OLEH:
BAB I
SYOK ANAFILAKTIK
A. PENGERTIAN
Secara harfiah, anafilaksis berasal dari
kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang berarti perlindungan. Dalam hal
ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak
jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis atau
anaphylaxis).
Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang
merupakan syok distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat
vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi
darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian. Syok anafilaktik
merupakan kasus kegawatan, tetapi terlalu sempit untuk menggambarkan
anafilaksis secara keseluruhan, karena anafilaksis yang berat dapat terjadi
tanpa adanya hipotensi, seperti pada anafilaksis dengan gejala utama obstruksi
saluran napas
B. EPIDEMIOLOGI
Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa
angka kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling
banyak akibat penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian
terbanyak setelah 60 menit penggunaan obat. Insiden anafilaksis diperkirakan
1-3/10.000 penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3/1 juta
penduduk.Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari
kasus anafilaksis dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun
2005 dan mengalami peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4
kasus/10.000 total pasien anafilaksis.
Anafilaksis dapat terjadi pada semua ras di dunia. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa anafilaksis lebih sering terjadi pada perempuan, terutama
perempuan dewasa muda dengan insiden lebih tinggi sekitar 35% dan
mempunyai risiko kira-kira 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan umur, anafilaksis lebih sering pada anak-anak dan dewasa muda,
sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi.
C. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah
sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan
alergen. Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah
makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang,
ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah
makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan
yang bisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat
anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam
folat, dan lain-lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan
cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis.
D. PATOFISIOLOGI
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas
tipe I (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu
fase sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik
pada permukaan mastosit dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan
waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama sampai
timbulnya gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di
tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut
kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel
plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat
pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga
dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan berat.
1. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat,
rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung,
pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan
gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan.
2. Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah
bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk
dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering
terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
3. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-
tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas
disertai kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea
berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen,
muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi.
Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau
renjatan yang irreversible.
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi
pada satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi,
gastrointestinal, kulit, mata, susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing,
dan sistem yang lain. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah
rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan
pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut.
Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan.
Pada rhinitis alergi dapat dijumpaiallergic shiners, yaitu daerah di bawah
palpebra inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung
bagian luar di bidang alergi ada beberapa tanda, misalnya: allergic salute,
yaitu pasien dengan menggunakan telapak tangan menggosok ujung
hidungnya ke arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan
sumbatan; allergic crease, garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung;
kemudian allergic facies, terdiri dari pernapasan mulut, allergic shiners, dan
kelainan gigi geligi. Bagian dalam hidung diperiksa untuk menilai warna
mukosa, jumlah, dan bentuk sekret, edema, polip hidung, dan deviasi septum.
Pada kulit terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau
dingin, lembab/basah, dan diaphoresis.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan
diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan
untuk memonitor hasil pengbatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung
eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan
IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna
untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu
keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih
bermakna yaitu IgE spesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test)
atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test), namun memerlukan
biaya yang mahal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab
yaitu dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET). Uji
cukit paling sesuai karena mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh
sebagian penderita termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akan lebih
ideal. Pemeriksaan lain sperti analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes
fungsi hati, tes fungsi ginjal, feses lengkap, elektrokardiografi, rontgen thorak,
dan lain-lain.
G. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting
dilakukan adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan
alergen yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan
penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala
untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki
curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Obat-obatan
Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk
mengobati syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan
tekanan darah, menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan
meningkatkan aktivitas otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai
penghambat pelepasan histamin dan mediator lain yang poten. Mekanisme
kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP dalam sel mast dan basofil
sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta pelepasan histamine
dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai kemampuan
memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan
otot polos bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi
jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir
dalam waktu pendek.
Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun
sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada
penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin memiliki onset yang cepat
setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok,
absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian
subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa
dan 0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali
tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan.
3. Terapi Cairan
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena
untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik.
Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung
serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan
kristaloid dan koloid tetap merupakan mengingat terjadinya peningkatan
permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah
yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.
Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga
bisa melepaskan histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik
kristaloid merupakan pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan
untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra
sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan
tekanan onkotik intravaskuler.
4. Observasi
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam
perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di
tempat kejadian harus seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang
tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari
jantung. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat
dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6 jam
berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik. Hal-hal yang
perlu diobservasi adalah keluhan, klinis (keadaan umum, kesadaran, vital
sign, dan produksi urine), analisa gas darah, elektrokardiografi, dan
komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest.
Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler.
Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, infark
miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang
telah mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di
rumah sakit.
Gambar 2.3. Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis
K. KOMPLIKASI
Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan syok
anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Melakukan anamnesis
riwayat alergi penderita dengan cermat akan sangat membantu menentukan
etiologi dan faktor risiko anafilaksis. Individu yang mempunyai riwayat
penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi terhadap banyak
obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok
anafilaktik.
Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatian bahwa
tes kulit negatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-
obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi
anafilaksis. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi
positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1-3% dibandingkan dengan
kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila pemberian
dengan jalur subkutan, intradermal, intramuskular, ataupun intravena dan
observasi selama pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi
yang kuat dan tepat. Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok
anafilaktik. Catat obat penderita pada status yang menyebabkan alergi.
Jelaskan kepada penderita supaya menghindari makanan atau obat yang
menyebabkan alergi. Hal yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat
penawar untuk mengantisipasi reaksi anfilaksis serta adanya alat-alat bantu
resusitasi kegawatan. Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan untuk
kebutuhan jangka panjang.
L. PROGNOSIS
Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan,
reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun reaksi anafilaksis
tersebut dapat kambuh kembali akibat paparan antigen spesifik yang sama.
Maka dari itu perlu dilakukan observasi setelah terjadinya serangan anafilaksis
untuk mengantisipasi kerusakan sistem organ yang lebih luas lagi.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian secara umum didapatkan:
1. Data subyektif:
a. Pasien mengeluh kesulitan dalam bernafas.
b. Pasien mengeluh gatal-gatal.
c. Pasien mengeluh pusing.
d. Pasien mengeluh kesulitan menelan.
e. Pasien mengeluh muntah
2. Data objektif:
a. Bronkospasme dan edema saluran nafas atau laring
b. Pembengkakan periorbital
c. Pruritus
d. Pasien tampak menggaruk daerah yang gatal
e. Pasien terlihat kejang-kejang
3. Circulation
a. Lakukan pemberian intravena
b. Monitoring jantung
c. Rekam ekg
d. Monitor tekanan darah setiap 5 menit
e. Jika hypotensi
f. Berikan 1:1,000 0.5 ml (500 mcg) im.
g. Ulangi pemberian adrenalin dalam waktu 5 menit jika tidak ada
perubahan klinis.
4. Disability
Kaji dengan menggunakan AVPU atau Glasgow Coma Scale:
A – alert (kesadaran)
V – respon terhadap perintah verbal
P – respon terhadap nyeri
U – unresponsive/tidak berespon
5. Exposure
a. Perhatikan adanya kemerahan dan luka pada kulit
b. Jika tidak yakin dengan penyebab, cari tanda adanya gigitan serangga,
dan ular.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi ditandai dengan sesak napas,takikardia, kulit pucat, hipotensi
renjatan, dan ada spasme bronkus.
2. Perfusi jaringan, perubahan perifer berhubungan dengan penurunan aliran
darah sekunder terhadap gangguan vaskuler akibat reaksi anafilaktik
ditandai dengan ada palpitasi, kulit pucat, akral dingin, hipotensi,
angioedema, aritmia, gambaran EKG gelombang T mendatar dan terbalik.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pembengkakan dinding
mukosa hidung ditandai dengan sesak napas, napas dengan bibir, ada
rhinitis.
4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi gastrik
5. Resiko terhadap penghentian pernapasan, dengan faktor resiko terjadi
oedema laring.
6. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan hipermotilitas saluran cerna
akibat iritasi gastrik ditandai dengan mual dan muntah.
7. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan reaksi anfilaktik ditandai
dengan pruritus/ gatal, ada hives berbatas jelas.
8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
ditandai dengan bengkak dan gatal pada kulit dan hidung, ada hives,
urtikaria, dan hidung berair.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa (NANDA) Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1 Pola nafas tidak efektifStatus Pernapasan: KepatenanManajemen jalan napas
berhubungan dengan spasmeJalan Napas Aktivitas :
otot bronkeolus Status Pernapasan: Ventilasi -Buka jalan nafas dengan
Batasan karakteristik Status Tanda-Tanda Vital teknik mengangkat dagu atau
-Napas dalam dengan mendorong rahang
-Perubahan gerakan dada sesuai keadaan
-Mengambil posisi tiga titik -Posisikan pasien untuk
-Bradipneu memaksimalkan ventilasi yang
-Penurunan tekanan ekspirasi potensial
-Penurunan tekanan inspirasi -Identifikasi masukan jalan
-Penurunan ventilasi semenit nafas baik yang aktual ataupun
-Penurunan kapasitas vital potensial
-Dispneu -Masukkan jalan nafas/
nasofaringeal sesuai kebutuhan
-Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction/pengisapan
-Dorong nafas dalam, pelan dan
batuk
-Ajarkan bagaimana cara batuk
efektif
-Kaji keinsetifan spirometer
. TERAPI OKSIGEN
Aktivitas:
-Bersihkan sekresi mulut, hidung
dan trakea
-Batasi merokok
-Jaga kepatenan jalan napas
-Sediakan peralatan oksigen,
system humidifikasi
-Pantau aliran oksigen
-Pantau posisi peralatan yang
menyalurkan oksigen pada
pasien
-Secara teratur pantau jumlah
oksigen yang diberikan pada
pasien sesuai dengan indikasi
-Pantau kemampuan pasien
mentoleransi pemindahan
oksigen sambil makan
-Pantau tanda keracunan oksigen
dan tanda hipoventilasi yang
dipengaruhi oksigen
-Pantau kecemasan pasien terkait
terapi oksigen
Penurunan curah
Pantau pernapasan,jantung dapat
catat kerja pernapasan. mencetuskan stres
pernapasan.
Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.