Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH STILISTIKA

ANALISIS PUISI ROESTAM EFFENDI

“BUKAN BETA BIJAK BERPERI”

Dosen pengampu

Maharani Intan Andalas Irp, S.s., M.a

Di susun oleh

Muhammad Ridhwan F

2111417027

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

2018
BAB I

PEMBAHASAN

Bukan Beta Bijak Berperi

Bukan beta bijak berperi

Bukan beta bijak berperi

Pandi mengubah madahan syair

Bukan beta budak negeri

Musti menurut undangan mair

Syarat syarat saya mugkiri

Untai rangkaian seloka lama

Beta buang beta singkiri

Sebab laguku menurut sukma

Susah sungguh saya sampaikan

Degup-degupan di dalam kalbu

Lemah laun lagu dengungan

Matnya digamat rasaian waktu

Sering saya susah sesat

Sebab madahan tidak nak datang

Sering saya sulit menekat

Sebab terkurung kikisan mamang


Bukan beta bijak berlagu

Dapat melemah bingkaian pantun

Bukan beta berbuat baru

Hanya medengar bisikan alun

“Roestam Effendi”

Analisis gaya dalam puisi Roestam Effendi dalam puisi Bukan Beta Bijak Berperi

1. Gaya bunyi
Dalam puisi bukan beta bijak berperi terdapat pola-pola bunyi nilai seni dan sastra.
Misalnya terdapat aliterasi dan asonasi.

 Aliterasi adalah persamaan bunyi konsonan pada satu baris puisi.


Contoh :

Bukan beta bijak berperi

Bukan beta bijak berperi

Pandi mengubah madahan syair

Bukan beta budak negeri

Musti menurut undangan mair

Syarat syarat saya mugkiri

Untai rangkaian seloka lama

Beta buang beta singkiri

Sebab laguku menurut sukma

Susah sungguh saya sampaikan


Degup-degupan di dalam kalbu

Lemah laun lagu dengungan

Matnya digamat rasaian waktu

Sering saya susah sesat

Sebab madahan tidak nak datang

Sering saya sulit menekat

Sebab terkurung kikisan mamang

Bukan beta bijak berlagu

Dapat melemah bingkaian pantun

Bukan beta berbuat baru

Hanya medengar bisikan alun

 Asonasi adalah persamaan bunyi vokal pada satu baris puisi.

Bukan beta bijak berperi

Bukan beta bijak berperi

Pandai mengubah madahan syair

Bukan beta budak negeri

Musti menurut undangan mair

Syarat sarat saya mugkiri

Untaian rangkaian seloka lama

Beta buang beta singkiri

Sebab laguku menurut sukma

Susah sungguh saya sampaikan

Degup-degupan di dalam kalbu


Lemah laun lagu dengungan

Matnya digamat rasaian waktu

Sering saya susah sesaat

Sebab madahan tidak nak datang

Sering saya sulit menekat

Sebab terkurung kikisan mamang

Bukan beta bijak berlagu

Dapat melemah bingkaian pantun

Bukan beta berbuat baru

Hanya medengar bisikan alun

2. Gaya kata
Kata yang digunakan dalam puisi bukan beta bijak berperi didominasi bahasa
melayu dan bahasa daerah lainnya, sehingga untuk orang umum maknanya tidak langsung
mudah dipahami.
Diksi yang dipilih dalam puisi tersebut erat kaitannya dengan makna, keselarasan
bunyi, dan urutan kata. Diksi yang dipakai lebih menekankan pada penggunaan dialek
daerah minang dengan bahasa melayu, berarti penyair melakukan aspek penyimpangan
penggunaan dialek dan penggunaan register (ragam bahasa tertentu). Selain itu, penyair
juga melakukan penyingkatan kata, seperti :
- Didengungkan menjadi dengungan
- Kemudahan menjadi madahan
- Nekat menjadi menekat
- Mengalun menjadi alun

Tujuan dari penyingkatan kata tersubut agar diperoleh suatu keselarasan bunyi.

Diksi-diksi yang terdapat dalam puisi tersebut seperti, beta, bijak, berperi (berkata),
madahan (pujian), mair (maut; kematian), seloka (puisi yang mengadung ajaran), mair,
singkiri (menghindari), sukma, laun (pelan-pelan), mat (irama), digamat (berlagu), nak
(hendak), mamang, dan alun.

3. Gaya kalimat
Didalam puisi “Bukan Beta Bijak Berperi” memiliki 4 majas yaitu :
a. Majas hiperbola
- Bukan beta budak negeri
- Meski menurut undangan mair

b. Majas personifikasi
- Dapat terkurung kikisan memang
- Dapat melemah bingkaian pantun

c. Majas tautology
- Untaian rangkaian seloka lama

d. Majas repetisi
- Bukan beta bijak berperi
- Bukan beta budak negeri
- Bukan beta bijak berlagu
- Bukan beta berbuat baru

4. Rima
Rima adalah persamaan bunyi akhir kata. Rima dalam puisi “bukan beta
bijak berperi” mempunyai pola a b a b , yang berselang-seling, baik jumlah kata
maupun suku katanya, jumlah suku kata dan bentuk irama dalam puisi tersebut
seperti pantun, yang seharusnya banyak dihindari dari banyak penyair.
Dalam puisi ini memilikim tipografi yang teratur karena memiliki jumlah
suku kata yang sama yaitu 8-12 suku kata. Dan jumlah katanya tidak begitu
berbeda jauh dan persamaan bunyi yang serupa. Semua itu agar irama dan rimanya
menjadi teratur dan semakin indah untuk diperdengarkan dan dinikmati pembaca.
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan

Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa dalam puisi roestman effendi terdapat
berbagai gaya dari gaya bunyi yang didalam nya ada aliterasi dan asonansi, gaya kata yang
menggunakan dialek daerah minang dan bahasa daerah lainnya, dan gaya kalimat, dalam
gaya kalimat terdapat 4 jenis majas yaitu majas hierbola, majas personifikasi, majas
tautology, dan majas repetisi. Dan untuk rimanya sendiri mempunyai pola a b a b, dan
memiliki 8-12 suku kata dan memiliki ciri khas seperti pantun yang membuat puisi ini
berbeda dari yang lain.

2. Penutup

Demikianlah makalah ini disusun mengenai analisis puisi bukan beta bijak berperi,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan
dan referensi. Sekian penutup dari saya semoga berkenan dihati dan saya ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.

Anda mungkin juga menyukai