Anda di halaman 1dari 3

Buaya dan Burung Penyanyi

Suatu hari ada seekor buaya dan burung penyanyi. Mereka hidup dihutan dan bersahabat
sangat akrab. Suatu ketika burung penyanyi bernyanyi dihadapan buaya dengan bertengger di
hidungnya. Karena sangat asiknya mereka bernyanyi dan mendengarkan suara merdu.

Tak lama kemudian buaya menguap dan membuka mulutnya lebar lebar. Burung penyanyi
yang sedang bertengger di hidung buaya terpleset masuk ke dalam mulut buaya. Lalu buaya
heran "kemana burung penyanyi?". Buaya mencari burung penyanyi di semak semak tetapi
tetap tidak ada.

Lalu saat buaya sedang mencari burung penyanyi, senandung merdu keluar dari mulut buaya.
kata buaya "indah sekali suaraku " gumam buaya. Lalu buaya menguap dan membuka mulut
lebar lebar. Hampir saja buaya menutup mata ada seekor burung penyanyi yang sedang
bertengger di hidungnya.

Kata burung penyanyi dengan marah " kau sangat tidak punya hati buaya , kau biarkan aku
masuk ke mulutmu. sampai aku bernyanyi, tapi kau tidak tahu aku ada di dalam mulutmu?".
Kata buaya "aku sama sekali tidak tahu kalau kau masuk ke mulutku , jadi suara yang indah itu
bukan suaraku....?".

Burung penyanyi berkata "iya , itu suaraku bukan suaramu , kau kan tidak bisa bernyanyi
sepertiku suaramu itu tidak enak didengar". Buaya menangis setelah mendengar ucapan
burung penyanyi. Lalu burung penyanyi merasa iba karena apa yang dikatakannya
menyinggung perasaan buaya.

Lalu burung penyanyi mencari cara untuk menghibur buaya. Burung penyanyi berkata " tenang
buaya , kita akan menyanyi bersama". Kata buaya" bagaimana caranya aku kan tidak bisa
bernyanyi sepertimu?".Kata burung penyanyi " mudah saja buatlah gelembung gelembung air
lalu aku bernyanyi".

Setelah itu buaya memasukkan mulutnya ke dalam air dan membuat gelembung gelembung air
sedangkan burung penyanyi bertugas untuk bernyanyi. Suara itu sangat pas dan sangat enak di
dengar. dan buaya melakukan seperti itu setiap hari dan mereka menjadi sahabat yang setia.
Biji-biji Burung Gereja

Di suatu lembah yang subur, sekelompok binatang hidup dengan aman dan nyaman. Mereka
tidak pernah berkekurangan. Lembah itu menyediakan semua yang dibutuhkan para hewan.
Sumber mata air yang segar, dan pohon-pohon yang selalu berbuah tanpa mengenal musim.
Semua hewan hidup dengan bahagia.

Suatu hari bertemu lah seekor monyet dengan burung gereja yang sedang mematuk-matuk di
tanah. “Apa yang sedang kau lakukan burung gereja?” tanya monyet. Burung gereja
memandang monyet dan berkata, “aku sedang mengumpulkan biji-bijian.“ Mendengar jawaban
burung gereja, monyet tertawa terbahak-bahak. “Ha ha ha, untuk apa kau mengumpulkan biji-
biji itu? Lihatlah di selilingmu, begitu banyak buah-buahan yang bisa kau makan, kenapa kau
malah mengumpulkan sesuatu yang dibuang?” Tapi burung gereja tidak menghiraukan
perkataan monyet dan tetap mengumpulkan biji buah-buahan kemudian membawanya ke atas
bukit.

Esok harinya, monyet bertemu lagi dengan burung gereja. Kali ini monyet membawa buah apel
di tangannya. “Hai burung gereja, kau sedang mencari biji-bijian lagi ya? Pantas saja kau tidak
bertambah besar, yang kau makan bijinya, bukan buahnya, ha ha ha“ ejek Monyet. Burung
gereja hanya diam dan terus mengumpulkan biji-biji apel yang dibuang oleh monyet.

Suatu hari turun hujan deras berhari-hari, lembah itu tertutup oleh air, semua binatang
mengungsi ke tempat yang lebih tinggi di atas bukit. Mereka kedinginan dan kelaparan. Ketika
hujan berhenti, mereka turun ke lembah untuk mencari makanan, tetapi semua pohon tumbang
tersapu air hujan, tidak ada lagi buah-buahan untuk dimakan.

“Aku lapar, mengapa tidak ada sama sekali buah yang bisa dimakan?” rintih monyet sambil
melihat ke kanan dan kekiri berharap menemukan buah yang bisa dimakan. Setelah berjalan
menyusuri lembah, Monyet bertemu lagi dengan burung gereja “Hai burung gereja, kau kan
bisa terbang tinggi, bisakah kau tunjukkan padaku dimana ada buah yang bisa ku makan? aku
lapar sekali “ tanya monyet. “Mari, pergi lah ke rumahku di atas bukit, kau akan menemukan
buah yang bisa kau makan,“ ajak burung gereja. Karena tidak menemukan jalan lain lagi,
monyet mengikuti burung gereja menuju ke atas bukit.

Betapa terkejutnya monyet melihat halaman rumah burung gereja penuh dengan pohon yang
berbuah lebat. Pisang, apel, strawberry, mangga, dan banyak lagi yang lainnya. “Bagaimana
bisa begitu banyak pohon buah tumbuh di halaman rumahmu?“ tanya monyet heran. “Sudah
sejak lama aku mengumpulkan biji buah-buahan dan menanamnya di halaman rumahku. Aku
menyiramnya dan membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh, aku merawatnya setiap hari“
jawab burung gereja. “Oh, itulah sebabnya kenapa kau selalu mengumpulkan biji buah-buhan
yang dibuang. Kenapa aku tidak berpikir untuk menanamnya sepertimu ya?”

Burung gereja juga memberi tahu hewan-hewan lain untuk mengambil buah-buahan di halaman
rumahnya. Sejak saat itu, setiap kali mereka memakan buah, mereka menyisihkan biji-bijinya
untuk ditanam kembali, agar mereka tidak kelaparan lagi.
Si Monyet dan Si Kura-kura

Dahulu, hiduplah seekor monyet dan seekor kura-kura. Mereka adalah sahabat yang
akrab. Tak pernah terpisahkan oleh jarak dan waktu. Setiap pagi, mereka selalu jalan
bersama, makan bersama, semua selalu bersama. Suatu hari, mereka menemukan
beberapa biji pisang. "Hei, Ra. Gimana kalau kita tanam biji pisang ini? Siapa tahu
berbuah," kata monyet. "Ya, ya. Ayo kita tanam biji pisang ini," kata kura-kura
semangat.

Mereka pun kembali ke rumah mereka masing-masing. Di rumah monyet, ia menanam


biji pisang itu di halaman rumahnya. Tapi, monyet tidak rajin merawatnya. Terkadang
seminggu sekali. Bahkan pernah dalam seminggu tidak dirawat sedikitpun. Maka,
pohon pisang monyet masih kecil sekali. Sementara itu, kura-kura menanam pohon
pisang itu dengan rajin. Dia selalu menyiramnya setiap hari. Akhirnya pohon pisang
kura-kura sudah besar dan berbuah.

Suatu hari, monyet pergi ke rumah kura-kura. Dilihatnya pisang yang sudah besar dan
matang. Kebetulan juga kura-kura meminta tolong pada monyet. "Sahabat baikku,
maukah kau petikkan untukku pisang itu? Tenang saja, kau juga akan kubagi," kata
kura-kura. Dalam hati monyet, monyet senang. Tapi, ada suatu niat jahat. Dia akan
memanjat pohon lalu memakan semua pisang kura-kura tanpa memberinya. "Baiklah,
aku akan mengambilnya," kata monyet. Monyet lalu memanjat pohon itu.

Begitu sampai di atas, monyet langsung memakan pisang yang ada di pohon itu. Kura-
kura kaget dan marah. "Hei sahabatku! Mengapa kau makan pisangku?!" tanya kura-
kura marah. Si monyet tak menghiraukannya lagi. Dimakannya semua pisang itu
sampai kenyang. Tapi salah satu dari dahan pisang itu retak. Akhirnya dahan itu jatuh
bersama monyet. Si monyet itu pun meringis kesakitan. Tulang punggungnya patah.

Anda mungkin juga menyukai