Anda di halaman 1dari 26

Laporan Study Tour Ke

Laboratorium Geologi Kelautan,


Cirebon

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Latar diadakannya kuliah lapangan ke kantor Pusat Penelitian dan Pengenmbangan
Geologi Kelautan (P3GL) di Kab. Cirebon adalah untuk pengenalan alat-alat serta
fungsinya dalam pekerjaan geologi kelautan. Disampin itu pula dalam kunjungan ini
mahasiswa dapat melihat berbagai laboratorium serta pemrosesan sampel yang
ada.

Sementara pemilihan hari keberangkatan dipilih hari yang bertepatan dengan hari
peringatan hari Nusantara yakni pada tanggal 13 Desember 2014. Hal ini karena
P3GL merupakan salah satu instansi pemerintah yang memperingati Hari Nusantara
yang ke – 15.

1.2. Maksdu dan Tujuan


Maksud dilakukannya kunjungan ini adalah untuk melihat dan mengetahui berbagai
peralatan dan laboratorium yang digunakan P3GL ( Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan ) dalam melakukan penelitian / penyelidikan
geologi kelautan.
Disamping itu juga, untuk memperingati hari Nusantara yang ke – 15.

Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk melihat dan mengetahui berbagai peralatan
yang digunakan dalam kegiatan penelitan geologi dan geofisika kelautan, meliputi
seismik dan geomagnet.

1.3. Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan terletak di Jl.
Kalijaga No. 101, Kab. Cirebon, Provinsi Jawa Barat.

Sementara kesampaian daerahnya dapat ditembuh dengan menggunakan kendaraan


roda 2 maupun roda 4 dengan menggunakan jalur Kota Bandung – Cirebon dengan
waktu tempuh + 4 – 5 Jam.

2
BAB II

KEGIATAN KUNJUNGAN

2.1. Seminar Hari Nusantara


Seminar ini dilaksanakan dalam rangka memperingati hari Nusantara yang ke – 14
dengan tema “ Membangun Nusantara Dengan Inovasi Maritim Anak Bangsa “ yang
di adakan di Kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL)
yang terletak di Jalan Kalijaga No.101, Cirebon pada tanggal 13 Desember 2014.
Dalam seminar itu, hadir 2 orang narasumber yang menjadi pembicara, yakni : Ir.
Subaktian Lubis, M.Sc dan Dr. Ir. Eka Djunarsjah. Masing – masing narasumber
menyampaikan beberapa topik yang berbeda seputar tentang kelautan di
Nusantara. Kegiatan tersebut berlangsung selama + 4 jam.

2.2. Kunjungan ke Laboratorium Geologi Kelautan


Kunjungan ini bertujuan untuk melihat peralatan – peralatan yang digunakan serta
mekanisme pekerjaannya, seperti pengambilan sampel dengan berbagai jenis/tipe
mesin bor yang digunakan, laboratorium pengujian sampel, serta ruang
penyimpanan sampel yang diambil.

2.3. Kunjungan ke Laboratorium Geofisika Kelautan


Laboratorium geofisika ini berisi peralatan – peralatan geofisika yang di gunakan
untuk beberapa metode pengambilan data seperti metode sieismik dan metode
geomagnet. Beberapa staf dari kelembagaan tersebut mendampingi serta
menjelaskan fungsi serta mekanisme kerja alat tersebut. Didalam laboratorium
tersebut juga terdapat kapal kecil geomarin 2 yang berdimensi sebesar kapal
speedboat.

2.4. Kunjungan Ke Kolam Uji


Kunjungan ini dimaksudkan agar mengetahui skema pengambilan data dengan
menggunakan metoda seismik dengan peralatan yang di letakkan dalam kolam
pengujian. Kolam ini dapat mengambarkan secara menyeluruh tahap demi tahap
pengambilan data dengan menggunakan metoda tersebut. pengujuian alat tersebut
di dampingi oleh beberapa staf yang memberikan penjelasan setiap tahapan
tahapan tersebut.

3
BAB III

KELEMBAGAAN PUSAT PENELITIAN DAN


PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN

3.1. Sejarah Puslitbang Geologi Kelautan


Sejarah awal keterbentukkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
dimulai sejak terbentuknya Seksi Geologi Marin dan Geofisika Marin tahun 1979.
Pada tanggal 6 Maret 1984, berdasarkan SK Mentri Pertambangan dan Energi
No.1092 tahun 1984, kedua seksi tersebut ditingkatkan menjadi Pusat
Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) yang bernaung dibawah Direktorat Jendral
Geologi dan Sumberdaya Mineral.

Pada awalnya, PPGL didukung oleh empat bidang teknis, yaitu : Bidang Geologi
Kelautan, Bidang Geofisika Kelautan, Bidang Sarana Operasi Kelautan, Bidang
Manejemen Informasi dan bagian umum, dengan jumlah sumber daya manusia
mencapai 164 orang. Sebagian sarana dan prasarana yang dimiliki kelembagaan ini
berasal dari P3G.

Berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan dan sedang
dilakukan yaitu pemetaan sistematik dan penelitian sistematik. Untuk itu untuk
mendukung segala kegiatan – kegiatan tersebut, PPGL telah membangun beberapa
kapal peneliti seperti Geomarin I yang di operasikan untuk mendukung kegiatan
pemetaan geologi kelautan bersistem skala 1:250.000 di perairan dangkal.

Selanjutnya, berdasarkan berdasarkan SK Mentri Energi dan Sumberdaya Mineral


No.150 Tahun 2001, PPGL dimekarkan menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan ( PPPGL ) di bawah naungan Badan Litbang Energi dan Sumber
Daya Mineral.

Pada masa itu, PPPGL berkembang dengan semangat menuju kemandirian, sejalan
dengan lingkungan strategis globalisasi, AFTA, perkembangan industri kelautan
yang pesat, otonomi daerah dan kemitraan. Dalam peraturan Mentri ESDM No. 0018
Tahun 2010 yang mengukuhkan kembali PPPGL sebagai penunjang dalam upaya
meningkatkan kembali investasi sektor ESDM terutama penyediaan data klaim atas
wilayah batas landasan kontinen, peningkatan status cekungan di laut. Sesuai
dengan tugas dan fungsinya, PPPGL bertugas melakukan penelitian dan
pengembangan geologi kelautan di seluruh wilayah laut yang ada di negara ini,
dalam rangka penunjangan pembangunan dalam sektor Energi dan Sumber Daya
Mineral.

4
Pada tahun 2003 hingga tahun 2008 PPPGL membangun kapal riset survei geologi
kelautan yang lebih canggih yang diberi nama “GEOMRIN III” melalui APBN. Kapal
ini bertugas untuk melakukan pemetaan di laut dalam.

3.2. Hasil Kegiatan


Sejak berdirinya Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, beberapa
hasil kegiatan yang telah dicapai adalah sbb :
a. Pemetaan Geologi Sistematik Skala 1 : 250.000
Kegiatan ini merupakan beberapa rangkaian kegiatan inventarisasi data dasar
geologi dan geofisika kelautan wilayah Indonesia; yang meliputi peta batimetri,
peta seberan sedimen permukaan dasar laut, peta ketebalan sedimen resen,
peta anomali magnet total, gaya berat, dan peta geologi bawah permukaan;
yang diperlukan sebagai data dasar untuk kajian potensi Energi dan Sumber
Daya Mineral yang berada di dasar laut. Telah ada 53 lembar peta yang
dihasilkan atau sekitar 15% dari seluruh pemetaan untuk seluruh wilayah
perairan Indonesia yang berjumlah total 365 lembar yang mencakup Wilayah di
Paparan Sunda, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Selat Sunda, Sebagian Perairan
Selat Malaka dan Riau, Kalimantan Barat dan sebagian Selat Makasar.

b. Kompilasi Geologi Kelautan Regional Skala 1 : 1000.000


Merupakan upaya inventarisasi data geologi kelautan baik itu data primer dan
data sekunder yang saling diintegrasikan, dengan memetakan pola struktur,
stratigrafi dasar laut, serta proses geodinamikanya, sehingga dapat mendukung
kebutuhan akan informasi geologi bagi evaluasi secara regional. Kegiatan ini
telah menghasilkan 20 lembar peta atau sekitar 70% dari seluruh lembar peta
yang berjumlah 28 lembar di seluruh Indonesia yang meliputi wilayah di laut
Jawa, Selat Malaka dan Riau, Laut Cina Selatan, Selat Makasar dan Selat
Sulawesi, Perairan Maluku, Sumba dan Banda.

c. Penyelidikan Geologi Kelautan Tematik


Kegiatan ini lebih diarahkan pada kegiatan penyelidikan di daerah pantai dan
perairan disekitarnya, dengan tujuan untuk menunjang pengelolaan dan
pelestarian potensi lingkungan pantai dan perairan sekitarnya di Wilayah pantai
Indonesia, terutama yang erat kaitannya dengan pengembangan kawasan secara
terpadu untuk mendukung pengelolaan Wilayah di sektor perekonomian dan
industri strategis serta kerekayasaan. Penyelidikan ini ditujukan pada derah-
daerah prospek dan pusat pertumbuhan; dengan jumlah 83 lokasi, yaitu pantai
Utara Jawa, sebagian pantai Selatan Jawa Barat, Bali, Lombok, Sumbawa,
Bengkulu, Lampung, Riau dan Sebagian Sulawesi.

5
BAB IV

HASIL KEGIATAN

4.1. Seminar Hari Nusantara


Seminar yang dilakukan di kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
(P3GL) cirebon, dilakukan dalam acara peringatan hari Nusantara yang ke 14 pada tanggal
13 Desember 2014. Perayaan ini mengangkat tema dengan judul “ Membangun Nusantara
dengan Inovasi Maritim Anak Bangsa”. Beberapa pembicara yang diundang untuk menjadi
narasumber adalah Ir. Subaktian Lubis, M.Sc dengan judul pemaparan “ Memaknai Hari
Nusantara “ dan Dr. Ir. Djunarsjah dengan judul pemaparan “ Batas Maritim Indonesia dan
Poros Maritim dunia”.
Kegiatan seminar ini berlangsung dalam waktu + 4 jam, yang dimulai sejak jam 08.30
hinga 12.30. Beberapa rangkuman yang berhasil penyusun himpun selama kegiatan seminar
ini berlangsung yang kemudian dipadu dengan beberapa pencarian informasi terkait di
internet, adalah sebagai berikut :

4.1.1. Memaknai Hari Nusantara oleh Ir. Subaktian Lubis, M.Sc


- Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1957
Deklarasi ini menandai era perjuangan perairan di Indonesia yg terjadi pada tanggal
13 Desember 1957 memiliki arti penting secara geo-politik, dan geo-ekonomi.
Peristiwa ini merupakan peristiwa yang sangat penting sebagai proklamasi aset
kesatuan yang di miliki oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), terutama
kesatuan wilayah laut kedaulatan.

Setelah pencetusan deklarasi Djuanda, wilayah perairan Indonesia bertambah


seluas 5,8 juta km2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) atau sekitar 73% dari
seluruh wilayah yuridiksi Indonesia. Selain memberikan tambahan luas wilayah laut,
deklarasi ini juga membawa konsekuensi lain, yaitu perlunya dilakukan pemetaan
fakta fisik seluruh perairan mulai dari laut teritorial hingga ke landasan kontinen.
Karena fakta – fakta tersebutlah yang menjadi bukti fisik sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia. Deklarasi Djoeanda menyatakan bahwa, segala perairan di
sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau – pulau yang termasuk dalam
daratan Republik Indonesia. Sebelum Deklarasi Djoeanda, masyarakat international
mengakui bahwa batas laut teritorial hanya selebar 3 mil laut dihitung dari garis
pantai terendah. Ir. H. Djoeanda sebagai perdana mentri Republik Indonesia pada
saat itu, dengan tekad bulat dan berani mengumumkan pada dunia, bahwa wilayah
laut Indonesia tidaklah sebatas yang diatur dalam Territoriale Zee Maritiem Kringen
Ordonantie tahun 1939, melainkan termasuk juga wilayah laut sekitar, di antara,
dan di dalam Kepulauan Indonesia.

Berdasarkan hukum Laut International (UNCLOS-1982), UU No. 5 Tahun 1983


tentang ZEE, UU No. 6 Tahun 1996 tentang perairan administratif merupakan
perairan yuridiksi negara kepulauan ( archipelagic state ), yang meliputi perairan
pedalaman, perairan wilayah teritorial, zona tambahan (contigous zone), Zona

6
Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan satu kesatuan yang utuh, dimana laut
pedalaman yang berada diantara pulau-pulau menjadi wilayah yang dikuasai penuh
sebagai wilayah nasional yang disebut Tanah Air Indonesia atau Nusantara.

- Era Kelautan Indonesia


Era kelautan di Indonesia ditandai dengan beberapa peristiwa penting yang terjadi,
yaitu :
1. Deklarasi Bunaken, 26 September 1998 oleh B.J. Habibi
Merupakan deklarasi yang dicanangkan oleh Presiden B.J. Habibi (Presiden
Republik Indonesia Pada Era Reformasi,1998).
2. Gerakan Pembangunan (Gerbang) Mina Bahari 11 Oktober 2003 oleh Megawati
Soekarno Putri. Merupakan peristiwa pengemukaan konsepsi visi pembangunan
kelautan oleh Presiden Megawati (Presiden Indonesia Ke 5) untuk merubah
pradigma pembangunan yang berorientasi pada land-base socio-economic
development menjadi ocean-based socio-economic development . Hal ini tidak
berarti meninggalkan pembangunan di darat, tetapi justru secara sinergis dan
proporsional mengintegrasikan pembangunan sosial-ekonomi di darat dan di
laut.
3. Deklarasi Manado, World Ocean Confrence 11 – 14 Mei 2009
Peristiwa ini diikuti oleh 76 negara dan 12 lembaga non pemerintah tingkat
dunia, dan telah melahirkan Suatu Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean
Declaration). Deklarasi ini teridiri dari 21 butir komitmen yang berisi program
penyelamatan lingkungan laut secara berkelanjutan di setiap negara yang
meliputi perlindungan terumbu karang, hutan mangrove, biota laut, derugalasi
penangkapan dan perdagangan ikan demi kelestarian, dan kerjasama penelitian
kelautan.
4. Pemecahan Rekor Dunia Selam Masal di Sail Bunaken, Agustus 2009
Kegiatan ini berhasil memecahkan rekor penyelaman masal yang tercatat pada
Guinnes Book of Record pada tahun 2009. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16
dan 17 Agustus 2009 di perairan Malalayang, Manado, Sulawesi Utara, dalam 2
kategori yaitu The Largest Scub Diving Lesson dengan jumlah penyelam
mencapai 2.465 orang dan kategori The Most People Scuba Diving
Simultanously. Dalam acara ini juga menampilkan pameran kapal perang
internasional (International Fleet Review/IFR).

- Pembagian Laut
Berdasarkan hukum laut internasional yang ditetapkan PBB dalam UNCLOS (United
Nations Confrence on the Law of The Sea, 1982) yang telah disetujui oleh 159
negara termasuk Indonesia, maka pembagian laut yang ada di Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. 0 – 3 mil : Teritorial Sea Baseline
2. 3 – 12 mil : Costal Water (Batas Pantai)
3. 0 – 12 mil : Teritorial Sea (Laut Teritorial)
4. 12 – 24 mil : Configureus Zone (Zona Tambahan)
5. 24 – 200 mil : Exlusive Economic Zone ( Zona Ekonomi Eksklusif )
6. 24 – 350 mil : Continent Shelf ( Landasan Kontinen )

7
Terdapat perbedaan antara Zona Ekonomi Eksklusif dengan Landasan Kontinen
dalam hal pengelolaan kekayaan lautnya, dimana dalam Zona Ekonomi Ekslusif
boleh mengelolah kekayaan lautnya, sementara pada batas landasan kontinen hak
pengelolaannya hanya sebatas di permukaannya saja.

- Menjadikan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia (Visi Presiden Joko Widodo,
2014)
Dalam acara debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Joko Widodo sempat
menyampaikan visi nya untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Butir – butir visi tersebut diantaranya :
1. Membangun Kembali Budaya Maritim Indonesia
2. Menjaga dan Mengelola Kedaulatan Pangan Laut
3. Konektivitas Maritim – Membangun Pelabuhan
4. Diplomasi Maritim – Pengakuan Kedaulatan Laut Indonesia
5. Pertahanan Maritim

- Cita – Cita yang Belum Tercapai


Mendapatkan wilayah ISBA (International Sea Bed Authorithy)

4.1.2. Batas Maritim Indonesia dan Poros Maritim Dunia oleh Dr. Ir. Eka Djunarsjah
Dr. Ir. Djunarsjah adalah seorang ahli oseanografi Indonesia lulusan Institute
Teknologi Bandung (ITB) yang pada peringatan Hari Nusantara di Kantor P3GL
Cirebon, berkesempatan menjadi narasumber dengan mengangkat tema seputar
Batas maritim Indonesia dengan judul “Batas Maritim Indonesia dan Poros Maritim
Dunia”. Pemaparan beliau berlangsung selama + 1,5 jam. Dari hasil seminar
tersebut beberapa poin penting yang berhasil penyusun himpun adalah sbb :
a. Data spasial Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menurut Badan
Informasi Geospasial (BIG) tahun 2013 menyatakan bahwa Indonesia memiliki
pulau sebanyak 13.466 yang sudah terverifikasi, panjang garis pantai sepanjang
99.093 km, luas wilayah daratan seluas 1.922.570 km2, luas perairan mencapai
3.257.483 km2.
b. Klaim Batas Maritim Terluar (Unilateral)
Penentuan batas mritim terluar suatu negara dapat ditentukan sendiri / kalaim
secara sepihak (Unilateral). Hal ini dapat terjadi apabila setelah penentuan
batas terluar yang di serahkan ke PBB, tidak terjadi klaim yang sama pada
daerah yang sama oleh negara yang lain, maka batas tersebut telah ditetapkan
sebagai batas terluar secara sepihak (Unilateral).
c. Batas Maritim Indonesia
Ada 10 Negara tetangga yang mempunyai batas maritim secara langsung
dengan Indonesia, diantaranya :
1. Batas Maritim Republik Indonesia – Australia
Secara garis besar, batas maritim Indonesia – Australia dituangkan kedalam
3 perjanjian, yaitu :
- Perjanjian batas landas kontinen di tandatangani di Canbera pada tanggal
18 Mei 1971 dan diratifikasi dengan Kepres No.42 tahun 1971, terdiri dari
16 titik koordinat di laut Arafura, perairan pantai Selatan Papua dan
perairan Utara pantai Utara Papua.

8
- Perjanjian perbatasan pada tanggal 9 Oktober 1972 dan diratifikasi
dengan Kepres No.66 tahun 1972 tanggal 4 Desember 1972, di Selatan
Kep. Tanimbar pada laut Arafura dan Selatan P. Roti dan P. Timor.
- Perjanjian perbatasan maritim tanggal 16 Maret 1997 yaitu meliputi ZEE
dan batas landas kontinen Indonesia – Australia dari perairan Selatan P.
Jawa, termasuk perbatasan maritim di Pulau Ashmore dan Pulau
Christmas.

2. Perbatasan Maritim Republik Indonesia – Philipina


Perundingan batas maritim RI – Philipina telah terjadi beberapa kali,
khusunya batas maritim di laut Sulawesi dan Selatan Mindanao,
Perundingan ini terjadi dalam beberapa pertemuan, diantaranya :
- Maritime Boundary Delimitation (MBD)
Perundingan ini (MDB Discissions) yang terakhir terjadi pada 15 – 16
Desember 2011 di Manila, dimana kedua negara sudah hampir mencapai
kata sepakat. Secara teknis garis batas ZEE di Laut Sulawesi sudah
disepakati 3 segmen garis, sementara 2 garis segmen lain belum
mencapai kata sepakat dalam perundingannya. Namun, kedua negara
tersebut sama-sama bersemangat untuk segera menyelesaikan garis batas
ZEE di Laut Sulawesi.
- Discussion Between The Republic of Indonesia And The Republic of The
Philipines
Diskusi ini mulai diselenggarakan pada tahun 1994
- Joint Permanent Working Group Meeting on Maritime and Oceans Concern
(JPWG-MOC).

Perundingan ini merupakan diskusi yang telah berlangsung secara intensif


sebanyak 12 kali sejak tahun 2003 hingga tahun 2011.

3. Perbatasan Maritim RI – India

Perbatasan maritim antara Indonesia dengan India terletak di laut


Andaman, Samudra Hindia dan perairan P. Nicobar Besar. Untuk batas yang
telah disepakati bersama adalah batas landas kontinen, sementara Zona
Ekonomi Eksklusif nya belum dilakukan perundingan.
Beberapa perjanjian yang telah dilakukan dalam perundingan batas ini
diantaranya yaitu :
- Perjanjian batas landas kontinen pada tanggal 8 Agustus 1974 yang
ditandatangani di Jakarta dan diratifikasi dengan Kepres No. 51 tahun
1974 tanggal 25 September 1974, yang terdiri dari 4 koordinat (titik 1-
4).
- Perjanjian landas kontinen pada tanggal 14 Januari tahun 1977 yang di
tandatangani di New Delhi dan diratifikasi dengan Kepres No. 26 tahun
1977 tanggal 4 April 1977, yang terdiri dari 9 titik koordinat (4 titik di
Laut Andaman dan 5 titik di Samudra Hindia). Perjanjian ini merupakan
perpanjangan garis batas landas kontinen dari perjanjian tahun 1974.

9
Inventarisasi data perbatasan maritim antara kedua negara tersebut mulai
dilaksanakan pada bulan Februari 2014, dengan melakukan studi literatur
dan pencarian peta-peta yang dapat mendukung diplomasi tim Delri dalam
perundingan batas maritim Indonesia – India yang akan datang, khusunya
terkait perundingan batas ZEE.

4. Perbatasan Maritim RI – Malaysia


Perbatasan maritim kedua negara tersebut mencakup perairan yang sangat
panjang dan luas. Dimana perbatasan maritim tersebut memanjang dari
Selat Malaka, Laut Cina Selatan, hingga ke wilayah Sulawesi (Blok Ambalat)
di Kalimantan Timur. Secara garis besar terdapat 3 jenis perbatasan antara
Indonesia – Malaysia yang di setujui di dalam beberapa perjanjian, yaitu :
- Batas Landas Kontinen (LK), yang telah disepakati di Kuala Lumpur pada
tanggal 27 Oktober 1969. Perbatasan ini terletak di Selat Malaka dan Laut
Cina Selatan. Kesepakatan ini diratifikasi dengan Kepres No. 89 tahun
1969 tanggal 5 November 1969, sedangkan di Laut Sulawesi (blok
Ambalat) belum selesai perundingannya.
- Batas Laut Teritorial, yang telah di sepakati pada tanggal 17 Maret 1970
di Kuala Lumpur dan diratifikasi dengan UU No. 2, tahun 1971 tanggal 10-
03-1971 mengenai perjanjian Batas Laut Teritorial. Sementara beberapa
batas laut yang sedang dalam proses perundingan diantaranya : Sekitaran
Tg. Datuk dan Pulau Sebatik, hingga perairan blok Ambalat.
- Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yang berada di Selat Malaka, Laut
Cina Selatan dan Laut Sulawesi belum dilakukan perundingan dan
kesepakatan. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan pendapat antara
keduanya, dimana Malaysia menghendaki batas LK dan ZEE merupakan
satu garis yang sama ( single line ) sementara Indonesia menginginkan
kedua garis tersebut berada di rejim yang berbeda (berbeda garis batas).

5. Perbatasan Maritim RI – Palau


Palau adalah sebuah negara kepulan yang terletak di Utara Papua.
Penarikan zona perikanan yang diperluas 200 mil laut sesuai rezim ZEE
oleh negara ini akan menyebabkan tumpang tindih dengan klaim ZEE
Indonesia.

Beberapa perundingan telah dilakukan kedua negara tersebut untuk


membahas batas maritim, namun hingga saat ini, batas maritim antar
kedua negara tersebut belum mencapai kata sepakat dari kedua belah
pihak.

6. Perbatasan Maritim RI – Papua New Guinea


Dalam penentuan batas maritim antar kedua negara ini telah dilakukan
beberapa perjanjian diantantaranya :
- Perjanjian garis – garis batas tertentu yang di tandatangani di Jakarta
pada tanggal 12 Februari 1973 dan diratifikasi melalui UU No. 6 tahun
1973 tanggal 8 Desember 1973, menghasilkan beberapa perjanjian,
antara lain :

10
a. Mengatur penetapan batas Dam Caise sebelah Utara dan Selatan
Sungai Fly berdasarkan prinsip Thalweg (alur pelayaran) sebagai
batas alamiah berdasarkan perjanjian yang di buat oleh pemerintah
kolonial Belanda dan Inggris di kawasan tersebut.
b. Menetapkan Garis Batas Laut Wilayah di Selatan Irian Jaya dan
menetapkan Garis Batas Dasar Laut (Landas Kontinen) di Selatan Irian
Jaya.

- Persetujuan batas maritim dan kerjasama dengan Papua New Guinea


yang di tandatangani di Jakarta dan telah diratifikasi dengan Keppres
No. 21 tahun 1982, menghasilkan beberapa persetujuan antara lain :
a. Meneruskan titik C2 pada perjanjian RI – Australia tahun 1971.
b. Menetapkan sekaligus sebagai garis batas ZEE RI – Papua New Guinea
c. Pengakuan timbal balik atas hak tradisional para nelayan kedua
negara untuk melakukan penangkapan ikan di perairan pihak lainnya.

7. Perbatasan Maritim RI – Republik Demokrasi Timor Leste (RDTL)


Setelah berdirinya Timor Leste sebagai negara merdeka, maka perjanjian
kerjasama antara RI – Australia di Celah Timor (Timor Gap Trioty) secara
otomatis tidak berlaku lagi, sehingga batas antara Australia – Indonesia –
Timor Leste perlu di tentukan secara triateral.

Pada tanggal 14 September 2000 telah di tandatangani persetujuan


Pembentukan Komisi Bersama Perbatasan antara RI – UNTEAT. Beberapa
hasil yang telah tercapai adalah pebentukan 6 sub-komite teknis di bidang
:
a. Manajemen Perbatasan
b. Lalu lintas orang dan barang
c. Kerjasama Polisi Lintas Batas
d. Keamanan Perbatasan
e. Pelintas Batas
f. Demarkasi Perbatasan

Hingga saat ini belum ada perundingan untuk menetapkan garis batas
maritim kedua negara, karena masih menunggu penyelesaian batas darat.

8. Perbatasan Maritim RI – Singapura

Perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura terbagi menjadi 3


segmen, yaitu :
a. Segmen tengah yang telah disepakati dan ditandatangani tanggal 25 Mei
1973
b. Segmen Barat di tandatangani tanggal 10 Maret 2009 di Jakarta dan
diratifikasi dengan UU No. 4 tahun 2010
c. Segmen Timur yang masih dalam proses perundingan.

Sementara untuk penetapan batas laut wilayah Singapura segmen Timur di


bagi menjadi 2 wilayah perundingan, yaitu :

11
a. Segmen Timur I (perairan di sekitar Changi-Batam) dan
b. Segmen Timur II (perairan sekitar South Ledge-Middle Rock-Pedra
Branca)

9. Perbatasan RI – Thailand
Perjanjian ini disetujui oleh kedua negara tersebut yang di tandatangani di
Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, dimana pemerintah Republik
Indonesia telah meratifikasi dengan Keppres RI No. 21 tahun 1972 tanggal
11 Maret 1972.

Batas Zona Ekonomi Eksklusif antara pemerintah Indonesia dengan


pemerintah Thailand di perairan Utara Selat Malaka belum selesai di
rundingkan/ditetapkan.

10. Perbatasan Maritim RI – Vietnam


Sejak Juni tahun 1978 telah dilakukan perundingan penetapan batas landas
kontinen antara Indonesia dengan Vietnam. Pada 26 Juni 2003 penentuan
batas landas kontinen antara Indonesia dengan Vietnam telah di
tandatangani di Hanoi, yang kemudian diratifikasi oleh pemerintah
Indonesia melalui UU RI No. 18 tahun 2007 tanggal 15 Maret 2007.

Perundingan untuk Delimitasi batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara


Indonesia – Vietnam telah dilaksanakan 4 kali perundingan, diantaranya :

a. Pertama, Perundingan yang dilaksanakan di Hanoi, Vietnam tanggal 14 – 20


Mei.
b. Kedua, Perundingan di Nusa Dua, Bali tanggal 21 – 24 Oktober 2010.
c. Ketiga, Perundingan di Hanoi,Vietnam tanggal 25 – 28 Juli tahun 2011.
d. Keempat, Perundingan di Yogyakarta tanggal 3 – 5 Juli tahun 2012

Hingga perundingan ke – 4, kedua pihak masih memiliki perbedaan pendapat


dalam pengusulan garis batas Zona Ekonomi Ekslusif dan pandangan dalam
pembahasan Principles and guidelies penarikan garis batas ZEE di Laut Cina
Selatan khususnya dalam kerjasama perikanan dan pertukaran titik dasar dan
garis pangkal serta kegiatan coordinated Patrol. Namun demikian, dapat
disimpulkan, bahwa Vietnam mengakui adanya 2 rejim yang berbeda antara ZEE
(Zona Ekonomi Eksklusif) dan LK (Landasan Kontinen).

d. Objek – objek di Ruang Perairan

Menurut Dr. Ir. Eka Djunarsja, terdapat 12 jenis objek yang terdapat di ruang
perairan, diantaranya :

1. Bangunan di Atas Air


2. Pusat – Pusat Rekreasi

12
3. Sumber Daya Migas
4. Budidaya
5. Jaringan Pipa dan Kabel Bawah Laut
6. Penangkapan Ikan
7. Perkapalan ( Pelayaran )
8. Pembuangan Sampah di Laut
9. Harta Karun Bawah Laut
10. Konservasi
11. Kultur Adat, dan
12. Sumber Daya Energi Terbaharukan

4.2. Hasil Kunjungan ke Laboratorium Geologi


Selama proses kunjungan kegiatan ke lab. Geologi dilakukan setelah kegiatan seminar
berlangsung. Kegiatan ini dimulai pada pukul 14.00 dengan lokasi laboratorium geologi
yang letaknya berada di bagian belakang kantor P3GL dan terpisah dengan bangunan
induknya. Laboratorium geologi ini letaknya berdampingan dengan laboratorium geofisika.
Lab ini terdiri dari beberapa ruang bagian, ruang lab. Pengujian sampel, ruang
penyimpanan alat pemboran, serta ruang penyimpanan sampel.
Setiap ruangan mempunyai penjelasan yang berbeda dari setiap proses kerja dan peralatan
yang ada.

4.2.1. Laboratorium Pengujian Sampel


Ruang ini terletak di sebelah kiri dari pintu masuk dengan ukuran ruangan sekitar 5 x 6
meter. Di dalam ruangan ini para pengunjung di pandu oleh seorang narasumber yang
khusus menangani pengujian sampel yang ada. Salah satu jenis pengujian sampel yang
diterangkan adalah analisa besar butir dengan beberapa metode yakni :

- Metode Ayakan
Metode ini dipergunakan untuk butiran – butiran batuan yang relatif kasar, dimana
sampel yang akan diuji terlebih dahulu harus di hancurkan hingga menjadi sedimen
lepas. Sampel tersebut kemudian di ayak ke dalam suatu rangkaian saringan yang
mempunyai lubang bukaan yang berbeda setiap tingkatannya. Beberapa seri
ayakan/saringan yang digunakan dalam analisa besar butir jenis ini antara lain :
ASTM sieve series, Tyler sieve series dan IMM series.
Dalam proses pengujiannya, terdiri dari beberapa tahapan – tahapan kerja yaitu :
- Sampel harus di panaskan terlebih dahulu kedalam oven selama 1 – 2 hari dengan
suhu 100 – 110OC.
- Setelah itu sampel di timbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat awal
- selanjutnya sampel diberi air dengan saringan pan ukuran 4 O < dan 4 O >
- Masukkan sisa air saringan kedalam baskom lalu kemudian di diamkan agar
mengendap hingga jernih airnya selama 1 hari, kemudian sampel dikeringkan
kembali kedalam oven
- Setelah sampel kering, sampel tersebut di saring dengan menggunakan saringan
pan dengan 7 tingkat kerpatan saringan
- lalu saringan tersebut diletakkan di sieve shaker selama + 15 menit
- Kemudian sampel dari pan saringan 1 – 6 kedalam baskom

13
- Sampel yang tersisa pada pan saringan terakhir di ayak kembali dengan pan
saringan 7 tingkat yang lebih rapat dari saringan sebelumnya.
- setelah itu diletakkan kembali kedalam sieve shaker dengan waktu yang sama ( 15
menit )
- Setelah selesai, masing – masing sampel yang di hasilkan di masukkan kedalam
plastik sampel lalu kemudian diberi label.
- sampel – sampel tersebut ditimbang kembali untuk mengetahui berat sampel
setelah di lakukan pengujian tersebut.
- nilai dari berat masing – masing sampel dicocokkan dengan form yang ada, untuk
mengetahui besaran butir tersebut.

Gambar 4.1. Ayakan/Saringan yang digunakan

Gambar 4.2. Oven yang Digunakan Untuk Memanaskan Sampel yang Diuji

14
Gambar 4.3. Sieve Shaker yag Digunakan

- Metode Analisa Pipet


Penggunaan metode ini apabila sampel yang akan di analisa ukurannya relatif lebih
halus, sehingga tidak memungkinkan untuk dianalisa dengan metode ayakan.
Metode ini menggunakan beberapa jenis gelas tabung pengujian yang telah di isi
oleh air.
Beberapa tahapan pengerjaan dalam pengujian analisa besar butir dengan
menggunakan metode ini adalah sbb :
- Langkah pertama adalah mengendapkan sampel dalam beaker glass 1000 ml
- Lalu kemudian dikeringkan di dalam oven
- Setelah itu dilakukan penimbangan terhadap sampel yang telah dikeringkan tadi
- Kemudian dimasukkan kedalam tabung ukur 1000 ml lalu di homogenkan dengan
mengaduknya dalam temperatur 30 – 32OC
- Kemudian sampel tersebut dikurangi dan dimasukan kedalam beaker glass setelah
itu kita timbang sampai 4 desimal
- Lalu kemudian ditambahkan naturium oksalat (1,36 gram/liter) dan naturium
benzoate (1,06 gram/500 ml) kedalam ssampel tersebut, dengan tujuan agar
menghilangkan buih untuk memudahkan dalam proses pengukuran.
- Setelah itu mulai dilakukan analisa pipet, sediakan 5 gelas tabung 50 ml.
- Dalam proses analisa, sampel harus diperlakukan sesuai dengan jumlah sampel
dan parameter waktu
- Kocok gelas tabung dengan gagang untuk mengocok diamkan hingga 20 detik lalu
ambil dengan pipet 1 (tabung gelas 1)
- kemudian kocok tabung dengan gagang untuk mengocok satukali lalu diamkan
selama 19 detik, kemudian diambil dengan pipet 2 (tabung gelas 2)
- Tabung kemudian dikocok dengan gagang untuk mengocok lima kali lalu diamkan
selama 16 detik, lalu diambil dengan pipet 3 (tabung gelas 3)
- Lakukan pengocokan kembali dengan gagang untuk mengocok 2 kali lalu diamkan
selama 15 detik kemudian ambil dengan pipet 4(tabung gelas 4)

15
- Lalu kocok gelas tabung dengan gagang untuk mengocok 2 kali lalu diamkan
selama 24 menit kemudian ambil dengan pipet 5 (tabung gelas 5)
- Kemudian pisahkan air dengan endapan sedimen
- Selanjutnya, masukkan endapan sedimen kedalam beaker glass
- masukkan kedalam oven untuk proses pengeringan
- Lalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui beratnya
- Untuk mengetahui hasil identifikasinya, lakukan pembandingan dengan form
ukuran besar butir yang telah tersedia.

Gambar 4.4. Gelas Tabung yang Digunakan Dalam Metode Analisa Pipet

Gambar 4.5. Tabel yang Digunakan Untuk Penyocokan Hasil Uji Sampel

4.2.2. Ruang Penyimpanan Sampel Batuan


Ruang ini terletak dibagian belakang setelah ruangan laboratorium pengujian

16
sampel. Di dalam ruangan ini tersusun beberapa rak – rak yang telah terisi oleh sampel –
sampel untuk setiap daerah. Sampel sampel tersebut di letakkan di dalam sebuah tabung
berbentuk silinder dengan panjang + 0,5 meter. Untuk setiap sampel di tulis nama suatu
daerah sesuai dengan lokasi pengambilan sempel tersebut. Diruangan ini juga terdapat
ruangan pendingin tempat menyimpan sampel yang di ambil di dasar laut. Suhu yang di
tetapkan biasanya berkisar antara 7 – 10OC, sesuai dengan suhu rata-rata di dasar laut. Hal
ini dimaksudkan agar tidak merubah keadaan sampel tersebut seperti warna, komposisi
kimia, kandungan air, dll. Setiap sampel-sampel tersebut juga dilengkapi dengan titik-titik
koordinat tempat pengambilannya, sehingga tidak akan terjadi tertukarnya sampel suatu
tempat dengan sampel yang ada di tempat lainnya. Beberapa jenis sampel yang ada
diruangan tersebut berasal dari sampel gravity core maupun sampel multi core dengan
panjang 2 – 3 meter. Kedalaman laut tempat pengambilan sampel tersebut beragam, mulai
dari ratusan hingga ribuan meter dibawah permukaan laut. Sampel – sampel yang telah
dikemas merupakan sampel yang sudah di katalogkan, sementara sampel yang belum
dikemas adalah sampel yang belum dikemas. Bahkan menurut penuturan pemandu, ada
beberapa sampel yang di ambil sejak tahun 90an yang belum dikatalogkan. Kode warna
yang terdapat dalam sampel tersebut merupakan kode wilayah, laut jawa dan laut
sulawesi memiliki kode warna yang berbeda.

Sampel-sampel tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan penelitian/pengkajian,


tentunya setelah mendapat persetujuan dari petugas yang berwenang.

Gambar 4.2.2. Ruang Pendinginan Sampel

4.2.3. Ruang Penyimpanan Alat – Alat Pengambilan Sampel (Alat Pemboran)


Di dalam ruangan ini terdapat berbagai macam alat pemboran yang digunakan untuk
pengambilan sampel di dasar laut. Alat – alat tersebut mempunyai bentuk serta
mekanisme kerja yang berbeda - b eda.
Beberapa peralatan tersebut diantaranya :

- Sedimen Trap

17
Alat ini berbentuk segi-empat yang disetiap sudutnya terdapat pipa – pipa dengan lobang
yang berdimensi sekitar 20 cm. Alat ini berfungsi untuk mengetahui arah sedimentasi /
pengendapan. Mekanisme kerjanya adalah dengan menangkap material – material
sedimen kedalam 4 lobang yang ada. Lobang yang paling banyak menangkap sedimen
tersebut menunjukkan asal dari arah sedimentasinya.
Alat ini diletakkan di lokasi yang sudah dipilih dengan waktu antara 1 – 3 hari.

Gambar 4.3.1. Sedimen Trap

- Gravity Core
Gravity core adalah peralatan yang digunakan untuk mengabil sampel di bawah
permukaan laut. Bentuk sampel yang dihasilkan berbentuk core/inti dengan panjang 2 – 3
meter. Alat ini tersusun dari beberapa rangkaian seperti : pipa coring yang telah diberi
beban, kabel pengait. Mekanisme kerja alat ini mengandalkan gaya gravitasi dengan
menjatuhkannya kedalam laut pada sedimen lunak di dasar laut.

18
Gambar 4.3.2. Gravity Core

- Grab Sampling
Metode pengambilan sampel dengan alat ini dipergunakan untuk mengambil sampel
permukaan dasar laut secara cepat dan efektif.
Alat ini terdiri dari grab sampler dan core sampler.

Gambar 4.3.3. Grab Sampling

- Muti Core
Alat ini digunakan untuk mengambil sampel dengan jumlah yang cukup banyak sekaligus.
Peralan ini terdiri dari 12 tabung yang dapat mengambil 12 sampel sekaligus.

19
Gambar 4.3.4. Multi Core

4.3. Kunjungan ke Laboratorium Geofisika


Laboratorium geofisika terletak di sebelah Laboratorium Geologi. Di dalam laboratorium
ini tersimpan berbagai alat geofisika yang digunakan untuk penelitian / penyelidikan
geologi kelautan dengan berbagai jenis metode seperti seismik dan magnet. Beberapa
peralatan dan perlengkapan yang ada di dalam ruangan tersebut digunakan pengambilan
data sismik sesuai dengan metode dan sistem yang digunakan.

Salah satu metode yang dijelaskan oleh pendapim adalah metode Channel / Sistem
Pantul Dangkal. Dimana Dalam metode /sistem ini terdiri dari beberapa rangkaian
peralatan yaitu sumber energi, sumber suara, alat penerima dan alat pencatat.
Dalam metode ini, setelah sistem energi dikirim ke sumber suara yaitu boomer /
sparker/ air gun/ water gun, maka suara yang di hasilkan oleh boomer tersebut akan
dikirim ke dasar laut yang kemudian diterima oleh hydrophone/streamer. Kemudian di
filter dan diperkuat oleh suatu alat sebelum dicatat oleh alat pencatat.

Peralatan – peralatan yang ada di laboratorium ini adalah, sbb :

a. Sumber Energi
Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk menghasilkan energi dalam metoda
seismik.

20
b. Air Gun
Air gun digunakan untuk menghasilkan suara yang akan dipantulkan ke dasar laut.

c. Streamer/Hydrophon
Aalat ini merupakan alat penangkap suara yang di hasilkan oleh air
gun/boomer/sparker.

21
d. Alat Pencatat Seismik
Alat ini berfungsi untuk mencatat hasil dari gelombang suara ke dalam sebuah garis –
garis (seismik).

e. Alat Navigasi
Alat ini berfungsi untung mengetahui lokasi keberadaan melalui sinyal satelit yang
diterimanya. Alat ini mempunyai akurasi yang cukup tinggi, untuk itu penggunaan
nya cukup mahal.

22
f. Kapal Geomarin II
Kapal ini merupakan kapal yang digunakan untuk melakukan kegiatan
penelitian/penyelidikan di daerah sekitar pantai.

4.4. Kunjungan ke Kolam Uji


Kolam ini merupakan suatu kolam yang berfungsi sebagai kolam penguji untuk
metode seismik. Di dalam kolam ini dilakukan simulasi / percontohan bagaimana
metode seismik bekerja. Kolam mempunyai ukuran + 3 x 4 meter yang terisi dengan
air dengan kedalaman yang semakin dalam dibagian tengahnya.

23
24
BAB V

KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dihasilkan dari laporan ini adalah sbb :
1. Kunjungan / Kuliah lapangan yang diadakan ke Kantor Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelauta (P3GL) dilakukan dalam rangka
memperingati hari Nusantara yang ke 14.
2. Lokasi Kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan yang
dikunjungi terletak di Jl. Kalijaga No. 101, Kab. Cirebon
3. Beberapa rangkaian acara yang diikuti selama kegiatan kunjungan tersebut
diantaranya mengikuti seminar hari Nusantara, kunjungan ke laboratorium
geologi, kunjungan ke laboratorium geofisika dan kunjungan ke kolam uji
4. Pembicara dalam seminar Hari Nusantara adalah Ir. Subaktian Lubis, M.Sc
dan Dr. Ir. Djunarsjah, MT
5. Laboratorium Geologi yang ada di lokasi kunjungan terdiri dari beberapa
ruang yaitu : ruang pengujian/analisa sampel, ruang penyimpanan sampel,
dan ruang penyimpanan alat-alat pemboran ( alat pengambilan sampel )
6. Laboratorium geofisika yang dikunjungi berisi alat-alat geofisika kelautan
yang digunakan dalam pengambilan data dengan menggunakan beberapa
metoda seperti seismik dan magnet,
7. Kolam Uji yang ada digunakan sebagai kolam untuk melakukan
pengujian/simulasi terhadap pengambilan data menggunakan metode
seismik.

5.2. Saran
Berdasarkan pengalaman yang dirasakan dalam mengikuti acara tersebut, maka
menurut penyusun maka acara tersebut sangat baik. Disamping memberikan
wawasan mengenai ruang lingkup kerja geologi kelautan, peserta juga dapat
mengetahui berbagai metode kerja, proses – proses pengerjaan serta peralatan
yang digunakan dalam lingkup kerja geologi kelautan.

Untuk itu penyusun mengharapkan kedepannya, kegiatan seperti ini akan terus
berlanjut bahkan mungkin dengan intensitas yang lebih tinggi.

25
DAFTAR PUSTAKA

- http://www.mgi.esdm.go.id
- http://www.litbang.esdm.go.id
- http://www.kemenhan.go.id

26

Anda mungkin juga menyukai