Anda di halaman 1dari 4

CERPEN PKH KECAMATAN BELITANGJAYA

PKH...OH...PKH

Selamat datang PKH, selamat datang hidup baru! Kami adalah sebagian
manusia tak seberapa yang beruntung bisa menjadi bagian dari program PKH.
Kami adalah bagian dari pendamping PKH di Kecamatan Belitangjaya Kab. OKU
Timur, sebuah kecamatan yang desa-desanya cukup jauh dari pusat kabupaten.
Jangkauan daerah kami sangat luas, tapi masih susah signal (skip this part :D).
Untungnya, pemerintah daerah cukup memperhatikan keadaan masyarakat
sehingga tidak tertinggal informasi, contohnya mengenai PKH ini. Kami adalah 4
serangkai (Agung, Cholisa, Mas’ud, dan Solehan), yang ditugaskan untuk
mendampingi program PKH di Kec. Belitangjaya.

Sebenarnya, kami tak kenal satu sama lain. Tetapi setelah satu kali
pertemuan, kami langsung bisa membaur dan bersahabat dengan baik dan
kompak. Awalnya kami pun tak terlalu paham dengan tugas PKH yang kami kira
kinerjanya itu sangat formal (kecuali mas Mas’ud yang sudah lebih dulu terjun
bebas di PKH tercinta :D). Namun, seiring berjalannya waktu, kami pun mulai
memahami bahwa pekerjaan ini sangat mulia. Kami tidak hanya menjadi
perpanjangan tangan pemerintah, tetapi juga sahabat masyarakat sekaligus
bagian dari keluarga mereka (this is not so formal anyway). Kami merasa punya
tanggungjawab untuk memperhatikan mereka mulai dari lansia, anak-anak
sekolah, sampai balita. Inilah salah satu hal yang membuat kami kenal dan dekat
dengan warga desa terutama yang menjadi Keluarga Penerima Manfaat (bukan
pencitraan karena mau nyalon lurah loh ya hehehe).

KPM rata-rata bermukim di desa-desa yang jauh dari keramaian kota.


Salah satunya adalah Desa Windusari yang sebagian warganya baru mendapatkan
aliran listrik selama 3 tahun (bayangin gaes hidup kita tanpa listrik, bisa apa?).
Medan yang terjal sepertinya cukup sulit untuk dilalui. Wajar saja masyarakat
sungkan untuk membaur ke pusat kecamatan yang paling dekat. Namun hal-hal
seperti ini tak menyurutkan niat kami untuk mendatangi mereka. Semangat Pagi !
Pagi pagi pagi luar biasa. Itulah jargon yang membuat kami tersulut semangat nya
untuk bertemu mereka, wajah-wajah ramah senyum yang selalu dirindukan. Bagi
kami, setiap waktu adalah pagi (mungkin karena nggak bawa jam jd lupa waktu
hehe).
Hari itu, pukul 14:00 kami mengunjungi KPM di desa Windusari. Kami
menerabas jalanan berliku seperti roller coaster. Dengan mengendarai sepeda
motor, kami libas butiran debu jalanan yang antri menerpa kami (untung pakai
helm). Satu jam kemudian, kami sampai di salah satu rumah sederhana yang
sangat minimalis (ukurannya), namun kehangatan sambutannya luar biasa.
Namanya Bu Jumilah, wanita biasa yang mengajarkan hal luar biasa.

“Assalamualaikum.”

“Walaikumsalam, eh aya tamu. Silakan masuk mas mbak.” Katanya dengan


logat sunda yang kental. Kemudian kami masuk dan dipersilakan duduk. Beliau pun
tergesa-gesa ke dapur utuk mengambilkan kami air minum yang entah kenapa
terasa segar meskipun tidak ada rasa-rasa buah imitasi yang dicampur pemanis
palsu.

“Maaf ya Bu mengganggu sebentar. Begini Bu, kami kemari yang pertama


ingin bersilaturahmi dan yang kedua ingin membahas tentang pertemuan
kelompok yang akan datang. Tapi sebelumnya saya boleh bertanya sedikit tentang
PKH ya bu.” Kata Mas Mas’ud membuka perbincangan. “Oh iya mas silakan, nanti
saya jawab sebisanya.” Jawabnya dengan sumringah. Mungkin dia senang
diwawancara, berasa artis di infotainment hehe.

“Bagaimana pendapat Ibu mengenai program bantuan dari PKH?” tanya


salah satu dari kami. “Alhamdulillah mbak saya merasa bersyukur. Bantuan ini
sedikit banyak mengurangi beban hidup keluarga, terutama untuk biaya sekolah
anak. Ya walaupun serba kekurangan tapi bagi kami sekolah itu penting, makanya
saya tetap berusaha supaya anak saya tetap sekolah. Ya paling tidak bisa umum
dengan teman-teman seusianya lah mbak. Saya ya berterimakasih sekali, orang
mana sih mbak yang mau ngasih bantuan seperti ini tanpa imbalan? Saya nggak
akan bisa membalasnya. Saya Cuma bisa mendoakan semoga mas dan mbak nya
selalu sehat dan lancar bekerja nya. ” Kata si Ibu. Lihat, betapa sekecil apapun
bantuan yang kita salurkan bisa menjadi obat untuk mereka. Minimal mereka
merasa senang karena diperhatikan. Maka nikmat Tuhan mu yang mana lagi yang
kau dustakan.

Perjalanan kami menjadi anggota PKH masih seumur jagung muda yang
belum ada manis-manisnya. Pengalaman kerja masih minim, namun pengalaman
hidup jangan ditanya, minim juga sih hehehe. Justru dari interaksi kami dengan
masyarakat mengajarkan banyak hal, pengalaman yang tak ternilai, what a
priceless thing that made us speechless! (kemInggris dikit ya gaes). Mereka
mencontohkan kesabaran yang tak ada batasnya, kalau ada batasnya berarti
belum sabar. Mereka menunjukkan keikhlasan, yang tak kasat mata seperti surat
Al-Ikhlas yang tak ada kata ikhlas di dalamnya. Mereka pun mengajari rasa
syukur yang mungkin selama ini masih kami abaikan, masih merasa kurang padahal
rezeki selalu lancar. Harusnya kami lebih paham, karena sudah mengenyam
pendidikan yang lebih tinggi. Kami merasa hina dina dan terenyuh melihat
kesederhanaan para Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

PKH ...OH...PKH ! dimanapun kalian berada di permukaan bumi Indonesia,


semoga kinerjamu tetap ikhlas lillahita’ala. Semangat kawan seperjuangan.
Selamat Pagi !

Salah satu potret kebersamaan PKH dan KPM

~THE END~

Anda mungkin juga menyukai