Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
EPILEPSI
2017
0
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
penulis akan membahas mengenai “Epilepsi”.
Makalah ini berisikan tentang pengertian atau definisi dari epilepsi,
epidemiologi epilepsi di Dunia,Indonesia,Riau dan Pekanbaru, etiologi epilepsy,
patofisiologi epilepsy, prognosis, gejala dan tanda, tata laksana terapi dan
pembedahan kasus dengan metode SOAP, pemilihan Obat Rasional, Evaluasi
Obat Terpilih, Monitoring dan Follow Up, KIE dan jawaban pertanyaan . Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran serta
kritik yang dapat membangun penulis. Kritikan dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 2
1.3 Manfaat ........................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
2.1 Definisi Epilepsi ................................................................................ 3
2.2 Epidemiologi Epilepsi ....................................................................... 4
2.3 Etiologi Epilepsi ................................................................................ 5
2.4 Patofisiologi Epilepsi ........................................................................ 6
2.5 Prognosis Epilepsi ............................................................................. 7
2.6 Gejala dan Tanda............................................................................... 8
2.7 Penatalaksanaan Terapi ..................................................................... 10
2.7.1 Terapi Non Farmakologi ................................................. 11
2.7.2 Terapi Farmakologi ......................................................... 11
BAB III. KASUS ................................................................................................ 17
3.1 Deskripsi Kasus ................................................................................. 17
3.2 Analisis Kasus dengan metode SOAP ............................................ 17
3.3 Pemilihan Obat Rasional .................................................................. 19
3.4 Evaluasi Obat Terpilih ..................................................................... 20
3.5 Monitoring dan Follow Up ............................................................... 22
3.6 KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) ..................................... 22
3.7 Jawaban dan Pertanyaan .................................................................. 22
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 26
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 26
4.2 Saran ................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 27
LAMPIRAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi epilepsi
2. Untuk mengetahui epidemiologi epilepsi
3. Untuk mengetahui etiologi terjadinya epilepsi
4. Untuk mengetahui patofisiologi epilepsi
5. Untuk mengetahui prognosis epilepsi
6. Untuk mengetahui gejela dan tanda epilepsi
7. Untuk mengetahui tatalaksana terapi epilepsi
8. Untuk mengetahui analisis kasus epilepsi dengan menggunakan metode
SOAP
1.3 Manfaat
Diharapkan pada makalah ini dapat memberikan gambaran informasi
mengenai bagaimana cara menangani penderita epilepsi dengan pemberian
obat yang rasional.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Epilepsi petit mal adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan
kesadaran secara tiba-tiba, di mana seseorang menjadi seperti bengong
tidak sadar tanpa reaksi apa-apa, dan setelah beberapa saat bisa kembali
normal melakukan aktivitas semula.
2. Epilelpsi Grand Mal
Epilepsi grand mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak,
di mana penderitanya hilang kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas
berbunyi ngorok dan mengeluarkan buih/busa dari mulut.
3. Epilepsi Myoklonik Juvenil
Epilepsi myoklonik Juvenil adalah epilepsi yang mengakibatkan
terjadinya kontraksi singkat pada satu atau beberapa otot mulai dari
yang ringan tidak terlihat sampai yang menyentak hebat seperti jatuh
tiba-tiba, melemparkan benda yang dipegang tiba-tiba, dan lain
sebagainya.
B. Epilepsi Parsial (Sebagian)
1. Epilepsi Parsial Sederhana
Epilepsi parsial sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai hilang
kesadaran dengan gejala kejang-kejang, rasa kesemutan atau rasa kebal
di suatu tempat yang berlangsung dalam hitungan menit atau jam.
2. Epilepsi Parsial Kompleks
Epilepsi parsial komplek adalah epilepsi yang disertai gangguan
kesadaran yang dimulai dengan gejala parsialis sederhana namun
ditambah dengan halusinasi, terganggunya daya ingat, seperti
bermimpi, kosong pikiran, dan lain sebagainya.Epilepsi jenis ini bisa
menyebabkan penderita melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata
sesuatu yang diulang-ulang, dan lain sebagainya (otomatisme).
4
mencapai 114 per 100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong
tinggi dibandingkan dengan negara yang maju dimana angka kejadian
epilepsi
berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk per tahun (Benerjee dan Sander,
2008). Angka prevalensi penderita epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000
penderita epilepsi (Beghi dan Sander, 2008).
Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan
jumlah penderita epilepsi baru 250.000 per tahun. Dari berbagai studi
diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi
epilepsi 8,2 per 1000 penduduk. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak
cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian
meningkat lagi pada kelompok usia lanjut (Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2011).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2012 menunjukkan kasus
cedera intrakranial pada anak usia 1-14 tahun sebanyak 86 kasus, persalinan
macet sebanyak 256 kasus, persalinan dengan penyulit gawat janin 112 kasus,
penyulit kehamilan dan persalinan lainnya 1389 kasus, dan cedera lahir 14
kasus. Kasus-kasus di atas adalah termasuk faktor predisposisi terjadinya
epilepsi pada anak.
Telah dilakukan survei pendahuluan, diperoleh data penderita epilepsi di
instalasi rawat inap RSUD Arifin Achmad Pekanbaru selama tiga tahun
terakhir, yaitu tahun 2010 tercatat 47 orang, tahun 2011 sebanyak 45 orang,
tahun 2012 tercatat sebanyak 70 orang dan 43 orang diantaranya adalah anak-
anak. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kejadian epilepsi mengalami
fluktuasi (Rekam Medik RSUD Arifin Achmad, 2013).
5
terjadinya kejang. Penggunaan obat-obat yang menginduksi terjadinya kejang
seperti teofilin, fenotiazin dosis tinggi, antidepresan (terutama maprotilin atau
bupropion), dan kebiasaan minum alcohol dapat meningkatkan resiko kejang.
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
trauma lahir
trauma kepala
tumor otak
stroke
cerebral edema
Hypoxia
Keracunan
gangguan metabolic
infeksi.
6
saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini
adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik. Selain itu juga
sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-
neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan
lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan
neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat
lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan
oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen.
Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke
neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti
pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan
otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum
yang disertai penurunan kesadaran.
7
psikososial, dan status neurologis penderita. Batasan remisi epilepsi yang
sering dipakai adalah 2 tahun bebas serangan (kejang) dengan terapi. Pada
pasien yang telah mengalami remisi 2 tahun harus dipertimbangkan untuk
penurunan dosis dan penghentian obat secara berkala.
Batasan lain yang dipakai untuk menggambarkan remisi adalah bebas
serangan (remisi terminal) minimal 6 bulan dalam terapi OAE. Setelah
tercapai bebas serangan selama >6 bulan atau >2 tahun dengan terapi, maka
perlu dipikirkan untuk menurunkan dosis secara berkala sampai kemudian
obat dihentikan, perlu mempertimbangkan risiko terjadinya relaps setelah
penghentian obat. Berbagai faktor prediktor yang meningkatkan risiko
terjadinya relaps adalah usia awitan pada remaja / dewasa, jenis epilepsi
sekunder, dan adanya gambaran abnormalitas EEG.
Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penderita epilepsi memiliki
risiko kematian yang lebih tinggi dibanding populasi normal. Risiko kematian
yang paling tinggi adalah pada penderita epilepsi yang disertai defisit
neurologi akibat penyakit kongenital. Kematian pada penderita epilepsi anak-
anak paling sering disebabkan oleh penyakit susunan saraf pusat yang
mendasari timbulnya bangkitan epilepsi.
8
Bagian tubuh yang mengalami kejang tergantung kepada bagian otak
mana yang mengalami gangguan. Contohnya jika epilepsi mengganggu
fungsi otak yang mengatur gerakan tangan atau kaki, maka kedua anggota
tubuh itu saja yang akan mengalami kejang. Selain itu, kejang parsial juga
dapat membuat penderita berubah secara emosi, seperti merasa gembira atau
takut secara tiba-tiba.
Kadang-kadang, kejang focal memengaruhi kesadaran penderita sehingga
dia terlihat seperti bingung atau setengah sadar selama beberapa saat. Inilah
yang dinamakan dengan kejang parsial kompleks. Ciri-ciri
kejang parsial kompleks lainnya adalah pandangan kosong, menelan,
mengunyah, atau menggosok-gosokkan tangan.
Kejang Umum
Pada kejang umum atau menyeluruh, gejala terjadi pada sekujur tubuh
dan disebabkan oleh gangguan yang berdampak kepada seluruh bagian otak.
Berikut ini adalah gejala-gejala yang bisa terjadi saat seseorang terserang
kejang umum:
Mata yang terbuka saat kejang.
Kejang tonik. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa
diikuti dengan gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak
sama sekali. Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan punggung
berkedut.
Kejang atonik. Otot tubuh tiba-tiba menjadi rileks sehingga penderita
jatuh tanpa kendali.
Kejang klonik. Gerakan menyentak ritmis yang biasanya menyerang
otot leher, wajah dan lengan.
Penderita epilepsi kadang-kadang mengeluarkan suara-suara atau
berteriak saat mengalami kejang-kejang.
Mengompol.
Kesulitan bernapas untuk beberapa saat sehingga badan terlihat pucat
atau bahkan membiru.
Dalam sebagian kasus, kejang menyeluruh membuat penderita benar-
benar tidak sadarkan diri.
9
Setelah sadar, penderita terlihat bingung selama beberapa menit atau
jam.
10
11) Harapan penderita; tergantung sudut pandang penderita, perlu
diterangkan keuntungan dan kerugian relatif apabila menggunakan
atau tanpa pengobatan (Husni, 2002).
11
mekanisme pengaturan aliran ion Na+ dan ion Ca2+. Channel Na secara
dinamis berada dalam tiga keadaan:
a.) Keadaan istirahat yaitu keadaan selama Na+ berjalan menuju
ke sel melalui channel Na.
b.) Keadaan aktif yaitu keadaan dimana terjadi peningkatan Na+ yang
masuk ke dalam sel.
c.) Keadaan inaktif yaitu keadaan dimana channel tidak memberikan
jalan untuk Na+ masuk ke dalam sel.
Dalam keadaan istirahat, sel-sel neuron mempunyai keseimbangan
antara ion ekstraseluler dan intraseluler, yakni ion Ca, Na, dan Cl lebih
cenderung berada di luar sel sedangkan ion K cenderung berada di dalam
sel. Adanya rangsang mekanik, kimiawi, dan listrik serta rangsangan lain
akibat suatu penyakit membuat permeabilitas membran terhadap ion-ion
tersebut meningkat. Ion Na, Ca, dan Cl masuk ke dalam sel secara
berlebihan. Hal ini mencetuskan pelepasan muatan listrik yang berlebihan
sehingga menyebabkan terjadinya epilepsi (Wibowo dan Gofir, 2006).
Obat-obat anti epilepsi dengan mekanisme ini, bekerja dengan
memblokade channel Na sehingga menutup channel ini dan membuat
channel Na dalam keadaan inaktif. Blokade channel Na pada akson pre-
post sinaptik menyebabkan stabilisasi membran neuronal, menghambat dan
mencegah potensial aksi post tetanik, membatasi perkembangan aktifitas
serangan, dan mengurangi penyebaran serangan (Wibowo dan Gofir,
2006). Adapun OAE dengan mekanisme ini antara lain fenitoin,
karbamazepin, okskarbazepin, valproat, dan lamotigrin (Ikawati, 2011).
mekanisme menghambat kanal ion Ca2+ tipe T. Arus Ca2+ kanal tipe T
merupakan arus pacemaker dalam neuron talamus yang bertanggung
jawab terjadinya letupan kortikal ritmik kejang. Obat anti epilepsi yang
12
2.) Efek melalui perubahan neurotransmiter
13
tinggi daripada inhibisi. Akson melepaskan neurotransmitter, melalui
ruang sinaps yang berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan sel
neuron lain. Neurotransmitter terbagi menjadi dua bagian yaitu eksitator
dan inhibitor. Hasil pengaruh kedua neurotransmitter tersebut dapat
bersifat eksitasi atau inhibisi. Jika yang terjadi lebih kuat eksitasi, maka
neuron akan lebih mudah melepaskan muatan listrik dan meneruskan
impuls ke neuron-neuron lain. Sebaliknya jika inhibisi yang lebih kuat,
maka neuron-neuron akan dihambat untuk tidak meneruskan impuls ke
neuron lain. Proses inhibisi ini akan menghentikan serangan epilepsi
(Wibowo dan Gofir, 2006).
Obat-obat yang bekerja dengan meningkatkan transmisi inhibitori
GABAergik, antara lain:
(1.) agonis reseptor GABA, dengan mekanisme meningkatkan transmisi
inhibitori dengan mengaktifkan kerja reseptor GABA. Contohnya
benzodiazepin dan barbiturat.
(2.) inhibitor GABA transaminase, dengan mekanisme menghambat
GABA transaminase sehingga konsentrasi GABA meningkat.
Contohnya vigabatrin.
(3.) Inhibitor GABA transporter, dengan mekanisme menghambat
GABA transporter sehingga memperlama aksi GABA. Contohnya
tiagabin.
(4.) meningkatkan konsentrasi GABA, diperkirakan dengan menstimulasi
pelepasan GABA dari non-vesicular pool pada cairan serebrospinal
pasien. Contohnya gabapentin. (Ikawati, 2011)
14
Pemilihan obat : Tergantung pada jenis epilepsinya
Kejang Kejang Umum (generalized seizures)
parsial
15
16
BAB III
KASUS
17
Tiba-tiba jatuh saat dikamarnya, kejang, nafas terengah-engah,
keluar air liur. Kejang terjadi hanya beberapa menit, kemudian
merasa lemah dan kebingungan.
Riwayat Penyakit :
C. Assessment
Pasien memiliki riwayat penyakit epilepsi dan asma
Pasien tiba-tiba terjatuh di kamarnya
D. Plan
Pasien harus patuh mengkonsumsi obat epilepsi
18
Perbaikan pola hidup, seperti : pengaturan diet, pola makan, dan
olahraga teratur.
Pasien harus menghindari faktor pencetus kambuhnya asma, seperti:
dingin, debu dan stress
Mengendalikan kejang menggunakan monoterapi, tanpa
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan
E. Goals
Tercapainya kualitas hidup optimal, sesuai dengan perjalanan
penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang
dimilikinya
Mencegah kekambuhan epilepsi
Mengobati asma
Tepat Obat
Tepat Pasien
19
Nama Obat Kontra Indikasi Keterangan
Tepat Dosis
20
Jurnal Pengaruh Pemakaian Obat Antiepilepsi Jangka Panjang Terhadap
Densitas Tulang Dan Kadar Alkali Fosfatase Pada Penderita Epilepsi Yang
Berobat Di Poliklinik Saraf Rs. Dr. M. Djamil Padang. (Frida, 2015)
Dari 49 penderita epilepsi yang diteliti, penderita wanita
merupakan yang terbanyak. Usia yang terbanyak adalah usia muda.
Setelah melakukan serangkaian analisis, didapatkan hubungan yang
bermakna antara pemakaian obat antiepilepsi dengan densitas mineral
tulang pada wanita (p<0,05), sedangkan kadar alkali fosfatase darah tidak
berhubungan dengan pemakaian obat. Pada penderita pria, tidak
ditemukan hubungan yang bermakna antara pemakaian obat antiepilepsi
dengan densitas mineral tulang maupun kadar alkali fosfatase darah,
meskipun dalam temuan di lapangan terdapat penurunan densitas tulang.
21
3.5 Monitoring dan Follow Up
1. Monitoring efek samping obat
2. Monitoring fungsi hati
3. Monitoring tekanan darah
4. Monitoring EEG
5. Monitoring konsentrasi obat dalam darah dan perkembangan dari
bangkitan epilepsi
6. Analisis darah lengkap, kadar elektrolit dan urea, kalsium, glukosa
pembekuan darah, dan jika mungkin kadar obat epilepsi dalam darah.
22
4. Apa pertimbangan digunakan fenitoin pada kasus ? (Fathllah Dhya
M)
5. Terapi farmakologi apa yang diberikan untuk ibu hamil yang
mengalami epilepsi? (Putri Lestari)
B. Jawaban
1. Keracunan obat yang dapat menyebabkan epilepsi salah satunya
adalah petidin. Petidin ini memiliki efek samping yang serius berupa
kejang, dimana kejang merupakan suatu gejala atau tanda dari
epilepsi. (Citra Ramadhani).
Menambahkan jawaban : Lovina Aldelin
Keracunan obat yang dapat menyebabkan epilepsi adalah obat-obat
gol inhibitor colisterase seperti donifezil karena obat-obat tersebut
dapat meningkatkan ACTH sehingga impuls yang disampaikan
meningkat.
23
benda yang dimaksud ditujukan untuk pasien agar tidak tergigit
lidahnya, tidak apa apa. Terkecuali benda yang berbahaya baru tidak
boleh.
24
Asam valproat janbgan digunakan sebagai obat pilihan pertama
karena tercatat paling sering berhubungan dengan malformasi
kongenital. Jika asam valproat menrupakan terapi yang paling
optimal dalam mengontrol kejang, sejumlah cara harus dilakukan
untuk meminimalkan risiko pada janin. (Citra Ramadhani).
25
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan
oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan
(unprovoked) dan berkala.Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi
fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari
sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya
epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada
proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat
epilepsi.Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi.
Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena
menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat
seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin
disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok,
tumor otak, alkohol.Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi
epilepsi bukan penyakit keturunan.Tapi penyebab pastinya tetap belum
diketahui.
4.2. Saran
Setelah memahami makalah ini semoga bermanfaat bagi pembaca.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini oleh karena
itu sangat diharapkan kritik maupun saran dari pembaca, untuk
peyempurnaan pada makalah-makalah berikutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Diperoleh dari:
http://www.depkes.go.id/downloads/dak_09/jdak09.pdf [Diakses tanggal
16 Oktober 2013]
Harsono, Kustiowati E, Gunadharma S, et al.2006. Pedoman Tatalaksana
Epilepsi. Yogyakarta. PERDOSSI.
Frida, M. (2015) ‘Terhadap Densitas Tulang Dan Kadar Alkali Fosfatase Pada
Penderita Epilepsi Yang Berobat Di Poliklinik Saraf Rs . Dr . M . Djamil
Padang.
Gidal, B.E., and Garnett, W.R., 2005, Epilepsy, in Pharmacotherapy: A
Phathophisiology Approach, Dipiro, J.T., et al (eds) McGraw Hill, New
York, 1023-1048.
Nur, F. T., Setiawati, S. R. And Salimo, H. (2011) ‘Pengaruh Obat Anti Epilepsi
Terhadap Gangguan Daya Ingat Pada Epilepsi Anak’, Sari Pediatri, 12(5),
Pp. 10–14.
Salmiah, S. (2009) ‘Gingivitis Pada Anak’, G.K.K, Pp. 1–14.
Wibowo, S., dan Gofir, A., 2006, Obat Antiepilepsi, Pustaka Cendekia Press,
Yogyakarta, 85.
World Health Organization. Definisi Sehat WHO: WHO; 1947
27