Keseimbangan cairan dan elektrolit berperan sentral dalam penanganan setiap pasien
yang sakit serius. Kadar natrium, kalium, urea, kreatinin, sering kali ditambah klorida dan
bikarbonat, dalam serum, merupakan profil biokimia yang paling lazim diperiksa, menghasilkan
informasi berharga mengenai status cairan dan elektrolit serta fungsi ginjal pasien.
Konstituen utama tubuh adalah air. Dalam tubuh individu rata-rata dengan berat badan 70
kg terkandung kurang lebih 42 liter air. Dua pertiganya (28 L) berupa cairan intraseluler (ICF)
dan sepertiga sisanya (14 L) berupa cairan ekstraseluler (ECF). Cairan ekstraseluler terbagi lagi
Keseimbangan cairan digambarkan secara skematik melalui sebuah model bejana air
bersekat yang memiliki saluran masuk dan keluar (Gambar 2). Saluran masuk menggambarkan
cairan yang masuk secara oral atau melalui infuse intravena, sedangkan saluran keluar biasanya
adalah saluran urine. Kehilangan yang tidak terasa dapat dianggap sebagai kehilangan melalui
penguapan di permukaan.
yang berbeda. Sebagai contoh, kehilangan cairan intraseluler menyebabkan disfungsi seluler,
dengan tanda yang paling menonjol berupa letargi, kebingungan, dan koma. Kehilangan darah,
suatu cairan ECF, menyebabkan kolaps sirkulasi, renal shutdown, dan syok. Kehilangan total air
dalam tubuh (total body water) akhirnya akan menimbulkan efek yang sama. Namun demikian,
tanda deplesi cairan pada awalnya tidak terlihat karena kehilangan air, kecuali dalam jumlah
dapat digunakan untuk membantu memvisualkan beberapa gangguan klinis keseimbangan cairan
dan elektrolit. Penting disadari bahwa penilaian volume kompartemen cairan tubuh bukan
tanggung jawab laboratorium kimia. Status hidrasi pasien, yaitu volume kompartemen cairan
tubuh, ditentukan berdasarkan alasan klinis. Istilah “dehidrasi” secara sederhana berarti terjadi
dan overhidrasi dengan menggunakan model bejana air. Ketika menginterpretasikan kadar
elektrolit, “gambaran ahli biokimia” ini mungkin perlu dibuat untuk dapat memvisualkan
masalah apa yang terjadi dengan keseimbangan cairan pasien dan apa yang harus dilakukan
untuk mengatasinya. Ciri utama gangguan hidrasi ditunjukkan pada Tabel 1. Penilaian klinis
pada turgor kulit, tekanan intraokuler dan membrane mukosa tidak selalu dapat diandalkan. Usia
mempengaruhi elastisitas kulit dan membrane mukosa oral dapat terlihat kering pada pasien yang
natrium dan kalium, serta ion klorida dan bikarbonat. Ion natrium terdapat dalam konsentrasi
tertinggi sehingga memberikan kontribusi tertinggi terhadap osmolalitas plasma total. Meskipun
konsentrasi ion kalium di ECF relatif rendah dibandingkan konsentrasinya yang tinggi di dalam
sel, perubahan dalam konsentrasi plasma sangat penting dan dapat memiliki konsekuensi yang
membahayakan jiwa.
Konsentrasi urea dan kreatinin dapat menjadi petunjuk fungsi ginjal. Pengingkatan kedua
Konsentrasi
natrium) dan jumlah air. Konsentrasi dapat berubah karena salah satu atau kedua variabel
tersebut berubah. Sebagai contoh, konsentrasi natrium 140 mmol/L dapat berubah menjadi 130
mmol/L karena jumlah natrium dalam larutan menurun atau karena jumlah air meningkat.
Osmolalitas
Cairan tubuh memiliki komposisi yang sangat beragam. Namun, sementara konsentrasi
zat-zat mungkin beragam dalam cairan tubuh yang berbeda, jumlah keseluruhan partikel solute,
semipermeabel. Melalui membrane ini, air dapat berpindah-pindah secara bebas. Tekanan
osmotik akan selalu sama pada kedua sisi suatu membrane sel, dan air berpindah untuk
mempertahankan osmolalitas, meskipun perpindahan air ini menyebabkan volume sel menyusut
atau mengembang (Gambar 4). Osmolalitas ICF biasanya sama dengan DCF. Kedua
Osmolalitas larutan dinyatakan dalam mmol solute per kilogram pelarut, yang biasanya
adalah air. Pada pria, osmolalitas serum (dan semua cairan tubuh lain kecuali urine) sekitar 285
mmol/kg.
Omolalitas suatu sampel serum atau plasma dapat diukur langsung atau dapat dihitung
jika konsentrasi solut utama sudah diketahui. Banyak rumus yang dapat digunakan untuk
menghitung osmolalitas serum. Secara klinis, rumus yang paling sederhana adalah :
Rumus sederhana ini hanya boleh digunakan jika konsentrasi urea dan glukosa dalam
serum berada dalam interval yang diperbolehkan. Jika salah satu atau keduanya terlalu tinggi,
konsentrasi salah satu atau keduanya (dalam mmol/L) harus ditambahkan untuk memberikan
Molekul-molekul kecil bergerak bebas melalui membrane ini maka tidak osmotik aktif ketika
melewatinya. Sebaliknya, protein plasma tidak bergerak bebas dan menunjukkan tekanan
onkotik (konsentrasi protein dalam cairan interstisial jauh lebih kecil dari dalam darah).
Keseimbangan gaya osmotik dan hidrostatik lintas membrane kapiler mungkin terganggu jika
Air tubuh dan elektrolit yang dikandungnya selalu berada dalam fluks yang konstan. Kita
minum, kita makan, kita berkemih, dan kita berkeringat; selama semua proses ini, penting bagi
kita untuk mempertahankan suatu keadaan yang tetap. Tangki bensin subuah mobil dapat
menampung 42 L, kurang lebih sama dengan kandungan air dalam tubuh seorang pria dengan
berat badan 70 kg. Jika dua liter cairan hilang dengan cepat dari tangki tersebut, indicator bensin
hamper tidak dapat menunjukkannya. Namun, jika kita kehilangan sejumlah volume yang sama
dari kompartemen intravascular, kita berada dalam masalah serius. Kita rentan terhadap
perubahan-perubahan dalam kompartemen cairan kita; karena itu, kita mempunyai sejumlah
tersebut. Perubahan kadar elektrolit kita juga dipertahankan agar tetap minimum.
Air
Keseimbangan air yang normal diilustrasikan pada Gambar 1. Pemasukan air sangat
bergantung pada kebiasaan social dan sangat bervariasi. Beberapa orang minum kurang dari
setengah liter setiap hari, sedangkan beberapa orang lain minum sampai lebih dari 5 L dalam 24
jam tanpa bahaya. Rasa haus jarang menjadi faktor penentu pemasukan air di masyarakat Barat.
Pengeluaran air juga sama bervariasinya, variasi ini biasanya terlihat sebagai perubahan
volume urine yang diproduksi. Ginjal dapat member respons dengan cepat dalam memenuhi
kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan air. Laju aliran urine dapat sangat bervariasi dalam waktu
singkat. Akan tetapi, walaupun tubuh sedang dalam kondisi perlu menahan air, manusia tetap
tidak dapat menghentikan produksi urine secara total. Kandungan air tubuh total tetap konstan
meskipun fluktuasi pemasukan air sangat besar. Ekskresi oleh ginjal diatur oleh argirin
vasopressin (AVP, disebut juga hormone antidiuretik, ADH) dengan sangat ketat.
Tubuh terus-menerus kehilangan air melalui kulit dalam bentuk perspirasi dan dari paru
dalam bentuk respirasi. Ini dikatakan pengeluaran air yang tidak dirasakan. Jumlah air yang
keluar melalui kedua jalan ini antara 500 dan 850 mL/hari. Air juga dapat keluar jika menderita
ekstraseluler dan cairan intraseluler dan menyesuaikan ekskresi APV dari kelenjar hipofisis
osmolalitas menghentikan sekresi APV. APV menyebabkan penahanan air oleh ginjal.
Kekurangan cairan akan merangsang sekresi AVP endogen. APV ini akan menurunkan laju
aliran urine sampai sekecil 0,5 mL/menit untuk mempertahankan cairan tubuh. Sementara itu,
minum air 2 L dalam 1 jam dapat meningkatkan laju aliran urine sampai dengan 15 mL/menit
karena sekresi APV dihentikan. Karenanya, dengan mengatur ekskresi dan retensi air, APV
Natrium
Kandungan natrium tubuh total seorang pria dengan berat rata-rata 70 kg kira-kira
sebesar 3.700 mmol, 75% diantaranya dapat tergantikan (Gambar 3). Seperempat bagian dari
natrium tubuh tersebut dikatakan tidak tergantikan, yang artinya natrium tersebut tergabung di
dalam jaringan, seperti tulang, dan memiliki laju pergantian yang rendah. Sebagian besar natrium
yang tergantikan berada dalam cairan ekstraseluler. Dalam cairan ekstraseluler, yang terdiri dari
plasma dan cairan interstisial, kadar natrium diatur dengan ketat pada konsentrasi 140 mmol/L.
Pemasukan natrium bervariasi, rentang kurang dari 100 mmol/hari sampai dengan lebih
dari 300 mmol/hari dapat dijumpai di masyarakat Barat. Dalam kondisi sehat, kadar natrium
tubuh total tidak akan berubah meskipun pemasukan natrium turun sampai sekecil 5 mmol/hari
Pengeluaran natrium sama variasinya dengan pemasukan natrium. Dengan kata lain,
ekskresi natrium dalam urine disesuaikan dengan pemasukan natrium. Sedangkan sebagaian
besar natrium diekskresi melalui ginjal. Sejumlah natrium hilang bersama dengan keringat (kira-
kira 5 mmol/hari) dan feses (kira-kira 5 mmol/hari). Dalam keadaan sakit, saluran cerna sering
kali menjadi rute utama kehilangan natrium. Ini merupakan hal yang sangat penting bagi klinis,
khususnya pada pelayanan pediatric, yaitu diare pada bayi dapat menyebabkan kematian akibat
Aldosteron
natrium dalam tubulus ginjal dengan mengorbankan ion kalium dan hydrogen. Aldosteron juga
merangsang penyimpanan natrium melalui kelenjar keringat dan sel-sel mukosa kolon. Namun,
dalam keadaan normal, efek ini ringan. Strimulasi utama sekresi aldosteron adalah volume ECF.
Sel-sel khusus dalam alat jukstaglomerulus nefron merasakan penurunan tekanan darah
dan menyekresi rennin, tahap pertama dalam urutan peristiwa yang mengarah ke sekresi
Penting disadari bahwa air akan hanya berada di kompartemen ekstraseluler jika ditahan
dikompartemen itu oleh efek osmotic ion-ion. Karena natrium (dan anion-anion penyertanya,
khususnya klorida) terutama berada di kompartemen ekstraseluler, jumlah natrium dalam ECF
menentukan besar volume kompartemen ini. Ini merupakan konsep yang penting.
Aldosteron dan AVP berinteraksi untuk mempertahankan volume dan konsentrasi normal
ECF. Bayangkan seorang pasien yang muntah dan mengalami diare akibat infeksi saluran cerna.
Jika tidak ada asupan cairan, pasien ini akan mengalami deplesi cairan. Telah terjadi kehilangan
air dan natrium. Karena volume ECF rendah, sekresi aldosteron tinggi. Jadi, begitu pasien mulai
mendapatkan asupan cairan secara oral, setiap garam yang diingesti ditahan secara maksimal.
Karena ini akan menaikkan osmolalitas ECF, kerja APV memastikan bahwa air tertahan juga.
Dengan demikian, interaksi aldosteron dan APV berlanjut sampai volume dan komposisi cairan
Hiponatremia: patofisiologi
135-145 mmol/L. Hiponatremia merupakan abnormalitas yang paling sering ditemukan dalam
biokimia klinis.
Terjadinya hiponatremia
terhadap air (dalam liter), dan hiponatremia dapat terjadi karena kehilangan ion natrium atau
retensi air.
Kehilangan natrium. Natrium merupakan kation ekstraseluler utama dan sangat berperan
penting dalam mempertahankan volume dan tekanan darah, melalui pengaturan gerakan
pasif air secara osmotic. Jadi, ketika terjadi deplesi natrium yang signifikan, air hilang
bersama dengan natrium tersebut, dan menyebabkan timbulnya tanda klinis yang
hiponatremia. Retensi air lebih sering terjadi dibandingkan kehilangan natrium. Jika tidak
ada bukti terjadi kehilangan cairan dari riwayat pemeriksaan, mekanisme yang sangat
Retensi air
Retensi air biasanya disebabkan oleh gangguan ekskresi air dan, walaupun jarang, karena
peningkatan asupan (selalu ingin minum air). Sebagian besar pasien hiponatremia yang
disebabkan oleh retensi air menderita sindrom antidiuresis yang tidak sesuai (inappropriate
antidiuresis, SIAD). SIAD dapat terjadi dalam berbagai kondisi, misalnya infeksi, kanker,
penyakit di bagian dada, dan trauma (termasuk operasi); SIAD juga dapat disebabkan oleh obat.
SIAD terjadi karena sekresi arginin vasopressin (AVP) yang tidak sesuai. Sementara pada orang
yang sehat, konsentrasi AVP berfluktuasi antara 0 dan 5 pmol/L karena perubahan osmolalitas,
pada keadaan SIAD, dapat terlihat kenaikan besar (non-osmotik) hingga mencapai 500 pmol/L.
Stimulus non-osmotik yang kuat mencakup hipovolemia dan/atau hipotensi, mual dan muntah,
hipoglikemia, dan nyeri. Frekuensi terjadinya SIAD dalam praktik klinis mencerminkan luasnya
prevalensi stimulus ini. APV memiliki efek lain dalam tubuh selain mengatur penanganan air
dalam ginjal.
Kehilangan natrium
Deplesi natrium sangat jarang terjadi dan hanya terjadi jika ada kehilangan natrium
patologis, baik melalui saluran cerna atau melalui urine. Kehilangan melalui saluran cerna
biasanya meliputi kehilangan melalui muntah dan diare. Pada pasien yang mengalami fistula
karena penyakit usus, kehilangan natrium kemungkinan berat. Kehilangan melalui urine dapat
terjadi karena defisiensi mineralokortikoid (khususnya aldosteron) atau karena obat yang
Dalam semua situasi diatas, kehilangan natrium awalnya diikuti dengan kehilangan air
dan konsentrasi natrium dalam serum tetap normal. Dengan berlanjutnya kehilangan natrium dan
air, penurunan ECF dan volume darah menstimulasi sekresi AVP secara non-osmotik,
melampaui mekanisme control osmotic. Peningkatan sekresi AVP menyebabkan retensi air
sehingga pasien mengalami hiponatremia. Alasan lain hiponatremia adalah karena deficit cairan
Seperti dijelaskan diatas, ketika terjadi deplesi natrium yang signifikan, air hilang
bersama natrium tersebut sehingga terjadi tanda klinis deplesi volume darah dan ECF yang
karakteristik. Dalam konteks hiponatremia, temuan ini dapat menjadi diagnosis deplesi natrium;
temuan klinis ini merupakan bukti deplesi cairan (air), sedangkan hiponatremia mengindikasikan
Tidak semua pasien deplesi natrium mengalami hiponatremia. Pasien yang kehilangan
natrium karena dieresis osmotic dapat mengalami hipernatremia jika air yang lebih besar dari
antrium. Deplesi natrium yang dapat mengancam jiwa juga dapat terjadi pada keadaan
konsentrasi natrium dalam serum normal. Singkatnya, konsentrasi natrium dalam serum tidak
langsung memberikan bukti tentang terjadinya atau keparahan deplesi natrium (Gambar 2).
Dalam hal ini, anamnesis dan pemeriksaan klinis jauh lebih penting.
Pseudohiponatremia
Pada pasien-pasien ini, jumlah protein atau lipoprotein yang mengikat menempati volume
plasma yang lebih luas dari pada biasanya, sedangkan air menempati volume yang lebih kecil
(Gambar 3). Natrium dan elektrolit-elektrolit lain hanya terdistribusi dalam fraksi air, dan pasien-
pasien ini memiliki konsentrasi natrium yang normal dalam air plasmanya. Namun, banyak
mentode yang digunakan dalam alat analisis mengukur konsentrasi natrium dalam volume
plasma total, dan tidak memperhitungkan fraksi air yang menempati volume plasma total yang
berkurang dibandingkan biasanya. Dengan demikian, natrium rendah palsu dapat terjadi dalam
kondisi ini. Harus dibuat dugaan pseudohiponatremia jika terjadi ketidaksesuaian antara tingkat
hiponatremia yang tampak dan gejala yang seharusnya ada akibat konsentrasi natrium yang
rendah, misalnya seorang pasien dengan konsentrasi 110 mml/L yang benar-benar asimtomatik.
Osmolalitas serum tidak dipengaruhi oleh perubahan apa pun pada fraksi volume plasma total
yang ditempati oleh protein atau lipid, karena tidak terlarut dalam fraksi air dan karenanya, tidak
mempengaruhi osmolalitas. Jadi, osmolalitas serum yang normal pada pasien hiponatremia verat
merupakan dugaan kuat pseudohiponatremia. Hal ini dapat ditentukan dengan menghitung
selisih osmolal, yaitu perbedaan antara osmolalitas hasil pengukuran dengan osmolalitas hasil
perhitungan.
Penilaian klinis
Klinisi yang menilai seorang pasien menderita hiponatremia harus bertanya pada dirinya
temuan dari pemeriksaan klinis, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Setiap informasi ini dapat
Keparahan
Dalam menilai risiko morbiditas atau mortilitas yang serius pada pasien hiponatremia,
Konsentrasi natrium dalam serum itu sendiri memberikan suatu indikasi hiponatremia
yang berbahaya atau mengancam jiwa. Banyak klinisi berpengalaman menggunakan konsentrasi
120 mmol/L sebagai nilai ambang untuk mencoba menilai risiko (risiko menurun pada
konsentrasi jauh lebih besar dari 120 mmol/L; risiko meningkat tajam pada konsentrasi kurang
dari 120 mmol/L). Namun demikian, penetapan batas yang sembarang ini harus diberlakukan
secara hati-hati, khususnya jika tidak diketahui seberapa cepat konsentrasi natrium turun dari
nilai normal ke nilainya sekarang. Seorang pasien yang konsentrasi natrium dalam serumnya
turun dari 145 menjadi 125 mmol/L dalam 24 jam kemungkinan memiliki risiko besar.
Klinisi sering kali harus bergantung pada riwayat pasien semata, khususnya pemeriksaan
klinis, untuk menilai risiko pada pasien. Gejala-gejala akibat hiponatremia menceriminkan
disfungsi neurologis yang disebabkan oleh overhidrasi serebral yang dipicu oleh hipoosmolalitas.
Gejala-gejala tersebut tidak spesifik, antara lain nausea, malaise, sakit kepala, letargi, dan
penurunan kesadaran. Kejang, koma, dan tanda neurologis fokal biasanya tidak terjadi sampai
Jika ada bukti klinis deplesi natrium, risiko mortilitas tinggi jika pengobatan tidak segera
dilaksanakan.
Mekanisme
Anamnesis
Kehilangan cairan, misalnya melalui saluran cerna atau hinjal, harus selalu berusaha
ditemukan sebagai petunjuk yang mungkin ditemukan sebagai petunjuk yang mungkin mengarah
pada kehilangan natrium primer. Meskipun tidak ada sumber kehilangan yang dapat langsung
mencerminkan terjadi deplesi natrium, seperti pusing, lemah, dan kepala terasa ringan.
Jika tidak ada riwayat kehilangan cairan, kemungkinan besar terjadi retensi air. Banyak
pasien tidak akan begitu saja menyebutkan riwayat retensi air. Namun, pengambilan riwayat
harus ditunjukan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab SIAD. Sebagai contoh, rigor
mungkin mengarah pada adnya infeksi atau kehilangan berat badan mengarahkan pada adanya
kanker.
Pemeriksaan klinis
Tanda klinis yang mencirikan deplesi ECF dan volume darah ditunjukkan pada Gambar
1. Tanda-tanda ini harus selalu ditemukan; pada pasien hiponatremia, tanda-tanda tersebut
merupakan diagnostic deplesi natrium. Jika tanda-tanda ini muncul dalam keadaan berbaring, ini
berarti terjadi deplesi natrium mengancam jiwa yang berat dan sangat dibutuhkan pengobatan
segera. Pada fase awal deplesi natrium, hipotensi postural kemungkinan merupakan tanda satu-
satunya. Sebaliknya, meskipun ada dugaan kuat terjadi retensi air, mungkin tidak ada bukti klinis
berlebihan beban air. Ada dua alasan yang logis untuk hal ini. Pertama, retensi air akibat SIAD
terjadi secara bertahap, seringkali berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan. Kedua, air
Deplesi natrium sebagian besar didiagnosis berdasarkan alasan klinis, sementara pada
pasien dugaan retensi air, riwayat dan pemeriksaan mungkin tidak luar biasa. Namun demikian,
deplesi natrium dan SIAD menunjukkan gambaran biokimia yang sama (Tabel 1), yaitu
penurunan osmolalitas serum menggambarkan hiponatremia dan osmolalitas urine yang tinggi
menunjukkan sekresi AVP. Pada kondisi deplesi natrium, sekresi AVP sesuai dengan
hipovolemia yang disebabkan oleh kehilangan natrium dan air. Pada SIAD, hal itu tidak sesuai
(non-osmotik). Ekskresi natrium dalam urine seringkali menungkat pada kondisi SIAD (keadaan
hipervolemik). Deplesi natrium dapat kecil atau besar bergantung pada apakah kehilangan
Edema
Edema adalah suatu akumulasi cairan komapartemen interstisial. Kondisi ini mudah
diketahui dengan melihat adanya pitting pada anggota gerak bawah pada pasien rawat jalan atau
pada daerah sacrum pada pasien rawat inap. Edema disebabkan oleh penurunan volume darah
menyebabkan retensi natrium (dan air) sehingga meningkatkan volume ECF. Pasien edema
selanjutnya dapat mengalami hiponatremia meskipun retensi natrium akbiat hipovolemia efektif
juga merangsang sekresi AVP, yang akibatnya semakin memperbesar retensi air (Gambar 3).
Pengobatan
Pasien hipovolemia mengalami deplesi natrium dan harus mendapat sulih natrium. Pasien
normovolemia kemungkinan mengalami retensi air dan harus dibatasi asupan cairannya. Pasien
edema memiliki jumlah natrium dan air total yang berlebihan dalam tubuh. Pasien demikian
harus diberikan diuretic untuk memicu natriuresis dan dibatasi asupan cairannya. Pengobatan
yang lebih kuat mungkin perlu diberikan (biasanya membutuhkan salin hipertonik) jika tampak
gejala-gejala yang menunjukkan hiponatremia atau konsentrasi natrium kurang dari 110 mmol/L.