Print
8 komentar
Terbitnya Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tanggal 16 Januari 2015 tentang Perubahan Keempat
Perpres 54 Tahun 2010 Tentang PBJ Pemerintah memperkenalkan sesuatu yang baru yaitu lelang
cepat (E-tendering express).
Pada pasal 109A Perpres No. 4 tahun 2015 disebutkan antara lain sebagai berikut:
undangan;
pemasukan penawaran harga;
pengumuman pemenang.
1. pekerjaan dengan spesifikasi/metode teknis yang dapat distandarkan dan tidak perlu
dikompetisikan;
2. metode kerja sederhana/dapat ditentukan; dan/atau
3. barang/jasa yang informasi spesifikasi dan harga sudah tersedia di pasar.
Untuk memperjelas teknis pelaksanaan maka LKPP RI telah menerbitkan Perka LKPP Nomor 1
Tahun 2015 tentang E-Tendering. Dalam Perka tersebut diatur mengenai pelaksanaan E-
Tendering Cepat. E-Tendering dengan metode E-Lelang Cepat/E-Seleksi Cepat dilakukan
dengan memanfaatkan Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jas. Pelaksanaan E-Tendering dengan
metode E-Lelang Cepat/E-Seleksi Cepat dilakukan dengan ketentuan:
Penyedia barang/jasa yang dapat diikutsertakan dalam E-Lelang Cepat dan E-Seleksi Cepat
adalah Penyedia barang/jasa yang riwayat kinerja dan/atau data kualifikasinya sudah tersedia
dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP). SiKAP atau yang biasa juga disebut Vendor
Management System (VMS) merupakan sebuah subsistem dari Sistem Pengadaan secara
Elektronik yang digunakan untuk mengelola data/informasi mengenai riwayat kinerja dan/ data
kualifikasi penyedia barang/jasa yang dikembangkan oleh LKPP. SiKAP membantu proses
identifikasi data penyedia, sehingga pemilihan penyedia dapat dilakukan dengan cepat.
Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jasa dalam SIKaP merupakan Informasi yang bersumber dari
input data yang dilakukan oleh Penyedia, Pokja ULP/Pejabat Pengadaan, PPK, LPSE, LKPP atau
hasil penarikan data dari SPSE atau Sistem lain yang terkoneksi dengan SPSE. Verifikasi
Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jasa dalam SIKaP dilakukan oleh Pokja ULP/Pejabat
Pengadaan, PPK, LPSE, LKPP atau hasil penarikan data dari SPSE atau Sistem lain yang
terkoneksi dengan SPSE. Kepada para penyedia barang/jasa diharapkan peran dan partisipasinya
dalam mengisi data di dalam aplikasi SiKAP yang beralamat di http://sikap.lkpp.go.id. Penyedia
barang/jasa dapat melakukan login ke dalam aplikasi SiKAP dengan menggunakan akun yang
biasa digunakan dalam aplikasi SPSE.
Dengan lelang cepat ini maka setiap tender barang, jasa dan konstruksi yang dilakukan
pemerintah akan dapat memapas prosedur yang sudah ada. Meski setiap tender spesifikasi sudah
ditentukan, vendor atau penyedia hanya tinggal memasukan angka penawaran. Dalam lelang dan
tender cepat ini, agency pemerintah yang membutuhkan barang atau jasa tinggal menyesuaikan
spesifikasi dan standar barang yang sudah tersedia di pasar. Dengan cara ini, diharapkan
pembangunan dan perekonomian sudah berjalan sejak awal tahun. Waktu tender cepat sendiri
sudah bisa dilakukan mulai Oktober tahun sebelumnya, dan Januari sudah bisa teken kontrak.
http://diklat.jogjaprov.go.id/v2/kegiatan/artikel/item/77-sekilas-tentang-lelang-e-tendering-cepat
I. Tahap Persiapan
Tahap ini khusus untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia/Unit
Layanan Pengadaan (ULP). Yang perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah
dokumen pemilihan. Dokumen untuk e-procurement dengan konvensional amat
berbeda, utamanya pada tahapan pengadaan, penyampaian dokumen dan bentuk
surat penawaran serta lampirannya.
II. Penyelenggara
Pelaksanaan pengadaan secara elektronik membutuhkan sebuah unit khusus di
pemerintahan, unit tersebut bernama Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
LPSE inilah yang berfungsi sebagai penghubung antara PPK dan Unit Layanan
Pengadaan (ULP) dengan Penyedia Barang/Jasa melalui aplikasi e-procurement. LPSE
bertugas untuk membangun sistem e-procurement, memberikan ussername dan
password kepada semua pihak yang terlibat, memberikan pelatihan kepada semua
pihak yang terlibat, serta menjaga, merawat, dan memperbaiki sistem e-procurement.
Namun dalam sistim manual lembaga penyelenggara adalah Panitia Pengadaan/
Pelelangan.
X. Tahap Pengumuman
Pada sistem konvensional, pengumuman dipasang pada papan pengumuman
di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masing-masing. Sedangkan untuk sistem e-
procurement, pengumuman pemenang dapat dilihat pada website LPSE serta seluruh
peserta akan dikirimi email secara resmi yang berisi pengumuman pemenang.
Pengumuman tidak hanya berisi nama perusahaan pemenang, melainkan juga akan
memperlihatkan siapa saja yang kalah, mengapa sampai kalah, gugurnya pada
tahapan mana, kenapa sampai gugur dan berapa harga masing-masing peserta. Jadi,
setiap peserta tidak akan berpraduga yang tidak-tidak mengenai hasil pengadaan.
Masing-masing secara terbuka akan mengetahui kesalahannya. Ini adalah bagian
puncak dari proses transparansi/keterbukaan pada proses pengadaan barang/jasa.
XI. Sanggah
Dari 2 (dua) tahapan sanggah (sanggah awal dan sanggah banding), e-
procurement hanya melaksanakan 1(satu) tahap saja, yaitu sanggah awal. Sanggahan
hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran.
Sanggahan ini juga hanya dapat dilihat oleh perusahaan yang memberikan
sanggahan. Sistemnya mirip dengan aanwijzing tetapi lebih dibatasi. Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) juga hanya bisa menjawab sanggahan ini sebanyak 1 (satu) kali saja.
Apabila peserta lelang tidak puas dengan jawaban Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
maka dapat melakukan sanggah banding yang kembali kepada sistem konvensional,
yaitu melalui surat kepada Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) dan ditembuskan kepada Inspektorat /APPIP.
http://richardfredriklitelnoni.blogspot.co.id/2014/09/perbedaan-pengadaan-barang-jasa-secara.html
Dasar hukum pelaksanaan e-procurement adalah UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE,
Keppres No. 80 Tahun 2003, dan Perpres No. 8 Tahun 2006.
Secara umum, e-procurement dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu e-tendering dan e-
purchasing. E-Tendering adalah proses pengadaan barang/jasa yang diikuti oleh
penyedia barang/jasa secara elektronik melalui cara satu kali penawaran, sedangkan E-
Purchasing adalah proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui katalog
elektronik.
E-Tendering sama persis dengan pola pengadaan yang selama ini dilaksanakan secara
manual, perbedaannya hanya seluruh tahapan dilaksanakan secara elektronik,
sedangkan E-Purchasing menggunakan cara yang sama sekali berbeda. Pengguna
barang/jasa tinggal memilih barang/jasa yang diinginkan melalui katalog elektronik yang
terbuka serta transparan. Katalog ini disusun oleh LKPP melalui sebuah kontrak payung
kepada Produsen atau penyedia utama, sehingga harga yang ditawarkan dipastikan
jauh lebih rendah dibandingkan harga pasaran.
Khusus E-Purchasing, saat ini masih belum dilaksanakan, menunggu payung hukum
selesai ditandatangani oleh Presiden.
Untuk kedepan pada tulisan ini, setiap istilah e-procurement berarti mengacu kepada E-
Tendering.
1. Persiapan
Tahap ini khusus untuk PPK dan Panitia. Yang perlu diperhatikan pada tahapan ini
adalah dokumen pemilihan. Dokumen untuk e-proc dengan konvensional amat
berbeda, utamanya pada tahapan pengadaan, penyampaian dokumen dan bentuk surat
penawaran serta lampirannya. Untuk mempermudah, pada tulisan ini saya lampirkan
Model Dokumen Pengadaan Nasional (MDPN) khusus untuk e-proc. Silakan
mengunduh dengan mengklik pada tulisan dibawah:
2. LPSE
LPSE bertugas untuk membangun sistem e-proc, memberikan username dan password
kepada semua pihak yang terlibat, memberikan pelatihan kepada semua pihak yang
terlibat, serta menjaga, merawat, dan memperbaiki sistem e-procurement.
Oleh sebab itu, apabila ada yang hendak melaksanakan lelang secara elektronik, atau
hendak ikut lelang yang dilaksanakan secara elektronik, silakan menghubungi LPSE
terdekat atau LPSE yang melaksanakan pengadaan barang/jasa. Alamat dan kontak
seluruh LPSE di Indonesia dapat dibaca disini.
3. Pengumuman
Hal ini dilakukan, karena pengumuman yang lebih rinci dan detail sudah dimasukkan
pada sistem LPSE. Termasuk jadwal pemilihan mulai pengumuman sampai
penandatanganan kontrak, nilai pagu, bahkan sampai ke persyaratan kualifikasi.
Perbedaan lain, pengumuman lelang pada surat kabar hanya dilakukan selama 1 (satu)
hari, sedangkan pengumuman pada e-procurement dilaksanakan selama 7 (tujuh) hari
kerja.
4. Pendaftaran
Proses pendaftaran lelang mengalami perubahan yang cukup signifikan. Dalam sistem
manual, panitia harus menyiapkan meja dan kursi khusus untuk menerima pendaftar,
juga harus ada orang yang menjaga untuk menerima pendaftar, serta menyiapkan
formulir pendaftaran untuk diisi oleh calon penyedia barang/jasa. Dari sisi penyedia
barang/jasa juga harus menyiapkan fotokopi SIUP dan membawa aslinya, juga
menyiapkan surat kuasa yang bermaterai kalau yang mendaftar bukan direktur atau
yang berada di dalam akte, dan persyaratan lainnya.
Namun, dengan sistem e-proc, pendaftaran dilakukan secara online saja. Dari sisi
panitia tidak melakukan apa-apa, cukup melihat layar monitor sekali-sekali untuk
mengecek jumlah pendaftar, dan dari sisi peserta cukup login menggunakan username
dan password yang telah dimiliki, membaca pengumuman lelang dan syarat-syaratnya,
kemudian mengklik tombol daftar pada lelang tersebut. Dengan mengklik tombol daftar,
maka secara otomatis sudah dilakukan penandatanganan Pakta Integritas juga.
Jadi tidak perlu meja pendaftaran, tidak perlu fotokopi SIUP, tidak perlu datang jauh-
jauh ke kantor pelaksana lelang, dan cukup dilakukan dari kantor penyedia masing-
5. Aanwijzing
Kericuhan demi kericuhan sering terjadi. Saya kadang berseloroh dalam setiap
pelatihan, bahwa dari 10 yang datang pada saat aanwijzing, hanya 3 pemilik
Hal ini karena ada pihak-pihak tertentu yang memang menginginkan adanya keributan
sehingga pembahasan dokumen pemilihan menjadi tidak efektif.
Dengan sistem e-procurement, tidak dilakukan tatap muka pada tahapan ini. Masing-
masing pihak cukup berada di depan komputer mereka. Penjelasan, pertanyaan dan
jawaban dilakukan secara online. Bentuknya mirip mengisi komentar pada facebook.
Panitia dan seluruh pendaftar pada lelang tersebut bisa saling bertukar penjelasan,
pertanyaan, dan jawaban. Dengan cara seperti ini, tidak ada kontak fisik yang terjadi,
dan tidak ada emosi yang tertumpah.
Tanya jawab dilakukan sampai batas waktu Aanwijzing selesai. Apabila jadwalnya telah
selesai, maka secara otomatis penyedia tidak bisa mengirimkan pertanyaan lagi,
namun panitia masih punya waktu minimal 1 jam untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan pada akhir waktu. Tugas berikutnya bagi panitia adalah
menyusun adendum dokumen pengadaan yang selanjutnya diunggah pada sistem
LPSE.
Satu lagi, karena seluruh komunikasi telah tercatat pada sistem, maka tidak ada berita
acara Aanwijzing, tidak perlu ada tandatangan saksi, dan absensi Aanwijzing.
6. Pemasukan Dokumen
Di dalam sistem lelang konvensional, kita mengenal sistem satu sampul, dua sampul,
dan dua tahap. Untuk e-procurement dikenal yang namanya satu file dan dua file. Yang
dulunya berupa sampul, sekarang berganti menjadi file. Dengan sistem ini, maka
penyedia tidak perlu repot-repot menyiapkan dana untuk fotokopi semua dokumen
pendukung kualifikasi (Akta, SIUP, kontrak-kontrak, dan lain-lain) serta dokumen
administrasi maupun teknis. Di beberapa lelang yang saya ikuti, dokumen ini kadang
Seluruh dokumen yang sifatnya fisik, diganti menjadi elektronik dalam format PDF atau
JPEG.
Dari semua dokumen itu, hanya 1 yang bentuknya masih harus secara fisik, yaitu
Jaminan Penawaran dan tidak dikirimkan ke panitia pengadaan melainkan dititipkan ke
LPSE penyelenggara.
Satu yang WAJIB diperhatikan oleh penyedia, mohon seluruh dokumen yang akan
dikirim tidak dikompres menjadi file ZIP atau kompresi lainnya seperti TAR atau RAR,
karena ini akan menyebabkan dokumen tersebut tidak dapat dibuka oleh panitia.
Sistem e-proc telah menyediakan sebuah aplikasi khusus yang akan menggabungkan
seluruh file yang akan dikirim sekaligus melakukan enskripsi data agar aman dari
kejahilan dunia maya. Aplikasi ini dibuat oleh Lembaga Sandi Negara dan dapat
diunduh pada akun masing-masing penyedia. Setelah dikompres dan dienskripsi, maka
seluruh dokumen yang sudah disiapkan (dokumen administrasi, teknis dan harga untuk
sistem satu sampul; dan dokumen administrasi dan teknis untuk dua sampul) akan
menjadi 1 (satu) file saja. Inilah yang disebut dengan sistem satu file, dan ini yang
dikirim ke panitia untuk dilakukan evaluasi.
7. Pembukaan Dokumen
Dalam sistem konvensional, tahap ini menjadi momok yang kedua setelah Aanwijzing.
Hal ini karena kembali seluruh penyedia barang/jasa berkumpul disatu tempat untuk
menyaksikan pembukaan dokumen pengadaan masing-masing. Setelah dibuka,
kemudian kelengkapan seluruh dokumen dicek satu persatu didepan seluruh panitia
dan peserta. Disini sering terlihat sesama peserta akan saling menjatuhkan dan sikut-
sikutan. Perbedaan yang tidak signifikan dan tidak substansial sering dipaksakan untuk
menjadi alasan ketidaklengkapan dokumen peserta lainnya.
Dalam sistem e-proc, tidak ada kumpul-kumpul rekanan pada satu tempat. Karena
pada tahapan ini yang dimaksud pembukaan artinya benar-benar hanya membuka
dokumen yang telah dikirimkan oleh peserta pengadaan. Seluruh file yang telah
dikirimkan oleh peserta, hanya dapat dibuka pada waktu yang telah ditentukan, yaitu
pada saat pembukaan dokumen. Pembukaan filenya juga tidak bisa menggunakan
aplikasi sembarangan, melainkan juga harus menggunakan aplikasi yang dibuat oleh
Lembaga Sandi Negara.
Jadi, tidak ada berita acara pembukaan dokumen, tidak ada tandatangan 2 orang saksi,
dan tidak ada kumpul-kumpul pada tahapan ini di sistem e-proc.
8. Evaluasi
Tahapan evaluasi antara sistem konvensional dengan sistem e-proc sama saja. Yaitu
sama-sama memeriksa dokumen dari peserta. Yaitu dokumen administrasi, teknis,
harga, dan kualifikasi. Bedanya, pada sistem konvensional, panitia melihat dokumen
fisik, sedangkan pada sistem e-proc, panitia melihat layar komputer atau layar LCD
Projector
Kalau mau dicetak juga bisa, tapi akan boros kertas dan tidak bermanfaat, karena nanti
setelah dicetak akan dibuang kembali.
Salah satu persamaan lainnya adalah, panitia tetap diwajibkan untuk membuat Berita
Acara Evaluasi dan Berita Acara Hasil Pelelangan, karena kedua Berita Acara ini harus
diunggah ke dalam sistem dan nanti akan dapat diunduh oleh peserta lelang setelah
pengumuman pemenang.
Pada tahapan ini di dalam sistem pengadaan konvensional, ketua panitia akan
membuat surat resmi yang ditujukan kepada PPK yang berisi permintaan penetapan
pemenang dan 2 cadangan. Setelah itu PPK juga akan mengeluarkan surat resmi
menjawab surat dari ketua panitia yang berisi penetapan pemenang.
Pada sistem e-proc, seluruh kegiatan tadi dilaksanakan hanya dengan klik pada tombol
mouse dan sedikit pengetikan pada keyboard. Ketua panitia mengklik pada nama
peserta yang diusulkan sebagai pemenang, memberikan sedikit catatan untuk PPK
kemudian mengklik tombol kirim ke PPK. Segera setelah itu, PPK dapat login
menggunakan username dan password yang dimiliki kemudian membaca seluruh
tahapan yang telah dilakukan panitia termasuk semua Berita Acara yang telah
diunggah. Apabila PPK setuju, maka tinggal klik tombol setuju. Secara otomatis peserta
yang sudah disetujui akan menjadi pemenang dan tinggal menunggu jadwal
pengumuman untuk ditampilkan.
10. Pengumuman
Pada sistem konvensional, pengumuman dipasang pada papan pengumuman di
institusi masing-masing. Sedangkan untuk sistem e-procurement, pengumuman
pemenang dapat dilihat pada website LPSE serta seluruh peserta akan dikirimi email
secara resmi yang berisi pengumuman pemenang.
Pengumuman tidak hanya berisi nama perusahaan pemenang, melainkan juga akan
memperlihatkan siapa saja yang kalah, mengapa sampai kalah, gugurnya pada
tahapan mana, kenapa sampai gugur dan berapa harga masing-masing peserta. Jadi,
setiap peserta tidak akan berpraduga yang tidak-tidak mengenai hasil pengadaan.
Masing-masing secara terbuka akan mengetahui kesalahannya.
11. Sanggah
Dari 2 tahapan sanggah (sanggah awal dan sanggah banding), e-procurement hanya
melaksanakan 1 tahap saja, yaitu sanggah awal. Sanggahan hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran. Sanggahan ini juga hanya
dapat dilihat oleh perusahaan yang memberikan sanggahan. Sistemnya mirip dengan
aanwijzing tetapi lebih dibatasi. PPK juga hanya bisa menjawab sanggahan ini
sebanyak 1 (satu) kali saja.
Apabila peserta lelang tidak puas dengan jawaban PPK, maka dapat melakukan
sanggah banding yang kembali kepada sistem konvensional, yaitu melalui surat kepada
PA/KPA dan ditembuskan kepada Inspektorat dan unit pengawasan lainnya.
Demikian tulisan singkat mengenai e-procurement, dalam tulisan berikutnya saya akan
mengangkat mengenai tata cara pendaftaran bagi calon penyedia barang/jasa pada
sistem ini
http://www.khalidmustafa.info/2010/03/08/pengadaan-barang-dan-jasa-di-pemerintahan-bagian-iv-e-
procurement-apa-dan-bagaimana.php
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN
TENTANG
E-TENDERING
Aplikasi SPSE adalah aplikasi perangkat lunak Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) berbasis web
yang terpasang di server Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)atau server Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang dapat diakses melalui website LPSE atau Portal
Pengadaan Nasional.
Pengguna SPSE adalah perorangan/badan usaha yang memiliki hak akses kepada aplikasi SPSE,
direpresentasikan oleh user id dan password yang diberikan oleh LPSE, antara lain Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK), Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP), Penyedia barang/jasa,
Auditor/Pemeriksa.
Pengelola Agregasi Data Penyedia adalah personil di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang memiliki tugas mengelola Agregasi Data Penyedia.
User id adalah nama atau pengenal unik sebagai identitas diri dari pengguna yang digunakan untuk
beroperasi di dalam aplikasi SPSE.
Password adalah kumpulan karakter atau string yang digunakan oleh Pengguna untuk memverifikasi
user id kepada aplikasi SPSE.
Form isian elektronik adalah tampilan/antarmuka pemakai berbentuk grafis berisi komponen isian yang
dapat diinput oleh pengguna aplikasi.
Apendo adalah Aplikasi Pengaman Dokumen, yang dikembangkan oleh Lembaga Sandi Negara.
Spamkodok adalah Sistem Pengamanan Komunikasi Dokumen yang dikembangkan oleh Lembaga Sandi
Negara.
Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jasa adalah data/informasi elektronik mengenai riwayat kinerja
dan/atau data kualifikasi Penyedia barang/jasa.
Sistem Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jasa yang selanjutnya disebut SIKaP adalah aplikasi yang
merupakan sub sistem dari Sistem Pengadaan Secara Elektronik yang digunakan untuk mengelola
Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jasa dan dikembangkan oleh LKPP.
Sumber : http://www.catifo.com/2016/05/pengertian-e-lelang-e-seleksi-dan-lain.html#ixzz4x30JwXd7
http://www.catifo.com/2016/05/pengertian-e-lelang-e-seleksi-dan-lain.html
Di tengah skeptisisme publik atas program pemberantasan korupsi yang terkesan setengah hati,
sebuah harapan baru kembali dimunculkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) pada penghujung 2012. Mulai 2013, pengadaan layanan koneksi Internet
sampai dengan 30 Mbps untuk lembaga pemerintah dapat membeli langsung tanpa melalui
lelang. Sebanyak 27 Internet Service Provider (ISP) telah bergabung untuk inisiatif ini. Ini tentu
baru langkah awal dalam pengembangan e-katalog (http://e-katalog.lkpp.go.id) dalam pengadaan
barang/jasa secara online (e-procurement). Di waktu mendatang diharapkan semakin banyak
barang/jasa dengan spefisikasi yang terstandardkan (seperti kendaraan bermotor, alat-alat
kesehatan) yang masuk dalam e-katalog. Dalam e-katalog yang tersedia online dicantumkan
spesifikasi barang/jasa dan harga yang ditawarkan oleh rekanan.
Apa manfaatnya? Pertama, e-katalog menjadikan proses pengadaan barang/jasa di sektor publik
lebih efisien. Waktu pengadaan yang pendek dan persaingan sehat rekanan menunguntungkan
pemerintah dalam mendapatkan harga terbaik. Kedua, e-katalog juga dapat meningkatkan
transparansi. Dalam kasus koneksi Internet, semua ISP memberikan harga layanan secara
terbuka. Dengan demikian, masalah kebocoran anggaran yang sering terjadi dalam pengadaaan
barang/jasa bisa ditekan. Ketiga, e-katalog yang menyederhanakan proses akan mengundang
semakin banyak rekanan untuk berpartisipasi. E-katalog telah menghilangkan administrasi dan
proses pengadaan barang/jasa yang cenderung rumit (red tape). Manfaat seperti ini akan semakin
terasa, ketika semakin banyak barang/jasa yang dimasukkan ke dalam e-katalog.
Harapan ini dilengkapi dengan kampanye LKPP untuk penggunaan e-procurement untuk 100%
dalam pengadaan barang/jasa sektor publik. Kampanye ini bisa dikaitkan dengan Instruksi
Presiden No. 17/2011 tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi, yang mengharuskan
lembaga pemerintah pada tahun 2012 melakukan lelang secara online: sebanyak 40% anggaran
pengadaan (untuk provinsi/kabupaten/kota) dan 75% (untuk lembaga di pusat). Apakah
semuanya akan berjalan mulus? Belum tentu.
Sampai saat ini, belum ada statistik resmi capaian instruksi ini, termasuk sanksi apa yang
diberikan kepada lembaga pemerintah yang gagal mencapai target. Namun demikian, tidak sulit
untuk memprediksi, bahwa untuk beberapa lembaga pemerintah yang berkomitmen tinggi
nampaknya target yang diset tidak terlalu sulit dicapai, dan bahkan mudah untuk dilalui. Kota
Yogyakarta adalah salah satu contoh pionir e-procurement di Indonesia untuk tingkat pemerintah
kabupaten/kota, selain Surabaya dan Bogor. Data dari lapangan menunjukkan bahwa
penggunaan e-procurement selain memberikan efisiensi harga, juga telah menjadikan proses
lelang semakin cepat, disamping menjadikan petugas pengadaan bebas dari teror. Namun
menjadi pionir tentu tidak cukup, seperti halnya kabupaten/kota lain, jika initiatif tidak dikawal
secara konsisten secara terus menerus. Beberapa di antaranya adalah dengan melembagakan e-
procurement, menjadikannya sebagai rutinitas dan memberikan dukungan politik yang pantang
surut.
Sebaliknya, beberapa lembaga pemerintah lain, terutama di daerah, sangat mungkin harus
berjuang keras untuk mencapainya. Kendala teknis bisa jadi hanya sebagian kecil masalah.
Kendala non-teknis lebih mendominiasi. E-procurement sebagai bagian dari inisiatif e-
government adalah keputusan politik yang tidak steril dari tarik-ulur kepentingan. Pengalaman di
lapangan menunjukkan bahwa konflik kepentingan antaraktor menjadi penghambat utama
pelaksanaan e-procurement di banyak lembaga. Tidak jarang beragam trik dilakukan untuk
tetap melanggengkan praktik lama, tetapi tetap mendapatkan legitimasi bahwa sebuah lembaga
telah mengadopsi e-procurement.
Mengingat masih terjalnya jalan yang harus ditempuh menuju pengadaan barang/jasa yang
semakin bermartabat dan bersih, partisipasi aktif yang tulus dari semakin banyak lembaga
pemerintah adalah keniscayaan. Smart Report LKPP, sampai 14 Januari 2013 menunjukkan
bahwa inisiatif e-procurement yang dimulai pada 2008, telah memfasilitasi lebih dari 100.000
lelang online, digunakan oleh lebih dari 270.000 rekanan, memberikan efisiensi sebanyak
11.20% (lebih dari Rp 19 triliun) dari total pagu aggaran lebih dari Rp 172 triliun. Terkait
dengan hal ini, Direktur E-Procurement LKPP, Ikak G. Patriastomo dalam komunikasi personal
dengan penulis menyatakan, Isu keberlanjutan suatu gerakan terjadi bila partisipasinya
bersifat masif. Partisipasi semua pihak memerlukan sifat dan pendekatan yang memberi ruang
semua pihak yang ingin mengambil peran. Tidak boleh ada dominasi dalam gerakan seperti ini,
walaupun tetap diperlukan pengikat sehingga tidak menjadi gerakan acak. Prinsip yang
mendasari inisiatif e-procurement ini, nampaknya dapat menjadikannya sebagai contoh untuk
inisiatif nasional lain yang serupa. Karenanya, tidaklah berlebihan kalau kita memberikan
apresiasi kepada LKPP dan segenap jajarannya di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
di seluruh Indonesia.
Apakah e-procurement, termasuk e-katalog, benar-benar dapat menghilangkan korupsi? Inilah
pertanyaan yang sering penulis dapatkan ketika melakukan presentasi tentang e-procurement di
Indonesia pada beragam konferensi internasional. Jawaban penulis, sambil tersenyum, cukup
singkat, Ya, tetapi . Harapan untuk Indonesia yang semakin bersih itu ada, dan marilah terus
berharap!
https://fathulwahid.wordpress.com/2013/02/05/e-katalog-pengadaan-barangjasa-publik/