Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Deskripsi E-Procurement

Yen dan Ng (2003, dalam Wojciech dan Irani, 2010) menjelaskan bahwa e-procurement

merupakan pengadaan, negosiasi dengan agen penyuplai dan koordinasi R and D yang

menggunakan transaksinya di internet. Pelaksanaan sistem e-procurement dalam organisasi

publik di Indonesia dilakukan oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa

Pemerintah) melalui Peraturan Presiden No.106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang merupakan LPNK (Lembaga Pemerintah Non

Kementerian) dan bertanggung jawab langsung pada Presiden Indonesia. Kegiatan e-

procurement dilakukan dan dipantau langsung oleh LPNK melalui Pusat Layanan Pengadaaan

Secara Elektronik (Pusat LPSE). Pusat Layanan Pengadaaan Secara Elektronik (Pusat LPSE)

adalah Unit Kerja setingkat Eselon II di bawah Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.

Pusat LPSE adalah pengelola LPSE Kementerian Keuangan. Pusat LPSE dibentuk berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009. Dasar hukum pembentukan LPSE adalah

Pasal 111 Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang ketentuan

teknis operasionalnya diatur oleh Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan

Pengadaan Secara Elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan

barang/jasa secara elektronik juga wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan

dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. LPSE

mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah

secara elektronik, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengadaan Kementerian Keuangan,


pengelolaan sistem layanan pengadaan secara elektronik serta memberikan pelayanan pengadaan

secara elektronik Kementerian / Lembaga, sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E-procurement tertuang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik, bahwa pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam

perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk kesejahteraan masyarakat yang

berdampak dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. E-

procurement adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi

informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Demikian

definisi yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah yang ditetapkan pada tanggal 6 Agustus 2010, pengertian “Informasi

dan Transaksi Elektronik” yang tertulis dalam undang-undang tersebut adalah perbuatan hukum

yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik

lainnya. E-procurement secara umum dapat diartikan sebagai proses pengadaan barang/jasa yang

pelaksanaannya dilakukan secara elektronik atau lebih tepatnya berbasis web/internet dengan

memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum,

pra-kualifikasi dan sourcing secara elektronik dengan menggunakan modul berbasis website.

Dukungan teknologi informasi ini dapat meningkatkan kapabilitas pemerintah dalam

memberikan kontribusi bagi penciptaan nilai tambah efisien dan efektif.Selain itu proses

pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dengan menggunakan e-procurement secara

signifikan akan meningkatkan kinerja, transparansi, akuntabilitas transaksi yang dilakukan,

selain itu biaya operasional dapat dikurangi secara signifikan karena tidak diperlukan lagi
penyerahan dokumen fisik dan proses administrasi yang memakan waktu dan biaya (ekonomis),

sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik.

2.1.1.1 Manfaat E-Procurement

Pasal 107 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 menjelaskan bahwa pengadaan

barang/jasa pemerintah secara elektronik bertujuan untuk:

a. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

b. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat.

c. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan.

d. Mendukung proses monitoring dan audit.

e. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

2.1.1.2 TataCara Pengadaan E-Procurement

Tata cara pengadaan barang/jasa melalui e-procurement menurut Peraturan Kepala LKPP

Nomor 5 Tahun 2011 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara

Elektronik, pengadaan barang/jasa dikelompokkan menjadi 8 kelompok, yaitu :

a. Pengadaan barang melalui pelelangan umum/sederhana dengan pascakualifikasi.

b. Pengadaan barang melalui pelelangan umum dengan prakualifikasi.

c. Pengadaan pekerjaan konstruksi dengan pascakualifikasi.

d. Pengadaan pekerjaan konstruksi dengan prakualifikasi.

e. Pengadaan jasa konsultasi badan usaha dengan prakualifikasi satu sampul.

f. Pengadaan jasa konsultasi badan usaha dengan prakualifikasi dua sampul.

g. Pengadaan jasa lainnya dengan pascakualifikasi.

h. Pengadaan jasa lainnya dengan prakualifikasi.


2.1.1.3 MekanismeE-Procurement

Secara umum dan ringkas menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor54

Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pengadaan barang/jasa secara

elektronik dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Panitia Pengadaan Barang/Jasa (PPBJ) mengisi formulir isian pendaftaran yang telah diisi

lengkap, menyampaikan formulir tersebut kepada admin agensi LPSE guna mendapatkan

user ID dan password yang akan dipergunakan untuk mengakses aplikasi SPSE.

b. Panitia membuat jadwal pelelangan dan menyusun dokumen pengadaan untuk disetujui

oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

c. PPK menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

d. Pengumuman dilakukan melalui website instansi yang akan mengadakan pelelangan

barang/jasa, aplikasi SPSE, dan portal pengadaan nasional. Pengumuman tersebut disertai

dengan dokumen pengadaan yang telah di-upload oleh panitia.

e. Pendaftaran pelelangan dilakukan secara elektronik (online) pada aplikasi SPSE, dan

sebelumnya telah melakukan registrasi dan verifikasi dokumen perusahaan ke kantor

LPSE untuk mendapatkan user ID dan password.

f. Penjelasan pekerjaan (aanwijzing) yang berupa forum tanya jawab dilakukan melalui

komuniksi online melalui aplikasi SPSE. Rekaman komunikasi online/tanya jawab

tersebut tertuang dalam berita acara penjelasan pekerjaan.

g. Perubahan dokumen pengadaan (adendum) dapat di-download oleh peserta pengadaan

melalui aplikasi SPSE.


h. Dokumen penawaran yang sampaikan berbentuk dokumen elektronik yang disandikan

(encrypt) dan dikirim (upload) melalui aplikasi SPSE dan dibuka (decrypt) secara

elektronik.

i. Berita acara evaluasi penawaran dapat di-download oleh peserta pengadaan melalui

aplikasi SPSE.

j. Berita Acara Hasil Pelelangan dapat di-download oleh peserta pengadaan melalui aplikasi

SPSE.

k. Pengumuman pemenang lelang diumumkan pada aplikasi SPSE dan website instansi

yang mengadakan pelelangan barang/jasa, serta dikirimkan juga melalui e-mail kepada

seluruh peserta lelang.

l. Sanggah hasil lelang (jika ada) dilakukan dengan cara berkomunikasi online atau

mengirim file sanggahan melalui aplikasi SPSE sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan.

2.1.1.4 PermasalahanE-Procurement

Meski secara umum pengaplikasian e-procurement mempunyai dampak yang sangat

menguntungkan, namun tentu saja tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Beberapa kekurangan

yang masih ada diantaranya sebagai berikut.

a. Keharusan memilih harga terendah seringkali membuat banyak lembaga pemerintah

justru berpotensi menerima barang/jasa yang tidak sesuai standar. Selain itu proses lelang

seringkali diikuti oleh peserta (perusahaan) yang “banting harga”.

b. Pengadaan barang/jasa yang bersifat sulit diukur (intangible) seperti biaya konsultasi,

belanja perangkat lunak (software/aplikasi), berpotensi menimbulkan dugaan korupsi dari

lembaga penyidik/anti korupsi seperti BPK, KPK, Polisi dan Kejaksaan. Pemahaman
dalam menentukan harga barang/jasa yang layak sesuai spesifikasi atau “kelas” seringkali

masih menjadi perdebatan antara panitia lelang dan lembaga penyidik.

c. Begitu besarnya sorotan publik (masyarakat dan lembaga penyidik) dan makin banyaknya

peserta lelang, menimbulkan efek keengganan untuk menggunakan anggaran lelang

adakan menjadi panitia lelang.

d. Belum adanya peraturan hukum yang memayungi proses e-procurement. Akibatnya

belum ada standar baku mengenai standar proses e-procurement, waktu, penggunaan

teknologi informasi, sumber daya manusia, keabsahan hukum dan sebagainya.

e. Rendahnya komitmen pemimpin lembaga pemerintah untuk mengadakan barang/jasa

secara transparan baik secara konvensional atau elektronik.

2.1.1.5 Strategi Atau Metode Dalam MengintegrasikanE-Procurement

Untuk mengatasi segala hambatan dalam kegiatan e-procurement diantaranya dapat

dilakukan dengan :

a. Membeli dari manufaktur, penjual grosir, maupun pengecer dari katalog- katalog mereka

dan memungkinkan negosiasi.

b. Membeli dari katalog yang terhubung dengan para penjual atau membeli di mal-mal

industri.

c. Membeli dari katalog pembeli internal dimana perusahaan menyetujui katalog-katalog

vendor mencakup kesepakatan harga. Pendekatan ini menggunakan pengimplementasian

desktop purchasing, dimana mengizinkan requisition untuk memesansecara langsung dari

vendor dengan melewati departemen procurement

d. Mengadakan penawaran tender dari sistem dimana suppliers bersaing dengan yang

lainnya. Metode ini digunakan untuk pembelian jumlah besar


e. Membeli dari situs pelelangan umum dimana organisasi berpatisipasi sebagai salah satu

pembeli.

f. Bergabung dengan suatu group sistem pembelian dimana permintaan partisipan

dikumpulkan, menciptakan jumlah besar. Kemudian group menegosiasikan harga atau

menginisiasikan sebuah proses tender

g. Berkolaborasi dengan para suppliers untuk berbagi informasi tentang penjualan dan

persediaan untuk mengurangi persediaan dan stock-out dan mempertinggi ketepatan

waktu pengiriman.

2.1.2 Pengertian Sistem Informasi

Sistem informasi merupakan suatu kombinasi antara sistem dan informasi. Secara

sederhana sistem dapat diartikan sebagai kumpulan unit-unit yang saling berinteraksi saling

berhubungan diantaranya (Backlund, 2000). Backlund (2000) mendeskripsikan bahwa sistem

mempunyai dua kondisi penting, yaitu unit-unit terkait harus saling berinteraksi dan unit-unit

tidak terdapat yang menjadi independen. Istilah sistem secara umum dapat didefinisikan sebagai

kumpulan hal atau elemen yang saling bekerja sama atau yang dihubungkan dengan cara-cara

tertentu sehingga membentuk satu kesatuan untuk melaksanakan suatu fungsi guna mencapai

suatu tujuan. Suatu sistem sangat dibutuhkan dalam suatu perusahaan, organisasi atau instansi

pemerintahan, karena sistem sangatlah menunjang terhadap kinerja perusahaan, organisasi atau

instansi pemerintah, baik yang berskala kecil maupun besar. Supaya dapat berjalan dengan baik

diperlukan kerjasama yang baik pula diantara unsur-unsur yang terkait dalam sistem tersebut.

Informasi menurut Madden (2000) adalah sebuah stimulus dalam sistem tertentu yang dapat

mempengaruhi interpretasi sistem-sistemyang lainnya dan biasanya bukan merupakan objek

nyata. Secara umum informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahandata dalam suatu
bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu

kejadian-kejadian nyata yang digunakan untuk pengambilan keputusan.

Istilah sistem informasi menekankan pada dua cara, yaitu komponen-komponen yang

membuat sistem informasi dan peran bahwa komponen tersebut mempunyai fungsi mengelola

dalam sebuah organisasi (Bourgeois, 2014). Komponen sistem informatika terdiri dari orang-

orang, teknologi seperti hardware-software, jaringan komunikasi, terproses dan data. Peran

komponen berfungsi dalam sebuah sistem adalah semakin dikembangkannya komponen tersebut

ke arah lebih modern dari masa ke masa. Bourgeois (2014) menjelaskan bahwa sistem informasi

berawal pada tahun 1950-an yaitu era mainframe, kemudian tahun 1975-an revolusi PC, tahun

1980-an server klien, tahun 1990-an Word-Wide-Web and e-commerce, pertengahan tahun 2000

Web 2.0, dan saat ini yaitu Post-PC. Cornford dan Shaikh (2013) menegaskan kharakteristik

sistem informasi, paling sedikitnya memiliki hubungan antara empat objek yang saling terkait,

yaitu teknologi digital sebagai alat pemprosesan, sumber daya manusia sebgai bagian penggerak

atau menggunakan sistem informasi, tugas sebagai persyaratan dan keperluan spesifik, dan

struktural sosial atau organisasional sebagai tempat terbangunnya sistem informasi. Kemudian

sistem informasi memberikan kebutuhan salah satunya penyediaan data yang dapat memberikan

informasi manajemen, mendukung e-commerce dan mendukung pembuatan keputusan. Sistem

informasi berkarakteristik selalu berkembang dan berteknologi dalam komunikasi informasi

yaitu menggunakan sebuah teknologi seperti PC, internet, social networking, database, dll.

Secara konsepsistem informasi dikatakan baik apabila sistem tersebut dapat berjalan berdasarkan

komponen-komponennya dapat berperan dengan baik dalam menghasilkan kualitas informasi

yang dapat memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang baik (Gricelli et al.,

2014).
2.1.3 Kesuksesan Sistem Informasi

Kesuksesan sistem informasi dalam penelitian ini yaitu merujuk pada pada dimensi-

dimensi DeLone and McLean Information System Success Model updated (2003) yaitu penilaian

pengguna atas kualitas pelayanan dan kualitas informasi yang dijabarkan pada kepuasan

pengguna dan penggunaan terhadap sistem yang digunakan tersebut serta manfaat yang

dihasilkan atas penggunaan sistem e-procurement. Petter et al. (2012) menyatakan bahwa suatu

sistem dikatakan sukses apabila dari para pengguna sistem mau menggunakan sistem tersebut

sehingga memberikan kontribusi yang besar bagi sistem. Adanya kontribusi tersebut

mengakibatkan organisasi memperoleh keefisienan dan kefektifan dalam beroperasi sehingga

mendapatkan keuntungan nyata yang menjadi sasaran organisasi. Pengorbanan organisasi

dibutuhkan untuk memperoleh kontribusi para pengguna sistem, yaitu melalui peningkatan

kualitas sistem, pelayanan dan informasi.

Sistem informasi merupakan sesuatu penting bagi organsasi, oleh karenanya penelitian

sistem informasi masih terus berkembang sampai sekarang. Meski demikian standar baku dalam

kesuksesan implementasi didalam sistem informasi belum ada dan hanya menerapkan dimensi

dan indikator kesuksesan pada penelitian-penelitian sebelumnya sebagai acuannya. Salah satu

model yang digunakan dalam mengukur tingkat kesuksesan atau keberhasilan yang paling umum

dikenal adalah DeLone and McLean Information System Success Model (1992) yang kemudian

dimutakhirkan menjadi DeLone and McLean Information System Success Model updated (2003).

Model ini dianggap baik karena merupakan model kesuksesan yang parsimoni atau bersifat

sederhana tetapi dianggap cukup valid. DeLone dan McLean mengusulkan sebuah kerangka
untuk mengukur keberhasilan infomasi sistem dengan membedakan kualitas sistem, kualitas

informasi, kepuasan pengguna, kegunaan, serta keuntungan yang dihasilkan.

2.1.4 Kerangka DeLone and McLean Information System Success Model updated (2003)

Kerangka DeLone and McLean Information System Success Model updated (2003) terdiri

dari 6 dimensi yaitu sebagai berikut.

2.1.4.1 Kualitas sistem (system quality)

Dimensi kualitas sistem merupakan Karakteristik yang diinginkan dari suatu sistem

informasi. DeLone dan McLean (2003) menyatakan bahwa indikator kualitas sistem terdiri atas

kemudahan penggunaan, fleksibilitas sistem, keandalan sistem, dan kemudahan belajar, serta

fitur sistem intuitif, kecanggihan, fleksibilitas, dan waktu respon. Rivard et al. (1997, dalam

Mahmood, 2001) menyatakan kharakterisik terpenting dalam kualitas sistem adalah keandalan,

portabilitas, keramahan pengguna, saling pengertian, efektivitas, pemeliharaan, ekonomi, dan

pemastian.

2.1.4.2 Kualitas pelayanan (service quality)

Dimensi Kualitas layanan merupakan kualitas dukungan yang pengguna luar terima dari

departemen IS dan IT mendukung personil. Indikator-indikator kualitas pelayanan dalam

penelitian DeLone dan McLean (2003) adalah pelayanan yang terjamin, daya tanggap, dan

empati. Valerie A. Zeithamal Leonard L. Berry, dan A. Parasuraman (1998) dalam

penelitiannyaSERVQUAL, yang diadaptasi dari bidang pemasaran dan sebagai dasar atas

penelitian DeLone dan McLean (2003), adalah alat yang populer untuk mengukur kualitas

pelayanan IS (Pitt et al., 1995). Berdasarkan penelitian tersebut menyatakan bahwa kualitas

pelayanan berdasarkan pada penampilan, empati, keandalan, jaminan(terjamin), dan ketanggapan


respon pelayanan. Dimensi kualitas pelayanan dalam sistem informasi berbasis web lebih rumit

daripada yang tidak berbasis web karena indiktor-indikator dimensi pelayanan bersifat lebih

kompleks untuk itu diperlukan keamanan yang lebih baik pula serta memerlukan penyesuaian

indikator- indikator dimensi pelayanan tidak berbasis web (Tan et al, 2003).

2.1.4.3 Kualitas informasi (information quality)

Srinivasan (1985) sebagai salah satu dasar penelitian DeLone dan McLean (2003) dalam

penelitiannya mengemukakan informasi yang baik adalah informasi yang akurat, relevan, dapat

dipahami, dan tepat waktu. Begitupula dengan penyataan Forslund (2007) mendukung indikator-

indikator kualitas informasi tersebut, selain itu juga informasi yang baik seharusnya sangat

berguna untuk pengambilan keputusan (Rivard dan Huff , l985), serta informasi tercakup

lengkap(Mitler dan Doyle, 1987).

2.1.4.4 Kepuasan pengguna (User satisfaction)

Dimensi kepuasan pengguna menunjukkan tingkatan kepuasan pengguna. Terdapat

banyak dan beragam penelitian terkait kepuasan pengguna. Penelitian-penelitian kepuasan

pengguna banyak bersifat spesifik, mendetail, dan terfokus pada hal mendasar terhadap

kharakteristik sifat manusia terkait perasaan puas atau tidak terhadap suatu hal. Rai et al. (2002)

menyatakan pengukuran kepuasan pengguna merupakan sebuah persepsi individu yang

dipengaruhi atas penggunaan sistem. DeLone dan McLean (2003) menyatakan bahwa kepuasan

dapat diukur dengan penggunaan sistem yang dilakukan berulang-ulang atau dilakukan survei

secara langsung terhadap pengguna. Berdasarkan sumber penelitian-penelitian terdahulu DeLone

dan McLean (2003), Kepuasan dalam penggunaan sistem dapat diartikan sebarapa besar tingkat

kenikmatan yang dialami oleh pengguna dalam menggunakan sistem tersebut. Faktor lain untuk
mendeskripsikan kepuasan pada sistem adalah dilihat pula dari cara sistem dapat memberikan

nilai kepuasan secara menyeluruh atau hanya sebagian saja.

2.1.4.5 Penggunaan dan maksud/alasan/tujuan penggunaan (Use, intention of use)

Dimensi penggunaan dalam DeLone and McLean Information System Success Model

(1992) salah satunya atas koreksi Seddon (1997) dalam DeLone and McLean Information

System Success Model updated (2003) menjadi dua bagian dimensi yang terpisah yaitu

penggunaan dan tujuan penggunaan. Seddon (1997) beranggapan karena penggunaan

ditekankan pada perilaku (behaviour) sedangkan tujuan penggunaan ditekankan pada sikap

(attitude).

Penggunaan menggambarkan tingkat dan cara di mana staf dan pelanggan memanfaatkan

kemampuan dari suatu sistem informasi. Kharakterstik dalam dimensi penggunaan memiliki

cakupan yang luas karena dapat diartikan berbagai macam tergantung peristiwa yang terjadi.

Dimensi penggunaan umumnya terfokus pada kuantitas lama penggunaan. Culnan (1983, dalam

DeLone dan McLean, 2003) mengartikan kharakteristik dalam penggunaan adalah terkait

frekuensi penggunaan sistem dan jumlah transaksi yang terjadi selama penggunaan. Snitkin dan

King (1986) yang juga menyatakan dimensi penggunaan yang dihubungkan dengan penggunaan

sistem dalam jumlah jam per minggu. Tujuan penggunaan dapat dijelaskan dengan melihat

keterkaitan antara motivasi pengguna dalam menggunakan sistem apakah telah sesuai dengan

sasaran yang telah diterapkan oleh sistemVenkatesh et al. (2003).

2.1.4.6 Keuntungan (net benefit)

Dimensi keuntungan atau manfaat menunjukkansejauh mana sistem informasi

mendukung kinerja orang yang menggunakan sistem tersebut (Rai et al., 2002). Luzi dan

Mackenzie (1982) mengartikan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan sistem diantanya
terkait penghematan waktu, keakuratan dalam memecahkan masalah/memperlancar aktivitas

transaksi serta efisiensi dalam bertindak.

Selain itu juga keuntungan dapat diukur atas keefektivannya dalam mendukung

keputusan (Meador et al., 1984), serta perluasan wilayah (pasar). Pernyataan Wojciech dan Irani

(2010) mendukung pula atas beberapa pendapat Luzi dan Mackenzie (1982), selain itu pula

menjelaskan pendapat atas Bartezzaghi dan Ronchi (2003) bahwa selain akurat dan efisiensi juga

harus mempertimbangkan penurunan biaya/hemat, serta menjelaskan (Croom, 2009) bahwa

sistem menggambarkan transaksi yang berintegritas.

Kualitas Informasi Maksud penggu


penggunaan naan
Kualitas Pelayanan Manfaat

Kepuasan
Kualitas sistem pengguna

Gambar 2.1

DeLone and McLean Information System Success Model updated (2003)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu berguna untuk memperoleh informasi tambahan yang dapat

dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Penelitian mengenai e-procurement telah banyak

dilakukan, baik diluar negeri maupun didalam negeri.

a. Thesis Harjito (2014) mengenai “Model Evaluasi Kesuksesan Implementasi Sistem E-

Procurement Dalam Perspektif Teori Kontijensi”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

model evaluasi positif mempengaruhi kepuasan pengguna (user sastifation) berdasarkan


kerangka DeLone and McLean Information System Success Model (1992).

b. Penelitian Romi (2013) terkait “Testing Delone And Mclean Models in Financial

institutions”. Penelitian tersebut berdasarkan DeLone and McLean Information System

Success Model updated (2003). Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa dari 9

hubungan variabel dinyatakan hanya terdapat 5 hubungan variabel yang positif

berpengaruh.

c. Penelitian Elvandari (2011) mengenai “Adaptasi Model Delone dan Mclean yang

Dimodifikasi Guna Menguji Keberhasilan Implementasi Aplikasi Operasional Bank Bagi

Individu Pengguna: Studi Empiris Pada Bank Umum Di Kota Semarang”. Penelitian ini

berdasarkan kerangka evaluasi DeLone and McLean Information System Success Model

(1992), menghasilkan kesimpulan secara keseluruhan variabel yang diujikan adalah

positif berpengaruh.

d. Thesis Budiyanto (2009) mengenai “Evaluasi Kesuksesan SistemInformasi Dengan

Pendekatan Model Delone Dan Mclean (Studi Kasus Implementasi Billing System Di

RSUD Kabupaten Sragen)”. Penelitian ini menyimpulkan hampir keseluruhan seluruh

variabel yang digunakan dalam penelitiannya memberikan kontribusi hubungan positif,

kecuali variabel penggunaan (use) terhadap dampak individu.

e. Jurnal Wen Liung Shiau et al.(2014) dengan penelitian “Assesing The Validity Of IS

Succes Model : An Empirical Investigation On ERP Systems". Hasil kesimpulan didapat

kualitas informasi mempengaruhi penggunaan, kualitas sistem mempengaruhi

pengguanaan, kepuasan pengguna serta keuntungan nyata, penggunaan sistem

mempengaruhi kepuasan pengguna dan net benefit, kemudian tidak terdapat hubungan

kualitas informasi dengan kepuasan pengguna begitupula dengan kepuasan pengguna


dengan net benefit.

f. Juhari Iivari (2005) dengan penelitian “An Empirical Test Of The Delone-Mclean Model

Of Information System Success“ dengan hasil kesimpulan bahwa system quality dan

information quality memiliki hubungan yang signifikan terhadap user satisfaction,

System quality memiliki hubungan yang signifikan terhadap use dan user satisfaction

signifikan terhadap individual impact.

g. Tanya McGill, Valerie Hobbs, Jane Klobas (2003) tentang “User-developed Applications

and Information Systems Success: A Test of Delone and McLean’s Model”, menghasilkan

kesimpulan perceived information quality dan perceived system quality memiliki

hubungan positif yang signifikan terhadap user satisfaction. Sedangkan user satisfaction

juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap intended use dan perceived individual

impact.

2.3 Perumusan Hipotesis

DeLone and McLean Information System Success Model updated (2003) merupakan

model terbaru dalam mengukur tingkat kesuksesan atas sistem informasi atas berbagai macam

kegiatan transaksi. salah satunya sistem informasi dalam proses pengadaan barang dan jasa

elektronik e-procurement.alasan umum melakukan penelitian ini adalah karena belum adanya

ukuran yang baku dalam menetapkan penilaian atas kesuksesan sistem informasi, dan DeLone

and McLean Information System Success Model updated (2003) merupakan Model kesuksesan

sistem informasi yang sering digunakan sebagai acuan pengukuran tingkat kesuksesan sistem

informasi oleh mayoritas pengguna sistem informasi, serta telah dilakukan berbagai macam

penelitian oleh banyak peneliti. DeLone and McLean Information System Success Model updated
(2003) ditujukan pada proses e-procurement, karena e-procurement merupakan kegiatan yang

membutuhkan sistem informasi.

DeLone and McLean Information System Success Model updated (2003) merupakan

suatu pedoman pengukuran sistem informasi yang ditujukan secara umum, olehkarenanya perlu

dilakukan batasan-batasan terkait dengan kegiatan e-procurement didalam penelitian ini. Adapun

batasan-batasan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Penelitian bersifat hanya sebatas menguji apakah hubungan variabel pada DeLone and

McLean Information System Success Model updated (2003) terkait dengan kegiatan e-

procurement Pemerintah Kota Surakarta melalui beberapa penyesuaian.

b. Kerangka penelitian kesuksesan DeLone and McLean Information System Success

Model updated (2003) perlu diadaptasikan sesuai dengan kharakteristik lingkungan

penelitian ini, seperti halnya dimensi dan indikatornya.

c. Sistem pengadaan sepenuhnya mekanismenya dilakukan oleh para pengguna dalam

(para panitia pengadaan / LPSE) dan para pengguna luar hanya mengetahui secara

detail atas input dan output yang dihasilkan atas proses sistem pengadaan elektronik.

Para pengguna tidak mengetahui mengetahui secara detail atas proses sistem, sehingga

untuk variabel kualitas sistem (system quality) beserta hubungannya tidak dilakukan

pengujian, karena penelitian dilakukan berdasarkan persepsi pengguna luar

(perusahaan-perusahaan rekanan). Meski terdapat beberapa indikator kualitas sistem

yang mudah diukur dalam survei para pengguna luar namun indikator tersebut tidak

dapat mewakili keabsahan dari keseluruhan dimensi kualitas sistem.

d. Sistem informasi dalam e-procurement memiliki aturan yang kaku dalam

pelaksanaannya, jelas, terarah, terpusat, pengawasan ketat dan membutuhkan login


untuk memperoleh informasi. Sehingga variabel maksud penggunaan (intention to

use)tidak seharusnya digunakan ke dalam pengujian hipotesis ini.

e. Data kuesioner berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah diadaptasikan

dengan tujuan penelitian ini.

2.3.1 Pengaruh kualitas pelayanan (service quality) terhadap penggunaan (use)

Tambahan variabel baru yang tidak dilibatkan dalam DeLone and McLean Information

System Success Model (1992) adalah kualitas pelayanan. Pengujian atas kualitas pelayanan

dengan penggunaan sangat jarang sekali dilakukan atau dikesampingkan karena terdapat para

peneliti yang berasumsi bahwa hubungan variabel tersebut bukan merupakan hubungan variabel

yang mempengaruhi secara langsung, atau melalui variabel kepuasan pengguna terlebih dahulu.

Kualitas pelayanan merupakan suatu tindakan yang sangat diperlukan didalam

menjalankan suatu sistem. Adanya pelayanan dalam sistem yang baik maka akan dibarengi

dengan penggunaan terhadap sistem yang baik pula, baik intensitas penggunaannya ataupun

terkait bagaimana cara penggunaan atas sistem tersebut serta penggunaan sistem yang sesuai

tujuan atas dibuatnya sistem tersebut. Salah satu hubungan atas kedua variabel tersebut salah

satunya ditunjukkan oleh Fitzgerald dan Russo (2005). Studi expert systems, dijelaskan bahwa

para staf pelayanan sangat memberikan kontribusi besar terhadap kelangsungan hidup sebuah

sistem. Semakin baiknya pelayanan yang kompeten maka akan mempengaruhi lama waktu

penggunaan dan adopsi sistem informasi (Caldeira dan Ward, 2002). Pendapat lain, Halawi et al.

(2007) menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi antara kualitas pelayanan dengan maksud

penggunaan.
2.3.2 Pengaruh kualitas pelayanan (service quality) terhadap kepuasan pengguna (user

satisfaction)

Pengaruh kualitas pelayanan dengan kepuasan pengguna sering dilakukan pengujian,

salah satunya olehValerie A. Zeithamal, Leonard L. Berry, dan A. Parasuraman, dilakukan dari

tahun 1983 hingga tahun 1988 yang dikenal dengan penelitian SERQUAL (Service quality).

Korelasi dalam pengujian ini dilakukan melalui beberapa fase yang pada akhirnya menghasilkan

kesimpulan akhir bahwa hubungan antar variabeltersebut adalah positif. Penekanan unsur dalam

dimensi SERQUAL terhadap kepuasan pelanggan yaitu tangibel, Empati, dapat dihandalkan,

terjamin dan kemampuan respon.

Halawi et al. (2007) menyatakan terdapat hubungan signifikan antara kualitas pelayanan

yang diukur menggunakan SERVQUAL terhadap kepuasan pengguna dalam konteks

manajemen. Pendapat lain, pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan salah satunya

didukung oleh pernyataan Marble (2003), bahwa pemahaman saling menguntungkan diantara

kumpulan sistem informasi dan pengguna selama implementasi adalah tidak mempunyai dampak

signifikan pada sistem, begitupula dengan pendapat Palmer (2002) yang menyatakan dalam

penggunaan berbasis web bahwa daya tanggap dalam umpan balik, pemanduan, tanggapan-

tanggapan berulang-ulang tidak berhubungan dengan kepuasan pengguna website.

2.3.3 Pengaruh kualitas informasi (information quality) terhadap penggunaan (use)

Kualitas informasi adalah menggambarkan seberapa layak tingkat informasi yang bisa

diperoleh untuk menjadi layak konsumsi dan penggunaan menggambarkan bagaimana pengguna

menggunakan sistem. Tingkat penggunaan cenderung menggambarkan alasan pengguna

menggunakan sistem tersebut serta intensitas lama tingkat pemakaian terkait sistem yang

digunakan dengan informasi didalamnya yang dibutuhkan.


Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa hubungan kualitas informasi dengan

penggunanaan adalah negatif, salah satunya pernyataan Iivari (2005) dan McGill et al.(2003).

Meski demikian semakin majunya perkembangan informasi dan banyaknya perkembangan

dalam penelitian, salah satunya menguji hubungan antara variabel tersebut, sehingga

memungkinkan hasil penelitian terbaru yang bersifat positif atas hubungan variabel tersebut,

salah satunyaRai et al. (2002) dan Shiau et al. (2014) mendukung atas korelasi variabel tersebut.

2.3.4 Pengaruh kualitas informasi (information quality) terhadap kepuasan pengguna

(user satisfaction)

Penelitian hubungan variabel kualitas informasi dengan kepuasan pengguna salah satunya

dilakukan oleh yaitu Rai et al. (2002), McGill et al. (2003) serta Wu dan Wang (2006) dengan

penarikan kesimpulan positif berpengaruh, begitu pula dengan hasil penelitian Kulkarni et al.

(2006). Palmer (2002) menyatakan bahwa kualitas informasi website semacam isi dan tampilan

terdapat hubungan pengaruh terhadap kepuasan pengguna. Penelitian lain oleh Marble (2003)

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antar kualitas informasi dengan kepuasan

pengguna dalam dua organisasi sistem informasi.

2.3.5 Pengaruh penggunaan (use) terhadap kepuasan pengguna (user satisfaction)

Penelitian positif pengaruh penggunaan sistem terhadap kepuasan pengguna diteliti oleh

Iivari (2005), dalam penelitiannya mandatori, sistem informasi yang diukur berdasarkan

frekuensi dan penggunaan harian secara signifikan berpengaruh terhadap kepuasan pengguna.

Hasil positif juga diperoleh Chiu et al. (2007) dalam penelitian proses pembelajaran elektronik

(e-learning). Dukungan signifikan penggunaan sistem mempengaruhi kepuasan pengguna,,

bahwa semakin banyak penggunaan sistem merepresentasikan lebih input informasi yang benar,

sehingga pengguna dapat mendapat informasi berguna dari ERP-system dan para pengguna
mendapat informasi berguna seperti yang mereka inginkan sebagai bahan pengambilan

keputusan yang tepat (Shiau et al., 2014).

2.3.6 Pengaruh penggunaan (use) terhadap keuntungan bersih (net benefit)

Hubungan negatif antara dimensi penggunaan dengan keuntungan dibuktikan oleh hasil

penelitian McGill et al.(2003), Iivari (2005), sertaWu dan Wang (2006). Pernyataan McGill et al.

(2003) menghasilkan bahwa penggunaan yang dimaksudkan tidak signifikan berhubungan

dengan dampak individual. Penelitian lain hubungan antara penggunaan sistem dan manfaat pada

tingkat individu secara positif terkait dengan pengambilan keputusan yang lebih baik. Pengaruh

hubungan positif tersebut telah dilakukan oleh Rai et al. (2002), Devaraj dan Kohli (2003), dan

Kositanurit et al. (2006). Zhu dan Kraemer (2005) menemukan bahwa penggunaan online IS

untuk e-bisnis memiliki dampak positif yang signifikan pada nilai baik di negara maju dan

berkembang. Hubungan penggunaan sistem sangat berpengaruh terhadap kinerja pekerjaan

(Burton-Jones dan Straub, 2006). Penggunaan terus menerus yang berdampak positif untuk

mengurangi kesalahan input sehigga dapat memberikan informasi yang valid sebagai dasar

pertimbangan pengambilan keputusan. Keputusan yang baik tentunya akan meningkatkan

keuntungan yang diperoleh (Shiau et al., 2014)

2.3.7 Pengaruh kepuasan pengguna (user satisfaction) terhadap keuntungan (net benefit)

Hubungan kepuasan pengguna terhadap keuntungan dinyatakan Iivari, (2005) positif

kuat. Kepuasan pengguna berdampak pada peningkatan kinerja (McGill et al., 2003), serta

meningkatkan produktivitas dan keefektifan ( Rai et al., 2002; McGill dan Klobas, 2005).

Pendapat sedikit berbeda menyatakan hubungan pengaruh antara kepuasan pengguna terhadap

keuntungan adalah lemah (Celderman, 1998). Shiau et al. (2014) menyatakan bahwa rasa tertarik

tidak signifikan berpengaruh antara kepuasan pengguna dengan keuntungan nyata. Pengguna
terpuaskan karena sistem ERP mempunyai efisiensi dan itu tidak akan mempunyai arti lebih baik

apabila dipakai untuk diri mereka sendiri. meskipun ERP menyediakan informasi yang berguna

dalam pengambilan keputusan namun pengguna memiliki banyak faktor sebagai dasar

pengambilan keputusan sebagai bahan pertimbangan lain yang mempengaruhi dimensi

keuntungan nyata. Oleh karenanya kepuasan pengguna tidak cukup merefleksikan pengaruh

hubungan dengan keuntungan

2.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan DeLone and McLean Information System Success Model updated (2003)

adaptasi McGill et al. (2003), peneliti mengembangkan penelitian e-procurement pemerintah

Kota Surakarta berdasarkan persepsi pengguna luar dengan alur kerangka penelitian sebagai

berikut.

Kualitas Pelayanan H1 Penggunaan

H2 H6

H5 Manfaat /
H7 Keuntungan

H3 Kepuasan
Kualitas Informasi H4 Pengguna

Gambar 2.2

Kerangka Teoritis Pengujian Hipotesis

Keterangan :

H1

Pengaruh kualitas pelayanan (service quality) terhadap penggunaan (use).


H2

Pengaruh kualitas pelayanan (service quality) terhadap kepuasan pengguna

(user satisfaction).

H3

Pengaruh kualitas informasi (information quality) terhadap penggunaan

(use).

H4

Pengaruh kualitas informasi (information quality) terhadap kepuasan

pengguna (user satisfaction).

H5

Pengaruh penggunaan (use) terhadap kepuasan pengguna (user satisfaction).

H6

Pengaruh penggunaan (use) terhadap keuntungan bersih (net benefit).

H7

Pengaruh kepuasan pengguna (user satisfaction) terhadap keuntungan (net

benefit).

Anda mungkin juga menyukai