Anda di halaman 1dari 14

ASPEK HUKUM

CIVIL ENGINEERING 2020

Tugas Aspek Hukum Dalam Pembangunan

Dikerjakan Oleh:

DEFRI SETIAWAN SAEHANA

F 111 20 003

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
Palu – Sulawesi Tengah
2023 / 2024

A. Pengertian

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

Tender adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjaring pemberi jasa konstruksi
dengan tujuan untuk mendapatkan jasa konstruksi yang terbaik dalam melakukan
pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi. Selama ini pengadaan barang/jasa
dilakukan dengan langsung mempertemukan pihak-pihak yang terkait proyek yang
akan dilaksanakan namun seiring berkembangnya penggunaan teknologi informasi
dalam pengadaan barang/jasa ini membangun suatu sistem antara masyarakat dengan
pemerintahan yang dikenal dengan sebutan e-procurement. Penelitian ini membahas
mengenai analisa deskriptif antara sistem tender konvensional dan e-procurement
khususnya dibidang tender perkapalan. Hasilnya adalah sistem konvensional lebih
tepat untuk diterapkan pada pengadaan barang yang memiliki sistem rumit seperti
tender kapal baru sedangkan untuk produk yang sistemnya lebih simple dan memiliki
spesifikasi yang jelas bisa menggunakan e-procurement. Masing-masing sistem
memiliki kelebihan dan kekurangan tergantung dari penerapan dan jenis produk.

Konvensional adalah pengadaan secara langsung atau tatap muka dan dilaksanakan
dalam suatu tempat dan semua administrasi yang dilaksanakan dengan langsung antara
pihak panitia dan pihak penyedia barang/jasa (kontak langsung) dalam bentuk fisik.

E-Procurement adalah suatu aplikasi untuk mengelola data pengadaan barang/jasa


yang meliputi data pengadaan yang berbasis internet yang didesain untuk mencapai
suatu proses pengadaan efektif, efisien dan terintegrasi

Penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik diatur dalam


Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015[2] sebagai perubahan keempat atas Peraturan
Presiden nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah, dan
sebagaimana ketentuan dalam pasal 131 ayat (1) bahwa pada tahun 2012 K/L/D/I
wajib melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh
paket-paket pekerjaan.

B. Deskriptif Sistem Tender E-Catalouge

Penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik diatur dalam


Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 sebagai perubahan keempat atas Peraturan
Presiden nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah, dan
sebagaimana ketentuan dalam pasal 131 ayat (1) bahwa pada tahun 2012 K/L/D/I
wajib melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh
paket-paket pekerjaan. Selain itu dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 juga
mengatur mengenai Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sebagai unit kerja

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

K/L/D/I untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara


elektronik yang ketentuan teknis operasionalnya diatur oleh Peraturan Kepala LKPP
No. 2 Tahun 2010 tentang Layanan Pengadaan Secara Elektronik. LPSE dalam
menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik wajib
memenuhi ketentuan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Proses pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik ini akan lebih


meningkatkan dan menjamin terjadinya efisiensi, efektifitas, transparansi, dan
akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara. Selain itu, proses pengadaan
barang/jasa Pemerintah secara elektronik ini juga dapat lebih menjamin tersedianya
informasi, kesempatan usaha, serta mendorong terjadinya persaingan yang sehat dan
terwujudnya keadilan (non discriminative) bagi seluruh pelaku usaha yang bergerak
dibidang pengadaan barang/jasa Pemerintah. Sistem Pengadaan Secara Elektronik
(SPSE) dibuat untuk mewujudkan harapan pelaksanaan pengadaan barang/jasa
Pemerintah secara elektronik. Layanan yang tersedia dalam SPSE saat ini adalah e-
Tendering yaitu tata cara pemilihan barang/jasa secara elektronik yang ketentuan
teknis operasionalnya diatur oleh Peraturan Kepala LKPP No. 2 Tahun 2010 tentang
Layanan Pengadaan Secara Elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan sistem
pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.

Proses pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik ini akan lebih


meningkatkan dan menjamin terjadinya efisiensi, efektifitas, transparansi, dan
akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara. Selain itu, proses pengadaan
barang/jasa Pemerintah secara elektronik ini juga dapat lebih menjamin tersedianya
informasi, kesempatan usaha, serta mendorong terjadinya persaingan yang sehat dan
terwujudnya keadilan (non discriminative) bagi seluruh pelaku usaha yang bergerak
dibidang pengadaan barang/jasa Pemerintah. Sistem Pengadaan Secara Elektronik
(SPSE) dibuat untuk mewujudkan harapan pelaksanaan pengadaan barang/jasa
Pemerintah secara elektronik. Layanan yang tersedia dalam SPSE saat ini adalah e-
Tendering yaitu tata cara pemilihan

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

Keuntungan dan Kelemahan E-Purchasing

a. Keuntungan E-Purchasing

1) Memberikan kemudahan kepada K/L/D/I dalam melaksanakan pengadaan


untuk kebutuhan instansi karena pelaksanaan pengadaan dapat dilakukan
secara langsung terhadap barang/jasa yang diinginkan kepada penyedianya
langsung dan boleh menyebut merek;
2) Memberika kepastian spesifikasi teknis dan acuan harga yang seragam,
sehingga pihak Kementerian/lembaga/pemda/instansi tidak perlu membuat
spesifikasi, karena spesifikasi langsung bisa diambil dari E-Catalog;
3) Dokumen pengadaan disediakan dalam sistem aplikasi, sehingga mengurangi
dokumen seperti dalam dokumen pelelangan;
4) Tidak ada sanggah menyanggah dan mengurangi masalah hukum lainnya;
5) Pelaksanaan E-Purchasing akan terrecord, sehingga memudahkan monitoring
dan memudahkan sebagai bahan analisa;
6) Membentuk pasar nasional yang semakin jelas dan terukur;
7) Mempercepat penyediaan fasilitas kinerja kantor dan pelayanan masyarakat;
8) Mempercepat penyerapan anggaran.

b. Kelemahan E-Purchasing

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

1) Berpotensi tidak mencakup seluruh penyedia jasa, terutama penyedia jasa


tradisiona dan/atau kecil;
2) Proses perkembangan e-purchasing tergantung kesiapan jaringan internet di
seluruh area secara merata.

C. Deskriptif Sistem Tender Konvensional

Pelelangan Manual adalah proses pelelangan dimana seluruh dokumen penawaran


yang dicetak harus di jilid dan dibungkus menggunakan kertas sampul. Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah secara manual di atur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003.

Keuntungan dan kelemahan tender konvensional :

1. Keuntungan tender konvensional

Dikarenakan aanwijzing dilakukan secara tatap muka, maka Penyedia


Barang/Jasa Pelaksana Konstruksi dapat mengajukan pertanyaan mengenai
pekerjaan dan mendapat jawaban dari Panitia Pengadaan atau Unit Layanan
Pengadaan (ULP) dengan lebih jelas.

2. Kelemahan tender konvensional

1) Pemantauan jadwal pelelangan hanya diketahui secara manual, yaitu terdapat


pada Dokumen Pengadaan. Apabila terdapat perubahan jadwal, maka Panitia
Pengadaan akan memberitahukan melalui email masing-masing Penyedia
Barang/Jasa Pelaksana Konstruksi.
2) Dikarenakan sebagian kegiatan memerlukan tatap muka, maka dapat
memakan waktu yang cukup lama sehingga dalam proses pengerjaan
dokumen dapat terhambat.
3) Selain itu, dibutuhkan biaya eksternal pada saat Pendaftaran Lelang,
Aanwijzing, Pemasukan Dokumen Penawaran dan Pembuktian Kualifikasi.
4) Pada saat Penyedia Barang/Jasa Pelaksana Konstruksi melakukan
Pengambilan Dokumen Pengadaan, biasanya dikenakan biaya sebagai
pengganti biaya cetak Dokumen Pengadaan.
5) Dalam proses penyusunan Dokumen Penawaran semua Dokumen Penawaran
harus berbentuk hardcopy atau di cetak kemudian di fotocopy sesuai dengan
permintaan ULP. Dokumen Penawaran yang telah disusun rapi, kemudian di
jilid. Dalam proses penjilidan diperlukan waktu yang cukup lama.

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

6) Apabila terdapat kesalahan dalam hal penulisan atau penyusunan setelah


Dokumen Penawaran dijilid, diperlukan perbaikan yang memerlukan waktu
cukup lama. Untuk dilakukan pembongkaran, perbaikan untuk kemudian di
jilid dan di bungkus menggunakan kertas cokelat polos dan di lak sebagai
tanda bahwa dokumen tersegel. Dokumen Penawaran di tempel Nama Paket
Pekerjaan, Nama Panitia Pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan (ULP)
serta keterangan bungkusan berupa dokumen “Asli” atau “Copy”.
7) Dalam melakukan perjalanan Pemasukan Dokumen penawaran, Penyedia
Barang/Jasa Pelakasna Konstruksi sering kali terdapat hambatan seperti faktor
cuaca dan lalu lintas.
8) Dengan sistem manual, maka dalam proses pelelangan menjadi kurang efisien
dan efektif serta kurang terjaga kerahasiaan dokumen dan belum optimal
dalam mengurangi praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
9) Sering terjadi penguluran waktu yang kurang jelas dari Panitia Pengadaan atau
Unit Layanan Pengadaan (ULP).

D. Perbedaan Persyaratan tender elektronik dan konvensional

E. Tahapan sistem tender konvensional dan elektronik

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

Dilihat dari tabel di atas dapat simpulkan bahwa hal yang membedakan dari sistem
lelang anatara konvensional dengan e-purchasing adalah sistem penawarannya
sedangkan untuk kelengkapan dokumen kedua sistem tersebut memiliki konten-konten
pengadaan yang sama. Meskipun jumlah kegiatannya sama yaitu ada 13 (tiga belas)
kegiatan tetapi ada perbedaan dari segi prosedurnya dan penjadwalannya.

F. Perbedaan Kinerja

Terdapat berbagai metode untuk mengukur kinerja organisasi seperti balanced


scorecard, Integrated Performance Measurement System (IPMS), Performance Prism
dan value for money. Pada tulisan ini metode pengukuran kinerja yang digunakan
adalah value for money yang mengukur kinerja dilihat dari tiga unsur yaitu ekonomi,
efisiensi, dan efektifitas. Tiga unsur dalam value for money menurut Bastian (2006)
sebagai berikut:

1) Efisiensi adalah hubungan antara input dan output, dimana barang dan jasa yang
dibeli oleh organisasi digunakan untuk mencapai output tertentu.
2) Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur
berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan, dan prosedur organisasi
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Ekonomis adalah hubungan antara pasar dan input dimana barang dan jasa dibeli
pada kualitas yang diinginkan dan pada harga terbaik yang dimungkinkan.

Pendapat serupa mengenai value for money dinyatakankan oleh Mardiasmo (2009)
yang menyatakan bahwa value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi
sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi,

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

dan efektivitas. Adapun penjelasan ketiga unsur value for money menurut Mardiasmo
(2009) sebagai berikut:

1) Ekonomi merupakan pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu


pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input
value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana
organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu
dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
2) Efisiensi merupakan pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau
penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi
merupakan perbandingan output atau input yang dikaitkan dengan standar kinerja
atau target yang telah ditetapkan.
3) Efektivitas merupakan tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan
output.

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa value for money memiliki
tiga unsur penilaian yaitu ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Penilaian ekonomis
melalui penggunaan biaya yang paling menguntungkan untuk menghasilkan
barang/jasa terbaik, penilaian efisiensi dengan membandingkan barang/jasa yang
dihasilkan dari pelaksaanaan kegiatan dengan biaya yang digunakan, sedangkan
penilaian efektivitas dengan menilai tujuan atau target yang dicapai dari barang/jasa
yang dihasilkan.

Pendekatan value for money dapat digunakan untuk mengukur perbandingan


kinerja antara lelang konvensional dengan lelang internet dengan pengukuran sebagai
berikut:

1. Ekonomi

Ekonomi adalah penggunaan anggaran kegiatan pelaksanaan lelang secara optimal


sesuai dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan. Pengukuran ekonomi
dilakukan dengan mengidentifikasi komponen-komponen biaya yang diperlukan
dari masing-masing metode pelaksanaan lelang. Pelaksanaan lelang dikategorikan
lebih ekonomis apabila komponen biaya yang digunakan dalam suatu metode
pelaksanaan lelang lebih kecil dari metode pelaksanaan lelang lainnya.

2. Efisiensi

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

Efisiensi adalah hubungan antara output yang dihasilkan dengan input yang
digunakan dalam pelaksanaan lelang. Output dari pelaksanaan lelang meliputi hasil
bersih lelang, bea lelang, uang jaminan pembeli wanprestasi, serta PPh pasal 25,
sedangkan input lelang adalah komponen belanja yang diperlukan dalam
pelaksanaan lelang. Pelaksanaan lelang dapat dikatakan efisien bila mampu
menghasilkan output yang lebih besar dari input yang digunakan, atau dengan input
yang sama mampu menghasilkan output yang lebih besar. Selisih antara output
yang dihasilkan dari pelaksanaan lelang dengan input yang digunakan dalam
pelaksanaan lelang merupakan nilai efisiensi dari pelaksanaan lelang.

3. Efektivitas

Efektivitas dalam pelaksanaan lelang adalah ukuran keberhasilan pelaksanaan


lelang sesuai dengan target atau tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran
efektivitas dengan mengukur berhasil atau tidaknya mencapai tujuan. Pelaksanaan
lelang dikatakan efektif apabila dapat mencapai target atau tujuan yang telah
ditetapkan sebagai ukuran keberhasilan misi lelang. Pengukuran efektivitas
dilakukan dengan mengukur tingkat kompetitif pelaksanaan lelang. Pengukuran
dilakukan dengan menganalisis persaingan yang terjadi diantara para peserta lelang
dalam melakukan penawaran harga lelang. Kompetitif diukur dari tingkat kenaikan
harga yang terbentuk dalam pelaksanaan lelang dibandingkan dengan harga dasar
(harga limit) barang yang dilelang.

Pengukuran perbandingan kinerja antara lelang konvensional dengan lelang


internet dilakukan dengan menggunakan data hasil pelaksanaan lelang pada salah satu
KPKNL di luar Pulau Jawa tahun 2015-2016 dengan hasil sebagai berikut:

1. Ekonomi
Pengukuran ekonomi dilakukan dengan mengukur biaya yang diperlukan dalam
pelaksanaan lelang. Pengukuran dilakukan dengan melakukan identifikasi biaya
dan penghitungan biaya. Identifikasi biaya dilakukan untuk mengetahui komponen
biaya beserta faktor-faktor yang memicu terjadinya biaya. Dari hasil identifikasi
diketahui terdapat tiga komponen biaya lelang yaitu biaya pencetakan dokumen,
biaya pencetakan laporan lelang; dan biaya perjalanan dinas. Penghitungan biaya
dilakukan dengan mengalikan antara pemicu biaya dengan harga per satuan. Dari
hasil pengukuran ekonomi diperoleh perbandingan biaya sebagaimana Tabel 3.

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

Dilihat dari aspek ekonomi dengan membandingkan komponen biaya lelang yang
dikeluarkan oleh KPKNL dapat disimpulkan bahwa biaya untuk pelaksanaan lelang
konvensional dan lelang internet hampir sama namun lelang internet sedikit lebih
ekonomis dari lelang konvensional. Dari Tabel 1 terlihat bahwa perbedaan biaya
hanya terdapat pada biaya pencetakan dokumen lelang sedangkan komponen biaya
yang lainnya sama. Faktor yang menyebabkan lelang internet lebih ekonomis dari
lelang konvensional karena jumlah lembar dokumen yang digunakan pada lelang
internet lebih sedikit dari lelang konvensional. Perbedaan jumlah lembar dokumen
terjadi karena (i) tidak perlu mencetak kepala risalah lelang karena kepala risalah
lelang sudah ditampilkan di dalam aplikasi pada lelang internet, (ii) tidak
diperlukan lagi formulir surat penawaran lelang karena penawaran dilakukan
melalui online, (iii) tidak diperlukan lagi formulir daftar penyetoran dan
pengembalian uang jaminan lelang karena penyetoran dan pengembalian uang
jaminan menggunakan virtual account yang bekerjasama dengan pihak bank.

Apabila dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh peserta lelang, biaya untuk
mengikuti lelang internet lebih murah dibandingkan dengan biaya untuk mengikuti
lelang konvensional. Lebih murahnya biaya lelang internet karena peserta lelang
internet tidak perlu hadir ke tempat pelaksanaan lelang sedangkan untuk lelang

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

konvensional peserta lelang harus hadir ke tempat lelang. Dengan mengikuti lelang
internet peserta lelang akan lebih menghemat biaya perjalanan dan waktu karena
peserta lelang dapat mengikuti lelang dimanapun dan kapanpun berada.

2. Efisiensi
Dilihat dari aspek efisiensi dengan membandingkan antara penerimaan lelang
dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan lelang diperoleh hasil
pengukuran tingkat efisiensi pelaksanaan lelang konvensional dan lelang internet
sebagaimana Tabel 2 sampai dengan Tabel 3.

Tabel 4. Efisiensi pelaksanaan lelang konvensional tahun 2015-2016

Tabel 4. Efisiensi pelaksanaan lelang konvensional tahun 2015-2016

Berdasarkan hasil penghitungan diketahui nilai efisiensi pelaksanaan lelang


konvensional tahun 2015 sebesar Rp109,02 dan tahun 2016 sebesar Rp94,22, hal
ini berarti bahwa setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan lelang
konvensional akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp109,02 pada tahun 2015
dan sebesar Rp94,22 pada tahun 2016. Nilai efisiensi pelaksanaan lelang internet
tahun 2015 sebesar Rp88,36 dan tahun 2016 sebesar Rp41,49, hal ini berarti bahwa
setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan lelang internet akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp88,36 pada tahun 2015 dan sebesar Rp41,49
pada tahun 2016.

Dilihat dari aspek efisiensi dengan membandingkan antara penerimaan dengan


biaya lelang dapat disimpulkan bahwa lelang konvensional lebih efisien dari lelang
internet karena setiap 1 rupiah biaya yang digunakan pada pelaksanaan lelang
konvensional akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar. Faktor yang
menyebabkan lelang konvensional lebih efisien yaitu rata-rata penerimaan per 1

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

(satu) risalah lelang dari pelaksanaan lelang konvensional lebih besar dibandingkan
dengan penerimaan dari lelang internet sedangkan dari faktor rata-rata pengeluaran
per 1 (satu) risalah lelang antara lelang konvensional dengan lelang internet tidak
jauh berbeda. Pelaksanaan lelang konvensional pada tahun 2015 menghasilkan rata-
rata penerimaan per 1 (satu) risalah lelang sebesar Rp31.354.485,69 dan pada tahun
2016 sebesar Rp32.315.835,48. Penerimaan lelang konvensional tersebut jauh
melebihi penerimaan lelang internet yang hanya menghasilkan rata-rata penerimaan
per 1 (satu) risalah lelang sebesar Rp17.907.473,93 pada tahun 2015 dan sebesar
Rp18.585.899,13 pada tahun 2016. Dari faktor biaya pengeluaran, rata-rata
pengeluaran per 1 (satu) risalah lelang pada lelang konvensional sebesar
Rp287.609,50 pada tahun 2015 dan sebesar Rp342.970,10 pada tahun 2016,
sedangkan rata-rata pengeluaran per 1 (satu) risalah lelang pada lelang internet
sebesar Rp202.659,70 pada tahun 2015 dan sebesar 447.919,02 pada tahun 2016.

Kondisi tersebut disebabkan karena metode penawaran lelang secara konvensional


masih menjadi pilihan utama dalam pelaksanaan lelang. Pada tahun 2015 dari 784
frekuensi lelang sebanyak 696 frekuensi lelang atau 88,76% menggunakan metode
penawaran lelang konvensional. Selanjutnya pada tahun 2016 dari 881 frekuensi
lelang sebanyak 760 frekuensi lelang atau 86,27% menggunakan metode
penawaran lelang konvensional. Dengan dominannya penggunaan metode
pelaksanaan lelang konvensional menyebabkan peluang untuk memperoleh
penerimaan dari lelang konvensional akan lebih besar dari lelang internet yang
akan menyebabkan nilai efisiensi lelang konvensional lebih tinggi dari lelang
internet.

3. Efektivitas

Dilihat dari aspek efektivitas dengan mengukur tingkat kenaikan harga lelang
diketahui bahwa dari 696 frekuensi lelang konvensional sebanyak 171 risalah
lelang berkategori “laku/terjual” dengan rata-rata kenaikan sebesar 20,22%,
selanjutnya pada tahun 2016, dari 760 frekuensi lelang konvensional sebanyak 191
risalah lelang berkategori “laku/terjual” dengan rata-rata kenaikan sebesar 20,92%.
Tingkat kompetitif pelaksanaan lelang internet tahun 2015 diketahui bahwa dari 88
frekuensi lelang terdapat 31 risalah lelang berkategori “laku/terjual” dengan rata-
rata kenaikan sebesar 113,96%, selanjutnya pada tahun 2016, dari 121 frekuensi
lelang terdapat 20 risalah lelang berkategori “laku/terjual” dengan rata-rata
kenaikan sebesar 78,11%.

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

Dari pengukuran aspek efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan


lelang internet lebih kompetitif dari lelang konvensional. Hal ini terlihat dari rata-
rata persentase kenaikan harga pada lelang internet lebih tinggi dari lelang
konvensional. Faktor-faktor yang menyebabkan lelang internet lebih kompetitif
dari lelang konvensional adalah:

1) masing-masing peserta lelang tidak mengetahui berapa jumlah peserta lelang,


antar peserta lelang tidak saling kenal, dan masing-masing peserta lelang
memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan penawaran harga lelang.
Kondisi ini mengakibatkan pelaksanaan lelang internet bebas dari intimidasi
lelang antar peserta lelang sehingga terbentuk suasana kompetitif dalam
penawaran harga lelang.
2) jumlah peserta lelang internet tidak dibatasi oleh jarak dan waktu karena peserta
lelang tidak perlu hadir pada saat lelang. Penawaran lelang cukup dilakukan
melalui aplikasi lelang. Semakin banyaknya peserta lelang akan semakin
meningkatkan suasana kompetitif.

G. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan, maka dapat di ambil
kesimpulan sebagai berikut :
1) Terdapat perbedaan antara Pelelangan Manual dan Pelelangan Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yaitu tahap-tahap pelelangan.
2) Pelelangan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) lebih efisien secara
waktu dan biaya dibandingkan Pelelangan Manual.
3) Dari Pelelangan Manual dan Pelelangan LPSE, masing-masing sistem
pelelangan mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Namun Pelelangan
LPSE lebih

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003


ASPEK HUKUM

DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/konstruksia/article/download/5659/3828

http://ejurnal.universitaskarimun.ac.id/index.php/jalasena/article/view/97

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12649/Lelang-konvensional-dan-
lelang-internet-manakah-yang-terbaik.html

DEFRI SETIAWAN SAEHANA / F 111 20 003

Anda mungkin juga menyukai