Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

ANALISIS DATA KUALITATIF

1. Konsep analisis data kualitatif


Penelitian kualitatif merupakan prosedur ilmiah untuk menghasilkan pengetahuan
tentang realitas social dan dilakukan dengan sadar dan terkendali. Sebagai sebuah
kegiatan ilmiah, penelitian kualitatif sangat peduli dengan persoalan cara data dianalisis,
sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Oleh sebab itu, peneliti yang
menggunakan metode penelitian kulalitatif mestilah memberikan perhatian yang serius
terhadap analisis datanya. Perhatian serius tersebut dapat diberikan apabila seorang
peneliti mengetahui cara data semestinya di analisis dalam penelitian kualitatif.
Terdapat berbagai pengertian tentang analisis data dalam penelitian kualitatif. Dalam
bagian ini akan diulas tiga definisi untuk melihat benang merah diantara definisi yang
ada. Tujuannya adalah untuk memungkinkan kita merumuskan definisi sendiri tentang
analisis data dalam penelitian kualitatif 1
Pertama, marilah kita perhatikan defenisi analissi data dalam penelitian kualitatif yang
dirumuskan oleh miles dan huberman. Menurut mereka, analisis data kualitatif adalah
mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Reduksi data mereka artikan
sebagai kegiatan pemilihan data penting dan tidak penting dari data yang telah
terkumpul (lih. Penjelasan analisis data menurut miles dan huberman pada bagian
berikut). Penyajian data mereka artikan sebagai penyajian informasi yang tersusun.
Kesimpulan data mereka artikan sebagai tafsiran atau interprestasi terhadap data yang
telah disajikan ( miles dan huberman, 1992: 16 – 19 ). Hal penting dari defenisi miles dan
huberman adalah analisis data dalam penelitian kualitatif bukan kegiatan
mengkuantifikasian (menghitung).

Hubungan antara analisis data dan pengumpulan data menurut Milles dan Huberman

1
Afrizal, metode penelitian kualitatif, Jakarta: rajawali pers, 2015. Hal 173-175

1
gambar II .1 :
H
PENGUMPULAN
DATA

SAJIAN DATA
REDUKSI

PENARIKAN
KESIMPULAN

(Hubungan antara analisis data dan pengumpulan data menurut Milles dan Huberman)

Kedua adalah defenisi yang dirumuskan oleh spradley (1997: 117 – 119). Bagi spradley,
analisis data dalam penelitian kualitatif adalah pengujian sistematis terhadap data.
Tekanan spradley adalah pada pengujian yang sistematis terhadap data yang telah
dikumpulkan sebagai esensi analisis data dalam penelitian kualitatif. Bagi spradley, yang
dimaksud dengan pengujian sistematis terhadap data yang dikumpulkan adalah: 1)
menentukan bagian-bagian dari data yang telah dikumpulkan; 2) menemukan hubungan
diantara bagian-bagian data yang dikumpulkan dan hubungan antara bagian-bagian data
tersebut dengan keseluruhan data. Semua ini, katanya, dilakukan dengan cara
mengkategorisasi informasi yang telah dikumpulkan dan kemudian mencari hubungan
antara kategori-kategori yang telah dibuat. Semua itu kata spradley, berarti analisi data
dalm penelitian kualitatif merupakan suatu kegiatan yang menerapkan cara berpikir
tertentu. Karna pengujian yang sistematis terhadap data merupakan penentuan bagian-
bagian data dan penemuan hubungan/ kaitan antardata, maka pengujian yang
sistematis sama dengan reduksi data yang disampaikan oleh miles dan huberman.
Ketiga adalah defenisi analisis data dalam penelitian kualitatif yang dirumuskan oleh
patton menurut dia, analisis data dal penelitian kualitatif adalah proses mengatur
urutan data, mengorganisasikan data ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian

2
dasar’’ (patton, 1980 dalam moleong, 1996: 103). Pandangan patton ini sama dengan
pandangan spradley diatas dan sama juga dengan pandangan miles dan huberman.
Keempat definisi diatas dapat dipahami saling melengkapi. Hal yang dimaksud proses
mengaturan data oleh patton sama dengan hal yang dimaksud reduksi data oleh miles
dan huberman dan penentuan bagian-bagian data oleh spradley. Hal yang disebut
pengorganisasian data kedalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar oleh patton
sama dengan penyajian data oleh Miles dan huberman dan penentuan hubungan data
(kategorisasi) oleh spradley.
Berdasarkan keempat definisi diatas, dapat kita simpulkan beberapa hal. Pertama, seprti
definisi-definisi yang lain yang ditemukan dalam berbagi buku metode penelitian
kualitatif, analisis data dalam penelitian kualitatif tidak suatu proses kuantifikasi data,
melainkan suatu proses pengolahan data mentah berupa penuturan, perbuatan, catatan
lapangan dan bahan-bahan tertulis yang lain yang memungkinkan peneliti untuk
menemukan hal-hal yang sesuai dengan pokok persoalan yang diteliti. Kedua, luaran
analisis data bukan angka, bukan signifikansi hubungan yang dinyatakan dengan angka,
bukan pula distribusi, melainkan kategori atau klasifikasi atau tipologi, analisis data
dalam penelitian kualitatif oleh sebab itu adalah kegiatan yang menghasilkan kategori,
klasifikasi atau tipologi data.
2. Penafsiran data kualitatif
Proses penafsiran data pada realitanya tidak dapat dipisahkan dengan proses analisis
data. Pada penelitian kualitatif, analisis data dan penafsirannya berjalan secara
bersamaan, meskipun hasil penafsiran biasanya dihasilkan setelah analisis data dianggap
rampung2.
Mengutip pemikiran Schaltzman dan Strauss yang dikutip Moleong (2002:197) yang
mengatakan bahwa tujuan dari penafsiran data ada 3 (tiga) macam, yaitu: deskripsi
semata, deskrisi analitik dan teori substantive. Dari ketiga tujuan ini, penelitian kualitatif
lebih menekankan kepada tujuan untuk menyusun teori substantive. Menurut Creswell

2
Mahrus aryadi. 2010. Metode penafsiran data kualitatif. https://simdos.unud.ac.id, diakses tanggal 27 september
2017

3
(1994:160), penafsiran hasil penelitian kualitatif sangat dipengaruhi oleh tipe
penelitiannya, apakah studi kasus, etnografi, ataukah fenomenologi. Menurut Glaser
dan Strauss (Moleong, 2002:207), langkah penafsiran data kualitatif dapat
menggunakan metode analisis komparatif. Pendapat ini sejalan dengan pengalaman
penelitian penulis yang menggunakan tipe fenomenologi untuk penelitian disertasi.
Untuk menafsirkan data, maka analisis yang digunakan harus sesuai pula dengan tipe
penelitian (dalam hal contoh kasus makalah ini bertipe fenomenologi). Analisis data
fenomenologi yang telah dilakukan oleh penulis, mengacu pada pendapat Moustakas
(1994:122), dapat diuraikan sebagai berikut:
1)Peneliti membaca hasil wawancara dengan berulang-ulang. Hal ini dilakukan agar
peneliti memahami dengan benar dan jelas hasil wawancara yang telah dilakukan.
2)Memasukan data dalam tabel horisonalisasi. Pada kolom pertama tabel horisonalisasi,
peneliti memasukan kalimat-kalimat penting yang berhubungan dengan masalah
penelitian dari kalimat wawancara tersebut. Pada kolom kedua mencari makna dari
kalimat dalam kolom pertama.
3)Dalam membuat makna dari pernyataan informan kunci dan subjek, peneliti berusaha
menggunakan bahasa yang jelas agar esensi atau makna terdalam dari pernyataan
tersebut mudah diketahui.
4)Pada kolom ketiga dari tabel horisonalisasi berisi makna terdalam dari maknamakna
pernyataan informan kunci dan subjek. Peneliti kemudian mensintesakan dan
mengintegrasikan dalam sebuah harmoni makna.
5)Makna terdalam dalam bentuk harmoni makna inilah yang menjadi fokus bahasan
peneliti serta menjadi hasil penelitian peneliti dalam bab pembahasan.

Sembari menganalisis data yang telah diolah, maka proses penafsiranpun sudah dapat
dilakukan. Penafsiran data kualitatif dilakukan dengan mengkonfirmasi,
menghubungkan, membandingkan dan menelaah data atau pendapat yang sudah ada.
Disinilah diperlukan ketepatan seorang peneliti atau pembimbing untuk memilih teori
dasar yang dijadikan acuan untuk nantinya disandingkan dengan temuan penelitian.

4
Penafsiran data kualitatif dilakukan dengan memperbandingkan teori yang telah dikutip
dalam temuan lapangan. Hasil penafsiran data kualitatif dapat berupa menguatkan teori
yang ada, mempertanyakan, menambahkan ataupun menemukan teori (proposisi,
konsep) yang baru. Kelebihan dari pendekatan kualitatif adalah dimungkinkannya
menambahkan teori lain selain teori yang telah dikutip, sehingga kekayaan intelektual
peneliti menjadi lebih terasah. Hal yang perlu dipahami kita bersama, penafsiran data
kualitatif merupakan sebuah seni merangkaikan kata untuk membentuk suatu kalimat
(proposisi) hasil dari analisis data yang berbasis alamiah (natural). Realita ini
memberikan kesadaran kepada kita bahwa penafsiran data kualitatif memerlukan
kombinasi keilmuan (akal) dan rasa (qalbu) yang saling berintegrasi satu sama lainnya.
3. Aplikasi penelitian kualitatif: studi kasus
Memilih pendekatan tertentu dalam kegiatan penelitian harus disadari bahwa ia
memiliki konsekuensi tersendiri sebagai sebuah proses yang harus diikuti secara
konsisten dari awal hingga akhir agar memperoleh hasil yang maksimal dan bernilai
ilmiah sesuai dengan kapasitas, daya jangkau dan maksud dari pendekatan tersebut.
Seperti dikatakan Vernon van Dyke (1960), sebuah pendekatan mengisyaratkan
sejumlah kriteria untuk menyeleksi data yang dianggap relevan. Dengan kata lain
sebuah pendekatan mencakup didalamnya standar dan cara kerja atau prosedur
tertentu dalam proses penelitian, termasuk misalnya memilih dan merumuskan
masalah3, menjaring data, serta menentukan unit analisis yang akan diteliti dan lain
sebagainya.
Dalam khazanah metodologi, sebuah pendekatan diakui selain mengandung
senjumlah keunggulan, juga memiliki beberapa kelemahan tertentu. Hal ini adalah
sesuatu yang wajar dan universal adanya. Karena itu memang harus disadari sejak awal.
Meskipun demikian, tidak berarti sebuah pendekatan menjadi tidak sah atau tidak
penting untuk digunakan. Sebab, persoalannya lebih terletak pada bagaimana
menggunakan dan menempatkan sebuah pendekatan (dengan keunggulan dan
kelemahan yang melekat padanya) dalam suatu studi dengan masalah yang relevan

3
Burhan bungin, analisis data penelitian kualitatif, Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Hal 18

5
ditelaah menurut logika pendektan tersebut. Dalam konteks ini, peneliti diharapkan
bersikap cermat memilih sebuah pendekatan agar benar-benar sesuai dengan masalah
yang diangkat atau diajukan serta tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian
yang dilakukan.
Pendekatan kualitatif (qualitative research) dalam penelitian social adalah salah
satu pendekatan utama yang pada dasarnya adalah sebuah label atau nama yang
bersifat umum saja dari dari sebuah rumpun besar metodologi penelitian. Tetapi aspek-
aspek yang bersifat kemetodean, dalam arti yang dapat dipraktikkan dalam kegiatan
penelitian kualitatif. Terdapat berbagai variasi atau jenis-jenis metode. Jenis-jenis
metode tersebut, yang utama misalnya: metode atau studi etnografi, studi grounded,
studi life histori, observasi partisipan, dan studi kasus. Masing-masing jenis studi itu
memiliki karakteristik kemetodean dan teknik-teknik spesipik tersendiri dalam
mendekati dan menelaah sebuah fenomena social. Tulisan ini serta seluruh pembahasan
di dalamnya, bermaksud dan hanya ingin menyajikan secara singkat hakekat dari apa
yang disebut studi kasus (case study) dalam konteks pendekatan atau penelitian
kualitatif.
Apa dan Mengapa Studi Kasus itu?

Studi Kasus berasal dari terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau “Case
Studies”. Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford Advanced
Learner’s Dictionary of Current English (1989; 173), diartikan sebagai 1). “instance or example of
the occurance of sth., 2). “actual state of affairs; situation”, dan 3). “circumstances or special
conditions relating to a person or thing”. Secara berurutan artinya ialah 1). contoh kejadian
sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3). lingkungan atau kondisi tertentu
tentang orang atau sesuatu.

Dari penjabaran definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Studi Kasus ialah
suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang
suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang,
lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa

6
tersebut. Biasanya, peristiwa yang dipilih yang selanjutnya disebut kasus adalah hal yang aktual
(real-life events), yang sedang berlangsung, bukan sesuatu yang sudah lewat4.

Masalahnya ialah kasus (case) sendiri itu apa? Yang dimaksud kasus ialah kejadian atau
peristiwa, bisa sangat sederhana bisa pula kompleks. Karenanya, peneliti memilih salah satu
saja yang benar-benar spesifik.
Peristiwanya itu sendiri tergolong “unik”. “Unik” artinya hanya terjadi di situs atau lokus
tertentu. Untuk menentukan “keunikan” sebuah kasus atau peristiwa, Stake membuat rambu-
rambu untuk menjadi pertimbangan peneliti yang meliputi:

1. hakikat atau sifat kasus itu sendiri,


2. latar belakang terjadinya kasus,
3. seting fisik kasus tersebut,
4. konteks yang mengitarinya, meliputi faktor ekonomi, politik, hukum dan seni,

5. kasus-kasus lain yang dapat menjelaskan kasus tersebut,


6. informan yang menguasai kasus yang diteliti.

Secara lebih teknis, meminjam Louis Smith, Stake menjelaskan kasus (case) yang
dimaksudkan sebagai a“bounded system”, sebuah sistem yang tidak berdiri sendiri. Sebab,
hakikatnya karena sulit memahami sebuah kasus tanpa memperhatikan kasus yang lain. Ada
bagian-bagian lain yang bekerja untuk sistem tersebut secara integratif dan terpola. Karena
tidak berdiri sendiri, maka sebuah kasus hanya bisa dipahami ketika peneliti juga memahami
kasus lain. Jika ada beberapa kasus di suatu lembaga atau organisasi, peneliti Studi Kasus
sebaiknya memilih satu kasus terpilih saja atas dasar prioritas. Tetapi jika ada lebih dari satu
kasus yang sama-sama menariknya sehingga penelitiannya menjadi Studi Multi-Kasus, maka
peneliti harus menguasai kesemuanya dengan baik untuk selanjutnya membandingkannya
satu dengan yang lain.

Menurut Endraswara (2012: 78), yang terakhir ini bisa disebut sebagai Studi Kasus
Kolektif (Collective Case Study). Walau kasus yang diteliti lebih dari satu (multi-kasus),
prosedurnya sama dengan studi kasus tunggal. Sebab, baik Studi Multi-Kasus maupun Multi-
Situs merupakan pengembangan dari metode Studi Kasus. Terkait dengan pertanyaan yang
lazim diajukan dalam metode Studi Kasus, karena hendak memahami fenomena secara
mendalam, bahkan mengeksplorasi dan mengelaborasinya, menurut Yin (1994: 21) tidak cukup

4
http://repository.uin-malang.ac.id, Studi kasus dalam penelitian kualitatif diakses pada tanggal 3 oktober 2017

7
jika pertanyaan Studi Kasus hanya menanyakan “apa”, (what), tetapi juga “bagaimana” (how)
dan “mengapa” (why). Pertanyaan “apa” dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan
deskriptif (descriptive knowledge), “bagaimana” (how) untuk memperoleh pengetahuan
eksplanatif (explanative knowledge), dan “mengapa” (why) untuk memperoleh pengetahuan
eksploratif (explorative knowledge). Yin menekankan penggunaan pertanyaan “bagaimana” dan
“mengapa”, karena kedua pertanyaan tersebut dipandang sangat tepat untuk memperoleh
pengetahuan yang mendalam tentang gejala yang dikaji. Selain itu, bentuk pertanyaan akan
menentukan strategi yang digunakan untuk memperoleh data.
Karena kurangnya pemahaman mengenai Studi Kasus, saya sering menemukan
mahasiswa menggunakan pertanyaan “apa” dan “bagaimana” saja, sehingga jawaban atau
temuan penelitian kurang mendalam. Ada yang beranggapan bahwa jawaban terhadap
pertanyaan “mengapa” (why) sudah tercakup dalam jawaban pertanyaan “bagaimana” (how),
yang tentu saja tidak benar. Sebab, pertanyaan “bagaimana” menanyakan proses terjadinya
suatu peristiwa, sedangkan pertanyaan “mengapa” (why) mencari alasan (reasons) mengapa
peristiwa tertentu bisa terjadi. Untuk memperoleh alasan (reasons) mengapa sebuah tindakan
dilakukan oleh subjek, peneliti harus menggalinya dari dalam diri subjek. Perlu diketahui bahwa
peneliti Studi Kasus ingin memahami tindakan subjek dari sisi subjek penelitian, bukan dari sisi
peneliti.

Pada tahap ini diperlukan kerja peneliti secara komprehensif dan holistik. Semakin
peneliti dapat memilih kasus atau bahan kajian secara spesifik dan unik, dan diyakini sebagai
sebuah sistem yang tidak berdiri sendiri, maka semakin besar pula manfaat Studi Kasus bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Lewat Studi Kasus sebuah peristiwa akan terangkat ke
permukaan hingga akhirnya menjadi pengetahuan publik. Diakui bahwa ada tiga persoalan yang
memang tidak mudah dalam melakukan Studi Kasus, yaitu;

1. Bagaimana cara menentukan kasus yang akan diangkat sehingga dianggap berbobot
secara akademik,

2. Bagaimana menentukan data yang relevan untuk dikumpulkan,


3. Apa yang harus dilakukan setelah data terkumpul.
Table II.1. Berikut adalah contoh pertanyaan penelitian untuk beberapa jenis dan strategi
penelitian menurut Yin, (1994: 6):

Jenis penelitian Bentuk pertanyaan Memerlukan Fokus pada


penelitian kontrol terhadap peristiwa
peristiwa yang kontemporer ?
diteliti?

8
Eksperimen bagaimana, mengapa Iya Iya

Survei siapa, apa, di mana, Tidak Iya


berapa banyak

Analisis arsif siapa, apa, di mana, Tidak iya/tidak


berapa banyak

Sejarah bagaimana, mengapa Tidak Tidak

Studi Kasus Bagaimana, mengapa Tidak Iya

Dilihat dari kasus yang diteliti, menurut Endraswara (2012: 78), Studi Kasus dapat dibagi
menjadi dua golongan, yaitu Studi Kasus berupa penyimpangan dari kewajaran dan Studi Kasus
ke arah perkembangan yang positif. Studi Kasus pertama bersifat kuratif, dan disebut Studi
Kasus Retrospektif (Retrospective Case Study), yang memungkinkan ada tindak lanjut
penyembuhan atau perbaikan dari suatu kasus (treatment). Tindak penyembuhan tidak harus
dilakukan oleh peneliti, tetapi oleh orang lain yang kompeten. Peneliti hanya memberikan
masukan dari hasil penelitian.

Sedangkan yang kedua disebut Studi Kasus Prospektif (Prospective Case Study). Jenis
Studi Kasus ini diperlukan untuk menemukan kecenderungan dan arah perkembangan suatu
kasus. Tindak lanjutnya berupa Penelitian Tindakan (Action Research) yang dilakukan juga oleh
pihak lain yang berkompeten.

Berikut adalah beberapa-beberapa contoh peristiwa yang bisa diangkat menjadi objek
Penelitian Studi Kasus.

a). Misalnya, sebuah sekolah memperoleh banyak prestasi, di bidang akademik, olah raga,
kebersihan dan lingkungan sekolah, baik di tingkat lokal, provinsi bahkan nasional. Prestasi-
prestasi itu diraih ketika sekolah dipimpin oleh seorang ibu yang diangkat dari salah seorang
guru di sekolah tersebut. Selama menjadi guru, prestasi ibu itu biasa-biasa saja dan praktis tidak
ada yang menonjol. Tetapi semua warga sekolah mengenal ibu itu sebagai sosok yang tekun
dan tidak suka menonjolkan diri. Model kepemimpinan ibu kepala sekolah itu pantas dijadikan
“kasus” untuk diteliti mengapa itu bisa terjadi. Jika peneliti bisa menggali model kepemimpinan
ibu kepala sekolah, akan bisa diperoleh banyak pelajaran yang bermanfaat, tidak saja bagi
peneliti itu sendiri dan sekolah tetapi juga masyarakat luas. Contoh kasus di atas bisa diteliti
oleh mahasiswa bidang Manajemen Pendidikan.

9
b). Di sebuah kantor perusahaan swasta sering terjadi keributan karena uang dan barang-
barang milik karyawan sering hilang. Berkali-kali manajer perusahaan memberi pengarahan dan
mengingatkan jika tertangkap pelakunya akan diberi sanksi, mulai dari sanksi ringan hingga
berat, sampai pemecatan. Bahkan pernah mengundang polisi untuk memberi pengarahan
serupa. Peringatan berkali-kali dari pimpinan perusahaan dan kepolisian tidak ada efeknya
sama sekali. Buktinya pencurian masih saja terus terjadi. Nah, suatu kali perusahaan
mengundang seorang da’i untuk berceramah di hari peringatan keagamaan. Karena sebagian
besar karyawan senang, sang da’i itu diundang lagi beberapa kali. Dalam ceramahnya, da’i itu
tidak lupa menyelipkan makna kejujuran dalam hidup dan apa konsekwensinya di hadapan
Tuhan jika seseorang tidak jujur. Sejak itu pencurian mereda, bahkan akhirnya tidak ada sama
sekali. Jelas sekali bahwa sentuhan spiritualitas jauh lebih efektif daripada peringatan atau
ancaman dari pimpinan. Peristiwa tersebut bisa diangkat menjadi “kasus” penelitian Studi
Kasus.

c). Sebuah sekolah memiliki masukan (input) siswa yang sangat baik, umumnya dari anak-anak
keluarga kelas menengah ke atas. Prestasi demi prestasi pun diraih oleh para siswa hampir di
semua bidang. Di sekolah lain yang tidak jauh lokasinya dari sekolah pertama masukannya
biasa-biasa saja, dan dari siswa-siswa kalangan masyarakat menengah ke bawah. Prestasi
siswa di sekolah kedua tersebut tidak kalah hebatnya dari yang pertama. Bahkan di beberapa
cabang olah raga prestasinya melebihi sekolah pertama. Prestasi sekolah kedua bisa diangkat
sebagai “kasus” untuk dikaji lebih mendalam melalui Studi Kasus.

d). Mahasiswa Jurusan Bahasa bisa meneliti kasus yang terjadi pada mahasiswa internasional di
sebuah perguruan tinggi dengan fenomena seperti berikut. Mahasiswa dari negara Timur
Tengah yang bahasa ibunya bahasa Arab jauh lebih cepat belajar bahasa Indonesia dibanding
mahasiswa yang bahasa ibunya bahasa Inggris. Begitu juga mahasiswa yang berasal negara-
negara bekas Uni Soviet mengalami kesulitan luar biasa belajar bahasa Indonesia. Mahasiswa
dari Cina yang menguasai bahasa Arab dapat belajar dan menguasai bahasa Indonesia lebih
cepat daripada mahasiswa Cina yang tidak bisa bahasa Arab. Fenomena pembelajaran bahasa
Indonesia untuk mahasiswa asing bisa diangkat menjadi “kasus” penelitian Studi Kasus.

Kapan Studi Kasus Mulai Digunakan?


Hingga saat ini Studi Kasus sudah berusia lebih dari 70 tahun. Sejak kemunculannya,
jenis penelitian ini memperoleh banyak kritik karena dianggap analisisnya lemah, tidak objektif
dan penuh bias, tidak seperti penelitian kuantitatif yang menggunakan statistik sebagai alat
analisis. Kritik semacam itu berlaku untuk semua jenis penelitian kualitatif. Anehnya, walaupun

10
memperoleh banyak kritik, Studi Kasus tetap digunakan bahkan semakin meluas, khususnya
untuk studi ilmu-ilmu sosial mulai dari psikologi, sosiologi, ilmu politik, antropologi, sejarah,
dan ekonomi hingga ilmu-ilmu terapan seperti perencanaan kota, ilmu manajemen, pekerjaan
sosial, dan pendidikan.
Selain itu, metodenya juga semakin diminati banyak peneliti untuk kepentingan
penyusunan karya ilmiah seperti tesis dan disertasi karena dapat mengeksplorasi dan
mengelaborasi suatu kasus secara mendalam dan komprehensif. Tulisan ini secara khusus
hanya membahas Studi Kasus yang digunakan dalam metode penelitian kualitatif. Sebab,
realitanya Studi Kasus juga dapat digunakan dalam metode penelitian kuantitatif, yakni Ex Post
Facto Research. Misalnya, peneliti Studi Kasus meneliti seorang tokoh atau pemimpin yang
jatuh dari kekuasaannya. Dia dipaksa mundur oleh rakyatnya, karena dinilai gagal menjalankan
amanah. Dari penelitian ini diharapkan dapat diambil pelajaran atau hikmah untuk generasi
yang akan datang agar tidak terulang. Karena peristiwanya sudah selesai, maka penelitiannya
disebut Ex Post Facto Research. Sebagaimana diketahui, Ex Post Facto Research merupakan
salah satu jenis penelitian Kuantitatif selain Penelitian Korelasional, Survei, Polling Pendapat,
dan Sensus.

Dari sisi cakupan wilayah kajiannya, Studi Kasus terbatas pada wilayah yang sempit
(mikro), karena mengkaji perilaku pada tingkat individu, kelompok, lembaga dan
organisasi. Kasusnya pun dibatasi pada pada jenis kasus tertentu, di tempat atau lokus
tertentu, dan dalam waktu tertentu. Karena wilayah cakupannya sempit, penelitian
Studi Kasus tidak dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan secara umum atau
memperoleh generalisasi, karena itu tidak memerlukan populasi dan sampel. Namun
demikian, untuk kepentingan disertasi penelitian Studi Kasus diharapkan dapat
menghasilkan temuan yang dapat berlaku di tempat lain jika ciri-ciri dan kondisinya
sama atau mirip dengan tempat di mana penelitian dilakukan, yang lazim disebut
sebagai transferabilitas

Tipe-tipe studi kasus dan implementasinya dalam penelitian

Dalam khazanah metodologi, apa yang disebut studi kasus itu ternyata memiliki tipe-
tipe tertentu yang spesifik. Berikut ini akan dikemukakan secara singkat tipe-tipe studi
kasus pendekatan kualitatif, khususnya yang dikembangkan Bogdan dan Biklen (1982)
serta Yin (1996). Selanjutnya, berkaitan dengan tipe-tipe tersebut, akan diketengahkan

11
pula implementasi studi kasus dalam kegiatan penelitian5. Implementasi yang dimaksud
disini tidak lain adalah desain dan teknik-teknik melakukan studi kasus.

Bogdan dan Bikley (1982), mencoba mengklasifikasikan tipe-tipe studi kasus


kedalam enam tipologi, keenam tipologi ini merupakan single case studies, studi kasus
tunggal. Pertama studi kasus kesejarahan sebuah organisasi yang dituntut dalam studi
kasus jenis ini adalah pemusatan perhatian mengenai perjalanan dan perkembangan
sejarah organisasi social tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Melakukan
studi macam ini selain memerlukan sumber-sumber informasi dan bahan-bahan yang
akurat dan terpercaya, juga membutuhkan kecermatan dalam merinci secara sistematik
perkembangan dari tahap-tahap sebuah organisasi social untuk memastikan
ketersediaan bahan-bahan dan sumber informasi yang diperlukan agaknya penting studi
pendahuluan dalam studi kaus tipe pertama ini.

Kedua, studi kasus observasi yang lebih ditekankan disini adalah kemampuan
seorang peneliti menggunakan teknik observasi dalam kegiatan penelitian. Dengan
teknik observasi partisipan diharapkan dapay dijaring keterangan-keterangan empiris
yang detail dan actual dari unit analisis penelitian, apakah itu mencakup kehidupan
individu maupun unit-unit social tertentu dalam masyarakat. Ketiga, studi kasus life
history. Studi ini mencoba menyingkap dengan lengkap dan rinci kisah perjalanan hidup
seseorang sesuai dengan tahap-tahap, dinamika dan liku-liku yang mengharu biru
kehidupannya. Seseorang yang dimaksud tentu tidak sembarang orang melainkan yang
memiliki keunikan yang menonjol dan luar biasa dalam konteks kehidupan masyarakat.
Misalnya, tentang kehadirannya memberi makna tersendiri sekaligus sangat mewarnai
perubahan-perubahan dalam masyarakat, melakukan studi life history ini dapat
bersandar pada dokumen-dokumen pribadi yang bersangkutan serta dengan melakukan
wawancara mendalam pada orang pertama sebagai sumber utama.

Keempat, studi kasus komunitas social atau kemasyarakatan. Seorang peneliti yang
berpengalaman serta memiliki kepekaan dan ketajaman naluriah sebagai peneliti

5
Burhan bungin, analisis data penelitian kualitatif, Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Hal 25

12
seringkali mampu melihat sisi-sisi unik tapi bermakna dari lingkungan social sekitarnya
didalam komunitas dimana dia hidup dan bergaul sehari-hari. Kenyataan tersebut dapat
dijadikan pusat perhatian untuk melakukan studi kasus komunitas social atau
kemasyarakatan. Kelima, studi kasus analisa situasional. Kehidupan social dan dinamis
dan selalu menggapai perubahan demi perubahan tertentu saja mengisyaratkan adanya
letusan-letusan situasi dalam bentuk peristiwa-peristiwa atau katakanlah fenomena
social tertentu misalnya, krisis politik yang melanda negeri ini disertai berbagai isu
berseliweran tak karuan seperti akan ada kerusuhan, penjarahan masal dan sebagainya,
telah membuat orang-orang keturunan cina di berbagai kota besar ramai-ramai
mengungsi ke kota lain yang dianggap aman bahkan tidak sedikit yang keluar nrgeri.
Contoh lain, datangnya era reformasi di tengah badai krisis ekonomi dan politik saat ini
justru disikapi oleh kalangan elite masyarakat dengan mendirikan partai politik.
Fenomena sesungguhnya menggambarkan sebuah situasi social yang telah dan tengah
berlangsung. Keenam, studi kasus mikroetnografi. Studi kasus tataran ini dilakukan
terhadap sebuah unit social terkecil. Katakanlah sebuah sisi tertentu dalam kehidupan
sebuah komunitas atau organisasi atau bahkan seorang individu.

Sementara itu, Yin (1996), secara tegas mengkategorikan studi kasus kedalam tiga
tipologi, yakni: studi kasus ekspanalogi, eksploratoris, dan deskriptif. Yin meletakkan tiga
tipologi ini berdasarkan jenis pertanyaan yang harus dijawab dalam studi kasus, yakni
pertanyaan “how” (bagaimana) dan “why” (mengapa), serta pada tingkat tertentu juga
menjawab pertanyaan “what” (apa/apakah).dengan mengedepankan tiga tipologi
tersebut, Yin sekaligus menolak anggapan (atau yang menurutnya kesalahpahaman
umum) bahwa studi kasus hanya cocok diterapkan dalam penelitian yang bersifat
eksplanatoris dan deskpriptif. Selain dengan Yin, Sevila dkk. (1993) misalnya meletakkan
studi kasus sebagai penelitian yang bersifat deskriptif. Untuk mendukung
argumentasinya, Yin menyebut salah satu karya bermutu dan terkenal yang dihasilkan
melalui studi kasus. Sebuah buku yang ditulis oleh William F. White (1943), sreet corner
society, dikedepankannya sebagai contoh sebuah karya klasik dalam sosiologi komunitas

13
dari studi kasus yang bersifat deskriptif. Juga karya Graham Allison (1971), Essence of
Decision making: Eksplaining the Missile Crisis, sebagai contoh studi kasus eksplanatoris.

Selanjutnya, bagaimana implementasi studi kasus dalam kegiatan penelitian?


Dengan kata lain, desain (susunan logis yang menghubungkan data empiris dengan
pertanyaan-pertanyaan awal penelitian, terutama konklusi-konklusi) macam apakah
yang harus dirancang dalam/untuk melakukan studi kasus? Dalam hubungan ini, desain
yang hendak ditengahkan disini mengacu pada model yang dikembangkan Robert K. Yin.
Bagi Yin, belum membangun desain seorang penelitian perlu memperhatikan empat
aspek kualitas, yakni validitas konstruk (menetapkan ukuran operasional yang benar
untuk konsep-konsep yang akan diteliti), validitas internal (transferability, menetapkan
ranah dimana temuan suatu penelitian dapat divisualisasikan), dan realibilitas
(dependability, proses penelitian dapat diinterpretasikan, dengan hasil yang sama).

Berkaitan dengan itu, Yin mengajukan lima kompenen penting dalam desain studi
kasus. Kelima komponen tersebut adalah (1) pertanyaan-pertanyaan penelitian; (2)
proporsi penelitian (jika diperlukan). Proposisi ini memberikan isyarat kepada peneliti
mengenai sesuatu yang harus diteliti dalamlingkup studinya; (3) unit-unit analisis
penelitian. Hal ini menunjuk pada apa yang sesungguhnya yang dimaksud harus
ditentukan terlebih dahulu secara jelas; (4) logika yang mengaitkan data dengan
proposisi; dan (5) kriteria untuk menginterprestasikan temuan. Kedua komponen
temuan yang disebutkan terakhir (4 & 5) menunjuk pada tahap-tahap analisis data
dalam penelitian kualitatif.

Dalam kasus analisis data tampaknya jarang sekali didefinisikan secara tegas dan
konkret. Dalam konteks ini Yin menyarankan agar gagasan tentang “pola penjodohan”
yang digunakan Donald Campbell dapat dijadikan acuan bagi kegiatan analisis data
dalam penelitian studi kasus. Teknik “pola penjodohan” Cambel ini menggambarkan dua
pola potensial yang menunjukkan data-data tersebut bersesuaian satu sama lain secara
seimbang. Meminjam term pendekatan kuantitatif, “pola penjodohan” Campbell jika
dipandang sebagai proposisi saingan menunjuk pada proposisi “ada pengaruh” dan

14
proposisi “taka da pengaruh”. Selain itu teknik analisis lainnya yang dapat digunakan
dalam penelitian studi kasus adalah pembuatan penjelasan dan analisis deret waktu.

Membuat desain penelitian studi kasus maka harus diperhatikan antara desain
untuk penelitian dengan kasus tunggal dan desain untuk keperluan penelitian dengan
multi-kasus. Antara keduannya terdapat perbedaan-perbedaan serta menunjukkan pada
situasi yang berbeda pula. Untuk sekedar diketahui kasus tunggal (single case) sendiri
dibedakan menjadi kasus yang terpancang dan kasus holistic.

Untuk desain penelitian studi kasus tunggal terdapatsekurang-kurangnya tiga


macam rasionalitas yang harus diperhatikan, yakni:

1. Bahwa kasus tunggal pada dasrnya analog dan ekperimen tunggal (dalam
penelitian kuantitatif). Dalam konteks ini sebuah rasional muncul ketika kasus itu
tampak sebagai kasus penting dan relevan untuk menguji suatu teori yang
diletakkan sebelumnya sebagai perpektif. Hasil penelitian yang diumumkan oleh
Neil Gros dkk (1971), Implemenenting Organizational Innovations, yang
melukiskan perjalanan inovasi dari sebuah lembaga sekolahan adalah sebuah
contoh yang acapkali disebut-sebut;
2. Sebuah kasus merefleksikan sesuatu yang ekstrim atau penuh keunikan sehingga
menarik dan bermakna untuk ditelesuri;
3. Sebuah kasus yang dapat dikatakan sebagai kasus penyingkapan. Kasus semacam
in dapat ditemui seorang peneliti manakala ia brkesempatan memasuki suatu
ranah social atau fenomena yang kurang diizinkan untuk diteliti secara alamiah.
Sebuah contoh yang baik, dalam konteks ini adalah hasil studi Elliot Liebow
(1967) dipublikasikan dengan judul Tally’s Corner, yang menyongkap dengan
menarik tentang kehidupan orang-orang kulit hitam yang menganggur di sebuah
lingkungan social di Washington, D.C.

Disisi lain, untuk mendesain studi kasus dalam konteks multi kasus biasanya
dilakukan dengan cukup ketat. Setiap kasus yang diangkat diarahkan ke tujuan yang
spesifik dalam ruang lingkup inkuiri secara menyeluruh. Kalau kasus tunggal

15
dianalogikan dengan penelitian eksperimen tunggal, maka multi kasus dapat
dianalogikan dengan multi eksperimen.

Ada beberapa logika “replica” yang disarankan dalam menyusun desain studi kasus
dengan multi kasus.

1. Setiap kasus yang harus dipilih diharapkan dilakukan dengan hati-hati dan
cermat agar dapat memprediksi hasil yang serupa (replica literal) ataupun
membuahkan hasil yang bertolak belakang tetapi untuk alas an-alasan yang
diperlukanpengembangan kerangka teoritis ini adalah untuk menjembatani
penarikan generalisasi ke arah kasus-kasus baru;
2. Logika replica studi kasus (multi kasus) sungguh berbeda dan harus dibedakan
dengan logika sampling yang umumnya digunakan dalam penelitian survai studi
kasus bukan untuk menilai sebuah fenomena. Juga studi kasus harus menyentuh
baik fenomena maupun konteksnya.

Studi kasus adalah sebuah jenis penelitian yang cukup bahkan terpopuler di
kalangan ilmuwan social hingga dewasa ini. Terlepas dari perbedaan terdapat dalam
hal cukup mudah atau sulitnya melakukan penelitian studi kasus, sesungguhnya jenis
penelitian ini menarik untuk diikuti dan dikembangkan, baik oleh yang sudah
berpengalaman maupun yang masih pada tingkat pemula. Meskipun demikian,
harus tetap disadari bahwa dibalik keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, studi
kasus juga menyimpan sejumlah keterbatasan atau kelemahan, sebagaimana hal
yang sama juga melekat pada jenis penelitian apapun. Karena itu, seperti juga
berlaku untuk jenis-jenis penelitian lainnya, studi kasus tentu memerlukan
kecermatan, sikap obyektif dan rendah hati dari seorang peneliti.

Diletakkan dalam konteks dalam rumpun pendekatan kualitatif, studi kasus atau
katakanlah desain penelitian studi kasus tidaklah kaku sifatnya. Ia menawarkan
keluwesan dan sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan perkembangan yang
lebih menarik, unik dan penting dari fakta empiris yang tengah dicermati. Hal ini
berarti terjadinya inkonsistensi, melainkan terhadap fenomena social yang menjadi

16
unit analisis lebih dikedepankan dan diutamakan aspek emik ketimbang etiknya. Ini
soal prinsip dalam penelitian kualitatif. Sebab fenomena dan praktek-praktek social,
sebagai saran “buruan”penelitian kualitatif,itu tidak bersifat mekanistik melainkan
penuh dinamika dan keunikan, dan karenanya tak bisa diciptakan dalam otak dan
menurut kehendak peneliti. Begitulah adanya.

17
BAB III

PEMBAHASAN

Miles dan huberman (1992) dalam buku mereka yang berjudul analisis data kualitatif
menjelaskan secara mendalam cara data seharusnya dianalisis dalam penelitian kualitatif.
Dalam buku tersebut mereka menegaskan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan secara siklus, dimulai dari tahap satu sampai tiga, kemudian kembali ketahap satu.

Secara garis besar, Miles dan Huberman membagi analisis data dalam penelitian
kualitatif kedalam tiga tahap, yaitu kodifikasi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi.

 Tahap kodifikasi data merupakan tahap pekodingan terhadap data. Hal yang
mereka maksud dengan pengkodingan data adalah peneliti memberikan nama
atau penamaan terhadap hasil penelitian. Hasil kegiatan tahap pertama adalah
diperolehnya tema-tema atau klasifikasi dari hasil penelitian. Tema-tema atau
klasifikasi itu telah mengalami penamaan oleh peneliti.
 Tahap penyajian data adalah sebuah tahap lanjutan analisis dimana peneliti
menyajikan temuan penelitian berupa kategori atau pengelompokan. Miles dan
Huberman menganjurkan untuk menggunakan matrik dan diagram untuk
menyajikan hasil penelitian, yang merupakan temuan penelitian. Mereka tidak
menganjurkan untuk menggunakan cara narativ untuk menyajikan tema karena
dalam pandangan mereka penyajian dengan diagram dan matrik lebih efektif.

Tema yang
ditemukan

18
Table III.1 contoh penyajian hasil analisis data dalam bentuk matrik yang Temuan atau
dibuat oleh Miles dan Huberman ilustrasi

Pengguna Perasaan Pemahaman Bagian yang Apa yang


/perhatian siap/bagian dilakukan/
yang tidak penggunaan
siap waktu
f.morelly Sama Format data “siklus Memperoleh
seperti jelas hanya kelangsungan secara
yang terjadi 1-2 bagian hidup” minimal;
sebelumnya sangat jelas ditempat mencipta,
”tidak tetapi meminjam
menjadi secara bahan
tenang” keseluruhan
tampak
kurang jelas

Dari contoh yang dibuat oleh Miles dan Huberman diatas terlihat bahwa pengguna contohnya
f.morelly dia memiliki perasaan yaitu sama seperti yang terjadi sebelumnya tidak terjadi
tenang, dia memiliki pemahaman yaitu format dasar jelas hanya 1-2 bagian sangat jelas tetapi
secara keseluruhan tampak kurang jelas, dia menyampaikan ada bagian yang siap atau yang
belum siap yaitu siklus kelangsungan hidup ditempat, dia menyampaikan hal yang dilakukan
yaitu memperoleh secara minimal; mencipta, menjambahan. Ketimbang menarasikan seperti
yang saya lakukan ini, mereka menganjurkan untuk menyajikan temuan tersebut datam
diagram seperti yang dicontohkan diatas.

19
 Tahap penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah suatu tahap lanjutan dimana pada
tahap ini peneliti menarik kesimpulan dari temuan data. Ini adalah interpretasi peneliti
atas temuan dari suatu wawancara atau sebuah dokumen.
Setelah ksimpulan diambil, peneliti kemudian mengecek lagi kesasihan interpretasi dengan
cara mengecek ulang proses koding yang penyajian data untuk memastikan tidak ada
kesalahan yang telah dilakukan. Setelah tahap tiga ini dilakukan, maka peneliti telah
memiliki temuan penelitian berdasarkan analisa data yang telah dilakukan terhadap suatu
hasil wawancara mendalam atau suatu dokumen.
Menurut Miles dan Huberman, ketiga langkah tersebut dilakukan atau diulangi terus
setiap setelah melakukan pengumpulan data dengan teknik apapun.
penafsiran data kualitatif merupakan sebuah seni merangkaikan kata untuk membentuk suatu
kalimat (proposisi) hasil dari analisis data yang berbasis alamiah (natural). Realita ini
memberikan kesadaran kepada kita bahwa penafsiran data kualitatif memerlukan kombinasi
keilmuan (akal) dan rasa (qalbu) yang saling berintegrasi satu sama lainnya.

20
BAB IV
A. KESIMPULAN
Penelitian kualitatif merupakan prosedur ilmiah untuk menghasilkan pengetahuan tentang
realitas social dan dilakukan dengan sadar dan terkendali. Sebagai sebuah kegiatan ilmiah,
penelitian kualitatif sangat peduli dengan persoalan cara data dianalisis, sehingga hasilnya
dapat dipertanggung jawabkan. Oleh sebab itu, peneliti yang menggunakan metode penelitian
kulalitatif mestilah memberikan perhatian yang serius terhadap analisis datanya. Analisis data
kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan bagian-bagian
dan saling keterkaitan antara bagian-bagian dan keseluruhan dari data yang telah dikumpulkan
untuk menghasilkan klasifikasi dan tipologi.
penafsiran data kualitatif merupakan sebuah seni merangkaikan kata untuk membentuk suatu
kalimat (proposisi) hasil dari analisis data yang berbasis alamiah (natural). Realita ini
memberikan kesadaran kepada kita bahwa penafsiran data kualitatif memerlukan kombinasi
keilmuan (akal) dan rasa (qalbu) yang saling berintegrasi satu sama lainnya.
Studi Kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan
mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan,
sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam
tentang peristiwa tersebut.
B. DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, 2015. Metode penelitian kualitatif: sebuah upaya mendukung penggunaan penelitian
kualitatif dalam disiplin ilmu, Jakarta: rajawali pers.
Aryadi, mahrus. 2010. Metode penafsiran data kualitatif. https://simdos.unud.ac.id, diakses tanggal 27
september 2017

bungin, burhan,2012 analisis data penelitian kualitatif: pemahaman filosofis dan metodologis kearah
penguasaan model aplikasi, Jakarta: Rajawali Pers

rahadjo, H, mudjia http://repository.uin-malang.ac.id, Studi kasus dalam penelitian kualitatif:


konsep dan prosedurnya diakses pada tanggal 3 oktober 2017

21

Anda mungkin juga menyukai