Anda di halaman 1dari 51

TEKNOLOGI KONTRASEPSI TERKINI

( CONTRCEPTIVE TECHNOLOGY UPDATE )

Disusun oleh :

Yuliani
Restu Tri F
Ely Ermawati
Ernita
Nur Isalah
Susanti

PROGRAM DIPLOMA IV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKes)
AISYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt.,


karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dalam bentuk sederhana.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan,


oleh karena itu, kami memohon maaf jika ada kata-kata yang tidak
berkenaan dihati pembaca. Serta masukan berupa kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis


dan pembaca pada umumnya.

Pringsewu, Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………….. i

Daftar Isi …………………………………………………………. ii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang …………………………………………… 1


1.2 Tujuan ……………………………………………………. 3

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1 Contraseptive Technology Update (CTU) ………………… 4


2.2 Peran Bidan Dalam Keluarga Berencana …………………. 6
2.3 Layanan Keluarga Berencana ……………..……………… 7
2.4 Metode Kontrasepsi Terkini di Indonesia …..……………. 7
2.5 Tantangan dan Hambatan Penggunaan Kontrasepsi Modern 43

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan …………………………..…………………… 49


3.2 Saran………………………………………………………. 50

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

ii
1.1 Latar Belakang

Pada awalnya, kontrasepsi sering kali dianggap sebagai cara untuk


menjarangkan kehamilan atau mengurangi jumlah penduduk. Seiring dengan
perkembangan, masalah kontrasepsi tersebut, kini menjadi bagian dari
masalah kesehatan reproduksi.Keberadaan metode dan alat-alat kontrasepsi
terkini, memaksa para penyelenggara pelayanan Keluarga Berencana untuk
memperbaharui pengetahuannya. Masalah-masalah kontrasepsi telah
memasuki tahapan yang jauh lebih rumit, yaitu menyangkut masalah
kesetaraan gender dan hak asasi manusia.
Adanya kesenjangan keseimbangan sumber daya dan jumlah
penduduk di Indonesia berdampak pada kondisi sosio-ekonomi dan
pembangunan di bidang kesehatan. Kurangnya pemahaman teknis dan
program pelayanan KB berpengaruh terhadap akses (unmet need) dan keikut-
sertaan masyarakat atau pengguna potensial dalam program KB.
Teknologi kontrasepsi berkembang sangat pesat dalam waktu tiga
dasawarsa terakhir ini. Standarisasi pelayanan kontrasepsi secara nasional dan
oleh Badan Internasional (misal: WHO) telah diterbitkan secara berkala.
Sayangnya,perkembangan tersebut tidak selalu diikuti dengan cermat oleh
para petugas kesehatan dan keluarga berencana di Indonesia.
Berbagai kontroversi timbul dalam perkembangan teknologi
kontrasepsi selama ini, khususnya mengenai dampak negatif penggunaan
kontrasepsi bagi wanita dalam jangka panjang. Banyak berbagai pertanyaan
yang diajukan tentang berbagai risiko negatif penggunaan kontrasepsi, tetapi
sangat sedikit penyampaian informasi tentang dampak positif kontrasepsi
kepada kesehatan reproduksi wanita. Padahal, kontrasepsi tidak hanya
memiliki dampak negatif, tetapi memiliki dampak positif seperti mencegah
jenis kanker tertentu dan anemia yang seringkali dijumpai pada wanita di
Indonesia.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology
Update (CTU) merupakan suatu upayauntuk pemutakhiran informasi dan
teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik

ii
dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini
diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan
dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan
memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang
membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang
teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah
barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat
akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Bagaimanapun juga, pemberi pelayanan KB tentunya memerlukan
penyegaran pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan
kemajuan teknologi kontrasepsi maupun perkembangan ilmu terbaru untuk
meningkatkan akses dan mutu pelayanan KB bagi masyarakat.Tidak dapat
dipungkiri bahwa sebagian besar pemberi pelayanan KB adalah para bidan.
Program KB di Indonesia tidak akan berhasil tanpa hadirnya bidan. Bidan
merupakan ujung tombak penyedia layanan KB. Hal senada tercantum dalam
Kepmenkes No. 1464/Menkes/PER/X/2010 yang menyatakan bahwa bidan
dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang
meliputi pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan KB,
dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan. Para anggota IBI diharapkan
dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan
reproduksi terstandar. Standarisasi pelayanan KB telah ada dalam kebijakan
Depkes RI yang meliputi keahlian, kompetensi, peralatan, sarana, prasarana,
dan manajemen klinik. Oleh karenanya, melalui pelatihan ini diharapkan
kualitas pelayanan KB akan semakin meningkat sesuai dengan standar
sehingga dapat memuaskan klien/akseptor KB, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan jumlah akseptor KB.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa itu CTU.


2. Untuk mengetahui mengapa harus ada CTU.
3. Untuk mengetahui aplikasi CTU di Indonesia.
4. Untuk mengetahui implikasi CTU terhadap pelayanan kebidanan.

ii
ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Contraseptive Technology Update (CTU)

Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology


Update (CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan
teknologi kontrasepsi.

Teknologi Kontrasepsi Terkini :


a. Merupakan upaya untuk selalu memberi informasi dan teknologi terkini
dalam kontrasepsi
b. Beberapa informasi terkini merupakan perbaikan informasi sebelumnya,
hasil temuan mutakhir atau lebih dikenalinya mekanisme kerja alat
kontrasepsi
c. Penyegaran informasi dan teknologi merupakan pula perluasan akses dan
perbaikan mutu serta mengurangi barier irasional terhadap pelayanan
d. Hasil kajian selintas tentang kualitas pelayanan KB menunjukkan bahwa
sebagian besar petugas pelaksana tidak mengikuti perkembangan
mutakhir informasi dan teknologi kontrasepsi
e. Petugas pelaksana masih mengacu pada informasi dan teknologi
beberapa tahun sebelumnya sehingga tidak dapat mengikuti paradigma
baru program KB
f. Perlu penyegaran informasi dan teknis sebagai upaya perluasan akses
dan peningkatan mutu pelayanan KB (melalui baku klinis dan
institusional) bagi masyarakat yang membutuhkan

TABEL 2.1

ii
DISTRIBUSI PESERTA KB BARU PROVINSI SUMATERA BARAT DAN
NASIONAL BERDASARKAN INDIKATOR PPM JANUARI-AGUSTUS
2014

Jumlah Peserta KB Baru Provinsi Nasional


No.
Berdasarkan Jenis Kontrasepsi Sumatera Barat (Indonesia)
1. IUD
PPM 12.946 921.540
Pencapaian 6.374 322.349
% 49,24 34,98
2. MOW
PPM 1.802 124.982
Pencapaian 1.532 68.594
% 85,06 54,88
3. Implant
PPM 38.356 1.508.657
Pencapaian 9.777 445.306
% 25,49 29,52
4. Suntik
PPM 40.473 2.531.146
Pencapaian 46.406 2.377.313
% 114,66 93,92
5. Pil
PPM 31.023 2.135.568
Pencapaian 18.478 1.189.298
% 59,56 55,69
6. MOP
PPM 398 29.825
Pencapaian 107 8.483
% 26,88 28,44
7. Kondom
PPM 10.772 351.476
Pencapaian 6.316 257.049
% 58,63 73,13

2.2. Peran Bidan Dalam Keluarga Berencana

Peran bidan dalam keluarga berencana diakui oleh WHO, International


Confiseration of Midwife (ICM), kemudian International of Gynaecologist
and Obstetricians, and EC Midwives Directives (UKCC 1988), bidan harus
dapat memfasilitasi klien melalui pengetahuan dan pilihan dengan
memberikan informasi dan saran mengenai keluarga berencana yang baik.

ii
Isu seputar penggunaan alat kontrasepsi meningkatkan adanya
kebutuhan yang tidak dapat diungkapkan oleh wanita, bidan menjadi faktor
penentudalam memanfaatkan dan menciptakan kesempatan agar wanita dapat
menyatakan kebutuhan mereka. Kesempatan berdiskusi mengenai persoalan
kesehatan seksual mungkin tidak hanya berpengaruh pada wanita,pasangan
dan anak – anaknya, bahkan juga temannya, dan pada akhirnya mungkin
dapat membantu mereka mengambil keputusan yang tepat terkait dengan
kesehatan seksualnya.
Guillbaud (1999) menyatakan bahwa alat kontrasepsi yang ideal
seharusnya 100% efektif, sangat aman, reversible, dan tidak menimbulkan
nyeri. Kontrasepsi seharusnya tidak mengganggu spontanitas, tidak
mengotori, tidak berbau atau berasa menyengat. Selain itu, harus mudah
digunakan, murah, tidak bergantung pada ingatan penggunanya, dan tidak
bergantung pada petugas kesehatan saja. Metode yang digunakan juga tidak
bertentangan dengan budaya setempat. Kontrasepsi semacam ini hingga saat
ini belum tersedia. Akan tetapi, jika memiliki pengetahuan terkini mengenai
metode kontrasepsi dan hal yang perlu diperhatikan setelah melahirkan, bidan
dapat memfasilitasi pilihan yang paling tepat bagi wanita dan pasangannya.

2.3. Layanan Keluarga Berencana

Pemberian layanan keluarga berencana modern banyak berhutang budi


pada pekerja seperti Marie Stopes yang membuka klinik pertamanya pada
tahun 1921. Pada beberapa tahun terakhir, terdapat perhatian seputar
penutupan klinik keluarga berencana (FPA, 1995g), meskipun pemberian
layanan keluarga berencana baik oleh klinik maupun dokter umum dianggap
penting dan bersifat melengkapi. Layanan yang menggabungkan kontrasepsi
dan pengobatan genito-urinaria (GUM, Genito-Urinary Medicine) pada satu
klinik memiliki keuntungan bagi beberapa klien tertentu dan jenis layanan
ini tersedia di beberapa area. Selain itu, sebagian besar dinas kesehatan kini
menyediakan klinik dan proyek yang dikhususkan bagi para remaja dan
laporan Social Exlusion Unit (DoH 1999c) menyatakan bahwa salah satu

ii
tujuan khususnya adalah menargetkan kebutuhan untuk mengurangi
sebagian angka konsepsi yang terjadi pada remaja dibawah 18 tahun hingga
tahun 2010.

2.4. Metode Kontrasepsi Terkini di Indonesia

Saat ini, lebih dari 100 juta perempuan di Afrika Tengah, Selatan, sub-
Sahara dan Asia Tenggara memiliki kebutuhan keluarga berencana yang
belum terpenuhi karena faktor yang terkait metode.Alasan utama adalah
kekhawatiran perempuan terhadap efek samping alat kontrasepsi saat
ini.Selain itu, mereka ingin tambahan pilihan metode yang dapat digunakan
sesuai kebutuhan.Perempuan lainnya memiliki suami yang menentang
penggunaan keluarga berencana dan mereka ingin metode yang dapat
digunakan secara terselubung.Tantangan struktural juga menciptakan
rintangan.Metode long-acting (jangka panjang) membutuhkan infrastruktur
klinis untuk penyisipan dan penghapusan kontrasepsi, dan metode short-
acting memerlukan kunjungan berkelanjutan ke penyedia layanan untuk
pengambilan berkala.Bagaimana kita dapat mengisi kesenjangan dan
memperluas pilihan bagi para perempuan itu?
Kontrasepsi suntik adalah salah satu metode yang paling populer di
seluruh dunia, namun tingkat penghentian dapat setinggi 50 persen pada
tahun pertama, seringkali karena perempuan melewatkan tindak lanjut.
Sebuah metode suntik dengan interval yang lebih panjang antar injeksi ulang
akan lebih memudahkan wanita dan penyedia, dan kemungkinan lebih
berjangka panjang dibandingkan dengan pilihan injeksi saat ini.
Kemungkinan lain adalah implan biodegradable yang tidak memerlukan
tindakan pengambilan, yang mungkin sulit untuk diakses dalam sumber daya
yang terbatas, atau sistem implan reservoir yang dapat dihentikan dan
diteruskan oleh seorang wanita tanpa pernah harus dihapus.
Selain itu, upaya sedang dilakukan untuk mengembangkan metode
mudah yang memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan dan
infeksi/ penyakit menular seksual, termasuk HIV. Pendekatan non-steroid

ii
akan mengatasi kebutuhan perempuan yang ingin menghindari efek samping
dari metode hormonal umum, sementara pendekatan non operasi untuk
sterilisasi bisa lebih aman bagi perempuan yang tidak ingin anak lagi.
Keterjangkauan adalah masalah penting.Teknologi yang paling inovatif
sering terlalu mahal bagi perempuan di negara-negara termiskin.Hal ini
terutama berlaku untuk beberapa metode long-acting.Meskipun tersedia
untuk lebih dari 25 tahun, penggunaan implan masih terbatas di negara
berkembang hingga saat ini, sebagian besar karena biaya.Meningkatnya
ketersediaan implan yang lebih terjangkau berpotensi untuk meningkatkan
akses dan membantu menurunkan harga implan secara keseluruhan.Sistem
hormone-releasing intrauterine system (dikenal sebagai Mirena) yang telah
sangat populer di pasar Amerika dan Eropa hanya tersedia pada skala yang
sangat kecil di negara berkembang, karena harga tinggi.
Selama empat dasawarsa terakhir ini, teknologi kontrasepsi telah
berkembang dengan pesat.Perkembangan tersebut diarahkan agar teknologi
kontrasepsi dapat mengatasi masalah pertumbuhan penduduk secara
maksimal. Dengan kata lain, aspek kegagalan penggunaan kontrasepsi
(terjadinya kehamilan) adalah satu-satunya pertimbangan utama dalam
pengembangan alat dan obat kontrasepsi (Coffee dan Salak, 1998). Kedepan
perkembangan teknologi kontrasepsi perlu mempertimbangkan hak-hak
reproduksi dan aspek kesetaraan gender, sehingga tidak terjadi ketimpangan
dalam perkembangan teknologi kontrasepsi antara metode pria dan
wanita.Saat ini kontrasepsi perempuan telah berkembang secara pesat dengan
berbagai alternatif dan angka kegagalan yang sangat rendah (Kammen,
Oudshoorn, 2004).Sebaliknya, kontrasepsi pria masih terbatas jenisnya,
karena tidak dikaitkan dengan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi
seseorang dan aspek kesetaraan gender.Masalah inilah yang menjadi landasan
mengapa perkembangan teknologi kontrasepsi perlu lebih mengarah pada
teknologi kontrasepsi pria (Keder, 2002).
Perkembangan pemenuhan hak-hak reproduksi menuntut pemahaman
yang lengkap dan akurat tentang alat dan obat kontrasepsi yang

ii
diperlukan.Tuntutan ini, semakin hari semakin nyata, sehingga sekarang
disadari bahwa aspek keadilan dalam melakukan pengaturan kehamilan
terjadi ketimpangan yang menyolok antara pria dan perempuan.Sampai hari
ini, jenis dan jumlah alat dan obat kontrasepsi masih didominasi bagi
perempuan.Sementara itu, pemahaman perilaku terhadap pengaturan
kelahiran juga masih didominasi bagi perempuan dan kurang dapat mampu
menjelaskan perilaku pria.Tidak aneh apabila dalam praktek sehari-hari
bidang kedokteran kontrasepsi lebih banyak yang dilayani bagi perempuan
dibanding laki-laki (Kammen, Oudshoorn, 2004).Pada beberapa dekade
terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas
dan keamanan kontrasepsi pria.Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki
khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan
azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen).Menurunkan jumlah
sperma relatif lebih sulit bila dibandingkan dengan menghambat terjadinya
ovulasi pada wanita.Hal ini karena jumlah sperma sekali ejakulasi dapat
melebihi 20-40 juta sperma, sedangkan wanita umumnya hanya untuk
menghambat satu sel telur untuk setiap bulannya.

Tantangan umum perkembangan obat kontrasepsi pria terutama dalam hal:


1. Menekan jumlah sperma yang dikeluarkan.
2. Variasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan azoospermia.
3. Meminimalkan efek metabolik yang tidak diinginkan.
Selain metode hormonal kontrasepsi pria, berbagai penelitian kontrasepsi
pria telah difokuskan pada metode immunocontraception (Suri, 2005).Metode
ini pada prinsipnya juga didasarkan pada metode hormonal dan telah
dikembangkan sampai tahapan uji klinik pada manusia.Disamping itu
dilakukan pula penelitian dengan metode SMA (Styrene maleic anhydride)
yaitu metode non bedah yang menggunakan pendekatan metode non hormonal
untuk kontrasepsi pria.Cara kerjanya melalui perusakan membran sperma,
mengurangi fungsi sperma, dan menghambat fertilisasi.Dari review berbagai
penelitian juga dapat disimpulkan bahwa beberapa obat kontrasepsi non-
hormonal pernah digunakan, namun belum aman (Lopez et al, 2005).

ii
Masalahnya ialah beberapa metode yang dikembangkan sampai saat ini
masih belum dapat diedarkan di pasaran sebagai mana alat kontrasepsi pada
perempuan.Masih diperlukan uji klinik yang lebih luas sebelum digunakan
untuk kepentingan program keluarga berenacana.Untuk itu perlu pemahaman
lebih lanjut agar perkembangan metode kontrasepsi pria dapat dipahami oleh
semua pihak.

Penemuan terkini Alat Kontrasepsi perkembangan teknologi memang


terus berkembang dan tidak terkecuali dengan alat kontrasepsi.beberapa alat
kontrasepsi diantaranya :

2.4.1. Metode Modern

a. Kontrasepsi hormonal
1) Suntik KB hormonal pada pria
Alat kontrasepsi akan semakin bermacam pilihan dan tentunya akan
menjadi alternative bagi pasangan suami isteri untuk menentukan metode
keluarga berencananya. Selama ini alat kontrasepsi suntikan ataupun pil
Kb hanya monopoli kaum wanita.Namun dengan penemuan yang terbaru
ini, lelaki sudah bisa menggunakan alat kontrasepsi suntik. Disatu sisi hal
ini mungkin menguntungkan kaum wanita karena bisa bergantian
menggunakan alat kontrasepsi, namun dilain pihak juga khawatir
penemuan ini akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas lelaki
karena pria tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang sah.
Keterlibatan laki-laki dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia
memang masih rendah.Selain kondom, vasektomi (memotong saluran
benih untuk menghambat transportasi sperma) merupakan pilihan dari
jenis kontrasepsi yang saat ini tersedia untuk pria.Untuk mencari
alternatif kontrasepsi terbaru, kini para ahli tengah meneliti kontrasepsi
pria yang lebih efektif, yakni suntikan testoteron.Berdasarkan uji coba
terhadap 1.045 pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina, suntikan testoteron
terbukti efektif sebagai alat kontrasepsi pria.

ii
Para responden yang memiliki pasangan usia subur tersebut disuntik
dengan 500 miligram formula testoteron setiap bulan selama 30 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan angka kegagalan (terjadinya kehamilan)
hanya 1,1 per 100 pria dalam kurun waktu 24 bulan. Para peneliti juga
melaporkan tidak ditemukannya efek samping dalam penggunaan
suntikan ini. Selain itu, setelah penghentian suntikan, kemampuan
memproduksi sperma pada laki-laki tersebut kembali normal.

2) Desogestrel
Selain itu para peneliti di Manchester telah mengkombinasikan
pemberian desogestrel (digunakan pada pil kontrasepsi untuk wanita) dan
koyo yang mengandung testosterone untuk digunakan sebagai kontrasepsi
pada pria. Cara kerjanya adalah : desogestrel akan menghentikan produksi
testosterone di testis sehingga produksi sperma juga terhenti, sedangkan
koyo testosterone akan menyediakan kebutuhan testosterone yang
diperlukan oleh bagian tubuh yang lain (tanpa adanya testosterone, maka
pria akan Kehilangan bulu-bulu di wajah dan payudara akan membesar).
Akan tetapi kesuksesan metode ini pada pria yang penggunakannya hanya
sekitar 60 %.
Oleh sebab itu, maka penggunaan kontrasepsi hormonal pada pria sampi
saat ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut, walaupun tidak mustahil
suatu saat nanti akan ada kontrasepsi hormonal untuk pria yang se-efektif
dan se-aman seperti kontrasepsi hormonal untuk wanita.

3) Androgen
Metode kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi testosteron ester
(testosteron enanthate) pertama kali diuji klinik di Eropa dan Amerika
Serikat tahun 1970.Dosis testosteron yang dicobakan sangat tinggi (200
mg intramuskuler injeksi) sehingga merupakan dosis supra-fisiologis.Pada
relawan laki-laki sehat, “testosteron enanthate” berhasil memacu
terjadinya azoospermia pada 40-50 persen peserta, sedangkan

ii
oligozoospermia berat terjadi pada 35- 45 persen.Antara tahun 1985 dan
1995, WHO mendanai dua penelitian multi-senter antar negara tentang
penggunaan adrogen tersebut.Hasilnya apabila telah terjadi azoospermia
dan atau oligozoospermia berat karena rangsangan androgen dari luar
tersebut maka pengaruhnya sebagai kontrasepsi dapat dijamin. Pada
penelitian kedua, dilakukan uji klinik dengan memberikan injeksi
testosteron enanthate 200 mg/minggu selama 18 bulan kepada 500 pria.
Pada enam bulan pertama, sementara menunggu proses terjadinya
azoospermia atau oligozoospermia berat maka pasangannya menggunakan
kontrasepsi jenis lain.
Androgen meningkatkan masa tubuh (body mass), kepadatan mineral
tulang, dan menurunkan lemak tubuh.Tergantung dasar penilaian yang
dipakai, bagi beberapa laki-laki dari negara sedang berkembang hal
tersebut dapat dilihat memberikan benefit yang positif.Kadar testosteron
darah yang melibihi nilai ambang batas fisiologis dapat meningkatkan
kejadian jerawat dan berat badan.

4) Androgen dan Kombinasi dengan Progestin


Bahan lain yang dapat menekan gonadotropin, misalnya progestin,
akan dapat mengurangi kadar androgen yang diperlukan untuk
kontrasepsi pria karena memiliki pengaruh yang saling sinergistik.
Beberapa jenis progestin dan testosteron pernah diteliti
sebelumnya.Penilitian beberapa waktu membandingkan pengaruh injeksi
testosteron enthantate 100 mg/ minggu dengan testosteron yang
dikombinasi dengan pemberiaan levonogestrel per oral dengan dosis 250
µg per hari.Hasilnya menunjukkan kombinasi antara androgen dengan
progestin memberikan efikasi 94 persen, sedangkan androgen tanpa
progestin hanya 61 persen. Proses menjadi azoospermia atau
oligozoospermia dapat dicapai masing-masing dalam waktu 8,9 minggu
untuk kombinasi androgen dengan progestin dan14,4 minggu untuk
androgen tanpa kombinasi. Penelitian berikutnya dapat membuktikan

ii
bahwa dosis levonorgestrel dapat diturunkan menjadi 125 µg per hari
tanpa penurunan supresi spermatogenik tetapi menurunnya berat badan
dan supresi serum HDL dengan penambahan progestin per
oral.Testosterom enanthate telah dicoba diberikan bersama injeksi
depotmedroksi progesterone acetat (DMPA), desogestrel oral, dan
cyproterone acetate (progestin dengan antiandrogenik).Pada semua
penelitian ini terlihat bahwa progestin memperkuat efek androgen.
Testosteron undecanoate telah diteliti bersama-sama pill levonogestrel
(250 µg/hari) dan injeksi norethisterone enathate (200 mg/6 bulan secara
i.m.). Kombinasi antara testosteron undecanoate dengan norethisterone
enanthate sangat efektif dalam menekan spermatogenesis menjadi
azoospermia, sedangkan kombinasi dengan levonorgestrel oral menjadi
semakin lemah.Demikian juga kombinasi antara testosteron pelet (800
mg) bersama-sama dengan DMPA (300 mg injeksi) sangat efektif
sehingga terjadi azoospermia. Tidak seperti halnya injeksi, testosteron
tempel (patch) kombinasi dengan levenorgestrel secara oral atau implan
memiliki pengaruh yang lemah terhadap proses azoospermia, hanya
berkisar 25-30 persen.
Penelitian lain sedang atau baru saja diselesaikan antara lain:
1. Kombinasi testosteron undecanoate dengan injeksi norethisterone,
injeksi DMPA, atau etonogestrel impan
2. Testosteron peelt dengan DMPA injeksi, levonorgesterel, atau
etonogestrel impan
3. 7-α metil-19-nor-testosteron (MENT) implan dan levonorgestrel
impant
4. Testosteron decanoate injeksi dengan etnogestrel oral atau implan.
Cyproterone acetate (CPA) adalah progestin dalam bentuk oral yang
sangat kuat sekali. Apabila CPA diberikan secara tersendiri, maka
terjadi penurunan kadar serum testosteron dan hipogonadism. CPA
dikombinasi dengan testosteron enanthate (100 mg/minggu atau 250
mg/ 2 atau 3 minggu sekali), pengobatan menghasilkan azoospermia
atau hampir mendekati azoospermia disemua subjek pria yang dikaji.
Pada subyek tersebut tidak didapatkan perubahan serum lipid. Dosis

ii
tinggi CPA (50 mg atau lebih) menurunkan hematokrit darah,
meskipun testosteron diberikan pada dosis fisiologis. Penurunan
dosis CPA menjadi 20 mg/hari akan menghilangkan gejala tersebut.
CPA sekarang tidak dicoba lagi sebagai obat kontrasepsi pria.
Progestin lain yang memiliki aksi anti-androgenik adalah dienogest.
Penelitian mulai dilakukan pada obat baru ini dan hasilnya belum
dipublikasikan.
Androgen Selektif dan Modulator Progestin Reseptor (SPRM)
Modulator steroid reseptor tertentu bertugas merancang molekul yang
bekerjanya dapat bersifat agonistik pada steroid pada jaringan target
tertentu, atau bekerja antagonistik pada steroid yang sama tetapi ditempat
yang berbeda. Contoh untuk ini ialah modulator estrogen reseptor
tertentu (selective oestrogen receptor modulators atau disingkat SERMS),
misalnya tamoxifen dan raloxifen yang memiliki sifat agonis di tulang
tetapi antagonis di payudara.Tamoxifen bekerja agonis di uterus,
raloxifen tidak.MENT adalah modulator selektif androgen reseptor yang
bekerja agonis pada glandula pituitaria dan otot tetapi kurang poten untuk
merangsang pertumbuhan prostat dan testosteron.Pada penelitian klinis,
MENT terbukti dapat memelihara fungsi seksual pada laki-laki yang
mengalami defisiensi androgen.Atas dasar beberapa penelitian ini pabrik
farmasi mulai mencari obat yang dapat diberikan sekali sehari, tetapi
memiliki efek agonistik sebagai androgen ke hipotalamus, otot, sumsum
tulang dan efek antagonis yang netral terhadap kelenjar prostat.Demikian
juga SPRM sedang dikembangkan untuk berpengaruh supresif terhadap
gonadotropin yang mengendalikan progesteron tetapi memiliki efek
minimal pada metabolisme lipid dan karbohidrat.Secara teoritis, hybrid
antara SARM dan SPRM dapat diproduksi dan dipakai untuk kontrasepsi
hormonal bagi pria.

5) Androgen dan GnRH Antagonis


GnRH agonis pada perempuan sangat kuat potensinya untuk tidak
menimbulan ovulasi. GnRH agonis pada pria tidak dapat dipakai untuk

ii
memprediksi terjadinya proses spermatogenesis. GnRH agonis, jika
diberikan dengan dosis yang tinggi, atau infuse bersama-sama androgen
pada laki-laki maka akan terjadi supresi pengeluaran hormon LH
dan FSH. Namun demikian, cara ini belum belum berhasil menekan
sampai kondisi azospermia dan oligozoozpermia. Disisi lain, GnRH
antagonis (diberikan secara injeksi subkutan secara harian) dan
dikombinasikan dengan androgen akan memiliki pengaruh yang sangat
kuat. Namun demikian obat ini dapat menimbulkan gatal-gatal dikulit,
karena reaksi yang mirip terhadap histamin dari luar tubuh.
6) Androgen dan Kombinasi dengan Estrogen
Penelitian pada tikus dan kera-kera menunjukkan bahwa kombinasi
estradiol implant dengan testosteron implan menghasilkan supresi dari
spermatogenesis yang terlihat lebih lengkap. Estrogen kemungkinan
memiliki potensi menimbulkan efek samping dan merangsang terjadinya
gynaecomastia. Sementara itu, estrogen juga memiliki efek
menguntungkan pada tulang serta menurunkan kadar HDL.
Spermatogenesis terhambat tetapi bukan karena efek estradiol dan
testosteron yang semula diduga memilki efek additif.
b. Pil Kontrasepsi Non Hormonal
1) Ekstrak Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa)
Saat ini tengah dikembangkan metode kontrasepsi bagi pria dari
ekstrak tanaman Gandarusa.salah seorang peneliti dari universitas
Airlangga Surabaya, Drs. Bambang Prayogo, Apt. yang meneliti
khasiat dari tanaman Gandarusa dan pengaruhnya sebagai
kontrasepsi alami bagi pria. Kandungan kimia tanaman gandarusa
adalah Alkaloid, saponin, Flavonoid, Polifenol, Alkaloid yustisina
dan minyak atsiri, bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh
bagian tumbuhan.
Tanaman gandarusa memiliki sifat antispermatozoa, dan saat ini
proses penelitian tersebut sudah memasuki uji klinis. Menurut Drs.
Bambang, cara kerja senyawa ekstrak gandarusa ini mirip seperti

ii
metode hormonal KB. Yakni menurunkan aktifitas enzim
hialuronidase didalam spermatozoa, sehingga sel sperma tidak
mampu menembus sel telur.Pada fase pertama penelitiannya,
dilibatkan 36 subyek sehat dan subur. Setelah itu, obyek penelitian
dilipatgandakan menjadi 120 pasangan usia subur (PUS). Dari hasil
uji klinik tersebut, ternyata 100 persen memiliki hasil
maksimal.Tidak terjadi kehamilan pada si wanita.Dalam uji coba
ketiga ini Drs. Bambang telah mengujikan hasil temuannya kepada
sekira 350 pasangan muda subur. Proses uji coba ini masih berjalan
dan sebentar lagi akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Diungkapkan Bambang untuk membuat kapsul dibutuhkan waktu
yang sangat lama.Bukan hanya satu atau dua tahun, tetapi
membutuhkan waktu puluhan tahun karena langsung bersentuhan
dengan masyarakat.Mulai mencari bahan, memproses secara ilmiah
yang benar-benar steril, hingga pengujian di masyarakat.Dalam uji
coba itu, pasangan muda harus minum kapsul setiap hari sekali
selama 30 hari. Serangkaian penelitian panjang selama bertahun-
tahun ini memang benar-benar membuktikan ekstrak daun gandarusa
sudah terbukti efektif untuk mencegah kehamilan bagi sang istri.
Meski berhubungan dengan pasangan, dengan mengonsumsi pil KB
pria ini secara teratur kelahiran bisa dicegah.Bahkan para pria yang
merupakan akseptor KB tersebut mengaku makin jantan. Saat ini
proses pengembangan itu sudah selesai, sehingga 2012 diperkirakan
pil KB pria pertama di dunia ini bisa dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam penelitian didapati penggunaan pil KB khusus pria ini tak
akan mengakibatkan menurunnya gairah seks. Bambang
mengharapkan tidak ada penyalahgunaan untuk hal-hal yang tidak
semestinya.Pria yang mengonsumsinya dijamin tetap bisa melakukan
rutinitas pemenuhan kebutuhan batinnya, tanpa takut pasangannya
mengalami kehamilan.Jadi tak perlu takut. Hanya saja yang perlu

ii
dicatat adalah jika benar ini sudah diedarkan jangan sampai disalah
gunakan.
Gandarusa, merupakan tanaman herbal yang sudah dimanfaatkan
oleh sebagian besar masyarakat sebagai tanaman obat.Menurut situs
Wikipedia, tanaman gandarusa ini selain memiliki sifat
antispermatozoa juga memiliki efek analgetik, antidiuretik.Menurut
salah seorang pembudidaya gandarusa, Tini Hartini, Gandarusa ini
bisa digunakan sebagai obat anti nyeri ketika keseleo.
2) Suntikan styrene maleic anhydride (SMA)
Metode non hormonal mempunyai onset yang cepat dan sedikit
dipengaruhi oleh fungsi psikologi lainya yang berkaitan dengan
fungsi androgen.Sumber potensial alami dari kontrasepsi non-
hormonal terutama gossypol, neem dan tripterygium. Obat non
hormonal lainnya yang potensial dan reversibel antara lain adalah
vaksin dan suntikan styrene maleic anhydride (SMA) yang
disuntikan kedalam vas deferen.\
Obat yang berasal dari sumber natural yang telah banyak diuji
cobakan sebagai kontrasepsi pria adalah gossypol.Gossypol berasal
dari tanaman kapas dan dapat menghambat pergerakan sperma dan
pematangan sperma (spermatogenesis).Studi yang dilakukan di
China menemukan bahwa gossypol menekan spermatogenesis pada
sebagian besar pria, tetapi oligospermia tidak terjadi secara konsisten
dan reversible.Gossypol juga dapat menyebabkan turunnya kalium
dalam darah (hipokalemia).Neem dan tripterygium juga berasal dari
tumbuhan dan keduanya digunakan sebagai kontrasepsi
pria.Keduanya menimbulkan efek pada spermatogenesis, yang
dilakukan pada percobaan pada binatang.Neem adalah tanaman asli
dari India, dan sudah digunakan untuk percobaan dalam
pengobatan.Tripterigium wilfordii (TW) dan tripterigium
hypoglaucum (TH) adalah tumbuhan yang berasal dari genus yang
sama, dan telah lama digunakan sebagai pengobatan tradisional

ii
China. Isolasi bahan aktif dari tripterigium sudah diuji cobakan
untuk kontrasepsi pada manusia. Dari beberapa penelitian yang ada,
Lopez et al (2005) menyimpulkan bahwa meskipun ada indikasi
bahwa obat-obat tersebut memiliki pengaruh terhadap sperma,
namun belum cukup bukti untuk menjadikan obat-obat tersebut
sebagai obat kontrasepsi dalam program kesehatan masyarakat.
Gossypol masih memiliki masalah utama berupa: toksisitas, efikasi
yang rendah, dan reversabilitas yang lambat atau tidak sempurna.
Penelitian TW dan TH perlu dilanjutkan karena masih sedikitnya
bukti-bukti yang nyata tentang pengaruh obat tersebut terhadap
sperma.
Metode nonhormonal mempunyai cara kerja yang lebih cepat dan
ketergantungan pada peran hormon androgen relatif lebih rendah.
Dari review berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa
kontrasepsi non-hormonal sudah bisa digunakan (Lopez et al, 2005).
Namun demikian, kombinasi hormon progestin dan testosteron lebih
menjanjikan dibanding metode obat non-hormonal. Pada umumnya,
baik obat hormonal dan non-hormonal efektifitas dan keamanan
masih belum diketahui dengan pasti, sehingga masih memerlukan uji
klinik yang lebih besar.Pendekatan non hormonal mempunyai
beberapa keuntungan potensial dibandingkan pendekatan hormonal.
3) Nifedipine
Adalah jenis obat yang termasuk calcium channel blockers
(CCBs). Penelitian menunjukkan CCBs bisa menghambat saluran
kalsium dalam membran sel sperma. Hal itu akan berdampak
menghambat kerja sperma tetapi tidak berpengaruh pada
produksinya. Seseorang yang mengonsumsi nifedipine jumlah
spermanya tetap tetapi fungsinya menurun.
c. Ultrasound
Saat ini, peneliti dari Universitas North Carolina, AS, sedang menguji
apakah gelombang ultrasound bisa menjadi metode kontrasepsi baru bagi

ii
pria.Penelitian ini menemukan, gelombang ultrasound di bagian testis
diketahui cukup aman menghentikan produksi sperma selama enam
bulan.Prinsip kerjanya adalah menembakkan ultrasound ke testis supaya
produksi sperma turun sampai tingkat nol. Angka ini merupakan angka
ideal untuk mencegah terjadinya konsepsi atau kehamilan. Namun, para
peneliti masih berkutat untuk mencari tahu cara mengembalikan kesuburan
pria setelah melakukan metode ini. Pasalnya, ada kemungkinan pria ingin
memiliki anak lagi.
Mengembalikan kesuburan menjadi isu penting, karena sekali testis
berhenti memproduksi sperma dan cadangan sperma dikosongkan, pria
akan menjadi tidak subur sementara. Menurut Dr James Tsuruta alat
kontrasepsi ini dapat diandalkan selama 6 bulan, dengan biaya murah dan
termasuk kontrasepsi non-hormonal dengan satu kali perawatan.Dr Tsuruta
juga menambahkan, metode ultrasound ini sudah umum digunakan sebagai
instrumen terapi dalam kedokteran olahraga atau klinik terapi fisik.Maka
itu, diharapkan tujuan jangka panjang penelitian ini adalah menciptakan
alat KB yang sesuai untuk pria, tanpa membahayakan kesuburan.

d. Implant
1) Definisi
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi bawah Kulit (Hanafi,
2004). Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung
levonorgetrel yang dibungkus dalam kapsul silastic silicon polidymetri
silicon dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukkan
dibawah kulit adalah sebanyak 2 kapsul masing masing kapsul
panjangnya 44 mm masing masing batang diisi dengan 70mg
levonorgetrel, dilepaskan kedalam darah secara difusi melalui dinding
kapsul levonorgetrel adalah suatu progestin yang dipakai juga dalam pil
KB seperti mini pil atau pil kombinasi (Prawirohardjo, 2009).
2) Jenis
a) Norplant

ii
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4
cm, dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36mg Levonogestrel
dan lama kerjanya 5 tahun.
b) Implanon dan Jadena
Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40
mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-desogestrel
dan lama kerjanya 3 tahun.
c) Indolant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan
lama kerjanya
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja implant :
a) Dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi
b) Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
c) Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa
4) Keuntungan
Keuntungan kontrasepsi adalah daya guna tinggi, perlindungan
jangka panjang sampai 5 tahun, pengembalian kesuburan yang cepat pasca
pencabutan, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu senggama,
tidak mengganggu ASI
5) Kerugian
Menurut Hartanto, (2002) mengemukakan bahwa kerugian implant adalah:
a) Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
b) Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan
pengangkatan implant.
c) Biaya Lebih mahal.
d) Sering timbul perubahan pola haid.
e) Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.
f) Beberapa wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena kurang
mengenalnya.
g) Implant kadang-kadang dapat terlihat orang lain.
6) Teknik Pemasangan

ii
a) Suntikkan anestesi lokal 0,3 cc pada kulit (intradermal) pada tempat
insisi yang telah ditentukan, sampai kulit sedikit menggelembung
b) Teruskan penusukan jarum ke lapisan di bawah kulit (subdermal)
sepanjang 4 cm, dan suntikkan masing-masing 1 cc pada jalur
pemasangan kapsul nomor 1 dan 2
c) Uji efek anestesinya sebelum melakukan insisi pada kulit
d) Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skalpel atau ujung bisturi
sehingga mencapai lapisan subdermal
e) Masukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi dengan
sudut 45° hingga mencapai lapisan subdermal kemudian luruskan
trokar sejajar dengan permukaan kulit
f) Ungkit kulit dan dorong trokar dan pendorongnya sampai batas tanda
1 (pada pangkal trokar) tepat berada pada luka insisi
g) Keluarkan pendorong
h) Masukkan kapsul yang pertama ke dalam trokar dengan tangan atau
dengan pinset, tadahkan tangan yang lain di bawah kapsul sehingga
dapat menangkap kapsul bila jatuh
i) Masukkan kembali pendorong dan tekan kapsul ke arah ujung dari
trokar sampai terasa adanya tahanan
j) Tahan pendorong di tempatnya dengan satu tangan, dan tarik trocar
ke luar sampai mencapai pangkal pendorong
k) Sambil menahan ujung kapsul di bawah kulit, tarik trokar dan
pendorongnya secara bersama-sama sampai batas tanda 2 (pada
ujung trokar) terlihat pada luka insisi
l) Kemudian belokkan arah trokar ke samping dan arahkan ke sisi lain
dari kaki segitiga terbalik (imajiner), dorong trokar dan
pendorongnya hingga tanda 1 berada pada luka insisi
m) Cabut pendorong dan masukkan kapsul kedua, kemudian dorong
kapsul hingga terasa tahanan pada ujung trocar
n) Tahan pendorong dan tarik trokar ke arah pangkal pendorong untuk
menempatkan kapsul pada tempatnya
o) Tahan ujung kapsul kedua yang sudah terpasang di bawah kulit, tarik
trokar dan pendorong hingga keluar dari luka insisi
p) Raba kapsul di bawah kulit untuk memastikan kedua kapsul Implan-2
telah terpasang baik pada posisinya

ii
q) Raba daerah insisi untuk memastikan seluruh kapsul berada jauh dari
luka insisi
7) Pencabutan Kapsul dengan Teknik Presentasi dan Jepit
a) Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc
subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)
b) Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi pada kulit
c) Buat insisi kecil (2 mm) dengan ujung bisturi/skalpel sekitar 3 mm
di bawah ujung
d) Tentukan lokasi kapsul yang termudah untuk dicabut dan dorong
pelan-pelan ke arah tempat insisi hingga ujung dapat dipresentasikan
melalui luka insisi
e) Jepit ujung kapsul dengan klem lengkung (mosquito) dan bawa ke
arah insisi
f) Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan
menggunakan ujung bisturi atau skalpel hingga ujung kapsul terbebas
dari jaringan yang melingkupinya
g) Pegang ujung kapsul dengan pinset anatomik atau ujung klem,
lepaskan klem penjepit sambil menarik kapsul keluar
h) Taruh kapsul pada mangkok yang berisi larutan klorin 0,5% dan
lakukan langkah yang sama untuk kapsul kedua
8) Pencabutan kapsul dengan Teknik Finger Pop Out
a) Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc
subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)
b) Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi pada kulit
c) Tentukan ujung kapsul yang paling mudah dicabut
d) Gunakan jari untuk mendorong ujung kranial kapsul ke arah tempat
insisi
e) Pada saat ujung kaudal kapsul menonjol ke luar, lakukan insisi (2-3
mm) di ujung kapsul sehingga ujung kapsul terlihat
f) Pertahankan posisi tersebut dan bebaskan jaringan ikat yang
melingkupi ujung kapsul sehingga kapsul terbebas ke luar
g) Dorong ujung kranial kapsul tersebut sehingga ujung kaudal muncul
keluar (pop out) dan dapat ditarik keluar melalui luka insisi
h) Taruh kapsul pada mangkok yang berisi larutan klorin 0,5% dan
lakukan langkah yang sama untuk kapsul kedua.
9) Pencabutan kapsul dengan Teknik U Klasik

ii
a) Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1 cc
subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)Uji efek
anestesi sebelum membuat insisi pada kulitTentukan lokasi insisi
pada kulit di antara kapsul 1 dan 2 lebih kurang 3 mm dari ujung
kapsul dekat siku
b) Lakukan insisi vertikal di sekitar 3 mm dari ujung kapsul (setelah
ditampilkan dengan melakukan infiltrasi Lidokain 1% pada bagian
bawah ujung kapsul)
c) Jepit batang kapsul pada bagian yang sudah diidentifikasi
menggunakan klem ‘U’ (klem fiksasi) dan pastikan jepitan ini
mencakup sebagian besar diameter kapsul
d) Angkat klem ‘U’ untuk mepresentasikan ujung kapsul dengan baik,
kemudian tusukkan ujung klem diseksi pada jaringan ikat yang
melingkupi ujung kapsul
e) Sambil mempertahankan ujung kapsul dengan klem fiksasi, lebarkan
luka tusuk dan bersihkan jaringan ikat yang melingkupi ujung kapsul
sehingga bagian tersebut dapat dibebaskan dan tampak dengan jelas
f) Dengan ujung tajam klem diseksi mengarah keatas, dorong jaringan
ikat yang membungkus kapsul dengan tepi kedua sisi klem
(lengkung atas) sehingga ujung kapsul dapat dijepit dengan klem
diseksi
g) Jepit ujung kapsul sambil melonggarkan jepitan klem fiksasi pada
batang kapsul
h) Tarik keluar ujung kapsul yang dijepit sehingga seluruh batang
kapsul dapat dikeluarkan. Letakkan kapsul yang sudah dicabut pada
mangkok.
i) Lakukan langkah 2 hingga 8 pada kapsul kedua
Susuk/implant disebut alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang
di bawah kulit pada lengan atas, alat kontrasepsi ini disusupkan di
bawah kulit lengan atas sebelah dalam. Bentuknya semacam tabung-
tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya

ii
sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam
buah kapsul atau tergantung jenis susuk yang akan dipakai. Di
dalamnya berisi zat aktif berupa hormon.Susuk tersebut akan
mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit. Jadi, konsep kerjanya
menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi
sperma.Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3 tahun, dan
ada juga yang diganti setiap tahun.Pencabutan bisa dilakukan
sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi.
Macam-macam Implant :
1) Non Biodegradable Implan
a) Norplant (6 kapsul), berisi hormon levonorgestrel, daya kerja 5 tahun.
b) Norplant-2 (2 batang), berisi hormon levonorgestrel, daya kerja 3
tahun.
c) Norplant 1 batang, berisi hormon ST – 1435, daya kerja 2 tahun.
d) Norplant 1 batang,1 batang berisi hormon 3 keto desogestrel, daya
kerja 2,5 – 4 tahun.
Saat ini di Indonesia sedang di uji coba IMPLANON, implant 1
batang dengan panjang 4 cm, diamater luar 2 mm, terdiri dari suatu
EVA (Ethylene Vinyl Acetate) berisi 60 mg 3 ketodesogestrel yang
dikelilingi suatu membran EVA, berdaya kerja 2 – 3 tahun.
2) Biodegradable
Yang sedang diuji coba saat ini :
a) Copronor PP
Suatu kapsul polymer berisi hormon levronorgastel dengan daya kerja
18 bulan.
b) Pellets
Berisi norethindrone dan sejumlah kecil kolesterol,daya kerja 1 tahun
3) Yang Paling Sering Dipakai
a) Norplant
1. Dipakai sejak tahun 1987
2. Terdiri dari 6 kapsul silastik (karet silicone) yang berisi dengan
hormon levonorgestrel dan uung – ujung kapsul ditutup dengan
silastik adhesive
3. Sangat efektif untuk mencegah kehamilan 5 tahun
4. Saat ini norplan yang paling banyak dipakai
b) Implanon

ii
1. Dipakai sejak tahun 1987
2. Terdiri dari 2 batang silatik yang padat panjang tiap batang 40 mm,
diameter 2,4 mm
3. Masing – masing batang diisi dengan 68 mg 3 ketodesogastrel di 2
matriks batang
4. Sangat efektif untuk mencegah kehamilan selama 3 tahun
c) Jadena dan indoplant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg levonorgastrel dengan
lama kerja 3 tahun
e. AKDR
1) Sejarah Perkembangan
Alat kontrasepsi yang prinsipnya memasukkan perintang ke dalam
organ intim wanita sesungguhnya sudah dikenal sejak ratusan tahun
silam.Namun produk intrauterine device (IUD) dalam versi lebih
modern pertama kali dibuat pada tahun 1909 oleh dr R.
Richter.Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Ernst Grafenberg tahun
1920 yang membuat alat kontrasepsi mekanik dari sebuah cincin perak.

Kini IUD dibuat dari plastik dan tembaga.Pada tahun 1996, muncul
IUD yang bisa menghasilkan hormon juga.IUD cukup populer sebagai
salah satu alat kontrasepsi yang efektif dan penggunaannya jangka
panjang.Efek samping seperti radang pangggul dan penyebab
perdarahan bercak pervagina sempat dikaitkan dengan penggunaan
IUD.Tetapi, sudah banyak perbaikan sejak penemuan ini.

IUD (Intra Uterine Devivice) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam


Rahin) yang pertama dikenalkan oleh Righter tahun 1909 terbuat dari
logam, sempat populer tahun 1929, karena efek samping berupa infeksi
dan mortalitas yang tinggi, penggunaannya sempat terhenti. Penemuan
IUD oleh Ishihama dari Jepang tahun 1956 dan Oppenheimer dari Israel
tahun 1959.Pada saat ini AKDR merupakan salah satu kontrasepsi yang
paling popular dan diterima oleh program Keluarga Berencana di setiap
negara.Sekitar 60 – 65 juta wanita di seluruh dunia memakainya,

ii
dengan pemakai terbanyak di China.AKDR termasuk salah satu
kontrasepsi yang sangat efektif.AKDR mempunyai kemampuan
mencegah kehamilan yang dinilai sangat efektif.Selain kemudahan
dalam pemasangan juga mudah untuk lepas spontan (ekspulsi).Sebagian
besar AKDR dilengkapi dengan tali (ekor) agar mudah mendeteksi.
Bahan dasarnya plastik, Jenisnya banyak yaitu AKDR polos (inert
IUD), AKDR yang mengandung tembaga (copper bearing IUD), AKDR
yang mengandung obat (medicated IUD)
2) Mekanisme Kerja
a) Mekanisme kerja AKDR menimbulkan reaksi radang di
endometrium, disertai peningkatan produksi prostaglandin dan
infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatakan oleh tembaga, yang
mempengaruhi enzim-enzim di endometrium, metabolisme
glikogen, dan penyerapan estrogen serta menghambat transportsi
sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung tembaga, jumlah
spermatozoa yang mencapai saliran genetalia atas berkurang.
Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet,
baik sperma atau ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang
mengandung tembaga memeperlihatkan degerasi mencolok
b) Pengawasan hormon secara dini memperlihatkan bahwa tidak terjadi
kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung
tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan
merupakan mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR yang
mengandung tembaga digunakan untuk kontrasepsi pasca coitus.
LNG-IUS menginduksi atrofi dan produksi mukus serviks antagonis,
yang akan meningkatkan efektifitasnya .
3) Rincian mekanisme kerja AKDR adalah sebagai berikut:
a) Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing
yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan serbukan
leukosit yang dapat melarutkan blastokist atau sperma.

ii
b) Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan
pada pemakaian AKDR yang menyebabkan blastokist tidak
dapat hidup dalam uterus.
c) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKDR yang
dapat menghalangi nidasi.
d) Pergerakan ovum yang bertambah cepat dalam tuba fallopii.
e) AKDR yang mengeluarkan hormon akan mengentalkan lendir
serviks sehingga menghalangi pergerakan sperma untuk
melewati kavum uteri.
f) Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan seksual
terjadi) AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan
memepengaruhi sel telur dan sperma sehingga pembuahan tidak
terjadi. Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan
seksual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki
mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan mencegah
terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah
dibuahi.
g) Dari penelitian-penelitian terakhir, didangka bahwa IUD juga
mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah
fertilitas). Ini terbukti dari penelitian di Chili: a. Diambil ovum
dari 14 wanita pemakai IUD dan 20 wanita tanpa
menggunakanan kontrasepsi. Semua wanita telah melakukan
senggama sekitar waktu ovulasi.; b. Ternyata ovum dari wanita
akseptor IUD tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda fertilitas
maupun perkembangan embrionik normal, sedangkan setengah
jumlah ovum pada wanita ynag tidak menggunakan kontrasepsi
menunjukkan tanda-tanda fertilisasi dan perkembangan
embrionik normal.; c. Penelitian ini menunjukkan bahwa IUD
antara lain bekerja dengan cara mencegah terjadinya fertilisasi.
h) Untuk IUD yang mengandung Cu: a.Antagonisme kationic yang
spesifik terhadap Zn yang terdapat dalam enzim carboniyc
anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia wanita,

ii
dimana Cu menghambat reaksi carboniyc anhydrase sehingga
tidak memungkinkan terjadinya implantasi dan juga mugkin
menghambat aktivasi alkali phosphatase.; b. Mengganggu
pengambilan estrogen endogeneuse oleh mukosa uterus.; c.
Menganggu jumlah DNA dalm sel Endometrium.; d.
Mengganggu metabolisme glikogen.
i) Untuk IUD yang mengandung hormon progesteron. a. Gangguan
proses pematangan proliferatif sekretoir sehingga timbul
penekenan terhadap endometrium dan terganggunya proses
implantasi endometrium tetap berada dalam fase
decidual/progestational.; b. Lendir serviks yang menjadi lebih
kental/tebal karena pengaruh progestin (Handayani:2010)
4) Waktu pemasangan
a) Setiap saat pada siklus haid bila sudah dipastikan wanita tersebut
tidak hamil
b) Pasca persalinan: segera setelah persalinan, 48 jam pertama setelah
persalinan atau 6 – 8 minggu setelah persalinan. Perhatian: hindari
pemasangan setelah 1 minggu atau 6 minggu karena resiko perforasi
saat pemasangan sangat besar
c) Setelah induksi haid atau aborsi spontan bila tidak ada infeksi
5) Efek Samping
a) Spotting
Keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus menstruasi, spoting
akan muncul jika capek dan stress. Perempuan yang aktif sering
mengalami spotting jika menggunakan kontrasepsi AKDR.
b) Perubahan siklus menstruasi.
Setelah pemasangan AKDR siklus menstruasi menjadi lebih
pendek. Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat dari siklus
normal rata-rata yaitu 28 hari dengan lama haid 3-7 hari, biasanya
siklus haid berubah menjadi 21 hari.
c) Amenore
Tidak didapat tanda haid selama 3 bulan atau lebih.
d) Dismenore
Munculnya rasa nyeri saat menstruasi.

ii
e) Menorrhagea
Perdarahan berat secara eksesif selama masa haid atau haid yang
lebih banyak.
f) Fluor albus
Penggunaan AKDR akan memicu rekurensi vaginosis bacterial
yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob
menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi
sebagai flora normal vagina.
g) Pendarahan Post seksual.
Pendarahan post seksual ini disebabkan karena posisi benang
AKDR yang menggesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga
menimbulkan pendarahan.
6) Upaya Bidan Dalam Menanggulangi Efek Samping
a) Jika permasalahan ringan, dianjurkan agar dilakukan konseling.
b) Jika terjadi terdapat infeksi maupun gejalanya segera dibawa ke
rumah sakit terdekat.
c) Pada efek samping amenore, periksa apakah sedang hamil atau
tidak.
d) Apabila tidak, AKDR tidak dilepas. Memberi konseling dan
menyelidiki penyebab amenorea apabila dikehendaki.
e) Apabila hamil, dijelaskan dan disarankan untuk melepas AKDR
apabila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13 minggu.
f) Apabila benang tidak terlihat, atau kehamilan lebih dari 13 minggu,
AKDR tidak dilepas.
g) Apabila klien sedang hamil dan ingin mempertahankan kehamilan
tanpa melepas AKDR maka dijelaskan adanya resiko kemungkinan
terjadinya kegagalan kehamilan dan infeksi serta perkembangan
kehamilan harus lebih diamati dan diperhatikan.
h) Untuk penanganan dismenore yaitu memastikan dan menegaskan
adanya penyakit radang panggul (PRP) dan penyebab lain dari
kekejangan.

ii
i) Menanggulangi penyebabnya apabila ditemukan.
j) Apabila tidak ditemukan penyebabnya diberi analgesik untuk
sedikit meringankan. Apabila klien mengalami kejang yang berat,
AKDR dilepas dan membantu klien menentukan metode
kontrasepsi yang lain.
7) Pada perdarahan hebat yaitu :
a) Apabila tidak ada kelainan patologis, perdarahan bekelanjutan serta
perdarahan hebat, melakukan konseling dan pemantauan.
b) Memberi Ibuprofen (800mg, 3 x sehari selama 1 minggu) untuk
mengurangi perdarahan dan memberikan tablet besi (1 tablet setiap
hari selama 1-3 bulan)
c) AKDR memungkinkan dilepas apabila klien menghendaki. Apabila
klien telah memakai AKDR selama lebih dari 3 bulan dan diketahui
menderita anemi (Hb <7g%) dianjurkan untuk melepas AKDR dan
membantu memilih metode lain yang sesuai.
8) Keuntungan
a) Kontrasepsi ini sangat efektif mencegah kehamilan jangaka penjang
yang ampuh, paling tidak 10 tahun.
b) IUD dapat efektif segera setelah pemasangan.
c) Tidak mempengaruhi hubungan seksual. Hubungan intim jadi lebih
nyaman karena rasa aman terhadap risiko kehamilan
d) Metode jangka panjang.
e) Tidak adanya efek samping hormonal
f) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Aman untuk ibu
menyusui tidak mengganggu kualitas dan kuantitas ASI
g) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila tidak
terjadi infeksi)
h) Dapat digunakan sampai menopause
i) Tidak ada interaksi dengan obat-obat
j) Membantu mencegah kehamilan ektopik
k) Setelah IUD dikeluarkan, bisa langsung subur
9) Kerugian
Setelah pemasangan, biasanya ibu akan merasakan nyeri dibagian
perut dan mengalami pendarahan sedikit. Ini biasanya berjalan selama 3

ii
bulan setelah pemasangan dilakukan. Tetapi jika sudah lewat 3 bulan
pendarahan masih terjadi harus segera dilakukan pemeriksaan
10) Teknik Pemasangan AKDR
Teknik pemasangan AKDR pada saat ini memiliki perbedaan
dengan yang terdahulu yaitu pada penggunaan tenaculum, dahulu
tenaculum tidak digunakan. Perbedaan lain yaitu pengusapan vagina dan
serviks menggunakan cairan antiseptic. Dengan perkembangan teknik
diharapkan angka kejadian infeksi pasca pemasangan menjadi lebih
sedikit.
11) AKDR Update
Jenis AKDR terbaru yaitu skyla, memiliki ukuran yang lebih kecil
dari AKDR mirena.Mengandung levonorgestrel.Jenis Skyla ini dapat
digunakan dalam jangka waktu 3 tahun, sedangkan Mirena dapat
digunakan dalam jangka waktu 5 tahun.Skyla dapat digunakan oleh
wanita yang belum memiliki anak dan mirena digunakan pada wanita yg
sudah memiliki anak.
Jenis AKDR yang lain adalah AKDR progestin dengan dua jenis yaitu
prigestase yang mengandung progesterone dan mirena yang mengandung
levonorgestrel. Cara kerjanya menutup jalan pertemuan sperma dan sel
telur, mengurangi jumlah sperma yang bisa masuk tuba falopi (tempat sel
telur), menjadikan selaput lendir rahim tipis dan tidak siap ditempati sel
telur, serta meng-inaktifkan sperma.

Kontrasepsi ini sangat efektif dan bisa dipasang selama satu


tahun.Keuntungan lainnya adalah tidak berpengaruh terhadap ASI,
kesuburan cepat kembali, dapat digunakan bersama dengan obat
tuberculosis, epilepsi, dan hormon estrogen untuk wanita perimenopause.
Keterbatasannya perlu dilakukan pemeriksaan dalam, harga dan
pemasangan relatif mahal, memerlukan tenaga kesehatan khusus,
menyebabkan amenore pada penggunaan jangka panjang, menurunkan
kadar HDL kolesterol, memicu pertumbuhan mioma dan kanker

ii
payudara, serta meningkatkan resiko rangang panggul. Kontraindikasi
pengguna AKDR progestin adalah hamil (bisa menyebabkan keguguran),
perdarahan per vagina yang belum jelas penyebabnya, keputihan,
menderita salah satu penyakit reproduksi, dan menderita kanker.

AKDR progestin bisa dipasang selama siklus haid, 48 jam setelah


melahirkan, enam bulan pertama untuk ibu yang menyusui secara
eksklusif, serta pasca keguguran jika tidak mengalami infeksi. Kerugian
Progestin adalah versi sintetis dari progesteron, yaitu hormon seks
wanita, yang memainkan peran penting dalam kehamilan.Progestin
adalah salah satu hormon yang digunakan dalam terapi penggantian
hormon yang banyak digunakan untuk mengobati gejala-gejala
menopause.Akan tetapi, suntikan progestin juga telah dikaitkan dengan
kegagalan perawatan kesuburan.Peneliti menemukan risiko baru dalam
penelitian terhadap ketiga kelompok wanita tersebut. Semua alat kontrol
kelahiran yang digunakan dalam penelitian ini terbukti efektif dan tidak
satupun dari peserta mengalami perubahan berat badan dan peningkatan
kadar kolesterol atau tekanan darah.
12) IUD Pascaplasenta
Angka cakupan akseptor KB pasca salin dan pasca keguguran di
Negara berkembang sangat memprihatinkan. Data BPS (2010), dari
237.641.236 penduduk Indonesia dengan angka kelahiran mencapai 5
juta pertahun, angka keguguran 3,5 juta pertahun, hanya 5 – 10% yang
menggunakan alat kontrasepsi.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka timbul keprihatinan yang


mendalam yang berbuah ide untuk melakukan program pelayanan KB
yang meliputi MAL, Suntik KB DMPA, Mini Pil dan Khususnya IUD
post Plasenta. IUD post plasenta adalah IUD yang diinsersikan setelah ±
10 menit plasenta lahir.

ii
IUD Post plasenta sangat efektif karena terbukti tidak menambah risiko
infeksi, perforasi dan perdarahan, dengan risiko ekspulsi sekitar 6 – 10%/
persyaratan penggunaan IUD Post Plaseta adalah :Ibu hamil / inpartu
yang menyatakan persetujuan yang ditulis dalam informed consent.
Sedangkan kontraindikasinya adalah ibu yang sedang mengalami anemia,
distorsi uterus, malformasi kongenital, uterus fibroid, rupture uteri,
ketuban pecah lama dan infeksi intrapartum.

Tidak terlihatnya benang adalah hal yang biasa, karena pada saat
pemasangan uterus masih berukuran besar, TFU ± 2 jari dibawah pusat,
seiiring berjalannya waktu, IUD akan menyesuaikan dengan bentuk
uterus yang semakin lama semakin mengecil menuju ke ukuran normal,
dengan berjalannya waktu bennag akan terlihat sendiri. Angka kejadian
tidak terlihatnya benang pada awal pemasangan sebesar 5,8%.
Erosi merupakan hal yang wajar pada bulan pertama pemasangan IUD
karena adanya proses adaptasi lapisan portio terhadap benang,. Menrut
Bercovici dan Gailly menyatakan bahwa penurunan angka kejadian erosi
pada akseptor IUD dengan pemakaian ≥ 2 – 3 tahun pemasangan yang
disebabkan karena adanya reaksi toleransi tubuh terhadap IUD yang
dipakai, sehingga semakin lama kejadian erosi porsio semakin berkurang.
Penempatan Postplacental selama persalinan sesar berkaitan dengan
tingkat pengusiran rendah daripada postplacental setelah
kelahiranpervagina, tanpa peningkatan angka komplikasi pasca operasi.
Cara Pemasangan IUD Post Plasenta
a. Siapkan IUD, potong benang IUD sepanjang 6 cm
b. Masukkan IUD ke dalam fundus uteri dalam 10 menit setelah plasenta
lahir dengan cara menjepit IUD dengan 2 jari tangan penolong yang sudah
ganti sanrung tangan steril. IUD dijepit diujung jari tengah dan telunjuk
yang dimasukkan melewati introitus vagina sampai ke fundus.
c. Bersamaan dengan itu tangan penolong yang diluar memegang fundus
dan menekan ke bawah
d. Pastikan IUD sudah siletakkan dengan benar di fundus uteri.

ii
Pemantauan IUD Post Plasenta
a. satu minggu pasca pemasangan
b. 4 minggu pasca pemasangan
c. 6 minggu pasca pemasangan
d. Setiap ada keluhan nyeri, perdarahan, demam.

2.4.2. Metode Operasi

a. MOW (Metode Operasi Wanita)


Sterilisasi adalah salah satu metode dan dan alat kontrasepsi bagi wanita
untuk mencegah kehamilan atau memutus kehamilan.Karena alasan tertentu
misalnya adanya penyakit bisa saja seorang wanita harus menggunakan alat
kontrasepsi berupa sterilisasi.

Metode sterilisasi ini untuk sebagian wanita merupakan suatu hal yang
meresahkan, karena metode ini dalam pelaksanaannya menggunakan sayatan,
sehingga banyak wanita yang tidak menginginkannya bahkan cenderung
menimbulkan ketakutan.
1) Macam-Macam Teknik dan Metode Sterilisasi antara lain :
a) Minilaparotomi
Teknik atau metode minilaparotomi ini dalam pelaksanaannya harus
dilakukan sayatan selebar kurang lebih 10 cm di bagian perut.
b) Laparoskopi
Teknik atau metode laparoskopi ini dalam pelaksanaannya harus
dilakukan sayatan selebar kurang lebih 1,5 sampai 2 cm di bagian perut.
Namun operasi bedahmeskipun tidak menimbulkan rasa sakit tetap
sajabanyakyang tidak menyukainya dan takut jika
harusmenjalaninya. Perkembanganteknik danmetode sterilisasi ini terus
berkembang dari waktu ke waktu, sehingga kini telah hadir Metode dan
Teknik Sterilisasi Wanita Tanpa Sayatan yaitu Histeroskopi (Hysteroscopy).
Dalam pelaksanaan sterilisasi histeroskopi ini sama sekali tidak dilakukan
sayatan sama sekali pada perut, pasien juga dapat memilih tanpa pembiusan
maupun dengan pembiusan lokal. Tidak seperti teknik lain, setelah pasien
menjalani operasi sterilisasi histeroskopi ini pasien sudah bisa pulang dan
juga beraktivitas seperti semula tanpa melaui perawatan inap.

ii
Dengan metode dan teknik sterilisasi histeroskopi ini diharapkan pasien yang
menjalaninya dapat merasa lebih nyaman, karena peralatan-peralatan yang
digunakannya menggunakan peralatan terbaru dengan bentuk yang sangat
kecil. Cara kerja alat ini sangat simpel, jika dilakukan oleh dokter yang ahli
maka akan cepat selesai. Proses sterilisasi histeroskopi adalah dengan
memasukkan alat sebesar 0,3 cm yang dilengkapi kamera mikro kedalam
rahim melalui organ vital wanita, dengan bantuan kamera inilah maka dengan
tepat dokter dapat menentukan saluran telur.
Angka kejadian komplikasi akibat histeroskopi berkisar antara satu sampai
dua per 100 tindakan histeroskopi operatif. Komplikasi tersering histeroskopi
antara lain perforasi dinding rahim, namun biasanya dapat sembuh dengan
sendirinya. Komplikasi lain meliputi perdarahan, atau masuknya cairan yang
digunakan dalam histeroskopi ke dalam aliran darah.
Kadangkala timbul rasa kram dan keluar cairan dari vagina setelah tindakan
histeroskopi.Hubungan seksual sebaiknya dihindari selama beberapa hari
sampai tidak ada lagi perdarahan yang timbul.Aktivitas normal biasanya
dapat dilakukan lagi dalam satu atau dua hari.Bila dilakukan pemasangan
kateter dalam rongga rahim, biasanya kateter tersebut dapat diangkat dalam
beberapa hari.Kadangkala diberikan pula obat-obat hormonal untuk beberapa
minggu setelah tindakan.
1) MOW tanpa sayatan
Teknik terbaru sterilisasi wanita, yakni operasi tanpa sayatan pada perut mulai
dikembangkan.Teknik tersebut menggunakan pendekatan histereskopi
streilisasi wanita. Sebelumnya, ada dua teknik operasi sterilisasi wanita pada
umumnya, yaitu melalui sayatan ± 10 cm pada perut (minilaparatomi) atau
menggunakan teknik minim sayatan ± 1,5 – 2 cm pada perut (laparoskopi).
Teknik terbaru telah dikembangkan sejak lama dan terus dimodifikasi
sehingga lebih aman dan nyaman.Sekarang, dengan teknologi terkini dan
penemuan peralatan-peralatan terbaru yang sangat kecil serta menggunkan
bahan dasar terpercaya, teknik tersebut mulai diterima dunia kedokteran dan
masyarakat awam.Teknik ini menggunkan alat berupa histereskopi yang
dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mulut rahim.

ii
Histreskopi adalah alat kedokteran yang terdiri atas kamera mikro resolusi
tinggi (high definition) dengan diameter 0,3 cm yang disertai dengan working
channel. Dengan histerekopi, dokter dapat melihat keadaan di dalam rahim
melalui monitor dan melihat secara tepat muara kedua saluran telur.Setelah
dokter menentukan saluran telur, alat steril yang sangat kecil dimasukkan
melalui working channel secara tepat ke dalam saluran telur dengan
bimbingan histereskopi secara tepat. Berbeda dari banyak alat kontrasepsi
lainnya, alat mikrosteril ini tidak mengandung hormon sehingga tidak akan
mempengaruhi siklus haid alami setiap bulan.
Tindakan tanpa sayatan itu bisa dilakukan baik dengan pembiusan lokal
maupun tanpa pembius di ruang praktik, khusus dan tidak memerlukan waktu
pemulihan lama.Sebab setelah operasi, pasien dapat langsung pulang dan
kembali ke aktivitas semula tanpa harus rawat inap.Histereskopi sterilisasi
wanita ini dapat dilakukan secara tepat, cepat dan mudah bila ditangani
tenaga kesehatan terlatih di sarana kesehatan lengkap.

b. MOP (Metode Operasi Pria)


1) RISUG (Reversible Inhibition of Sperm Under Guidance) /
Penghambatan Sperma Reversibel di Bawah Bimbingan

Metode ini pertamakali ditemukan di India oleh seorang profesor


biomedis dari Indian Institute of Technology bernama Sujoy K.
Guha.RISUG terdiri dari campuran bubuk stirena maleat anhidrida
(SMA) dengan dimetil sulfoksida (DMSO). Gel yang dihasilkan
disuntikkan ke vas deferens untuk melapisi dinding vas deferens dan
memblokir lorongnya (lumen).
RISUG merupakan salah satu metode kontrasepsi yang bekerja di
dalam saluran vas deferens atau saluran yang berfungsi untuk
mengalirkan sperma.Salah satu keuntungan dari metode ini adalah karena
bersifat sementara, sehingga kesuburan dapat kembali apabila
diinginkan.Suntikan ini sangat efektif dan per dosis bisa bertahan hingga

ii
10 tahun.Efek sampingnya juga sedikit dan dosisnya bisa disesuaikan
dengan kebutuhan.
RISUG disuntikkan melalui metode yang mengekspos vas deferens
seperti pada metode vasektomi tanpa pisau bedah. Setelah penerapan
anestesi lokal, dokter membuat lubang di kulit skrotum yang sangat kecil
sehingga tidak memerlukan jahitan tetapi membuat vas deferens mudah
terlihat. Proseurnya dengan menyuntikan bahan sejenis polymer yang
berbentuk gel ke dalam saluran vas deferens, sehingga gel tersebut akan
melapisi bagian dalam dinding vas deferens. Keseluruhan prosedur
biasanya membutuhkan waktu kurang dari 15 menit.
Gel polymer tersebut nantinya akan membunuh setiap sperma yang
melewati saluran vas deferens sehingga mencegah terjadinya kehamilan.
Kemudian apabila pria menginginkan kesuburannya kembali baik dalam
hitungan bulan ataupun tahun, maka bahan polymer akan dibersihkan
dari saluran vas deferens melalui suntikan lain.

2) Vasektomi
Vasektomi artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm)
saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih
bagian sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih
tersisa dan pada masing-masing kedua ujung saluran yang tersisa
tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi
buntu/tersumbat.
Pada prinsipnya vasektomi adalah memotong saluran sperma laki-
laki.Tujuannya untuk mencegah terjadinya pertemuan cairan sperma
dan sel telur, yaitu untuk mencegah kehamilan.Vasektomi adalah salah
stu metode kontrasepsi mantap yang paling aman dan efektif yang
tersedia untuk kaum pria. Di Amerika, vasktomi digunakan oleh
sedikitnya 7 % dari semua pasangan suami isteri. Bila dibandingkan
dengan jenis operasi urologi terbanyak dan menduduki ranking tertinggi

ii
karena kurang lebih 500.000 ribu pria melakukan Vasektomi setiap
tahunnya.
Prevalensi penggunaan metode penutupan vasa deferens
(Vasektomi) bervariasi antar negara, dari yang terpopuler di Amerika
Serikat sampai dengan yang terendah seperti Indonesia (0,5%). Semula,
metode penutupan vasa deferens ini bertujuan permanen.Namun
demikian, sifat permanen ini justru tidak atraktif bagi beberapa pria,
disamping pertimbangan oleh agama tertentu yang tidak
memperbolehkan penggunaan teknologi kontrasepsi bersifat
permanen.Oleh karena itu, vasektomi perlu dikembangkan lebih lanjut
dalam hal efektifitasnya (menurunkan angka kegagalannya) dan sifat
reversibilitasnya agar lebih baik.
Namun fakta menunjukan bahwa beberapa pria tidak terrtarik untuk
Vasektommi karena takut akan rasa sakit dan kemungkinan timbulnya
komplikasi setelah divasektomi. Dalam praktek sehari-hari, salah satu
hal yang sering menjadi masalah adalah ketakutan kaum pria terhadap
jarum suntik yang digunkan untuk bius local. Ketika prosedur
Vasektomi dimulai, pasien akan dibius local (anestesi local) yaitu
dilakukan penyuntikan obat (lidocain) kedalam skrotum / zakar
sehingga pada saat divasektomi pasien tidak akan merasa sakit. Akan
tetapi proses penyuntikan obat ke dalam skrotum inilah yang sering kali
dilakukan oleh yang sering dikhawatirkan sebagian kaum pria.
……Walaupun bagi beberapa hal tersebut bukan merupakan
masalah.Namun penelitian penelitian di bidang ini terus dilakukan. Hal
tersebut terus dilakukan, sebab teknik anastesi local tanpa jarum pada
saat pasien akan melakukan vsektomi terbukti merupakan pendekatan
sederhana dan aman yang dapat meningkatkan kepuasan pasien. Upaya
ini dilakukan dengan harapan bahwa membatasi penggunaan jarum
akan menurunkan rasa ketakutan pria akan Vasektomi. Sebenarnya
upaya untuk meningkatkan popularitas Vasektomi telah dilakukan oleh
Cina.Pada tahun 1957, Li Shunqiang seorang dokter dari Cina telah

ii
berhasil menemukan metode Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang
mampu meminimalkan trauma, rasa nyeri dan kemungkinan terjasinya
komplikasi.Sejak saat itu metode ini diadopsi ke Amerika dan sekitar 15
juta pria diamerika telah divasektomi dengan mengguanakan metode
Vasektomi Tanpa Pisau. Untuk melihat efektivitas metode VTP telah
dilakukan penelitian yang hasilnya menunjukan bahwa metode VTP 10
kali menurunkan kemungkinan terjadinya komplikasi dibandingkan
dengan Vasektomi cara Konvensional. Pengenalan terhadap VTP telah
sukses mengurangi ketakutan para pria terhadap skapel / pisau bedah.
…..Kesuksesan China dalam mencapai tujuannya ini dibuktikan dengan
meningkatkan rasio sterilisasi pria dibandingkan sterilisasi pria
dibandingkan sterilisasi wanita diprovinsi Sichuan China, yaitu 3 : 1.
Teknik Vasektomi Tanpa Pisau menjadi demikian menarik bagi pria bila
dibandingkan teknik Vasektomi konvensional, sebab dengan VTP para
ahli bedah hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10
menit.Sedangkan untuk menyelesaikan teknik Vasektomi konvensional
para ahli bedah umumnya membutuhkan waktu yang lama yaitu 20 - 30
menit.Setelah di Vasektomi baik dengan teknik VTP maupun
konvensional pasien dapat segera kembali bekerja.Namun pada
Vasektomi yang konvensional, beberapa pasien masih merasakan rasa
tidak nyaman setelah divasektomi.Lebih dari itu penelitian menemukan
bahwa 1% dari metode Vasektomi yang konvensional dapat
menimbulkan komplikasi, antara lain pendarahan, hematoma dan
infeksi. Menurunkan rasa sakit dengan cara baru.
Saat di Amerika telah ditemukan teknik Vasektomi terbaru yang
merupakan penyempurnaan dari VTP yaitu vasektomi tanpa Pisau dan
tanpa jarum.Teknik Vasektomi tanpa pisau dan jarum ini, selain tidak
menggunakan pisau bedah juga tidak menggunakan jarum
suntik.Perbedaan antara VTP dengan Vasektomi Tanpa Pisau dan jarum
terutama pada teknik anestesinya (pembiusan).Vasektomi tanpa pisau
dan jarum menggunakan teknik anastesi yang unik, yaitu dengan

ii
menggunakan alat khusus (jet injector) sehingga mengurangi rasa sakit
pada saat anastesi / pembiusan dilakukan pada kulit skrotum dan vas
deferens.
Pada saat proses pembiusan dilakukan dengan alat jet injector yang
bertekanan tinggi, cairan anastesi di semprotkan melalui kulit dan
langsung menyebar di vas deferens. Menurut penelitian Marc Goldstein
seorang dokter spesialis Urologi dari Amerika, beberapa pasien
menggambarkan bahwa pada saat anastesi dengan jet injector
dilakukan, mereka hanya meraakan sensasi seperti ditekan penghapus
karet dikulit skrotum / zakarnya.Marc mengatakan bahwa teknik
anastesi local yang seperti ini dimana rasa sakit berkurang lebih jauh,
sangat penting untuk Vasektomi.Karena tidak dapat dipungkiri banyak
pria yang takut pada tusukan jarum seperti yang dilakukan pada
vasektomi konvensional.
Anastesi tanpa jarum dengan jet injection pada pasien vasektomi
merupakan teknik baru local anastesi yang onsetnya (mula kerjanya)
lebih cepat. Hal ini menurunkan risiko luka akibat jarum dan membatasi
penggunaan syringe (suntikan). Cara ini aman, ekonomis dan secara
nyata mengurangi rasa nyeri akibat tindakan anastesi. Keuntungan
utama dari teknik ini adalah bahwa cara ini menangani ketakutan pria
akan rasa sakit akibat tusukan jarum duntik, sehingga dapat
meninggalakan popularitas Vasektomi
Teknik yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran
(cauterisasi) pada pipa sel benih. Tidak perlu membelek terlebih dulu
(no scalpel vasectomy), melainkan dengan jarum khusus langsung
menembus kulit kantong buah zakar pada lokasi pipa sel benih berada,
dan setelah pipanya ketemu, dilakukan cauterisasi.Hasilnya sama-sama
bikin buntu pipa penyalur sel benih.
Sekarang dikenal pula teknik dengan menggunakan klip
(Vasclip).Dengan klip khusus sebesar butir beras, pipa sel benih
dijepit.Ini sudah dipakai di AS sejak tahun 2002, dan disahkan oleh

ii
FDA, tetapi hanya berlaku di kalangan AS saja. Setelah dilakukan
vasektomi jangan merasa diri langsung steril dan nubruk sana sini,
setelah dilakukan tindakan vasektomi tersebut dianjurkan kepada para
pria memakai pengaman terlebih dahulu seperti kondom untuk
membuang sel benih yang masih tersisa. Mungkin perlu sampai 20-30
kali ejakulasi sebelum air mani betul sudah bersih tidak berisi sel benih
lagi. Pelaksanaan tindakan /pembedahan itu sendiri dilakukan melalui
serangkaian proses yang terdiri dari konseling pra tindakan,
penyaringan medik, pelaksanan tindakan, konseling pasca tindakan dan
kontrol pasca tindakan. Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul
pasca vasektomi yaitu : haematom, rekanalisasi dan sperma granuloma.
Penelitian terhadap pemotongan jaringan dengan listrik/kauterisasi
(cauterizing) pada bagian ujung vas deferens sedang dilakukan,
terutama kaitannya dengan efektivitas metode kauterisasi ini pada
jangka panjang.Perlu dicatat bahwa dampak pemotongan vas deferens
pada spermatogenesis tidak terjadi secara langsung.Untuk
mengosongkan spermatozoa dari sistim ejakulasi memerlukan waktu
beberapa minggu, atau ejakulasi berkali. Secara praktis klien diberi
pemahaman bahwa dibutuhkan paling sedikit 20 kali ejakulasi sebelum
benar-benar status azoosperma (cairan mani yang tidak mengandung
sperma). Sebagai alternatif klien perlu diperiksa paling sedikit dua (2)
kali dan hasilnya telah dinyatakan bebas dari sperma (azoosperma).

2.5. Tantangan dan Hambatan Penggunaan Kontrasepsi Modern

Menurut Agus (2014), tantangan utama adalah bagaimana setiap


pasangan yang sudah ingin hamil selalu menggunakan kontrasepsi secara
berkualitas. Bagi mereka yang sudah tidak ingin anak lagi, tantangannya
ialah bagaimana agar mereka menggunakan MKJP agar dampak
demografisnya tercapi secara maksimal. Namun demikian, apabila pilihan
klien pada non-MKJP dan pelayanan MKJP tidak bersedia, tantangan

ii
program semakin berat karena harus mempertahankan kontinuitas mereka
dengan menggunakan metode jangka pendek. Tantangan inilah yang tidak
siap dilakukan di Negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

2.5.1. Tantangan

Pertama, Pemerintah harus membangun dan melaksanakan sistem dan


mekanisme operasional pelayanan secara khusus untuk daerah yang sulit
dijangkau pelayanan, yaitu pelayanan untuk penduduk miskin dan
berpendidikan rendah; penduduk bertempat tinggal di daerah tertinggal,
terpencil, perbatasan, kepulauan (DTPK); daerah kumuh perkotaan; dan
daerah-daerah baru yang mengalami mengalami pemekaran dan
perkembangan pesat.
Kedua, mempromosikan, mengadvokasi dan menjamin tersedianya
pelayanan KB untuk semua segmen penduduk, termasuk pria dengan
menyediakan fasilitas pelayanan MOP. Agar promosi dapat mencakup
semua segmen penduduk, kelompok remaja dan pria harus mendapat
penanganan secara khusus. Selain kebutuhan mereka berbeda, upaya
memperluas akses terhadap kelompok remaja dan pria mengundang
berbagai permasalahan yang sensitif dan perlu mendapat penanganan secara
khusus.
Ketiga, Pemerintah harus menjamin pelayanan KB berkualitas untuk sektor
swasta dan Pemerintah dengan upaya-upaya :
1. Penjaminan jumlah dan jenis kontrasepsi yang tersedia di tempat-tempat
pelayanan sesuai pilihan peserta dengan systemlogistik dan distribusi
kontrasepsi yang mengacu variasi kondisidaerah pelayanan.
2. Meningkatkan mutu informasi tentangpengaturan kelahiran dan
kontrasepsi yang diterima olehpeserta, termasuk informasi tentang efek
samping, komplikasi,dan kegagalan serta penggunaan kontrasepsi yang
REE.
3. Meningkatkan secara berkelanjutan tentang kompetensi
petugaspelayanan klinis dan calon petugas pemberi pelayanan

ii
KB(bidan dan dokter) sejak dalam masa pendidikan sampai bekerjadi
lapangan.
4. Mewujudkan agar hubungan interpersonal antarapetugas pelayanan dan
peserta tidak bersifat formalitas dan transaksional tetapi penuh empati
dan secara kekeluargaan.
5. Melakukan tindakan rujukan terhadap wanita dengan kejadian efek
samping, komplikasi dan kegagalan sesuai standar pelayan rujukan
yang ditetapkan.
6. Meningkatkan kondisi tempat dan sarana pelayanan sehingga memenuhi
standar minimal fasilitas pelayanan yang berkualitas.
Keempat, mempromosikan dan mendorong pelayanan kontrasepsiagar
memenuhi kriteria rasional efektif dan efisien(REE), yaitu memberikan jenis
kontrasepsi sesuai dengan tujuanuntuk menunda kelahiran anak pertama
(postponing),menjarangkan jarak kelahiran (spacing), atau untuk wanita
yang tidak ingin punya anak lagi (stopping) serta indikasi medis yang benar.
Upaya ini harus diikuti dengan menjamin ketersedian pelayanan metode
kontrasepsi jangka panjang (MOP/MOW, IUD, dan implan) yang bermutu
bagi wanita yang tidak ingin anak lagi. Selain itu, perlu membantu
pengguna metode kontrasepsi dalam bentuk pemberian konseling dan
penyediaan kontrasepsi alternatif agar tidak mengalami diskontinuitas
sehingga tidak terjadi putus pakai, atau mengalami keterlambatan dalam
berganti metode satu ke metode lainnya.
Kelima, dalam rengka menurunkan unmet need maka perlumelakukan
monitoring peserta KB dalam sistem informasi yangterpadu dengan sistem
informasi kesehatan lainnya, khususnyamereka yang putus pakai (drop out)
karena efek samping,komplikasi dan kegagalan serta ganti cara metode
kontrasepsi.Untuk itu perlu memastikan bagi peserta yang akan ganti
caramendapat pelayanan tepat waktu dan kontrasepsi tersedia sesuaidengan
permintaan. Upaya ini harus disertai pemberian informasimelalui KIE dan
konseling tentang efek samping, komplikasidan kegagalan penggunaan
kontrasepsi sehingga disadaridan diterima kelebihan dan kekurangan setiap

ii
alat kontrasepsisehingga yang pernah memakai konrasepsi akan memakai
kembali.
Keenam, tantangan yang amat penting ialah Pemberian KIE,konseling
dan pelayanan KB secara kontinyu pada daerahdaerahyang sulit dijangkau,
khususnya kebutuhan kontrasepsidengan sistem logistik dan distribusi yang
sesuai dengan kebutuhan.

2.5.2. Hambatan

Infrastuktur pelayanan dan budaya masyarakat. Hambatannya adalah


bahwa daerah-daerah sulit terjangkau memiliki infrastrukturyang minimal
(jumlah klinik dan petugas kesehatanminimal) dan pendidikan serta budaya
masyarakatnya masihbelum menerima dengan mudah tentang intervensi
kesehatanmodern. Masih banyak sekelompok penduduk menentang
perempuanmengatur kelahirannya dengan kontasepsi. Apalagimenghadapi
masalah remaja yang sudah aktif seksual merupakanupaya yang sangat sulit
karena akan melawan budaya,anggama dan realitas sesungguhnya.
Hampir semua negara sedang berkembangkesulitan dalam memenuhi
kebutuhan kontrasepsinyauntuk pendudukanya karena sebagian besar masih
belum memproduksisendiri di dalam negerinya. Meskipun demikian,
hampirsemua jenis kontrasepsi dapat di produksi di Indonesia. Selainitu,
produksi dalam negeri akan mengurangi ketergantunganimport yang seringkali
mengancam ketersediaan atau logistikkontrasepsi. Bahkan negara-negara
sedang berkembangseringkali menggantungkan diri kebutuhannya kepada
donorasing dengan komoditi kontrasepsi yang diimport dari negaramaju,
sehingga ketersediaan komoditi kontrasepsi di lapangansangat tergantung
donor. Apalagi penyediaan metode jangkapanjang selain IUD, pembiayaan
yang harus dikeluarkan padaawal penggunaan cukup tinggi sehingga menjadi
penghambatdalam penggunaan MKJP.

ii
a. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif pada Program KB

Menciptakan lingkungan yang kondusif dalam program KB adalah


prasarat keberhasilan untuk meningkatkan akses terhadappelayanan kontrasepsi
modern. Karakteritik KeberhasilanProgram KB harus mencakup beberapa
aspek berikut:
1. Kebijakan mendukung dan sensitif gender
2. Evidence-based programming
3. Kepemimpinan yang kuat dan manajemen prima
4. Strategi komunikasi yang efektif
5. Jaminan ketersedian kontrasepsi dan sistem logistik
6. Kinerja staff yang tinggi
7. Pelayanan terfokus pada klien
8. Kemudahan akses pelayanan
9. Pelayanan terjangkau
10. Pelayanan terintergrasi yang tepat
Beberapa faktor tersebut telah terbukti menjadi kunci keberhasilan dalam
membangun lingkungan program yang kondusifdi bidang keluarga berencana.

b. Kualitas Pelayanan Rendah

Di negara sedang berkembang, kualitas pelayanan yang rendah dapat


dilihat dari masih tingginnyaangka efek samping, komplikasi, dan kegagalan
penggunaankontrasepsi. Gap antara efektifitas kontrasepsi secarateoritis dan
praktis di lapangan menunjukkan rendahnya kualitaspelayanan. Kebijakan
untuk meningkatkan kualitas pelayanantelah dikesampingkan karena
konsentrasi pada jumlahpengguna kontrasepsi (dengan sistem target), terutama
penggunametode MKJP. Memang benar bahwa MKJP lebih efektifdan efisien
dibanding metode non- MKJP, namun kebijakantelah mengabaikan bahwa
sebagian peserta KB saat ini (>75%)pengguna metode hormonal. Kebijakan
untuk meningkatkankualitas pelayanan penggunaan kontrasepsi hormonal pada
fasilitaspelayanan KB tidak dijalankan lagi.
Dimasa lalu, kebijakan dalam hal penggunaan kontrasepsiadalah dengan
moto: ‘menggunakan kontrasepsi yang berkualitaslebih baik dibanding tidak

ii
menggunakan kontrasepsi sama sekali sehingga tidak terbatas pada
penggunaan kontrasepsi MKJP’. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa :
1. Permintaan pelayanan lebih banyak metode non-MKJP.
2. Permintaan MKJP belum tentu bisa dilayani, kecuali daerahurban yang
tersedia tenaga yang kompeten melayani MKJP.
Oleh karena itu, hanya mempromosikan kontrasepsi MKJP adalah tidak tepat
dan bisa mengecoh prioritas peningkatan kualitas. Memang benar, idealnya
penggunaan MKJP harus dipromosikan, akan tetapi harus didasarkan pada
kenyataan bahwa menggeser permintaan non-MKJP ke MKJP tidak harus
dilandasi :
1. Pemahaman tujuan ber-KB;
2. Pemahaman REE;
3. Ketersediaan fasilitas dan tenaga pelayanan MKJP.
Atas dasar kondisi tersebut, seharusnya prioritas utama dalam peningkatan
kualitas pelayanan ialah menjamin bahwa penggunaan injeksi dan pill dilayani
dan menggunakan kontrasepsi secara berkualitas, khususnya pengguna
kontrasepsi pemula pada pasangan usia muda. Kualitas pelayanan yang rendah
untuk kontrasepsi injeksi dan pil tersebut menjadi penyebab angka kelahiran
yang meningkat pada wanita usia 30 tahun dari tahun 2007 ke 2012. Kebijakan
untuk memberikan KIP dan konseling dalam rangka BCC belum berjalan
dengan baik yang diikait dengan minimalnya ketersediaan materi-materi KIE
tentang penggunaan kontrasepsi di fasilitas pelayanan KB. Sebagai akibatnya,
alat peraga untuk menjelaskan kegunaan setiap jenis kontrasepsi di fasilitas
pelayaan juga sangat minimal.

ii
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkembangan pemenuhan hak-hak reproduksi menuntut pemahaman
yang lengkap dan akurat tentang alat dan obat kontrasepsi yang
diperlukan.Tuntutan ini, semakin hari semakin nyata, sehingga sekarang
disadari bahwa aspek keadilan dalam melakukan pengaturan kehamilan
terjadi ketimpangan yang menyolok antara pria dan perempuan.Sampai hari
ini, jenis dan jumlah alat dan obat kontrasepsi masih didominasi bagi
perempuan.
Sementara itu, pemahaman perilaku terhadap pengaturan kelahiran juga
masih didominasi bagi perempuan dan kurang dapat mampu menjelaskan
perilaku pria.Tidak aneh apabila dalam praktek sehari-hari bidang kedokteran
kontrasepsi lebih banyak yang dilayani bagi perempuan dibanding laki-laki
(Kammen, Oudshoorn, 2004).Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak
penelitian difokuskan kepada perkembangan efektivitas dan keamanan
kontrasepsi pria.Idealnya kontrasepsi pria itu harus memiliki khasiat jangka
lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia (tidak
adanya sperma didalam semen).Menurunkan jumlah sperma relatif lebih sulit
bila dibandingkan dengan menghambat terjadinya ovulasi pada wanita.Hal ini
karena jumlah sperma sekali ejakulasi dapat melebihi 20-40 juta sperma,
sedangkan wanita umumnya hanya untuk menghambat satu sel telur untuk
setiap bulannya.
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan upaya
itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen.Penggunaan
kontrasepsi merupakan salah satu variebel yang mempengaruhi fertilisasi.
(Prawirohardjo, 2006). Kontrasepsi menurut Mochtar, 2004 adalah cara
mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan.

ii
Keluarga berencana adalah suatu usaha menjarangkan atau merencanakan
jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.Sedangkan
kontrasepsi menurut BKKBN, 2012 adalah menghindari/mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel
sperma.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology
Update (CTU) merupakan suatu upayauntuk pemutakhiran informasi dan
teknologi kontrasepsi. Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik
dengan penggunaan peralatan canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini
diartikan sebagai teknologi tepat guna dan sesuai untuk institusi pelayanan
dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas yang kompeten, dan
memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang
membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang
teknologi terkini, juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah
barier medik diantara petugas klinik yang sebelumnya menjadi penghambat
akses bagi keluarga yang membutuhkan pelayanan KB.
Adanya teknologi kontrasepsi terkini akan terus mengantisipasi beberapa
hambatan dalam penggunaan alat kontrasepsi, sehingga dapat mengurangi
efek samping, menambah kenyamanan dalam menggunakan kontrasepsi.
Untuk itu setiap tenaga kesehatan harus mengetahui teknologi-teknologi
kontrasepsi terkini, dan dalam hal ini Pemerintah telah mengadakan
pelatihan-pelatihan CTU di daerah-daerah agar pelatihan ini berdistribusi
merata disegala daerah.

3.2 Saran
Diperlukan sosialisasi “contraceptive technology update” bagi para
ilmuwan, petugas pelayanan kesehatan dan KB agar mereka mampu
mengikuti perkembangan alat, obat dan cara kontrasepsi terkini secara
berkala. Dengan meningkatnya pengetahuan mereka, pelayanan KB di
Indonesia diharapkan dapat meningkat kualitasnya, sehingga sasaran KB
yang ditetapkan dalam Pembangunan Nasional dapat dicapai.

ii

Anda mungkin juga menyukai