Anda di halaman 1dari 39

PERSYARATAN RUMAH DAN PEMUKIMAN SEHAT

Sebuah rumah sehat meliputi beberapa persyaratan sebagai berikut :


1. Sistem pengadaan air baik

2. Fasilitas untuk mandi baik

3. Sistem pembuangan limbah baik

4. Sistem pembuangan tinja baik

5. Tidak over crowded

6. Ventilasi

7. Pencahayaan

8. Kebisingan

9. Kekuatan bangunan

10. Letak rumah

Berbicara tentang letak sebuah rumah yang sehat, maka harus termsuk di dalamnya beberapa
persyaratan dibawah ini :
a. Permukaan tanah
 Tanah rendah

 Tanah ideal adalah tanah yang kering

 Tanah timbun yang kurang padat juga tidak baik

 Letak rumah harus ideal dengan permukaan bangunan lainnya

b. Arah Rumah
 Matahari terbit

 Sebaiknya daerah terbuka

 Jangan menghadap daerah dengan hempasan angin yang kuat

Dalam membuat sebuah rumah pasti dibutuhkan adanya sebuah design, Adapun manfaat
adanya design adalah :
1. Pemilik tahu pasti bentuk rumah yang akan dibangun

2. Kontraktor tahu pasti sesuai dengan persetujuan pemilik

3. Penguasa dapat mencek apakah tidak melanggar peraturan


Adapun Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman menurut
Kepmenkes No 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah :
1. Lokasi
 Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah
longsor, gel tsunami, daerah gempa, dll

 Tidak terletak pada daerah bekas TPA sampah atau bekas tambang

 Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan
penerbangan

2. Kualitas udara
 Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi

 Debu dengan diameter kurang dari 10 ug maks 150 ug/m3

 Debu mak 350 mm3/m2 perhari

3. Kebisingan dan Getaran


 Kebisingan dianjurkan 45 dB A, mak 55 dB. A

 Tingkat getaran mak 10 mm/ detik

Kualitas Tanah di daerah Perumahan dan Pemukiman harus memenuhi persyaratan


berikut:
 Kandungan Timah hitam (Pb) mak 300 mg/kg

 Kandungan Arsenik (As) total mak 100 mg/kg

 Kandungan Cadmium ( Cd) mak 20 mg/kg

 Kandungan Benzoa pyrene mak 1 mg/kg

PRASARANA DAN SARANA LINGKUNGAN PEMUKIMAN:


1. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi kel dengan konstruksi yang aman dari
kecelakaan

2. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit

3. Memiliki sarana jln lingk dengan ketentuan konstruksi jln tidak menganggu kes, konstruksi
trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyadang cacat, jembatan harus memiliki
pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata

4. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan
kesehatan

5. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan


6. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah RT harus memenuhi syarat kesehatan

7. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kes, kom, t4 kerja, t4 hiburan, t4 pendidikan,
kesenian, dll

8. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya

9. Tempat pengelolaan makanan harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yg dapat
menimbulkan keracunan

Adapun Persyaratan Rumah Tinggal Menurut Kepmenkes No.


829/Menkes/SK/VII/1999 adalah:
1. Bahan bangunan
 Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepapaskan bahan yang dapat membahayakan kes,
antara lain: debu total kurang dari 150 ug/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam,
plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg

 Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan bekembangnya mikroorganisme
patogen

2. Komponen dan Penataan Ruang


 Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

 Dinding rumah memiliki ventilasi, dikamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah
dibersihkan

 Langit2 rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

 Ada penangkal petir

 Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya

 Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap

3. Pencahayaan
 Pencahayaan alam dan/ atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
seluruh ruangan dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak menyilaukan mata

4. Kualitas udara
 Suhu udara nyamannya 18-30 0 c
 Kelembaban udara 40-70 %

 Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam

 Pertukaran udara
PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN
PROBLEMATIKA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

A.Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak
terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek
yang sangat terasa adalah semakin sulitnya memenuhi kebutuhan perumahan atau tempat
tinggal bagi penduduk. Hal itu disebabkan karena terbatasnya kemampuan untuk
membangun perumahan yang layak serta semakin terbatasnya lahan perkotaan untuk
membangun permukiman yang mencukupi dan memenuhi syarat.
Dalam pembangunan nasional yang telah dilaksanakan, berbagai masalah telah
dihadapi. Salah satu diantaranya adalah masalah kependudukan. Hal ini ditandai dengan
pertambahan penduduk yang penyebarannya secara proporsional tidak merata, perpindahan
penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang menimbulkan problema sosial, ekonomi, politik
dan budaya bagi kota yang didatangi dan desa yang ditinggalkan serta struktur penduduk
yang lebih membesar pada usia muda.
Penduduk yang semakin bertambah disertai arus urbanisasi yang tinggi, maka
masalah pembangunan dalam hal ini penyediaan sarana permukiman menjadi semakin
mendesak, terutama di daerah perkotaan. Di sisi lain, dengan bertambah pesatnya
pembangunan kota, dengan arus urbanisasi yang tinggi dibarengi dengan terjadinya
kecenderungan meningkatnya pembangunan industri baru menyebabkan bertambahnya beban
bagi lingkungan perkotaan. Pembukaan industri baru menyebabkan semakin berkurangnya
lahan untuk permukiman. Tingginya harga tanah di pusat kota serta rendahnya pendapatan
perkapita menyebabkan masyarakat cenderung mencari areal permukiman di daerah
pinggiran kota dengan lingkungan yang tidak memadai serta sarana penunjang yang sangat
minim.
Sebagai konsekwensi dari keadaan di atas maka banyak orang yang terpaksa
membangun di atas tanah yang tidak direncanakan semula. Keadaan itu menjadikan
lingkungan perumahan tidak teratur dan tidak memiliki prasarana yang jelas seperti jalan
lingkungan, sumber air bersih, saluran pembuangan air kotor, persampahan dan sebagainya.
Suatu daerah permukiman yang tidak memiliki prasarana yang memadai akan menimbulkan
berbagai masalah baik ditinjau dari segi kesehatan, keindahan dan kenyamanan, maupun dari
segi hukum yang berlaku. Dengan demikian maka tidaklah mengherankan jika pada suatu
permukiman kumuh timbul berbagai kasus dengan jumlah dan jenis yang cukup tinggi.
Walaupun keadaan seperti di atas telah dipahami sepenuhnya oleh semua pihak yang
berkompeten, namun kemampuan untuk mengatasinya masih sangat dibatasi oleh berbagai
faktor. Akibatnya keadaan seperti itu masih banyak dijumpai bukan saja di daerah-daerah
perkotaan, akan tetapi juga pada daerah pedesaan. Di kota-kota besar permukiman kumuh
tumbuh secara liar pada umumnya di wilayah pinggiran kota atau pada daerah permukiman
lama yang tidak terkendali dengan baik. Juga banyak ditemukan di tempat-tempat yang
sebelumnya bukan merupakan wilayah permukiman, namun setelah terjadi perkembangan
yang tumbuhan kota maka tempat tersebut berubah menjadi wilayah permukiman yang
tumbuh secara liar. Keadaan seperti itu biasanya banyak dijumpai pada tempat-tempat
pembuangan sampah kota, atau pada daerah yang berawa-rawa dan telah ditimbuni.
Pembangunan perumahan rakyat dewasa ini memang mendapat perhatian yang
besar dari pemerintah dalam rangka memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat.
Pembangunan rumah rakyat di prioritaskan pada masyarakat yang berpenghasilan rendah,
mengingat kebutuhan mereka akan tempat tinggal yang mendesak, terutama di daerah
perkotaan sehingga dapat dihindari tumbuhnya permukiman. Permukiman kumuh yang
lebih banyak lagi.
Kota Makassar yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, tidaklah lepas dari
permasalahan permukiman kumuh seperti yang dikemukakan di atas. Perkembangan dan
pertumbuhan kota Makassar yang cukup pesat akhir-akhir ini, di samping memperlihatkan
hasil yang positif juga menimbulkan masalah-masalah bagi pemerintah daerah, misalnya
arus urbanisasi yang tinggi, kondisi perumahan yang belum memenuhi standar dan syarat
kesehatan (utamanya di bagian kota lama), penggunaan tanah kota yang semrawut lalu lintas
kurang teratur, banjir yang terjadi setiap tahun, pengelolaan sampan yang belum mantap, air
bersih yang masih terbatas, jalan-jalan masih banyak mengalami kerusakan dan masalah-
masalah lain yang merupakan dampak hasil pembangunan.
Dari sekian banyak permasalahan yang dikemukakan di atas, salah satu diantaranya
yang cukup menarik dan menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah permasalahan
tentang permukiman kumuh yang akhir-akhir ini tumbuh semakin pesat. Tercatat hampir
semua kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Makassar memiliki daerah permukiman
yang kumuh.
Salah satu wilayah kota Makassar yang merupakan tempat tumbuhnya beberapa
permukiman kumuh yaitu di Kecamatan Mariso, khususnya pada pesisir pantai wilayah itu.
Di wilayah tersebut penduduk setempat berusaha menimbun pantai dengan sampah kemudian
mendirikan gubuk-gubuk liar di atasnya. Sehingga dengan pesat tumbuhlah lingkungan
permukiman yang padat dan tak teratur.
Para penghuni permukiman kumuh bersikeras menempati tempat itu karena
memberikan kemungkinan kepada mereka untuk tetap hidup dan tinggal di kota. Kawasan
hunian mereka yang terletak di tengah atau di pinggiran kota memberikan aksesibilitas
terbaik untuk menuju ke tempat kerja atau tempat mencari nafkah. Oleh karena itu
umumnya mereka bekerja atau mencari nafkah di sektor informal yang tempatnya di tengah
atau di pinggiran kota. Oleh sebab itu peremajaan lingkungan yang menggusur mereka tidak
akan menjawab permasalahan, sebab mereka akan kehilangan akses menuju tempat
pekerjaan gilirannya akan menimbulkan berbagai kerawanan sosial .
Pembenahan lingkungan permukiman yang diharapkan oleh para penghuni tentunya
adalah pembangunan fasilitas hunian yang memenuhi syarat-syarat kebersihan, kesehatan,
keamanan dan syarat lainnya namun masih dapat terjangkau oleh kemampuan penghasilan
mereka. Pembangunan menyebabkan biaya hidup menjadi lebih tinggi, tidak dikehendaki
karena akan mengakibatkan mereka tergusur dan digantikan oleh kelompok lain yang lebih
mapan.
Pemerintah Kota Makassar sebagai unsur pengatur kehidupan kota mempunyai tugas
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan bagi pengembangan dan penataan kehidupan
kota. Untuk itu guna mengatur perkembangan dan tata kehidupan kota diperlukan suatu
program yang dapat memberikan garis petunjuk bagi pelaksanaannya.
Kota Makassar dengan berbagai program kota, diharapkan dapat menghimpun dan
mengarahkan segala sumber daya yang ada. Peranserta segenap instansi pemerintah serta
semua lapisan masyarakat sangat dibutuhkan. Sumbangan fikiran, tenaga dan dana sangat
diperlukan di dalam menunjang program ini? mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaannya. Karena dengan keterpaduan semua pihak yang terkait, maka diharapkan
program kota dapat. terlaksana dengan baik.
Salah satu komponen dalam program kota yaitu masalah kesehatan. Program
pelaksanaannya dititikberatkan pada penyehatan- lingkungan permukiman melalui
swasembada masyarakat demi tercapainya tujuan pembangunan nasional, yakni terbinanya
manusia Indonesia seutuhnya yang sehat fisik, mental maupun keadaan sosialnya. Untuk
menciptakan kesempatan hidup sehat bagi masyarakat dimanapun mereka berada, sangat erat
hubungannya dengan upaya peningkatan mutu lingkungan hidup dan perubahan perilaku
kesehatan.
Kota Makassar dalam kedudukannya sebagai pusat pengembangan di wilayah
Indonesia Bagian Timur, memiliki berbagai daya tarik yang memungkinkan sekelompok
masyarakat untuk datang dan bermukim baik untuk sementara, maupun dalam waktu yang
lama. Di bagian kota tertentu daerah permukiman kumuh masih dapat ditemukan, dari tahun
ke tahun cenderung semakin meningkat. Dengan demikian keadaan ini akan menjadi
permasalahan yang semakin serius dan berkepanjangan dari tahun ke tahun, apabila tidak
ditanggulangi secara berangsur hingga tuntas.
Seperti diketahui bahwa hidup di lingkungan dengan fasilitas yang serba kekurangan
membuat para penghuni harus hidup dengan cara di luar syarat kesehatan. Kebutuhan air
bersih misalnya, akan dipenuhi dengan menggunakan secara bersama-sama sumur yang
tersedia dan digunakan oleh beberapa keluarga. Cara menggunakan sumber air seperti ini
sangat sulit dipertanggungjawabkan guna menjamin mutu sumber air yang bersangkutan. Di
samping itu, kebiasaan lain yang merupakan kebiasaan bawaan dari kampung halaman
sebelumnya adalah membiarkan anak-anak mereka membuang tinja sembarang tempat dan di
malam hari para orang dewasapun ikut pula berbuat seperti itu. Untuk merubah cara hidup
seperti ini diperlukan proses alih perilaku kesehatan dan membutuhkan waktu yang cukup
lama serta pendekatan yang lebih bijaksana.
Masyarakat kota Makassar termasuk masyarakat golongan yang senang jajan. Bila
mutu lingkungan hidup tidak diperhatikan dalam bentuk tersedianya air sehat yang memadai
serta tersedianya jamban yang bersih, sehat dan terawat rapih, dapat menyebabkan timbulnya
pencemaran dan berbagai macam penyakit terjadi pada lingkungan permukiman kumuh.
Telah dikemukakan terdahulu bahwa di Kota Makassar jumlah permukiman kumuh
cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Hal itu terutama berlangsung di daerah pinggiran
kota dan permukiman lama yang tak terkendali. Permukiman kumuh yang tumbuh di wilayah
pinggiran kota dan pesisir pantai dapat dijumpai di Kecamatan Mariso, pada beberapa buah
kelurahan.
Di Kecamatan Mariso terdapat beberapa buah kelurahan yang memiliki permukiman
kumuh. Dua diantaranya adalah Kelurahan Lette dan Kelurahan Bontorannu. Kedua tempat
tersebut pada umumnya berada di kawasan pesisir pantai. Kehadiran permukiman-
permukiman kumuh di daerah itu pada dasarnya sudah berlangsung lama, keberadaannya
tentu saja disebabkan oleh berbagai faktor yang terkait antara satu dengan yang lain.

B. TENTANG PERMUKIMAN KUMUH


Manusia sebagai makhluk sosial hidup bersama dengan makhluk lainnya. Karena itu
kemudian muncullah kelompok-kelompok rumah yang dinamakan permukiman. Rumah
sebagai suatu bangunan merupakan bagian dari suatu permukiman yang utuh.
McAndrew dkk.mengemukakan bahwa kata permukiman merupakan terjemahan kata-
kata land settlement dan resettlement dan biasanya dikaitkan dengan kata-kata yang
mempunyai arti sama yaitu scheme dan project. Pada hakekatnya permukiman adalah hidup
bersama, sebab itu fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai tempat tinggal
yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya.
Pengertian tentang permukiman telah dikemukakan deh beberapa ahli antara lain
mengemukakan bahwa, permukiman adalah penataan kawasan yang dibuat oleh manusia agar
dapat hidup secara. lebih mudah dan lebih baik, memberi rasa bahagia dan rasa aman dan
mengandung kesepakatan untuk membangun manusia seutuhnya. Selanjutnya dalam definisi
lain dikemukakan bahwa suatu permukiman dapat dilihat sebagai suatu dunia tersendiri
dimana para warganya menemukan identitas mereka, merasa aman, merasa sebagai makhluk
sosial, dan dapat ia menyalurkan naluri untuk berkembang biak menyambung
keturunannya.
Selanjutnya dikemukakan bahwa permukiman adalah suatu kawasan perumahan yang
ditata secara fungsional sebagai suatu sosial ekonomi dan fisik ke tata ruang, lingkungan,
sasaran umum dan fasilitas sosial sebagai suatu kesatuan yang utuh dengan membudayakan
sumber- sumber daya dan dana, mengelola lingkungan yang ada untuk mendukung
kelangsungan dan peningkatan mutu kehidupan manusia, memberi rasa aman, tentram,
nikmat dan sejahtera dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan agar berfungsi sebagai
wadah yang dapat melayani kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari rumusan-rumusan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permukiman
merupakan kawasan perumahan yang sengaja dibuat lengkap dengan prasarana dan fasilitas
lingkungan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan penghuninya. Suatu permukiman akan
cukup ideal kalau di dalamnya terdapat pengelolaan lingkungan yang memadai.
Untuk dapat menilai bahwa suatu permukiman sehat atau tidak perlu didasarkan pada
karakteristik daerah permukiman yang merupakan standar yang telah disepakati.
Karakteristik atau standar itu didasarkan pada beberapa aspek yaitu :

1. Keadaan fisik perumahan yang meliputi organisasi ruang, ukuran ruang, bahan
bangunan, ventilasi dan sebagainya.
2. Fasilitas jalan lingkungan, baik berupa jalan utama, jalan menengah ataupun jalan
lokal.
3. Fasilitas persampahan, meliputi tempat penampungan, pembuangan sementara
maupun pembuangan akhir, termasuk sistem pengelolaannya.
4. Fasilitas air bersih meliputi ketersediaan, cara memperoleh maupun sistem
pengelolaannya.
5. Sarana pembuangan air kotor, meliputi kualitas saluran kemampuan serta sistem
kerjanya.
6. Fasilitas-fasilitas sosial lainnya yang merupakan kebutuhan penghuni permukiman,
antara lain sarana peribadatan, pendidikan, tempat bermain anak, dan sebagainya.

Pada kenyataannya banyak wilayah permukiman yang kondisi atau keadaannya


berada di bawah standar yang telah ditetapkan. Keadaan seperti itu terutama banyak dijumpai
pada negara-negara yang sedang berkembang. Terbentuknya permukiman-permukiman yang
tidak memenuhi standar tersebut erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk yang sulit
terkendali. Selain itu terjadinya arus urbanisasi yang cukup tinggi telah menimbulkan
berbagai masalah di sektor permukiman tersebut. Sebagai akibat dari proses di atas maka
terbentuklah permukiman-permukiman yang tidak dapat terkendali dengan kondisi yang
sangat memprihatinkan, dan lebih dikenal dengan nama permukiman kumuh.
Menurut Soemadi, terjadinya permukiman kumuh karena besarnya arus urbanisasi
penduduk dari pedesaan ke perkotaan. Lebih jauh dikemukakan bahwa perkampungan kumuh
adalah bagian kota yang jorok, bangunan-bangunan yang ada tidak memenuhi syarat serta
didiami oleh orang miskin, serta fasilitas tempat pembuangan sampah maupun fasilitas air
bersih tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Ciri-ciri lain permukiman kumuh adalah letak dan bentuk perumahan yang tidak
teratur, sarana dan infrastruktur kota sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada sama sekali,
tingkat pendidikan rendah, pendapatan rumah tangga dan pendapatan penduduk rendah, serta
kebanyakan bekerja di sektor informal. Dalam keadaan seperti ini mengakibatkan tingkat
berfikir dan daya kreasi yang kurang dan sulit menerima sesuatu yang baru seperti
pembangunan ke arah perbaikan lingkungan permukiman itu sendiri .
Dari kebutuhan dasar manusia yaitu sandang, pangan dan papan (perumahan) saja
masih sulit dipenuhi oleh masyarakat permukiman kumuh. Hal ini dikarenakan oleh
pendapatan yang rendah sehingga rumah murahpun sulit mereka miliki. Untuk memenuhi
kelangsungan hidup masyarakat permukiman kumuh mereka membuat rumah darurat dari
bahan-bahan seadanya misalnya papan bekas, karton, seng bekas dan sebagainya.
Apabila diperhatikan lebih jauh tentang ciri perwakilan kumuh yang secara menyeluruh
lingkungan ini nampak jelas perbedaannya dengan lingkungan hunian lainnya. Soemadi
mengemukakan beberapa ciri yang menonjol dalam suatu permukiman kumuh adalah sebagai
berikut :

1. Penduduknya sangat padat serta jumlah anak juga besar dan kurang terurus dengan
baik.
2. Warga masyarakat umumnya berpenghasilan rendah dengan mata pencaharian
tidak tetap sehingga sulit menjamin pemenuhan kebutuhan sehari-hari, terutama pada
saat terjadinya musibah dalam keluarga (sakit atau kematian). Sebagai akibat dari
keadaan itu, tidak jarang terjadi seluruh anggota keluarga terpaksa harus mencari
penghasilan tambahan termasuk anak-anak di bawah umur.
3. Tingkat kesehatan dan pendidikan pada umumnya rendah.
4. Sarana pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari tidak memadai seperti air bersih,
tempat pembuangan sampah dan lain-lain.
5. Kondisi lingkungan sangat kotor sehingga tingkat kesehatan warganya juga relatif
rendah.
6. Masalah-masalah sosial banyak terjadi, antara lain kenakalan remaja, tindak
kekerasan dan bentuk-bentuk kriminalitas lainnya.
7. Perasaan masyarakat untuk memiliki lingkungan sangat rendah, sehingga partisipasi
mereka untuk memperbaiki lingkungan juga rendah.

Pertumbuhan dan perkembangan lingkungan permukiman kumuh merupakan bagian


yang tidak terpisahkan dari proses pertumbuhan kota-kota besar di seluruh dunia. Lingkungan
ini tumbuh berkembang karena perkembangan kota sebagai daerah industri, ekonomi dan
perdagangan yang menuntut adanya persyaratan peningkatan kemampuan warga kota untuk
menyesuaikan diri. Bagi mereka yang sukses akan mampu meningkatkan kedudukan sosial
ekonomi mereka, sedangkan yang tidak mampu akan tersisih dari arus kemajuan dan
perubahan kota.
Pada setiap perencanaan dan pembangunan kota selalu diupayakan untuk menata
kembali letak dan kondisi berbagai lokasi permukiman. Lokasi-lokasi permukiman baru yang
layak juga telah banyak yang dibangun, namun akibat kesenjangan sosial ekonomi di antara
warga kota, maka terjadi pula kesenjangan dalam menghuni permukiman baru tersebut.
Warga yang tidak beruntung akan tetap menghuni permukiman yang kumuh.
Pertumbuhan sektor industri, ekonomi dan perdagangan secara pesat di satu pihak
telah membuka banyak kesempatan kerja namun di lain pihak juga telah menimbulkan
berbagai masalah bagi lingkungan. Semakin menyempitnya lahan di perkotaan membawa
dampak yang sangat besar bagi sektor pemukiman. Pergeseran penduduk ke daerah pinggiran
kota merupakan awal terbentuknya permukiman liar dan tak terkendali, yang pada akhirnya
bermuara pada lahirnya permukiman kumuh.
Suatu hal penting dikemukakan bahwa salah satu penyebab meningkatnya
permukiman kumuh di perkotaan ada-lah tingginya arus urbanisasi dari tahun ke tahun. Daya
tarik kota tetap saja merupakan faktor penyebab banyaknya orang-orang desa yang mengadu
nasib untuk hidup di kota, walaupun pada umumnya tanpa tujuan yang jelas. Pada
kenyataannya pat«a warga desa yang masuk ke kota pada umumnya memilih daerah
pinggiran kota untuk tempat tinggalnya. Keadaan ini cukup berperan dalam percepatan
tumbuhnya suatu permukiman kumuh di pinggiran kota terse but .
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kecenderungan para pendatang untuk memilih
wilayah pinggiran untuk tempat tinggalnya antara lain karena pada tempat tersebut mereka
tidak terlalu sulit menyesuaikan diri. Selain itu mereka juga masih dapat melakukan
kebiasaan-kebiasaan hidup di tempat asalnya karena kurangnya pengawasan. Dari tempat
itulah mereka juga dapat memperoleh berbagai macam informasi tentang cara yang dapat
dilakukan untuk mencari nafkah, baik untuk sementara maupun untuk jangka panjang.
Akibat dari semua kenyataan di atas adalah semakin beratnya beban yang dipikul oleh
permukiman yang bersangkutan dan semakin sulitnya mengendalikan situasi di dalamnya
secara keseluruhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kejadian tersebut telah menciptakan
permasalahan permukiman kumuh yang semakin rumit dari waktu ke waktu.

C.TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN.


Rumah merupakan institusi budaya, bukan saja sebagai hasil kegiatan manusia tetapi
juga karena peranannya sebagai tempat dalam menampung, menyalurkan dan pengembangan
usaha serta langkah menuju perbaikan taraf hidup manusia. Dengan demikian rumah dapat
dilihat sebagai pusat kegiatan budaya: rumah ter-wujud dalam proses pemikiran dan tingkah
laku. Selanjutnya ditekankan lagi bahwa rumah menunjukkan tempat tinggal , merupakan
mediasi antara manusia dengan dunia, dimana manusia dapat menemukan kembali
kekuatannya se-telah lebih dahulu melakukan pekerjaan yang melelahkan dan menghabiskan
energi. Rumah juga memberikan keamanan, ketenangan hidup, kemesraan dan kehangatan
hidup serta memberikan kebebasan dalam arti pencapaian kebebasan social dan
psikologis.
Hidayat mengemukakan bahwa rumah merupakan basis bagi terbentuknya
kepribadian manusia, rumah merupakan ekspresi dari eksistensi manusia, di rumah pulalah
peri laku manusia dibentuk. Ada empat tingkat kebutuhan rumah diukur dari tingkat
kepuasan yaitu: kebutuhan untuk bernaung dan rasa aman, kebutuhan fisik, kebutuhan sosial
dan kebutuhan estetika.
Dalam bentuk materialnya suatu rumah dilengkapi dengan lantai, dinding, dan atap yang kuat
merupakan tempat manusia berlindung dan diamankan dari bermacam-macam bahaya.
Harianto mengemukakan bahwa rumah bukannya sekedar tempat terlindung dari terik
matahari, hujan, angin dan cuaca buruk lainnya tetapi juga harus bisa memberikan
kenyamanan dan ketenteraman bagi para penghuninya.
Pada dasarnya rumah yang layak merupakan impian bagi semua orang. Bagaimana ukuran
suatu rumah yang dikatakan layak adalah sukar diberikan rumusan. Masing-masing orang
akan memberikan pendapat yang berbeda sesuai tingkat kemampuan, kondisi dan
pengalaman seseorang. Sebab itu ukuran kelayakan adalah relatif tergantung pada pribadi
masing-masing. Namun demikian dalam tulisan ini dikemukakan sesuatu pengertian tentang
rumah yang layak sebagai berikut.
Rumah yang layak adalah rumah sehat, cukup kuat, biaya yang terjangkau, bentuknya indah
dengan ruangan yang cukup, serta berdiri di atas lingkungan yang te-pat. Rumah yang sehat
adalah rumah yang memiliki cukup hawa dan aliran udara, cukup penerangan alami dan
buatan, cukup air bersih, lancar pembuangan air kotoran dan limbah.
Syarat-syarat dasar perumahan sehat yaitu :

1. Setiap keluarga mendiami tempat yang berdiri sendiri yang lengkap dipelihara baik
dan yang cukup aman serta kokoh strukturnya. Di setiap tempat kediaman minimum
harus dipenuhi keadaan :
2. Jumlah ruang cukup memadai bagi penghuninya.
3. Adanya jaminan kebebasan pribadi.
4. Adanya kejelasan pembatas/pemisah antar ruang.
5. Adanya air bersih yang cukup.
6. Adanya sarana pembuangan air kotor dan air kotoran.
7. Adanya MCK (mandi, cuci, kakus).
8. Adanya ruang penyimpanan (gudang).
9. Perlindungan dari cuaca yang berlebihan atau kekurangan.
10. Adanya udara silang.
1. Rumah ditetapkan dalam lingkungan/kawasan permukiman yang
direncanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kota dan daerah. Di lingkungan
perumahan harus diusahakan:
1. Fasilitas umum seperti : (1) Penyediaan/suplai air bersih, (2) Jaringan
air kotor dan air kotoran, (3) Pengelolaan sampan.
2. Udara yang bersih, yang tidak berbau atau mengandung racun, asap,
industri, dan debu.
3. Fasilitas penjagaan keamanan (hankam) dan keamanan dari bahaya
kebakaran dan musibah lain.
4. Fasilitas sosial dan ekonomi/industri, perdagangan, sosial kebudayaan,
pendidikan, ibadah, rekreasi, kesehatan yang terletak tidak jauh/mudah
dicapai dari daerah permukiman.

fungsi dari lingkungan perumahan bukanlah hanya merupakan bangunan rumah kediaman
saja, tetapi pula menyangkut segi kehidupan masyarakatnya termasuk segi-segi sosial
ekonomi, kesehatan, dan keserasian bertempat tinggal.
Adisasmita menyatakan ada dua jenis model lokasi rumah tangga, yaitu :

1. Faktor pertimbangan utama dalam penentuan lokasi adalah biaya ke tempat


pekerjaan. Hal ini berarti penentuan lokasi permukiman berpedoman pada animasi
biaya perjalanan.
2. Pendekatan yang kedua terdiri dari teori-teori yang menekankan pemilihan rumah,
daerah dan lingkungan sebagai penentu utama lokasi permukiman.

Moechtar mengemukakan bahwa lingkungan perumahan merupakan suatu daerah hunian


yang perlu dilindungi dari gangguan-gangguan umpamanya gangguan suara, kotoran udara,
bau, sehingga daerah perumahan harus bebas dari gangguan tersebut dan harus aman serta
mudah mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerjanya.
Reksohadiprodjo berkesimpulan bahwa manusia selain memerlukan sandang dan pangan,
juga perumahan karena semuanya merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu
sebagai konsekwensinya perlu diciptakan permukiman untuk menampung kebutuhan dasar
manusia itu.
Bertolak dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang
perumahan di atas, maka da lam rangka memenuhi. kebutuhan perumahan bagi penduduk
perkotaan, kebijaksanaan dan langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dimana


diselenggarakan dalam lingkup permukiman terpadu dan dikaitkan dengan
kebijaksanaan pengembangan tata ruang dan wilayah dengan memperhatikan aspek-
aspek kependudukan dan lingkungan hidup. Pembangunan perumahan tersebut harus
disertai dengan penataan dan perbaikan mutu lingkungan permukiman yang sehat,
tertib, aman dan serasi, termasuk pengadaan prasarana-prasarana yang diperlukan.
2. Pembangunan perumahan harus dapat pula mendorong peningkatan produksi
bahan bangunan yang harganya murah tetapi bermutu.
3. Sarana pembangunan perumahan dititikberatkan pada pemenuhan kebutuhan
golongan masyarakat berpenghasilan rendah, baik dalam sektor formal maupun
informal. Untuk memenuhi kebutuhan sebagian masyarakat berpenghasilan rendah
yang be 1urn dapat terjangkau oleh program KPR-BTN (Kredit Pemilikan Rumah-
Bank Tabungan Negara), program pembangunan rumah sederhana akan tetap
dilanjutkan. Pembangunan yang akan lebih banyak diserahkan kepada prakarsa dan
swadaya masyarakat sendiri. Reran serta masyarakat dan pihak swasta yang sudah
meningkat akan lebih dikembangkan lagi. Demikian pula pola usaha bersama baik
dalam bentuk tradisional maupun yang sudah melembaga dalam suatu organisasi
seperti koperasi akan lebih dikembangkan.
4. Dalam usaha pengadaan rumah dan penyediaan sarana lingkungan yang
diperlukannya, efisiensi penggunaan dana akan lebih diperhatikan dan di samping
perlunya usaha-usaha yang lebih intensif.

Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan hygiene dan
sanitasi lingkungan. Seperti diketahui bahwa perumahan yang tidak cukup atau terlalu
sempit akan mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit dalam masyarakat.
Ada empat syarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu rumah untuk dapat digolongkan
sebagai rumah sehat, yakni :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis.


2. Memenuhi kebutuhan psikologis.
3. Dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan.
4. Dapat menghindarkan terjadinya penyakit.

Adapun kriteria dari rumah sehat yang dikemukakan di atas dapat dijelaskan lebih jauh
sebagai berikut :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis, mencakup aspek-aspek


1. Suhu ruangan
Suhu ruangan dijaga agar jangan berubah, sebaiknya tetap berkisar antara 25-28°C. Suhu
ruangan ini tergantung pada suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara, dan suhu
benda-benda sekitarnya.

1. Penerangan.

Harus cukup mendapat penerangan baik siang maupun malam hari. Yang ideal adalah
penerangan listrik. Diusahakan agar ruangan-ruangan mendapatkan sinar matahari terutama
pagi hari.

1. Pertukaran hawa (ventilasi).

Pertukaran harus cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar. Untuk itu rumah-rumah
harus mempunyai jendela yang cukup.

1. Isolasi suara.

Dinding ruangan harus kedap suara baik terhadap suara yang berasal dari luar maupun dari
dalam. Sebaiknya perumahan jauh dari sumber-sumber suara kegaduhan seperti pasar, pabrik,
sekolah, lapangan terbang, stasiun bus, stasiun kereta api dan sebagainya.

1. Memenuhi kebutuhan psikologis, mencakup aspek-aspek :


2. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan
sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan dan rumah tangga yang sehat.
3. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga.
4. Setiap anggota keluarga yang sudah dewasa sebaiknya mempunyai ruangan sendiri-
sendiri sehingga tidak terganggu.
5. Adanya ruangan keluarga untuk dapat berkumpul.
6. Adanya ruangan tamu.
1. Menghindari terjadinya kecelakaan :
2. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak
mudah ambruk.
3. Perlu adanya sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur kolam, dan
sebagainya terutama untuk anak-anak.
4. Diusahakan agar tidak mudah terjadi kebakaran.
5. Ada alat pemadam kebakaran terutama yang mempergunakan gas.
1. Menghindari terjadinya penyakit.
2. Adanya sumber air sehat, cukup kualitas maupun kuantitasnya.
3. Harus ada tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang
baik.
4. Harus dapat mencegah perkembangbiakan vektor penyakit seperti
nyamuk, lalat, tikus dan sebagainya.

Selain hal-hal yang telah dikemukakan di atas perlu pula diperhatikan mengenai situasi
lingkungan rumah yaitu :

1. Pengaturan halaman rumah, antara lain, pertamanan, kebersihan halaman, kelancaran


saluran air kotor, penerangan pada ma lam hari cukup sesuai dengan kebutuhan.
2. Pengaturan tanah pekarangan antara lain: kandang ternak harus dijaga
kebersihannya, kolam ikan harus sering diganti airnya, pekarangan harus bersih dari
sampah atau tanaman dan semak yang tak berguna.
3. Pembuatan pagar halaman dan pekarangan.
4. Menjaga kesehatan ternak dan hewan piaraan.

Secara sederhana syarat-syarat bangunan rumah yang dapat dikembangkan baik di perkotaan
maupun di pedesaan adalah sebagai berikut :

1. Bangunan rumah cukup memenuhi syarat kesehatan.


2. Lantai harus bersih dan kering : (1) agar mudah dibersihkan, lantai harus rata/datar
dan tidak menimbulkan debu bila dibersihkan, (2) agar tetap kering, maka lantai harus
berada lebih tinggi dari halaman luar, terbuat dari bahan bangunan yang tidak
menghantar air tanah ke permukaan lantai (kedap air) sehingga ruangan tidak lembab.
3. Udara dalam ruangan hendaknya tidak lembab dan selalu beredar : (1) agar ruang
dalam tidak lembab, maka komponen pembatas ruang dalam (lantai, dinding,, 1angit-
langit/atap) harus kedap air. (2) agar udara selalu beredar maka dinding harus
mempunyai lubang ventilasi sebagai sarana masuknya udara segar dari luar, dan
keluarnya udara kotor dalam ruangan. Dinding pembatas ruang dalam juga diperlukan
mempunyai lubang untuk meneruskan keluar dan masuknya udara.
1. Bangunan rumah memenuhi perasaan nyaman.
Penyediaan ruangan dalam rumah hendaknya mencukupi sesuai kebutuhan. Hal demikian
biasanya tergantung dari adat kebiasaan atau kemampuan dari penghuninya. Penataan ruang-
ruang dalam rumah agar memenuhi rasa nyaman dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Ruang tidur. Ruang tidur merupakan tempat untuk beristirahat penuh (tidur) dan
merupakan tempat yang lebih pribadi, sehingga ruang tersebut hendaknya : (1) ditempatkan
pada bagian rumah yang cukup tenang/ kebisingan kurang. (2) sinar matahari pagi bisa masuk
sehingga dipertimbangkan agar jendela menghadap ke timur dan luas jendela diusahakan
minimal 1/9 luas ruang tidur (misalnya luas kamar 9m2 maka luas jendela minimal 1 m2. (3)
Mempunyai lubang peranginan yang cukup memadai biasanya 1/5 luas jendela. (4)
Mempunyai pintu yang bisa ditutup. (5) Warna dinding sebaiknya yang sejuk, seperti hijau
muda, biru muda atau putih gelap. (6) Dibagian luar mempunyai penahan sinar mata hari
yang biasanya berupa tirai atau pelebaran teoritis kamar atau bisa juga menanam pohon
pelindung.
2) Ruang tamu. Penempatannya di ruangan bagian depan dengan tujuan agar dapat
berhubungan langsung dengan jalan ke luar, sehingga muda dicapai oleh tamu tanpa melalui
ruangan lain yang sifatnya lebih pribadi bagi penghuninya.
3) Ruang makan. Ruang makan selain digunakan untuk kegiatan makan biasanya juga
sebagai tempat belajar dan ruang keluarga. Oleh karena itu sebaiknya :
(1) Dekat dengan dapur, agar penyajian makanan lebih mudah.
(2) Mempunyai penerangan alami yang cukup besar dengan memberikan bukaan jendela
yang menghadap ke arah luar, misalnya ke taman/pekarangan.
4) Dapur. Untuk kegiatan masak memasak, dapur erat hubungannya dengan api, maka
sebaiknya :
(1) Mempunyai lubang-lubang angin/jendela yang cukup
(2) Bagian dinding yang dekat dengan api hendaknya dilapisi dengan seng, sehingga tidak
muda terbakar, terutama untuk rumah kayu/bambu.
5) Kamar mandi, Cuci dan Kakus.
(1) Pembuatan kamar mandi, Cuci dan Kakus harus se-demikian rupa agar pembuangan
kotoran/1imbah bisa lancar.
(2) Kamar mandi, Cuci dan Kakus harus mempunyai lubang angin dan penerangan yang
cukup, agar sinar mata hari dapat masuk dan sirkulasi udara bisa terjadi dengan sempurna.
Hal tersebut akan menghindarkan kamar mandi dari ban yang tidak se-dap, selain itu air di
bak akan tetap segar.
6) Ruang-ruang penunjang.
(1) Kandang ternak. Penempatan kandang ternak tempatnya harus terpisah dengan rumah
induk. Hal demikian dimaksudkan agar bau masuk dari kotoran binatang tidak mengganggu
penghuni rumah itu sendiri maupun tetangga (dalam arti mudah ter-jangkit penyakit yang
disebabkan oleh banyaknya lalat).
(2) Lumbung. Seperti halnya dengan kandang ternak, penempatan lumbung sebaiknya
terpisah atap-nya dari rumah induk, dan diusahakan agar di mu-ka lubang tersebut terdapat
halaman terbuka yang memungkinkan dipergunakan untuk menjemur hasil bumi.
Suatu hal yang tak kalah pentingnya dalam suatu bangunan rumah adalah komponen
bangunan rumah itu sendiri. Bagaimanapun indah dan luasnya suatu bangunan rumah kalau
komponen yang menyusunnya tidak memenuhi syarat maka bangunan tersebut tidak akan
dapat bertahan lama .
Di Indonesia terdapat bermacam-macam bentuk rumah, tetapi secara garis besar bentuk-
bentuk tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu “rumah panggung” dan “rumah
non panggung”. Pada dasarnya struktur suatu rumah terdiri atas :

1. Komponen struktur utama, yang terdiri atas pondasi, kerangka bangunan utama
(tiang, kolom) dan rangka atap, juga rangka untuk rumah panggung.
2. Komponen non struktur, terdiri atas lantai, dinding, pintu, jendela, langit-langit dan
penutup atap. Komponen struktur utama terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
1. Pondasi. Pondasi adalah salah satu komponen struktur yang berfungsi
meneruskan gaya dari segala arah ke tanah. Dengan demikian pondasi
berperan penting da-lam hal mendirikan suatu bangunan. Terdapat berbagai
macam jenis pondasi, baik ditinjau dari macam beban daya dukung tanah atau
jenis bangunan yang didukung. Jenis-jenis pondasi yang dimaksud adalah
pondasi pasangan batu kali dengan slof, pondasi umpak rumah non panggung,
pondasi umpak rumah panggung, pondasi pasangan batu kali dengan roliag
untuk rumah non panggung dan pondasi tiang pancang untuk rumah
panggung.
2. Rangka rumah. baik rumah panggung maupun non panggung mempunyai
rangka-rangka dari atas ke bawah yang berfungsi menahan serta meneruskan
beban dari segala arah agar mencapai suatu kekompakan atau ikatan, se-
hingga bangunan rumah menjadi kuat. Di dalam suatu bangunan rumah
terdapat tiga macam rangka utama yaitu :
a) Rangka atap. Rangka atap adalah suatu bentuk konstruksi yang berfungsi sebagai
penopang/penyangga dan sebagai landasan penutup atap. Rangka atap dibedakan atas dua
yaitu ran.gka atap rumah panggung dan rangka atap rumah non panggung.
b) Rangka dinding. Rangka utama dinding biasanya berupa tiang/kolom yang berfungsi
pula sebagai pengikat dinding bangunan agar tidak goyah. Mengingat fungsi rangka
tersebut sangat penting maka rangka dinding hendaknya memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Merupakan kesatuan yang cukup kuat.
2) Terbuat dari bahan yang tahan lama dan tidak mudah aus bisa juga bahan yang
diawetkan.
3) Ukuran kolom hendaknya sesuai dengan peraturan yang dapat menahan beban dari
semua gaya termasuk gempa bumi.
Rangka dinding dibedakan atas rangka dinding rumah panggung dan rangka dinding rumah
non panggung.

1. Lantai rumah panggung. Khusus untuk rumah panggung, lantainya merupakan salah
satu komponen struk-tur, karena lantai di sini tidak hanya sekedar penutup permukaan
tanah, melainkan sebagai satu rangkai-an yang menopang beban, baik beban mati
maupun beban hidup dan kemudian meneruskan ke atas tanah. Untuk rangka lantai
rumah panggung sebaiknya digunakan bahan yang sejenis dengan rangka rumahnya
agar kokoh dan penyelesaian konstruksi bangunannya dapat diselesaikan dengan baik.

Adapun komponen nonstruktur suatu bangunan rumah terdiri dari :

1. Langit-langit. Tidak semua rumah harus memiliki langit-langit, tetapi ditinjau dari
segi keindahan , kesehatan dan kenyamanan, langit-langit memang perlu. Berbagai
macam bahan bisa dibuat untuk langit-langit, seperti bambu pecah/pelupuh, tripleks,
asbes, semen dan sebagainya.
2. Dinding pengisi. Dinding berfungsi sebagai pembatas rumah terhadap bagian luar
maupun pembatas ruangan. Konstruksi dinding hendaknya memenuhi persyaratan
tertentu seperti :

(a) Dinding yang berfungsi sebagai pemikul harus dapat mendukung berat sendiri, semua
gaya dan beban termasuk gempa bumi yang bekerja padanya.
(b) Dinding yang tidak memikul beban. hendaknya bisa . mendukung berat sendiri.
(c) Dinding yang terbuat dari bahan selain bambu/kayu, perletakannya harus bersambung
dengan pondasi dimana bagian terbawah (15 cm di bawah permukaan tanah dan 15 cm di
atas lantai) harus memakai lapis-an kedap air (trasram). Hal tersebut dimaksudkan agar
tidak terjadi penyerapan air ke dalam dinding yang diakibatkan dari resapan air tanah
maupun air dari bekas mencuci lantai.
(d) Dinding yang berfungsi sebagai batas antara ruang hendaknya mampu meredam suara
secukupnya.
Dinding rumah non panggung, penggunaan bahan bangunan untuk komponen dinding bisa
lebih banyak variasinya dibanding rumah panggung, seperti misalnya: bat/batako,
kayu/papan, bambu/palupuh dengan rangka kayu, kombinasi papan dengan anyaman bambu,
kombinasi bata/ batako dengan papan atau anyaman bambu (rumah semi permanen). Sedang
untuk rumah panggung, dindingnya dibuat dari bahan yang ringan seperti anyaman bambu,
susunan papan/palupuh, kombinasi papan dan anyaman bambu.

1. Pintu, Jendela, dan Ventilasi. Pintu, jendela, dan ventilasi pada dasarnya merupakan
satu kesatuan dengan dinding pengisi. Sebagai komponen pelengkap dari dinding
maka fungsi pintu dari bangunan adalah sebagai jalan keluar dan masuk ke dalam
rumah. Untuk itu perencanaan pintu dalam bangunan harus sedemikian rupa, agar
sirkulasi (lalu lintas) orang di dalam rumah teratur dan tidak terganggu dengan
penempatan perabotan rumah tangga.

Bahan pintu pada umumnya dari kayu atau bambu dengan konstruksi sedemikian rupa
sehingga cukup aman dan tahan lama. Demikian pula perencanaan jendela dan ventilasi harus
diperhitungkan dengan luas lantai ruangan, yang penting cahaya sinar matahari pagi secara
langsung dapat menyinari ruangan.
Sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan bahwa setiap rumah harus mempunyai lubang
cahaya dan pertukaran udara yang berupa jendela dan ventil.asi dengan ukuran minimal 1/9 x
luas lantai ruangan. Dan seandainya pada dinding tidak mungkin dibuat jendela, maka dapat
dibuat lubang angin (rooster) pada dinding dan lubang cahaya pada langit-langit sehingga
ruangan cukup terang dan pertukaran udara dapat terjadi.
D,TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.
Ada beberapa batasan tentang sampah, diantaranya pengertian menurut American Public
Health Association mengatakan bahwa sampah ada-lah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya. Sedangkan menurut FKM-UI sampah ialah sesuatu bahan
dan benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktivitas manusia yang tak dipakai
lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara-cara seniter kecuali buangan yang berasal dari
tubuh manusia.
Banyak lagi ahli yang mengajukan batasan tentang sampah, namun pada prinsipnya
mengandung hal yang sama yaitu : adanya sesuatu benda atau zat padat, adanya hubungan
dengan aktivitas manusia, benda atau bahan tersebut tidak dipakai dan tidak disenangi lagi,
dan di buang dalam arti pembuangannya dengan cara-cara yang diterima oleh umum (perlu
pengelolaan yang baik).
Jumlah produksi sampah untuk daerah di Indonesia diperkirakan rata-rata sebesar 2 1 per
orang per hari. Untuk daerah Asia sekitar 350 g per orang per hari. Jumlah produksi sampah
pada suatu daerah tergantung dari beberapa faktor antara lain :

1. Jumlah, kepadatan serta aktivitas penduduk pada daerah tersebut makin besar jumlah
penduduk makin besar jumlah sampah yang diproduksi. Bila kepadatan penduduk
suatu daerah sangat tinggi, maka kemungkinan sampah diserap oleh lingkungan
secara alami akan berkurang, karena sempitnya atau tiadanya tanah-tanah lapang yang
memungkinkan penyerapan sampah tersebut. Sehingga dengan demikian jumlah
sampah yang dikumpulkan akan lebih besar.

Demikian pula di daerah-daerah yang aktivitas penduduknya tinggi, jumlah sampah yang
dikumpulkan juga akan meningkat.

1. Sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang dipakai. Sistem pengumpulan


dan pengangkutan sampah yang dipakai sangat mempengaruhi jumlah sampah yang
dikumpulkan. Pengumpulan sampah dengan gerobak, truk dan Iain-lain akan berbeda
dengan pengumpulan sampah memakai truk pemadat.

Adanya sampah yang dibakar atau dibuang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh
kontraktor sehingga tidak masuk da lam pencatatan Dinas Kebersihan, akan memberi
gambaran jumlah sampah yang lebih kecil dari jumlah produksi sampah yang sebenarnya.
Makin baik sistem pengumpulan dan pembuangan sampah, makin banyak produksi
sampahnya.
1. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali. Adanya
bahan-bahan tertentu pada sampah yang mempunyai nilai ekonomi, oleh golongan
tertentu akan diambil kembali untuk dijual. Sebagai contoh, pecahan kaca/gelas, besi,
plastik, kertas, karton dan Iain-lain yang masih mempunyai nilai ekonomi yang
lumayan akan diambil dan dikumpulkan untuk dijual kembali.

Dengan demikian, jumlah sampah jenis ini yang dikumpulkan akan berkurang. Hal ini sangat
tergantung pada harga pasaran dari bahan-bahan tersebut. Bila harga cukup tinggi maka
jumlah sampah jenis ini yang dikumpulkan boleh dikatakan sedikit sekali. Tapi bi-la harga
pasaran menurun maka sampah jenis- ini akan bertambah jumlahnya untuk diolah.

1. Geografi.

Faktor geografi juga mempunyai pengaruh terhadap jumlah serta perubahan komposisi
sampah padat. Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa di daerah pegunungan sampah dari
jenis kayu-kayuan akan meningkat, sedangkan di dataran rendah sampah jenis pertanian
mungkin menonjol, sedangkan daerah pantai sampah jenis kerang-kerangan atau hasil-hasil
laut yang banyak jumlahnya. Hal ini jelas erat hubungannya dengan aktivitas penduduknya.

1. Waktu

Jumlah produksi sampah sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (hari, minggu, bulan, dan
tahun).
Jumlah produksi sampah dalam satu hari bervariasi menurut waktu. Ini erat kaitannya dengan
kegiatan manusia sehari-hari misalnya di dapur, pasar, kan-tor, dan Iain-lain. Umumnya pada
pagi hari, jumlah sampah lebih sedikit dan akan meningkat antara jam 8.00 sampai jam 14.00
dan mencapai puncaknya sekitar jam 11.00 – 13.00. Kemudian jumlahnya menurun sampai
kira-kira jam 16.00.
Hal ini erat hubungannya dengan aktifitas sore hari di Indonesia seperti misalnya setelah
magrib pergi ke toko restoran, warung-warung dan Iain-lain disamping aktifitas makan
malam di rumah-rumah. Jumlah produksi dalam seminggu juga mengalami varia-si. Bila kita
asumsikan bahwa pengumpulan sampah dilakukan tiap hari maka jumlah sampah hari Senin
cukup tinggi dan menurun untuk hari Selasa, Rabu dan Kamis. Hari Jumat sampah meningkat
lagi sampai hari Minggu. Variasi jumlah produksi sampah itu terutama berlaku di daerah
perkotaan sedangkan di pedesaan variasinya tidak terlalu berarti.
1. Sosial ekonomi.

Faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah suatu daerah termasuk
adat istiadat, taraf hidup serta mental dari masyarakat. Sebagai contoh jumlah produksi
sampah di daerah pusat kota jelas akan berbeda dengan jumlah produksi sampah di daerah
pinggiran kota. Di daerah yang telah maju jumlah produksi sampahnya berbeda dengan
daerah yang masih terkebelakang.
Juga tentang mental dan kebudayaan suatu masyarakat tercermin dalam cara masyarakat
tersebut mengelola sampahnya. Sampah yang terkumpul disana sini mencerminkan
kebudayaan serta martabat manusia serta bangsanya.

1. Musim/iklim

Faktor musim atau iklim akan mempengaruhi jumlah produksi sampah. Di Indonesia
misalnya, musim hujan kelihatannya sampah meningkat karena adanya sampah terbawah
oleh air. Dapat juga terjadi hal sebaliknya yaitu sampah yang terkumpulkan dan terangkut
jauh berkurang karena adanya kesulitan dalam mengumpu1kan sampah padahal produksi
sampah kenyataannya tetap. Jadi ada sebagian sampah yang tak terangkut. Musim buah-
buahan jelas meningkatkan jumlah produksi sampah di satu daerah. Juga musim panen,
musim liburan sekolah, hari raya dan Iain-lain.

1. Kebiasaan masyarakat.

Kebiasaan masyarakat di sini dapat diberi contoh, misalnya orang Jepang lebih senang makan
makanan mentah sehingga produksi sampah dari jenis ini jelas meningkat. Suku Bali dengan
adatnya yang banyak-melakukan sesajen, maka jumlah sampah akan lebih banyak dari suku
lain. Juga orang Minang dengan kebiasaan makan makanan khas minang konon jumlah
produksi sampahnya lebih tinggi.

1. Teknoiogi.

Dengan kemajuan teknologi, maka jumlah produksi sampah juga meningkat. Sebagai contoh,
dulu tidak dikenal adanya sampah jenis plastik, tetapi sekarang plastik menjadi masalah
dalam pembuangan sampah.
Juga sampah berupa kardus, tong-tong, ataupun peti kemas yang besar. Da lam rumah tangga
dengan kemajuan teknologi sekarang ini sudah dapat dihasilkan sampah dalam bentuk kulkas,
AC, radio, televisi ataupun alat rumah tangga lainnya. Dengan kemajuan teknologi pula,
sistem pengangkutan dan pengumpulan sampah menjadi lebih efisien sehingga dengan tenaga
minimal, dalam waktu singkat sudah dapat mengumpulkan sampah dalam jumlah besar.
Namun demikian jumlah produksi sampah ini merupakan resultan dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Hal ini perlu diketahui karena erat hubungannya dengan sistem
pengelolaan sampah yang akan di1aksanakan.

1. Sumber sampah.

Jumlah produksi dan komposisi sampah jelas akan berbeda tergantung dari mana sampah
tersebut berasal. Sampah-sampah dari rumah tangga jumlah dan komposisinya jelas berbeda
dengan jumlah serta komposisi sampah dari pasar, dan berbeda pula dengan sampah yang
berasal dari industri.
Adapun sistem pengelolaan sampah khususnya di Indonesia telah ditetapkan beberapa
persyaratan sebagai berikut :

1. Penampungan atau pewadahan sampah hendaknya :


2. Setiap sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah.
3. Sampah-sampah yang cepat membusuk dan berbau sebelum ditampung di tempat
sampah agar dimasuk-kan dalam kantong kedap air dan diikat.
4. Tempat sampah yang dipakai untuk menampung sampah harus : (1) terbuat dari
bahan yang kedap air, tak mudah dilubangi tikus dan mempunyai permukaan yang
halus pada bagian dalamnya, (2) mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup
tanpa mengotori tangan, (3) mudah diisi dan dikosongkan serta mudah dibersihkan.
5. Tempat sampah berupa bak beton permanen terutama di permukiman, tidak
dianjurkan.
6. Menampung sampah di tempat sampah tidak boleh melebihi 3 x 24 jam (3 hari).
7. Tidak diperkenankan membiarkan sampah yang dapat menampung air menjadi
tempat bersarangnya serangga.
8. Bila kepadatan lalat di sekitar sampah melebihi 20 ekor per blok grill, perlu
dilakukan pemberantasan dan perbaikan pengelolaan sampah.
1. Pengelolaan sampah setempat.

Upaya untuk mengurangi volume sampah dengan melakukan pemusnahan pada sumber
sampah, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Hanya dilakukan pada permukiman yang kepadatannya hanya 50 jiwa/ha.
b) Bila dilakukan pembakaran, asap dan debu yang dihasilkan tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya.
c) Bila sampah yang dihasilkan ditimbun atau ditanam pada lubang galian tanah,
jaraknya terhadap sumur atau sumber air bersih terdekat minimal 10 m.

1. Pengumpulan sampah.
1. Tidak diperbolehkan mengumpulkan sampah di luar bangunan tempat
pengumpulan sampah sementara.
2. Tempat pengumpulan sampah sementara (TF’S) harus kedap air, bertutup
dan selalu dalam keadaan tertutup bila tidak sedang diisi atau dikosongkan,
serta mudah dibersihkan.
3. Penempatan tempat pengumpulan sampah sementara yaitu:

a) Tidak merupakan sumber bau dan sumber lalat dari rumah terdekat.
b) Dihindarkan sampah masuk dalam saluran air.
c) Tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan banjir.

1. Pengosongan sampah di tempat pengumpulan sementara harus dilakukan minimal 1


(satu) kali dalam 3 (tiga) hari.
2. Bila di tempat tersebut tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per blok grill atau
tikus terlihat pada siang hari maka harus dilakukan pengendalian .
3. Bila tempat pengumpulan sampah sementara berupa lokasi untuk pemindahan sampan
dari alat angkut kecil ke alat angkut besar maka :

a) Pengosongan sampan harus dilakukan secepat mungkin, dan tidak diperbolehkan


menginap.
b) Lokasi tersebut dijaga kebersihannya.

1. Pengangkutan sampah.
1. Alat pengangkutan sampah harus mempunyai wadah yang mudah
dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup.
2. Setiap kendaraan keluar dari tempat pembuangan akhir sampah, harus selalu
dalam keadaan bersih.
3. Petugas yang mengangkut sampah harus menggunakan perlengkapan kerja
sebagai berikut :

a) Pakaian kerja khusus.


b) Sarung tangan yang terbuat dari bahan neophrene.
c) Topi pengaman.
d) Masker.
e) Sepatu boot/lars.

1. Pengolahan sampah.
1. Lokasi untuk pengolahan sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, kebisingan, dan binatang pengerat bagi
permukiman terdekat.
b) Tidak menimbulkan pencemaran bagi sumber air baku, air minum.
c) Tidak terletak pada ‘daerah yang mudah terkena luapan air atau banjir.

1. Teknik pengolahan yang dilakukan dengan pembakar-an secara tertutup harus :

a) Emisi gas dan debu yang keluar dari cerobong harus memenuhi persyaratan baku mutu
lingkungan.
b) Dalam hal-hal tertentu dimana populasi lalat telah melampaui 20 ekor per blok grill
atau keberadaannya cukup mengganggu, harus dilakukan pengendalian.
c) Air bekas cucian alat harus diamankan agar tidak menimbulkan masalah pencemaran.

1. Pembuangan akhir sampah.


1. Lokasi untuk tempat pembuangan akhir sampah harus memenuhi ketentuan :

a) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu5 kebisingan dan lalat bagi permukiman.
b) Tidak merupakan sumber pencemaran bagi sumber air baku untuk minum, dan jarak
sekurang-kurangnya 200 m atau lebih, tergantung pada struktur geologi setempat serta jenis
sampahnya.
c) Tidak terletak pada daerah banjir.
d) Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi .
e) Tidak merupakan sumber ban, kecelakaan serta harus memperhatikan segi estetika
terhadap jalan besar atau jalan umum.
1. Pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir hendaknya :

a) Melakukan upaya agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa, tidak berkembangbiak dan tidak
menimbulkan bau.
b) Memiliki drainase yang baik dan lancar.
c) Tempat pembuangan akhir yang dipergunakan untuk membuang bahan beracun dan
berbahaya, lokasinya harus diberi tenda dan tercatat di Kantor Pemerintah Daerah.
d) Dalam hal tertentu dimana populasi lalat melebihi 20 ekor per blok grill atau tikus
terlihat pada siang hari atau ditemukan nyamuk aedes. harus dilakukan pemberantasan
dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.

1. Pada tempat pembuangan akhir sampah harus disediakan alat keselamatan kerja
sebagai berikut : (a) Topi pengaman, (b) Sarung tangan bagi yang berhubungan
langsung dengan sampah, (c) Sepatu kerja, (d) Pakaian kerja khusus yang harus
dipakai oleh petugas/orang yang terlibat dalam pengelolaan sampah.
2. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia alat PPPK.
3. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia alat pemadam kebakaran baik
berupa tabung pemadam kebakaran maupun hydran.
4. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia fasilitas untuk mencuci
kendaraan pengangkut sampah.
5. Tempat pembuangan akhir sampah setelah tidak dipergunakan lagi sebagai tempat
pembuangan sampah maka tidak boleh digunakan sebagai lokasi permukiman dan
sumber air bersih.

E. TENTANG SARANA AIR BERSIH.


Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Berbagai kegunaan air bagi
kehidupan manusia, seperti untuk minum, mandi, mencuci, memasak dan sebagai-nya. Selain
itu untuk keperluan umum, air juga dibutuhkan untuk keperluan pertanian, industri, olah raga
serta kegiatan-kegiatan lain.
Oleh karena air merupakan kebutuhan vital yang diperlukan manusia setiap saat, maka
kehidupan dan aktivitas manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dengan air. Untuk itu
hendaknya setiap sarana aktivitas seper-ti permukiman, perkantoran dan lain-lain dilengkapi
dengan sumber air yang memenuhi syarat bagi peruntukannya.
Khusus untuk suatu permukiman, keberadaan sumber air merupakan suatu syarat mutlak
untuk menunjang kehidupan warganya. Di kota-kota besar pada umumnya telah memiliki
sarana air bersih berupa air ledeng yang dikelola oleh suatu Perusahaan Air Minum (PAM) .
Namun yang menjadi permasalahan adalah keterbatasan yang dimiliki oleh PAM tersebut
sehingga masih sebahagian kecil warga kota yang dapat menikmati sarana air bersih tersebut.
Dengan terbatasnya kemampuan sarana air bersih yang dikelola oleh PAM, maka sebagian
warga kota utamanya yang bermukim di wilayah pinggiran kota memenuhi kebutuhannya
akan air melalui sumber-sumber lain. Ada beberapa sarana untuk memperoleh air bersih yang
biasa digunakan di masyarakat, antara lain berupa air hujan, sumur terbuka, sumur pompa
dan lain-lain.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
416/Men.Kes/Per/IX/1990, Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat
kesehatan dan da-pat langsung diminum, sedang air bersih adalah air yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak.
Air minum yang memenuhi syarat kesehatan adalah :

1. Syarat kuantitas

Kebutuhan air untuk daerah perkotaan yaitu 100 – 150 1iter/orang/hari, sedangkan kebutuhan
air untuk daerah pedesaan yaitu 60 1iter/orang/hari.

1. Syarat kualitas
2. Fisik : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
3. Kimiawi : tidak mengandung zat-at yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat
beracun, dan tidak mengandung mineral-mineral seperti zat organik lebih tinggi
dari jumlah yang telah ditentukan.
4. Mikrobiologi : tidak mengandung bibit penyakit, tidak mengandungEscherichiacoli,
bakteri saprofit yang jumlahnya melebihi syarat yang telah di-tentukan dalam setiap
100 ml air.
5. Radioaktif : Harus bebas dari unsur-unsur radioaktif seperti sinar alfa dan beta.

Berdasarkan sumbernya, air dapat dibagi atas :

1. Air presipitasi, misalnya : air hujan, salju, embun.


2. Air tanah dangkal, misalnya : air sumur dangkal, air sumur pompa tangan, mata air
dangkal.
3. Air tanah dalam, misalnya : air sumur dalam, mata air dalam.
4. Air permukaan, misalnya s air laut, air sungai, air danau, air empang.

Berdasarkan sifatnya, air dapat dibedakan atas :

1. Protective water supply (terlindung ) , terdiri dari : (a) perpipaan, (b) sumur pompa
tangan, (c) sumur artesis, (d) penampungan air hujan, dan (e) perlindungan mata air.
2. Non protective water supply (tidak terlindung).

Misalnya sumur gali, sungai, danau dan sebagainya.


Oleh karena sumber air yang terbanyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah sumur,
maka berikut ini dikemukakan beberapa penjelasan tentang syarat suatu sumur yang
memenuhi syarat kesehatan sebagai berikut:

1. Syarat lokasi
2. Untuk menghindari pengotoran, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan
cubluk, lobang galian sampah, lobang galian air limbah dan sumber-sumber
pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan tanah dan kemiringan tanah.
Pada umumnya dapat dikatakan jaraknya tidak boleh kurang dari 10 m.
3. Dibuat di tempat yang ada airnya di dalam tanah.
4. Jangan dibuat di tanah rendah yang mungkin terendam bila banjir.
1. Syarat konstruksi
2. Dinding sumur 3 m dalamnya dari permukaan tanah dibuat dari tembok yang
tidak tembus air (disemen), .agar bila ditimba dinding sumur tidak runtuh.
3. 1,5 m dinding berikutnya (sebelah bawah) dibuat dari batu bata yang tidak
ditembok, untuk perembesan
4. Kedalaman sumur dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang mengandung
air cukup banyak walaupun musim kemarau.
5. Di atas tanah dibuat dinding tembok yang kedap air setinggi 70 cm untuk
mencegah pengotoran dari air permukaan dan untuk keselamatan.
6. Lantai sumur di tembok 1,5 m lebarnya dari dinding sumur dibuat agak
miring dan. ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah.
7. Dasar sumur diberi kerikil agar tidak keruh bila ditimba.
8. Permukaan tanah di sekitar bangunan sumur dibuat miring untuk
memudahkan pengeringan.
9. Saluran pembuangan air limbah di sekitar sumur hendaknya ditembok
sepanjang 10 m.

F.TENTANG JALAN LINGKUNGAN.


Terdapat bermacam-macam jenis jalan yang melintas baik di kota maupun desa menurut
bentuk, jenis penggunaan maupun kelasnya. Oleh karena ruang lingkup pembahasan ini
terbatas pada keadaan jalan di permukiman kumuh maka pembicaraan diarahkan pada jalan-
jalan yang sering dijumpai di pedesaan atau pinggiran kota. Jalan yang sering dijumpai di
tempat seperti ini terdiri dari :

1. Jalan lingkungan

Adalah jalan yang menghubungkan antara kelompok rumah satu dengan kelompok
rumah lain, atau dari kelompok rumah ke pusat-pusat pelayanan umum. Secara konstruktif
jalan ini bisa dilalui oleh kendaraan bermotor.

1. Jalan setapak

Adalah jalan yang menghubungkan antara rumah dengan rumah atau antara jalan lingkungan
dengan fasilitas lingkungan.
Secara konstruktif jalan ini tidak dapat dilalui oleh kendaraan bermotor.

1. Trap pada tanah

Pada permukaan tanah yang miring atau yang biasa terdapat di daerah pegunungan untuk
mempermudah orang mendaki dan menjaga agar daerah tersebut tidak longsor maka
dihalangi dengan cara pembuatan trap penahan. Penahan bisa dibuat dari berbagai macam
bahan tergantung dari keadaan setempat.
Syarat-syarat pembuatan/pengadaan jalan adalah sebagai berikut :

1. Semua jalan harus diperkeras, dapat dengan sirtu (pasir-batu), susunan batu yang
dipadatkan, pasangan batu/bata, beton rabat atau diaspal, sehingga jalan cukup
mantap untuk menerima beban di atasnya dan menghindari timbulnya debu.
2. Muka jalan harus rata (tidak bergelombang), dengan kemiringan badan jalan tertentu
agar tidak ada air yang tergenang di tengah jalan.
3. Badan jalan harus lebih tinggi dari bahu jalan, agar air dari badan jalan dapat mengalir
dengan lancar ke arah parit at.au selokan.

Kemiringan bahu jalan + 1 : 30 agar aliran air cukup lancar, tetapi tidak menggerus tanah
bahu jalan yang dapat merusak konstruksinya.

1. Jalan harus dilengkapi dengan selokan atau parit untuk menampung air dari jalan
dan mengalirkannya searah dengan jalan, kemiringan selokan minimal 1:50.
2. Jarak antara jalanan dengan bangunan di kanan kirinya harus cukup (minimal
jarak sisi luar selokan dengan bangunan sama dengan jarak antara sisi luar selokan
dengan jalan), agar aktivitas dari jalan tersebut tidak mengganggu aktivitas di
kanan kiri jalan (suara, debu dan benturan fisik).
3. Di sepanjang jalan harus ditanam pohon-pohon untuk peneduh dan penguat jalan dari
kemungkinan kikisan air.
4. Pada jalan tanjakan/turunan harus dibuat sub drain (saluran pembuangan di bawah
perkerasan jalan) yang melintang jalan pada jarak-jarak tertentu (tergantung landai
jalan), biasanya antara 15-25 m.
5. Untuk pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan jalan berdasarkan keadaan
geografisnya seperti daerah dataran rendah, daerah pegunungan, daerah pantai. ,
pasangan surut dan sebagainya, harus memperhatikan hal-hal yang disarankan sebagai
berikut :

a) Daerah pantai
Konstruksi jalan harus disesuaikan dengan kondisi pantai, khususnya terhadap air asing yang
dapat merusak pasangan dan logam.
b) Daerah dataran
Pengaruh air dalam badan jalan, air ini biasanya timbul karena : (a) air tanah tinggi, (b) letak
sawah/kebun kanan kiri jalan lebih tinggi dari jalan, dan (c) adanya kumpu1an-kumpu1 an air
(dalam tanah), biasanya terdapat di. kaki-kaki tanjakan atau turunan.
c) Daerah pegunungan: (a) pada daerah/tempat-tempat tanjakan/ turunan, agar lebih aman
sebaiknya dibuatkan undakan atau tangga, (b) untuk mencegah longsor tepi jalan yang
berlereng agar dipasang turap/penguat dari bambu, kayu, pasangan atau tanaman, sehingga
tanah menjadi stabil dan mantap, dan (c) kalau mungkin bisa dengan cara gali dan uruk
setempat.
d) Daerah pasang surut : (a) tiang/kayu penyanggah jalan/jembatan, agar awet dipilih
jenis yang baik (keras, tua umumnya dan tidak cacat), (b) jalan harus diberi pagar pengaman
agar tidak berbahaya bagi anak kecil atau pejalan di malam hari dan (c) dalam jangka panjang
sebaiknya kayu penyangga jalan diganti dengan beton bertulang yang mempunyai ketahanan
tinggi .
G. TENTANG DRAINASE.
Saluran pembuangan air limbah yang ada di setiap rumah perlu disalurkan ke bidang
penerima yang disebut selokan/parit (bisa terbuka)/ gorong-gorong yang dibuat di sepanjang
kanan kiri jalan. Saluran bisa merupakan saluran terbuka atau tertutup yang aliran airnya
menuju ke sungai, danau atau saluran yang lebih besar yang akhirnya menuju ke suatu tempat
yang jauh dari permukiman .
Ada 3 (tiga) macam selokan/parit yang sering di-jumpai yaitu :

1. Selokan yang terbuat dari tanah


2. Selokan yang terbuat dari batu bata
3. Selokan yang terbuat dari buis beton.

Adapun syarat-syarat pengadaan/pembuatan selokan/parit adalah :

1. Pengadaan/pembuatan parit harus lebih rendah dari badan jalan, agar air dapat
mengalir dengan lancar ke arah samping kanan kiri jalan, untuk selanjutnya
ditampung dan dialirkan melalui gorong-gorong menuju ke sungai.
2. Karena pembuatan saluran bisa berupa pipa buis beton, maka harus dijaga jangan
sampai disumbat oleh sampah sehingga untuk itu lubang-lubang harus cukup besar
dan da lam.
3. Saluran pembuangan di kanan kiri jalan ini harus cukup dalam, minimum 0,75 – 1.00
m dengan lebar (garis tengah) minimum 0,75 – 1,5 m.

Untuk pengembangan parit/selokan sebaiknya disesuaikan dengan jalan dan air limbah yang
di tampungnya. Sedangkan pemeliharaannya, selain untuk konstruksinya sendiri juga untuk
pemeliharaan terhadap kelancaran air limbah. Misalnya dengan mengangkat lumpur pada
waktu periode tertentu.
H. PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT.
Tingkat ketersediaan, 5arana perumahan serta infrastruktur pada kawasan permukiman
kumuh masih berada jauh di bawah standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk
suatu permukiman sederhana. Hal ini disebabkan oleh buruknya keadaan beberapa
Prasarana yang ada di dalam permukiman itu .

1. prasarana yang memerlukan perhatian dan prioritas utama dalam upaya pembenahan
permukiman kumuh adalah sarana persampahan, jalan lokal serta saluran drainase.
Sedangkan untuk prioritas utama hendaknya ditujukan pada sektor sarana
persampahan, jalan lokal, drainase dan sarana perumahan. Sektor-sektor yang
perlu mendapat prioritas utama di atas adalah termasuk komponen permukiman yang
sangat vital, sedangkan dalam penataannya dewasa ini masih dalam kondisi jauh dari
yang diharapkan.
2. 2. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih besar
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kekumuhan
permukimannya adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk, tingkat
penghasilan dan jumlah anggota keluarga pada setiap rumah tangga, Ketiga faktor
tersebut di atas ternyata masih dalam keadaan yang memprihatinkan karena masih
jauh di bawah garis standar yang diharapkan .

Pada bagian akhir tulisan ini dikemukakan beberapa saran berupa langkah-langkah
penanggulangan pemukiman kumuh sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kondisi permukiman kumuh pada keadaan yang lebih baik
maka disarankan kepada pihak yang berkompeten agar setiap langkah perbaikan
senantiasa didasarkan pada skala prioritas yang disusun berdasarkan hasil penelitian
yang akurat. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan pada permukiman kumuh
tersebut dapat ditangani secara sistematis dan tepat guna.
2. Diperlukan adanya keterlibatan pihak swasta untuk ikut menangani permasalahan
permukiman kumuh terutama pada sektor-sektor tertentu. Antara lain dalam
pengadaan sarana air bersih, sektor persampahan dan sebagainya. Untuk itu
disarankan agar pihak yang berkompeten dapat lebih merangsang tumbuhnya
keinginan pihak swasta untuk ikut memikirkan perbaikan kondisi permukiman kumuh
itu.
3. Kebijaksanaan pengembangan tata ruang yang telah dituangkan ke dalam Perda No. 6
tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota hendaknya menjadi dokumen acuan
dalam pembangunan kota. Dengan demikian peranan pemerintah kota sangat
menentukan untuk merencanakan, mengawasi dan mengendalikan pertumbuhan
kawasan tersebut agar tidak tumbuh lebih semrawut. Peraturan lebih lanjut dapat
dijabarkan melalui peraturan pola tata guna lahan, peraturan garis sempadam
bangunan dan garis sempadam jalan, peraturan garis sempadam sungai dan pantai
serta pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
4. Agar pemerintah kota menutup lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah kota yang
sekian lama dialokasikan pada kawasan tersebut. TPA yang ada pada kawasan ter-
sebut disamping mencemarkan kawasan pantai, juga memberi peluang bagi
penduduk untuk menguasai tanah dan mendirikan gubuk-gubuk liar di atasnya.
5. Untuk menanggulangi dan menangani kondisi pemukiman kumuh pada kawasan
selebihnya, dapat dikemukakan langkah-langkah pengaturan sebagai berikut :

Perumahan

1. Secara bertahap dilakukan pembangunan rumah susun permanen untuk menampung


penduduk dan penghuni yang jumlahnya cenderung semakin meningkat. Konsep
pembangunan rumah susun itu didasarkan pada space (ruang) yang tersedia sangat
terbatas, sedangkan jumlah penduduk terus meningkat.
2. Memindahkan sebagian besar penduduk kawasan permukiman kumuh ke lokasi lain,
misalnya di daerah pinggiran kota yang ruangnya masih cukup untuk permukiman.

Persampahan
Khusus untuk kawasan permukiman kumuh yang memiliki jalan lokal yang relatif sempit,
karena itu belum terjangkau oleh pelayanan armada sampah, maka untuk mengatasinya perlu
dilakukan perencanaan yang meliputi motivasi dan kesadaran masyarakat terhadap “sadar
kebersihan” mendorong memobilisasi dana dan tenaga masyarakat setempat dalam proses
pengumpulan sampah mulai dari tingkat rumah tangga sampai pada tiap-tiap TPS pada
masing-masing kelurahan untuk selanjutnya diangkut oleh armada sampah kota.
Pengembangan swadaya masyarakat dapat dilakukan melalui Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD).
Jalan Lokal
Mengingat bahwa fungsi jalan lokal itu sangat penting terutama dalam peningkatan
penyelenggaraan ekonomi, mobilitas penduduk dan kemudahan menjangkau jika terjadi
bahaya kebakaran, maka perlu dilakukan penataan kembali (pelebaran dan peningkatan
kualitas). Pembangunan jalan di kawasan kumuh pada dasarnya tidak dapat dilepaskan
dengan sistem drainase.
Drainase
Pada prinsipnya pembangunan drainase adalah tanggung jawab pemerintah daerah, namun
sejauh mungkin dapat pula ditempuh penggalangan masyarakat berdasar pola kemitraan,
misalnya bahan bangunan disediakan oleh pemerintah daerah, sedangkan pekerjaannya
diserahkan kepada masyarakat.
Air Bersih
Mengingat bahwa kebutuhan air bersih para penduduk dewasa ini sebagian besar diperoleh
dengan jalan membeli, halmana berarti mengurangi penghasilan (menambah pengeluaran).
Untuk mengatasi belum tersedianya suplay air bersih di kawasan permukiman kumuh, maka
perlu dilakukan perencanaan tentang jaringan distribusi dari Perusahaan Air Minum (PAM).
Masalah permukiman kumuh yang dihadapi oleh semua kota-kota besar yang dampak
negatifnya cukup dirasakan kurang menunjang pembangunan kota baik secara ekonomi
(kemiskinan) ataupun masalah sosial (pengangguran, tingkat kematian, dll).
Secara tata ruang, tingkat pemanfaatan ruangan sangat tidak sesuai dengan perencanaan kota.
Dalam hubungan ini diperlukan suatu rencana penanggulangan permukiman kumuh yang
sifatnya menyeluruh antar sektor dan antar instansi. Antar sektor meliputi sarana dan
prasarana kota dan sarana penunjang. Antar instansi meliputi pemerintah daerah, departemen
PU dan instansi lain yang terkait.
Rencana penanggulangan permukiman kumuh ini merupakan perluasan dari Peremajaan
kota, sehingga dimensi perencanaan penanggulangan permukiman kumuh direncanakan lebih
luas dari program yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam pengadaan dana dalam
implementasinya diusahakan untuk mengembangkan pola kemitraan yaitu antara Pemda,
masyarakat setempat dan pihak swasta.
Memahami bahwa permasalahan permukiman kumuh di kota-kota besar telah menimbulkan
dampak yang negatif terhadap aspek ekonomi, sosial maupun tata ruang kota, maka
diperlukan selain rencana induk penanggulangan kawasan kumuh juga perlu dilakukan
berbagai kajian yang bersifat akademis tentang seberapa besar dan luas dampak permukiman
kumuh terhadap taraf hidup masyarakat serta langkah-langkah penanggulangannya.
Dalam hal peningkatan partisipasi masyarakat untuk menanggulangi kekumuhan
permukimannya, disarankan agar sektor pendidikan/ pengetahuan dan jumlah anggota
keluarga menjadi sasaran utama dalam upaya penanganan. Disarankan pula agar upaya
tersebut dilakukan secara terpadu melalui suatu team atau kelompok yang khusus dibentuk
untuk bertugas di kawasan permukiman kumuh dan terdiri dari beberapa bidang keahlian
yang dibutuhkan.
DAFTAR BACAAN

Adisasmita, R. 1989. Ekonomi Perkotaan. Fakultas Pasca-sarjana Universitas Hasanuddin,


Ujung Pandang.

Amiruddin. 1970. Pedoman Standar Minimum untuk Perencanaan Perumahan Rakyat, Ghalia
Indonesia, Jakarta.

Bintoro, R ,: 1984. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Blaag, W. 1986. Perencanaan Pembangunan Permukiraan. PT. Garamedia, Jakarta.

Budihardjo. 1984. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota.. Alumni, Bandung.

Canter, L. W. 1977. Environmental Impact Assessment. University of Oklahoma, Norman.

Harianto. 1987. Perumahan Rakyat. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Hidayat, A. 1986. Pedoman Untuk Pembangunan Perumahan Sederhana. Departemen


Pekerjaan Umum, Jakarta.

Hurlock. E. B. 1972. Child Development. licBraw Hill Kogakusha, Tokyo.


Kusnopranoto. 1985. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia, Jakarta.

McAndrew. 1983. Permukiman di Asia Tenggara Transmigrasi di Indonesia. Gajah Mada


University Press, Yogyakarta.

Mochtar. 1989. Pedoman Perencanaan Lingkungan Pemukiman Kota. Yayasan Penyelidikan


Masalah Bangunan, Jakarta.

Reksohadiprodjo. 1984. Perumahan dan Kebutuhan Hidup Hanusia. Ghalia Indonesia,


Jakarta.

Salim, E. 1985. Ekologi Kota. Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
Jakarta.

————— 1987. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES, Jakarta.

Soemadi. 1990. Kebijaksanaan Pembangunan Pemukiman di Perkotaan dan Peremajaan


Pemukiman Kumuh Kantor Menteri Perumahan Rakyat, Jakarta.

Soeriaatmadja, R. 1985. Butir-Butir Tata Lingkungan. Bina Aksara, Jakarta.

Soemarwoto, Q. 1987. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Jambatan,


Jakarta.

Suparlan. 1986. Permukiman dan Pembangunan. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Suwahyo. 1990. Kotamadya Ujung Pandang Menuju Kota Bersinar. Kantor Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II Ujung Pandang, Ujung Pandang.

Suratmo, G. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 6ajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Umar, A. 1986. Aspek Kesehatan Penyediaan Air Minum Lephas Universitas Hasanuddin,
Ujung Pandang.

————– 1990. Dampak Pemukiman Kumuh Terhadap Kesehatan Masyarakat, Ujung


Pandang.

Wasito, S. 1989. Dampak Perbaikan Air Minum Pada Kesehatan Anak. Tinjauan dari Segi
Kejadian Diare dan Hubungannya dengan Kebiasaan Membuang Kotoran dan Sampah.
Bulleting Kesehatan, Vo. 16, Jakarta.

Zen, M. 1982. Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. PT. Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai