6. Ventilasi
7. Pencahayaan
8. Kebisingan
9. Kekuatan bangunan
Berbicara tentang letak sebuah rumah yang sehat, maka harus termsuk di dalamnya beberapa
persyaratan dibawah ini :
a. Permukaan tanah
Tanah rendah
b. Arah Rumah
Matahari terbit
Dalam membuat sebuah rumah pasti dibutuhkan adanya sebuah design, Adapun manfaat
adanya design adalah :
1. Pemilik tahu pasti bentuk rumah yang akan dibangun
Tidak terletak pada daerah bekas TPA sampah atau bekas tambang
Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan
penerbangan
2. Kualitas udara
Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi
2. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit
3. Memiliki sarana jln lingk dengan ketentuan konstruksi jln tidak menganggu kes, konstruksi
trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyadang cacat, jembatan harus memiliki
pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata
4. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan
kesehatan
7. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kes, kom, t4 kerja, t4 hiburan, t4 pendidikan,
kesenian, dll
9. Tempat pengelolaan makanan harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yg dapat
menimbulkan keracunan
Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan bekembangnya mikroorganisme
patogen
Dinding rumah memiliki ventilasi, dikamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah
dibersihkan
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/ atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
seluruh ruangan dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak menyilaukan mata
4. Kualitas udara
Suhu udara nyamannya 18-30 0 c
Kelembaban udara 40-70 %
Pertukaran udara
PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN
PROBLEMATIKA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN
A.Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak
terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek
yang sangat terasa adalah semakin sulitnya memenuhi kebutuhan perumahan atau tempat
tinggal bagi penduduk. Hal itu disebabkan karena terbatasnya kemampuan untuk
membangun perumahan yang layak serta semakin terbatasnya lahan perkotaan untuk
membangun permukiman yang mencukupi dan memenuhi syarat.
Dalam pembangunan nasional yang telah dilaksanakan, berbagai masalah telah
dihadapi. Salah satu diantaranya adalah masalah kependudukan. Hal ini ditandai dengan
pertambahan penduduk yang penyebarannya secara proporsional tidak merata, perpindahan
penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) yang menimbulkan problema sosial, ekonomi, politik
dan budaya bagi kota yang didatangi dan desa yang ditinggalkan serta struktur penduduk
yang lebih membesar pada usia muda.
Penduduk yang semakin bertambah disertai arus urbanisasi yang tinggi, maka
masalah pembangunan dalam hal ini penyediaan sarana permukiman menjadi semakin
mendesak, terutama di daerah perkotaan. Di sisi lain, dengan bertambah pesatnya
pembangunan kota, dengan arus urbanisasi yang tinggi dibarengi dengan terjadinya
kecenderungan meningkatnya pembangunan industri baru menyebabkan bertambahnya beban
bagi lingkungan perkotaan. Pembukaan industri baru menyebabkan semakin berkurangnya
lahan untuk permukiman. Tingginya harga tanah di pusat kota serta rendahnya pendapatan
perkapita menyebabkan masyarakat cenderung mencari areal permukiman di daerah
pinggiran kota dengan lingkungan yang tidak memadai serta sarana penunjang yang sangat
minim.
Sebagai konsekwensi dari keadaan di atas maka banyak orang yang terpaksa
membangun di atas tanah yang tidak direncanakan semula. Keadaan itu menjadikan
lingkungan perumahan tidak teratur dan tidak memiliki prasarana yang jelas seperti jalan
lingkungan, sumber air bersih, saluran pembuangan air kotor, persampahan dan sebagainya.
Suatu daerah permukiman yang tidak memiliki prasarana yang memadai akan menimbulkan
berbagai masalah baik ditinjau dari segi kesehatan, keindahan dan kenyamanan, maupun dari
segi hukum yang berlaku. Dengan demikian maka tidaklah mengherankan jika pada suatu
permukiman kumuh timbul berbagai kasus dengan jumlah dan jenis yang cukup tinggi.
Walaupun keadaan seperti di atas telah dipahami sepenuhnya oleh semua pihak yang
berkompeten, namun kemampuan untuk mengatasinya masih sangat dibatasi oleh berbagai
faktor. Akibatnya keadaan seperti itu masih banyak dijumpai bukan saja di daerah-daerah
perkotaan, akan tetapi juga pada daerah pedesaan. Di kota-kota besar permukiman kumuh
tumbuh secara liar pada umumnya di wilayah pinggiran kota atau pada daerah permukiman
lama yang tidak terkendali dengan baik. Juga banyak ditemukan di tempat-tempat yang
sebelumnya bukan merupakan wilayah permukiman, namun setelah terjadi perkembangan
yang tumbuhan kota maka tempat tersebut berubah menjadi wilayah permukiman yang
tumbuh secara liar. Keadaan seperti itu biasanya banyak dijumpai pada tempat-tempat
pembuangan sampah kota, atau pada daerah yang berawa-rawa dan telah ditimbuni.
Pembangunan perumahan rakyat dewasa ini memang mendapat perhatian yang
besar dari pemerintah dalam rangka memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat.
Pembangunan rumah rakyat di prioritaskan pada masyarakat yang berpenghasilan rendah,
mengingat kebutuhan mereka akan tempat tinggal yang mendesak, terutama di daerah
perkotaan sehingga dapat dihindari tumbuhnya permukiman. Permukiman kumuh yang
lebih banyak lagi.
Kota Makassar yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, tidaklah lepas dari
permasalahan permukiman kumuh seperti yang dikemukakan di atas. Perkembangan dan
pertumbuhan kota Makassar yang cukup pesat akhir-akhir ini, di samping memperlihatkan
hasil yang positif juga menimbulkan masalah-masalah bagi pemerintah daerah, misalnya
arus urbanisasi yang tinggi, kondisi perumahan yang belum memenuhi standar dan syarat
kesehatan (utamanya di bagian kota lama), penggunaan tanah kota yang semrawut lalu lintas
kurang teratur, banjir yang terjadi setiap tahun, pengelolaan sampan yang belum mantap, air
bersih yang masih terbatas, jalan-jalan masih banyak mengalami kerusakan dan masalah-
masalah lain yang merupakan dampak hasil pembangunan.
Dari sekian banyak permasalahan yang dikemukakan di atas, salah satu diantaranya
yang cukup menarik dan menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah permasalahan
tentang permukiman kumuh yang akhir-akhir ini tumbuh semakin pesat. Tercatat hampir
semua kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Makassar memiliki daerah permukiman
yang kumuh.
Salah satu wilayah kota Makassar yang merupakan tempat tumbuhnya beberapa
permukiman kumuh yaitu di Kecamatan Mariso, khususnya pada pesisir pantai wilayah itu.
Di wilayah tersebut penduduk setempat berusaha menimbun pantai dengan sampah kemudian
mendirikan gubuk-gubuk liar di atasnya. Sehingga dengan pesat tumbuhlah lingkungan
permukiman yang padat dan tak teratur.
Para penghuni permukiman kumuh bersikeras menempati tempat itu karena
memberikan kemungkinan kepada mereka untuk tetap hidup dan tinggal di kota. Kawasan
hunian mereka yang terletak di tengah atau di pinggiran kota memberikan aksesibilitas
terbaik untuk menuju ke tempat kerja atau tempat mencari nafkah. Oleh karena itu
umumnya mereka bekerja atau mencari nafkah di sektor informal yang tempatnya di tengah
atau di pinggiran kota. Oleh sebab itu peremajaan lingkungan yang menggusur mereka tidak
akan menjawab permasalahan, sebab mereka akan kehilangan akses menuju tempat
pekerjaan gilirannya akan menimbulkan berbagai kerawanan sosial .
Pembenahan lingkungan permukiman yang diharapkan oleh para penghuni tentunya
adalah pembangunan fasilitas hunian yang memenuhi syarat-syarat kebersihan, kesehatan,
keamanan dan syarat lainnya namun masih dapat terjangkau oleh kemampuan penghasilan
mereka. Pembangunan menyebabkan biaya hidup menjadi lebih tinggi, tidak dikehendaki
karena akan mengakibatkan mereka tergusur dan digantikan oleh kelompok lain yang lebih
mapan.
Pemerintah Kota Makassar sebagai unsur pengatur kehidupan kota mempunyai tugas
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan bagi pengembangan dan penataan kehidupan
kota. Untuk itu guna mengatur perkembangan dan tata kehidupan kota diperlukan suatu
program yang dapat memberikan garis petunjuk bagi pelaksanaannya.
Kota Makassar dengan berbagai program kota, diharapkan dapat menghimpun dan
mengarahkan segala sumber daya yang ada. Peranserta segenap instansi pemerintah serta
semua lapisan masyarakat sangat dibutuhkan. Sumbangan fikiran, tenaga dan dana sangat
diperlukan di dalam menunjang program ini? mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaannya. Karena dengan keterpaduan semua pihak yang terkait, maka diharapkan
program kota dapat. terlaksana dengan baik.
Salah satu komponen dalam program kota yaitu masalah kesehatan. Program
pelaksanaannya dititikberatkan pada penyehatan- lingkungan permukiman melalui
swasembada masyarakat demi tercapainya tujuan pembangunan nasional, yakni terbinanya
manusia Indonesia seutuhnya yang sehat fisik, mental maupun keadaan sosialnya. Untuk
menciptakan kesempatan hidup sehat bagi masyarakat dimanapun mereka berada, sangat erat
hubungannya dengan upaya peningkatan mutu lingkungan hidup dan perubahan perilaku
kesehatan.
Kota Makassar dalam kedudukannya sebagai pusat pengembangan di wilayah
Indonesia Bagian Timur, memiliki berbagai daya tarik yang memungkinkan sekelompok
masyarakat untuk datang dan bermukim baik untuk sementara, maupun dalam waktu yang
lama. Di bagian kota tertentu daerah permukiman kumuh masih dapat ditemukan, dari tahun
ke tahun cenderung semakin meningkat. Dengan demikian keadaan ini akan menjadi
permasalahan yang semakin serius dan berkepanjangan dari tahun ke tahun, apabila tidak
ditanggulangi secara berangsur hingga tuntas.
Seperti diketahui bahwa hidup di lingkungan dengan fasilitas yang serba kekurangan
membuat para penghuni harus hidup dengan cara di luar syarat kesehatan. Kebutuhan air
bersih misalnya, akan dipenuhi dengan menggunakan secara bersama-sama sumur yang
tersedia dan digunakan oleh beberapa keluarga. Cara menggunakan sumber air seperti ini
sangat sulit dipertanggungjawabkan guna menjamin mutu sumber air yang bersangkutan. Di
samping itu, kebiasaan lain yang merupakan kebiasaan bawaan dari kampung halaman
sebelumnya adalah membiarkan anak-anak mereka membuang tinja sembarang tempat dan di
malam hari para orang dewasapun ikut pula berbuat seperti itu. Untuk merubah cara hidup
seperti ini diperlukan proses alih perilaku kesehatan dan membutuhkan waktu yang cukup
lama serta pendekatan yang lebih bijaksana.
Masyarakat kota Makassar termasuk masyarakat golongan yang senang jajan. Bila
mutu lingkungan hidup tidak diperhatikan dalam bentuk tersedianya air sehat yang memadai
serta tersedianya jamban yang bersih, sehat dan terawat rapih, dapat menyebabkan timbulnya
pencemaran dan berbagai macam penyakit terjadi pada lingkungan permukiman kumuh.
Telah dikemukakan terdahulu bahwa di Kota Makassar jumlah permukiman kumuh
cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Hal itu terutama berlangsung di daerah pinggiran
kota dan permukiman lama yang tak terkendali. Permukiman kumuh yang tumbuh di wilayah
pinggiran kota dan pesisir pantai dapat dijumpai di Kecamatan Mariso, pada beberapa buah
kelurahan.
Di Kecamatan Mariso terdapat beberapa buah kelurahan yang memiliki permukiman
kumuh. Dua diantaranya adalah Kelurahan Lette dan Kelurahan Bontorannu. Kedua tempat
tersebut pada umumnya berada di kawasan pesisir pantai. Kehadiran permukiman-
permukiman kumuh di daerah itu pada dasarnya sudah berlangsung lama, keberadaannya
tentu saja disebabkan oleh berbagai faktor yang terkait antara satu dengan yang lain.
1. Keadaan fisik perumahan yang meliputi organisasi ruang, ukuran ruang, bahan
bangunan, ventilasi dan sebagainya.
2. Fasilitas jalan lingkungan, baik berupa jalan utama, jalan menengah ataupun jalan
lokal.
3. Fasilitas persampahan, meliputi tempat penampungan, pembuangan sementara
maupun pembuangan akhir, termasuk sistem pengelolaannya.
4. Fasilitas air bersih meliputi ketersediaan, cara memperoleh maupun sistem
pengelolaannya.
5. Sarana pembuangan air kotor, meliputi kualitas saluran kemampuan serta sistem
kerjanya.
6. Fasilitas-fasilitas sosial lainnya yang merupakan kebutuhan penghuni permukiman,
antara lain sarana peribadatan, pendidikan, tempat bermain anak, dan sebagainya.
1. Penduduknya sangat padat serta jumlah anak juga besar dan kurang terurus dengan
baik.
2. Warga masyarakat umumnya berpenghasilan rendah dengan mata pencaharian
tidak tetap sehingga sulit menjamin pemenuhan kebutuhan sehari-hari, terutama pada
saat terjadinya musibah dalam keluarga (sakit atau kematian). Sebagai akibat dari
keadaan itu, tidak jarang terjadi seluruh anggota keluarga terpaksa harus mencari
penghasilan tambahan termasuk anak-anak di bawah umur.
3. Tingkat kesehatan dan pendidikan pada umumnya rendah.
4. Sarana pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari tidak memadai seperti air bersih,
tempat pembuangan sampah dan lain-lain.
5. Kondisi lingkungan sangat kotor sehingga tingkat kesehatan warganya juga relatif
rendah.
6. Masalah-masalah sosial banyak terjadi, antara lain kenakalan remaja, tindak
kekerasan dan bentuk-bentuk kriminalitas lainnya.
7. Perasaan masyarakat untuk memiliki lingkungan sangat rendah, sehingga partisipasi
mereka untuk memperbaiki lingkungan juga rendah.
1. Setiap keluarga mendiami tempat yang berdiri sendiri yang lengkap dipelihara baik
dan yang cukup aman serta kokoh strukturnya. Di setiap tempat kediaman minimum
harus dipenuhi keadaan :
2. Jumlah ruang cukup memadai bagi penghuninya.
3. Adanya jaminan kebebasan pribadi.
4. Adanya kejelasan pembatas/pemisah antar ruang.
5. Adanya air bersih yang cukup.
6. Adanya sarana pembuangan air kotor dan air kotoran.
7. Adanya MCK (mandi, cuci, kakus).
8. Adanya ruang penyimpanan (gudang).
9. Perlindungan dari cuaca yang berlebihan atau kekurangan.
10. Adanya udara silang.
1. Rumah ditetapkan dalam lingkungan/kawasan permukiman yang
direncanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kota dan daerah. Di lingkungan
perumahan harus diusahakan:
1. Fasilitas umum seperti : (1) Penyediaan/suplai air bersih, (2) Jaringan
air kotor dan air kotoran, (3) Pengelolaan sampan.
2. Udara yang bersih, yang tidak berbau atau mengandung racun, asap,
industri, dan debu.
3. Fasilitas penjagaan keamanan (hankam) dan keamanan dari bahaya
kebakaran dan musibah lain.
4. Fasilitas sosial dan ekonomi/industri, perdagangan, sosial kebudayaan,
pendidikan, ibadah, rekreasi, kesehatan yang terletak tidak jauh/mudah
dicapai dari daerah permukiman.
fungsi dari lingkungan perumahan bukanlah hanya merupakan bangunan rumah kediaman
saja, tetapi pula menyangkut segi kehidupan masyarakatnya termasuk segi-segi sosial
ekonomi, kesehatan, dan keserasian bertempat tinggal.
Adisasmita menyatakan ada dua jenis model lokasi rumah tangga, yaitu :
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan hygiene dan
sanitasi lingkungan. Seperti diketahui bahwa perumahan yang tidak cukup atau terlalu
sempit akan mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit dalam masyarakat.
Ada empat syarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu rumah untuk dapat digolongkan
sebagai rumah sehat, yakni :
Adapun kriteria dari rumah sehat yang dikemukakan di atas dapat dijelaskan lebih jauh
sebagai berikut :
1. Penerangan.
Harus cukup mendapat penerangan baik siang maupun malam hari. Yang ideal adalah
penerangan listrik. Diusahakan agar ruangan-ruangan mendapatkan sinar matahari terutama
pagi hari.
Pertukaran harus cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar. Untuk itu rumah-rumah
harus mempunyai jendela yang cukup.
1. Isolasi suara.
Dinding ruangan harus kedap suara baik terhadap suara yang berasal dari luar maupun dari
dalam. Sebaiknya perumahan jauh dari sumber-sumber suara kegaduhan seperti pasar, pabrik,
sekolah, lapangan terbang, stasiun bus, stasiun kereta api dan sebagainya.
Selain hal-hal yang telah dikemukakan di atas perlu pula diperhatikan mengenai situasi
lingkungan rumah yaitu :
Secara sederhana syarat-syarat bangunan rumah yang dapat dikembangkan baik di perkotaan
maupun di pedesaan adalah sebagai berikut :
1. Komponen struktur utama, yang terdiri atas pondasi, kerangka bangunan utama
(tiang, kolom) dan rangka atap, juga rangka untuk rumah panggung.
2. Komponen non struktur, terdiri atas lantai, dinding, pintu, jendela, langit-langit dan
penutup atap. Komponen struktur utama terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
1. Pondasi. Pondasi adalah salah satu komponen struktur yang berfungsi
meneruskan gaya dari segala arah ke tanah. Dengan demikian pondasi
berperan penting da-lam hal mendirikan suatu bangunan. Terdapat berbagai
macam jenis pondasi, baik ditinjau dari macam beban daya dukung tanah atau
jenis bangunan yang didukung. Jenis-jenis pondasi yang dimaksud adalah
pondasi pasangan batu kali dengan slof, pondasi umpak rumah non panggung,
pondasi umpak rumah panggung, pondasi pasangan batu kali dengan roliag
untuk rumah non panggung dan pondasi tiang pancang untuk rumah
panggung.
2. Rangka rumah. baik rumah panggung maupun non panggung mempunyai
rangka-rangka dari atas ke bawah yang berfungsi menahan serta meneruskan
beban dari segala arah agar mencapai suatu kekompakan atau ikatan, se-
hingga bangunan rumah menjadi kuat. Di dalam suatu bangunan rumah
terdapat tiga macam rangka utama yaitu :
a) Rangka atap. Rangka atap adalah suatu bentuk konstruksi yang berfungsi sebagai
penopang/penyangga dan sebagai landasan penutup atap. Rangka atap dibedakan atas dua
yaitu ran.gka atap rumah panggung dan rangka atap rumah non panggung.
b) Rangka dinding. Rangka utama dinding biasanya berupa tiang/kolom yang berfungsi
pula sebagai pengikat dinding bangunan agar tidak goyah. Mengingat fungsi rangka
tersebut sangat penting maka rangka dinding hendaknya memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Merupakan kesatuan yang cukup kuat.
2) Terbuat dari bahan yang tahan lama dan tidak mudah aus bisa juga bahan yang
diawetkan.
3) Ukuran kolom hendaknya sesuai dengan peraturan yang dapat menahan beban dari
semua gaya termasuk gempa bumi.
Rangka dinding dibedakan atas rangka dinding rumah panggung dan rangka dinding rumah
non panggung.
1. Lantai rumah panggung. Khusus untuk rumah panggung, lantainya merupakan salah
satu komponen struk-tur, karena lantai di sini tidak hanya sekedar penutup permukaan
tanah, melainkan sebagai satu rangkai-an yang menopang beban, baik beban mati
maupun beban hidup dan kemudian meneruskan ke atas tanah. Untuk rangka lantai
rumah panggung sebaiknya digunakan bahan yang sejenis dengan rangka rumahnya
agar kokoh dan penyelesaian konstruksi bangunannya dapat diselesaikan dengan baik.
1. Langit-langit. Tidak semua rumah harus memiliki langit-langit, tetapi ditinjau dari
segi keindahan , kesehatan dan kenyamanan, langit-langit memang perlu. Berbagai
macam bahan bisa dibuat untuk langit-langit, seperti bambu pecah/pelupuh, tripleks,
asbes, semen dan sebagainya.
2. Dinding pengisi. Dinding berfungsi sebagai pembatas rumah terhadap bagian luar
maupun pembatas ruangan. Konstruksi dinding hendaknya memenuhi persyaratan
tertentu seperti :
(a) Dinding yang berfungsi sebagai pemikul harus dapat mendukung berat sendiri, semua
gaya dan beban termasuk gempa bumi yang bekerja padanya.
(b) Dinding yang tidak memikul beban. hendaknya bisa . mendukung berat sendiri.
(c) Dinding yang terbuat dari bahan selain bambu/kayu, perletakannya harus bersambung
dengan pondasi dimana bagian terbawah (15 cm di bawah permukaan tanah dan 15 cm di
atas lantai) harus memakai lapis-an kedap air (trasram). Hal tersebut dimaksudkan agar
tidak terjadi penyerapan air ke dalam dinding yang diakibatkan dari resapan air tanah
maupun air dari bekas mencuci lantai.
(d) Dinding yang berfungsi sebagai batas antara ruang hendaknya mampu meredam suara
secukupnya.
Dinding rumah non panggung, penggunaan bahan bangunan untuk komponen dinding bisa
lebih banyak variasinya dibanding rumah panggung, seperti misalnya: bat/batako,
kayu/papan, bambu/palupuh dengan rangka kayu, kombinasi papan dengan anyaman bambu,
kombinasi bata/ batako dengan papan atau anyaman bambu (rumah semi permanen). Sedang
untuk rumah panggung, dindingnya dibuat dari bahan yang ringan seperti anyaman bambu,
susunan papan/palupuh, kombinasi papan dan anyaman bambu.
1. Pintu, Jendela, dan Ventilasi. Pintu, jendela, dan ventilasi pada dasarnya merupakan
satu kesatuan dengan dinding pengisi. Sebagai komponen pelengkap dari dinding
maka fungsi pintu dari bangunan adalah sebagai jalan keluar dan masuk ke dalam
rumah. Untuk itu perencanaan pintu dalam bangunan harus sedemikian rupa, agar
sirkulasi (lalu lintas) orang di dalam rumah teratur dan tidak terganggu dengan
penempatan perabotan rumah tangga.
Bahan pintu pada umumnya dari kayu atau bambu dengan konstruksi sedemikian rupa
sehingga cukup aman dan tahan lama. Demikian pula perencanaan jendela dan ventilasi harus
diperhitungkan dengan luas lantai ruangan, yang penting cahaya sinar matahari pagi secara
langsung dapat menyinari ruangan.
Sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan bahwa setiap rumah harus mempunyai lubang
cahaya dan pertukaran udara yang berupa jendela dan ventil.asi dengan ukuran minimal 1/9 x
luas lantai ruangan. Dan seandainya pada dinding tidak mungkin dibuat jendela, maka dapat
dibuat lubang angin (rooster) pada dinding dan lubang cahaya pada langit-langit sehingga
ruangan cukup terang dan pertukaran udara dapat terjadi.
D,TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.
Ada beberapa batasan tentang sampah, diantaranya pengertian menurut American Public
Health Association mengatakan bahwa sampah ada-lah sesuatu yang tidak digunakan, tidak
terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya. Sedangkan menurut FKM-UI sampah ialah sesuatu bahan
dan benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktivitas manusia yang tak dipakai
lagi, tak disenangi dan dibuang dengan cara-cara seniter kecuali buangan yang berasal dari
tubuh manusia.
Banyak lagi ahli yang mengajukan batasan tentang sampah, namun pada prinsipnya
mengandung hal yang sama yaitu : adanya sesuatu benda atau zat padat, adanya hubungan
dengan aktivitas manusia, benda atau bahan tersebut tidak dipakai dan tidak disenangi lagi,
dan di buang dalam arti pembuangannya dengan cara-cara yang diterima oleh umum (perlu
pengelolaan yang baik).
Jumlah produksi sampah untuk daerah di Indonesia diperkirakan rata-rata sebesar 2 1 per
orang per hari. Untuk daerah Asia sekitar 350 g per orang per hari. Jumlah produksi sampah
pada suatu daerah tergantung dari beberapa faktor antara lain :
1. Jumlah, kepadatan serta aktivitas penduduk pada daerah tersebut makin besar jumlah
penduduk makin besar jumlah sampah yang diproduksi. Bila kepadatan penduduk
suatu daerah sangat tinggi, maka kemungkinan sampah diserap oleh lingkungan
secara alami akan berkurang, karena sempitnya atau tiadanya tanah-tanah lapang yang
memungkinkan penyerapan sampah tersebut. Sehingga dengan demikian jumlah
sampah yang dikumpulkan akan lebih besar.
Demikian pula di daerah-daerah yang aktivitas penduduknya tinggi, jumlah sampah yang
dikumpulkan juga akan meningkat.
Adanya sampah yang dibakar atau dibuang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh
kontraktor sehingga tidak masuk da lam pencatatan Dinas Kebersihan, akan memberi
gambaran jumlah sampah yang lebih kecil dari jumlah produksi sampah yang sebenarnya.
Makin baik sistem pengumpulan dan pembuangan sampah, makin banyak produksi
sampahnya.
1. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali. Adanya
bahan-bahan tertentu pada sampah yang mempunyai nilai ekonomi, oleh golongan
tertentu akan diambil kembali untuk dijual. Sebagai contoh, pecahan kaca/gelas, besi,
plastik, kertas, karton dan Iain-lain yang masih mempunyai nilai ekonomi yang
lumayan akan diambil dan dikumpulkan untuk dijual kembali.
Dengan demikian, jumlah sampah jenis ini yang dikumpulkan akan berkurang. Hal ini sangat
tergantung pada harga pasaran dari bahan-bahan tersebut. Bila harga cukup tinggi maka
jumlah sampah jenis ini yang dikumpulkan boleh dikatakan sedikit sekali. Tapi bi-la harga
pasaran menurun maka sampah jenis- ini akan bertambah jumlahnya untuk diolah.
1. Geografi.
Faktor geografi juga mempunyai pengaruh terhadap jumlah serta perubahan komposisi
sampah padat. Sebagai contoh, dapat dikemukakan bahwa di daerah pegunungan sampah dari
jenis kayu-kayuan akan meningkat, sedangkan di dataran rendah sampah jenis pertanian
mungkin menonjol, sedangkan daerah pantai sampah jenis kerang-kerangan atau hasil-hasil
laut yang banyak jumlahnya. Hal ini jelas erat hubungannya dengan aktivitas penduduknya.
1. Waktu
Jumlah produksi sampah sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (hari, minggu, bulan, dan
tahun).
Jumlah produksi sampah dalam satu hari bervariasi menurut waktu. Ini erat kaitannya dengan
kegiatan manusia sehari-hari misalnya di dapur, pasar, kan-tor, dan Iain-lain. Umumnya pada
pagi hari, jumlah sampah lebih sedikit dan akan meningkat antara jam 8.00 sampai jam 14.00
dan mencapai puncaknya sekitar jam 11.00 – 13.00. Kemudian jumlahnya menurun sampai
kira-kira jam 16.00.
Hal ini erat hubungannya dengan aktifitas sore hari di Indonesia seperti misalnya setelah
magrib pergi ke toko restoran, warung-warung dan Iain-lain disamping aktifitas makan
malam di rumah-rumah. Jumlah produksi dalam seminggu juga mengalami varia-si. Bila kita
asumsikan bahwa pengumpulan sampah dilakukan tiap hari maka jumlah sampah hari Senin
cukup tinggi dan menurun untuk hari Selasa, Rabu dan Kamis. Hari Jumat sampah meningkat
lagi sampai hari Minggu. Variasi jumlah produksi sampah itu terutama berlaku di daerah
perkotaan sedangkan di pedesaan variasinya tidak terlalu berarti.
1. Sosial ekonomi.
Faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah suatu daerah termasuk
adat istiadat, taraf hidup serta mental dari masyarakat. Sebagai contoh jumlah produksi
sampah di daerah pusat kota jelas akan berbeda dengan jumlah produksi sampah di daerah
pinggiran kota. Di daerah yang telah maju jumlah produksi sampahnya berbeda dengan
daerah yang masih terkebelakang.
Juga tentang mental dan kebudayaan suatu masyarakat tercermin dalam cara masyarakat
tersebut mengelola sampahnya. Sampah yang terkumpul disana sini mencerminkan
kebudayaan serta martabat manusia serta bangsanya.
1. Musim/iklim
Faktor musim atau iklim akan mempengaruhi jumlah produksi sampah. Di Indonesia
misalnya, musim hujan kelihatannya sampah meningkat karena adanya sampah terbawah
oleh air. Dapat juga terjadi hal sebaliknya yaitu sampah yang terkumpulkan dan terangkut
jauh berkurang karena adanya kesulitan dalam mengumpu1kan sampah padahal produksi
sampah kenyataannya tetap. Jadi ada sebagian sampah yang tak terangkut. Musim buah-
buahan jelas meningkatkan jumlah produksi sampah di satu daerah. Juga musim panen,
musim liburan sekolah, hari raya dan Iain-lain.
1. Kebiasaan masyarakat.
Kebiasaan masyarakat di sini dapat diberi contoh, misalnya orang Jepang lebih senang makan
makanan mentah sehingga produksi sampah dari jenis ini jelas meningkat. Suku Bali dengan
adatnya yang banyak-melakukan sesajen, maka jumlah sampah akan lebih banyak dari suku
lain. Juga orang Minang dengan kebiasaan makan makanan khas minang konon jumlah
produksi sampahnya lebih tinggi.
1. Teknoiogi.
Dengan kemajuan teknologi, maka jumlah produksi sampah juga meningkat. Sebagai contoh,
dulu tidak dikenal adanya sampah jenis plastik, tetapi sekarang plastik menjadi masalah
dalam pembuangan sampah.
Juga sampah berupa kardus, tong-tong, ataupun peti kemas yang besar. Da lam rumah tangga
dengan kemajuan teknologi sekarang ini sudah dapat dihasilkan sampah dalam bentuk kulkas,
AC, radio, televisi ataupun alat rumah tangga lainnya. Dengan kemajuan teknologi pula,
sistem pengangkutan dan pengumpulan sampah menjadi lebih efisien sehingga dengan tenaga
minimal, dalam waktu singkat sudah dapat mengumpulkan sampah dalam jumlah besar.
Namun demikian jumlah produksi sampah ini merupakan resultan dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Hal ini perlu diketahui karena erat hubungannya dengan sistem
pengelolaan sampah yang akan di1aksanakan.
1. Sumber sampah.
Jumlah produksi dan komposisi sampah jelas akan berbeda tergantung dari mana sampah
tersebut berasal. Sampah-sampah dari rumah tangga jumlah dan komposisinya jelas berbeda
dengan jumlah serta komposisi sampah dari pasar, dan berbeda pula dengan sampah yang
berasal dari industri.
Adapun sistem pengelolaan sampah khususnya di Indonesia telah ditetapkan beberapa
persyaratan sebagai berikut :
Upaya untuk mengurangi volume sampah dengan melakukan pemusnahan pada sumber
sampah, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Hanya dilakukan pada permukiman yang kepadatannya hanya 50 jiwa/ha.
b) Bila dilakukan pembakaran, asap dan debu yang dihasilkan tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya.
c) Bila sampah yang dihasilkan ditimbun atau ditanam pada lubang galian tanah,
jaraknya terhadap sumur atau sumber air bersih terdekat minimal 10 m.
1. Pengumpulan sampah.
1. Tidak diperbolehkan mengumpulkan sampah di luar bangunan tempat
pengumpulan sampah sementara.
2. Tempat pengumpulan sampah sementara (TF’S) harus kedap air, bertutup
dan selalu dalam keadaan tertutup bila tidak sedang diisi atau dikosongkan,
serta mudah dibersihkan.
3. Penempatan tempat pengumpulan sampah sementara yaitu:
a) Tidak merupakan sumber bau dan sumber lalat dari rumah terdekat.
b) Dihindarkan sampah masuk dalam saluran air.
c) Tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan banjir.
1. Pengangkutan sampah.
1. Alat pengangkutan sampah harus mempunyai wadah yang mudah
dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup.
2. Setiap kendaraan keluar dari tempat pembuangan akhir sampah, harus selalu
dalam keadaan bersih.
3. Petugas yang mengangkut sampah harus menggunakan perlengkapan kerja
sebagai berikut :
1. Pengolahan sampah.
1. Lokasi untuk pengolahan sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, kebisingan, dan binatang pengerat bagi
permukiman terdekat.
b) Tidak menimbulkan pencemaran bagi sumber air baku, air minum.
c) Tidak terletak pada ‘daerah yang mudah terkena luapan air atau banjir.
a) Emisi gas dan debu yang keluar dari cerobong harus memenuhi persyaratan baku mutu
lingkungan.
b) Dalam hal-hal tertentu dimana populasi lalat telah melampaui 20 ekor per blok grill
atau keberadaannya cukup mengganggu, harus dilakukan pengendalian.
c) Air bekas cucian alat harus diamankan agar tidak menimbulkan masalah pencemaran.
a) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu5 kebisingan dan lalat bagi permukiman.
b) Tidak merupakan sumber pencemaran bagi sumber air baku untuk minum, dan jarak
sekurang-kurangnya 200 m atau lebih, tergantung pada struktur geologi setempat serta jenis
sampahnya.
c) Tidak terletak pada daerah banjir.
d) Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi .
e) Tidak merupakan sumber ban, kecelakaan serta harus memperhatikan segi estetika
terhadap jalan besar atau jalan umum.
1. Pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir hendaknya :
a) Melakukan upaya agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa, tidak berkembangbiak dan tidak
menimbulkan bau.
b) Memiliki drainase yang baik dan lancar.
c) Tempat pembuangan akhir yang dipergunakan untuk membuang bahan beracun dan
berbahaya, lokasinya harus diberi tenda dan tercatat di Kantor Pemerintah Daerah.
d) Dalam hal tertentu dimana populasi lalat melebihi 20 ekor per blok grill atau tikus
terlihat pada siang hari atau ditemukan nyamuk aedes. harus dilakukan pemberantasan
dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.
1. Pada tempat pembuangan akhir sampah harus disediakan alat keselamatan kerja
sebagai berikut : (a) Topi pengaman, (b) Sarung tangan bagi yang berhubungan
langsung dengan sampah, (c) Sepatu kerja, (d) Pakaian kerja khusus yang harus
dipakai oleh petugas/orang yang terlibat dalam pengelolaan sampah.
2. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia alat PPPK.
3. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia alat pemadam kebakaran baik
berupa tabung pemadam kebakaran maupun hydran.
4. Pada setiap pembuangan akhir sampah harus tersedia fasilitas untuk mencuci
kendaraan pengangkut sampah.
5. Tempat pembuangan akhir sampah setelah tidak dipergunakan lagi sebagai tempat
pembuangan sampah maka tidak boleh digunakan sebagai lokasi permukiman dan
sumber air bersih.
1. Syarat kuantitas
Kebutuhan air untuk daerah perkotaan yaitu 100 – 150 1iter/orang/hari, sedangkan kebutuhan
air untuk daerah pedesaan yaitu 60 1iter/orang/hari.
1. Syarat kualitas
2. Fisik : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa.
3. Kimiawi : tidak mengandung zat-at yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat
beracun, dan tidak mengandung mineral-mineral seperti zat organik lebih tinggi
dari jumlah yang telah ditentukan.
4. Mikrobiologi : tidak mengandung bibit penyakit, tidak mengandungEscherichiacoli,
bakteri saprofit yang jumlahnya melebihi syarat yang telah di-tentukan dalam setiap
100 ml air.
5. Radioaktif : Harus bebas dari unsur-unsur radioaktif seperti sinar alfa dan beta.
1. Protective water supply (terlindung ) , terdiri dari : (a) perpipaan, (b) sumur pompa
tangan, (c) sumur artesis, (d) penampungan air hujan, dan (e) perlindungan mata air.
2. Non protective water supply (tidak terlindung).
1. Syarat lokasi
2. Untuk menghindari pengotoran, yang harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan
cubluk, lobang galian sampah, lobang galian air limbah dan sumber-sumber
pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan tanah dan kemiringan tanah.
Pada umumnya dapat dikatakan jaraknya tidak boleh kurang dari 10 m.
3. Dibuat di tempat yang ada airnya di dalam tanah.
4. Jangan dibuat di tanah rendah yang mungkin terendam bila banjir.
1. Syarat konstruksi
2. Dinding sumur 3 m dalamnya dari permukaan tanah dibuat dari tembok yang
tidak tembus air (disemen), .agar bila ditimba dinding sumur tidak runtuh.
3. 1,5 m dinding berikutnya (sebelah bawah) dibuat dari batu bata yang tidak
ditembok, untuk perembesan
4. Kedalaman sumur dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang mengandung
air cukup banyak walaupun musim kemarau.
5. Di atas tanah dibuat dinding tembok yang kedap air setinggi 70 cm untuk
mencegah pengotoran dari air permukaan dan untuk keselamatan.
6. Lantai sumur di tembok 1,5 m lebarnya dari dinding sumur dibuat agak
miring dan. ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah.
7. Dasar sumur diberi kerikil agar tidak keruh bila ditimba.
8. Permukaan tanah di sekitar bangunan sumur dibuat miring untuk
memudahkan pengeringan.
9. Saluran pembuangan air limbah di sekitar sumur hendaknya ditembok
sepanjang 10 m.
1. Jalan lingkungan
Adalah jalan yang menghubungkan antara kelompok rumah satu dengan kelompok
rumah lain, atau dari kelompok rumah ke pusat-pusat pelayanan umum. Secara konstruktif
jalan ini bisa dilalui oleh kendaraan bermotor.
1. Jalan setapak
Adalah jalan yang menghubungkan antara rumah dengan rumah atau antara jalan lingkungan
dengan fasilitas lingkungan.
Secara konstruktif jalan ini tidak dapat dilalui oleh kendaraan bermotor.
Pada permukaan tanah yang miring atau yang biasa terdapat di daerah pegunungan untuk
mempermudah orang mendaki dan menjaga agar daerah tersebut tidak longsor maka
dihalangi dengan cara pembuatan trap penahan. Penahan bisa dibuat dari berbagai macam
bahan tergantung dari keadaan setempat.
Syarat-syarat pembuatan/pengadaan jalan adalah sebagai berikut :
1. Semua jalan harus diperkeras, dapat dengan sirtu (pasir-batu), susunan batu yang
dipadatkan, pasangan batu/bata, beton rabat atau diaspal, sehingga jalan cukup
mantap untuk menerima beban di atasnya dan menghindari timbulnya debu.
2. Muka jalan harus rata (tidak bergelombang), dengan kemiringan badan jalan tertentu
agar tidak ada air yang tergenang di tengah jalan.
3. Badan jalan harus lebih tinggi dari bahu jalan, agar air dari badan jalan dapat mengalir
dengan lancar ke arah parit at.au selokan.
Kemiringan bahu jalan + 1 : 30 agar aliran air cukup lancar, tetapi tidak menggerus tanah
bahu jalan yang dapat merusak konstruksinya.
1. Jalan harus dilengkapi dengan selokan atau parit untuk menampung air dari jalan
dan mengalirkannya searah dengan jalan, kemiringan selokan minimal 1:50.
2. Jarak antara jalanan dengan bangunan di kanan kirinya harus cukup (minimal
jarak sisi luar selokan dengan bangunan sama dengan jarak antara sisi luar selokan
dengan jalan), agar aktivitas dari jalan tersebut tidak mengganggu aktivitas di
kanan kiri jalan (suara, debu dan benturan fisik).
3. Di sepanjang jalan harus ditanam pohon-pohon untuk peneduh dan penguat jalan dari
kemungkinan kikisan air.
4. Pada jalan tanjakan/turunan harus dibuat sub drain (saluran pembuangan di bawah
perkerasan jalan) yang melintang jalan pada jarak-jarak tertentu (tergantung landai
jalan), biasanya antara 15-25 m.
5. Untuk pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan jalan berdasarkan keadaan
geografisnya seperti daerah dataran rendah, daerah pegunungan, daerah pantai. ,
pasangan surut dan sebagainya, harus memperhatikan hal-hal yang disarankan sebagai
berikut :
a) Daerah pantai
Konstruksi jalan harus disesuaikan dengan kondisi pantai, khususnya terhadap air asing yang
dapat merusak pasangan dan logam.
b) Daerah dataran
Pengaruh air dalam badan jalan, air ini biasanya timbul karena : (a) air tanah tinggi, (b) letak
sawah/kebun kanan kiri jalan lebih tinggi dari jalan, dan (c) adanya kumpu1an-kumpu1 an air
(dalam tanah), biasanya terdapat di. kaki-kaki tanjakan atau turunan.
c) Daerah pegunungan: (a) pada daerah/tempat-tempat tanjakan/ turunan, agar lebih aman
sebaiknya dibuatkan undakan atau tangga, (b) untuk mencegah longsor tepi jalan yang
berlereng agar dipasang turap/penguat dari bambu, kayu, pasangan atau tanaman, sehingga
tanah menjadi stabil dan mantap, dan (c) kalau mungkin bisa dengan cara gali dan uruk
setempat.
d) Daerah pasang surut : (a) tiang/kayu penyanggah jalan/jembatan, agar awet dipilih
jenis yang baik (keras, tua umumnya dan tidak cacat), (b) jalan harus diberi pagar pengaman
agar tidak berbahaya bagi anak kecil atau pejalan di malam hari dan (c) dalam jangka panjang
sebaiknya kayu penyangga jalan diganti dengan beton bertulang yang mempunyai ketahanan
tinggi .
G. TENTANG DRAINASE.
Saluran pembuangan air limbah yang ada di setiap rumah perlu disalurkan ke bidang
penerima yang disebut selokan/parit (bisa terbuka)/ gorong-gorong yang dibuat di sepanjang
kanan kiri jalan. Saluran bisa merupakan saluran terbuka atau tertutup yang aliran airnya
menuju ke sungai, danau atau saluran yang lebih besar yang akhirnya menuju ke suatu tempat
yang jauh dari permukiman .
Ada 3 (tiga) macam selokan/parit yang sering di-jumpai yaitu :
1. Pengadaan/pembuatan parit harus lebih rendah dari badan jalan, agar air dapat
mengalir dengan lancar ke arah samping kanan kiri jalan, untuk selanjutnya
ditampung dan dialirkan melalui gorong-gorong menuju ke sungai.
2. Karena pembuatan saluran bisa berupa pipa buis beton, maka harus dijaga jangan
sampai disumbat oleh sampah sehingga untuk itu lubang-lubang harus cukup besar
dan da lam.
3. Saluran pembuangan di kanan kiri jalan ini harus cukup dalam, minimum 0,75 – 1.00
m dengan lebar (garis tengah) minimum 0,75 – 1,5 m.
Untuk pengembangan parit/selokan sebaiknya disesuaikan dengan jalan dan air limbah yang
di tampungnya. Sedangkan pemeliharaannya, selain untuk konstruksinya sendiri juga untuk
pemeliharaan terhadap kelancaran air limbah. Misalnya dengan mengangkat lumpur pada
waktu periode tertentu.
H. PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT.
Tingkat ketersediaan, 5arana perumahan serta infrastruktur pada kawasan permukiman
kumuh masih berada jauh di bawah standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk
suatu permukiman sederhana. Hal ini disebabkan oleh buruknya keadaan beberapa
Prasarana yang ada di dalam permukiman itu .
1. prasarana yang memerlukan perhatian dan prioritas utama dalam upaya pembenahan
permukiman kumuh adalah sarana persampahan, jalan lokal serta saluran drainase.
Sedangkan untuk prioritas utama hendaknya ditujukan pada sektor sarana
persampahan, jalan lokal, drainase dan sarana perumahan. Sektor-sektor yang
perlu mendapat prioritas utama di atas adalah termasuk komponen permukiman yang
sangat vital, sedangkan dalam penataannya dewasa ini masih dalam kondisi jauh dari
yang diharapkan.
2. 2. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih besar
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menanggulangi kekumuhan
permukimannya adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk, tingkat
penghasilan dan jumlah anggota keluarga pada setiap rumah tangga, Ketiga faktor
tersebut di atas ternyata masih dalam keadaan yang memprihatinkan karena masih
jauh di bawah garis standar yang diharapkan .
Pada bagian akhir tulisan ini dikemukakan beberapa saran berupa langkah-langkah
penanggulangan pemukiman kumuh sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan kondisi permukiman kumuh pada keadaan yang lebih baik
maka disarankan kepada pihak yang berkompeten agar setiap langkah perbaikan
senantiasa didasarkan pada skala prioritas yang disusun berdasarkan hasil penelitian
yang akurat. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan pada permukiman kumuh
tersebut dapat ditangani secara sistematis dan tepat guna.
2. Diperlukan adanya keterlibatan pihak swasta untuk ikut menangani permasalahan
permukiman kumuh terutama pada sektor-sektor tertentu. Antara lain dalam
pengadaan sarana air bersih, sektor persampahan dan sebagainya. Untuk itu
disarankan agar pihak yang berkompeten dapat lebih merangsang tumbuhnya
keinginan pihak swasta untuk ikut memikirkan perbaikan kondisi permukiman kumuh
itu.
3. Kebijaksanaan pengembangan tata ruang yang telah dituangkan ke dalam Perda No. 6
tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota hendaknya menjadi dokumen acuan
dalam pembangunan kota. Dengan demikian peranan pemerintah kota sangat
menentukan untuk merencanakan, mengawasi dan mengendalikan pertumbuhan
kawasan tersebut agar tidak tumbuh lebih semrawut. Peraturan lebih lanjut dapat
dijabarkan melalui peraturan pola tata guna lahan, peraturan garis sempadam
bangunan dan garis sempadam jalan, peraturan garis sempadam sungai dan pantai
serta pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
4. Agar pemerintah kota menutup lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah kota yang
sekian lama dialokasikan pada kawasan tersebut. TPA yang ada pada kawasan ter-
sebut disamping mencemarkan kawasan pantai, juga memberi peluang bagi
penduduk untuk menguasai tanah dan mendirikan gubuk-gubuk liar di atasnya.
5. Untuk menanggulangi dan menangani kondisi pemukiman kumuh pada kawasan
selebihnya, dapat dikemukakan langkah-langkah pengaturan sebagai berikut :
Perumahan
Persampahan
Khusus untuk kawasan permukiman kumuh yang memiliki jalan lokal yang relatif sempit,
karena itu belum terjangkau oleh pelayanan armada sampah, maka untuk mengatasinya perlu
dilakukan perencanaan yang meliputi motivasi dan kesadaran masyarakat terhadap “sadar
kebersihan” mendorong memobilisasi dana dan tenaga masyarakat setempat dalam proses
pengumpulan sampah mulai dari tingkat rumah tangga sampai pada tiap-tiap TPS pada
masing-masing kelurahan untuk selanjutnya diangkut oleh armada sampah kota.
Pengembangan swadaya masyarakat dapat dilakukan melalui Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD).
Jalan Lokal
Mengingat bahwa fungsi jalan lokal itu sangat penting terutama dalam peningkatan
penyelenggaraan ekonomi, mobilitas penduduk dan kemudahan menjangkau jika terjadi
bahaya kebakaran, maka perlu dilakukan penataan kembali (pelebaran dan peningkatan
kualitas). Pembangunan jalan di kawasan kumuh pada dasarnya tidak dapat dilepaskan
dengan sistem drainase.
Drainase
Pada prinsipnya pembangunan drainase adalah tanggung jawab pemerintah daerah, namun
sejauh mungkin dapat pula ditempuh penggalangan masyarakat berdasar pola kemitraan,
misalnya bahan bangunan disediakan oleh pemerintah daerah, sedangkan pekerjaannya
diserahkan kepada masyarakat.
Air Bersih
Mengingat bahwa kebutuhan air bersih para penduduk dewasa ini sebagian besar diperoleh
dengan jalan membeli, halmana berarti mengurangi penghasilan (menambah pengeluaran).
Untuk mengatasi belum tersedianya suplay air bersih di kawasan permukiman kumuh, maka
perlu dilakukan perencanaan tentang jaringan distribusi dari Perusahaan Air Minum (PAM).
Masalah permukiman kumuh yang dihadapi oleh semua kota-kota besar yang dampak
negatifnya cukup dirasakan kurang menunjang pembangunan kota baik secara ekonomi
(kemiskinan) ataupun masalah sosial (pengangguran, tingkat kematian, dll).
Secara tata ruang, tingkat pemanfaatan ruangan sangat tidak sesuai dengan perencanaan kota.
Dalam hubungan ini diperlukan suatu rencana penanggulangan permukiman kumuh yang
sifatnya menyeluruh antar sektor dan antar instansi. Antar sektor meliputi sarana dan
prasarana kota dan sarana penunjang. Antar instansi meliputi pemerintah daerah, departemen
PU dan instansi lain yang terkait.
Rencana penanggulangan permukiman kumuh ini merupakan perluasan dari Peremajaan
kota, sehingga dimensi perencanaan penanggulangan permukiman kumuh direncanakan lebih
luas dari program yang telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam pengadaan dana dalam
implementasinya diusahakan untuk mengembangkan pola kemitraan yaitu antara Pemda,
masyarakat setempat dan pihak swasta.
Memahami bahwa permasalahan permukiman kumuh di kota-kota besar telah menimbulkan
dampak yang negatif terhadap aspek ekonomi, sosial maupun tata ruang kota, maka
diperlukan selain rencana induk penanggulangan kawasan kumuh juga perlu dilakukan
berbagai kajian yang bersifat akademis tentang seberapa besar dan luas dampak permukiman
kumuh terhadap taraf hidup masyarakat serta langkah-langkah penanggulangannya.
Dalam hal peningkatan partisipasi masyarakat untuk menanggulangi kekumuhan
permukimannya, disarankan agar sektor pendidikan/ pengetahuan dan jumlah anggota
keluarga menjadi sasaran utama dalam upaya penanganan. Disarankan pula agar upaya
tersebut dilakukan secara terpadu melalui suatu team atau kelompok yang khusus dibentuk
untuk bertugas di kawasan permukiman kumuh dan terdiri dari beberapa bidang keahlian
yang dibutuhkan.
DAFTAR BACAAN
Amiruddin. 1970. Pedoman Standar Minimum untuk Perencanaan Perumahan Rakyat, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
Bintoro, R ,: 1984. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Salim, E. 1985. Ekologi Kota. Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup,
Jakarta.
Suwahyo. 1990. Kotamadya Ujung Pandang Menuju Kota Bersinar. Kantor Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II Ujung Pandang, Ujung Pandang.
Suratmo, G. 1988. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 6ajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Umar, A. 1986. Aspek Kesehatan Penyediaan Air Minum Lephas Universitas Hasanuddin,
Ujung Pandang.
Wasito, S. 1989. Dampak Perbaikan Air Minum Pada Kesehatan Anak. Tinjauan dari Segi
Kejadian Diare dan Hubungannya dengan Kebiasaan Membuang Kotoran dan Sampah.
Bulleting Kesehatan, Vo. 16, Jakarta.