Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada abad XXI yang dikenal dengan abad kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
demokrasi masih menjadi pilihan utama berbagai negara di belahan dunia. Bahkan bisa
dikatakan, demokrasi menjadi virus yang mendeklarasikan diri sebagai satu-satunya sistem
terbaik yang pernah ada. Hal ini tidak lepas dari peran Amerika Serikat yang selalu gencar
mengampanyekan demokrasi sebagai sistem satu-satunya yang membawa kemaslahatan
negara terhadap rakyatnya. Diterimanya demokrasi sebagai sistem terbaik dari sebuah negara
hanya karena demokrasi mencerminkan kemajemukan semua golongan dan menyerukan hidup
saling berdampingan satu dengan yang lainnya tanpa adanya diskriminasi ras, agama, mapun
golongan.
Perjalanan demokrasi di Indonesia mengalami pasang-surut sejarah lahirnya Republik
ini hingga sekarang. Akan tetapi dalam perjalanannya kemudian demokrasi tidak jarang
menuai beragam hambatan atau bahkan ancaman. Salah satu ancaman terbesar yang sedang
dihadapi demokrasi Indonesia saat ini adalah keputusasaan terhadap demokrasi itu sendiri yang
belum berbanding lurus dengan tujuannya, serta melemahnya kekuatan gerakan demokrasi
dalam berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang anti demokrasi.
Demokrasi Indonesia dari masa ke masa mengalami perkembangan baik pada saat
revolusi, orde Lama, orde baru, reformasi hingga sekarang. Di setiap perkembangan demokrasi
di Indonesia terdapat pedoman dan aturan yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan atau
tujuan yang hendak dicapai dari pemerintahan yang berkuasa saat itu. Dalam Pelaksanaan
demokrasi di Indonesia terkadang mengalami kegagalan, salah satunya disebabkan karena
ketidakkonsistenannya penguasa sehingga peraturan yang dibuat hanya menguntungkan
golongan tertentu. Mengingat begitu komplek dan menariknya kajian tentang demokrasi
terutama demokrasi di Indonesia maka penulis tertarik untuk membuat sebuah tulisan yang
berjudul “Demokrasi Indonesia”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan dinamika demokrasi?
2. Bagamanakah konsep Nilai dan prinsip “Demokrasi”?
3. Bagaimana Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi?
4. Bagamana konsep Demokrasi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Dinamika Demokrasi

Pemahaman mengenai demokrasi di Indonesia mungkin belum sepenuhnya dikuasai


oleh masyarakat. Walaupun pada pelaksanaannya saat ini terjadi peningkatan yang signifikan
dibandingkan 10 tahun yang lalu. Selain memberikan pengaruh yang positif, namun ternyata
kran demokrasi yang baru saja terbuka memiliki potensi konflik dan perpecahan yang relatif
tinggi. Beberapa konflik yang terjadi di Indonesia terjadi karena pihak-pihak yang terkait
merasa memiliki hak dalam berpendapat dan membela diri dalam payung hukum. Hal ini
terjadi karena pihak-pihak yang bersengketa bisa jadi tidak memahami konsep, prinsip, serta
penerapan demokrasi yang sesungguhnya, sehingga yang terjadi justru kemunculan benih-
benih anarkis di lapangan. Akibatnya, kerusakan yang ditimbulkan bukan saja merugikan
kedua belah pihak.
Belajar dari sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang pernah
ada beberapa puluh tahun yang lalu, demokrasi menjadi sistem alternatif yang dipilih oleh
beberapa negara yang sudah maju. Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif
dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara.
Mahfud MD (1999) membenarkan pandangan di atas, yaitu bahwa terdapat dua alasan
mengapa negara lebih memilih demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara, yaitu:
1. Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang
fundamental;
2. Demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peran
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.
Karena itulah diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar kepada warga
masyarakat tentang demokrasi.

1. Pengertian Demokrasi
Untuk mengetahui arti demokrasi, dapat dilihat dari dua buah tinjauan, yaitu tinjauan
bahasa (etimologis) dan tinjauan istilah (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri
dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk
suatu tempat, dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara
bahasa demos-cratein atau demoscratos(demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam
sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sedangkan secara istilah, arti demokrasi diungkapkan oleh beberapa ahli yaitu :
1. Joseph A. Schmeter mengungkapkan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh
kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat;
2. Sidnet Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa;
3. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu
sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-
tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak
langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah
terpilih;
4. Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi sebagai sistem politik
merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dari beberapa pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai
suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada
keberadaan kekuasaan di tangan rakyat, baik dalam penyelenggaraan negara maupun
pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal:
1. Pemerintah dari rakyat (government of the people);
2. pemerintahan oleh rakyat (government by the people); dan
3. pemerintahan untuk rakyat (government for people).
Jadi hakikat suatu pemerintahan yang demokratis bila ketiga hal di atas dapat dijalankan
dan ditegakkan dalam tata pemerintahan.

2. Demokrasi sebagai Pandangan Hidup


Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha
nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai
manifestasi dari suatu mindset (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan masyarakat).
Bentuk konkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai way of
life (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi kehidupan bernegara, baik oleh rakyat
(masyarakat) maupun oleh pemerintah.
Nurcholish Madjid (Cak Nur) berhasil merumuskan daftar penting norma-norma dan
pandangan hidup demokratis yang sesuai dengan ajaran Islam yang universal. Menurut Cak
Nur pandangan hidup demokratis berdasarkan pada bahan-bahan yang telah berkembang, baik
secara teoritis maupun pengalaman praktis di negeri negeri yang demokrasinya cukup mapan
paling tidak mencakup tujuh norma. Ketujuh norma tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pentingnya kesadaran akan pluralisme.
2. Dalam peristilahan politik dikenal istilah Musyawarah.
3. Buang jauh-jauh pemikiran bahwa untuk mendapatkan tujuan dapat menghalalkan
segala cara.
4. Permufakatan yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah yang jujur dan sehat.
5. Dari sekian banyak unsur kehidupan bersama ialah terpenuhinya keperluan pokok,
yaitu pangan, sandang, dan papan.
6. Saling bekerjasama antarwarga masyarakat dengan paradigma saling memiliki pikiran-
pikiran yang positif (positive thinking).
7. Pentingnya pendidikan demokrasi sejak dini. Pelaksanaan demokrasi belum
sepenuhnya sesuai dengan kaidah-kaidah yang sesungguhnya.

3. Unsur Penegak Demokrasi


Sebagai suatu sistem, demokrasi memiliki unsur-unsur yang membuatnya eksis
dan tegak di dalam sebuah negara. Tegaknya demokrasi sebagai sebuah tata kehidupan sosial
dan sistem politik sangat bergantung kepada tegaknya unsur penopang demokrasi itu sendiri.
Unsur-unsur yang dapat menopang tegakknya demokrasi antara lain :
1. Negara Hukum
Istilah negara hukum identik dengan terjemahan dari rechtsstaat dan the rule of law.
Konsepsi negara hukum mengandung pengertian bahwa Negara memberikan perlindungan
hukum bagi warga negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan
penjaminan hak asasi manusia. Istilah rechtsstaat dan the rule of law yang diterjemahkan
menjadi negara hukum menurut Moh. Mahfud MD pada hakikatnya mempunya makna
berbeda. Istilah rechtsstaat banyak dianut di negara-negara eropa kontinental yang bertumpu
pada sistem civil law. Sedangkan the rule of law banyak dikembangkan di negara-negara
Anglo Saxon yang bertumpu padacommon law. Civil law menitikberatkan pada administration
law, sedangkan common law menitikberatkan pada judicial.
2. Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani (Civil Society) dicirikan dengan masyarakat terbuka, masyarakat
yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, masyarakat yang kritis dan
berpartisipasi aktif serta masyarakat egaliter. Masyarakat madani merupakan elemen yang
sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Sebab salah satu syarat penting bagi
demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintahan.
3. Infrastruktur Politik
Infrastruktur politik dianggap sebagai salah satu unsur yang signifikan terhadap
tegaknya demokrasi. Infrastruktur politik terdiri dari partai politik (political party), kelompok
gerakan (movement group) dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan
(pressure/interest group).

4. Model-Model Demokrasi
Saat ini, terdapat beberapa model demokrasi. Sklar mengungkapkan ada lima corak
atau model demokrasi yaitu; demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi sosial,
demokrasi partisipasi dan demokrasi konstitusional.
Adapun penjelasan mengenai kelima model demokrasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Demokrasi Liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undang dan
pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang saklek.
2. Demokrasi terpimpin yaitu pemerintahan yang sangat mempercayai pemimpinnya.
Namun pemimpin tersebut menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai kendaraan
untuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi sosial, adalah demokrasi yang menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan
egalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan politik.
4. Demokrasi partisipasi, yaitu pemerintahan yang menekankan hubungan timbal balik
antara penguasa dan yang dikuasai.
5. Demokrasi konstitusional, yaitu pemerintahan yang menekankan proteksi khusus bagi
kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat di antara elit yang
mewakili bagian budaya masyarakat utama.
Sedangkan dari segi pelaksanaannya, demokrasi terdiri dari dua model, yaitu demokrasi
langsung (direct democracy) dan demokrasi tidak langsung (indirectdemocracy). Demokrasi
langsung terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara dilakukan secara
langsung. Pada demokrasi langsung, lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai lembaga
pengawas jalannya pemerintahan, sedangkan pemilihan pejabat eksekutif (presiden, wakil
presiden, gubernur, bupati, dan walikota) dilakukan rakyat secara langsung melalui pemilu.
Begitu juga pemilihan anggota parlemen atau legislatif (DPR, DPD, DPRD) dilakukan rakyat
secara langsung.
Demokrasi tidak langsung terjadi bila untuk mewujudkan kedaulatan rakyat tidak
secara langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga perwakilan.
Pada demokrasi tidak langsung, lembaga parlemen dituntut kepekaan terhadap berbagai hal
yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan pemerintah atau
negara. Dengan demikian demokrasi tidak langsung disebut juga dengan demokrasi
perwakilan.
Sedangkan Demokrasi Berdasarkan Wewenang dan Hubungan Antara Alat
Kelengkapan Negara dibedakan atas :
a. Demokrasi Sistem Parlementer
Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer, Demokrasi pada masa ini dikenal dengan
sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah
kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar
1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem
ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang
cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa.
Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional
(constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena
hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik
di Indonesia.
Ciri-ciri demokrasi parlementer :
1. lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi
dalam proses politik yang berjalan.
2. akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politis pada umumnya
sangat tinggi.
3. kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya
untuk berkembang secara maksimal.
4. sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada 1955, tetapi
Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
5. masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak
dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga Negara dapat memanfaatkannya
dengan maksimal.
6. dalam masa pemerintahan Parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi yang
cukup bahkan otonomi yamg seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai
landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi perlementer mengalami
kegagalan? Banyak sekali para ahli mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian
banyak jawaban, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
1. Munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk membentuk
pemerintahan yang bersifat gotong-royong.
2. Dewan Konstituante mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan
ideologi nasional.
3. Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan
konflik.
4. Basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah.

b. Demokrasi Sistem Presidensial


Periode 1966-1988, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi
konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Landasan formal periode ini adalah
pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali
penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi dimasa demokrasi terpimpin. Namun dalam
perkembangannya peran presiden dan semakin dominan terhadap lembaga-lembaga Negara
yang lain. Melihat praktek demokrasi pada masa ini, nama Pancasila hanya digunakan sebagai
legistimasi politis penguasa saat itu sebanyak kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai
dengan nilai-nilai pancasila.
1. Rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi.
2. Rekruitmen politik bersifat tertutup.
3. Pemilihan Umum masih dikuasai partai besar saja.
4. Pelaksanaan hak dasar warga Negara.
Salah satu ciri Negara demokratis dibawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan
kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih
pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umum bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk
menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
1. Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislatif.
2. Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan
eksekutif untuk jangka tertentu.
3. Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi
kekuatan eksekutif.

B. Konsep Nilai dan Prinsip Demokrasi


2.2.1 Nilai-Nilai demokrasi
Sebuah pemerintahan yang baik dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat
padaumumnya punya sikap positif dan proaktif terhadap norma- norma dasar demokrasi.Oleh
sebab itu, harus ada keyakinan yang luas di masyarakat bahwa demokrasi adalahsistem
pemerintahan yang terbaik dibanding dengan sistem lainnya. Untukmenumbuhkan keyakinan
akan baiknya sistem demokrasi, maka harus ada polaperilaku yang menjadi tuntutan atau
norma-norma / nilai-nilai demokrasi yangdiyakini masyarakat.
Nilai-nilai dari demorkasi membutuhkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kesadaran akan pluralisme. Masyaraklat yang hidup demokrasi harus menjaga keberagaman
yang ada di masyarakat. Demokrasi menjamin keseimbangan hak dan kewajiban setiap warga
negara, maka kesadaran akan pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat Indonesia sebagai
bangsa yang sangat beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.
2. Sikap yang jujur dan pikiran yang sehat. Pengambilan keputusan didasarkan pada prinsip
musyawarah mufakat dan memerhatikan kepentingan masyarakat pada umumnya.
Pengambilan keputusan dalam demokrasi membutuhkan kejujuran, logis atau berdasar akal
sehat dan tercapai dengan sumber daya yang ada. demokrasi membutuhkan sikap tulus setiap
orang untuk beritikad baik Demokrasi membutuhkan kerja sama antarwarga masyarakat dan
sikap serta itikad baik. Demokrasi membutuhkan kerja sama antaranggota

2.2.2 Prinsip Demokrasi

Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi
dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi, dapat
ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".
Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
1. Kedaulatan rakyat;
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
3. Kekuasaan mayoritas;
4. Hak-hak minoritas;
5. Jaminan hak asasi manusia;
6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Proses hukum yang wajar;
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.[6]
Suatu negara atau pemerintah dikatakan demokrasi apabila dalam sistempemerintahanna
mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Robert A. Dahlterdapat tujuan prinsip
demokrasi yang harus ada dalam sistem pemerintahan, yaitu :
1. Adanya kontrol atau kendali atas keputusan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini presiden
dan pemerintah daerah bertugas melaksanakan pemerintahan berdasar mandat yang diperoleh
dari pemilu. Namun, demikian dalam melaksanakannya pemerintahan, pemerintah bukan
bekerja tanpa batas. Pemerintah dalam mengambil keputusan masih dikontrol oleh lembaga
legislatif yaitu DPR dan DPRD. Di Indonesia kontrol tersebut terlibat dari keterlibatan DPR
dalam penyusunan anggaran, penyusunan peraturan perundangan dan melakukan uji
kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk pengangkatan pejabat negara yang
dilakukan oleh pemerintah.
2. Adanya pemilihan yang teliti dan jujur. Demokrasi dapat berjalan dengan baik apabila
adanya partisipasi aktif dari warga negara dan partisipasi tersebut dilakukan dengan teliti dan
jujur. Suatu keputusan tentang apa yang dipilih, didasarkan pengetahuan warga negara yang
cukup dan informasi yang akurat dan dilakukan dengan jujur.
3. Adanya yang memilih dan dipilih. Demokrasi berjalan apabila setiap warga negara
mendapatkan hak pilih dan dipilih. Hak pilih untuk memberikan hak pengawasan rakyat
terhadap pemerintah, serta memutuskan pilihan yang terbaik sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai rakyat. Hak pilih memberikan kesempatan kepada setiap warga Negara yang
mempunyai kemampuan dan kemauan serta memenuhi persyaratan untuk dipilih dalam
menjalankan amanat dari warga pemilihnya.
4. Adanya kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman. Demokrasi membutuhkan
kebebasan dalam menyampaikan pendapat, berserikat dengan rasa aman. Apabila warga
negara tidak dapat menyampaikan pendapat atau kritik dengan lugas, maka saluran aspirasi
akan tersendat, dan pembangunan tidak akan berjalan dengan baik.
5. Adanya kebebasan mengakses informasi. Demokrasi membutuhkan informasi yang akurat,
untuk itu setiap warga negara harus mendapatkan akses informasi yang memadai. Keputusan
pemerintah harus disosialisasikan dan mendapat persetujuan DPR, serta menjadi kewajiban
pemerintah untuk memberikan informasi yang benar, disisi lain DPR dan rakyat dapat juga
mencari informasi, sehingga antara pemerintah dan DPR mempunyai informasi yang akurat
dan benar.
6. Adanya kebebasan berserikat yang terbuka. Kebebasan untuk berserikat ini memberikan
dorongan bagi warga negara yang meras lemah, dan untuk memperkuatnya membutuhkan
teman atau kelompok dalam bentuk serikat. Adanya serikat pekerja, terbukanya sistem politik
memungkinkan rakyat memberikan aspirasi secara terbuka dan lebih baik.[7]

2.3 Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi


2.3.1 Pengertian Pendidikan Demokrasi
Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak dapat
diterapkan secara parsial (sebagian-sebagian). Pemahaman yang utuh akan demokrasi harus
juga dimilliki oleh setiap warga negara baik secara perorangan maupun kelembagaan. Hal ini
mengisyaratkan bahwa siapapun yang berada dan berkepentingan dalam negara ini
(stakeholder) mampu menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap kegiatannya.
Negara yang menginginkan sistem politik demokrasi dapat diterapkan dengan baik
membutuhkan dua pilar, yaitu; institusi (struktur) demokrasi dan budaya (perilaku)
demokrasi. Kematangan budaya politik, menurut Gabriel Almond dan Sidney Verba, akan
tercapai bila ada keserasian antara struktur dengan budaya. Oleh karena itu, membangun
masyarakat demokratis berarti usaha menciptakan keserasian antara struktur yang demokratis
dengan budaya yang demokratis juga. Masyarakat demokratis akan terwujud bila di negara
tersebut terdapat institusi dan sekaligus berjalannya perilaku yang demokratis.
Institusi atau struktur demokrasi menunjuk pada tersedianya lembaga-lembaga politik
demokrasi yang ada di suatu negara. Suatu negara dikatakan negara demokrasi bila di
dalamnya terdapat lembaga-lembaga politik demokrasi. Lembaga itu antara lain
pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab, parlemen, lembaga pemilu, organisasi
politik, lembaga swadaya masyarakat, dan media massa. Membangun institusi demokrasi
berarti menciptakan dan menegakkan lembaga-lembaga politik tersebut dalam negara.
Perilaku atau budaya demokrasi merujuk pada berlakunya nilai-nilai demokrasi di
masyarakat. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang memiliki perilaku hidup,
baik keseharian dan kenegaraannya dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Henry B. Mayo
menguraikan bahwa nilai-nilai demokrasi meliputi damai dan sukarela, adil, menghargai
perbedaan, menghormati kebebasan, memahami keanekaragaman, teratur, paksaan yang
minimal dan memajukan ilmu. Membangun budaya demokrasi berarti mengenalkan,
mensosialisasikan dan menegakkan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat. Upaya
membangun budaya demokrasi jauh lebih sulit dibandingkan dengan membangun struktur
demokrasi. Hal ini menyangkut kebiasaan masyarakat yang membutuhkan waktu yang relatif
lama untuk merubahnya. Bayangkan, Indonesia yang secara struktur telah merepresentasikan
sebagai negara demokrasi, namun masih banyak peristiwa-peristiwa yang menggambarkan
kebebasan yang semakin liar; kekerasan, bentrokan fisik, konflik antar etnis/ras dan agama,
ancaman bom, teror, rasa tidak aman, dan sebagainya. Struktur demokrasi tidak cukup untuk
membangun negara yang demokratis. Justru, kunci utama yang menentukan keberhasilan
sebuah negara demokratis adalah perilaku/budaya masyarakatnya.
Untuk membangun budaya/perilaku masyarakat yang demokratis, dibutuhkan metode
pendidikan demokrasi yang efektif. Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi
nilai-nilai demokrasi agar dapat diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan
demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat berperilaku dan bertindak
demokratis, melalui aktivitas menanamkan pada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran,
dan nilainilai demokrasi. Pengetahuan dan kesadaran akan nilai demokrasi itu meliputi tiga
hal; pertama, kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak-
hak warga masyarakat itu sendiri. Kedua, demokrasi adalah sebuah
learning process yang lama dan tidak sekedar meniru dari masyarakat lain.Ketiga,
kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasila mentransformasikan nilai-nilai
demokrasi pada masyarakat.[8]
Pada tahap selanjutnya pendidikan demokrasi akan menghasilkan masyrakat yang
mendukung sistem politik yang demokratis. Sistem politik demokrasi hanya akan langgeng
apabila didukung oleh masyarakat demokratis. Yaitu masyarakat yang berlandaskan pada
nilai-nilai demokrasi serta berpartisipasi aktif mendukung kelangsungan pemerintahan
demokrasi di negaranya.
Oleh karena itu setiap pemerintahan demokrasi akan melaksanakan sosialisasi nilai-
nilai demokrasi kepada generasi muda. Kelangsungan pemerintahan demokrasi bersandar
pada pengetahuan dan kesadaran demokrasi warga negaranya. Pendidikan pada umumnya
dan pendidikan demokrasi pada khususnya akan diberikan seluas-luasnya bagi seluruh
warganya. Warga negara yang berpendidikan dan memiliki kesadaran politik tinggi sangat
diharapkan oleh negara demokrasi. Hal ini bertolak belakang dengan negara otoriter atau
model diktator yang takut dan merasa terancam oleh warganya yang berpendidikan.
Sosialisasi nilai-nilai demokrasi melalui pendidikan demokrasi adalah bagian dari sosialisasi
politik negara terhadap warganya. Namun demikian, pendidikan demokrasi tidaklah identik
dengan sosialisasi politik itu sendiri. Sosialisasi politik mencakup pengertian yang luas
sedangkan pendidikan demokrasi mengenai cakupan yang lebih sempit. Sesuai dengan makna
pendidikan sebagai proses yang sadar dan renencana,sosialisasi nilai-nilai demokrasi
dilakukan secara terencana, terprogram, terorganisasi secara baik khususnya melalui
pendidikan formal. Pendidikan formal dalam hal ini sekolah, berperan penting dalam
melaksanakan pendidikan demokrasi kepada generasi muda. Sistem persekolahan memiliki
peran penting khususnya untuk kelangsungan sistem politik demokrasi melalui penanaman
pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi.

2.3.2 Sosialisasi Nilai-Nilai Politik Negara


Memang sangat tipis perbedaan antara sosialisasi dengan indoktrinasi. Karena itu
dalam sosialisasi yang dihasilkan haruslah kesadaran bukan keterpaksaan. Adapun proses
yang dijalani adalah dialog bukan monolog. Hal yang sangat penting dalam pendidikan
demokrasi di sekolah adalah mengenai kurikulum pendidikan demokrasi. Kurikulum
pendidikan demokrasi menyangkut dua hal: penataan dan isi materi. Penataan menyangkut
pemuatan pendidikan demokrasi dalam suatu kegiatan kurikuler (mata pelajaran atau mata
kuliah). Sedangkan isi materi berkenaan dengan kajian atau bahan apa sajakah yang layak
dari pendidikan demokrasi.
Pendidikan demokrasi dapat saja merupakan pendidikan yang diintegrasikan ke dalam
berbagai studi, misal dalam mata pelajaran PPKn dan Sejarah atau diintegrasikan ke dalam
kelompok sosial lainnya. Akan tepat bila pendidikan demokrasi masuk dalam kelompok studi
sosial (social studies). Di lain pihak pendidikan demokrasi dapat pula dijadikan subject
matter tersendiri sehingga merupakan suatu bidang studi atau mata pelajaran. Misalkan
dimunculkan mata pelajaran civics yang masa dulu pernah menjadi mata pelajaran sekolah.
Namun,Civics yang sekarang hendaknya dipertegas dan dbatasi sebagai pendidikan
demokrasi di Indonesia. Dapat pula pendidikan demokrasi dikemas dalam wujud pendidikan
Kewarganegaraan.
Indonesia sesungguhnya memiliki pengalaman yang kaya akan pendidikan demokrasi.
Menurut Udin S. Winataputra, sejak tahun 1945 sampai sekarang instrumen perundangan
sudah menempatkan pendidikan demokrasi dan HAM sebagai bagian integral dari pendidikan
nasional. Misalnya dalam usulan BP KNIP tanggal 29 Desember 1945 dikemukakan bahwa:
“Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang
mempunyai rasa tanggung jawab”, yang kemudian oleh kementerian PPK dirumuskan dalam
tujuan pendidikan: “... untuk mendidik warga negara yang sejati yang bersedia
menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara dan masyarakat” dengan ciri-ciri sebagai
berikut : “Perasaan bakti kepada Tuhan yang Maha Esa; perasaan cinta kepada negara;
perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan; perasaan berhak dan wajib ikut memajukan
negaranya menurut pembawaan dan kekuatannya; keyakinan bahwa orang menjadi bagian
tak terpisahkan dari keluarga dan masyarakat; keyakinan bahwa orang yang
hidupbermasyarakat harus tunduk pada tata tertib; keyakinan bahwa pada
dasarnya manusia itu sama derajatnya sehingga sesama anggota masyarakat harus
saling menghormati, berdasarkan rasa keadilan dengan berpegang teguh pada harga
diri; dan keyakinan bahwa negara memerlukan warga negara yang rajin
bekerja, mengetahui kewajiban, dan jujur dalam pikiran dan tindakan”.[9]

Dari kutipan diatas, dapat dilihat bahwa ide yang terkandung dalam butir-butir rumusan
tujuan pendidikan nasional sesungguhnya merupakan esensi pendidikan demokrasi dan
HAM. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan pula bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berilmu, cakap, kreatif, mendiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pendidikan untuk menjadikan warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab adalah pendidikan demokrasi.

2.3.3 Visi, Misi, Strategi, dan Model Pendidikan Demokrasi


Pendidikan demokrasi, dalam hal ini untuk pendidikan formal (di sekolah dan
perguruan tinggi), nonformal (pendidikan di luar sekolah), dan informal (pergaulan di rumah
dan masyarakat) mempunyai visi sebagai wahana substantif, pedagogis, dan sosial-kultural
untuk membangun cita-cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan demokrasi dalam
diri warga negara melalui pengalaman hidup dan berkehidupan yang demokratis dalam
berbagai konteks.[10]
Visi ini diharapkan dapat membentuk perilaku warga negara yang demokratis dalam
berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Inilah makna dari “learning democracy,through
democracy, and for democracy”. Bertolak belakang dari bermuara pada visi tersebut dapat
dirumuskan bahwa misi pendidikan demokrasi adalah sebagai berikut:
- Memfasilitasi warga negara untuk mendapatkan berbagai akses kepada dan menggunakan
secara cerdas berbagai sumber informasi (tercetak, terekam, tersiar, elektronik, kehidupan,
dan lingkungan) tentang demokrasi dalam teori dan praktik untuk berbagai konteks
kehidupan sehingga ia memiliki wawasan yang luas dan memadai (well-informed).
- Memfasilitasi warga negara untuk dapat melakukan kajian konseptual dan operasional secara
cermat dan bertanggung jawab terhadap berbagai cita-cita, instrumentasi, dan praksis
demokrasi guna mendapatkan keyakinan dalam melakukan pengambilan keputusan
individual dan atau kelompok dalam kehidupannya sehari-hari serta berargumentasi atas
keputusannya itu
- Memfasilitasi warga negara untuk memperoleh dan memanfaatkan kesempatan berpartisipasi
secara cerdas dan bertanggung jawab dalam praksis kehidupan demokrasi di lingkungannya,
seperti mengeluarkan pendapat, berkumpul, dan berserikat, memilih, serta memonitor dan
mempengaruhi kebijakan publik. Merujuk kepada visi dan misi tersebut di atas, maka strategi
dasar pendidikan demokrasi yang seyogyanya dikembangkan adalah strategi pemanfaatan
aneka media dan sumber belajar, kajian interdisipliner, pemecahan masalah sosial (problem
solving), penelitian sosial (social inquiry), aksi sosial, pembelajaran berbasis portfolio.
Sebagai suatu model selanjutnya disajikan suatu model “portfolio-based learning”
yang sudah diujicobakan di SLTP yang secara konseptual dan operasional dapat diadaptasi
untuk pendidikan demokrasi di SLTP dan di Perguruan Tinggi, dengan cara meningkatkan
kompleksitas masalah yang menuntut taraf berpikir yang lebih tinggi.

2.4 Konsep Demokrasi di Indonesia


Demokrasi di negara Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan dibebaskan menyelenggarakan kebebasan pers, kebebasan
masyarakat dalam berkeyakinan, berbicara, berkumpul, mengeluarkan pendapat, mengkritik
bahkan mengawasi jalannya pemerintahan. Tapi bukan berarti demokrasi di Indonesia saat ini
sudah berjalan sempurna. Masih banyak persoalan yang muncul terhadap pemerintah yang
belum sepenuhnya bisa menjamin kebebasan warga negaranya. Seperti meningkatnya angka
pengangguran, bertambahnya kemacetan di jalan, semakin parahnya banjir, dan masalah
korupsi.
Walaupun praktek demokrasi pada masa lalu menunjukkan pengalaman yang kurang
bagus, bukan berarti Pancasila tidak melakukan hubungan yang sama dengan demokrasi,
pada masa awal kemerdekaan Indonesia, para pendiri bangsa merumuskan Pancasila
sebagai dasar negara. Sila-sila yang tercantum di dalamnya merupakan nilai-nilai dasar yang
sepatutnya melandasi pemerintahan yang demokratis. hal ini dikenal dengan Konsep
Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang berdasarkan nilai-nilai
falsafah Pancasila atau pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat berdasarkan silasila
Pancasila. Ini berarti :
1. Sistem pemerintahan rakyat dijiwai dan dituntun oleh nilai-nilai pandangan hidup bangsa
Indonesia (Pancasila).
2. Demokrasi Indonesia adalah transformasi Pancasila menjadi suatu bentuk dan sistem
pemerintahan khas Pancasila.
3. Merupakan konsekuensi dari komitmen pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen di bidang pemerintahan atau politik.
4. Pelaksanaan demokrasi telah dapat dipahami dan dihayati sesuai dengan nilainilai falsafah
Pancasila. Pelaksanaan demokrasi merupakan pengalaman Pancasila melalui politik
pemerintahan.[11]
Untuk dapat melihat apakah prinsip-prinsip demokrasi Pancasila, dapat dilihat dalam
pembahasan berikut:
2.4.1 Pengertian Demokrasi Pancasila
Rumusan singkat demokrasi Pancasila yang tercantum dalam sila keempat Pancasila,
yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan”. Rumusan tersebut pada dasarnya merupakan rangkaian
totalitas yang terkait erat antara satu sila dengan sila lainnya (bulat dan utuh). Ada beberapa
pendapat mengenai pengertian Demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :
a. Prof. Dardiji Darmodihardjo, SH
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan
falsafah hidup Bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan
pembukaan UUD 1945.
b. Prof. Dr. Drs. Notonagoro, SH
Demokrasi Pancasila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berprikemanusiaan
yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat.
c. Ensiklopedia Indonesia
Demokrasi Pancasila berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik, sosial
dan ekonomi, serta yang dalam penyelesaian masalah-masalah nasional berusaha sejauh
mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat.

 Aspek Demokrasi Pancasila


Berdasarkan pengertian dan pendapat tentang Demokrasi Pancasila dapat
dikemukakan aspek-aspek yang terkandung di dalamnya, yakni :
a. Aspek material (segi isi/substansi)
Demokrasi Pancasila harus dijiwai dan dioleh integrasikan sila-sila lainnya. Karena
itulah, pengertian Demokrasi Pancasila tidak hanya merupakan demokrasi politik, tetapi
juga demokrasi ekonomi dan sosial (lihat amandemen UUD 1945 dan penjelasannya dalam
pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34).
b. Aspek formal
Demokrasi Pancasila merupakan bentuk atau cara pengambilan keputusan (demokrasi
politik) yang dicerminkan oleh sila keempat, yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan” .

 Prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila


Prinsip demokrasi universal bila dikaitkan dengan prinsip-prinsip Demokrasi
Pancasila, secara normatif dapat kita simak sebagai berikut :
a. Demokrasi Universal
1. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik
2. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara
3. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu diantara warga negara.
b. Demokrasi Pancasila
1. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
3. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral Kepada
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.
Sesungguhnya prinsip-prinsip demokrasi universal memiliki keterkaitan erat dengan
Demokrasi pancasila, baik secara noemarif maupun sipstantif keterkaitan tersebut kemidian
dipraktikkan swecara khusus (partikular) melalui masukanyadan nilai dan kepribadian
Indonesia yang khas sebagai mana tercermin melalui dasar negara pancasila. Dengan
demikian, sebenarnya demokkrasi pancasila secara teori maupun memberikan “jiwa “atau
„spirit‟‟ kepada para penyelenggara negara (pejabat publik) dan eliti politik untuk dapat
melaksanakan syestem politik dan penyelenggaraan negara dengan sebaik-baiknya.

2.4.2 Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia


Sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia cukup menarik. Dalam upayamencari
bentuk demokrasi yang paling tepat diterapkan di negara RI, ada semacamtrial and error,
coba dan gagal. Namun kalau direnungkan secara arif, ternyata untuk menuju ke sistem
demokrasi yang ideal perlu waktu yang cukup panjang.
Sebagai perbandingan dapat dilihat sejarah perkembangan konsep demokrasi di
Amerika Serikat, yaitu suatu negara yang dianggap sebagai negara demokrasi yangideal
sekali, di negar tersebut sebenarnya masih banyak kekurangan. Untuk menyusun konstitusi,
amerika memerlukan waktu selama 11 tahun, untuk menghapus perbudakan memerlukan
waktu 86 tahun, untuk memberi hak pilih kaum wanita memerlukan 114 tahun, dan untuk
menyusun draf konstitusi yang melindungi seluruh warga negara memerlukan waktu selama
188 tahun.
Oleh sebab itu, bangsa Indonesia mencari bentuk demokrasi yang tepat sejak tahun
1945 hingga sekarang masih terantuk-antuk. Hal ini bukan karena ketidakseriusannya tetapi
karena memerlukan waktu panjang. Membicarakan demokrasi Indonesia, bagaimanapun juga
tidak terlepas dari periodesasi sejarah politik di Indonesia, yaitu apa yang disebut sebagai
periode pemerintahan massa revolusi kemerdekaan, pemerintahan demokrasi
liberal, pemerintahan demokrasi terpimpin, dan pemerintahan demokrasi pancasila :

 Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959


Demokrasi liberal adalah paham demokrasi yang menekankan pada kebebasan
individu, persamaan hukum, dan hak asasi bagi warga negaranya. Demokrasi liberal atau
sering disebut demokrasi parlementer, karena lembaga yang memegang kekuasaan
menentukan terbentuknya dewan (kabinet) berada di tangan parlemen atau DPR. Masa
demokrasi liberal yang parlementer, presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai
Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen,
akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
o Landasan demokrasi liberal adalah
1. maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945.
2. konstitusi RIS 1949 (pasak 116 ayat 2), dan
3. konstitusi UUD sementara tahun 1950 (pasal 83 ayat 2).
o Ciri-ciri demokrasi liberal adalah
1. adanya golongan mayoritas/minoritas, dan
2. penggunaan sistem voting,oposisi, mosi dan demonstrasi, serta multipartai.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
1. Dominannya partai politik.
2. Landasan sosial ekonomi yang masih lemah.
3. Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Bubarkan konstituante
2. Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS.

 Pelaksanaan demokrasi Terpimpin 1959 – 1966


Dekrit Presiden 5 juli 1959 merupakan tonggak terakhir masa berlakunya demokrasi
parlementer di Indonesia sekaligus awal berlakunya demokrasi terpimpin. Demokrsai
terpimpin adalah paham demokrasi yang berintikan musyawarah mufakat secara gotong-
royong antar semua kekuatan nasional progresif devolusioner berporoskan Nasakom
(Nasional, Agama, Komunis).
Demokrasi terpimpin juga disebut demokrasi yang tidak memperhatikan hak-hak asasi
warga negaranya, dan tidak pula mengenal lembaga kekuasaan dalam tata
pemerintahannya. Demokrasi terpimpin berlangsung mulai Juli 1959-april 1965.
Ciri khas Demokrasi Terpimpin adalah:
1. Dominasi dari presiden,
2. Terbatasnya peranan partai politi,
3. Berkembagnya pengaruh komunis, dan
4. Meluasnya peranan ABRI (TNI) sebagai unsur sosial politik.
5. Adanya rasa gotong royong,
6. Tidak mencari kemenangan atas golongan lain,
7. Selalu mencari sintesa untuk melaksanakan amanat penderitaan rakyat, dan,
8. Melarang propaganda anti nasakom, dan menghendeaki konsultasi sesama aliran progresif
revolusioner.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan
nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
1. Dominasi Presiden
2. Terbatasnya peran partai politik
3. Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
1. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
2. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden
membentuk DPRGR.
3. Jaminan HAM lemah.
4. Terjadi sentralisasi kekuasaan.
5. Terbatasnya peranan pers.
6. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.

 Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998


Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret
1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala
bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan
Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
o Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
o Rekrutmen politik yang tertutup
o Pemilu yang jauh dari semangat demokratisPengakuan HAM yang terbatas
o Tumbuhnya KKN yang merajalela Sebab jatuhnya Orde Baru
o Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
o Terjadinya krisis politik
o TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
o Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
Presiden

 Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.


Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari
Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.Demokrasi yang
dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah
demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan
penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak
demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi
Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu
pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR
hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta
terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang lain. Masa reformasi berusaha membangun
kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi.
2. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum.
3. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN.
4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “cratein” atau “cratos”
yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-
cratein atau demoscratos (demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam sistem
pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam
keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Saat ini, terdapat beberapa model demokrasi. Ada lima corak atau model demokrasi yaitu;
demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi sosial, demokrasi partisipasi dan
demokrasi konstitusional.
Nilai-nilai dari demorkasi membutuhkan Kesadaran akan pluralisme serta sikap yang
jujur dan pikiran yang sehat. sedangkan prinsip-prinsip demokrasi bertujuan untuk
mengontrol l atau kendali atas keputusan pemerintah, adanya pemilihan yang teliti dan jujur,
Adanya yang memilih dan dipilih, adanya kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman,
Adanya kebebasan mengakses informasi, serta adanya kebebasan berserikat yang terbuka.
Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar
dapat diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan demokrasi bertujuan
mempersiapkan warga masyarakat berperilaku dan bertindak demokratis, melalui aktivitas
menanamkan pada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran, dan nilainilai demokrasi.
Pendidikan demokrasi dapat saja merupakan pendidikan yang diintegrasikan ke dalam
berbagai studi, misal dalam mata pelajaran PPKn dan Sejarah atau diintegrasikan ke dalam
kelompok sosial lainnya.
Indonesia memiliki konsep demokrasi yang dilandasi oleh nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila yang kemudian dikenal dengan istilah Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila
adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup Bangsa
Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.
Perkembangan demokrasi Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sejarah sistem
kepemerintahan yang dijalankan di Indonsesia yang dijalankan sejak awal kemerdekaan
sampai bergulirnya reformasi hingga saat ini. Pada awal kemerdekaan (1950 – 1959)
Indonesia menjalankan demokrasi Liberal, dilanjutkan dengan demokrasi terpimpin (1959 –
1966). Pada masa pemerintahan orde baru (1956-1998) Indonesia bertekad melaksanakan
demokrasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, namun pada kenyataannya hal itu
tidak sesuai harapan karena pemerintah cendrung bertindak otoriter, lalu dilanjutkan masa
reformasi (1998-sekarang) dimana pada masa reformasi, demokrasi pada
dasarnya demokrasi yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945, dimana pada masa
reformasi ini dilakukan penyempurnan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan
yang tidak demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi
Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu
pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

3.2 Saran
Penulis menawarkan beberapa saran penting. Khususnya yang berkaitan dengan
persoalan kedaulatan rakyat sebagai tujuan dari demokrasi itu sendiri. Saran tersebut anatara
lain:
Pertama, apa yang menjadi kekurangan dan sejarah kelam bagi pelaksanaan
demokrasi Indonesia dimasa lalu hendaknya menjadi pembelajaran dan tidak diulang
kembali. Kedua, hendaknya masyarakat tidak terlalu eksklusif atau ekstrim dalam
memandang perbedaan keyakinan, agama, adat istiadat, perbedaan politik, dan lain
sebagainya. Sebab, perbedaan-perbedaan itu adalah bagian dari demokrasi. Ketiga,Sebaiknya
bagi semua warga negara/masyarakat, dalam pelaksanaan demokrasi, benar-benar
menyuarakan isi hatinya jangan hanya karena iming-iming hadiah berupa materi sehingga
lupa apa yang seharusnya disuarakan. dan Keempat, Bagi para elit politik dan pemerintah,
kiranya kehidupan rakyat lebih diperhatikan, jangan justru bekerjasama untuk membodohi
dan menipu rakyat.
Daftar Pustaka

Ahmad Syafii Maarif. 1985. Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan
Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES.

Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara.diaksek


dari http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. pada tanggal 15 September 2015.

Riyanto, Achmad. 2010. Konsep Demokrasi di Indonesi dalam


Pemikiran Akbar Tanjung dan A. Muhaimin Iskandar. Skripsi.di akses
dari http://digilib.uin-suka.ac.id Pada Tanggal15 September 2015.

[1] Mohtar Maso'ed.1999. Negara, Kapital, dan Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 24.
[2]Ahmad Syafii Maarif. 1985. Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan
Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES. hlm. 144.
[3] Ibid, hlm. 162.
[4] Mahfud dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 142.
[5] Sklar (dalam Rowland B. F. Pasaribu). 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 151.

[6] Almadudi (dalam Rowland B. F. Pasaribu). 2012. Demokrasi dan Sistem


Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 154.

[7] Robert A. Dhal (dalam Rowland B. F. Pasaribu). 2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 178.

[8] Zamroni dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 153.

[9] Udin S. Winataputra dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.Hal. 155.
[10] Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Depdiknas dalam Rowland B. F. Pasaribu.
2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id. Hal. 156.

[11] Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem


Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id. Hal. 158.

Anda mungkin juga menyukai