Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYOK

NEUROGENIK(STUDY KASUS)

KASUS :
Seorang laki-laki usia 50 tahun dibawa ke unit gawat darurat setelah mengalami insiden
kecelakaan. Keluarga mengatakan mobil ATV yang dikendarai pasien menabrak batu dan pohon
hingga mobil tersebut terbalik. Hasil pemeriksaan menunjukkan klien sadar dan bisa mengikuti
perintah, tekanan darah 88/60 mmHg, frekuensi pernafasan 14x/menit, SpO2 89%. Capilary
refill > 2 detik dan suhu 360C. Pasien tidak dapat menggerakkan kakinya. Hasil X-ray
menunjukkan adanya fraktur di C7.

PENUGASAN:
1. Apa jenis syok yang terjadi pada kasus diatas? Jelaskan definisi dan patofisiologinya!
2. Interpretasikan makna tanda dan gejala yang muncul pada kasus!
3. Apakah diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus tersebut dan susun
perencanaan intervensi?
4. Berikan rasionalisasi dari setiap intervensi keperawatan yang disusun!

JAWAB :
1. Jenis dari kasus diatas adalah syok neurogenik.
SYOK NEUROGENIK
A. Definisi
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi
karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik
juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi
pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala,
cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam). Penurunan tekanan darah sistemik sebagai akibat
terjadinya vasodilatasi perifer dan penurunan curah jantung. Vasodilatasi tersebut terjadi karena
menurunnya resistensi perifer yang disebabkan oleh gangguan saraf otonom sedangkan
penurunan curah jantung disebabkan oleh bertambahnya pengaruh nervus vagus pada jantung
sehingga terjadi bradikardi.

B. Etiologi
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

C. Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok
distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh
darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas
sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di
pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan
permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai
dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi
berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik
(cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau
vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut,
takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang
memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh
darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.

D. Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan
darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai
dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan.
E. Penatalaksanaan
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah
cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit
terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan. Penatalaksanaan Syok Neurogenik Konsep
dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin,
untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan
untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg). Posisi
Trendelenburg.
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari
pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan
oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-
500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan
urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif
(adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) : Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan
norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam
menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat.
Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini
merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah
normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan
kontraksi otot-otot uterus. Epinefrin pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan
sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan
pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik Dobutamin Berguna jika
tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat
menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga
mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk
mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.
Kesimpulan Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi
kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.

F. Kesimpulan
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang kompleks yang
mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi tetapi
petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Syok neurogenik merupakan
kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh
tampung (capacitance vessels). Penyebab syok neurogenik antara lain: Trauma medula spinalis
dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal), rangsangan hebat yang kurang menyenangkan
seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang, rangsangan pada medula spinalis seperti
penggunaan obat anestesi spinal/lumbal, trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom),
suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok
distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh
darah sistemik (systemic vascular resistance). Diagnosis syok kardiogenik Hampir sama dengan
syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak
bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia.
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan
efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.

2. Interpretasi makna tanda dan gejala dalam kasus.

Interpretasi tanda dan gejala syok Neurogenik.


Pada kasus neuregonik manifesasi yang muncul adalah hampir sama dengan syok pada umumnya
tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat,
bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak
sadar, barulah nadi bertambah cepat. pada gejala syok neurogenik manifestasi yang muncul
dengan penurunan denyut nadi yang lama menyebabkan pasien dengan syok neurogenik sulit
untuk diidentifikasi
Sedangkan pada kasus NO. 5 juga terdapat tanda dan gejala tersebut
a. TTV : TD = 88/60 mmHg. ND = 58 x/m, RR = 14 x/m, SB
b. SpO2 = 89 %, CRT > 2 detik
c. Pasien tidak dapat menggerakkan kakinya
d. Pemeriksaan x-ray : Fraktur pada C7
e. Kaki tidak bisa digerakkan
Interpretasi
a. Terdapat penurunan Tekanan Darah sistemik sebagai akibat terjadinya vasodilatasi perifer dan
penurunan curah jantung. Vasodilatasi ini terjadi karena menurunnya resistensi perifer yang
disebabkan oleh gangguan saraf otonom,
b. Sedangkan penurunan curah jantung disebabkan oleh bertambahnya pengaruh nervus vagus
pada jantung sehingga mengakibatkan bradikardi. (Smeltzer & Brenda 2013).
c. Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil.
d. Dalam vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara kedalam
vena besar. Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung akan menurun, bisa terjadi
penurunan saturasi oksigen dan CRT > 2detik
e. Hilangnya aktivitas neurologis karena Trauma di C7 mengakibatkan terjadinya quadriplegia
atau paraplegia, dalam kasus ditunjukkan dengan adanya kaki pasien tidak bisa digerakkan.
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan medulla spinalis
yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra servikalis dan ditandai dengan
kompresi pada medula spinalis daerh servikal. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan
dari badan tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d cedera di cervical 7
b. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan
vena
c. Hambatan mobilitas di tempat tidur b.d gangguan neuromuskular

4. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONALISASI

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d cedera di cervical 7


DO :
- Fraktur di C7
- Penurunan kapasitas vital :
- TD 88/60 mmhg
- Nadi 58x/menit
- SpO2 89 %
- Capilacy Reffill > 2 detik
- suhu 360 c
- RR : 14 x/ menit

NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien menunjukkan keefektifan pola
nafas, dengan kriteria hasil:
- NOC Label : Respiratory Status: Airway patency
- Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal
- Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
- NOC Label : Vital Signs
- Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-
60 mmHg, nadi 80-100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)

NIC :
Airway Management
a. Posisikan pasien head up (00 – 300)
b. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara
tambahan
c. Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai

Oxygen Therapy
d. Mempertahankan jalan napas paten
e. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
f. Monitor aliran oksigen

Respiratory Monitoring
g. Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas
h. Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan
i. Monitor suara nafas seperti snoring
j. Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-
stokes dll

Rasionalisasi :
a. Untuk mencegah sirkulasi darah ke otak.
b. Memonitor kepatenan jalan napas
c. Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen
d. Menjaga keadekuatan ventilasi
e. Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen
f. Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
g. Monitor keadekuatan pernapasan
h. Melihat apakah adanya gangguan pada ventilasi
i. Mengetahui adanya sumbatan pada jalan napas
j. Memonitor keadaan pernapasan klien

2. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan
vena
DO :
- TD 88/60 mmhg
- Nadi 58x/menit
- RR 14 x/mnit
- SpO2 89 %
- Capilacy Reffill > 2 detik dan suhu 360 c
- Pasien tidak dapat menggerakan kakinya
- Hasil X-ray fraktur di C 7

NOC :
Setelah dilakukan asuhan selam 1x 24 jam ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi
dengan kriteria hasil:
- Circulation status
- Neurologic status
- Tissue Prefusion : cerebral
- Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- Menunjukkan konsentrasi dan orientasi
- Pupil seimbang dan reaktif
- Bebas dari aktivitas kejang
- Tidak mengalami nyeri kepala

NIC :
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial)
a. Monitor TTV
b. Monitor status cairan
c. Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
d. Pertahankan parameter hemodinamik
e Tinggikan kepala 0-300 tergantung pada kondisi pasien.

Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)


f. Monitor tonus otot pergerakan
g. Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
h. Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus

Rasionalisasi :
a. Untuk mengetahui tingkat kesadaran klien
b. Untuk mengukur keseimbangan antara intake dan output cairan tubuh klien
c. AGD Untuk mengetahui kadar asam basa dalam darah klien, pupil isokhor menunjukkan
kenormalan serta ketajaman dari indra penglihatan
d. Untuk menjaga kestabilan tingkat kesadaran, dan mencegah terjadinya syok.
e. Untuk mencegah sirkulasi darah ke otak.
f. Untuk mengetahui tingkat kemampuan mobilisasi.
g. Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan tekanan intra kranial serta masalah pada sistem
neuron di cerebral spinalis.
h. Untuk mengkaji status kesadaran klien secara motorik dan sensorik

3. Hambatan mobilitas di tempat tidur b.d gangguan neuromuskular


DO :
- Pasien tidak dapat menggerakan kakinya
- Hasil X-ray fraktur di C 7

NOC :
Setelah diberikan perawatan 3x24 jam pasien akan:
- Mencapai mobilitas ditempat tidur, yang dibuktikan oleh pengaturan posisi tubuh; kemauan
sendiri, performa mekanika tubuh, gerakan terkoordinasi, pergerakan sendi aktif, dan mobilitas
yang memuaskan

NIC :
Exercise therapy : ambulation
a. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
c. Ajarkan pasien atau keluarga tentang teknik ambulasi
d. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
e. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

Rasionalisasi :
a. Untuk mengetahui kemampuan mobilisasi pasien di tempat tidur
b. Untuk mendapatkan rehabilitasi medik yang sesuai dengan kondisi pasien
c. Untuk dapat melakukan ambulasi yang tepat dan tidak memperparah efek cedera
neuromuskular
d. Untuk memenuhi kebutuhan ADL pasien saat tidak bisa melakukan mobilisasi
e. Memenuhi tingkat kenyamanan pasien

DAFTAR PUSTAKA

Shock. MBTCLS. Edisi Revisi. AGD 118 DinKes DKI J, Jakarta, 2012. p80-81.

Herdman, T.H.Kamisuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses : Definition &


Classification, 205-2017, Oxford: Wiley Blackwell.

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi 5th. St. Louis: Elsevier.
Bulecheck, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi 6th. St. Louis:
Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai