Anda di halaman 1dari 13

A.

KONSEP PENYAKIT
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Struktur anatomi fisiologi system reproduksi wanita terdiri dari struktur eksternal dan
internal.
a. Struktur Eksternal :
1. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris merupakan jaringan lemak subkutan berbentuk
bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat di atas simfisis
pubis. Mons pubis banyak mengandung kelenjar sabasea (minyak) dan
ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, yaitu
sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid. Rata-rata menarche
(awitan haid) terjadi pada usia 13 tahun. Mons berperan dalam sensualitas dan
melindungi simfisis pubis selama koitus (hubungan seksual). Semakin
bertambahnya usia, jumlah jaringan lemak di tubuh wanita berkurang dan
rambut pubis menipis. (Sarwono,2010).
2. Labia mayor
Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi
lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya
memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia monora,
berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia
minora, meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).
(Sarwono,2010).
3. Labia Minora (bibir kecil)
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit
yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah
klitoris dan menyatu denga fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior
labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama
dengan mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat

1
banyak membuat labia bewarna merah menurahan dan memungkinkan labia
minora membengkak, bila ada stimulus emosional dan stimulus
fisik.(Sarwono,2010).
4. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat
dibawah arkus pubis. Dalam keadaan titik terangsang, bagian yang terlihat
adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris di namai glans dan
lebih sensitif daripada badanya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans
dan badan klitoris membesar.(Sarwono,2010).
5. Vulva
Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai kebelakang
dibatasi perineum.(Sarwono,2010)
6. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong,
terletak diantara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari
muara atetra, kelenjar parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan
kelenjar paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholini).
Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh
bahan kimia (deodoran semprot, garam-garaman, busa sabun), panas rabas dan
friksi (celana jins yang ketat). (Sarwono,2010).
7. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak
pada pertemuan ujung bawah labia minora di garis tengah dibawah orifisium
vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette
dan himen. (Sarwono,2010).
8. Perineum
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan
yang menopang perineum adalah diafragma pevis dan urogenital. Perineum
terdiri dari otot-otot yang dilapisi, dengan kulit dan menjadi penting karena
perineum dapat robek selama melahirkan.(Sarwono,2010).
b. Alat Genetalia Internal :
1. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan
ovum, serta sintesis dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5-
5 cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada
bagian atas rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis
di antara muka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa

2
ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui
mesovarium. Dua fungsi ovarium juga merupakan tempat utama produksi
hormon seks steroid (estrogen, progesteron, dan androgen) dalam jumlah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.
(Mochtar, 2012)
2. Vagina
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rektum dan dibelakang
kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna di
vestibulum di antara labia minora vulva) sampai serviks (portio). Vagina
merupakan penghubung antara genetalia eksterna dan genetalia interna.
Bagian depan vagina berukuran 6,5 cm. Sedangkan bagian belakang
berukuran 9,5 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran
keluar dari uterus dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi sebagai organ
kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
merenggang secara luas. Ceruk yang terbentuk disekeliling serviks yang
menonjol tersebut disebut forniks; kanan, kiri, anterior dan posterior.(Mochtar,
2012)
Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan
progesteron. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan
selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dan mukosa vagina dapat digunakan
untuk mengukur kadar hormon seks steroid.(Mochtar, 2012)
Cairan vagina berasal dari serviks genetalia atas atau bawah. Cairan sedikit
asam. Interaksi antara laktobasilus bagina dan glikogen mempertahankan
keasaman. Apabila pH naik di atas lima, insiden infeksi vagina
meningkat.(Mochtar, 2012)
3. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh
peritoneum/serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.
Uterus wanita multipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada
wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70
gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram/lebih.
Uterus terdiri dari :
a. Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berisensi ke uterus.
b. Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang
terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri

3
terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi
utama sebagai janin berkembang.
c. Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibahawa
isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas
jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
d. Dinding uterus terdiri dari tiga lapis : endometrium, miometrium, dan
sebagian lapisan luas peritoneum parietalis.
(Mochtar, 2012)
4. Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara komu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai
rongga uterus. Panjang tuba falopii antara 8-14 cm. Tuba falopii oleh
peritoneum dan lumenya dilapisi oleh membran mukosa.(Mochtar, 2012)
Tuba falopii terdiri atas : pars interstialis : bagian tuba yang terdapat di
dinding uterus, pars ismika : bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars
ampularis : bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi, pars
infudibulum : bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen mempunyai
rumbai/umbul disebut fimbria. (Mochtar, 2012)
5. Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan
serviks uteri dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina
yang panjang dan bagian bagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar
2,5 sampai 3 cm, 1 cm menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil.
Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta jumlah serabut otot
dan jaringan elastic.(Mochtar, 2012)
2. Definisi
Sectio caesera adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono,2010).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 2012)
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian,2012)
3. Etiologi
Menurut Mochtar (2010) faktor dari ibu dilakukanya sectio caesarea adalah
plasenta previa, panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-eklamsi dan
hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.

4
Menurut Manuaba (2014) indikasi ibu dilakukan sectio caesara adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesara diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesara
sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
b. KPD (Ketuban Pecah Dini)
c. Janin Besar (Makrosomia)
d. Kelainan letak janin
e. Bayi kembar
f. Faktor hambatan jalan lahir
g. PEB (Pre-Eklemsi Berat)
(Manuaba,2014)
4. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
pendarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa, sectio caesara juga dilakukan
untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa
walaupun anak sudah mati. (Manuaba,2014)
5. Patofisologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). (Manuaba,2014)
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. (Manuaba,2014)
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen shingga menyebabkan terputusnya inkotinuitas jaringan, pembuluh
darah dan saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut).
Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan

5
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah
resiko infeksi. (Manuaba,2014)
6. Patway

Etiologi SC

Tindakan SC

Adaptasi Post Partum Anastesi Pembatasan cairan Insisi


peroral

Psikologis Fisiologis Badres Saraf Resiko pendarahan Luka


simpatis kekurangan vol.
cariran

Laktasi infulusi Peristaltik Kondisi diri Regenerasi sel darah Nyeri akut
merah

Prolaktin Pelepasan Obstipasi Resiko Mampuan Regenerasi sel


desi 2 cedera miksi darah merah

Produksi asi Kontraksi Perubahan pola HB


uterus eliminasi urin

Suplai O2

Hisapan Lochea
Resiko aspirasi

Menyusui in
efektif

(Manuaba,2014)

6
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2010), antara lain:
1) Nyeri akibat luka pembedahan
2) Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4) Aliran lokhea sedang bebas dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5) Kehilngan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
6) Emosi labil
7) Terpasang kateter urinarius
8) Auskultasu bising usus tidak terdengar atau samar
9) Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10) Status pulmonari bunyi paru jelas dan vaskuler
11) Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
12) Bonding dan Attachement pada anak yang baru dilahirkan

8. Pemeriksa penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah sebagai berikut :
1) Pemantauan EKG
2) JDL dengan diferensial
3) Pemeriksaan elektrolit
4) Pemeriksaan HB/Hct
5) Golongan darah
6) Urinalisis
7) Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8) Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9) USG
(Sofian,2012)
9. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vagina sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan

7
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Luka kandung kemih
d. Embolisme paru-paru
e. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesera
klasik. (Sofian,2012)
10. Penatalaksanaan
a. Perawatan awal
1. Letakkan klien dalam posisi pemulihan
2. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 30 menit jam berikutnya. Jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
3. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4. ranfusi jika ada indikasi syok hemoragik
5. Jika tanda vital dan hemotokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca
bedah.(Doenges,2010)
b. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama pernderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan DS 10% garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan. (Doenges,2010)
c. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minumman
dengan jumlah yang sedikt boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh. (Doenges,2010)
d. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi

8
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang
sedini mungkin setelah sadar
3. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler).
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke 5 pasca operasi. (Doenges,2010)
e. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita. (Doenges,2010)
f. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vilatlitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan carobansia seperti neurobian 1 vit. C
4. Perawatan luka. (Doenges,2010)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian data umum
a. Pengkajian fokus
1. Identitas klien dan penggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
(Doenges,2010)
2. Keluhan utama
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Data riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
klien operasi.

9
b. Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada
juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa)
(Doenges,2010)
2. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola perseps dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti baiasanya, terbatas
pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak cepat lelah, pada klien
nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eliminasi
Pada klien post partum sering terjadi adanya perasaan sering/susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema, yang menimbulkan
infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk
melakukan BAB.
e. Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan. (Doenges,2010)
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna rambut,
ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum,
dan apakah ada benjolan.
b. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan.
c. Telinga

10
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan pernapasan cuping hidung.
d. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
e. Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abtensi vena jugularis.
f. Dada dan Payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bising usus atau
tidak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola
mamae dan papila mamae.
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawah pusat.
h. Genetalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu fases yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur, adanya
hemoroid.
j. Ekstremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
k. Tanda-tanda Vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh menurun.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka kering bekas
operasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.

11
D. Rencana Asuhan Keperawatan
No Tujuan dan Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan Rasional
Kriteria Hasil
1. Nyeri Nyeri Noc : Nic : 1. Untuk mengetahui
akut  Pain control 1. Kaji secara tingkat nyeri
berhubungan Kriteria Hasil : komprehensip pasien
dengan 1. Mampu mengntrol terhadap nyeri 2. Untuk
pelepasan nyeri (tahu termasuk mengalihkan
mediator penyebab nyeri, lokasi,karakteristi perhatian pasien
nyeri mampu k, durasi, dari rasa nyeri
(histamin, menggunakan frekuensi, kualitas, 3. Pemberian
prostaglandin) teknik non intensitas nyeri analgetik dapat
akibat trauma farmokologi untuk dan faktir mengurangi rasa
jaringan mengurangi nyeri, presipitasi nyeri pasien
dalam mencari bantuan). 2. Gunakan strategi
pembedahan 2. Melaporkan bahwa komunikasi
(section nyeri berkurang terapeutik untuk
caesarea) dengan mengungkapkan
menggunakan pengalaman nyeri
manajemen nyeri dan penerimaan
3. Menyatakan rasa klien terhadap
nyaman setelah respon nyeri
nyeri berkurang 3. Kolaborasi
pemberian
analgesic
2. Resiko infeksi Noc : Nic : 4. Normal salin
b.d trauma  Immune status 1) Bersihkan luka merupakan cairan
jaringan/luka  Risk control dengan normal isotonis yang
kering bekas Kriteria Hasil : salin sesuai dengan
operasi 1) Klien bebas dari 2) Ajarkan klien dan cairan di tubuh
tanda dan gejala keluarga untuk 5. Memandirikan
infeksi melakukan pasien dan
2) Mendiskripsikan perawatan luka keluarga
proses penularan 3) Berikan penjelasan 6. Agar keluarga
penyakit, factor kepada klien dan pasien mengetahui
yang mempengaruhi keluarga mengenai tanda dan gejala
penularan serta tanda dan gejala dari infeksi
penatalaksanaanya. dari infeksi Pemberian antibiotic
3) Menunjukkan Kolaborasi untuk mencegah
perilaku hidup sehat pemberian timbulnya infeksi
antibiotik

12
3. Ansietas Noc : Nic : 1. Klien dapat
berhubungan  Anxiety level 1. Mendengarkan mengungkapkan
dengan  Coping penyebab penyebab
kurangnya Kriteria Hasil : kecemasan klien kecemasannya
informasi 1. Klien mampu dengan penuh sehingga perawat
tentang mengidentifikasi perhatian dapat menentukan
prosedur dan mengungkapkan 2. Menganjurkan tingkat kecemasan
pembedahan, gejala cemas keluarga untuk klien dan
penyembuhan 2. Vital sign dalam tetap menentukan
dan batas normal mendampingi intervensi klien
perawatan 3. Postur tubuh, klien selanjutnya,
post operasi. ekspresi wajah, 3. Mengurangi atau 2. Dukungan
bahasa tubuh dan menghilangkan keluarga dapat
tingkat aktivitas rangsangan yang memperkuat
menunjukkan menyebabkan mekanisme
berkurangnya kecemasan pada koping klien
kecemasan klien sehingga tingkat
ansietasnya
berkurang
3. Pengurangan atau
penghilangan
rangsang
penyebab
kecemasan dapat
meningkatkan
ketenangan pada
klien dan
mengurangi
tingkat
kecemasanya

13

Anda mungkin juga menyukai