Anda di halaman 1dari 59

42

BAB III
GEOLOGI DAN KEADAAN ENDAPAN

3.1 Geologi Kabupaten Ketapang

Secara regional di daerah penyelidikan termasuk dalam Peta Geologi Bersistem


Lembar Ketapang – 1411, di mana formasi batuan penyusun dari muda ke tua
adalah sebagai berikut ( E.Rustandi (GRDC) & F. De Keyser (AGSO), 1993):
1. Endapan Aluvium (Qa)
Merupakan endapan permukaan Kuarter yang terdiri dari kerikil, pasir, lanau,
kadangkadang gambut. Bersifat lepas. Umumnya mengisi daerah pantai dan
daerah aliran sungai besar.
2. Rombakan Lereng, Talus (Qs),
Berupa rombakan kerakal dan bongkah batuan yang kasar, berumur Kuarter,
menjemari dengan alluvium dan endapan rawa.
3. Basal Bunga (Kubu)
Terdiri dari batuan basal berwarna hitam sampai kelabu tua dan pejal, selain itu
terdapat dasit, andesit kelabu kehijauan, lava, tufa litik-kristal dan breksi
gunungapi dimana pada alasnya terdapat batupasir sedang sampai halus,
diperkirakan berumur Kapur Akhir – Paleosen. Batuan ini tidak selaras diatas
Komplek Ketapang, Batuan Gunungapi Kerabai dan Granit Sukadana serta
menindih Granit Sangiyang.

4. Formasi Granit Sangiyang (Kusa)


43

Merupakan batuan beku pluton berkomposisi granitik alkali-feldspar leukokratik.


Batuan ini mengerobos formasi Granit Sukadana (Kus), Batuan Gunung Api
Kerabai (Kuk) dan mungkin juga menerobos Basal Bunga (Kubu).
5. Formasi Granit Sukadana (Kus)
Merupakan batuan pluton; banyak mempunyai banyak jenis/tingkatan: Monzonit
Kuarsa, Monzogranit, Syenogranit dan Granit Alkali-Feldspar, sedikit Syenit
kuarsa, Monzodiorit Kuarsa dan Diorit kuarsa dan syenogranit, langka diorit dan
gabro, beberapa mengandung olivin retas dan urat aplit tingkat akhir bersifat
lokal; Macam-macam tingkatan kuarsa feldspar alkali (umumnya pertit atau
mikropertit) plagioklas (biasanya berlajur) biotit, hornblenda, klinopiroksen,
ortopiroksen, dan hasil ubahannya yang umum berupa granit alkali-felspar
mengandung ribekit dan atau arsvendosit; K-felspar setempat-setempat
terkaolinisasikan, terutama syenit kuarsa, dan granit alkali felspar.
Metasomatis potas tingkat lanjut diperlihatkan oleh munculnya K-felsfar dari dua
generasi dalam beberapa batuan (satu yang terkaolinisasi lebih tua, dan yang
muda yang lebih segar yang setempat-setempat mengandung mineral mafik dan
mineral-mineral lainnya); Mineral mafik umumnya dalam gumpalan, dan jelas
adanya macam-macam kandungan mineral dalam satu singkapan memberikan
dugaan bahwa satuan ini berasal dari pencampuran susunan magma.
Formasi ini menerobos dan secara termal mengubah Malihan Pinoh dan Komplek
Ketapang; dianggap menerobos Granit Belaban; menerobos dan menindih batuan
Gunungapi Kerabai, dengan mana kelihatannya berkerabat; diterobos oleh granit
Sangiyang dan oleh retas–retas dan sill–sill mafik sampai felsik, ditindih oleh
Basal Bunga. Formasi ini terbentuk pada Kapur Akhir. Batuan terobosan
metalumina yang mengandung cukup soda dengan sedikit kandungan paralumina
dan jarang perakalin. Batuan Terobosan setelah penunjaman. Jenis 1 kemungkian
terjadi akibat leburan sumber batuan beku basa yang terpecah di bagian bawah
kerak. Penyebarannya meliputi perbukitan dan rangkaian perbukitan di seluruh
wilayah lembar peta termaksuk kepulauan-kepulauan di sekitarnya.
6. Formasi Gunungapi Kerabai (Kuk)
Tersusun dari batuan piroklastik (abu, lapili, kristal, tufa kristal dan litik, breksi
gunung api dan aglomerat) umumnya berkomposisi Basaltik dan Andesitik;
mengandung mineral dolerit, trakhiandesit, krotofir kuarsa; Beberapa
44

berkomposisi dasitik, riodasitik dan riolitik umumnya terdapat setempat-setempat;


Terdapat terobosan dan lava porfiritik, umumnya pecah-pecah, terubah secara
hidrotermal dan terpotong oleh urat-urat klorit - epidot. Susunan piroklastik tufa
berwarna fresh hijau sampai kelabu, di mana umumnya dalam keadaan lapuk
memberikan bermacam-macam warna yaitu coklat, merah dan kuning, terdapat
mineral-mineral pofiroklas dari felspar yang tersausuritisasi, hornblenda, augit,
sedikit kuarsa, hipersten dan biotit, sedikit olivin, fragmen batuan daripada batuan
gunung api berbutir halus. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas dan
setempat-setempat berjemari dengan Komplek Ketapang; tidak selaras dengan
Formasi Granit Laur, diterobos dan menindih Formasi Granit Sukadana yang
terlihat berkerabat; diterobos Granit Sangiyang; ditindih oleh Basal Bunga.
Sebagian sama dengan Basal Bunga. Terbentuk oleh proses gunungapi subaerial
yang berumur Kapur akhir-Paleosen; Ketebalan Tidak diketahui; Penyebarannya
meliputi seluruh bagian dataran lembar peta membentuk dataran rendah diselatan
tetapi naik sampai >1000 mdpl di bagian utara. (Pieters & Sanyoto,1987;
termasuk Komplek Mantan dari de Kenser & Rustandi,1989).
7. Komplek Ketapang (JKke)
Tersusun dari Batuan pesamit dan terlapis secara pelitik, terlapis sedang sampai
tipis, terubah secara beraneka ragam oleh malihan termal dan ubahan hidrotermal:
batulempung, batupasir halus-kasar dan lepungan yang serisitan (setempat-
setempat lanauan dan bersilang siur), arenit litik (Beberapa tufaan atau
mengandung pecahan batuan gunung api hasil ‘rework’). Serpih (setempat-
setempat pasiran), dan batusabak; Kadang-kadang gampingan membentuk batuan
kalk-silikat. Batuan terangkat dan terlipat, umumnya dengan kemiringan antara 30
derajat sampai tegak. Terdapat fosil Mikroflora Lanjut Caytonipollenites
(Muller,1968; Albian Akhir-Cenomanian), dan satu conto terlihat kaya akan
sepon litistid yang mungkin berumur Jura. Satuan ini terbentuk secara tidak
selaras di atas Malihan Pinoh tetapi tak terlihat kontaknya; Tidak selaras dan
setempat-setempat berjemari dengan batuan Gunugapi Kerabai; Tidak selaras di
bawah Basal Bunga; Diterobos oleh Granit Sukadana dan Granit Sangiyang;
kontak dengan Granit Belaban tidak terlihat. Mungkin dapat disebandingkan
dengan batupasir Kempari di Ngataman. Berumur Jura- Kapur Akhir. Ketebalan
tidak diketahui; Penyebarannya meliputi wilayah tanah rendah yang secara
45

topografi tidak jelas bentuknya, tersebar di banyak wilayah lembar peta, termasuk
Pulau Cempedak, (van Bemmelen,1939; de Keyser & Rustandi,1989).
8. Batuan Malihan Pinoh (PzTRp)
Terdiri batuan kuarsit berwarna kelabu tua, terhablur ulang mengandung anortit,
kaya turmalin, genes klinopiroksin-hornblende, mengandung klinozoisit dan
skapolit, dan batuan migmatik; sekis mika dan kuarsit mika dengan biotit
porfiroblastik, andalusit, garnet, muskovit sekunder dan turmalin local; sekis
andalusit-mika. Batuan ini diperkirakan berumur Paleozoik – Trias, berada tidak
selaras dibawah Komplek Ketapang, diterobos dan termalihkan secara termal oleh
Granit Sukadana termasuk dalam Zona C, yaitu Daerah Kontinen Dataran Sunda.
Kondisi Zona C di Kalimantan Barat kurang stabil karena tidak mengalami
Diastrofisma Tersier. Struktur lipatan berarah barat-timur. Struktur kelulusan dan
patahan berkembang di bagian timur, pada batuan beku berumur kapur, umumnya
berarah barat laut-tenggara.

(Sumber : Badan Pusat Geologi Kabupaten Ketapang)


Gambar 3.1
Peta Geologi Kabupaten Ketapang (Lampiran III.1)
46

3.2 Stratigrafi Kabupaten Ketapang


Umumnya batuan dasar di wilayah Ketapang berupa batuan granit dan batuan
gunung api yang tersebar dan terpisah-pisahkan oleh singkapan batuan sedimen
pra-Tersier dan sedikit batuan malihan.Berdasarkan stratigrafinya, batuan tertua
berumur Trias – Jura Awal berupa batuan Malihan Pinoh yang terdiri dari kuarsit,
gneiss, sekis mika dan kuarsit mika. Pembentukan batuan malihan ini
diperkirakan berasosiasi dengan intrusi granit Sukadana pada zaman Kapur Akhir.
Diatas batuan Malihan Pinoh dianggap tidak selaras diendapkan batuan Komplek
Ketapang pada zaman Jura – Kapur Akhir. Satuan batuan ini berkomposisi batuan
sedimen dan beberapa bagian terubah menjadi batuan metamorf termal. Batuan
sedimen terdiri atas batulempung, batupasir halus-kasar, arenit litik, serpih dan
batusabak. Satuan batuan ini diterobos oleh granit Sukadana dan Granit
Sangiyang pada Kapur Akhir.

(Sumber : Badan Pusat Geologi Kabupaten Ketapang)


Gambar 3.2
Stratigrafi Kabupaten Ketapang (Lampiran III.2)
47

Batuan Gunungapi Kerabai berumur Kapur Akhir-Paleosen, diendapkan tidak


selaras diatas dan setempat-setempat menjemari dengan Komplek Ketapang; tidak
selaras diatas Granit Laur yang berumur Kapur Awal. Satuan batuan ini diterobos
dan menindih Granit Sukadana dan Granit Sangiyang. Komposisi batuan
Gunungapi Kerabai umumnya terdiri atas andesit, basal, riolit, dasit dan ridasit,
serta kebanyakan batuan piroklastik berupa tuff litik dan kristal, breksi volkanik
serta aglomerat.

Satuan Basal Bunga diendapkan secara tidak selaras diatas Komplek Ketapang,
Batuan Gunungapi Kerabai dan Granit Sukadana serta menindih Granit
Sangiyang. Satuan ini berumur Kapur Akhir – Paleosen dengan komposisi batuan
intrusi : basal, dasit , andesit dan batuan piroklastik lava, tuf litik-kristal, breksi
volkanik dan batupasir sedang-halus.Pada zaman Oligosen - Miosen diendapkan
satuan Batuan Terobosan Sintang dengan komposisi batuan piroklatik berupa tuf
riodasit. Endapan paling muda berumur Kuarter berupa endapan talus, Aluvium
dan Rawa terdiri atas bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau, dan lumpur.

3.3 Geomorfologi Kabupaten Ketapang


Sebagian besar wilayah Ketapang merupakan suatu peneplain, dan secara
berangsur ke arah timur berubah menjadi morfologi bergelombang dan tanah
tinggi pegunungan. Pembagian morfologi wilayah Ketapang dapat dibedakan
menjadi dataran (pantai) alluvium dan litoral, Dataran rendah bergelombang dan
Dataran tinggi pegunungan. Kabupaten Ketapang merupakan kabupaten terluas,
memiliki pantai yang memanjang dari selatan ke utara dan sebagian pantai, yang
merupakan muara sungai, berupa rawa – rawa terbentang mulai dari Kecamatan
Teluk Batang, Simpang Hilir, Sukadana, Matan Hilir Utara, Matan Hilir Selatan,
Kendawangan dan Pulau Maya Karimata, Sedangkan daerah hulu umumnya
berupa daratan yang berbukit – bukit dan diantaranya masih merupakan hutan.
48

(Sumber : Badan Pusat Geologi Kabupaten Ketapang)


Gambar 3.3
Peta Morfologi Kabupaten Ketapang (Lampiran III.3)

Dataran alluvium dan litoral merupakan dataran yang kurang aliran sungai dan
umumnya berawa dengan elevasi umumnya kurang dari 100 meter diatas muka
laut. Dataran ini melebar dari pantai ke pedalaman sejauh 70 km. Morfologi ini
dicirikan oleh sungai meander dengan potongan-potongan meander dan danau
oxbow, serta bentukan geologi batuan keras seperti granit dan batuan gunungapi.
Bagian dataran yang paling ekstensif terdapat dibagian utara wilayah Ketapang
dibuktikan dengan aktifnya proses sedimentasi di masa lalu. Beberapa bentukan
batuan keras di wilayah dataran menghasilkan morfologi yang menonjol terisolasi
berupa gunung pulau (inselberg) di lingkungan dataran.
Dataran rendah bergelombang memperlihatkan bentang alam bergelombang
terdiri dari bukit-bukit membulat dan peneplain yang tertoreh. Elevasi topografi
berkisar 100 meter hingga 800 meter diatas muka laut. Sungai-sungainya mengalir
membentuk pola aliran dendritik, sungai besar diapit oleh dataran banjir dan rawa-
rawa. Proses pelapukan sangat kuat dan regolit yang tebal meluas di wilayah
dataran rendah. Endapan alluvium tipis dan sedikit-sedikit, hanya terbatas di
daerah dekat sungai-sungai besar.Morfologi Dataran tinggi terdapat dibagian
timur laut dan tenggara Ketapang yang membentuk penonjolan dengan bentang
49

alam pegunungan dimana puncak-puncaknya mencapai ketinggian lebih dari 800


meter diatas muka laut. Morfologi ini dicirikan oleh lereng yang terjal, relief
tinggi, topografi muda, lembah berbentuk V dan erosi yang kuat. Singkapan
batuan lebih banyak dan lebih segar. Secara garis besar daerah penelitian dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: 1. Morfologi perbukitan terjal, menempati daerah-
daerah dengan ketinggian >140m di atas permukaan laut dengan lereng >40%. 2.
Perbukitan bergelombang, memiliki ketinggian antara 25-140m di atas permukaan
laut. Kemiringan lereng antara 15-40%. 3. Daerah dataran dengan ketinggian 10-
25m di atas permukaan laut, menempati daerah sekitar aliran sungai, rawa-rawa
dan lembah antar bukit dengan kemiringan. Sungai terpanjang di Kabupaten
Ketapang adalah sungai Pawan yang menghubungkan Kota Ketapang dengan
Kecamatan Sandai, Nanga Tayap dan Sungai Laur serta merupakan urat nadi
penghubung kegiatan ekonomi masyarakat dari desa dengan kecamatan dan
kabupaten. Adapun batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Ketapang adalah
sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Pontianak dan Kabupaten


Sanggau.
2. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Selat Karimata.
3. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Laut Jawa.
4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan
Kabupaten Sintang.
Daerah Kabupaten ketapang mempunyai luas wilayah 35.809 Km² (± 3.580.900
Ha) yang terdirid ari 33.209 Km² wilayah daratan dan 2.600 Km² wilayah perairan
serta memiliki 15 Kecamatan yaitu Kecamatan Matan Hilir Utara, Kecamatan
Matan Hilir Selatan, Kecamatan Kendawangan, Kecamatan Sukadana, Kecamatan
Teluk Batang, Kecamatan Simpang Hilir, Kecamatan Pulau Maya Karimata,
Kecamatan Tumbang Titi, Kecamatan Marau, Kecamatan Manis Mata,
Kecamatan Jelai Hulu, Kecamatan Sandai, Kecamatan Nanga Tayap, Kecamatan
Sei Laur dan Kecamatan Simpang Hulu.
50

3.4 Genesa Endapan Bauksit

Unsur senyawa yang diperhatikan merupakan ikatan pengayaan unsur tunggal


yang bereaksi terhadap media air dan mengendapkan senyawa baru, dalam
pertambangan bauksit senyawa tersebut adalah Aluminium trihidrat (Al2O3),
Besi trihidrat (Fe2O3), Silikat oksida (SiO2), Titanium oksida (TiO2) dan Total
silikat (R-SiO2). Intensifnya perkembangan laterit di daerah tropis basah
menyebabkan terbentuknya tanah laterit.
Pada umumnya Bauksit yang terbentuk adalah jenis gibsit yang terbentuk pada
lapisan tanah andosol dan catena, termasuk endapan bauksit residu hasil
pelapukan batuan (insitu). Setiap batuan dasar memiliki karakteristik bauksit
tertentu diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah laterit berwarna merah bata
dengan tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1-3mm
dengan ketebalan lapisan saprolit 7-10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah
laterit berwarna kuning keorange-an dengan kondisi batuan/sampel lebih halus
dengan mineral yang cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4-8m, dan
Diorit menghasil kan warna tanah cenderung coklat hingga coklat gelap dengan
tanah laterit berwarna kuning. Sering ditemukan rembesan air, boulder fresh rock,
lempung dan pasir silikaan pada bagian bawah dengan ketebalan lapisan saprolit
relatif lebih variatif yaitu antara 2-8m. Proses laterisasi pada bauksit terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu pelarutan, transportasi, dan pengendapan kembali
mineral. Faktor yang terpenting pada pelarutan adalah pH, solubility, dan
kestabilan mineral. Faktor yang berpengaruh pada transportasi dan pengendapan
kembali mineral adalah iklim, topografi, morfologi, dan mobilitas unsur. Hasil
pelapukan akan ditransportasikan oleh airtanah atau air hujan, kemudian
51

diendapkan kembali. Proses terjadi dengan baik pada permukaan tanah landai
dengan kemiringan tertentu, keadaan morfologi dan topografi yang cenderung
bergelombang miring. Ada beberapa pembagian dari Horizon yaitu:

1. Horison tanah adalah lapisan tanah atau bahan tanah yang kurang lebih sejajar
dengan permukaan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah dan
berbeda dengan lapisan disebelh atas ataupun bawahnya yang secara genetik ada
kaitannya. Yang biasanya disebut sebagai tanah penutup ( OB ) atau lapisan awal
yang biasanya berwarna coklat.

2. Tanah Laterit atau sering disebut juga dengan tanah merah merupakan tanah
yang berwarna merah hingga coklat yang terbentuk pada ligkungan yang lembab,
dingin, dan mugkin genangan-genangan air, Secara spesifik tanah merah memiliki
profil tanah yang dalam,mudah menyerap air memiliki kandungan bahan organik
yang sedang dan pH netral hingga asam dan banyak mengandung zat besi dan
aluminium sehingga baik digunakan pondasi bangunan karena mudah menyerap
air.

3. Gossan yaitu zona atau lapisan yang terjadi karena pelapukan ( laterisasi) yang
mengakibatkan rongga-rongga kosong yang dapat dimasuki air sehingga
mempercepat proses pelapukan, tetapi pada zona ini hanya sedikit yang
terkandung bauksit laterit dibadingkan pada zona saprolit.

4. Saprolit yaitu zona dimana mengandung bauksit laterit yang sangat tinggi kadar
aluminiumnya, sehingga penambangan bauksit dilakukan pada zona ini yang
mana ketebalannya berkisar 2-8 m.

3.4.1 Faktor yang terlibat dalam mempengaruhi ketebalan lapisan saprolit


diantaranya :

1. Waktu dan Perubahan Iklim

Batuan berumur Kapur-Holosen dengan rentang waktu ±143 juta tahun dimana
batuan beku dipastikan hadir pada saat 25 juta tahun lalu dengan intensitas
lapukan batuan dimulai 10 juta dimana kedudukan pulau Kalimantan telah stabil.
Kalimantan setiap tahunnya memiliki nilai curah hujan yang tinggi, yaitu sekitar
401-500 mm perbulan dengan temperatur daerah penelitian diperkirakan 32-40o
52

C, biasanya sangat panas disiang hari dan dingin dimalam hari. Rentang waktu
yang sangat lama dan kondisi perubahan iklim yang tidak menentu dengan
intensitas hujan sangat tinggi mengakibatkan endapan laterit bauksit dapat
terbentuk menyesuaikan jenis batuan serta rekahan struktur geologi.

2. Vegetasi dan Proses Pelapukan

Daerah penelitian dominan hutan, tetapi sebagian telah difungsikan sebagai


perkebunan. Sebagai salah satu daerah tropis, perkembangan tumbuhan yang
ditunjang curah hujan yang cukup menjadi faktor utama pelapukan batuan yang
ada. Hal ini ditunjukan dengan terbentuknya horizon tanah penutup setebal 20-
30cm. Pada daerah yang dominan vegetasi, sangat sulit untuk ditemukan batuan
dasarnya. Tanaman yang mati menghasilkan larutan asam humus yang
menyebabkan dekomposisi batuan dan mengubah pH larutan dalam tanah.
vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan
mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak
sehingga tanah humus akan lebih tebal.

3. Muka Air Tanah dan Morfologi

Berdasarkan pengamatan data testpit, beberapa menunjukkan ketinggian air


bawah permukaan dengan merembesnya air dilubang testpit. Kedalaman rata-rata
mata air ditemukan adalah 10-15m dengan ketinggian 105m dari permukaan laut
mengikuti morfologi yang terbentuk. Bauksit terdiri dari unsur senyawa seperti Al
dan Fe yang tidak mobile sehingga terendapkan kebawah permukaan dimana
sumber unsur tersebut. Media yang paling berpengaruh dalam proses pelindian
dan pengendapan kembali mineral adalah air. Ketika pada suatu daerah memiliki
kondisi muka air tanah yang tidak stabil (masih cenderung naik turun), maka akan
mengganggu proses ikatan senyawa yang ada dan proses lateritisasi akan terus
terjadi. Maka dari itu diperlukan kondisi muka air tanah yang tenang untuk
membentuk lapisan endapan laterit bauksit yang ideal.
53

4. Batuan asal yang kaya akan unsur Al

Phospat adalah unsur dalam suatu batuan beku atau sedimen dengankandungan
fosfor ekonomis. Biasanya kandungan fosfor dinyatakan sebagai
bone phosphate of lime atau triphosphate of lime atau berdasarkan kandungan.
Phospat apatit termasuk Phospat primer karena gugusan oksida
Phospatnya terdapat dalam mineral apatit "(a1)yang terbentuk selama
proses pembekuan magma. endapan Phospat berasosiasi dengan batuan beku
alkali kompleks! terutama karbonit kompleks dan sienit.Phospat komersil dari
mineral apatit adalah kalsium

5. Daerah subtropis dengan curah hujan yang tinggi

Daerah ketapang salahsatu daerah subtropics yang memiliki curah hujan yang
tinggi karena letak daerah ketapang berada di daerah perbukitan landai dengan
banyaknya unsur flora disana dan salah satu pulau yang terkena zona garis
khatulistiwa itu mempunyai iklim subtropis

6. Topografi undulating

Yaitu daerah yang tofografi nya relative bergelombang dan berada di atas rata –
rata permukanan laut yang cukup tinggi berbukit, atau bergunug.

7. Proses pembentukan di atas muka air tanah permanent

Dengan karakterristik ganesa pembentuk bauksit yaitu batuan yang terbawa atau
tertransformasi terbawa oleh media air karena air hujan menuju permukaan yang
lebih rendah biasa terjadi di daerah landai dengan meresap nya air yang membawa
batuan dasar yg mempunyai unsur bauksit itu terserapoleh batuan flora atau
tumbuhan melalui akar dimana berat bahan galian logam yang mempunyai berat
lbih di antara unsur lain yang otomatis terbawa oleh air yg meresap ke bawah
permukaan tanah dan biasanya tidak terlalu dalam hanya smpai 8m maksimal
pengendapan terjadi di bawah tanah.

Beberapa unsur yang sangat penting dalam endapan laterit bauksit adalah Al, Fe,
Si dan Ti. Perbandingan antara nilai Al dan Si merupakan patokan keekonomisan
tambang bauksit. Pada iklim tropis, Ca, Ni, Si dan Ti mengalami pelindian
54

terlebih dahulu dan lebih mobile dibanding dengan Al dan Fe.Pelarutan dan
penguraian plagioklas, alkali feldspar, besi, aluminium dan silika dalam larutan
akan membentuk suspensi koloid. Pada larutan, besi akan bersenyawa dengan
oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan
menghilangkan air dengan membentuk mineral geothit FeO(OH), hematit
(Fe2O3), dan kobalt (Co) dalam jumlah kecil, sedangkan Al akan mengendap
menjadi endapan bauksit Al2O3.2H2O (dalam hal ini bauksit secara umum).
Pengendapan dikontrol pH sebagai penetralisir reaksi kimia oleh tanah. Jika
konsentrasi air berkurang pada saat pengendapan laterit bauksit, maka buhmit dan
diaspor dapat terbentuk.
Selain itu, pengayaan unsur lainnya yang terikat bauksit adalah R-Si. Unsur ini
merupakan unsur terpisah dari Si yang terbentuk pada laterit bauksit, serta usnsur
yang dipertimbangkan dalam penambangan bauksit. Hal ini disebabkan karena
untuk menguraikan senyawa bauksit nantinya, perlunya penambahan NaOH untuk
mendapatkan bauksit murni. Proses pengayaan dan pengendapan laterit bauksit
paling baik pada topografi miring yang mana proses mobilitas unsur yang rendah,
karena pada bagian puncak cenderung untuk mengalirkan hasil erosi dan respirasi
air meteorik. Sedangkan pada bagian lembah, lebih banyak membentuk endapan
laterit Fe seperti hematit dan limonit sebagai hasil akumulasi material sedimen
serta peresapan larutan. Kehadiran kekar ataupun rekahan akan mempercepat
proses respirasi dan penghancuran batuan sehingga mempengaruhi pembentukan
zona deposit. Bauksit yang terbentuk adalah jenis gibsit yang terbentuk pada
lapisan tanah andosol dan catena, termasuk endapan bauksit residu hasil
pelapukan batuan (insitu). Setiap batuan dasar memiliki karakteristik bauksit
tertentu diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah laterit berwarna merah bata
dengan tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1-3mm
dengan ketebalan lapisan saprolit 7-10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah
laterit berwarna kuning keorange-an dengan kondisi batuan/sampel lebih halus
dengan mineral yang cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4-8m, dan
Diorit menghasil kan warna tanah cenderung coklat hingga coklat gelap dengan
tanah laterit berwarna kuning. Sering ditemukan rembesan air, boulder fresh rock,
lempung dan pasir silika.
55

3.4.1 Tipe Endapan Bahan Galian Dan Kondisi Geologi


Berdasarkan sendimentasi dan pengaruh tekotonik, karakteristik geologi tersebut
dapat dikelomokan menjadi 3 kelompok utama: kelompok geologi sederhana,
kelompok geologi moderat, dan kelompok geologi kompleks. Ketiga tingkat
komplktifitas geologi ini dapat terjadi di daerah tertentu. Uraian tentang batuan
umum untuk tiap – tiap kelompok tersebut beserta tipe lokalitasnya adalah sebagai
berikut.
1. Kelompok Geologi Sederhana
Endapan bahan galian dalam bentuk ini umumnya tidak dipengaruhi
secara signifikan oleh lipatan sesar, dan intrusi. Lapisan bahan galian pada
umumnya landai, menerus secara lateral sampairibuan meter, dan hamper
tidak tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan bahan galian
secara lateral dan kwalitasnya tidak memperlihatkan variasi yang
signifikan.
2. Kelompok Geologi Moderat
Bahan galian dalam kelompok ini didapatkan dalam kondisi sendimentasi
yang lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu telah mengalami
pengaruh tektonik dan pasca proses pengendapan, ditandai oleh adanya
perlipatan dan sesar. Kelompok ini dicirikan pula oleh kemiringan lapisan
dan variasi ketebalan lateral yang sedang serta berkembangnya
percabangan lapisan bahan galian, namun sebenarnya masih bias diikuti
sampai ratusan meter. Kualitas bahan galian secara langsung berkaitan
dengan tingkat perubahan yang terjadi baik pada saat proses sendimentasi
berlangsung maupun pasca pengendapan. Pada beberapa tempat instrusi
batuan beku pengaruhi struktur lapisan dan kualitas bahan galian.
3. Kelompok Geologi Kompleks
Bahan galian pada kelompok ini umumnya diendapkan dalam kondisi
sendimentasi yang kompleks atau telah mengalami deformasi tektonik
yang ekstensif yang mengakibatkan terbentuknya lapisan bahan galian
dengan ketebalan yang beragam. Kualitas bahan galiannya banyak
dipengaruhi oleh perubahan – perubahan yang terjadi pada saat proses
sendimentasi berlangsung atau pada pasca pengendapan seperti
pembelahan atau kerusakan lapisan (wash out).
56

3.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Bauksit


Beberapa faktor yang mempengaruhi pengendapan bauksit seperti yang
disebutkan oleh Alcomin (1974), adalah sebagai berikut:
1. Sumber batuan yang kaya akan unsur-unsur Al.
2. Wilayah Sub tropis dengan lingkungan penguapan yang tinggi.
3. Suhu harian rata-rata >25ºC.
4. Topografi bergelombang.
5. Daerah Stabil (old continental/stadium tua).
6. Formasi batuan yang berada diatas mata air permanen.
Beberapa faktor eksternal juga dapat mempercepat proses pelapukan seperti
struktur geologi, frekuensi curah hujan dan suhu harian yang tinggi (daerah
subtropis), dan juga asam organik. Yang terakhir ini berasal dari tanaman yang
akan menurunkan pH tanah menjadi <4. Pada pH <4 dan pH>9 elemen Al2O3
akan dilepaskan, tetapi SiO2 hanya akan terlepas pada pH> 9 - pH 10. Karena pH
normal air tanah adalah 7 maka pada kedalaman tertentu akan terjadi pelepasan
Al2O3 dan SiO2, hal ini sudah tentu terkait dengan topografi yaitu pada kondisi
slope yang pendek.
Unsur-unsur lain seperti Ca, Na, K dan Mg akan diangkut oleh air tanah melalui
sistem drainase pada daerah rendah ke daerah yang cekung. Sedimentasi residu
Al2O3SiO3 dan garam Fe pada pH antara 4 dan 9 disebabkan oleh normalisasi pH
tanah pada kedalaman tertentu. Pada kondisi pH 4-9, silika dari feldspar alkali
akan bercampur dengan air (H2O) membentuk silikat alumina hidrat dengan
Al2O3 SiO3 dan H2O.
Di daerah subtropis, dekomposisi dari kombinasi silikat akan berjalan lebih cepat
sehingga akumulasi dari oksida besi dan aluminium akan membentuk kongkresi
bauksit. Bentuk variasi dari kongkresi diantaranya adalah sub-rounded, tabular,
memperlihatkan bentuk anhedral dalam matriks lempung, serta terkadang berupa
lempung pasiran. Transportasi elemen terlarut dan sedimentasi residu sangat
dipengaruhi oleh topografi. Di daerah dengan morfologi gelombang rendah dan
stadium tua akan menghasilkan sirkulasi air tanah yang baik sebagai media
transportasi elemen, tetapi dengan syarat erosi vertikal tidak terjadi lagi. Jensen
dan Bateman, 1981 menjelaskan bahwa bauksit terbentuk sebagai sisa sedimentasi
57

pada atau dekat permukaan. Sedimentasi terbentuk dari hasil akumulasi mineral
aluminium silikat yang bebas massa kuarsa. Dalam proses konsentrasi tersebut,
terjadi perubahan volume hingga konsentrasi mencapai nilai komersial untuk
ditambang.

3.4.3 Mineralisasi Selama Proses Pembentukan Bauksit


Dalam bauksit ada preferensi untuk neomineralisasi hidroksida, oksida terhidrasi
dan oksida Al, Fe dan Ti, tetapi dalam hal ini lapisan silikat dan kuarsa pun dapat
terbentuk. Pembebasan unsur-unsur dari mineral atau batuan diatur oleh:
1. Obligasi dalam kisi kristal mineral yang akan hancur;
2. Kelarutan pada fase mineral sekunder;
3. pH dan Eh dari larutan;
4. Pengisian elemen, misalnya, Fe;
5. Suhu dan konsentrasi pelapukan larutan;
6. Ion lain dalam pelapukan larutan.
Bauksit di indonesia pada umumnya terbentuk dari proses sekunder berupa
pelapukan (lateritisasi) pada batuan beku yang kaya akan mineral yang
mengandung alumunium (feldspar) seperti granit, granodiorit, diorit, gabbro, dan
andesit. Syarat bauksit yang bernilai ekonomis adalah mengandung elemen Al2O3
yang tinggi, tetapi rendah total silika (TSiO2) dan rendah reaktif silika (RSiO2).
3.4 3 Proses Pembentukan Bauksit Laterit
Endapan Bauksit terbentuk dari proses laterisasi yaitu proses yang terjadi karena
pertukaran suhu secara terus menerus sehingga batuan asal mengalami pelapukan
(weathering) dan terpecah – pecah. Pada musim hujan, air memasuki rekahan –
rekahan dan menghanyutkan unsur – unsur yang mudah larut, sementara unsur –
unsur yang sukar / tidak larut tertinggal dalam batuan induk. Setelah unsur–unsur
yang mudah larut dari batuan induk seperti Na, K , dan Ca dihanyutkan oleh air,
residu yang ditinggalkan (disebut laterit) menjadi kaya dengan hidrooksida
alumunium (Al(OH)3) yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras
menjadi bauksit.
Proses pembentukan laterit bauksit memerlukan beberapa syarat antara lain :
1. Harus beriklim tropis atau subtropis. Musim hujan sebagai masa
pembentukan Al2O3 dan Fe2O3. Pada waktu hujan yang banyak berpengaruh
adalah asam humus, CO2 dan pH asam yang dapat merusak batuan. Pada
58

musim kemarau yaitu masa penghancuran silikat-silikat dan umumnya


terangkut dalam bentuk gel. Air dengan pH asam akan membawa silika dan
oksida besi dalam bentuk larutan, disamping itu silika umumnya mudah
larut dalam air hujan.
2. Batuan asal harus kaya alumina dengan perbandingan tertentu terhadap Fe
oksida (Al2O3 : Fe2O3 = 3 : 1) dan silika bila dalam jumlah besar harus
dalam ukuran sub mikroskopis dan tersebar. Batuan tersebut berada diatas
muka air tanah.
3. Daerah tersebut harus stabil dan landai, sehingga proses pengikisan sudah
tidak berjalan secara aktif. Keadaan demikian merupakan suatu peneplain
dengan bukit-bukit yang perbedaannya tidak mencolok serta mempunyai
pola aliran dendritik dalam stadium tua. Karena apabila terdapat lerenga-
lereng yang terjal, yang terjadi adalah proses pengikisan karena air akan
bergerak secara cepat.
4. Pergerakan air tanah secara horisontal yang lambat dan dalam waktu yang
lama, sehingga bahan-bahan hasil pelindian akan terangkut tanpa terjadi
pengikisan.
Batuan yang mengandung
feldspar

Proses pelapukan dan


pelarutan batuan asal oleh air

Pelarutan dan transportasi


unsur-unsur larut seperti (Ca,
Na, K)

Pengendapan residu hydrat


aluminium silicates dan Fe

Pembentukan endapan
bauksit lateritik

(Sumber : Geologinesia Endapan Bauksit)


Gambar 3.4
Bagan Alir Proses Pembentukan Bauksit
59

3.4.4 Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan


Dalam pembentukan bauksit, ada faktor-faktor yang menyebabkan terubahnya
batuan menjadi bauxite ore, antara lain :
a. Batuan asal (source rock)
Batuan asal merupakan hal terpenting dalam terbentuknya bauksit, karena
kandungan mineral yang dibawa oleh batuan asal akan berpengaruh pada
kandungan alumina yang terbentuk pada endapan bauksit. Bauksit di sini
merupakan hasil ubahan dari batuan yang kaya akan felsic dan potash
feldspar yang lapuk dan larut unsur-unsurnya (Ca, Na, K) akibat dari
transportasi air yang mengandung ion H+ yang banyak, dan dalam hal ini
batuan asal yang berupa batuan beku yang memiliki peran penting sebagai
batuan asal yang akan membentuk endapan bauksit, karena pada umunya
batuan beku memiliki kandungan felsic dan potash feldspar yang cukup
tinggi (>40%).
Contoh :
Ortochlase (potash feldspar) air asam Residu alumina
Potassium Alumunium Silicates (KAlSiO3O) melarutkan unsur K (Al2O3.3H2O)

Albite (sodium feldspar) air asam Residu alumina


Sodium Alumunium Silicates (NaAlSiO3O8) melarutkan unsur Na (Al2O3.3H2O)

Labradorite (calcium feldspar) air asam Residu alumina


Calcium Alumunium Silicates (CaAlSiO3O8) melarutkan unsur Ca (Al2O3.3H2O)

b. Air yang memiliki kandungan pH rendah atau ion H+ tinggi


Air di sini adalah air yang memiliki ion H+ yang tinggi, karena semakin tinggi
derajat keasaman yang dimiliki akan semakin mempercepat proses pelapukan
batuan asal. Selain melapukan batuan asal, air dengan ion H+ yang tinggi ini
melakukan dekomposisi ulang dengan cara melarutkan unsur terlarut dan
membawa unsur Fe ke dalam batuan sehingga memberi kesan warna
kemerahan dalam tanah, seperti warna korosi pada besi.
c. Lingkungan pengendapan yang stabil
Lingkungan pengendapan yang sering mengalami gejala-gejala geologi akan
lebih sulit membentuk endapan bauksit, karena proses pelapukan yang bisa
60

berjalan dengan lancar, akan terganggu akibat pergeseran dan penurunan tanah
yang membuat proses laterisasi terhambat akibat batuan asal yang
dilapukannya mengalami perubahan sebelum terendapkan dan terbentuk
senyawa alumina.
d. Curah hujan yang tinggi
Meskipun air dengan kandungan pH rendah yang banyak dapat untuk
meninggikan kadar Fe dalam tanah dan mampu untuk melapukkan batuan,
diperlukan juga kuantitas air yang cukup besar untuk membentuk tanah laterit.
Karena air dengan jumlah yang sedikit, kurang baik untuk melapukan seluruh
bagian batuan. Hal ini mengakibatkan batuan asal belum lapuk seluruhnya,
dan jika ore bauksit itu dipecah akan tampak fragmen batuan asal yang
mineralnya belum terlapukan sama sekali. Indonesia memiliki karakteristik
yang tropis dan bercurah hujan tinggi sepanjang tahunnya sehingga
mendukung terbentuknya endapan bauksit laterit.

(Sumber : Eksplorasi Baunsit Kabupaten Ketapang)


Gambar 3.5
Batuan yang mengalami pelapukan tingkat tinggi
61

e. Berada di daerah stadium tua


Proses pembentukan bauksit memerlukan daerah yang stabil, dimana proses
erosi vertikal sudah tidak aktif lagi. Kondisi yang demikian hanya terdapat di
daerah stadium tua. Namun diperlukan sirkulasi air tanah dalam rangka
transportasi unsur-unsur yang tidak larut.

3.4.5 Kondisi Regional Daerah Yang Berpotensi Terbentuknya Bauksit


3.4.5.1 Dari Segi Litologi
Bauksit terbentuk dari hasil pelapukan intensif dari batuan asal dengan kadar Al
tinggi, kadar Fe rendah dan kadar SiO2 rendah atau tidak ada sama sekali.
Secara geologi endapan bauksit terjadi karena proses pelapukan (residual
concentration) dari batuan yang kaya akan mineral felsic feldspar atau
mineral alumina silikat lainnya. Adapun batuan asal dapat membentuk endapan
bauksit berupa antara lain : Granit, Granodiorit, Syenit, Dasit, Trakhit, Monzonit,
Riolit dan “Tuff” Riodasit, serta beberapa di temukan berasal dari batuan
piroklastik yang mengalami proses laterisasi.

3.4.5.2 Dari Segi Morfologi


Pada pembentukan bijih bauksit berproses pada permukaan perbukitan yang
landai (undulating) sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi
endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan
sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk
topografi.. Dengan kata lain bila di pandang dari segi morfologi, wilayah yang
dapat terbentuk endapan bauksit diperkirakan pada ketinggian perbukitan landai.
dan tidak curam.
3.4.6 Bentuk Dan Penyebaran Endapan
Bijih bauksit terjadi di daerah tropis dan subtropis yang memungkinkan pelapukan
yang sangat kuat.. Bentuknya menyerupai cellular atau tanah liat dan kadang-
kadang berstruktur pisolitic. Secara makroskopis bauksit berbentuk amorf.
Kekerasan bauksit berkisar antara 1 – 3 skala Mohs dan berat jenis berkisar antara
2,5 – 2,6. Kondisi – kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan
bauksit secara optimum adalah ;
62

1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang kaya
alumunium
2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan
3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan mudah
4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering)
5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan
6. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata, yang mana memungkinkan
terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi minimum
7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan

Bauksit terbentuk dari batuan yang mengandung unsur Al. Batuan tersebut antara
lain nepheline, syenit, granit, andesit, dolerite, gabro, basalt, hornfels, schist, slate,
kaolinitic, shale, limestone dan phonolite. Apabila batuan-batuan tersebut
mengalami pelapukan, mineral yang mudah larut akan terlarutkan, seperti mineral
– mineral alkali, sedangkan mineral – mineral yang tahan akan pelapukan akan
terakumulasikan.Di daerah tropis, pada kondisi tertentu batuan yang terbentuk
dari mineral silikat dan lempung akan terpecah-pecah dan silikanya terpisahkan
sedangkan oksida alumunium dan oksida besi terkonsentrasi sebagai residu.
Proses ini berlangsung terus dalam waktu yang cukup dan produk pelapukan
terhindar dari erosi, akan menghasilkan endapan lateritik.Kandungan alumunium
yang tinggi di batuan asal bukan merupakan syarat utama dalam pembentukan
bauksit, tetapi yang lebih penting adalah intensitas dan lamanya proses laterisasi.
Bahan galian ini terdapat pada lapukan (residual soil) dari batuan yang
mengandung oksida alumunium monohidrat dan oksida besi yang membentuk
mineral diaspal (Al2O3OH) dan gipsit (Al2O3H2O) pada formasi Jambu (Ruj).
Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 – 65%, SiO2 1 – 12%,
Fe2O3 2 – 25%, TiO2 >3%,dan H2O 14 – 36%.

3.4.7 Sifat dan Kualitas Endapan


Bauksit (Al2O3.2H2O) bersistem octahedral terdiri dari 35 – 65 % Al2O3 , 2 – 10
% SiO2, 2 - 20 % Fe2O3, 1 - 3 % TiO2 dan 10 - 30 % air. Sebagai bijih alumina,
bauksit mengandung sedikitnya 35 % Al2O3, 5 % SiO2, 6 % Fe2O3, dan 3 %
TiO2.
63

Ada beberapa mineral Penyusun Bauksit, merupakan mineral heterogen yang


mempunyai mineral dengan susunan utama dari hidroksida alumunium yaitu:
Potensi dan Penyebaran Bauksit menurut, Tim Analisa dan Evaluasi Komoditi
Mineral Internasional Proyek Pengembangan Pusat Informasi Mineral (1984),
memiliki kandungan mineral utama alumunium hidroksida, yaitu berupa gibbsite,
bohmite, dan diaspore. Selain itu terdapat beberapa mineral pengotor lain seperti
silika, oksida besi, dan titanium. Biji bauksit ini kemudian diolah menjadi
alumunium. Sebagian besar alumunium yang dihasilkan digunakan untuk pabrik
peleburan alumunium, pemanfaatan lebih lanjutnya yaitu untuk bidang konstruksi,
transportasi, pengemasan dan listrik yang menggunakan bahan-bahan dari
alumunium. Alumunium juga dapat digunakan untuk keperluan lain, misalnya
yaitu untuk pembuatan batu tahan panas (refractories), industri gelas, keramik,
bahan penggosok, dan industri kimia.
3.4.8 Hubungan Kondisi Geologi Dan Genesa Endapan Dengan Teknik
Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi dilaksanakan berdasarkan data awal berupa
indikasi/gejala/petunjuk geologi dan proses pembentukan endapan bahan galian,
sehingga diperoleh karakteristik tertentu untuk daerah target tersebut. Indikasi
(gejala) geologi yang diamati merupakan hasil (produk) dari proses geologi
(asosiasi batuan, tektonik, dan siklus geologi) yang mengontrol pembentukan
endapan, yang kemudian dikaji dalam konteks genesa endapan berupa komposisi
mineral, asosiasi mineral, unsur-unsur petunjuk, pola tekstur mineral, ubahan
(alterasi), bentuk badan bijih (tipe endapan), dan lain-lain, menghasilkan
elemen- elemen yang harus ditemukan dan dibuktikan melalui penerapan
metode (teknologi) eksplorasi yang sesuai, sehingga dapat menjadi petunjuk
untuk mendapatkan endapan bijih yang ditargetkan (guide to ore). Secara
skematis hubungan tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.
64

Tektonik
(Struktur geologi)

GEJALA GEOLOGI GENESA ENDAPAN


Tatanan tektonik regional/lokal Metallogenic province
Struktur geologi Kontrol pembentukan bijih
Susunan stratigrafi Komposisi mineral/alterasi

TIPE KARAKTERISTIK ENDAPAN


Bentuk, ukuran, dan pola sebaran bijih
Proses dan zona pengkayaan

PEMILIHAN DAN PENERAPAN

(Sumber :Geologinesia Endapan Bauksit)


Gambar 3.6
Diagram Umum Hubungan Antara Genesa Endapan Dengan Pemilihan Metode
Eksplorasi

3.5 Eksplorasi
Eksplorasi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 4726:2011, pedoman,
pelaporan sumberdaya, dan cadangan mineral disusun oleh panitia Teknik 07-02
potensi kebumian adalah kegiatan penyelidikan geologi yang dilakukan untuk
mengidentifikasi, menetukan lokasi, ukuran, bentuk, letak, sebaran, kuantitas dan
kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat dilakukan
analisis/kajian kemungkinan dilakukanya penambangan. Dari ke-tiga pengertian
tentang eksplorasi diatas, dapat disimpulkan bahwa Eksplorasi adalah suatu
kegiatan lanjutan dari prospeksi yang meliputi pekerjaan-pekerjaan untuk
mengetahui ukuran,bentuk,posisi, kadar rata rata dan besarnya cadangan serta
“studi kalayakan” dari endapan bahan galian atau mineral berharga yang telah
diketemukan.Sedangkan Studi Kelayakan adalah pengkajian mengenai aspek
teknik dan prospek ekonomis dari suatu proyek penambangan dan merupakan
dasar keputusan investasi. Kajian ini merupakan dokumen yang memenuhi syarat
dan dapat diterima untuk keperluan analisa bank/lembaga keungan lainnya dalam
kaitannya dengan pelaksanaan investasi atau pembiayaan proyek. Studi ini
meliputi Pemeriksaan seluruh informasi geologi berdasarkan lkaporan eksplorasi
dan factor-faktor ekonomi, penambangan, pengolahan, pemasaran
hokum/perundang-undangan, lingkungan, social serta factor yang terkait
65

3.6 Kegiatan Eksplorasi Dilapangan


3.6.1 Eksplorasi Awal
Dalam tahap ini termasuk dalam eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian
yang diperlukan masih kecil sehingga peta-peta yang digunakan dalam eksplorasi
pendahuluan juga mempunyai skala yang relatif kecil, yaitu 1 : 50.000 sampai 1 :
25.000. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah :
1. Studi literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi
terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari survei-survei terdahulu), catatan-
catatan lama, laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei.
Setelah pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor
geologi regional dan provinsi metalografi dari peta geologi regional sangat
penting untuk memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan
galian dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang pernah terjadi,
dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.
2. Survei dan pemetaan
Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka survei
dan pemetaan singkapan (outcrop) atau gejala geologi lainnya sudah dapat
dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada,
maka perlu dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut
sudah ada peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan, karena survei bisa
langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan),
melengkapi peta geologi dan mengambil conto dari singkapan-singkapan yang
penting.

3. Orientasi Lapangan
Orientasi lapangan merupakan kegiatan pengamatan dan pengenalan keadaaan
lapangan baik secara morfologi, tataguna lahan, dan keadaan lapangan lainnya.
Pengamatan dapat langsung dilakukan pada saat kegiatan eksplorasi. Pada daerah
penelitian yang terletak di desa batang belian kecamatan air upas kabupaten
ketapang kalimantan barat berdasarkan pengamatan orientasi lapangan,
geomorfologi daerah penelitian termasuk dalam dataran rendah yang didominasi
perbukitan landai. Pada ekosistem flora terdapat hayati berupa hutan subtropis
66

yang didominasi pepohonan hutan dan semak belukar. Sedangkan jenis fauna
berdasarkan pengamatan lapangan terdapat hewan-hewan hutan seperti orang
utan, babi hutan, burung-burung, rusa, dan hewan lainnya.
4. Pola Pengambilan Conto

1. Pola Eksplorasi
Secara umum pola dasar eksplorasi bekerja dari lokasi yang sudah diketahui
(known area) menuju lokasi (tempat) yang belum diketahui (unknown area).
Akibat adanya faktor mineralisasi dan kondisi topografi, maka bentuk pola-
pola eksplorasi dapat dikelompokkan menjadi empat.

(Sumber: Modul eksplorasi mineral)


Gambar 3.33
Bentuk pola-pola eksplorasi
2. Pola bujursangkar (square), digunakan untuk;
Endapan-endapan yang mempunyai penyebaran isotrop (mineralisasi
homogen), atau isotrop topografi landai
3. Pola empat persegi panjang, digunakan untuk:
Endapan-endapan yang mempunyai penyebaran (mineralisasi) yang
mempunyai variasi bijih/kadar ke arah (p) lebih besar daripada variasi
kadar ke arah (q). topografi landai
4. Pola segitiga, digunakan untuk:
Endapan-endapan yang mempunyai penyebaran (mineralisasi) yang tidak
homogen. topografi bergelombang
Pola rhombohedron, digunakan untuk kondisi mineralisasi antara (a) dan
(b) Pola bujursangkar merupakan pola awal dalam eksplorasi, dengan
asumsi bahwa penyebaran mineral (mineralisasi) dalam arah Utara-Selatan
sama dengan arah Barat-Timur. Jika informasi tentang penyebaran
mineralisasi telah diperoleh dengan lebih detil, maka pola dasar
67

bujursangkar tersebut dapat berubah menjadi pola-pola lain sesuai dengan


kebutuhan (arah mineralisasi, topografi, dll) .
5. Pola Pengambilan Conto yang dipakai
Karena endapan bauksit yang berada di daerah ketapang mempunyai
penyebaran isotrop (mineralisasi homogeny), atau isotrop tofografi landai
maka pola ekplorasi pengambilan conto yang di pilih oleh PT. Harita
Prima Abadi Mineral (HPAM) yaitu pola ekplorasi bujursangkar (square)

Gambar Pola pengambilan sampel ridge and spur pada daerah punggungan bukit
5. Pengambilan Conto

Di dalam eksplorasi, pengambilan conto (sampling) merupakan suatu pekerjaan


yang sangat penting. Yang disebut sampling adalah suatu proses untuk
(mendapatkan sebagian kecil dari suatu massa yang besar (endapan) yang cukup
representatif untuk mewakili massa tersebut.Persoalan yang dihadapi di dalam hal
ini adalah bagaimana supaya dicapai suatu hasil yang representatif dengan cara
yang seekonomis mungkin.Pengambilan conto penting untuk :
1. Mengetahui kadar dari bijih dan penyebarannya.
2. Menghitung besarnya cadangan.
3. Perencanaan dan operasi penambangan yang sesuai.
4. Menentukan metoda pengolahan yang cocok.
Metoda dan jumlah dari conto sangat bergantung pada tipe endapan dan derajat
ketelitian yang dikehendaki. Untuk pengambilan contoh mengunakan Bulk
Sampling karena keadaan endapan yang tidak terlalu dalam dengan metode bulk
sampling, conto diambil dalam jumlah yang besar. Conto yang diambil berupa
sejumlah material tertentu yang diambil dari suatu trench dengan mempergunakan
buldoser. Untuk pengambilan conto nya PT. Harita Prima Abadi Mineral (HPAM)
68

mengambil beberapa titik saja sebagai perwakilan jenis bauksit yang ada di
wilayah Ijin Usaha Pertambangan. Salah satu titik yang diambil yaitu:

Kode tes pit x y


TPR10 474050 9754000
TPSD-277R 468950 9754500
TPSD-301AG 469300 9754500
TPSD-227R 470950 9754900
TPSD-5AR 470600 9753500
TPSD-7RD 470700 9753600
TPSD-03MA 468750 9751400

(Sumber : hasil pengolahan data topografi menggunakan Autocad 2007)


Gambar 3.44
Peta topografi Kabupaten Ketapang

Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian (sasaran langsung),


yang perlu juga diperhatikan adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan
batuan sedimen (jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya.
Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan alat-alat
seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter, serta tanda-tanda alami seperti
bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta geologi
dapat dilengkapi atau dibuat baru (peta singkapan).
Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan dan
dibuat penampang tegak atau model penyebarannya (model geologi). Dengan
69

model geologi hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan


cara acak, pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika
diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi tersebut kemudian harus diplot
dengan tepat di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.).
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan,
gambaran mengenai cadangan geologi, kadar awal, dll. dipakai untuk menetapkan
apakah daerah survei yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau
tidak. Kalau daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan
dengan tahap eksplorasi selanjutnya.

(Sumber : Eksplorasi Bauksit Ketapang)


Gambar 3.45
Hasil Pengamatan sampel dilapangan

2.1 Peralatan Lapangan


Pada kegiatan eksplorasi, khususnya pada saat survei dan pemetaan diperlukan
beberapa peralatan penunjang untuk memenuhi target kegiatan. Adapun peralatan
yang dibutuhkan antara lain :
1. Peta dasar daerah penelitian (skala disesuaikan dengan skala penelitian)
2. Kompas geologi
3. Palu geologi,
4. Panduan manual deskripsi lapangan
70

5. Loupe dengan pembesaran 10 x dan 20 x


6. HCL 0,1 N
7. Meteran
8. Kamera
9. Kantong sampel
10. GPS
11. Alat penunjang keselamatan, seperti pakaian standar lapangan
12. Alat- alat tulis.
13. Bulldozer

3.6.2 Eksplorasi Rinci


Eksplorasi endapan bauksit dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui letak
penyebaran, jumlah, kadar bijih, dan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada
pekerjaan penambangan selanjutnya antara lain menyangkut kemudahan
pengangkutan, tebal lapisan penutup, kondisi batuan dan lain sebagainya.
Data hasil eksplorasi ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan lokasi bijih
yang layak tambang, cara penambangan, proses pengolahan, dan kemudahan cara
trasportasi.

1. Perencanaan Eksplorasi
Perencanaan eksplorasi akan dilakukan pada daerah indikasi atau yang telah ada
data-data sebelumnya. Eksplorasi dilakukan di desa Batang Belian Kecamatan
Air Upas Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat. Pada tahap ini mula – mula
untuk perencanaan eklporasi kita haru mencari singkapan bauksit terlebih dahulu
agar memudahkan kita untuk memluai eksplorasi selanjutnya sebagai acuan
singkapan bauksit yang muncul ke permukaan. Dengan begitu kita menjadi lebih
mudah untuk melakukan eksplorasi awal
2. Metode Eksplorasi
Metode eksplorasi yang digunakan adalah metode ekplorasi geokimia karena
berdasarkan pertimbangan dari hasil ekplorasi awal yang memberikan
kesimpulan bahwa keadaan geomorfologi didaerah WIUP bergelombang dan
masih banyak vegetasi unsur hara yang mana dengan karakteristik tersebut
71

cocoku untuk memngunakan metode ekplorasi geokimia karena mineral yang


kita cari yaitu terdiri dari beberapa unsur mineral pengikut lain nya degan
eksplorasi geokimia informasi yang di dapat akn lebih detail. dengan membuat
sumur uji (test pit), yang disesuaikan dengan genesa yang mempengaruhi kondisi
endapan bijih, di mana bijih mempunyai penyebaran yang luas pada daerah yang
relatif datar hingga sedikit bergelombang, homogenitas tinggi serta distribusi
kadar yang tidak jauh berbeda. Metode sumur uji ini dianggap paling rendah
biayanya, mudah dan sederhana cara pengerjaannya dan masih representatif
hasilnya untuk perhitungan cadangan. Kita memilih metode sumur uji (test pit)
karena metode ini sangat cocok untuk bahan galian logam bauksit. Dengan kata
lain bahan galian logam bauksit ini tidak terlalu dalam seperti bahan galian logam
lainnya maka metode sumur uji ini sangat cocok untuk bauksit dan jumlah sumur
uji yang di buat bias cukup banyak karena dari pertimbangan biaya yang sangat
mudah dan hasil nya bias lebih akurat jika sumur uji yang di buat sangat banyak.
Metode ini berguna untuk menemukan bahan galian dan untuk memperoleh data-
data mengenai keadaan tubuh batuan (orebody) yang bersangkutan, seperti
ketebalan, sifat-sifat fisik, keadaan batuan di sekitarnya, dan kedudukannya.
Cara pengambilan contoh dengan metode ini paling cocok dilakukan pada tubuh
bahan galian yang terletak dangkal di bawah permukaan tanah, yaitu dimana
lapisan penutup (over burden) kurang dari setengah meter. Trench yang dibuat
sebaiknya diusahakan dengan cara-cara berikut :
1. Dasar selokan dibuat miring, sehingga jika ada air dapat mengalir dan
mengeringkan sendiri (shelf drained) dengan demikian tidak diperlukan
adanya pompa.
2. Kedalaman selokan (trench) diusahakan sedemikian rupa sehingga para
pekerja masih sanggup mengeluarkan bahan galian cukup dengan lemparan.
3. Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material penutup
sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya agar
kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Bila kebetulan
kedua parit uji itu dapat menemukan singkapan urat bijihnya, maka jurusnya
(strike) dapat segera ditentukan. Selanjutnya untuk menentukan bentuk dan
ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit uji yang saling sejajar
dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya
72

1. Penggalian Test Pit


1. Menentukan daerah/areal yang akan dieksplorasi, yaitu pada bukit-bukit
yang relatif landai dengan puncak yang luas
2. Pengukuran topografi dengan skala 1 : 2500 sampai dengan 1 : 1000,
dengan pemasangan patok-patok batas sekaligus nantinya digunakan
sebagai titik ikat
3. Penentuan titik sumur uji menggunakan Grid System, dari titik awal
dibuat dengan arah utara – selatan, pada jarak tertentu dibuat arah timur
barat, sehingga didapat pola tertentu.Titik awal ditempatkan di puncak
bukit, dari titik ini ditarik garis menyelusuri lereng-lereng bukit terus ke
bawah, dan pada ketinggian atau jarak tertentu dari puncak tersebut,
ditentukan titik-titik sumur uji lainnya.

(Sumber : Teknik Eksplorasi (Ign Sudarno, Iman Wahyono Sumarinda,


1981)
Gambar 3.46
Bentuk Penampang Sumur uji (test pit)

Kondisi yang harus diperhatikan pada waktu melakukan sampling dengan


metoda percontoan tanah adalah :

1. Cukup material yang diambil untuk analisis


Conto diambil dari horison yang sama (umumnya B)
Jika horison soil tidak berkembang, conto diambil pada kedalaman yang
sama
4. onto harus diambil dari jenis soil yang sama (residual / transported)
Faktor yang menyebabkan adanya kontaminasi pada sampel harus
diketahui.
73

Pemasangan patok-patok di titik/tempat di mana akan digali sumur uji (test pit).
Jarak antara sumur uji diambil 200 meter, bila analisa menunjukkan kadar yang
ekonomis, maka jaraknya diperkecil menjadi 100 m, 50 m, dan 25 m, untuk
mendapatkan data cadangan dengan kualifikasi “possible”, “probable” dan
‘prove”. Karena lapisan bauksit adalah horizontal dengan ketebalan rata-rata
sama, maka pola penempatan patok tersebut membentuk bujur sangkar. Setiap
patok diberi nomor sesuai dengan nomor sumur uji yang akan digali dan digambar
di peta .

(Sumber : Test pit bauksit Ketapang)


Gambar 3.47
Penggalian Sumur Uji (test pit)
Penggalian sumur uji sesuai dengan patok yang telah dibuat, dengan alat seperti :
cangkul papan, blencong, linggis, pungkis, tali dengan pengait untuk menarik
pungkis dari dalam lubang ke permukaan, pita ukur untuk mengukur kedalaman
sumur uji dan ketebalan lapisan korelasi bauksit.
Tenaga kerja 2 atau 3 orang bergantung keadaan, seorang sebagai penggali di
dalam sumur dan yang lainnya mengangkat bahan galian dari dalam sumur.
Bentuk sumur uji tersebut adalah empat persegi panjang dengan ukuran 1.20 x
0.80 meter persegi dengan arah panjangnya dibuat arah utara – selatan.
Penggalian dihentikan bila mencapai :
1. Batuan dasar ialah batu lempung
2. Bertemu bongkah batuan keras, yang biasanya adalah lensa hidroksida
besi. Penggalian biasanya dipindahkan ke tempat lain di dekat sumur uji
tersebut
3. Bila penggalian telah mencapai kedalaman 1.5 meter tetapi belum juga
ditemukan indikasi akan adanya bauksit
74

4. Bila penggalian mencapai air tanah sehingga akan menyulitkan pada


pekerjaan pembuatan sumur uji tersebut dan juga pada saat
penambangannya nanti.

5. Sebaran dan Pola Test pit


Pada kegiatan pembuatan test pit, pekerjaan yang tidak kalah penting dan sangat
krusial antara lain menentukan sebaran dan pola pembuatan test pit. Tentu dalam
hal ini banyak faktor yang harus diperhatikan, seperti keadaan arah dan
kemiringan endapan bauksit. Keadaan endapan (arah dan kemiringan) dapat
diketahui pada saat survei dan pemetaan dengan melakukan pengukuran
menggunakan kompas. Untuk mengetahui keadaan endapan secara detail,
dilanjutkan dengan melakukan pekerjaan pembuatan lubang test pit. Pada kegiatan
inilah, arah dan kemiringan endapan dapat dikethui secara lebih detail dan akurat.
Pada kegiatan eksplorasi rinci pembuatan test pit didaerah penelitian, sebaran da
pola test pit yaitu menggunakan pola bujur sangkar. Pemilihan pola ini
dikarenakan sesuai dengan kondisi morfologi daerah penelitian yang didominasi
dataran rendah dengan sedikit morfologi pegunungan. Sebaran test pit, tentu juga
memperhatikan arah kemenerusan endapan bauksit.

(Sumber: Hasil pengolahan data topografi dan sebaran test pit dengan Autocad 2007)
Gambar 3.48
Peta Sebaran test pit Daerah Ketapang

6. Pemerian/Diskripsi Bauksit
Pemerian bauksit dilakukan sebelum pengambilan contoh. Pada awalnya di
dalam pemerian bauksit ada penggunaan istilah “nodule” dan “konkresi”. Namun
dengan pertimbangan bahwa genesa bauksit berasal dari proses pelapukan
75

kimiawi, maka penggunaan istilah “konkresi” adalah yang lebih tepat daripada
instilah “nodule”. Oleh karena itu, dalam pemerian selanjutnya hanya
menggunakan istilah “konkresi” dan mengingat bentuk fisik dari “konkresi” ini
mempunyai variasi ukuran, maka dalam pemeriannya perlu dibuatkan standar
pemerian.

(Sumber : Uji test pit eksplorasi Bauksit Ketapang)


Gambar 3.49
Litologi Uji test pit endapan bauksit

Pada gambar 3.49 menunjukan bahwa litologi test pit memiliki tiga lapisan
berupa soil, endapan bauksit, dan clay. Lapisan clay merupakan tanda batas akhir
kedalaman pada saat penggalian pembuatan sumur uji (test pit). Pada contoh
deskripsi diatas (gambar 3.31), lapisan clay ditunjkan warna kuning dengan
kedalaman 1 meter, sedangkan lapisan endapan bauksit ditunjukan warna merah
kecoklatan dengan kedalaman 1,5-2 meter. Pada umumnya, untuk mencapai
kedalaman lapisan endapan, penggalian dilakukan hingga kedalaman 5 – 7 meter,
76

tergantung tebal lapisan endapan bauksit. Apabila telah mencapai lapisan clay,
maka penggalian tidak diteruskan. Pada kegiatan eksplorasi didaerah penelitian
ini, yang berada didesa batang belian kecamatan air upas kabupaten ketapang
kalimantan barat, pada umumnya kedalaman test pit hanya berkisar 2-7 meter.
Dilokasi penelitianmenunjukan bahwa keterdapatan endapan bauksit hanya pada
kedalaman 1,5 – 2 meter dari lapisan bawah soil. Setiap lubang test pit tentu
mempunyai kedalaman endapan masing-masing yang berbeda-beda.

Pada kegiatan eksplorasi pembuatan test pit ini, dilakukan pembuatan lubang
sumur uji dan sebarannya sebanyak 1.727 lubang test pit yang tersebar didalam
wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) Pt. Harita Prima Abadi Mineral
(HPAM) yang terletak di Desa Batang Belian Kecamatan Air Upas Kabupaten
Ketapang Kalimntan Barat. Berikut data test pit hasil eksplorasi rinci pada daerah
penelitian.

7. Sampling atau Pengambilan Conto


Pada kegiatan ini dilakukan pengambilan conto (sampling) dan pembuatan profil,
adapun metode yang dilakukan dalam sampling sebagai berikut:
1. Mengukur kedalaman sumur uji.
2. Menentukan batas antara zona-zona pada bauksit, yaitu OB (over burden),
ore bauksitdan zona lapuk lanjut (kong).
3. Mengukur kedalaman OB, ketebalan ore, dan batas antara ore dan kong.
4. Melakukan pemerian bijih bauksit dilapangan (bauxite discription).
5. Cara pengambilan conto pada dinding sumur uji adalah, setelah mengukur
tebal ore bauksit, maka ore tersebut dibagi pada setiap ketebalan 2 meter
dari batas atas ore. Tiap-tiap ketebalan 2 meter dilakukan pengambilan
conto sebanyak 4 buah ember pada satu sisi dinding sumur uji.
Pengambilan conto pada dinding sumur uji memanjang dari atas ke
bawah jadi tiap ember diisi sampel tiap 50 cm dengan berat sampel per
ember  5 kg. Kemudian apabila tebal ore 3 m maka 2 m bagian atas
diberi notasi A dan 1 meter ke bawah diberi notasi B. Pada notasi A
dilakukan pengambilan sampel sebanyak 4 ember kemudian diletakkan
dalam satu karung, dan notasi B dilakukan pengambilan conto sebanyak
2 ember dan diletakkan pada satu karung yang lain.
77

6. Pada masing-masing karung conto diberi pita yang telah dicantumkan


kode sumur uji, koordinat sumur uji, notasi dan kedalaman notasi, serta
tanggal pengambilan conto. Tujuan penyertaan pita tersebut agar conto
dapat dikenali dalam melakukan pencucian dan analisa laboratorium.

Lebar bukaan test pit

Tanah penutup

Lapisan Bauksit

Kong (penggalian dihentikan)

(Sumber: Eksplorasi Bauksit Kabupaten Ketapang)


Gambar 3.50
Sketsa Cara Pengambilan Conto Bauksit Dengan Sumur Uji

8. Metode Preparasi Conto


Kegiatan preparasi meliputi kegiatan pencucian, penirisan dan penimbangan
conto. Pencucian dilakukan dengan metode penyemprotan air dan dibantu
pembersihan dengan sikat kawat hingga kandungan clay yang ada dapat
dipisahkan. Penirisan dilakukan dengan bantuan sinar matahari hingga kondisi
bauksit kering. Penimbangan dilakukan 2 kali yaitu pada saat pengambilan conto
dari lubang test pit (sebelum dicuci) dan setelah pencucian, hingga diperoleh
harga concretion factor.Concretion factor adalah persen berat bauksit bersih tanpa
pengotor atau perbandingan berat bauksit setelah dicuci dan sebelum dicuci.
Tahapan preparasi conto yang dilakukan adalah sebagai berikut:
78

1. Conto dari lokasi ditimbang untuk mengetahui berat kotor.


2. Conto kotor dicuci dengan ayakan berukuran pada ayakan dengan bukaan
1cmdan5mm secara manual hingga bersih, agar butiran yang lolos
(matriks ) dan bahan pengotornya hilang.
3. Dilakukan pengeringan dengan diangin-anginkan atau dengan
menggunakan oven sampai 24 jam.
4. Conto kering yang bersih ditimbang, untuk mengetahui berat bersih.
5. Menghitung faktor konkresi (CF = berat bersih/berat kotor x 100 ).
6. Conto yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan hingga ukuran < 0,5
cm.
7. Conto di mixing dan quartering (pencampuran 4 bagian). Setelah itu
diambil 3 - 3,5 kg dari contoyang tersisa.
8. Dari 3 - 3,5 kg tersebut kemudian dilakukan quartering lagi agar menjadi
lebih homogen.
9. Dilakukan penghalusan, kemudian conto tersebut diayak dengan ukuran
mess 200.
10. Sampel yang lolos kemudian diambil 1 kg, yang 0,5 kg dianalisis di
laboratorium dan sisanya menjadi duplikat.
Conto yang sudah dipreparasi tersebut, selanjutnya dikirim ke laboratorium
untuk dilakukan analisis unsur-unsur Al2O3, Fe2O3, SiO2, TiO2, dan LOI. Untuk
sampel permukaan (out crop) mendapat perlakuan yang sama pada saat preparasi,
tetapi tanpa melalui proses quartering. Berikut merupakan bagan alir tahapan
preparasi conto.

Conto kotor

Ditimbang

Dicuci dengan ayakan #1 cm dan 1 mm

Pengeringan 24 jam

Conto bersih ditimbang


79

CF = (Berat bersih : berat kotor) x 100%

Conto dipecah ukuran <1 cm

Maxing dan Quatering

Conto diambil 1 kg

0,5 kg (duplikat) 0,5 kg (analisis lab)

(Sumber : Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2011)
Gambar 3.51
Bagan Alir Tahapan Preparasi Conto

9. XRF (X-ray fluorescence)


X-ray fluorescence (XRF) adalah emisi karakteristik "sekunder" (atau neon) sinar-
X dari materi yang telah gembira dengan membombardir dengan sinar-X
berenergi tinggi atau sinar gamma. Fenomena ini banyak digunakan untuk analisis
unsur dan analisis kimia, terutama dalam penyelidikan logam, kaca, keramik dan
bahan bangunan, dan untuk penelitian dalam geokimia, ilmu forensik dan
arkeologi.
80

(Sumber: Modul eksplorasi geokimia)


Gambar 3.31
Alat yang di gunakan dalam metode XRF (X-ray fluorescence)

Dalam analisis energi dispersif, dispersi dan deteksi adalah operasi tunggal,
seperti yang sudah disebutkan di atas. Counter proporsional atau berbagai jenis
solid-state detektor (dioda PIN, Si (Li), Ge (Li), Silicon Drift Detector SDD)
digunakan. Mereka semua berbagi sama deteksi prinsip: An X-ray foton masuk
ionises sejumlah besar atom detektor dengan jumlah muatan yang dihasilkan yang
sebanding dengan energi foton yang masuk. Tuduhan ini kemudian dikumpulkan
dan proses berulang untuk foton berikutnya. Kecepatan Detector jelas penting,
karena semua pembawa muatan diukur harus datang dari foton yang sama untuk
mengukur energi foton dengan benar (diskriminasi panjang puncak digunakan
untuk menghilangkan peristiwa yang tampaknya telah diproduksi oleh dua foton
sinar-X tiba hampir bersamaan).
Spektrum ini kemudian dibangun dengan membagi spektrum energi ke sampah
diskrit dan menghitung jumlah pulsa yang terdaftar dalam setiap bin energi. Jenis
detektor EDXRF bervariasi dalam resolusi, kecepatan dan sarana pendingin
(rendahnya jumlah pembawa muatan bebas sangat penting dalam detektor solid
state): counter proporsional dengan resolusi beberapa ratus eV menutupi low end
81

dari spektrum kinerja, diikuti dengan PIN detektor dioda, sedangkan Si (Li), Ge
(Li) dan Detektor Drift Silicon (SDD) menduduki high end dari skala kinerja.
Dalam analisis dispersif gelombang, radiasi panjang gelombang tunggal yang
dihasilkan oleh monokromator dilewatkan ke photomultiplier, detektor mirip
dengan Geiger counter, yang menghitung foton individu ketika mereka melalui.
Counter adalah ruang yang berisi gas yang terionisasi oleh X-ray foton. Sebuah
pusat elektroda dikenakan biaya (biasanya) 1700 V sehubungan dengan dinding
ruang melakukan, dan masing-masing foton memicu kaskade pulsa-seperti saat ini
di bidang ini.Sinyal diperkuat dan diubah menjadi mengumpulkan hitung
digital.Hitungan ini kemudian diproses untuk mendapatkan data analitis.
EDX spektrometer lebih unggul spektrometer WDX dalam bahwa mereka lebih
kecil, sederhana dalam desain dan memiliki bagian rekayasa sedikit.Mereka juga
dapat menggunakan tabung sinar-X miniatur atau sumber gamma.Hal ini
membuat mereka lebih murah dan memungkinkan miniaturisasi dan
portabilitas.Jenis instrumen ini umumnya digunakan untuk aplikasi penyaringan
kontrol kualitas portabel, seperti pengujian mainan untuk timbal (Pb), menyortir
potongan logam, dan mengukur kandungan timbal cat perumahan. Di sisi lain,
resolusi rendah dan masalah dengan menghitung tingkat rendah dan lama mati-
waktu membuat mereka rendah untuk analisis presisi tinggi. Mereka adalah,
bagaimanapun, sangat efektif untuk kecepatan tinggi, analisis multi-unsur.
Lapangan portabel XRF analisis saat ini di pasar berat kurang dari 2 kg, dan
memiliki batas deteksi pada urutan 2 bagian per juta timbal (Pb) dalam pasir
murni.

Hasil dari pengujian Lab diperoleh kadar sebagai berikut:


Kode x y notasi Ketebalan Ketebalan Sio2 FeO3 TiO2 Al2O3
ob ore
tes pit
TPR10 474050 9754000 A 0.5 2 4.11 8.48 1.93 56.14
TPSD- 468950 9754500 A 2.6 1.7 4.1 20.46 2.43 47.75
277R
TPSD- 469300 9754500 A 1.6 1.7 2.16 23.76 2.73 45.18
301AG
TPSD- 470950 9754900 A 1.8 2 2.82 33.64 1.75 39.24
82

227R
TPSD- 470600 9753500
A 2.1 0.5 12.89 14.07 0.28 48.3
5AR
TPSD- 470700 9753600
A 1.5 0.8 13.61 5.39 0.21 54.2
7RD
TPSD- 468750 9751400
A 0.4 1 18.96 3.59 0.24 51.79
03MA

3.7 Sumberdaya dan Cadangan


Pengertian sumber daya mineral dan cadangan menurut Badan Standarisasi
Nasional dalam draft Amandemen I SNI 13-4726-1998, adalah sebagai berikut:
a. Sumber Daya Mineral (Mineral Resource)
Sumber daya mineral adalah endapan mineral yang diharapkan dapat
dimanfaatkan secara nyata. Sumber daya mineral dengan keyakinan geologi
tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian kelayakan
tambang dan memenuhi kriteria layak tambang. Pembagian sumber daya mineral
adalah sebagai berikut:
1. Sumber Daya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource) adalah
Sumber Daya Mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan
perkiraan pada tahap Survai Tinjau.
2. Sumber Daya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah Sumber
Daya Mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil
tahap Prospeksi.
3.Sumber Daya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah
Sumber Daya Mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan
hasil tahap Eksplorasi Umum.
4.Sumber Daya Mineral Terukur (Measured Mineral Resource) adalah Sumber
Daya Mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil
tahap Eksplorasi Rinci.
Menurut Kode-KCMI(Komite Cadangan Mineral Indonesia)diklasifikasikan
kedalam tiga kategori yaitu:
1. Sumberdaya Tereka
83

Merupakan bagian dari sumberdaya dimana tonase, kadar, dan kandungan mineral
dapat diestimasi dengan tingkat kepercayaan rendah. Hal ini direka dan
diasumsikan dari adanya bukti geologi, tetapi tidak diverifikasi kemenerusan
geologi dan/ atau kadarnya.Hal ini hanya berdasarkan dari informasi yang
diperoleh melalui teknik yang memadai dari lokasi mineralisasi singkapan, puritan
uji, sumuran uji dan lubang bor tetapi kualitas dan tingkat kepercayaannya
terbatas atau tidak jelas. Batas kesalahan dari estimasi baik kuantitas maupun
kualitas adalah lebih dari 40%.
2. Sumberdaya Tertunjuk
Merupakan bagian dari sumberdaya mineral dimana tonase, densitas, bentuk,
karakteristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat
kepercayaan yang wajar. Hal ini didasarkan pada hasil eksplorasi, dan informasi
pengambilan dan pengujian conto yang didapatkan melalui teknik yang tepat dari
lokasi-lokasi mineralisasi seperti singkapan, puritan uji, sumuran uji, “
terowongan uji “ dan lubang bor. Lokasi pengambilan data masih terlalu jarang
atau spasinya belum tepat untuk memastikan kemenerusan geologi dan/atau kadar,
tetapi secara meruang cukup untuk mengasumsikan kemenerusannya.Batas
kesalahan kualitas maupun kuantitas adalah antara 20%– 40%.
3. Sumberdaya Terukur
Merupakan bagian dari sumberdaya mineral dimana tonase, densitas, bentuk,
karakteristik fisik, kadar dan kandungan mineral dapat diestimasi dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi. Hal ini didasarkan pada hasil eksplorasi rinci dan
terpercaya, dan informasi mengenai pengambilan dan pengujian conto yang
diperoleh dengan teknik yang tepat dari lokasi- lokasi mineralisaiseperti
singkapan, puritan uji, sumuran uji, “terowongan uji” dan lubang bor. Lokasi
informasi pada kategori ini secara meruang adalah cukup rapat untuk memastikan
kemenerusan geologi dan kadar.Batas kesalahan ini adalah kurang dari 20%.
84

b. Cadangan (Reserve)
Cadangan adalah endapan mineral yang telah diketahui ukuran, bentuk, sebaran,
kuantitas dan kualitasnya dan yang secara ekonomis, teknis, hukum, lingkungan
dan sosial dapat ditambang pada saat perhitungan dilakukan.
1. Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah Sumber Daya Mineral
Terunjuk dan sebagian Sumber Daya Mineral Terukur yang tingkat
keyakinan geologinya masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan
tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan
dapat dilakukan secara ekonomik.
2.Cadangan Terbukti (Proved Reserve) adalah Sumber Daya Mineral Terukur
yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah
terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomik. Secara
sistematik hubungan antara sumberdaya dan cadangan.
Parameter-parameter yang penting dalam estimasi dan perhitungan cadangan
meliputi:
1. Ketebalan endapan
Ketebalan endapan dapat diukur dari hasil pengamatan langsung, perhitungan
skala pada peta dan penampang, data pemboran dan logging atau perhitungan
yang kemudian ditentukan rata-ratanya.
2. Luas endapan
Luas endapan meliputi luas vertikal maupun horisontal. Pengukuran luas dapat
menggunakan planimeter dan dibaca paling sedikit dua kali kemudian diambil
rata-ratanya.
3. Berat jenis
Berat jenis sangat berpengaruh pada perhitungan tonase. Semakin besar berat
jenis, maka semakin besar pula yang akan didapat sumberdaya dengan tonase
dalam jumlah besar, akan tetapi tetap memperhatikan apakah berat jenis yang
digunakan adalah berat jenis pada saat material basah (wet tonage factor) atau
material kering (dry tonage factor).
4. Kadar
Penentuan kadar suatu endapan bijih merupakan kegiatan yang kritis dan penting,
sehingga memerlukan banyak pertimbangan karena kandungan kadar suatu
endapan mineral tidak selalu sama. Dalam estimasi dan perhitungan cadangan
85

diperhitungkan kadar rata-ratanya yang diperoleh dibandingkan dengan cut off


grade yang berlaku.
5. Variabilitas kadar endapan
Keanekaragaman kadar pada bijih akan mempengaruhi distribusi kadar, semakin
tinggi proporsi mineralnya, maka homogenitas kadar semakin rendah. Dengan
kata lain tidak ada endapan berkadar tinggi dengan variasi tinggi. Besar
variabilitas dari nilai produk sampel besar, standar deviasi dapat memberi harga
tinggi terhadap koefisien variasi.
6. Faktor Looses
a. Geological Looses, yaitu faktor kehilangan pada saat eksplorasi/ pemetaan
akibat adanya variasi ketebalan, struktur.
b. Mining Looses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, ataupun
dari lokasi penambangan ke pabrik pengolahan seperti faktor alat, faktor
safety, dll.
c. Processing Looses, yaitu faktor kehilangan (recovery) akibat proses atau
kehilangan pada proses lanjut seperti pada proses peleburan (furnace).
3.7.1 Klasifikasi Sumberdaya/Cadangan

Kepastian geologi, teknik penambangan dan aspek perekonomian


merupakan kriteria utama dalam pengklasifikasian cadangan maupun
sumberdaya. Klasifikasi sumberdaya dan cadangan merupakan alat untuk
menggolongkan besarnya sumberdaya dan cadangan endapan mineral.
Klasifikasi cadangan mineral yang standar sangat diperlukan pada industri
pertambangan mineral dan melibatkan banyak pihak terkait seperti
perusahaan pertambangan, perusahaan di bidang lain, pemerintah,
pemegang saham, bank, ahli ekonomi, ahli hukum, ahli lingkungan, dan
masyarakat luas.

Klasifikasi sumberdaya dan cadangan endapan mineral telah menjadi


kebutuhan industri pertambangan, sejak adanya modernisasi industri ini,
setelah Perang Dunia II. Sejumlah negara maju membuat klasifikasi
cadangan yang kemudian diikuti dengan negara-negara lain yang juga
membuat klasifikasi cadangan, baik berupa system baru, modifikasi, atau
kombinasi dari sistem yang telah ada.
86

Rancangan klasifikasi dirintis oleh US Geological Survey pada tahun


1970-an, yang kemudian di akhir tahun tersebut muncul banyak sistem
klasifikasi cadangan mineral. Karena masing-masing klasifikasi
mempunyai kriteria dan istilah yang berbeda, hal ini merepotkan
komunikasi antara pihak-pihak yang terkait dalam industri pertambangan.
Oleh karena itu timbul usaha standarisasi klasifikasi, termasuk oleh PBB
pada tahun 1979. Pada tahun 1995, PBB yang diwakili oleh Komisi
Ekonomi Eropa, memprakarsai penyusunan standar sistem klasifikasi.
Indonesia (ditujukan pada Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya
Mineral (DJGSM)) merupakan salah satu negara yang diminta data
masukan oleh PBB. Usaha PBB kemudian berhasil dengan tersusunnya
rancangan klasifikasi cadangan mineral pada tahun 1996 yang lebih
berorientasi pada ekonomi pasar dan juga dibuat mudah dimengerti tidak
saja oleh ahli geologi atau pertambangan tetapi oleh pihak-pihak terkait.
Menindaklanjuti komunikasi dengan PBB, DJGSM menyusun rancangan
standar nasional klasifikasi cadangan mineral

Kepastian geologi, teknik penambangan dan aspek perekonomian merupakan


kriteria utama dalam pengklasifikasian cadangan maupun sumberdaya. Klasifikasi
sumberdaya dan cadangan merupakan alat untuk menggolongkan besarnya
sumberdaya dan cadangan endapan mineral. Klasifikasi cadangan mineral yang
standar sangat diperlukan pada industri pertambangan mineral dan melibatkan
banyak pihak terkait seperti perusahaan pertambangan, perusahaan di bidang lain,
pemerintah, pemegang saham, bank, ahli ekonomi, ahli hukum, ahli lingkungan,
dan masyarakat luas.
Keuntungan dengan adanya klasifikasi yang standar, maka :
1. Apabila suatu pihak mengumumkan angka sumberdaya atau
cadangan mineral, maka otomatis pihak lain mengerti data apa yang
dimaksud, apakah angka sumberdaya hasil eksplorasi pada tahapan
tertentu, atau sudah angka cadangan terbukti hasil studi kelayakan.
87

2. Masyarakat yang terlibat dalam usaha pertambangan, apakah pelaku


bisnis langsung atau pemegang saham, mempunyai posisi lebih
aman untuk mengambil keputusan secara tepat.
Tahap Eksplorasi Eksplorasi Prospeksi Survei Tinjau

Eksplorasi Rinci Umum (Prospecting) (Reconnaissance

(detailed (General Survey)

Kelayakan exploration) exploration)

Tambang

LAYAK :

Ekonomi

Penambangan CADANGAN CADANGAN

Metalurgi TERBUKTI TERKIRA

Pemasaran (PROVEN (PROBABLE

Peraturan RESERVES) RESERVES)

Perundang-

undangan

Lingkungan

SUMBER SUMBER SUMBER SUMBER

BELUM DAYA DAYA DAYA DAYA

LAYAK TERUKUR TERUNJUK TEREKA HIPOTETIK

(MEASURED (INDICATED (INFERRED (HYPOTHETICAL

RESOURCES) RESOURCES) RESOURCES) RESOURCES)

Tabel . Rancangan Standar Nasional Indonesia Klasifikasi Sumberdaya


dan Cadangan Mineral.
Bila eksplorasi masih dalam tahap awal, jumlah perkiraan sumberdaya
memiliki status hipotetik (hypothetical resources) yang memiliki tingkat
kesalahan yang masih besar (90%), angka ini kemudian mengecil menjadi
60% pada sumberdaya tereka. Tingkat kesalahan terus akan mengecil
dengan semakin rincinya eksplorasi yang dilakukan, sumberdaya terunjuk
memiliki potensi kesalahan 20 – 40%, sedangkan sumberdaya terukur 20 –
10%. Suatu daerah yang secara geologi telah diyakini mengandung
88

endapan mineral dengan kualitas dan kuantitas tertentu, selanjutnya perlu


dilakukan penilaian apakah endapan mineral tersebut layak secara
ekonomi, teknologi dan lingkungan untuk ditambang. Penilaian kelayakan
suatu endapan mineral biasanya dilakukan setelah tahap akhir eksplorasi
menjelang kegiatan penambangan. Sehingga, dalam melakukan suatu
kegiatan eksplorasi, terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan,
yaitu keyakinan geologi dan tingkat kelayakan, dimana kedua hal ini
merupakan faktor dalam suatu klasifikasi sumberdaya/cadangan endapan
mineral.

3.7.1 Uraian Singkat cara perhitungan sumberdaya


Dalam subbab ini kami akan menguraikan bagaimana kami mendapatkan hasil-
hasil nantinya yang diringkas agar dapat dimengerti dengan mudah serta dapat
dipahami agar nantinya untuk membaca laporan pada subbab berikutnya tidak ada
terjadinya kebingungan dan hal – hal yang tidak diinginkan seperti salah
pembacaan data yang telah didapat.

Berikut ini kami berikan gambar umum yang dilakukan atau dapat dikatakan
sebagai langkah kerja sesuai dengan intruksi yang telah diberikan dan dipandu
oleh tim pembuat permasalahan. Didalam langkah kerja ini kita dibagi dalam
beberapa tahap besar sehingga akan terkonstruksi dengan baik. Berikut langkah
kerjanya:

1. Persiapan basis data

Persiapan dimulai dengan mengolah data assay, yakni membagi profil-


profil laterit dari setiap lubang bor yang ada. Kemudian dari data-data
assay ini, kami membuat rekapitulasi data.

2. Posting tes pit

Setelah basis data disiapkan, selanjutnya adalah melakukan posting


lubang bor berdasarkan kordinat dari setiap titik bor.
89

3. Pembuatan Poligon dan Penampang Endapan

Kami melakukan perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda


poligon dan metoda penampang. Daerah pengaruh cadangan terukur
diasumsikan sebesar 25 m.

4. Perhitungan cadangan

Setelah sketsa luas poligon dan bentuk panampang endapan,


selanjutnya kami melakukan perhitungan cadangan.

13. Data-data yang kami gunakan dalam proses pengerjaan ini adalah :
a. Data Tes Pit
b. Data kordinat titik-titik Tes Pit
c. Data elevasi titik-titik Tes Pit

Tabel Tes Pit


Kode x y notasi Ketebalan Ketebalan Sio2 FeO3 TiO2 Al2O3
ob ore
tes pit
TPR10 474050 9754000 A 0.5 2 4.11 8.48 1.93 56.14
TPSD- 468950 9754500 A 2.6 1.7 4.1 20.46 2.43 47.75
277R
TPSD- 469300 9754500 A 1.6 1.7 2.16 23.76 2.73 45.18
301AG
TPSD- 470950 9754900 A 1.8 2 2.82 33.64 1.75 39.24
227R
TPSD- 470600 9753500
A 2.1 0.5 12.89 14.07 0.28 48.3
5AR
TPSD- 470700 9753600
A 1.5 0.8 13.61 5.39 0.21 54.2
7RD
TPSD- 468750 9751400
A 0.4 1 18.96 3.59 0.24 51.79
03MA
90

Analisis:
Dari Histogram Al2O3 di atas dapat dilihat bahwa histogram tersebut terdistribusi
hampir normal dengan populasi tunggal karena memiliki skewness 0,30204
(mendekati nol) dan nilai median ≈ nilai mean (38,35 ≈ 39,02). Standar deviasi
pada Histogram Al2O3 adalah 10,3924, sedangkan koefisien variasi mempunyai
nilai 0,266 (26,6%) yang menunjukan bahwa penyebaran data kadar Al2O3 cukup
bervariasi, cenderung tidak homogen dan menyebar. Range data memperlihatkan
jangkauan yang cukup jauh, yaitu 56,01 dengan kadar tertinggi 67,98 dan kadar
terendah 11,87. Dari data ini kita dapat menentukan jumlah cadangan bauksit,
karena data terdistribusi secara normal dan kita mempunyai data persebaran
spasial kandungan endapan tersebut.
91

Analisis:
Dari hasil scatter plot di atas (sumbu-x Al2O3 dan sumbu-y Fe2O3) menunjukan
bahwa gradien dari garis yang terbentuk memiliki nilai negatif. Hal ini
menunjukan bahwa perbandingan antara kadar Al2O3 dan kadar Fe2O3 adalah
berbanding terbalik, dengan nilai hasil regresi R2 = 0,2911. Sehingga kadar yang
tinggi pada Al2O3 dapat diamati pada kadar yang rendah pada Fe2O3, dan
sebaliknya. Hal ini dapat dikorelasikan dengan proses terbentuknya endapan
bauksit tersebut. Dimana kandungan dalam tanah akan mengalami proses
perlindihan, dan kandungan Al2O3 akan tahan terhadap proses tersebut sehingga
mengakibatkan endapan bauksit akan berada pada lapisan di atas. Fe2O3 yang
mengalami proses perlindihan tersebut perlahan kandungannya akan berkurang,
berbanding dengan Al2O3 kandungannya akan tetap, namun akibat kandungan
lain mengalami proses perlindihan, maka mengakibatkan kandungan Al2O3 akan
cenderung naik.

Dalam konteks ini sumberdaya (Resource) baik itu mineral dan batubara, menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI) sumberdaya adalah endapan mineral yang
diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumber daya mineral dengan
keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan
pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang.
Cadangan mineral bijih merupakan hal penting dalam menentukan penambangan
endapan dengan ekonomis. Tingkat kepastian cadangan terestimasi menentukan
resiko kelayakan ekonomi tambang dan garansi bagi pengembalian modal (capital
investment). Estimasi sumberdaya dan cadangan meliputi klasifikasi (kategorisasi)
dari kalkulasi sumberdaya dan cadangan. Perhitungan cadangan ini merupakan hal
yang paling vital dalam kegiatan eksplorasi.
Perhitungan yang dimaksud di sini dimulai dari sumberdaya sampai pada
cadangan yang dapat di tambang yang merupakan tahapan akhir dari proses
eksplorasi. Hasil perhitungan cadangan tertambang kemudian akan digunakan
untuk mengevaluasi apakah sebuah kegiatan penambangan yang direncanakan
layak untuk di tambang atau tidak. Adapun metode perhitungan cadangan antara
lain :
92

1. Metode Poligon (area of influence) ; Metoda poligon ini merupakan metoda


perhitungan yang konvensional. Metoda ini umum diterapkan pada
endapan-endapan yang relatif homogen dan mempunyai geometri yang
sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam poligon ditaksir dengan nilai
conto yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metoda ini sering
disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh (area of influence). Daerah
pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan
satu garis sumbu
2. Metode Modelling ; Block Modelling adalah suatu metode dimana
penentuan ore resource berdasarkan batasan-batasan geological dan
morfologi dengan cara menentukan cut off grade
3. Metode Inverse Distance ; Diterapkan untuk memprediksi kadar dan
ketebalan suatu blok berdasarkan data titik contoh disekitarnya yang
terdekat.
4. Metode Kriging ; Metode Geostatistik adalah suatu metode untuk
mendapatkan gambaran mengenai penyebaran data, baik secara vertikal
maupun lateral, dengan analisis semi-variogram serta perkiraan
kadar/ketebalan suatu endapan bahan galian dengan metode kriging.
Dalam perhitungannya pembobotan Inverse distence didasarkan pada jarak
conto terhadap blok yang akan diprediksi kadarnya. Metode Inverse
Ditance dapat dibagi menjadi tiga bagian antara lain (gambar 3.3) :
1. Metode Inverse Distance ( ID )
Untuk menghitung kadar
(1/d1) g1 + (1/d2) g2 + ..........+ (1/dn) gn
Gavb =
(1/d1) + ( 1/d2) + .......... + (1/dn2)
Untuk menghitung tebal bijih
(1/d1) t1 + (1/d2) t2 + ..........+ (1/dn) tn
Tavb =
(1/d1) + ( 1/d2) + .......... + (1/dn)
93

TB1 TB2 TB3

C1
d1

TB4 TB5 TB6


d4 d2
C4 C2

d3

C3

TB7 TB8 TB9

(Sumber: Infogeosains, 2018)


Gambar 3.52
Penyebaran titik conto pada suatu blok yang diestimasi
Dimana :
TB = Titik bor, d1 = Jarak daerah pengaruh setiap titik bor, C1 =
Kadar setiap titik bor, TB5 = Titik bor yang diprediksi kadarnya
2. Metode Inverse Distance Squared ( IDS )

Untuk menghitung kadar


(1/d12) g1 + (1/d22) g2 + ..........+ (1/dn2) gn
Gavb =
(1/d12) + ( 1/d22) + .......... + (1/dn2)
Untuk menghitung tebal bijih
(1/d12) t1 + (1/d22) t2 + ..........+ (1/dn2) tn
Tavb =
(1/d12) + ( 1/d22) + .......... + (1/dn2)

3. Metode Inverse Distance Cubed ( IDC atau ID3 )

Untuk menghitung kadar


(1/d13) g1 + (1/d23) g2 + ..........+ (1/dn3) gn
Gavb =
94

(1/d13) + ( 1/d23) + .......... + (1/dn3)


Untuk menghitung tebal bijih
(1/d13) t1 + (1/d23) t2 + ..........+ (1/dn3) tn
Tavb =
(1/d13) + ( 1/d23) + .......... + (1/dn3)
Dimana :
G & Gavb = kadar setiap lubang bor & kadar rata – rata blok
T & Tavb = kadar setiap lubang bor & kadar rata – rata blok
d = jarak pusat blok terhadap titik conto
t = tebal kadar setiap lubang bor

3.7.1 Manfaat Perhitungan Sumberdaya dan Cadangan


Manfaat melakukan perhitungan sumberdaya ataupun cadangan adalah
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan hasil perhitungan kuantitas maupun kualitas (kadar) endapan.
Memberikan perkiraan geometri 3 dimensi dari endapan serta distribusi ruang
(spasial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan penambangan
yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan peralatan.
2. Jumlah cadangan menentukan umur tambang, hal ini penting dalam kaitannya
dengan perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur yang lain.
(Sudarto Notosiswojo dan Agus Haris,2005).

3.7.2 Permodelan Sumberdaya Menggunakan Softwere Surpac 6.5.1


Surpac merupakan salah satu perangkat lunak yang digunakan dalam permodelan
geologi dan pertambangan yang sangat membantu dalam perancangan tambang.
Aplikasi surpac membantu dalam perancangan geometri yang meiliki keakuratan
pengolahan data dan permodelan endapan bahan galian. Dalam permodelan
sumberdaya dan cadangan, aplikasi surpac sangat membantu dalam pembuatan
perancangan geometri serta informasi numerik serta statistik.
Adapun database input yang digunakan dalam permodelan endapan dalam
aplikasi surpac antara lain data topografi (hole id, x,y,z, dan depth), data survey
95

(hole id, depth, dip, dan azimuth), data geologi (hole id, from, to, dan litologi),
data assay (hole id, from, to, dan kadar) dan data collar (hole id, x, y, z, dan
depth).

3.7.2.1 Pentingnya Permodelan dan Estimasi Sumberdaya


Permodelan merupakan tahap awal untuk melakukan estimasi kadar yang
berlanjut ke estimasi sumberdaya. Hasil dari estimasi sumberdaya tersebut akan
dapat dijadikan sebagai cadangan jika memenuhi beberapa ketentuan. Metode
perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang atau
diverifikasi. Setelah perhitungan sumberdaya selesai, yang harus dilakukan adalah
memeriksa atau mengecek taksiran kualitas blok yang dibuat setelah proses
permodelan. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data pemboran yang ada
disekitarnya. Satu aspek penting yang harus sangat diperhatikan sebelum dan
setelah permodelan dan estimasi selesai yaitu model dan taksiran kadar dari model
sumberdaya tersebut harus dicek ulang kualitas dan kuantitasnya yang disebut
dengan Verifikasi Data. Suatu data dapat dikatakan valid / benar jika di dalam
verifikasi data tersebut tidak terdapat adanya kesalahan, sehingga hasil dari
permodelan dan estimasi yang dilakukan mendekati nilai yang sesungguhnya.
Verifikasi Data ini akan dibahas di bab selanjutnya yaitu di bab Penyusunan dan
Pengolahan Data dan bab Pembahasan. Estimasi sumberdaya mineral diperlukan
karena :
1. Kandungan logam dalam cebakan mineral sedikit, hanya dalam ppm atau %
kecil sehingga harus ditentukan nilai kadar sekitarnya untuk menentukan
jumlah sumberdaya (volume dan tonnase).
2. Adanya keterbatasan data dalam sampling untuk analisis kadar maupun
interpretasi geologi.
3. Belum ada prosedur yang tepat untuk menghitung kadar dan volume.

Pentingnya permodelan dan estimasi sumberdaya bermanfaat untuk hal – hal


berikut ini :
1. Memberikan besaran kuantitas (tonase) dan kualitas terhadap suatu
endapan bahan galian.
2. Memberikan perkiraan bentuk 3 dimensi dari endapan bahan galian serta
distribusi ruang (spatial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan
96

sumberdaya ke tahap cadangan dan selanjutnya menentukan


urutan/tahapan penambangan, yang pada giliran nya akan mempengaruhi
pemilihan peralatan.
3. Jumlah sumberdaya menentukan umur tambang setelah diklasifikasikan ke
cadangan. Hal ini penting dalam perancangan pabrik pengolahan dan
kebutuhan infrastruktur lainnya.
4. Batas – batas kegiatan penambangan (pit limit) ke tahap cadangan dibuat
berdasarkan besaran sumberdaya.
Dalam melakukan estimasi sumberdaya bijih harus memperhatikan persyaratan
tertentu, antara lain :
1. Suatu taksiran sumberdaya harus mencerminkan secara tepat kondisi
geologi dan karakter/sifat dari endapan bahan galian.
2. Selain itu harus sesuai dengan tujuan evaluasi. Suatu model sumberdaya
yang akan digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan
metode penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan
diterapkan.
3. Taksiran yang baik harus didasarkan pada data aktual yang
diolah/diperlakukan secara objektif. Keputusan dipakai tidaknya suatu data
dalam penaksiran harus diambil dengan pedoman yang jelas dan konsisten.
Tidak boleh ada pembobotan data yang berbeda dan harus dilakukan
dengan data yang kuat dan akurat.
3.7.2.2 Basis Data Komputer dan Konsep Model Blok
1. Basis data komputer
Pembuatan suatu model sumberdaya/cadangan yang representatif dan cukup detail
tentunya membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi dan waktu pengerjaan yang
lama. Dengan adanya teknologi komputer pada saat ini maka sangat membantu
untuk mempermudah pekerjaan tersebut dalam pengolahan, klasifikasi, dan
interpretasi data. Data pada umumnya bisa diperoleh dari populasi cebakan bijih
dengan cara pengeboran, surface sampling, dan tunnel/stope sampling dengan
berbagai metode percontohan batuan. Pada awal pekerjaan pemodelan yang harus
dilakukan adalah mengolah data-data awal dari proses percontohan ke dalam
suatu basis data komputer sebagai input data dalam pemodelan sumberdaya secara
komputerisasi. Pada tahap ini dibutuhkan ketelitian dan waktu yang cukup lama
97

dalam pemasukan data. Pengecekan data / verifikasi dilakukan setelah semua data
dimasukkan ke dalam file perangkat lunak. Data- data awal ini meliputi :
a. Data collar, memberikan informasi koordinat xyz dari lokasi
pengambilan data.
b. Data assay, memuat informasi nilai kadar pada penembusan/interval
tertentu.
c. Data survey, memuat data azimuth, dip, dan deviasi arah pengambilan
data.
d. Data litologi, memuat tentang jenis batuan pada tiap selang
penembusan/interval tertentu.
3.7.2.3 Konsep Model Blok
Pemakaian model blok untuk memodelkan suatu cebakan mineral telah umum
dilakukan dalam industri pertambangan. Hal ini dimulai pada akhir tahun 60-an,
ketika komputer mulai digunakan di dalam pekerjaan perhitungan sumberdaya
cadangan dan perencanaan tambang. Volume 3-dimensi cebakan mineral yang
akan ditambang dibagi ke dalam unit-unit yang lebih kecil (blok/unit
penambangan terkecil). Dalam kerangka model blok inilah semua tahap pekerjaan
dilakukan, mulai dari penaksiran kadar, perancangan batas penambangan hingga
ke perencanaan tambang jangka panjang dan jangka pendek.
Model blok memudahkan dalam menaksirkan kualitas dan kuantitas di dalam
estimasi sumberdaya yang digambarkan secara lebih terperinci/spesifik detail
lokasi. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan volume satuan blok
yang disesuaikan dengan dimensi penambangan. Pada umumnya dimensi ukuran
– ukuran blok pada model blok merupakan fungsi geometri endapan dan
disesuaikan dengan sistem penambangan yang digunakan.
Tergantung pada jenis cebakan mineral yang dihadapi, tujuan pembuatan model
serta metode penambangan, ukuran blok dapat berkisar dari 3 x 3 x 2 m (x,y,z)
atau lebih kecil untuk cebakan emas tipe vein, hingga 25 x 25 x 15 m atau lebih
besar untuk cebakan-cebakan berukuran masif seperti tembaga porfiri. Tiap-tiap
blok akan memiliki atribut (variabel model) misalnya topografi atau volume blok
(utuh/tidak utuh), jenis batuan, berat jenis, taksiran kadar, klasifikasi hasil
taksiran, aspek pengolahan/metalurgi dll. Semakin banyak jumlah blok dan
jumlah variabel dalam model, semakin besar pula kebutuhan memori dan mass
98

storage (disk space) komputer kita. Didalam estimasi sumberdaya nikel ini
digunakan model blok yang berukuran X = ½ Jarak Spasi Antar Titik Bor (1/2 x
25 m), Y = ½ Jarak Spasi Antar Titik Bor (1/2 x 25 m) dan Z = 2 m sehingga
ukuran blok 12,5 x 12,5 x 2 m (Berdasarkan Konvensi) untuk klasifikasi
sumberdaya terukur.
Dalam model blok ada yang dinamakan Parent Cell dan Sub Cell. Parent Cell
adalah blok yang paling utama dan paling besar dibentuk. Sedangkan Sub Cell
adalah blok – blok yang dibuat menjadi lebih kecil yang berfungsi untuk mengisi
dimensi detail pada batas tepi badan bijih / dekat boundary badan bijih yang
bertujuan untuk meningkatkan ketelitian pada perhitungan volume sumberdaya
dan estimasi kadar. Sub Cell ini mengisi dari daerah badan bijih yang tidak bisa
dicapai oleh Parent Cell. Kemudian Sub Cell ini memberikan hasil kualitas yang
sebenarnya pada badan bijih berdasarkan pendekatan terhadap kondisi badan bijih
yang sebenarnya.

3.7.3 Metode Perhitungan Sumberdaya dan Cadangan


Daerah yang akan direncanakan untuk ditambang adalah berupa perbukitan yang
kenampakan topografinya ditunjukan pada peta. Metode yang digunakan untuk
penghitungan cadangan adalah Metode Poligon (area of influence), berdasarkan
kepada data penyebaran bauksit, ketebalan endapan bauksit yang relatif homogen,
dan jarak antar test pit.
1. Prinsip Daerah Pengaruh
Ada dua bentuk daerah pengaruh titik bor yaitu :
1. Daerah pengaruh keluar (Ekstended Area) adalah batas luar dari
daerah pengaruh suatu titik bor.
2. Daerah pengaruh kedalam (Included Area) adalah batas kedalam
dari daerah pengaruh suatu titik bor yang merupakan ½ dari
spacing titik bor.
Adapun faktor–faktor yang mendasari perhitungan cadangan dengan
metode daerah pengaruh adalah :
1. Pemboran yang dilakukan menggunakan pola yang tidak beraturan.
2. Bentuk dari tubuh bijih yang tidak beraturan.
2. Perhitungan Cadangan Dengan Metode Daerah Pengaruh
99

Dalam perhitungan ini yang ditinjau adalah cadangan blok dan cadangan
total, dimana untuk menghitung cadangan blok dan cadangan total rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Rumus Menghitung Cadangan Blok ;
Pb = Ab x tb x ∂
Dimana :
Ab = Luas Blok (m2)
Tb = Tebal Kadar (m)
∂ = Berat Jenis Bijih (ton/m3
Pb = Jumlah cadangan tiap blok
2. Cadangan Total :
P = ∑ Pb i

Dimana :
Pb = Jumlah cadangan tiap blok (ton)
i = 1.2.3.4…….dst
Untuk menghitung cadangan blok maka volume blok harus diketahui
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
3. Rumus Volume Blok ;
Vb = Ab x tb
Dimana :
Vb = Volume blok (m3)
Ab = Luas blok (m2)
tb = Ketebalan kadar pada setiap blok titik bor (m)
4. Rumus Volume Total :
N

 A.T 1 = v total
I 0

Dimana :
A = luas daerah pengaruh pada setiap titik bor dalam meter (m2)
T = tabel kadar setiap lapisan pada setiap lubang bor dalam
meter bujur sangkar (m2)
v total = volume total (m3)
Rumus perhitungan sebagai berikut :
Volume (m³) = Luas Area (m²) × Tebal Lapisan (m)
100

Tonase (ton) = Volum (m³) × Density (ton/m³)


Untuk mendapatkan sumberdaya, digunakan software Surpac dengan input data
Collar, Assay, Survey, Geologi dan Topografi, sehingga didapat permodelan
sumberdaya bauksit. Berikut hasil report data jumlah sumberdaya:

Tabel 3.7
Volume dan tonnase sumberdaya menggunakan softwere surpac
Z Volume Tonnes Al
45.0 -> 47.0 27.590,63 1.468.749.37 53.37
47.0 -> 49.0 173.67,.88 9.284.582.81 53.62
49.0 -> 51.0 90.365,63 4.828.481.52 53.59
51.0 -> 53.0 76.837,50 4.060.078.65 52.97
53.0 -> 55.0 118.434,38 6.293.271.96 53.26
55.0 -> 57.0 29.896,88 1.573.502.94 52.74
57.0 -> 59.0 201.600.00 10.721.607.00 53.29
59.0 -> 61.0 79.256.25 4.210.894.94 53.24
61.0 -> 63.0 93.993.75 5.079.346.02 54.16
63.0 -> 65.0 147.600.00 7.965.515.59 54.09
65.0 -> 67.0 20.868.75 1.125.786.43 54.07
67.0 -> 69.0 16.818.75 873.990.38 52.10
69.0 -> 71.0 6.862.50 357.541.30 52.23
71.0 -> 73.0 1.378.13 70.607.72 51.24
73.0 -> 75.0 1.434.38 73.712.53 51.39
75.0 -> 77.0 871.88 4.5098.33 51.73
77.0 -> 79.0 6.975.00 382.186.28 54.94
79.0 -> 81.0 4.162.50 221.028.36 53.25
81.0 -> 83.0 5.090.63 288.496.21 57.01
83.0 -> 85.0 5.596.88 319.290.39 57.36
85.0 -> 87.0 534.38 30.535.10 57.41
87.0 -> 89.0 2.728.13 137.833.73 50.53
89.0 -> 91.0 1.828.13 92.714.16 50.73
91.0 -> 93.0 2.390.63 121.897.48 50.99
93.0 -> 95.0 1.828.13 93.227.84 51.00
Total 1.118.615.63 59.719.977.05 53.52
(Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan softwere surpac)

Dari data diatas dapat dilihat jumlah volume sumberdaya 1.118.615,63 m3 dan
tonase sebesar 59.719.977,05 ton.

Anda mungkin juga menyukai