Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hijauan merupakan sumber pakan ternak yang utama dan sangat
besar peranannya bagi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan
domba) baik untuk pertumbuhan, produksi (daging dan susu) maupun
reproduksi. Dalam mengembangkan usaha ternak ruminansia, penyediaan
hijauan sangat penting untuk diperhatikan karena ketersediaan hijauan
pakan yang cukup (kuantitas, kualitasdan kontinyutas) merupakan faktor
yang menentukan keberhasilan usaha peternakan.
Salah satu jenis hijauan yang umum digunakan sebagai pakan
ternak adalah rumput benggala (panicum maximum). Rumput benggala
(panicum maximum) merupakan salah satu tanaman makanan ternak yang
memiliki kualitas, baik untuk memenuhi kebutuhan hijauan bagi ternak
ruminansia, disamping itu rumput benggala (panicum maximum)
termasuk tanaman pakan berumur panjang, dapat beradaptasi pada semua
jenis tanah, tahan terhadap naungan dan palatabel (disukai ternak).
Aganga dan Tshwenyane (2004) menyatakan bahwa rumput benggala
mengandung protein 5,0% sampai 5,6%.
Pada saat ini ketersediaan hijauan makanan ternak sangat terbatas,
disamping itu produktivitas dan kualitasnya semakin menurun. Hal ini
terjadi karena menurunnya kualitas tanah (degradasilahan) yang
disebabkan oleh kehadiran bahan–bahan pencemar ditanah. Penggunaan
pupuk kimiasecara terus-menerus dalam jumlah banyak merupakan salah
satu penyebab degradasilahan (Kartini, 2000).
Kondisi tersebut dapat ditanggulangi dengan usaha
mengembalaikan unsur-unsur hara kedalam tanah. Salah satu usaha yang
dilakukan adalah dengan cara pemupukan, yang pada dasarnya,
dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan hara dalam tanah agar potensi
genetik tanaman dapat dikembangkan secara maksimal (Kartikaet al.,
2004). Dengan pemupukan kesuburan lahan dapat dipertahankan atau
bahkan dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkat produktivitas dari
tanaman rumput yang dibudidayakan. Untuk memproleh produksi yang
tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dapat dilakukan
dengan penggunaan pupuk organik (Sajiminet al., 2001).
Salah satu pupuk organik yang berperan dalam memperbaiki sifat
fisik, kimiadan biologis tanah serta lingkungan adalah pupuk bokasi dan
pupuk guano. Pupuk bokasi dan pupuk guano merupakan salah satu
alternatif dalam penerapan teknologi pertanian organik yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
Berdasarkan masalah yang ada maka dilakukan penelitian tentang
efektivitas pemanfaatan pupuk guano dan bokasi berbahan dasar berbeda
pada pertumbuhan dan produksi rumput benggala (panicum maximum).
2

1.2. Rumusan Masalah


Apakah ada pengaruh pemanfaatan pupuk guano dan bokasi berbahan
dasar berbeda pada pertumbuhan dan produksi rumput benggala (panicu
maximumum).

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
pemanfaatan pupuk guano dan bokasi berbahan dasar berbeda pada
pertumbuhan dan produksi rumput benggala (panicum maximum).

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
tentang efektivitas pemanfaatan pupuk guano dan bokasi berbahan dasar
berbeda pada pertumbuhan dan produksi rumput benggala (panicum
maximum).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Benggala (Panucum Maximum


Penucum maximum di sebut juga rumput banggala berasal dari afrika
tropik dan sub tropik. Ciri-cirinya bersifat perennial. Batang tegak, kuat, dan
membentuk rumpun. Akarnya membentuk serabut dalam, buku dan lidah
daun berbulu.warna bunga hijau atau keunguan ( tumbuh pada daera dataran
rendah sampai pegunungan 0-1200 m diatas permukaan laut ). Produksi
penikung maksismum yang di hasilkan mencapai 100-150 ton/ha/th dalam
bahan segar. Panen pertama di lakukan setelah 2-3 bulan setelah penanaman.
( sutopo, 2005 )
Menurut sutopo, 2005 rumput banggala dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
Klasifikasi rumput banggala
Divisi : Angiospermae
Klass : Monocutyledonae
Ordo : Graminales
Famili : Graminicaeae
Genus : Panicum
Spesises : Panicum maximum

Karakteristik rumput banggala


Hidup dengan berumpun (rhizoma), memiliki perakaran yang
kuat dan dalam, memiliki batang berongga halus dan lunak, daun
sangat lebar dan berwarna kehjiawan tua, panggakal daun ditutupi
dengan rambut halus, bunga terbuka dengan tanda bawa sampai 20
cm, bunga ini berwarna hijau dan keunguan.
3

2.2. Pupuk Bokasi


Indriani (2011), menyatakan bahwa salah satu jenis pupu organik
diantaranya adalah pupuk bokashi. Bokashi adalah kompos yag dihasilkan
memlalui fermentasi dengan pemberian Effectif Microorganism-4 (EM-4)
yang merupakan salah satu activator untuk mempercepat proses pembuatan
kompos.
Kusumaningwarti (2009), menyatakan bahwa bahan untuk
pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian
seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam pupuk kandang atau serbuk
gergaji namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bokashi adalah
dedak karena mengandung zat gizi yang sangtabaik untuk mikroorganisme.
Gao et al (2012), menyatakan bahwa bokashi merupakan salah satu
jenis pupuk yang dapat menggantikan kehadiran pupuk kimia buatan untuk
meningkatkan kesuburan tanah sekaligus memperbaiki kerusakan sifat-sifat
tanah akibat pemakaian pupuk anorganik (kimia) secara berlebihan.
Atiakah (2013), menyatakan bahwa bokashi merupakan hasil
fermentasi bahan anorganik dari limbah pertanian (pupuk kandang, jerami,
sampah, sekam, serbuk gergaji) dengan menggunakan EM-4.
Gunam (2007), menyatakan bahwa terdapat beberapa macam
mikroorga-nisme yang dapat digunakan untuk membantu dan mempercepat
pengomposan sampah organic agar menjadi pupuk kompos. Mikroorganis
meter sebut antara lain Streptomyces sp., Acetybactrsp.,Actynomycetessp,.
Dalam pengabdian yang akan dilakukan ini, audience akan diajarkan untuk
menggunakan bahwa activator untuk mempercepat pembuatan kompos antara
lain produk Dectro, Orga Dec, serta EM-4 yang diproduksi.
Simamora, dkk (2006), menyatakan bahwa proses pengomposan
melalui tiga tahapan dan proses perombakan bahan organic secara alami
membutuhkan waktu yang relative (3-4 bulan), mikro organism umumnya
berumur pendek. Sel yang mati oleh populasi organism lainnya untuk
dijadikan substrat yang lebih cocok dari pada residu tanaman itu sendiri.
Secara keseluruhan proses dekomposisi umumnya meliputi spectrum yang
luas dari mikroorganisme yang memanfaatkan substrat tersebut, yang
dibedakan atas jenis enzim yang dihasilkannya.

2.3.Pupuk Guano
Pupuk guano merupakan kotoran kelelawar yang sering disebut
Guano, ternyata menyimpan potensi besar sebagai pupuk organik. Sekitar
1.000 gua di Indonesia diprediksi berpotensi menjadi salah satu solusi atas
masalah kekurangan pasokan pupuk di negara kita saat ini (Data PT.
Petrokimia Gresik, 2007). Salah satu penelitian yang mampu membuktikan
kegunaan Guano sebagai bahan dasar pupuk organik adalah penelitian
Universitas Cornell di New York-Amerika Serikat (Delik, 2010).
Hasil penelitian yang dilansir dalam situs http://www.css.Cornell
menyatakan bahwa Guano memiliki tingkat Nitrogen terbesar setelah
kotoran merpati. Namun, menduduki urutan pertama dalam bagian kadar
unsur Fosfat dan menduduki urutan ketiga terbesar bersama kotoran sapi
perah dalam kadar Kalium (Delik, 2010).
4

Dari keterangan tersebut Guano kelelawar mengandung paling banyak


Fosfat. Fosfat merupakan bahan utama penyusun pupuk di samping
Nitrogen dan Potasium. Di samping tiga unsur utama tersebut, Guano
mengandung semua unsur atau mineral mikro yang dibutuhkan tanaman.
Tidak seperti pupuk kimia buatan, Guano tidak mengandung zat pengisi.
Guano yang dibiarkan tinggal lebih lama dalam jaringan tanah,
meningkatkan produktivitas tanah dan menyediakan makanan bagi
tanaman lebih lama dari pada pupuk kimia buatan.
Banyaknya gua kapur di Kota Gresik yang berpotensi menyimpan
Fosfat dan Guano selama ratusan, bahkan ribuan tahun, sehingga
memiliki Fosfat dan Guano berkualitas tinggi. ―Salah satu gua
penghasil Fosfat dan Guano yang terbaik adalah di daerah Melirang
Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik‖, Ujar Bapak Muwaffaq, S.Ag.
M.Si (Kepala Desa Melirang).
Gua-gua di bawah pengawasan dan pengelolaan Bapak Muwaffaq
selaku Kepala Desa di Desa Melirang mengatakan bahwa, Gua Melirang
merupakan 11
penghasil Fosfat yang besar dan berkualitas tinggi untuk bahan
baku pupuk di Gresik (Data Uji Kebun Percobaaan PT. Petrokimia
Gresik, 2007). Kandungan unsur P (fosfor) pada batuannya mencapai
20%, sementara di tempat lain, seperti Gombong, Pati, Rembang, Kudus,
Purwodadi, Tuban sendiri tidak setinggi itu. Kalau pun setinggi itu
jumlahnya tidak melimpah.
Pada umumnya pupuk asal kotoran kelelawar mengandung
minimal Nitrogen sebanyak 5 %, kandungan ini lebih tinggi dari pupuk
kandang yang hanya berkisar tak lebih dari 1%. Bahkan, untuk Guano
segar (kurang dari setahun) kadar N-nya 7% (Hasil Uji Laboratorium PT.
Petrokimia Gresik, 2015). Guano sangat baik untuk menghijaukan
tanaman buah-buahan dan sayuran. Reaksi menghijaunya secepat urea,
tapi besar buah dan rasanya akan berbeda karena pada Guano terdapat
kandungan hara yang tidak dimiliki pupuk anorganik.
2.4. Hipotesa
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa
pemanfaatan pupuk guano dan bokasi berbahan dasar berbeda berpengaruh
nyata terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (panicum
maximum).

BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan dilahan pertanian milik Bapak
Stefanus Tahoni di Desa Oabikase, Kec. Insana Barat Kab. TTU.
Selama 7 minggu yang akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2018
sampai selesai.
5

3.2. Materi Penelitian


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian iniantaralain
sebagai berikut : Linggis, skop, pacul, parang, tali rafia,
ember/gembor.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagi berikut:
Pupuk bokasi, pupuk guano, beni rumput benggala (sobekan/pols)

3.3. Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen mengunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola
faktorial dengan 4 perlakuan 4 ulangan yang diulang sebanayak 16
unit satuan percobaan. Adapun perlakuan yang diberikan sebagai
berikut :
R0 : Tanpa perlakuan
R1 : Bokasi 75% + Pupuk Guano 25%/Kg/lubang.
R2 : Bokasi 50% + Pupuk Guano 50%/Kg/lubang.
R3 : Bokasi 25% + Pupuk Guano 75%/Kg/lubang.

3.4. Pelaksanaan Penelitian


1. Persiapan penelitian
Penelitian diawali dengan pembersian lahan yang dipakai dan
dibuat dalam bentuk 16 buah bedengan yang terbagi dalam 4 blok
dengan ukuran tiap bedeng 2,7 x 1,5 m dengan jarak antar bedeng 1 m
dan jarak antar blok 1,5 m sehingga terdapat 16 satuan percobaan.
Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk guano dan pupuk bokasi.
Kebutuhan pupuk yang akan digunakan sebanyak 100 kg untuk ke dua
jenis pupuk, dimana nantinya akan diberikan ke setiap lubang tanam
sesuai dengan perlakuan tiap bedeng. Pupuk yang akan digunakan
diperoleh dari peternak-peternak dan gua di seputar kota kefamenanu.
2. Pembuatan pupuk
a. Pembuatan pupuk bokasi
Bahan :
1. Pupuk kandang 100 kg.
2. Gula pasir 2 kg.
3. Bakteri dekomposer (EM4) 200 ml.
4. Dedak halus 2 kg.
5. Serbuk gergaji 50 kg
6. Air bersi 30 Liter
7. Daun gamal 10 kg
Alat :
1. Sekop
2. Pacul
3. Ember
4. Terpal
5. Parang
6

Cara pembuatan
1. Pupuk kandang yang suda dihaluskan, sebuk gergaji, daun
gamal, dedak padi dicampur menjadi satu.
2. Gula pasir dan EM4 dilarutkan kedalam air. Kemudian percikan larutan
tersebut ke campuran sebelumnya dan aduk hingga tercampur merata.
3. Fermentasikan campuran tersebut dengan mengunakan terpal sebagai
wadah untuk membungkus selama 14 hari.
4. Selama proses fermentasi dilakukan pembalikan 3 hari sekalih.

b. Pembuatan pupuk guano


Bahan :
1. Pupuk guano menta.
Alat :
1. Skop
2. Pengayak
3. karung
Cara pembuatan :
1. Pupuk guano menta yang suda ada dihaluskan dan dipisakan dari batu-batu
kerikil dengan cara diayak.
2. Pupuk guano yang suda di bersikan disimpan kedalam karung. Kemudian
siap untuk digunakan.

3. Pemberian Pupuk
Setelah pembuatan bedeng dilanjutkan dengan pembuatan lubang
tanam dan pemberian pupuk. Kedua jenis pupuk tersebut ditempatkan pada
lubang tanam yang telah dibuat, selanjutnya di biarkan selama 3 hari agar
mengurang dampak dari kandungan amonia yang terkandung dalam
pupuk. Pemberian pupuk pada tiap bedeng sesuai dengan perlauan dari
hasil pengecatan yang telah dilakukan

4. Penanaman Bibit
Penanaman pols atau rumput benggala pada tiap lubang diisi 2
buah pols rumput benggala selanjutnya dipadatkan dengan tanah. Tiap pols
rumput benggala dipotong dengan ukuran 15 cm untuk mencimptakan
kesegaraman. Penanaman bibit dilakukan dengan jarak tanam 60 x 60 cm

5. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemberantasan hama
dan gulma. Penyiraman dilakukan setiap 2 hari sekali dan dilakukan pada
pagi hari, sedangkan untuk pembersihan gulma dilakukan setiap 1 minggu
sekali dan penggemburan dilakukan apabila tanah pada bedeng terlihat
padat.

6. Pemotongan
Pemotongan atau panen dilakukan saat rumput benggala (Panicum
maximum ) berumur 7 minggu (45 hari).
7

3.5 Variabel yang Diamati

a. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dari titik tumbuh hingga ujung
daun yang paling tertinggi dengan menggunakan meter. Tinggi
tanaman diukur satu minggu setelah trimming/pemangkasan
kemudian dilakukan perhitungan rataan tinggi tanaman.

b. Lebar Daun
Lebar daun adalah bagian tumbuhan yang penting dalam
fotosintesis dan pada umumnya tiap daun mempunyai jumlah
yang berukuran besar dan kecil. Lebar daun diukur melintang dari
sisi kiri ke sisi kanan daun rumput Benggala menggunakan mistar
kemudian dilakukan perhitungan rataan lebar daun.

c. Diameter Batang
Diameter batang dapat diukur dengan menggunakan
jangka sorong dengan meletakan jangka sorong pada bagian
batang rumput Benggala kemudian dilakukan perhitungan rataan
diameter batang.
d. Jumlah Anakan
Jumlah anakan diukur dengan cara menghitung setiap
anakan yang tumbuh setiap minggunya kemudian dilakukan
perhitungan rataan jumlah anakan.

e. Berat Segar Tajuk


Berat segar tajuk diukur dengan cara penimbangan pada
masa produksi pertama 45 hari setelah tanam

f. Berat Kering Tajuk


Berat kering tajuk diukur dengan cara penimbangan pada
masa produksi pertama 45 hari setelah tanam. sebelumnya tajuk
dikeringkan di dalam oven selama 48 jam pada suhu 700C.

g. Kadar Air Daun


Kadar air daun diukur dengan cara membandingkan
selisih penurunan berat daun setelah dikeringkan dengan berat
segar tajuk. Kadar air daun dihitung dengan rumus:

BST − BKT
KAD = × 100%
BST

Keterangan :
KAD : Kadar Air Daun (%)
BST : Berat Segar Tajuk (kg)
BKT : Berat Kering Tajuk (kg)
8

3.6 Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam ( ANOVA )
dan apabila terdapat perlakuan yang nyata dilanjutkan dengan uji
Duncan untuk melihat perbedaan antara perlakuan ( stoel dan terrie,
1995 ).
Rumusan yang digunakan
Yij = µ + k + Ti+ Eij

Keterangan:
Yij : Nilai pengamatan
µ : Nilai rataan umum
k : Nilai rataan pengamatan kelompok
Ti : Pengaruhperlakuan
Eij : Galat percobaan

Anda mungkin juga menyukai