Anda di halaman 1dari 19

PERILAKU KEORGANISASIAN

EMA 224 A
DOSEN: Dr. Dra Desak Ketut Sintaasih, M.Si.

RMK
SAP 3

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2

HANAFI CAHYADI 1406305195


GABRIEL GUNAWAN 1607531012
A. A KRISNA DEWI HANDAYANI 1607531017
ABDUL GANI DAMANHURI 1607531035
NADIRA PRADNYA PARAMITA 1607531111
A. A GEDE RAMA SAYUDHA 1607531114

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
I. PERSEPSI

Persepsi adalah sebuah proses individu mengorganisasikan dan mengintepretasikan


kesan sensoris untuk memberikan pengertian pada lingkungannya. Persepsi penting bagi
perilaku organisasi karena perilaku orang-orang didasarkan pada persepsi mereka tentang apa
realita yang ada.

1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI


Sejumlah faktor membentuk dan terkadang mengganggu persepsi. Faktor-
faktor ini bisa berada pada penilai,pada objek atau target yang dinilai atau pada situasi
diamana persepsi itu dibuat. Berikut gambar yang menunjukan faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi :

Ketika anda melihat sebuah target,interpretasi anda tentang apa yang anda
lihat dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi anda , sikap , kepribadian ,
motif , minat , pengalaman masa lampau dan ekspetasi. Karakteristik dari target juga
mempengaruhi apa yang kita nilai. Salah satu contohnya orang-orang yang berisik
mungkin lebih disadari daripada yang pendiam. Maka dari itu dikatakan kita tidak
melihat target dalam isolasi,hubungan antara sebuah target dan latar belakangnya
memengaruhi persepsi,sebagaimana kecenderungan kita untuk mengelompokan hal-
hal yang dekat dan mirip bersama-sama.

2. PERSEPSI ORANG : MEMBUAT PENILAIAN ATAS ORANG LAIN


a. Teori Atribusi
Teori atribusi merupakan sebuah percobaan untuk menentukan apakah
perilaku seorang individu disebabkan dari internal atau eksternal. Teori atribusi
mencoba menjelaskan cara-cara menilai orang dengan berbeda bergantung pada
pengertian yang kita atribusikan pada sebuah perilaku. Penentuan ini terutama
tergantung pada tiga faktor yaitu perbedaan,konsensus,konsistensi. Perbedaan
merujuk pada apakah seorang individu menampilkan perilaku yang berbeda dalam
situasi yang berbeda. Sedangkan jika setiap orang menghadapi situasi yang sama
memberikan respon yang sama,kita dapat mengatakan perilaku itu menunjukan
konsensus dan untuk mengamati konsistensi dapat dilihat dari tindakan
seseorang,apakah orang itu merespon dengan cara yang sama sepanjang waktu
atau tidak.
Salah satu temuan dari riset teori atribusi adalah kesalahan fundamental yaitu
kecenderungan untuk meremehkan pengaruh faktor-faktor eksternal dan
melebihkan pengaruh faktor-faktor internal atau pribadi ketika membuat penilaian
mengenai perilaku orang lain.
b. Jalan Pintas dalam Menilai Orang Lain Secara Umum
Jalan pintas untuk menilai orang lain sering kali memperbolehkan kita untuk
membuat persepsi akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid untuk
membuat prediksi.
 Persepsi Selektif
Mengitepretasikan secara selektif apa yang dilihat seseorang berdasarkan
minat,latar belakang,pengalaman dan sikapp seseorang.
 Efek Halo
Membuat sebuah gambaran umum tentang seorang individu berdasarkan
sebuah karakteristik saja.
 Efek Kontras
Evaluasi tentang karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh perbandingan-
perbandingan dengan orang lain yang baru ditemui,yang mendapat nilai lebih
tinggi atau lebih rendah untuk karakteristik-karakteristik yang sama.
 Stereotip
Menilai seseorang berdasarkan persepsi tentang kelompok dimana ia
tergabung.
3. APLIKASI SPESIFIK DARI JALAN PINTAS DALAM ORGANISASI
a) Wawancara Kerja
Bukti menunjukan bahwa wawancara sering membuat penilaian perseptual yang tidak
akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri
seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting
dalam keputusan mempekerjakan,perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor
perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi
kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.
b) Ekpektasi Kinerja
Orang-orang mencoba untuk memvalidasi persepsi mereka mengenai realita bahkan
ketika hal-hal ini salah.
c) Evaluasi Kerja
Penilaian kerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses perseptual.
Walaupun penilaian ini bisa objektif,namun banyak yang dievaluasi secara subjektif.
Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan,yaitu penilai membentuk suatu
kesan umum mengenai karyawan. Semua persepsi dari nilai penilaian akan
mempengaruhi hasil penilaian tersebut.
II. KONSEP SIKAP

Sikap (attitude) adalah pernyataan-pernyataan evaluatif – baik menyenangkan atau


tidak menyenangkan – mengenai objek, orang, atau peristiwa. Mereka merefleksikan
bagaimana perasaan kita tentang sesuatu.

1. Komponen Utama dari Sikap


Para peneliti telah mengasumsikan bahwa sikap memiliki tiga komponen:
kesadaran, perasaan, dan perilaku. Pernyataan “gajiku rendah” adalah komponen
kognitif dari sebuah sikap – deskripsi dari atau kepercayaan tentang suatu hal.
Komponen kognitif membentuk tahapan yang lebih penting dari suatu sikap – yaitu
komponen afektif. Afek adalah segmen perasaan atau emosional dari suatu sikap dan
direfleksikan dalam pernyataan yang pada akhirnya akan berakhir pada hasil perilaku.
2. Komponen Perilaku
Komponen perilaku (behavioral component) dari sikap menjelaskan maksud
untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Melihat bahwa
sikap memiliki tiga komponen – kognitif, afektif, dan perilaku – membantu dalam
memahami kompleksitas dan hubungan potensia antara sikap dan perilaku.
Komponen-komponen tersebut berkaitan erat, kognitif dan afektif secara khusus tidak
dapat dipisahkan dalam banyak hal. Misalnya, bayangkan Anda menyadari bahwa
seseorang telah memperlakukan Anda tidak adil. Bukankah Anda mungkin akan
memiliki perasaan tertentu terhadap hal tersebut, terjadi secara virtual dan secara
instan dengan realisasi? Oleh karena itu, kognitif dan afektif tidak dapat dipisahkan.
Dalam organisasi, sikap adalah komponen penting untuk perilaku. Misalnya,
jika pekerja percaya bahwa atasan, auditor, bos, dan mandor semua berkonspirasi
untuk membuat pekerja bekerja lebih keras dengan upah yang sama atau lebih sedikit,
maka masuk akal untuk memahami bagaimana sikap ini terbentuk, bagaimana mereka
berhubungan dengan perilaku kerja nyata, dan bagaimana mereka mungkin dapat
diubah.
Seorang peneliti yang bernama Leon Festinger berpendapat bahwa sikap
mengikuti perilaku. Festinger mengusulkan bahwa kasus sikap mengikuti perilaku
mengilustrasikan efek disonansi kognitif (cognitive dissonance), yaitu setiap
ketidakcocokan yang individu rasakan antara dua atau lebih sikap atau antara perilaku
dan sikap. Festinger berpendapat bahwa semua bentuk inkonsistensi adalah tidak
nyaman dan bahwa individu akan berusaha untuk menguranginya. Mereka akan
mencari kondisi stabil, yakni dengan meminimalisasi disonansi. Riset telah secara
umum menyimpulkan bahwa orang-orang memang mencari konsistensi antara sikap-
sikapnya serta antara perilaku dan sikap. Mereka mengubah sikap atau perilaku, atau
mereka mengembangkan sebuah rasionalisasi bagi ketidaksesuaian itu. Sebuah studi
terkini menemukan bahwa sikap pekerja yang mengalami peristiwa kerja yang sulit
dan menantang secara emosional membaik setelah mereka berbicara mengenai
pengalamannya dengan rekan kerja. Berbagi secara sosial membantu para pekerja ini
menyesuaikan sikapnya dengan ekspetasi pelaku.
Festinger berpendapat bawha keinginan untuk mengurangi disonansi
tergantung pada tiga faktor, termasuk pentingnya elemen-elemen yang
menciptakannya dan tingkat pengaruh kepercayaan yang kita miliki. Individu akan
lebih termotivasi untuk mengurangi disonansi saat sikap tersebut dirasa penting atau
saat mereka percaya bahwa disonansi tersebut sebenarnya dapat mereka kendalikan.
Faktor ketiga adalah imbalan dari disonansi; imbalan yang tinggi cenderung
menurunkan tekanan inheren dalam disonansi. Meskipun Festinger berpendapat
bahwa sikap mengikuti perilaku, para peneliti lainnya mempertanyakan apakah ada
hubungan sama sekali atau tidak. Riset terkini lainnya menunjukkan bahwa sikap
memprediksi perilaku di masa depan dan menguatkan pendapat Festinger bahwa
“variabel moderasi” dapat memperkuat hubungan tersebut.
3. Variabel Moderasi.
Moderator yang paling kuat dari hubungan sikap adalah pentingnya sikap itu,
korespondensinya dengan perilaku, aksestabilitasnya, keberadaan tekanan sosial, dan
apakah seseorang memiliki pengalaman langsung dengan sikap itu. Sikap-sikap
penting merefleksikan nilai-nilai fundamental yang kita miliki, minat pribadi, atau
identifikasi dengan individu atau kelompok yang kita hargai. Sikap-sikap ini
cenderung menunjukkan sebuah hubungan yang kuat dengan perilaku kita. Sikap-
sikap spesifik cenderung memprediksi perilaku-perilaku umum.
Kita masing-masing memiliki ribuan sikap, tetapi perilaku organisasi berfokus
pada perhatian kita tentang sejumlah sikap terkait pekerjaan yang terbatas. Ini
menimbulkan evaluasi yang positif atau negatif yang para pekerja miliki mengenai
aspek-aspek lingkungan kerjanya, kebanyakan riset dalam perilaku organisasi telah
melihat tiga sikap: kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasional.
Beberapa sikap-sikap penting lainnya adalah dukungan organisasi yang dihargai
keterlibatan pekerja; kita juga akan secara singkat membahasnya.
4. Kepuasan Kerja.
Kepuasan kerja menjelaskan suatu perasaan positif tentang pekerjaan, yang
dihasilkan dari suatu evaluasi pada karakteristik-karakteristiknya. Seseorang dengan
tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan yang positif mengenai
pekerjaannya, sedangkan seseorang dengan level yang rendah memiliki perasaan
negatif.
5. Keterlibatan Kerja.
Berhubungan dengan kepuasan kerja adalah keterlibatan kerja, yang mengukur
tingkat di man aorang-orang mengidentifikasikan secara psikologi dengan
pekerjaannya dan menganggap kinerja mereka yang dihargai penting untuk nilai diri.
Pekerja dengan tingkat keterlibatan kerja yang tinggi mengidentifikasikan secara kuat
dengan dan benar-benar peduli dengan jenis pekerjaan yang mereka lakukan. Konsep
lain yang berkaitan erat adalah pemberdayaan psikologis, kepercayaan pekerja dalam
tingkat di mana mereka memengaruhi lingkungan kerjanya, kompetensinya, arti
pekerjaan mereka, dan otonomi yang mereka nilai. Level tinggi dari keterlibatan kerja
maupun pemberdayaan psikologis berhubungan positif dengan sikap kewargaan
organisasi (organizational citizenship behavior atau OCB), ini perilaku kebebasan
menentukan yang bukan bagian dari persyaratan formal pekerjaan tetapi berkontribusi
pada lingkungan psikologis dan sosial tempat kerja serta kinerja.
6. Komitmen Organisasi.
Dalam komitmen organisasi, seorang pekerja mengidentifikasi sebuah
organisasi, tujuan serta harapannya untuk tetap menjadi anggota. Kebanyakan riset
telah berfokus pada keterlibatan emosi pada organisasi dan kepercayaan terhadap
nilai-nilainya sebagai “standar emas” bagi komitmen pekerja. Model teoritis
menyatakan bahwa pekerja yang berkomitmen akan semakin kurang terlibat dalam
pengunduran diri, sekalipun mereka tidak puas, karena mereka memiliki rasa
kesetiaan keerikatan terhadap organisasi. Di sisi lain, pekerja yang tidak
berkomitmen, yang merasa kurang setia pada organisasi, akan cenderung
menunjukkan tingkat kehadiran di tempat kerja yang lebih rendah.
7. Dukungan Organisasi yang Dirasakan.
Dukungan organisasi yang dirasakan (perceived organizational support atau
POS) adalah tingkat di mana para pekerja mempercayai bahwa organisasi menilai
kontribusinya dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Pekerja dengan persepsi
POS yang kuat lebih cenderung memiliki tingkat perilaku kewargaan organisasi yang
tinggi, tingkat keterlambatan yang rendah, dan layanan pelanggan yang lebih baik.
8. Keterlibatan Pekerja.
Sebuah konsep baru adalah keterlibatan pekerja, yaitu keterlibatan seorang
individu, kepuasan, dan antusiasme terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Hasil dari
sebuah riset dimana perusahaan Caterpillar berusaha meningkatkan keterlibatan
pekerja dan mencatat hasil dimana terjadi 80& penurunan keluhan dan 34% kenaikan
kepuasan pelanggan. Temuan yang menjanjikan itu telah menghasilkan keterlibatan
pekerja menjadi sesuatu yang perlu berlaku di banyak organisasi bisnis dan
perusahaan konsultasi manajemen. Meskipun demikian, konsep itu relatif baru dan
masih memunculkan perdebatan aktif mengenai kegunaannya. Salah satu alasannya
adalah sulitnya mengidentifikasi apa yang menciptakan keterlibatan pekerja.
Misalnya, dua alasan teratas keterlibatan pekerja yang diberikan partisipasi dalam
studi terbaru adalah (1) memiliki manajer yang baik yang membuat mereka nyaman
dan (2) merasa diapresiasi oleh atasannya. Oleh karena kedua faktor itu berkaitan
dengan hubungan baik antara manajer-pekerja, akan mudah untuk menyimpulkan
bahwa, “Oranglah yang membentuk tempat” dan ini terbukti dalam kasus keterlibatan
kerja.
III. KONSEP KEPUASAN KERJA
1. Mengukur Kepuasan Kerja
Definisi tentang kepuasan kerja – sebuah perasaan positif terhadap pekerjaan
yang dihasilkan dari evaluasi atas karakteristik-karakteristiknya – cukup luas.
Pekerjaan membutuhkan interaksi dengan rekan kerja dan bos, mengikuti aturan serta
kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja yang
kurang ideal, dan sebagainya. Penilaian seorang pekerja atas kepuasannya terhadap
pekerjaan merupakan penjumlahan kompleks dari banyak elemen berbeda.
Dua pendekatan populer. Peringkat global tunggal adalah sebuah respons atas
satu pertanyaan. Metode kedua, penjumlahan dari aspek-aspek pekerjaan, lebih
canggih, mengidentifikasi elemen-elemen kunci dalam sebuah pekerjaan seperti sifat
pekerjaan, pengawasan, gaji sekarang, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan
kerja. Responden memperingkat ini berdasarkan sebuah skala terstandardisasi, dan
peniliti menambahkan peringkat itu untuk menciptakan suatu skor kepuasan kerja
keseluruhan.
Secara intuitif, menjumlahkan respons pada sejumlah faktor pekerjaan
tampaknya mungkin untuk mencapai sebuah evaluasi yang lebih akurat atas kepuasan
kerja. Meskipun demikian, riset tidak mendukung intuisi ini. Penjelasan terbaik
adalah bahwa konsep kepuasan kerja sangat luas sampai satu pertanyaan sederhana
dapat menangkap esensinya. Penjumlahan aspek-aspek pekerjaan juga dapat
meninggakan beberapa data penting. Kedua metode membantu. Metode peringkat
global tunggal tidak menghabiskan banyak waktu, sehingga membebaskan waktu
untuk tugas-tugas lainnya, dan penjumlahan aspek-aspek kerja membantu manajer
mengatasi masalah dan berhadapan dengannya lebih cepat serta akurat.
Riset menunjukkan tingkat kepuasaan yang sangat beragam, bergantung pada
aspek apa dari kepuasan kerja yang dibicarakan. Meskipun kepuasan kerja tampak
relevan di berbagai budaya, bukanlah berarti tidak ada perbedaan budaya dalam
kepuasan kerja. Bukti ilmiah menyatakan bahwa pekerja di budaya Barat memiliki
kepuasan kerja yang lebih tinggi dibandingkan di budaya Timur. Sulit untuk
memisahkan semua faktor dalam skor, tetapi mempertimbangkan apakah dan
bagaimana bisnis merespons perubahan yang dibawa oleh globalisasi mungkin
memberikan petunjuk. Faktor lain mungkin adalah jumlah eksposur yang diterima
budaya tersebut akibat cara hidup yang beragam.
Sebuah studi Eropa terbaru mengindikasikan kepuasan kerja berkorelasi
positif dengan kepuasan hidup, sikap, dan pengalaman dalam hidup akan tertumpah
dalam pendekatan dan pengalaman kerja. Interdependensi, umpan balik, dukungan
sosial, dan interaksi dengan rekan kerja di luar tempt kerja terkait erat dengan
kepuasan kerja, bahkan setelah memperhitungkan karakteritik pekerjaan itu sendiri.
Kepuasan kerja tidak hanya mengenai kondisi pekerjaan. Kepribadian juga
memainkan peranan. Riset menunjukkan bahwa orang yang memiliki evaluasi inti diri
(CSE) – positif yang percaya pada nilai dan kompetensi dasar mereka – lebih puas
dengan pekerjaannya dibandingkan mereka dengan evaluasi inti diri negatif.
2. Dampak Pekerja yang Puas dan Tidak Puas Terhadap Tempat Kerja
Satu model teoritis – kerangka kerja: keluar-suara-loyalitas-pengabaian – berguna
dalam memahami konsekuensi ketidakpuasan.
 Keluar. Respons kekluar mengarahkan perilaku untuk meninggalkan
organisasi termasuk mencari sebuah posisi baru serta pengunduran diri. Para
peneliti mempelajari pemberhentian individu dan perputaran pekerja kolektif,
kerugian total bagi organisasi atas pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan
karakteristik lainnya dari pegawai tersebut.
 Suara. Respons suara termasuk secara aktif konstruktif mencoba untuk
memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan. Mendiskusikan
masalah dengan atasan, dan mengambil beberapa bentuk aktivitas serikat.
 Kesetiaan. Respons kesetiaan berarti secara pasif tetapi optimis menunggu
kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi saat menghadapi
kritikan ekstrem dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk
melakukan hal yang benar.
 Pengabaian. Respons pengabaian berarti secara pasif membiarkan kondisi-
kondisi itu memburuk, termasuk absen atau keterlambatan kronis,
berkurangnya usaha, dan tingkat kesalahan yang bertambah.
Kegunaan kerangka kerja ini cukup umum. Sekarang kita akan membahas hasil yang
lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja di tempat kerja.

3. Kepuasan Kerja dan Kinerja.


Sebagaimana kesimpulan beberapa studi, pekerja yang bahagia lebih mungkin
merupakan pekerja yang produktif. Saat kita berpindah dari level individu ke
organisasi, kita akan menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan-kinerja. Saat
kita mengumpulkan data kepuasan dan produktivitas untuk organisasi secara
keseluruhan, kita menemukan bahwa organisasi dengan lebih banyak pekerja yang
lebih puas cenderung lebih efektif dibandingkan organisasi yang lebih sedikit.
4. Kepuasan kerja dan OCB.
Organization Citizenship Behaviour (OCB) mengacu pada perilaku seorang
individu yang memberikan dampak positif terhadap organisasinya. Tampaknya logis
untuk mengasumsikan kepuasan kerja seharusnya menjadi suatu penentu utama dari
perilaku kewargaan organisasional pekerja (OCB). Pekerja yang puas seharusnya
akan kelihata berbicara positif mengenai organsasi, membantu yang lain, dan melebihi
ekspektasi normal dalam pekerjaannya, mungkin karena mereka ingin membalas
pengalaman positifnya. Individu dengan ciri-ciri kepribadian tertetu juga lebih puas
dengan pekerjaan mereka, yang kemudian mengarahkan mereka untuk terlibat di lebih
banyak OCB. Akhirnya, riset menunjukkan bahwa saat orang dalam suasana hati yang
baik, mereka akan lebih mungkin untuk terlibat dalam OCB.
5. Kepuasan Kerja dan Kepuasan Pelanggan.
Para pekerja dalam pekerjaan jasa sering berinteraksi dengan pelanggan. Oleh
karena manajer organisasi jasa harus lebih peduli untuk menyenangkan para
pelanggan tersebut, wajar untuk bertanya apakah kepuasan pekerja berhubungan
dengan hasil pelanggan yang positif? Bagi para pekerja di lini depan yang memiliki
kontak teratur dengan pelanggan, jawabannya adalah “ya”. Pekerja yang puas
meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
6. Kepuasan Kerja dan Absen.
Terdapat sebuah hubungan negatif yang konsisten antara kepuasan dan absen,
tetapi bersifat sedang hingga lemah. Tentu saja masuk akal bahwa pekerja yang tidak
puas lebih cenderung untuk meninggalkan pekerjaannya, tetapi faktor-faktor lainnya
mempengaruhi hubungan itu. Saat sejumlah pekerjaan tersedia, para pekerja yang
tidak puas memiliki tingkat absen yang tinggi, tetapi ketika ada sedikit mereka
memiliki tingkat absen yang sama (rendah) seperti pekerja yang puas.
7. Kepuasan Pekerja dan Perputaran Pekerja.
Hubungan antara kepuasan kerja dengan perputaran pekerja lebih kuat
dibandingkan antara kepuasan dan absen. Riset terkini menyatakan bahwa para
manajer berusaha menentukan siapa yang mungkin akan pergi harus fokus pada
tingkat kepuasan kerja pekerja sepanjang waktu, karena tingkat itu sungguh berubah.
Kepuasan kerja juga memiliki sebuah koneksi lingkungan juga. Hubungan kepuasan-
perputaran juga dipengaruhi oleh prospek kerja. Akhirnya, kesatuan pekerja dengan
pekerjaannya dan komunitas dapat membantu menurunkan probabilitas perputaran,
khususnya dalam budaya kolektif.
8. Kepuasan Kerja dan Penyimpangan di Tempat Kerja.
Ketidakpuasan kerja dan hubungan antagonis dengan rekan kerja memprediksi
beragam perilaku yang tidak diinginkan organisasi, termasuk penggunaan zat
terlarang, mencuri di tempat kerja, sosialisasi yang kurang, dan keterlambatan. Para
pekerja yang tidak menyukai pekerjaannya mengalihkannya dengan berbegai cara –
dan karena cara-cara itu bisa sangat kreatif, mengendalikan hanya satu perilaku.
Untuk secara efektif mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari
ketidakpuasan kerja, para pekerja harus menyerang sumber masalah – ketidakpuasan
– dibandingkan mencoba untuk mengendalikan respons-respons yang berbeda.
IV. KONSEP TENTANG STRESS
1. Pengertian Stress
Stres adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal
(stimulus) yang dapat membahanyakan, tak terkendali atau melebihi kemampuan individu
sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis (respon) dan
melakukan usaha-usaha penyusuaian diri terhadap situasi tersebut (proses). Skala adaptasi
stres Perubahan Hidup Holmes dan Rahe adalah skala yang digunakan untuk mengukur
tingkat stres pada individu yang terdiri dari 31 peristiwa perubahan hidup yang dialami
selama 1 tahun.Penilaian yang dilakukan dengan seoring. Skor > 150 menunjukkan
adanya stres dan skor < 150 menujukkan tidak adanya stres (Al Banjary, 2009)
Stres adalah respons tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu,
suatu penomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat
dihindari, setiap orang mengalaminya, stres member dampak secara total pada individu
yang terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stress dapat mengancam
keseimbangan fisiologis (Ranmus, 2004).
Yang dimaksud dengan stress (Hans Selye) adalah respons tubuh yang sifatnya non
spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respons tubuh
seseorang manakala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila
ia sanggup sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh,
maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stress. Tetapi sebaliknya bila
ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih oraga tubuh sehingga yang
bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia
disebut mengalami distress ( Dadang, 2004).
2. Penggolongan
Apabila ditijau dari penyebab stress, dapat digolongkan sebagai berikut :
 Stres Fisik, disebabkan oleh suhu atau temperature yang terlalu tinggi atau rendah,
suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
 Stress Kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun dan
hormon.
 Stress Mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
menimbulkan penyakit.
 Stress Fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau
sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
 Stres Proses Pertumbuhan dan Perkembangan, disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.
 Stres Psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial,
budaya, atau keamanan menurut. (Sunaryo, 2004)

Adapun menurut Brench Grad (2000), stress ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu :

 Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti


kematian, percerian, pensiun, luka batin, dan kebangkrutan.
 Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, sperti pertengkaran
rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.

SumberSumber stress dapat berasal dari dalam tubuh dan diluar tubuh, sumber stress
dapat berupa biologik/psikosiologi, kimia, psikologok, sosial spiritual.

 Stresor biologik dapat berupa : mokroba, bakteri, virus dan jasad renik lainnya,
hewan, binatang, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat
mempengaruhi kesehatan
 Stresor fisik dapat berupa : perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi, yang
mengikuti letak tempat tinggal, domisili, demografi, berupa jumlah anggota dalam
keluarga, nutrisi, radiasi, kepandatan penduduk, imigrasi dan kebisingan.
 Stresor kimia, dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa, sedangkan
dari luar tubuh dapat berupa obat pengobatan, pemakaian alkohol, pencemaran
lingkungan, bahan kosmetik dan bahan pengawet.
 Stresor sosial psikologi, yaitu labelling dan prasangka, ketidak kepuasan terhadap
diri sendiri, kekejaman, konplik peran, percaya diri yang rendah, perubahan
ekonomi, emosi yang negative, dan kehamilan
 Stresor spiritual yaitu adanya persepsi negative terhadap nilai-nilai ke- Tuhanan.
Stressor menurut Esperanza (1997) Fundamental of nursing practice a nursing
poscess approach
a. Perubahan patotogi dari penyebab penyakit atau suatu injuri.
b. Troma (injuri, luka bakar, serangan, elektrik, shok).
c. Tidak adekuatnya makanan, kehangatan, dan pencegahan.
d. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (kelaparan, gangguan sexk sual).
e. Program trapi (diet, trapi fisik, spikotrapi).
f. Kekacoan hubungan sosial dan keluarga.
g. Komplik sosial dan budanya.
h. Prubahan spisiologi yang normal (puberitas, mentuasi, kehamilan dan
menaupouse)
i. Situasi positif dari pristiwa kehidupan. (Rasmus, 2004)
3. Tanda-Tanda Bahaya Stress
Ada beberapa tanda bahaya yang menujukan kerja destruktif dari stress.Tanda-tanda
ini bersifat fisiologis dan psikologis. Penyakit psikologis, meskipun senyata dan
sedestruktif penyakit fisik, bisa lebih sulit dideteksi dan disembuhkan. Ada pelbagi
penyakit emosional dan psikologis yang ditimbulkan oleh stres, dari yang ringan sampai
yang meningkat, dari yang sementara sampai yang kronis.Serangannya bias pelahan-
lahan atau mendadak.Penyakit-penyakit ini dapat dipicu oleh sebab biologis dan sebab
psikologis. Ini merupakan sebuah topic besar, dan saya disini hanya menyebutkan
beberapa tanda yang mengindikasikan berjangkitnya stress, antara lain :
 Keletihan yang tak diketahui sebab-musababnya, seperti
a. Gangguan makan, seperti kehilangan nafsu makan atau makanan berlebihan.
b. Gangguan tidur, seperti tak bias tidur, tidur tapi sebentar bentar bangun, dan
mimpi buruk berulang.
c. Keluarnya air mata tanpa bias dikendalikan.
d. Pikiran untuk bunuh diri.
e. Hilangnya ketertarikan pada hal-hal semisal berpenampilan rapi dan aktifitas-
aktifitas sosial.
f. Tak bias berkonsentrasi.
g. Sering merasa mengerut ketika demam dan terkenak infeksi.
h. Tegang atau sakit kepala yang tak diketahui penyebabnya
i. Minum alkohol secara berlebihan atau merasa panic.
j. Lekas marah atau mudah terprovokasi
k. Selalu ingin melakukan sesuatu yang radikal.
l. Peristiwa-peristiwa atau keadaan-keadaan yang menimbulkan stres disebut
stressor. Ada empat macam stressor yaitu :
- Stressor episodik.
Kecelakan yang belum lama terjadi dan perselisihan dengan orang lain
adalah contoh peristiwa yang memicu stress sekali waktu.
- Sekues stressor.
Perceraian, kehilangan pekerjaan, dan kematian tercinta adalah
peristiwa-peristiwa yang memicu stress yang bertahan lebih lama.
- Stressor periodik.
Periksa secara periodic ke dokter gigi, sakit pinggang yang sesakali
terasa, dan sering berpergian karena tuntutan kerja merupakan contohnya.
- Stressor kronis.
Penyakit permanen, masalah-masalah suami isteri yang berlarut-larut,
dan ketak mampuan menyelesaikan persoalan keuangan adalah pemantik
stress yang bertahan sangat lama.(Khavari. A, 2006)
4. Tahapan Stress
 Stress Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan, dan biasanya di sertai
dengan perasaa-perasaan sebagai berikut :
a. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
b. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya
c. Merasa mapu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa di
sadari cadangan energy dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang
berlebihan
d. Merasa senag dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat,
namun tanpa di sadari cadangan energy semakin menipis.

 Stress Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan” sebagaimana yang di
uraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang di
sebabkan karena cadangan energy tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup
waktu untuk beristirahat.Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang
yang berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut:
a. Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.
b. Merasa mudah lelah setelah makan siang
c. Lekas merasa capai menjelang sore hari
d. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort)
e. Detakan jantung lebih cepat dari biasanya (berdebar-debar)
f. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang
g. Tidak bias santai
 Stres Tahap III
Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan
keluhan-keluhan sebagaimana di uraikan pada stress tahap II tersebut diatas, maka
yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan
mengganggu yaitu :
a. Gangguan lambung dan usus semakin nyata, misalnya keluhan “maag”
(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).
b. Ketegangan otot-otot semakin terasa
c. Perasaan ketidak tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat
d. Ganguan pola tidur (insomnia) misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early
insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle
insomnia), atau bangun terlalu pagi/dini hari tidak dapat kembali tidur (lae
insomnia)
e. Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan terasa akan pingsan)
 Stres tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan
keluhan-keluhan stress tahap III diatas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak
ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya.Maka gejala stress tahap IV
akan muncul :
a. Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa sangat sulit
b. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudan di selesaikan
menjadi membosankan dan terasa lebih sulit
c. Yang semula tanggapan terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan
untuk merespons secara memadai (adequate)
d. Ketidak mampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
e. Gangguan pola tidur di sertai dengan mimpi-mimpi yang menyenagkan
f. Sering kali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan
kegairahan
g. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun
h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat di jelaskan apa
penyebabnya
 Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V yang di
tandai dengan hal-hal berikut :
a. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and
psychological exhaustion)
b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan
sederhana
c. Gangguan system pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder)
d. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah
bingung dan panik
 Stres Tahap VI
Tahap ini merupakan tahap klimaks, seseorang mengalami serangan panic (panic
attack) dan perasaan takut mati tidak jarang orang yang mengalami stress tahap IV ini
berulang kali di bawa ke UGD bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya di
pulangkan karena tidak di temukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress tahap
VI ini adalah sebagai berikut :
a. Debar jantung terasa cepat
b. Susah bernafas
c. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
d. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
e. Pingsan atau kolaps (collaps). (Dadang, 2004)

5. Reaksi Tubuh Terhadap Stress


Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa yang dimaksud dengan stress adalah
reaksi atau respon tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban
kehidupan). Kecuali gejala-gejala tahapan stress maupun perubahan perilaku yang
telah di uraikan di muka, maka seseorang yang mengalami stress dapat pula di lihat
atupun di rasakan dari perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya misalnya
antara lain:
- Rambut
Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami
perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam.
- Mata
Ketajaman mata sering kali terganggu misalnya kalau membaca tidak
jelas karena kabur.
- Telinga
Pendengaran sering kali terganggu dengan suara berdenging (tinitus)
- Daya pikir
Kemampuan berfikir dan mengingat serta konsentrasi menurun.Orang
menjadi pelupa dan sering kali mengeluh sakit kepala atau pusing.
- Ekspresi wajah
Wajah seseorang yang stress Nampak tegang, dahi berkerut, mimic
Nampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan
kulit muka kedutan (tin facialis)
- Mulut
Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain
daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar
menelan, hal ini di sebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan
mengalami spasme (muscle cramps) sehingga serasa “tercekik”.
- Kulit
Pada orang yang mengalami stress reaksi kulit bermacam-macam pada
kulit dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan.
- Sistem pernafasan
Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stress dapat terganggu
misalnya nafas terasa berat dan sesak di sebabkan terjadi penyempita pada
saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot rongga dada.
- System Kardiovasculer
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovasculer dapat
terganggu faalnya karena stress.
- Sistem pencernaan
Orang yang mengalami stress sering kali mengalami gangguan pada
system pencernaannya.Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan
pedih.
6. Jenis Adaptasi Stress
Adapun jenis-jenis adaptasi adalah sebagai berikut:
1. Adaptasi fisiologik bisa terjadi secara lokal atau umum contohnya : Seseorang yang
mampu mengatasi stress, tangannya tidak berkeringat dan tidak gemetar, serta
wajahnya tidak pucat.
Seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berat dan
merasa mengalami gangguan apa-apa pada organ tubuh.

2. Adaptasi psikologis bias dibagi manjadi tiga, antara lain:

- Sadar : individu mencoba memecahkan/ menyesuaikan diri dengan masalah.


- Tidak sadar : Menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism).
- Menggunakan gejala fisik (Konversi atau Psikofisiologik/psikosomatik)
Apabila seseorang mengalami hambatan atau kesulitan dalam beradaptasi, baik
berupa tekanan, perubahan, maupun ketegangan emosi dapat menimbulkan stress.
Stres bisa terjadi apabila tuntutan atau keinginan diri tidak terpenuhi. (Sunaryo, 2004).

7. Cara Mengendalikan dan Penanganan Stres

Kiat untuk mengendalikan stress menurut Grant Brench (2000) sebagai berikut :
- Sikap, keyakinan dan pikiran kita harus positif, fleksibel, rasional, dan adaptif
terhadap orang lain. Artinya, jangan terlebih dahulu menyalahkan orang lain sebelum
introspeksi diri dengan pengendalian internal.
- Kendalikan factor-faktor penyebab stress dengan jalan :
a. Kemampuan menyadari (awareness skills).
b. Kemampuan untuk menerima (acceptance skills).
c. Kemampuan untuk menghadapi (coping skills).
d. Kemampuan untuk bertindak (action skills).
e. Perhatikan diri anda, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan
anda.
f. Kembangkan sikap efisien.
g. Relaksasi.
h. Visualisasi (angan-angan terarah).
i. Circuit breaker dan koridor stress.

Anda mungkin juga menyukai