Anda di halaman 1dari 24

PERILAKU ORGANISASI

AYU CASWATI
2134021179

R 304 Kamis, 18.30 – 20.00

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN S-1


UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
JAKARTA 2022
DASAR - DASAR PERILAKU INDIVIDU, SIKAP KEPUASAN KERJA
DAN NILAI

A. Sikap (attitude)
Sikap atau attitude diartikan sebagai pernyataan evaluatif atau penilaian terhadap suatu
objek, orang atau peristiwa. Sikap (attitude) berbeda dari perilaku (behaviour). Sikap masih
berupa penilaian abstrak. Penilaian tersebut menjadi kongkrit dalam perilaku. Misal kita
mempunyai sikap bahwa korupsi itu tidak baik, penilaian kita tersebut menjadi nyata ketika
kita mewujudkan sikap tersebut ke dalam perilaku tidak melakukan korupsi.
Robbins dan Judge (2008) mengungkapkan ada tiga komponen yang membangun sikap
atau attitude yaitu :
a.       Komponen kognitif (cognitive component), komponen ini merupakan komponen
inti dari sikap (attitude) yang berupa penjelasan atau kepercayaan (belief) tentang
suatu hal.
b.      Komponen afektif (affective component), merupakan komponen sikap (attitude)
yang bersifat emosional atau bagaimana seseroang merasakan sesuatu hal. Seperti
apakah ia merasa senang atau merasa tidak senang.
c.       Komponen Perilaku (behavioral component), yaitu intensi yang berperilaku
tertentu terhadap seseorang atau suatu hal yang didasarkan pada keyakinan
(kognitif) dan perasaan (affektif) yang dimiliki individu terhadap seseorang atau
suatu hal tersebut.

Tiga komponen sikap tersebut memberikan pemahaman bahwa sikap individu dibentuk
oleh kognisi dalam menggunakan rasio yang dikombinasikan dengan kekuatan emosi yang
akan mendorong seseorang individu untuk menunjukkan perilaku tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap bisa menjadi prediktor bagi perilaku. Kita
bisa memprediksi kira-kira perilaku apa yang akan ditunjukkan oleh seorang individu dengan
mengetahui sikap yang dianutnya. Tetapi ada kalanya, muncul ketidaksesuaian antara sikap
yang dianut dan perilaku yang ditampilkan, sehingga menimbulkan kondisi yang disebut
sebagai cognitive dissonance.
Cognitive dissonance adalah suatu kondisi ketika terjadi ketidaksamaan antara sikap
dan perilaku. Artinya perilaku yang ditampilkan individu tidak sesuai dengan sikap yang
dianutnya. Akibatnya muncul kegelisahan di dalam diri individu. Untuk perilakunya agar
sesuai dengan sikapnya atau mengubah sikapnya agar sesuai dengan perilakunya.
Tetapi ada kalanya sikap baru tercipta setelah kita menampilkan perilaku tertentu. Di
sini perilaku mucul terlebih dahulu baru kemudian sikap yang digunakan sebagai pengesahan
terhadap perilaku yang telah dilakukan. Misalkan, seorang mahasiswa berbuat curang dengan
berperilaku mencontek ketika ujian karena tidak belajar, perilakunya tersebut kemudian
disahkan oleh sikap yang muncul belakangan, misalnya mencontek karena kepepet bukan
perbuatan yang tercela. Kondisi ini disebut sebagai self percetion theory yaitu sikap (attitud)
digunakan justru untuk menjustifikasi perilaku (behaviour) yang telah dilakukan.
Di dalam perilaku organisasi, terdapat tiga jenis sikap yang sering dipelajari dan diteliti,
yiaut kepuasan kerja (job satisfaction), yang merujuk pada sikap seseorang terhadap
pekerjaannya, keterlibatan kerja (job involvement) yang merupakan ukuran sejauh mana
seseorang secara psikologis memihak pekerjaannya dan menggunakan pekerjaannya sebagai
ukuran harga diri, dan komitmen organisasi (organizational commitment) yang merupakan
sikap sejauh mana seorang individu berniat memelihara keanggotaan di dalam sebuah
organisasi.

Beberapa komponen sikap:


a. Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau kepercayaan) 
b. Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau emosional)
c. Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap seseorang atau sesuatu)

Jenis-jenis sikap:
a) Job Satisfaction (sikap yang menentukan kepuasan seseorang terhadap pekerjaannya)
b) Job Involvement (sikap yang menggambarkan sampai sejauh mana partisipasi aktif
karyawan terhadap pekerjaannya)
c) Organization Commitment (sikap yang menunjukkan sampai mana seseorang melibatkan
diri dalam organisasi beserta dengan tujuan-tujuannya dan ingin menjaga keanggotaannya
dalam organisasi)

Cognitive Dissonance Theory


Teori yang menjelaskan ketidakcocokkan antara 2 sikap atau lebih, maupun ketidakcocokkan
antara sikap dan perilaku.
contoh:
Saya hanya mau kuliah di kampus yang menyenangkan (Kognisi 1)
Tempat kuliah saya sekarang tidak menyenangkan (Kognisi 2)

Adanya kedua pernyataan diatas menunjukan terjadinya kognitif disonansi, dimana seseorang
memiliki pemikiran ganda terhadap suatu masalah. Kognisi yang saling bertentangan itu akan
menimbulkan disonansi. Untuk meminimalisir tekanan yang dialami seseorang saat mengalami
disonasi yaitu sebagai berikut:
1. Changing Cognition yaitu merubah salah satu kognisi sehingga menjadi konsonan dengan
kognisi yang lain, cth: "Mungkin kuliah di kampus memang seperti, tidak menyenangkan. Ya
sudahlah"
2. Adding Cognition yaitu menambahkan satu konsonan atau lebih yang memiliki kesamaan
dengan kognisi yang ada, cth: "Dengan kuliah, ilmu saya menjadi luas, kenalan saya menjadi
banyak dan lagi kuliah disini lebih murah dibandingkan dengan tempat lain.
3. Altering Important yaitu mengurangi disonansi antara kognisi yang ada dengan cara
mengganti kepentingan kita, cth: "Saya lebih baik berhenti berkuliah saja dan pindah ke
kampus lain, daripada tidak senang seperti ini."

Mengukur Hubungan A-B (Attitude and Behavior) – Sikap Vs Perilaku


Sikap mempengaruhi perilaku. Tetapi kajian lain menunjukkkan bahwa tidak seperti itu halnya.
Hubungan A-B dapat diperbaiki dengan memperhatikan variable atau faktor-faktor pelunak.

Variabel-variabel pelunak (Moderating Variables)


Sikap-sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan :
Nilai dasar, kepentingan diri atau identifikasi dengan kelompok.
Semakin spesifik sifat dan semakin spesifik perilaku maka hubungan keduanya semakin kuat.
Misalnya:
Bertanya tentang 6 bulan berikutnya lebih penting daripada bertanya apa puas.
Atau apa yang akan dilakukan bila ada suatu kejadian khusus.
Sikap yang mudah diingat lebih mungkin untuk meramalkan perilaku.
Kesenjangan A dan B mungkin karena tekanan sosial yang besar
Hubungan A – B jadi lebih kuat jika merupakan pengalaman pribadi.

Teori Persepsi-diri
Hubungan A-B biasanya jelas ada (positif) dan ini lebih dikuatkan lagi bahwa sikap digunakan
setelah fakta, untuk mencari makna dari tindakan mereka. (mereka mencari-cari kesimpulan
atas pekerjaan / kejadian yang telah terjadi/mereka lakukan)
Mereka mencari alasan yang masuk akal (PERASAAN KUAT) atau sikap hanyalah pernyataan
verbal saja (disonansi kognitif).

Sikap Kerja Utama


Hubungan sikap kerja pada :

1. Kepuasan Kerja :
Perasaan Positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil evaluasi karakteristik-
karakteristiknya.

2. Keterlibatan pekerjaan :
Sejauh mana karyawan memiliki sikap memihak terhadap pekerjaannya dan bertindak aktif.
Pemberian wewenang Psikologis : yang akan meningkatkan keterlibatan karyawan dalam
pekerjaannya.

3. Komitmen organisasional :
Sejauh mana karyawan terlibat dalam pekerjaan serta tujuan perusahaan untuk
mempertahankan keanggotaannya disitu.
1). Komitmen afektif : karena jenis pekerjaan itu disukainya.
2). Komitmen berkelanjutan : karena nilai ekonomisnya.
3). Komitmen Normatif : karena moral dan etis.

Sikap kerja lain :


Perceived Organisational Support (POS) : Sejauh mana karyawan yakin Perusahaan
memperhatikan mereka.
Keterlibatan Karyawan : Keterlibatan karyawan ,kepuasan & antusiame individu pada
Pekerjaan mereka.

Bagaimana Sikap Karyawan dapat diukur ? 


1. Suatu Penerapan: Survei Sikap
Mencari respons dari karyawan dengan kuesioner.
Perilaku Karyawan sangat dipengaruhi oleh persepsi dan bukan realitas jadi suatu survey yang
teratur sangat penting bagi manajer.
2. Sikap dan Keanekaan Angkatan Kerja
Angkatan kerja yang berbeda menimbulkan penafsiran yang berbeda pula tentang suatu hal.
Karena itu perlu mengadakan pelatihan untuk membentuk ulang sikap karyawan. Contoh
adalah perbedaan Ras, kelamin dan lainnya yang tidak seharusnya seseorang dinilai atas
sesuatu yang tidak dalam kendalinya, yaitu Ras dan kelamin misalnya.

Berbicara masalah sikap, sebenarnya hal ini sudah merupakan sesuatu yang sangat
populer dan penting,terutama dalam rangka pembahasan psikologi sosial.para ahli
mengakui bahwa setiap sikap dapat terbentuk karena adanya pengaruh dan peranan
pembawaan dan lingkungan, yang keduanya mempunyai fungsi yang sama, dalam arti
bahwa sikap tidak dibawa sejak manusia lahir.
Pengertian sikap sudah banyak dikemukakan oleh para ahli. Dalam memeberikan
pengertian tentang sikap ini para ahli berbeda pendapatnya. Namun pada hakekatnya
perbedaan pendapat tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang mendasar. Dalam
kaitan ini, kita ketahui bahwa setiap individu didalam aktivitas hidupnya mempunyai
suatu reaksi ataupun gerakan terhadap suatu obyek tertentu dan inilah nantinya akan
menjadi bagian dari sikap individu tersebut.
Untuk jelasnya dikutip pendapat W.A. Gerungan (2009) yang mengatakan bahwa
sikap adalah kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. Ini berarti bahwa sikap senantiasa
terarahkan pada suatu obyek tertentu dalam arti bahwa tak ada sikap tanpa obyek, dan
gerakan atau reaksi terhadap obyek inilah yang di maksud dengan sikap.
Sehubungan dengan sikap ini, Krech dan kawan-kawan (1982:139), memberikan
pendapatnya bahwa: As the individual develops his cognitionc, feeling, and action tendencies
with respects to the various objects in his world become organized into enduring sistem called
attitudes.
Keterangan Krech dan kawan-kawan ini menggambarkan bahwa dalam
perkembangan individu, kognisinya,perasaannya dan kecendrungan untuk bertindak
terhadap macam-macam obyek dilingkungannya menjadi terorganisir dalam suatu system
yang disebut sikap. Jelas bahwa disamping adanya reaksi individu terhadap obyek
tertentu, maka setiap individu akan memperlihatkan perkembanagn-perkembangan, baik
kognisinya atau pengetahuanya, perasaanya atau keyakinannya maupun kecenderungan
untuk bertindak atau pengalamannya terhadap obyek itu sendiri.
Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan terhadap
aspek lingkungannya (Milton 1981). Sikap seseorang tercermin dari kecenderungan
perilakunya dalam menghadapi suatu situasi lingkungan yang berhubungan dengannya.
Sigit (2003:88), menyatakan bahwa sikap adalah tanggapan (response) yang mengandung
komponen-komponen kognitif (pengetahuan), afektif (sejauhmana penilaiannya terhadap
obyek) dan konaktif (kecenderungan untuk berbuat), yang dilakukan oleh seseorang
terhadap sesuatu obyek atau stimulus dari lingkungannya. Robbins (2007:92)
mengemukakan pengertian sikap adalah pernyatan evaluatif baik yang menyenagnkan
maupun tidak menyenangkan terhadap obyek, individu atau perisitiwa. Hal ini
mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Senada dengan itu,
Ndraha, (2003:33) mengemukakan pengertian sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap
sesuatu. Ia menunjukkan arah, potensi dan dorongan menuju sesuatu itu.
Ada perbedaan antara sikap dan nilai, meskipun kedua- duanya beliefs dan cognitive,
Pertama sikap adalah keyakinan (beliefs) mengenai sesuatu obyek yang khusus mengenai
orang atau situasi, sedangkan nilai adalah bersifat umum. Nilai adalah keyakinan yang
melekat pada diri orang, terlepas bagaimana orang lain, sedangkan sikap adalah
tanggapan terhadap pihak lain.
Ada lima karakteristik sikap 1) ada obyek, 2) mengarah, 3), berintensitas atau sederajat,
4) berstruktur, dan 5) dipelajari.
Dikatakan ada obyek, karena ada sesuatu yang disikapi. Tidak ada sikap tanpa obyek
Dikatakan mengarah karena setiap obyek ada arahnya. Jadi sikap mengarah kepada obyek
yang disikapi. Dikatakan berintensitas atau berderajat karena dalam sikap ditanyakan
sejauhmana atau seberapa tinggi rendah sikapnya. Dikatakan berstruktur, karena dalam
sikap itu ada komponen- komponen yang secara intern terbentuk dengan sendirinya, yaitu
komponen kognitif, afektif yang saling menjalin.

B. Nilai
Nilai (values) merupakan suatu tuntunan atau pedoman yang mendasari bagaimana
seseorang atau suatu organisasi berpikir, mengambil keputusan, bersikap, dan bertindak.
Perbedaan nilai yang dimiliki oleh dua orang yang berbeda akan menimbulkan sikap yang
berbeda pula diantara dua orang tersebut, meskipun mereka berada dalam lingkungan yang
sama. Sebagai contoh, seorang manajer pemasaran memberi tugas pada dua orang stafnya
untuk meningkatkan penjualan. Manajer tersebut tidak memberikan keterangan
tentang reward apa yang akan diberikan bila target penjualan tercapai. Staf pertama bersikap
tenang-tenang saja, tidak langsung bergerak, atau berpikir langkah apa yang harus dilakukan
untuk meningkatkan penjualan, karena ia belum tahu keuntungan apa yang akan diberikan oleh
perusahaan kepadanya jika target tercapai. Baginya jika reward belum jelas, untuk apa
bersusah payah memenuhi target, karena toh ia sudah mendapat gaji tetap meskipun target
penjualan tidak tercapai. Berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh staf yang kedua, ia
langsung berpikir, menentukan langkah apa yang diperkirakan dapat mencapai target, serta
bertindak secepat mungkin. Staf ke dua berpikir sebagai seorang karyawan ia harus
menunjukkan bahwa ia mampu melakukan apa yang ditugaskan padanya dengan baik dan
menghasilkan hasil yang memuaskan. Perbedaan sikap dari dua karyawan tersebut di atas
adalah karena adanya perbedaan nilai-nilai yang dimiliki keduanya.
Nilai merupakan gambaran dialog yang selalu terjadi dalam diri kita yang menentukan
apa yang penting dan apa yang tidak penting untuk dilakukan. Apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Apa yang benar dan apa yang salah. Nilai merupakan dasar yang
terdalam, acuan, dan motor penggerak motivasi, sikap dan tindakan. Nilai tidak bisa
dipalsukan, karena apa yang dipikirkan, dilakukan, dan disikapi akan terlihat dengan jelas
merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dianut seseorang. Nilai-nilai yang dianut dan
dijalankan oleh karyawan dalam organisasi inilah yang merupakan faktor penentu bagaimana
organisasi tersebut secara kolektif memiliki kualitas, kapasitas, dan kapabilitas dalam membuat
keputusan, perilaku dan tindakan organisasi.
Nilai organisasi bukan nilai yang tertulis dalam pedoman organisasi, karena sering
nilai-nilai ini adalah rekomendasi dari konsultan. Nilai organisasi adalah apa secara aktual
memang menjadi praktek dari organisasi tersebut. Apa yang disaksikan, diyakini, dipercaya,
dilakukan dan dipraktekkan oleh para karyawan di organisasi ini merupakan nilai riil (nyata).
Banyak organisasi besar yang menyewa konsultan  untuk membuat cetak biru organisasi,
memasang competency based organization, melakukan program pelatihan karyawan, serta
memasang sistem teknologi informasi yang baru. Investasi yang cukup besar ini tanpa diikuti
oleh perubahan nilai-nilai yang mendasari keyakinan, kepercayan,  sikap para karyawannya,
akan sulit untuk mewujudkan sikap yang diharapkan.
Nilai mencerminkan perilaku dasar bahwa bentuk khusus perilaku atau bentuk akhir
keberadaan secara peribadi atau sosial lebih dipilih dibandingkan dengan bentuk perilaku atau
bentuk akhir keberadaan perlawanan atau kebalikan. Nilai sangat penting untuk mempelajari
perilaku organisasi karena nilai menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi serta
memahami persepsi kita, individu memasuki organisasi berdasarkan yang dikonsefkan
sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan apa yang tidak seharusnya.
Milton Rokeatch [1]menciptakan nilai Rokeach (RVS) yang merupakan nilai terminal
dan instrumental. Nilai terminal merupakan bentuk akhir keberadaan yang sasarannya sangat
diinginkan untuk dicapai seseorang dalam hidupnya. Sedangkan, nilai instrumental adalah
bentuk perilaku atau upaya-upaya pencapaian nilai-nilai terminal yang lebih disukai oleh orang
tertentu.
Nilai kerja dapat dikelompokan kedalam  empat kelompok yang mengungkapkan nilai-
nilai yang unik dari suatu kelompok atau generasi yang berbeda dalam angkatan kerja yaitu
dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 2. Nilai Kerja


Perkiraan
Memasuki Angkatan
Kelompok memasuki usia Nilai-nilai dominan
Kerja
saat ini
Veteran 1950-an atau awal 1960- 60+ Pekerja keras, koservatif,
an patuh setia kepada
organisasai
Boby 1965-1985 40-60
Bommer Sukses mencapai
prestasi, ambisi tidak
menyukai otoritas setia
1985-2000 25-40 pada karier
Generasi x
Keseimbangan
pekerjaan/kehidupan
berorientasi tim, tidak
2000-sekarang Dibawah 25 meyukai peraturan, setia
Nexter pada hubungan

Percaya diri,
keberhasilan financial,
mengandalkan diri
sendiri, namun
berorientasi tim, setia
pada diri sendiri dan
pasangan.

Pemahaman bahwa nilai-nilai individu berbeda namun cenderung mencerminkan nilai-


nilai masyarakat periode mereka dibesarkan dan menjadi bantuan berharga dalam menjalankan
dan memperkirakan perilaku. Salah satu bentuk pendekatan secara global yang ditunjuk untuk
menganalisis variasi untuk menunjuk kebudayaan-kebudayaan yang dilakukan oleh Greert
Hofstede menemukan bahwa para manajer berbeda berdasarkan lima dimensi yaitu:
1.      Jarak kekuasaan merupakan suatu atribut kebudayaan nasional yang meggambarkan
tingkat penerimaan masyarakat akan kekuasaan dalam intitusi atau organisasi yang
didistribusikan secara tidak merata.
2.      Individualism versus Kolektivisme. Individualism merupakan atribut kebudayaan
nasional yang menggambarkan tingkat dimana orang lebih suka bertindak sebagai individu
dari pada sebagai kelompok sedangkan kolektivisme merupakan kebudayaan nasional yang
menggambarkan kerangka kerja yang ketat didalamnya orang mengharapkan orang lain
dalam kelompok dimana mereka merupakan anggota untuk merawat dan membantunya.
3.      Kuantitas kehidupan dengan Kualitas kehidupan. Merupakan atribut kebudayaan nasional
yang menggambarkan dimana tingkat nilai kemasyarakatan di cerminkan dengan
keberanian berpendapat dan matrealisme, sedangkan kuantitas kehidupan merupakan
atribut kebudayaan nasional yang menekankan pada hubungan dan kepedulian terhadap
orang lain.
4.      Penghindaran Ketidakpastian, merupakan atribut kebudayaan nasional yang
menggambarkan tingkat dimana masyarakat merasa terancam oleh keadaan yang tidak
menentu atau bermakna  ganda dan coba untuk menghindari keadaan tersebut.
5.      Orientasi jangka panjang versus jangka pendek. Orientasi jangka panjang merupakan
atribut kebudayaan nasional yang menekankan pada masa depan, penghematan, dan
keberlanjutan. Sedangkan orientasi jangka pendek merupakan atribut kebudayaan nasional
yang menekankan pada masa kini, menghormati tradisi, dan memenuhi kewajiban-
kewajiban sosial.

Nilai adalah keyakinan dasar dalam bentuk keadaan atau tindakan yang diyakini benar secara
personal ataupun dalam lingkup sosial.

Atribut nilai dibagi menjadi dua:


1. Konten
suatu tindakan atau keadaan tertentu yang dianggap penting
Contoh : Saya percaya keuletan membawa kesuksesan dalam berbisnis
2. Intensitas
Menjelaskan seberapa penting kegiatan atau keadaan tersebut
Contoh : seberapa besar saya pegang keyakinan itu. Semakin saya kendur maka saya akan
cederung malas, dan berbuah ketidaksuksesan dan sebaliknya

Sistem nilai adalah urutan tingkat nilai yang dimiliki seseorang dilihat dari intensitasnya. Jika
konten dan intensitas berbeda, maka sistem nilai hancur. Nilai bersifat tetap dan bertahan lama.
Nilai menjadi dasar persepsi dalam memahami sikap dan motivasi seseorang serta
mempengaruhi perilaku kita.

Ada 2 jenis kerangka untuk menganalisa budaya:


1. Hofstede's Teamwork
   a. Power distance
   b. Individualism VS Collectivism
   c. Quantity of Life vs Quality of Life 
   d. Uncertainty Avoidance
   e. Long-term vs short-term orientation

2. The GLOBE Framework


 a. Assertiveness (kemampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan, perasaan, dan pendapat)
 b. Future Orientation (orientasi kepada kondisi ke depan)
 c. Gender Differentiation (perbedaan jenis kelamin)
 d. Uncertainty Avoidance (menghindari ketidakpastian)
 e. Power Distance (jarak sejauh mana anggota menerima kekuasaan dalam organisasi)
 f. Individualism/Collectivism
 g. In-Group Collectivism (tingkat untuk seorang mengekspresikan kebanggan dan loyalitasnya
dalam sebuah organisasi)
 h. Performance Orientation (orientasi kepada performa kerja)
 i. Human Orientation (orientasi kepada manusia/SDM)

Robbins (2007:148), Nilai dapat dibedakan antara nilai terminal yaitu sesuatu yang
menjadi tujuan akhir dan nilai instrumental, tetapi norma adalah semata-mata nilai
instrumental. Contoh Nilai–nilai instrumental dan nilai-nilai terminal sebagai berikut.
Nilai Instrumental Nilai Terminal Tentram. Bahagia
Lulus Ujian...........................................................................Bekerja
Bekerja..................................................................................Kawin
Kawin................................................................................Punya Anak
Laba......................................................................................Penghargaan
Biaya Rendah........................................................................Laba
Sembahyang.........................................................................Naik Sorga
Nilai terminal keadaan akhir kehidupan yang diinginkan; tujuan-tujuan yang ingin
dicapai seseoang selama masa hidupnya, sedangkan Nilai instrumental adalah perilaku
atau cara-cara yang lebih disukai untuk mencapai nilai terminal seseorang. Secara
sederhana, nilai dapat dirumuskan sebagai obyek dari keinginan manusia. Nilai menjadi
pendorong utama bagi tindakan manusia dari pelbagai macam nilai yang mempengaruhi
kompleksitas tindakan manusia.
Menurut Sigit (2003:79), nilai ialah keyakinan yang bertahan lama mengenai
sesuatu yang dianggap berharga (wortwhile), penting. (importance), mempunyai arti
(meaningfull), diinginkan (desirable), dan diprioritaskan (preferable).
Robbins (2001:130) menyatakan bahwa nilai adalah suatu modus perilaku atau
Keadaan akhir dari eksistensi yang khas lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada
suatu modus perilaku atau keadaan yang berlawanan. Sementara itu itu, Geert Hofstede
dalam Culture‟s Consequens (1980,19) yang dikutip oleh Draha, 2003:17 mendefenisikan
nilai sebagai “a broad tendency for prefer certain states of affairs over others” Defenisi
Hostede merupakan ringkasan defenisi Kluckhon “A value is conception, explicit or
implicit, distintive of an individual of characteristic of a group, of the desirable which
influences the selection from available modes, means and ends of action.
Dengan demikian nilai dapat diartikan sesuatu yang dinginkan, penting dan
memiliki arti, sehingga diperjuangkan untuk direalisasikan.
Menurut Ndraha,( 2003:18) mengemukakan bahwa nilai dibedakan atas nilai
subyektif dan nilai obyektif. Menurutnya bahwa nilai subyektif adalah sesuatu yang oleh
seseorangdi anggap dapat memenuhi kebutuhannya pada sutu waktu dan oleh karena itu
ia (seseorang tadi) berkepentingan atasnya (sesuatu itu),disebut bernilai atau
mengandunng nilai bagi orang yang bersangkutan.Oleh karena itu ia dicari, diburu dan
dikejar dengan menggunakan berbagai cara dan alat.Dalam hubungan itu, nilai dianggap
subyektif dan ekstrinsik (extrinsic). Nilai ekstrinsik sutu barang berbeda menurut
seseorang dibanding dengan orang lain. Nilai objektif adalah nilai dapat juga dipelajari
sebagai sesuatu yang bersifat objektif .Segala sesutu yang ada mengandung nilai, jika
bagi seseorang tidak ,mungkin bagi orang lain.Berdasarkan anggapan ini , seolah-olah
ada ada sebuah bag of virtues , kantong berisi nilai yang siap ditransfer kepada orang-
orang. Menurut pendekatan ini ,nilai dianggap intrinsik (intrinsic).

C. Kerja

Robbins (1991; 2007:47-49) mengemukakan bahwa dasar perilaku individu dalam kerja
meliputi karakteristik biografis seperti usia, jenis kelamin status perkawinan; kemampuan fisik
dan intelektual, locus of control, kepribadian, dan pembelajaran.

A.Karakteristik biografis

1) Usia
Analisis literatur yang terkini menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan kinerja,
demikian pula ada hubungan antara usia dan kepuasan kerja. Banyak fakta yang
mengindikasikan hubungan positif antara keduanya, setidaknya untuk usia sampai 60 tahun.
Bagaimanapun perubahan tertentu atau kemajuan pada teknologi dapat berpengaruh. dalam
pekerjaan, dimana pekerja sebagai subjek untuk membuat perubahan pada kemampuannya
misal dengan adanya komputer dan jaringan internet, maka disini yang lebih tua akan
mempunyai kepuasan kerja yang lebih rendah dibanding yang lebih muda.

2) Jenis kelamin
Kajian psikologis menemukan bahwa wanita lebih mudah menyesuaikan diri dengan pimpinan
sedangkan pria lebih agresif dan cenderung mempunyai harapan lebih untuk sukses, namun
demikian pendapat tersebut tidak banyak mendapat dukungan. Perkembangan 20 tahun terakhir
tentang emansipasi wanita dalam pekerjaan menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan
wanita dalam hal produktivitas kerja. Meskipun ada beberapa penelitian yang menemukan
bahwa wanita lebih tinggi pada tingkat turnover, hal ini tidak serta merta menjadi kesimpulan
yang bermakna, karena ada beberapa penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan.
produktivitas kerja antara pria dan wanita.
Penelitian selanjutnya pada tingkat ketidakhadiran. Banyak fakta mengindikasikan bahwa
wanita sering tidak hadir dibanding pria. Hal ini didasarkan atas logika budaya yang mengarah
pada wanita seharusnya tinggal dirumah dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Wanita
secara turun temurun ditetapkan untuk merawat anak dan bukan sebagai pencari nafkah.

3) Status perkawinan
Penelitian tentang keterkaitan antara kinerja dengan status perkawinan belum banyak
dilaksanakan. Salah satu penelitian yang konsisten menunjukkan bahwa pekerja yang sudah
menikah mempunyai tingkat ketidakhadiran yang rendah, dan cenderung puas terhadap
pekerjaan yang digelutinya.. Pekerja yang sudah menikah meningkat rasa tanggung jawabnya
sehingga melihat pekerjaan sebagai sesuatu hal yang sangat penting dan berharga. Selanjutnya
disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, misalnya bagaimana dengan pekerja yang
bercerai.

4) Masa kerja
Beberapa kajian menunjukkan bahwa masa jabatan/kerja jika didefinisikan sebagai pengalaman
kerja maka berhubungan positif dengan produktivitas. Penelitian lain menunjukkan bahwa
pegawai senior atau pekerja dengan masa kerja yang lama berkorelasi negatif dengan
ketidakhadiran. Selanjutnya ditemukan juga bahwa masa kerja berhubungan negatif dengan
turnover/keluar masuknya pegawai

5) Jumlah tanggungan
Ada hubungan yang positif antara jumlah anak dalam keluarga pekerja wanita dengan
ketidakhadiran. Begitu juga dengan kepuasan kerja. Namun ada pula penelitian yang
menunjukkan bahwa jumlah anak tidak mempengaruhi turnover dan ada pula yang sebaliknya.

b. Kemampuan
Kemampuan disini merujuk pada suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan individu pada hakikatnya tersusun dari dua
perangkat faktor : kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

1) Kemampuan intelektual
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
mental. Tujuh dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual
adalah kemahiran berhitung, pemahaman verbal, ketepatan peseptual, penalaran induktif,
penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan memori. Kecerdasan kognitif bukan sebagi prasyarat
utama untuk semua pekerjaan namun beberapa penelitian yang sudah dilakukan berulang-
ulang menunjukkan bahwa tes-tes IQ yang menilai kemampuan verbal, numerik, ruang dan
perseptual merupakan faktor penting pada pekerja untuk semua jenis pekerjaan. Namun
demikian yang perlu diingat adalah hasil penelitian Goleman (1995:38) dan Patton (2001:2)
bahwa yang menentukan kinerja seseorang dari kecedasan kognitif (IQ) hanya menyumbang
20%, sedangkan 80% disumbangkan oleh faktor lain dan salah satunya kecerdasan emosional.
Masih menurut Goleman bahwa indikator-indikator kecerdasan emosional yang memberi
kontribusi adalah; (a) kemampuan memotivasi diri, (b) ketekunan, (c) keuletan, (d) ketrampilan
empatik, dan (e) ketrampilan berkomunikasi.

2) Kemampuan fisik
Sementara kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar dalam pekerjaan-
pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informasi, kemampuan fisik yang
khusus memiliki makna penting untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut
ketrampilan. Misalnya, pekerjaan yang keberhasilannya menuntut stamina, kecekatan tangan,
kekuatan tungkai, atau bakat-bakat serupa menuntut manajemen untuk mengenali kapabilitas
fisik seorang karyawan.
Riset mengenai persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam ratusan pekerjaan telah
teridentifikasi sembilan kemampuan dasar yang dilibatkan dalam melakukan tugas-tugas
jasmani. Tidaklah mengherankan bahwa hubungan antara kemampuan-kemampuan ini juga
kecil, nilai yang tinggi pada satu kemampuan bukanlah jaminan nilai yang tinggi pada
kemampuan yang lain dan kemungkinan besar kinerja karyawan yang tinggi dicapai bila
manjemen telah memastikan sejauh mana suatu pekerjaan menuntut masing- masing dari
sembilan kemampuan itu dan kemudian menjamin bahwa karyawan dalam pekerjaan tersebut
mempunyai kemampuan tersebut.

3) Kesesuaian kemampuan dan pekerjaan


Dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku orang-orang ketika bekerja perlu diketahui
bahwa pekerjaan-pekerjaan mengajukan tuntutan yang berbeda-beda terhadap orang dan bahwa
orang memiliki kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu, kinerja karyawan ditingkatkan bila
ada kesesuaian antara pekerjaan dengan kemampuan.
Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang memadai pada
suatu pekerjaan, bergantung pada pesyaratan kemampuan yang diminta dari pekerjaan itu. Jadi,
misalnya, seorang kepala / pimpinan perusahaan memerlukan kemampuan decision making
yang baik, maka jika para pegawai tidak mempunyai kemampuan yang disyaratkan
kemungkinan besar akan gagal. Namun jika kemampuannya terlalu jauh melampui persyaratan
kemungkinan besar kinerja akan memadai meskipun juga bisa terjadi ketidakefisienan dan
penurunan kepuasan kerja.

D. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)


Kepuasan kerja atau job satisfaction sendiri diartikan sebagai sikap (attitude) individu
terhadap pekerjaannya. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki
sikap (attitude) yang positif terhadap pekerjaannya. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak
puas (kepuasan kerjanya rendah) akan memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja seseorang biasanya diukkur dengan menggunakan pendekatan
summation score. Pendekatan ini mencoba mengukur kepuasan kerja seorang individu dilihat
dari enam elemen kunci pekerjaan yaitu : pekerjaan saat ini (nature of curren job), atasan atau
penyelia (supervisor), teman sekerja ( co workers), gaji yang diperoleh, kesempatan promosi
dan pekerjaan secara umum.
Individu diminta merespon keenam hal tersebut apakah ia merasa puas (satisfied)
ataukah merasa tidak puas (dissatistied) terhadapnya. Respon-respon tersebut kemudian
dijumlahkan untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja secara keseluruhan.
Kepuasan kerja ini, menurut Robbins memiliki pengaruh dan dampak-dampak terhadap
tingkat produktivitas, tingkat absensi dan tingkat turnover.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa organisasi dengan karyawan yang merasa puas
akan lebih efektif dibandingkan dengan organisasi di mana karyawannya memiliki kepuasan
kerja yang rendah. Begitu pula dengan tingkat absensi, pekerja yang memiliki kepuasan kerja
yang rendah akan memiliki tingkat absensi yang tinggi dibandingkan dengan pekerja yang
memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Selain itu kepuasan kerja juga memberikan dampak
terhadap tingkat turnover meskipun pengaruh ini hanya berlaku bagi pekerja dengan kinerja
yang rendah (poor performance) dan tidak terlalu memberikan dampak terhadap pekerja
dengan kinerja yang bagus (superior performance).

Mengukur Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja adalah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut
interaksi dengan orang lain, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, standar kerja,
kondisi kerja yang kurang ideal dan lainnya. Jadi Assesment (penilaian) merupakan hal yang
rumit.

Ada 2 metode pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu :


1. Angka – nilai global tunggal (single global rating)
Dalam metode angka – nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu –individu untuk
menjawab satu pertanyaan.
Contoh:  Bila kita memberikan sebuah pertanyaan “seberapakah puaskah anda dengan
pekerjaan anda?” kemudian responden menjawabnya dengan melingkari suatu bilangan antara
1 sampai 5 yang berapa dan dengan jawaban dari “Sangat Dipuaskan” sampai “Sampai tidak
puas.”

2. Skor penjumlahan (summation score)


Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas sejumlah fase pekerjaan yang digunakan untuk
mengenali unsur – unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan
mengenal tiap unsur.
Contoh : faktor yang biasa digunakannya itu upah sekarang, kesempatan promosi, hubungan
dengan rekan kerja, penyeliaan dan sifat dasar pekerjaan.

Faktor – faktor yang berfungsi mendorong kepuasaan kerja adalah :


1. Kerja yang secara mental menantang
Faktor ini memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja

2. Ganjaran yang pantas


Faktor ini selalu diinginkan oleh karyawan dalam sistem upah dan kebijakan promosi yang
dinilai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka

3. Kondisi kerja yang mendukung :


Fakor ini sangat mengdukung bagi karyawan dalam melakukan pekerjaannya karena dengan
lingkungan yang nyaman dapat menciptakan hasil kerja yang memuaskan

4. Rekan sekerja yang mendukung


Faktor ini sangat mendukung dalam menghasilkan kerja yang memuaskan karena dengan
adanya interaksi sosial didalam suatu pekerjaan maka dapat mendukung kepuasan kerja dari
karyawan

5. Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian – pekerjaan


Karyawan yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilih seharusnya
mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan dari pekerjaan mereka, jadi kemungkinan berhasilnya pekerjaan tersebut sangat besar

6. Ada dalam Gen


Faktor ini penting karena Gen dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja dari seoang
karyawan. Disposisi seorang terhadap hidup baik positif maupun negatif ditentukan oleh
bentukan genetikya

Ada 3 Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan :


1. Kepuasan dan Produktivitas
Dengan tingkat kepuasan kerja yang terjamin maka tingkat produktivitas dari seorang
karyawan semakin bagus.

2. Kepuasan dan Kemangkiran


Kepuasan kerja dari suatu karyawan ditentukan oleh tingkat kemangkiran.
Contoh : suatu perusahaan harus memberikan tunjangan cuti sakit kepada karyawan yang sakit
supaya karyawan tersebut seperti diperhatikan oleh perusahaan tersebut

3. Kepuasan dan Tingkat keluar – masuknya karyawan


Kepuasan juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan. Jadi kepuasan kerja sangat
penting dalam mempengaruhi karyawan yang buruk untuk tinggal daripada yang kinerjanya
bagus.

Ada 4 respon karyawan dalam mengungkapkan ketidakpuasan :


1. Exit : ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan
organisasi
2. Suara (voice) : Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan konstruktif
untuk memperbaiki kondisi
3. Kesetiaan (loyalty) : ketidakpuasan yang diungkapkan secara pasif menunggu membaiknya
kondisi
4. Pengabaian (neglect) : Ketidakpuasan yang dinyatakan dengan membiarkan
kondisi memburuk
KESIMPULAN :
Sikap atau attitude diartikan sebagai pernyataan evaluatif atau penilaian terhadap suatu
objek, orang atau peristiwa. Sikap (attitude) berbeda dari perilaku (behaviour). Sikap masih
berupa penilaian abstrak. Penilaian tersebut menjadi kongkrit dalam perilaku. Cognitive
dissonance adalah suatu kondisi ketika terjadi ketidaksamaan antara sikap dan perilaku.
Artinya perilaku yang ditampilkan individu tidak sesuai dengan sikap yang dianutnya.
Akibatnya muncul kegelisahan di dalam diri individu. Untuk perilakunya agar sesuai dengan
sikapnya atau mengubah sikapnya agar sesuai dengan perilakunya.
Sikap adalah keteraturan perasaan dan pikiran seseorang dan kecenderungan
terhadap aspek lingkungannya (Milton 1981). Sikap seseorang tercermin dari
kecenderungan perilakunya dalam menghadapi suatu situasi lingkungan yang
berhubungan dengannya. Sigit (2003:88), menyatakan bahwa sikap adalah tanggapan
(response) yang mengandung komponen-komponen kognitif (pengetahuan), afektif
(sejauhmana penilaiannya terhadap obyek) dan konaktif (kecenderungan untuk berbuat),
yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu obyek atau stimulus dari lingkungannya.
Robbins (2007:92) mengemukakan pengertian sikap adalah pernyatan evaluatif baik yang
menyenagnkan maupun tidak menyenangkan terhadap obyek, individu atau perisitiwa.
Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Senada dengan itu,
Ndraha, (2003:33) mengemukakan pengertian sikap adalah kecenderungan jiwa terhadap
sesuatu. Ia menunjukkan arah, potensi dan dorongan menuju sesuatu itu.
Tetapi ada kalanya sikap baru tercipta setelah kita menampilkan perilaku tertentu. Di
sini perilaku mucul terlebih dahulu baru kemudian sikap yang digunakan sebagai pengesahan
terhadap perilaku yang telah dilakukan. Di dalam perilaku organisasi, terdapat tiga jenis sikap
yang sering dipelajari dan diteliti, yiaut kepuasan kerja (job satisfaction), yang merujuk pada
sikap seseorang terhadap pekerjaannya, keterlibatan kerja (job involvement) yang merupakan
ukuran sejauh mana seseorang secara psikologis memihak pekerjaannya dan menggunakan
pekerjaannya sebagai ukuran harga diri, dan komitmen organisasi (organizational commitment)
yang merupakan sikap sejauh mana seorang individu berniat memelihara keanggotaan di dalam
sebuah organisasi.
Ada perbedaan antara sikap dan nilai, meskipun kedua- duanya beliefs dan
cognitive, Pertama sikap adalah keyakinan (beliefs) mengenai sesuatu obyek yang khusus
mengenai orang atau situasi, sedangkan nilai adalah bersifat umum. Nilai adalah
keyakinan yang melekat pada diri orang, terlepas bagaimana orang lain, sedangkan sikap
adalah tanggapan terhadap pihak lain. Ada lima karakteristik sikap 1) ada obyek, 2)
mengarah, 3), berintensitas atau sederajat, 4) berstruktur, dan 5) dipelajari.
Nilai merupakan gambaran dialog yang selalu terjadi dalam diri kita yang menentukan
apa yang penting dan apa yang tidak penting untuk dilakukan. Apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh dilakukan. Apa yang benar dan apa yang salah. Nilai merupakan dasar yang
terdalam, acuan, dan motor penggerak motivasi, sikap dan tindakan. Nilai tidak bisa
dipalsukan, karena apa yang dipikirkan, dilakukan, dan disikapi akan terlihat dengan jelas
merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dianut seseorang. Nilai-nilai yang dianut dan
dijalankan oleh karyawan dalam organisasi inilah yang merupakan faktor penentu bagaimana
organisasi tersebut secara kolektif memiliki kualitas, kapasitas, dan kapabilitas dalam membuat
keputusan, perilaku dan tindakan organisasi.
Nilai adalah keyakinan dasar dalam bentuk keadaan atau tindakan yang diyakini benar
secara personal ataupun dalam lingkup sosial.Sistem nilai adalah urutan tingkat nilai yang
dimiliki seseorang dilihat dari intensitasnya. Jika konten dan intensitas berbeda, maka sistem
nilai hancur. Nilai bersifat tetap dan bertahan lama. Nilai menjadi dasar persepsi dalam
memahami sikap dan motivasi seseorang serta mempengaruhi perilaku kita.
Menurut Sigit (2003:79), nilai ialah keyakinan yang bertahan lama mengenai
sesuatu yang dianggap berharga (wortwhile), penting. (importance), mempunyai arti
(meaningfull), diinginkan (desirable), dan diprioritaskan (preferable).
Robbins (2001:130) menyatakan bahwa nilai adalah suatu modus perilaku atau
Keadaan akhir dari eksistensi yang khas lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada
suatu modus perilaku atau keadaan yang berlawanan. Sementara itu itu, Geert Hofstede
dalam Culture‟s Consequens (1980,19) yang dikutip oleh Draha, 2003:17 mendefenisikan
nilai sebagai “a broad tendency for prefer certain states of affairs over others” Defenisi
Hostede merupakan ringkasan defenisi Kluckhon “A value is conception, explicit or
implicit, distintive of an individual of characteristic of a group, of the desirable which
influences the selection from available modes, means and ends of action.
Dengan demikian nilai dapat diartikan sesuatu yang dinginkan, penting dan
memiliki arti, sehingga diperjuangkan untuk direalisasikan.

Robbins (1991; 2007:47-49) mengemukakan bahwa dasar perilaku individu dalam kerja
meliputi karakteristik biografis seperti usia, jenis kelamin status perkawinan; kemampuan fisik
dan intelektual, locus of control, kepribadian, dan pembelajaran.

A.Karakteristik biografis

1) Usia
Analisis literatur yang terkini menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan kinerja,
demikian pula ada hubungan antara usia dan kepuasan kerja. Banyak fakta yang
mengindikasikan hubungan positif antara keduanya, setidaknya untuk usia sampai 60 tahun.
2) Jenis kelamin
Kajian psikologis menemukan bahwa wanita lebih mudah menyesuaikan diri dengan pimpinan
sedangkan pria lebih agresif dan cenderung mempunyai harapan lebih untuk sukses, namun
demikian pendapat tersebut tidak banyak mendapat dukungan.
3) Status perkawinan
Salah satu penelitian yang konsisten menunjukkan bahwa pekerja yang sudah menikah
mempunyai tingkat ketidakhadiran yang rendah, dan cenderung puas terhadap pekerjaan yang
digelutinya.. Pekerja yang sudah menikah meningkat rasa tanggung jawabnya sehingga melihat
pekerjaan sebagai sesuatu hal yang sangat penting dan berharga.
4) Masa kerja
Penelitian lain menunjukkan bahwa pegawai senior atau pekerja dengan masa kerja yang lama
berkorelasi negatif dengan ketidakhadiran. Selanjutnya ditemukan juga bahwa masa kerja
berhubungan negatif dengan turnover/keluar masuknya pegawai.

5) Jumlah tanggungan

b. Kemampuan
1) Kemampuan intelektual
Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
mental. Tujuh dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk kemampuan intelektual
adalah kemahiran berhitung, pemahaman verbal, ketepatan peseptual, penalaran induktif,
penalaran deduktif, visualisasi ruang, dan memori. Hasil penelitian Goleman (1995:38) dan
Patton (2001:2) bahwa yang menentukan kinerja seseorang dari kecedasan kognitif (IQ) hanya
menyumbang 20%, sedangkan 80% disumbangkan oleh faktor lain dan salah satunya
kecerdasan emosional. Masih menurut Goleman bahwa indikator-indikator kecerdasan
emosional yang memberi kontribusi adalah; (a) kemampuan memotivasi diri, (b) ketekunan, (c)
keuletan, (d) ketrampilan empatik, dan (e) ketrampilan berkomunikasi.

2) Kemampuan fisik
Riset mengenai persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam ratusan pekerjaan telah
teridentifikasi sembilan kemampuan dasar yang dilibatkan dalam melakukan tugas-tugas
jasmani. Tidaklah mengherankan bahwa hubungan antara kemampuan-kemampuan ini juga
kecil, nilai yang tinggi pada satu kemampuan bukanlah jaminan nilai yang tinggi pada
kemampuan yang lain dan kemungkinan besar kinerja karyawan yang tinggi dicapai bila
manjemen telah memastikan sejauh mana suatu pekerjaan menuntut masing- masing dari
sembilan kemampuan itu dan kemudian menjamin bahwa karyawan dalam pekerjaan tersebut
mempunyai kemampuan tersebut.
Kepuasan kerja atau job satisfaction sendiri diartikan sebagai sikap (attitude) individu
terhadap pekerjaannya. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki
sikap (attitude) yang positif terhadap pekerjaannya. Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak
puas (kepuasan kerjanya rendah) akan memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja seseorang biasanya diukur dengan menggunakan pendekatan
summation score. Pendekatan ini mencoba mengukur kepuasan kerja seorang individu dilihat
dari enam elemen kunci pekerjaan yaitu : pekerjaan saat ini (nature of curren job), atasan atau
penyelia (supervisor), teman sekerja ( co workers), gaji yang diperoleh, kesempatan promosi
dan pekerjaan secara umum.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa organisasi dengan karyawan yang merasa puas
akan lebih efektif dibandingkan dengan organisasi di mana karyawannya memiliki kepuasan
kerja yang rendah. Begitu pula dengan tingkat absensi, pekerja yang memiliki kepuasan kerja
yang rendah akan memiliki tingkat absensi yang tinggi dibandingkan dengan pekerja yang
memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Selain itu kepuasan kerja juga memberikan dampak
terhadap tingkat turnover meskipun pengaruh ini hanya berlaku bagi pekerja dengan kinerja
yang rendah (poor performance) dan tidak terlalu memberikan dampak terhadap pekerja
dengan kinerja yang bagus (superior performance).

Ada 2 metode pendekatan untuk mengukur kepuasan kerja, yaitu :


1. Angka – nilai global tunggal (single global rating)
Dalam metode angka – nilai global tunggal tidak lebih dari meminta individu –individu untuk
menjawab satu pertanyaan.
2. Skor penjumlahan (summation score)
Dalam metode penjumlahan ini tersusun atas sejumlah fase pekerjaan yang digunakan untuk
mengenali unsur – unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan
mengenal tiap unsur.

Ada 3 Efek kepuasan kerja pada kinerja karyawan :


1. Kepuasan dan Produktivitas
Dengan tingkat kepuasan kerja yang terjamin maka tingkat produktivitas dari seorang
karyawan semakin bagus.
2. Kepuasan dan Kemangkiran
Kepuasan kerja dari suatu karyawan ditentukan oleh tingkat kemangkiran.
3. Kepuasan dan Tingkat keluar – masuknya karyawan
Kepuasan juga dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan. Jadi kepuasan kerja sangat
penting dalam mempengaruhi karyawan yang buruk untuk tinggal daripada yang kinerjanya
bagus.
SOAL
1. Bedakan nilai subjektif dengan nilai objektif lengkap dengan contoh menurut
Ndraha( 2003:18 ) !
JAWAB :
Menurut Ndraha,( 2003:18) mengemukakan bahwa nilai dibedakan atas nilai subyektif dan
nilai obyektif. Menurutnya bahwa nilai subyektif adalah sesuatu yang oleh seseorangdi
anggap dapat memenuhi kebutuhannya pada sutu waktu dan oleh karena itu ia (seseorang
tadi) berkepentingan atasnya (sesuatu itu),disebut bernilai atau mengandunng nilai bagi
orang yang bersangkutan.Oleh karena itu ia dicari, diburu dan dikejar dengan
menggunakan berbagai cara dan alat.Dalam hubungan itu, nilai dianggap subyektif dan
ekstrinsik (extrinsic). Nilai ekstrinsik sutu barang berbeda menurut seseorang dibanding
dengan orang lain. Nilai objektif adalah nilai dapat juga dipelajari sebagai sesuatu yang
bersifat objektif .Segala sesutu yang ada mengandung nilai, jika bagi seseorang tidak
,mungkin bagi orang lain.Berdasarkan anggapan ini , seolah-olah ada ada sebuah bag of
virtues , kantong berisi nilai yang siap ditransfer kepada orang-orang. Menurut pendekatan
ini ,nilai dianggap intrinsik (intrinsic).

2. Apa saja yang termasuk faktor kepuasan kerja menurut Gilmer (1966) dalam bukunya
Moch. As‟ad (2004 : 114 )?
JAWAB:
Gilmer (1966) dalam bukunya Moch. As‟ad (2004 : 114 ) berpendapat tentang tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut :
1) Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja.
2) Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik
karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengarugi perasaan kerja
karyawan selama bekerja.
3) Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang di perolehnya.
4) Manajemen kerja. Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan situasi dan
kondisi kerja yang stabil, sehingga karyawan dapat bekerja dengan nyaman.
5) Kondisi kerja. Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat
parkir.
6) Pengawasan (Supervisi). Bagi Karyawan, Supervisor dianggap sebagai figur ayah dan
sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn tover.
7) Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan
ketrampilan tertentu. Sukar danmudahnya serta kebanggaan akan tugas akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan.Komunikasi.
8) Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai untuk
menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau
mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi karyawannya sangat berperan
dalam menimbukan kepuasan kerja.
9) Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi
dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja
10) Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan
standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

3. Sebutkan apa saja komponen yang membangun sikap atau attitude


JAWAB :
ada tiga komponen yang membangun sikap atau attitude yaitu :
A. Komponen kognitif (cognitive component), komponen ini merupakan komponen inti dari
sikap (attitude) yang berupa penjelasan atau kepercayaan (belief) tentang suatu hal.
B. Komponen afektif (affective component), merupakan komponen sikap (attitude) yang
bersifat emosional atau bagaimana seseroang merasakan sesuatu hal. Seperti apakah ia merasa
senang atau merasa tidak senang.
C.  Komponen Perilaku (behavioral component), yaitu intensi yang berperilaku tertentu
terhadap seseorang atau suatu hal yang didasarkan pada keyakinan (kognitif) dan perasaan
(affektif) yang dimiliki individu terhadap seseorang atau suatu hal tersebut.

4. Berikan penjelasan dari masing masing bahasan diatas


JAWAB:
Sikap atau attitude diartikan sebagai pernyataan evaluatif atau penilaian terhadap suatu
objek, orang atau peristiwa. Sikap (attitude) berbeda dari perilaku (behaviour). Sikap masih
berupa penilaian abstrak. Penilaian tersebut menjadi kongkrit dalam perilaku. Ada kalanya,
muncul ketidaksesuaian antara sikap yang dianut dan perilaku yang ditampilkan, sehingga
menimbulkan kondisi yang disebut sebagai cognitive dissonance. Cognitive dissonance adalah
suatu kondisi ketika terjadi ketidaksamaan antara sikap dan perilaku. Artinya perilaku yang
ditampilkan individu tidak sesuai dengan sikap yang dianutnya. Akibatnya muncul kegelisahan
di dalam diri individu. Untuk perilakunya agar sesuai dengan sikapnya atau mengubah
sikapnya agar sesuai dengan perilakunya.
Nilai (values) merupakan suatu tuntunan atau pedoman yang mendasari bagaimana
seseorang atau suatu organisasi berpikir, mengambil keputusan, bersikap, dan bertindak.
Perbedaan nilai yang dimiliki oleh dua orang yang berbeda akan menimbulkan sikap yang
berbeda pula diantara dua orang tersebut, meskipun mereka berada dalam lingkungan yang
sama. Nilai merupakan dasar yang terdalam, acuan, dan motor penggerak motivasi, sikap dan
tindakan. Nilai tidak bisa dipalsukan, karena apa yang dipikirkan, dilakukan, dan disikapi akan
terlihat dengan jelas merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dianut seseorang. Nilai-nilai yang
dianut dan dijalankan oleh karyawan dalam organisasi inilah yang merupakan faktor penentu
bagaimana organisasi tersebut secara kolektif memiliki kualitas, kapasitas, dan kapabilitas
dalam membuat keputusan, perilaku dan tindakan organisasi.
Nilai instrumental adalah perilaku atau cara-cara yang lebih disukai untuk
mencapai nilai terminal seseorang. Secara sederhana, nilai dapat dirumuskan sebagai
obyek dari keinginan manusia. Nilai menjadi pendorong utama bagi tindakan manusia
dari pelbagai macam nilai yang mempengaruhi kompleksitas tindakan manusia. nilai
subyektif adalah sesuatu yang oleh seseorangdi anggap dapat memenuhi kebutuhannya
pada sutu waktu dan oleh karena itu ia (seseorang tadi) berkepentingan atasnya (sesuatu
itu),disebut bernilai atau mengandunng nilai bagi orang yang bersangkutan.Oleh karena
itu ia dicari, diburu dan dikejar dengan menggunakan berbagai cara dan alat.Dalam
hubungan itu, nilai dianggap subyektif dan ekstrinsik (extrinsic). Nilai ekstrinsik sutu
barang berbeda menurut seseorang dibanding dengan orang lain. Nilai objektif adalah
nilai dapat juga dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat objektif .Segala sesutu yang ada
mengandung nilai, jika bagi seseorang tidak ,mungkin bagi orang lain.
Kepuasan kerja atau job satisfaction sendiri diartikan sebagai sikap (attitude) individu
terhadap pekerjaannya. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki
sikap (attitude) yang positif terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja seseorang biasanya diukkur
dengan menggunakan pendekatan summation score. Pendekatan ini mencoba mengukur
kepuasan kerja seorang individu dilihat dari enam elemen kunci pekerjaan yaitu : pekerjaan
saat ini (nature of curren job), atasan atau penyelia (supervisor), teman sekerja ( co workers),
gaji yang diperoleh, kesempatan promosi dan pekerjaan secara umum.

5. Berikan penjelasan dari nilai instrumental dan nilai terminal?


JAWAB :
Robbins (2007:148), Nilai dapat dibedakan antara nilai terminal yaitu sesuatu yang
menjadi tujuan akhir dan nilai instrumental, tetapi norma adalah semata-mata nilai
instrumental. Contoh Nilai–nilai instrumental dan nilai-nilai terminal sebagai berikut.
Nilai Instrumental Nilai Terminal Tentram. Bahagia
Lulus Ujian...........................................................................Bekerja
Bekerja..................................................................................Kawin
Kawin................................................................................Punya Anak
Laba......................................................................................Penghargaan
Biaya Rendah........................................................................Laba
Sembahyang.........................................................................Naik Sorga
Nilai terminal keadaan akhir kehidupan yang diinginkan; tujuan-tujuan yang ingin
dicapai seseoang selama masa hidupnya, sedangkan Nilai instrumental adalah perilaku
atau cara-cara yang lebih disukai untuk mencapai nilai terminal seseorang. Secara
sederhana, nilai dapat dirumuskan sebagai obyek dari keinginan manusia. Nilai menjadi
pendorong utama bagi tindakan manusia dari pelbagai macam nilai yang mempengaruhi
kompleksitas tindakan manusia.
Daftar Pustaka

http://industri20intoharyanto.blogspot.com/2013/10/fondasi-perilaku-individu-sikap-nilai.html
http://priscaholi-perilakuorganisasi.blogspot.com/2014/03/nilai-sikap-dan-kepuasan-kerja.html
https://repository.ung.ac.id 
https://123dok.com/article/dasar-dasar-perilaku-individu-dalam-kerja.nq77o8dq
http://industri20intoharyanto.blogspot.com/2013/10/fondasi-perilaku-individu-sikap-nilai.html
http://priscaholi-perilakuorganisasi.blogspot.com/2014/03/nilai-sikap-dan-kepuasan-kerja.html

Anda mungkin juga menyukai