Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH Sikap dan Prasangka PSIKOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sikap dan kepribadian merupakan salah satu unsur yang terdapat pada manusia. sejak
lahir sudah mempunyai ciri-ciri khusus, mempunyai potensi, ketentuan-ketentuan,
predisposisi, bakat, bentuk dan semacamnya yang telah berkembang dengan sendirinya.
Lingkungannya hanya mewarnai saja, tidak ikut membentuk atau mengarahkan gerak
aktualisasi potensi tersebut.
Sikap merupakan kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam
kegiatan-kegiatan sosial. Sikap diawali dengan perasaan (emosi), baru kemudian
menunjukkan reaksi (respon) kecenderungan untuk bereaksi.
Adapun kepribadian yaitu keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat kebiasaan,
kecakapan, bentuk tubuh, serta unsur-unsur psikofisik lainnya yang selalu menampakkan diri
dalam kehidupan seseorang.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulisan makalah ini kami beri judul “Sikap dan
Prasangka”.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Sikap dan apa saja komponennya ?


2. Bagaimana proses pembentukan dan perubahan Sikap ?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi sikap ?
4. Bagaimana macam-macam teori sikap ?
5. Apa pengertian prasangka ?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi prasangka ?
7. Bagaimana upaya mengatasi prasangka?
8. Bagaimana macam-macan teori prasangka?
9. Bagaimanakah perbedaan sikap dan prasangka

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Sikap dan Komponennya.
2. Mengetahui proses pembentukan dan perubahan Sikap.
3. Mengetahui faktor yang mempengauhi sikap.
4. Mengetahui macam macam teori sikap.
5. Mengetahui pengertian prasangka.
6. Mengetahui faktor yang mempengaruhi prasangka.
7. Mengetahui upaya mengatasi prasangka..
8. Mengetahui macam-macam teori prasangka.
9. Mengetahui perbedaan sikap dan prasangka

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sikap
1. Pengertian dan komponen-komponen sikap
Pengertian menurut para Ahli mengenai sikap:
a. Allport dalam Roucek,1951
Keadaan kesiapan mental dan neuralgia yang di susun melalui pengalaman,memberikan
pengaruh langsung atau terarah atas tanggapan individu terhadap semua objek dan situasi
yang terkait dengannya.
(Mental and neural state of readiness,organized through experience.exerting,a directive or
dynamic influence upon the individual’s response to all object and situations to which it ie
related)
b. Eagly dan Chaiken,1993l
Sikap adalah kecenderungan psikologis yang di ungkapkan dengan mengevaluasi suatu
entitas tertentu dengan beberapa tingkat dukungan atau ketidaksukaan.
(Attitude is a osychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with
some degree of favor or disfavor )
c. Myers,1996
Sikap adalah reaksi evaluatif yang menguntungkan atau tidak baik terhadap sesuatu atau
seseorang yang ditunjukan dalam kepercayaan seseorang;perasaan atau prilaku yang
diinginkan.
(Attitude is a favourable or unfavourable evaluative reaction to ward something or someone,
exhibited in one’s belief : feelings or intended behavior)
d. Azjen, 1988
Sikap adalah disposisi untuk mengatasi hal baik atau tidak baik ke objek atau acara orang
(An attitude is a disposition to respend favourably or unfavourably to an
object,person,institution or event )
Dari definisi di atas tampak bahwa meskipun terdapat perbedaan semuanya
berpendapat bahwa cirri khas dari sikap adalah (a) mempunyai objek tertentu
(orang,prilaku,konsep,situasi benda,dan sebagainya) dan (b)mengundang penilaian (suka
tidak suka,setuju tidak setuju)
Warren (1931) dan Cantril (1931) merumuskan sikap sebagai disposisi atau
prodisposisi untuk bereaksi,Baldwin (1905) dan Allport (1975) merumuskan sebagai
kesiapan, sedangkan Allport menyebut sebagai berpungsinya disposisi
Pendapat lain terhadap pandangan-pandangan sikap yang disusun oleh pengamat
Eiser (1986 dalam Ross,1994)
a. Sikap merupakan pengalaman subjektif. Asumsi ini menjadi dasar untuk definisi pada
umumnya,meskipun beberapa penulis,terutama Bern(1967) menganggap bahwa sebagai
pernyataan seseorang mengenai sikapnya merupakan kesimpulan dari pengamatannya atas
prilakunya sendiri.
b. Sikap adalah pengalaman tentang suatu objek atau persoalan.rumusan ini belum pernah
didukung secara tegas. Tidak semua pengalaman memenuhi syarat untuk disebut sebagai
sikap. Sikap bukan sekedar “suasana hati” atau “reaksi afektif” yang disebabkan oleh
stimulus dari luar.suatu persoalan atau objek dikatakan merupakan bagian dari pengalaman.
c. Sikap adalah pengalaman tentang suatu masalah atau objek dari sisi dimensi penilaian. Jika
kita memiliki sikap pada suatu objek, kita tidak hanya mengalaminya,tetapi mengalaminya
sebagai sesuatu yang hingga batas tertentu diinginkan,atau lebik baik, atau lebih buruk.
Walaupun terdapat kesepakatan bahwa ada unsure penilaian dalam sikap,belum ada
kesepakatan tentang apakah sikap hanya mengandung penilaian. Bahkan diantara para
peneliti yang mendefinisikan sikap secara lebih sempit,masih ada yang bersedia mengukur
sikap dengan tolak ukur unsure penilaian dalam suatu kontinum.
d. Sikap melibatkan pertimbangan yang bersipat menilai. Rumusan ini berdasar pada butir
ketiga. Namun, kita harus hati-hati dengan apa yang dimaksudkan “pertimbangan”. Seberapa
besar sikap seseorang (atau pertimbangan melibatkan penilaian) pada suatu objek dalam
suatu situasi melibatkan penilaian yang dilakukan dengan sengaja dan secara
sadar,dibandingkan,misalnya dengan respons yang sudah di pelajari. Hal ini adalah
pertanyaan yang harus dicari jawabanya di lapangan.
Sikap bisa di ungkapkan melalui bahasa. `
f. Ungkapan sikap pada dasrnya dapat dipahami.pada saat orang lain mengungkapkan
sikapnya , kita dapat memahami orang itu. Mungkin kita tidak memahami alasan ia merasa
seperti itu, tetapi hingga batas-batas tertentu kita tahu apa yang dirasakanya. Pertanyaan
tentang bagaimana bahasa dapat mengungkapkan pada orang lain mengenai sesuatu yang
sipatnya pengalaman pribadi, adalah pertanyaan filosofis yang terlalu luas di kupas di
sini(Anyer,1959) namun, sebagian jawabanya mungkin dapat diberikan oleh pendapat pada
butir B bahwa walaupun pernyataan sikap mengungkapkan pengalaman subjektif,pengalaman
subjektif itu ada hubunganya dengan dunia luar.
g. Sikap dikomunikasikan kepada orang lain. Sikap tidak hanya dapat di pahami,tetapi juga
diungkapkan sedemikian rupa sehingga dapat di tangkap dan di mengerti oleh orang lain.
Dengan kata lain, mengungkapkan sikap adalah tindakan social yang berlandaskan asumsi
bahwa ada pendengar yang dapat memahami. Bagaimana kehadiran,jenis, dan jumlah
pendengar memengaruhi ungkapan sikap, merupakan pertanyaan emprises.
h. Sikap setiap orang bisa sama dan bisa tidak sama. Rumusan ini bergantung pada ide bahwa
sikap dapat diungkapkan dengan bahasa (karena bahasa memungkinkan orang
i. membuat catatan)dan pad aide bahwa sikap berkaitan dengan dunia luar.
j. Sejumlah orang yang mempunyai sikap berbeda pada suatu objek akan berbeda pula dalam
pendapat masing-masing mengenai apakah yang benar atau salah mengenai objek tersebut.
k. Sikap jelas berhubungan dengan prilaku social. Hal ini adalah asumsi yang paling menarik
mengenai sikap dan mempunyai implikasi-implikasi berikut: (1) jika ucapan seseorang
tentang sikap tidak sesuai dengan prilaku socialnya yang lain, akan sulit mengetahui arti
ucapan itu; (2) meskipun orang mungkin terdorong untuk memperoleh,
mendekati,mendukung, dan sebagainya, objek yang mereka nilai positif, hal ini tidak
mungkin menjadi satu-satunya motif prilaku social yang relevan, dan penting tidaknya dalam
suatu situasi harus di tentukan di lapangan; (3) mengatakan bahwa sikap menimbulkan
prilaku (atau sebaliknya) sering menimbulkan pertanyaan tentang hakikat proses antaranya.
Demikianlah ketika ditanya tentang “sikap”mereka,orang memberikan jawaban dengan
pendapat,keyakinan, prasaan,resep (referensi tingkah laku atau tujuan tingkah
laku),pernyataan fakta,dan pernyataan mengenai tingkah laku mereka. Mereka memberikan
tanggapan yang sangat kognitif dan tanggapan yang sangat afektif. Menurut Mueller
(1986),semua konsep psikologi merupakan bagian dari ruang lingkup sikap dan diasosiasikan
dengan sikap dalam suatu cara tertentu.
Menurut Chalhoun dan Acocella,
An attitude is a cluster of ingrained beliefs and feelings about a certain object and a
predisposition to act toward that object in a certain way (suatu sikap adalah sekelompok
keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk
bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu).
Berdasarkan definisi tersebut,suatu sikap mengandung tiga komponen, yaitu:
(1). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemilik sikap
(2). Komponen afektif merupakan prasaan yang menyangkut aspek emosional
(3). Komponen prilaku/tindakan (konatif) merupakan aspek kecendrungan berprilaku
tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.
Dari berbagai definisi sebagaimana diuraikan di atas, kita dapat menyimpulkan
beberapa hal tentang sikap.
a. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir,berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi, ataunilai.
b. Sikap bukanlah sekedar rekaman masalampau, melainkan juga menentukan apakah seseorang
harus setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu
c. Sikap relative lebih menetap
d. Sikap mengantuung aspek evaluative artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan
e. Sikap timbul dari pengalaman; tidak di bawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar
f. Sikap mempunya sigi-segi perasaan
g. Sikap-sikap tidak berarti sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu
objek.

2. Pembentukan dan perubahan sikap


Sebagian orang berpendapat bahwa ada faktor-faktor genetic yang berpengaruh
pada terbentuknya sikap (Waller dkk.,1990; Kaller dkk.,1992) meskipun begitu, sebagian
besar ahli psikologi social berpendapat bahwa sikap terbentuk dari pengalaman, melalui
proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat
ini dapat disusun berbagai upaya (pendidikan, pelatihan, komunikasi, penerangan, dan
sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang.
Ada berbagai faktor yang memengaruhi proses pembentukan sikap seseorang
1. Adanya akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan tipe yang sama. Seseorang
mungkin berinteraksi dengan berbagai pihak yang mempunyai sikap yang sama terhadap
suatu hal.
2. Pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda. Seseorang dapat menentukan sikap pro atau
anti terhadap gejala tertentu.
3. Pengalaman (buruk/baik) yang pernah dialami.
4. Hasil peniruan terhadap sikap pihak lain (secara sadar atau tidak sadar)
Untuk mengubah suatu sikap, kita harus ingat bagaimana sikap dengan pola-polanya
terbentuk. Sikap bukan diperoleh karena keturunan, sebagaimana telah disinggung,
melainkan dari pengalaman, lingkungan, orang lain, terutama dari pengalaman dramatis yang
meninggalkan kesan yang mendalam. Kita misalnya mengubah sikap karyawan dengan
memberikanya “pengalaman baru” dengan kepuasan kerja. Tugas kita bukan menghukumnya
karena prilakunya yang negatif, melainkan mengubah sikapnya yang merupakan penyebab
prilakunya tersebut. Cara lain untuk mengubah sikap karyawan adalah dengan menolongnya
menhyadari ketidakjujurannya dalam penilaianya atas dasar pola dari pengalaman yang lalu
atau memberikan umpan balik berupa reaksi orang lain terhadap sikapnya dan kita menolong
karyawan itu dengan melihat realitas yang sebenarnya,yaitu dengan menganalisisnya.
Karena sikap sebagian besar berkaitan dengan emosi, kita lebih mudah memengaruhinya
melalui emosi pula, yaitu dengan pendekatan yang ramah-tamah, penuh pengertian dan
kesabaran.

3. faktor yang mempengaruhi sikap


1. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komoponen sosial yang ikut
mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan
persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita
kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan mempengaruhi pembentkan
sikap kita terhadap sesuatu.
Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain.
3. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan sikap kita.
4. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif
bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5.Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh
dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep
moral dalam arti individu.
6. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi
seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego

Adapun Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap:


1. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Berupa
selektifitas atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh dari
luar dirinya. pilihan tersebut berhubungan erat dengan motif-motif dan attitude-attitude di
dalam diri pada waktu tersebut. Disesuaikan dengan motif, minat, dan perhatiannya.
2. Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Berupa interaksi sosial di
luar kelompok dengan hasil kebudayaan manusia. Biasanya melalui media komunikasi
(massa). Pembentukan dan perubahan sikap terjadi dengan sendirinya.

4. konsep Teori Sikap


1.Teori Keseimbangan
Ø Berfokus pada upaya individu untuk tetap konsisten bersikap dalamhidup.
Ø Dalam bentuk sederhana melibatkan hubungan antara seseorangdengan dua objek sikap.
Ketiga elemen tersebut dihubungkandengan sikap favorable (baik, suka, positif) dan sikap
unfavorable(buruk, tidak suka, negatif).
Ø Pembentukan sikap tersebut dapat seimbang atau tidak seimbang.
Ø Contoh situasi seimbangnya :sikap (+) terhadap si A, yaitu sikap mengerti,
menerima,menghormati, menghargai dan memperlakukan si A dengan secarawajar dan baik.
Ø Hubungan afeksi dapat menghasilkan sistem yang tidak seimbangmenjadi seimbang.

2. Teori Konsistensi Kognitif - Afektif


§ Berfokus pada bagaimana seseorang berusaha membuat kognisi mereka konsisten dengan afeksinya
§ Penilaian seseorang terhadap suatu kejadian akan mempengaruhi keyakinannya.
§ Contoh : Seseorang tidak jadi makan di restoran “A” karena
temannya bilang bahwa restoran tersebut tidak halal, padahal ia belum pernah makan disana.
3.Teori Ketidaksesuaian (Dissonance Theory)
· Berfokus pada individu yang menyelaraskan elemen-elemen kognisi, pemikiran atau struktur
(Konsonansi = Selaras)
· Disonansi : ketidakseimbangan, yaitu pikiran yang amat menekan dan memotivasi seseorang
untuk memperbaikinya.
· Terdapat dua elemen kognitif; dimana disonansi terjadi jika
· kedua elemen tidak cocok sehingga menggangu logika dan
pengharapan. Misalnya: ”Merokok membahayakan kesehatan”konsonansi dengan ”saya tidak
merokok”; tetapi disonansi dengan”perokok
· Cara mengurangi Disonansi :
a. Merubah salah satu elemen kognitif, yaitu dengan mengubahsikap agar sesuai
dengan perilakunya. Misalnya : stop merokok.
b.Menambahkan satu elemen kognitif baru. Misalnya: tidak percaya rokok merusak kesehatan
4. Teori Atribusi
Berfokus pada individu yang mengetahui akan sikapnya dengan mengambil kesimpulan dari
perilakunya sendiri dan persepsinya tentang situasi.
· Implikasinya adalah : perubahan perilaku yang dilakukan seseorang menimbulkan
kesimpulan pada orang tersebut bahwa sikapnya telah berubah.
· Contoh : memasak setiap ada kesempatan, dan ternyata baru sadar jikadirinya suka memasak /
hobi memasak..

Prasangka
1. Pengertian Prasangka
Prasangka atau prejudice berasal dari bahasa Latin, prejuducium yang pengertian nya
sekarang mengalami perkembangan sebagai berikut (Soelaeman, 1987).
a. Semua diartikan sebagai suatu preseden, artinya keputusan diambil atas pengalaman yang
lalu.
b. Dalam bahasa Inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan
pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa, atau tidak matang.
c. Untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan perlibatan unsur emosional (suka tidak suka)
dalam keputusan yang telah diambil tersebut.

Secara harfiyah ,prasangka dapat diberi arti atau diberi pandangan dengan para
pendapat, anggapan dasar, purbasangka, pendapat pendahuluan, dan sebagainya.
Disebabkan sifatnya yang belum menetap, prasangka dapat menjurus pada pengertian
yang baik dan pengertia yang jelek, positif dan negatif, sehingga merupakan pendapat yang
berubah-ubah, atau diubah, dipengaruhi, dan dapat digunakan untuk menafsirkan segala fakta
tanpa berdasarkan fakta yang meyakinkan. Artinya prasangka sebagai prapendapat dapat
diubah dan mengubah fakta yang diterima dan dikumpulkannya, yang mugkin positif
meyakinan atau negatif mengaburkan, atau menguntungkan dan merugikan dan atau
melemahkan.
Allport bukan tanpa maksud menyebut prasangka dengan perkataan thinking ill of the
other. Perkataanya mengimpikasikan bahwa dengan prasangka, seseorang atau sekelompok
orang menganggap buruk atau memandang negatif orang lain secara tidak rasional. Walaupun
prasangka tidak selalu harus merupakan sikap yang negatif, konotasi negatif seperti yang
tersirat dalam pernyataan Gordon Allport tersebut tampaknya merupakan penekanan yang
umum dikalangan ilmuwan sosial dan tingkah laku dalam mengonsepsikan prasangka.
Konotasi negatif dan prasangka itu pun dapat ditemukan pada definisi-definisinya. Salah satu
di antaranya adalah definisi Sherif dan Sherif.
Prasangka kadang-kadang merupakan bentuk sikap negatif yang didasari oleh kelainan
kepribadian pada orang-orang yang sangat frustasi. Seorang individu atau golongan yang
memiliki prasangka negatif terhadap individu, peristiwa, atau keadaan tertentu akan
memandang segala fakta yang baik tentang segalanya sebagai suatu propaganda.
Sejak anak usia dini, anak-anak sudah mendapatk berbagai pengaruh tertentu yang
dapat menimbulkan prasangka. Jersild (1954), misalnya menyebutkan, dalam suatu study
oleh Ammons (1959), pada anak yang berusia empat tahun telah dapat dilihat tanda-tanda
tentang adanya prasangka yang aktif. Prasangka memang sering disebut sebagai penyakit
sosial, atau penyakit masyarakat. Prasangka ini mempunyai tiga asfek yang kurang
menguntungkan,yaitu :
1) Mencerminkan keadaan yang tidak sehat pada orang yang berprasangka.
2) Merusak orang-orang yang menjadi sasarannya.
3) Prasangka melahirkan kerusakan-kerusakan bagi sluruh kelompok sosial.
Prasangka adalah sikap negatif teradap kelompok tertentu atau seseorang, semata-mata
karena keanggotannya dalam kelompok tertentu (Baron dan Byrne, 1994, dalam Sarwono,
1997). Prasangka ini, menurut sebagian penulis karena penilaian yang tidak berdasar
(unjustified) dan pengambilan sikap sebelum meniali dengan cermat sehingga menjadi
penyimpangan pandangan (bias) dari kenyataan yang sesungguhnya.
John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori.
· Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar. Komponen ini melibatkan apa
yang dipikirkan dan diyakini oleh subjek mengenai objek prasangka. Stereotip adalah salah
satu contoh bentuk dari komponen kognitif.
· Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai. Dan melibatkan
atau emosi (negative)individu yang berprasangka ketika berhadapan atau berpikir tentang
anggota kelompok yang tidak di sukainya.
· Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam
bertindak. Komponen ini melibatkan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu
(negatif) atau bermaksud untuk melakukan tindakan (negatif) tersebut terhadap kelompok
yang menjadi target prasangka.

2. Faktor yang Mempengaruhi Prasangka


Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi prasangka sosial. Dalam proses
pembentukan prasangka sosial terdapat faktor-faktor yang berkaitan dan saling berinteraksi
satu sama lain. Menurut beberapa ahli ada faktor-faktor mendasar yang berkaitan dengan
prasangka sosial berserta definisinya.
Menurt Ahmadi (1990), seseorang tidak semata-mata melakukan atau mempunyai prasangka sosial
tetapi ada faktor-faktor yang mendahuluinya sehingga seseorang berprasangka.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan seseorang berprasangka adalah:
1) Orangberprasangka dalam rangka mencari kambing hitam. Dalam berusaha seseorang
mempunyai kelemahan atau mengalami kegagalan. Sebab dalam kegagalan itu tidak dicari
dalam dirinya tapi pada orang lain.
2) Orang mempunyai prasangka karena memang sudah terkondisi atau sudah
mempersiapkanya.
Prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau
kebiasaan dalam lingkungan tertentu. Kimball Young (dalam Ahmadi, 1990) menyatakan
bahwa prasangka mempunyai ciri khas pertentangan dalam kelompok yang ditandai oleh
kuatnya in-group dan out-group.
Watson dan Trigerthan (1984) menerangkan faktor-faktor dukungan sosial yang
menyebabkan prasangka sosial, yaitu:
1) Norma, yaitu standar prilaku individu di dalam keadaan tertentu. Hal ini dapat menjelaskan
bahwa orang itu berprasangka bukan karena keadaan dirinya tetapi semata-mata individu
konform terhadap norma yang berlaku dalam lingkungan sosialnya. Selain itu seseorang
berprasangka karena normanya menuntut individu tersebut untuk berprasangka.
2) Peranan media massa, mempunyai arti besar dalam mendukung terjadinya prasangka sosial.
3) Faktor kognitif dalam prasangka sosial, yaitu cara berfikir seseorang yang negatif terhadap
orang lain atau kelompok tertentu dapat menimbulkan prasangka sosial.

3. Upaya Mengatasi Prasangka


Sesungguhnya mustahil bahwa prasangka dapat dihapuskan. Mengapa ? Sebab, selain
bersumber pada diri manusia dan interaksi antar manusia, prasangka juga disebabkan terlalu
banyaknya faktor yang mempengaruhi sehingga rasanya tidak ada satupun jalan terbaik untuk
menghilangkan prasangka.
Meskipun demikian, prasangka dapat di antisipasi. Oleh karena itu, prasangka dapat
dikurangi dampaknya. Sementara ahli menyebutkan usaha-usaha mengurangi prasangka
harus dimulai dari pendidikan anak-anak dirumah dan disekolah oleh orangtua dan guru.
Bekaitan dengan hal tersebut, pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan prasangka-
prasangka sosial harus dihindari.
Upaya lain adalah dengan mengadakan kontak diantara dua kelompok yang
berprasangka, dan permainan peran atau role playing, yaitu orang yang berprasangka diminta
untuk berperan sebagai orang yang menjadi korban prasangka sehingga orang yang
berprasangka akan merasakan, mengalami, dan menghayati segala penderitaan yang menjadi
korban prasangka.
4. . Teori-teori tentang prasangka
1. Teori belajar sosial
Teori belajar sosial merupakan salah satu teori dalam belajar, teori ini dikemukakan
oleh bandura yang berpendapat bahwa belajar itu terjadi melalui model atau contoh.
Prasangka seperti halnya sikap, merupakan hal yang terbentuk melalui proses belajar
2. Teori Motivasional atau Decision Making Theory
Teori ini memandang prasangka sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan
individu atau elompok untuk mencapai kesejahteraan (satisfy).
3. Teori Kognitif
Dalam teori ini, proses kognitif dijadikan sebagai dasar timbulnya prasangka. Hal ini
berkaitan dengan;
a. Kategorisasi atau penggolongan
Apabila seseorang mempersepsi orang lain atau apabila suatu kelompok mempesepsi
keompok lain, dan memasukkan apa yang di persepsikan itu ke dalam suatu kategori tertentu.
Proses kategorisasi berdampak timbulnya prasangka antar pihak satu dengan pihak lain,
keompok satu denga kelompok lain.
b. Ingroup lawan Outgroup
Ingroup dan outgroup ada apabila kategorisasi “kita” dan “mereka” telah ada,
seseorang dalam suatu kelompok akan merasa dirinya sebagai ingroup dan orang lain sebagai
outgroup. Dalam kategori ingroup memiliki dampak tertentu yang ditimbulkan
5. Perbedaan sikap dan prasangka
Sikap
· kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam keyakinan social
· sikap diawali dengan perasaan emosi baru kemudian menunjukan reaksi
prasangka
· suatu sikap negative yang di perlihatkan individu atau kelompok terhadap individu atau
kelompok lain
· adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan di lingkungan
tersebut.
BAB III
PENUTUP

Dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-
kegiatan sosial. Komponennya terdiri dari komponen kognitif, afektif, dan konatif.
2. Proses pembentukan dan perbuhan sikap terjadi dengan cara adaptasi, diperensiasi, integrasi
dan trauma
3. Penyebab timbulnya prasangka adalah adanya norma sosial, adanya perbedaan dimana
perbedaan ini menimbulkan perasaan superior, kesan yang menyakitkan atau pengalaman
yang tidak menyenangkan atau adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat
umum/kebiasaan didalam lingkungan tertentu.

SARAN
Hendaknya sikap dan prasangka diarahkan ke arah yang positif agar menghasilkan keadaan-
keadaan yang diinginkan oleh semua pihak,

Anda mungkin juga menyukai