BAB II
LANDASAN TEORI
A. Sikap
1. Definisi sikap
manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan
terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap. Fenomena sikap yang
timbul tidak saja ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga
sekarang, dan oleh harapan-harapan untuk masa yang akan datang. Sikap
manusia, atau untuk singkatnya disebut sikap, telah didefinisikan dalam berbagai
Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif
terhadap suatu objek psikologis (dalam Azwar, 2007). Sikap atau Attitude
senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. Tidak ada sikap tanpa adanya
dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli
sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap
mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya
Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu.
Sherif & Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan keajegan dan kekhasan
suatu perbuatan atau tingkah laku (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis
Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek
Kedua, kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus,
LaPierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap
merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-
untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu
skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan
konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam
terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif,
2. Komponen sikap
Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu:
a. Komponen kognitif
Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan
seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek
sikap.
b. Komponen afektif
c. Komponen perilaku
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
3. Karakteristik sikap
Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada beberapa ciri
c. Sikap dipelajari.
d. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang
dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga
a. Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 2007) mengatakan bahwa tidak adanya
cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan
lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang
atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini
antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
c. Pengaruh Kebudayaan
Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan
d. Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah
sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah
sikap tertentu.
Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan
terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial,
pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi
sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak.
Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan
atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan
sikap.
f. Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai
ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera
berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap
a. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapi
dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima
atau ditolak.
faktor, yaitu :
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan faktor
a. Postulat Konsistensi
yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang
bila dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumikan
Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap
akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya.
Postulat yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan
Apabila individu berada dalam situasi yang betul-betul bebas dari berbagai
bentuk tekanan atau hambatan yang dapat mengganggu ekspresi sikapnya maka
ekspresi sikap yang sebenarnya. Artinya, potensi reaksi sikap yang sudah
terbentuk dalam diri individu itu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai
ancaman fisik maupun ancaman mental yang dapat terjadi pada dirinya sebagai
akibat pernyataan sikap yang hendak dikemukakan maka apa yang diekspresikan
oleh individu sebagai perilaku lisan atau perbuatan itu sangat mungkin tidak
sejalan dengan sikap hati nuraninya, bahkan dapat sangat bertentangan dengan
apa yang dipegangnya sebagai suatu keyakinan. Semakin kompleks situasinya dan
kematian (Hasan, 2006). Kematian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
berarti perihal mati. Mati itu sendiri dalam KBBI adalah sudah kehilangan
Kematian merupakan fakta biologis, tapi juga memiliki aspek sosial, budaya,
sejarah, agama, hukum, psikologis, perkembangan, medis dan etikal yang saling
terkait dekat satu sama lain (Papalia, 2004). Salah satu jenis kematian adalah
kematian fisiologis (Physiological death) yang terjadi saat semua proses fisik
yang mendukung kehidupan telah hilang, kematian otak (brain death) yaitu
ketiadaan secara total aktivitas otak selama paling tidak 10 menit serta kematian
individu saat fungsi-fungsi organ tubuh individu secara fisiologis tidak berfungsi
lagi atau tidak bernyawa lagi dan kondisi ini tidak dapat pulih kembali.
Berdasarkan berbagai uraian tentang sikap dan tentang kematian di atas, maka
yang terjadi saat fungsi-fungsi organ tubuh individu secara fisiologis tidak
berfungsi lagi atau tidak bernyawa lagi dan kondisi ini tidak dapat pulih kembali.
Hal ini merupakan hasil interaksi dari komponen kognitif, afektif dan perilaku.
a. Sikap tentang diri individu pada saat sekarat yaitu merefleksikan ketakutan
b. Sikap tentang kematian diri yaitu berfokus kepada apa makna kematian
c. Sikap tentang apa yang akan terjadi pada diri setelah kematian yaitu
berfokus pada apa yang akan terjadi pada diri individu sesudah kematian.
d. Sikap yang berkaitan dengan kematian atau rasa kehilangan orang lain
kematian adalah :
a. Usia
& Nelson dalam Lahey, 2003). Lansia secara umum distreotipekan sebagai
individu yang menunggu kematian tanpa rasa takut (Barrow, 1996). Lansia
memiliki sedikit rasa takut terhadap kematian daripada individu pada usia
b. Ag am a
Sikap agama terhadap kematian mempengaruhi bagaimana individu dari
sebagai akhir hidup yang alami) dan secara negatif berkaitan dengan sikap
C.Religiusitas
1.Defenisi religiusitas
Menurut Drikarya (dalam Widiyanta, 2005) kata “religi” berasal dari bahasa
latin ’religio’ yang akar katanya ’religare’ yang berarti mengikat. Maksudnya
yang kesemuanya itu berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang
atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia,
serta alam sekitarnya. Mangunwijaya membedakan antara istilah religi atau agama
dengan istilah religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal, yang berkaitan
pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati. Glock & Stark
tertentu yang dianut dan dampak dari ajaran agama, dalam kehidupan sehari-hari
perhatian yang lebih besar pada agama yang dianutnya (Corsini, 2002).
adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia, dan hanya kepada-
Nya manusia merasa bergantung serta berserah diri. Semakin seseorang mengakui
penghayatan manusia akan ajaran, kewajiban dan aturan agama yang dianutnya
2. Dimensi religiusitas
Menurut Glock dan Stark (dalam Rahmat, 2003), dimensi religiusitas antara
lain :
a. Dimensi Ideologis
b. Dimensi Ritualistik
c. Dimensi Eksperensial
d. Dimensi Intelektual
e. Dimensi Konsekuensial
umum. Dimensi ini merupakan efek ajaran agama pada perilaku individu
D. Lansia
1. Definisi lansia
Masa dewasa akhir atau lanjut usia adalah periode perkembangan yang
bermula pada usia 60 tahun yang berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa
(Santrock, 2006).
dunia. Usia tahap ini dimulai pada usia 60 tahun sampai akhir kehidupan (Hasan,
2006). Masa lansia dibagi dalam tiga kategori yaitu: orang tua muda (young old)
(65-74 tahun) , orang tua tua (old-old) (75-84 tahun) dan orang tua yang sangat
tua oldest old (85 tahun ke atas) (Papalia, 2005). Barbara Newman & Philip
Newman membagi masa lansia ke dalam 2 periode , yaitu masa dewasa akhir
(later adulthood) (usia 60 sampai 75 tahun) dan usia yang sangat tua (very old
age) (usia 75 tahun sampai meninggal dunia) (Newman & Newman , 2006).
lanjut telah ditetapkan, yaitu usia untuk pensiun (Suling & Pelenkahu, 1996) :
Tahap usia lanjut adalah tahap dimana terjadi penuaan dan penurunan.
Penurunan lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan pada usia lanjut daripada pada
usia tengah baya. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,
termasuk tubuh, jaringan dan sel yang mengalami kapasitas fungsional. Pada
jantung, pembuluh darah, paru-paru, syaraf dan jaringan tubuh lainnya (Hasan,
2006).
Penuaan terbagi atas penuaan primer (primary aging) dan penuaan sekunder
penurunan karena proses normal yang alamiah. Pada penurunan sekunder terjadi
(Hasan, 2006).
Usia lanjut merupakan periode terakhir dalam hidup manusia yaitu umur 60
tahun ke atas. Masa ini adalah saat untuk mensyukuri segala sesuatu yang sudah ia
dkk, 1994).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa dewasa akhir atau
masa lanjut usia merupakan periode terakhir dalam rentang hidup manusia,
dimulai pada usia 60 tahun dan akan berakhir dengan kematian. Individu pada
usia ini diharapkan telah mencapai kematangan dan kebijaksanaan. Periode ini
2. Ciri-ciri lansia
lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut
menentukan, sampai sejauh tertentu, apakah pria atau wanita usia lanjut akan
mental. Kemunduran itu sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian lagi dari
pada sel-sel tubuh, bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua.
yang berbeda, sosial ekonomi dan latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup
jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan
anak muda, maka individu cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan
kegiatan fisik. Bagi usia tua, anak-anak adalah lebih kecil dibandingkan dengan
orang dewasa dan harus dirawat, sedang orang dewasa adalah sudah besar dan
dapat merawat diri sendiri. Orangtua mempunyai rambut putih dan tidak lama lagi
segala apa yang dapat disembunyikan atau disamarkan yang menyangkut tanda-
tanda penuaan fisik dengan memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan
berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara lansia untuk menutupi diri dan
tentang kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional ini
timbul dari berbagai sumber, ada yang melukiskan bahwa usia lanjut sebagai usia
yang tidak menyenangkan, diberi tanda sebagai orang secara tidak menyenangkan
oleh berbagai media masa. Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang
usia lanjut adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, usang
sering pikun, jalan membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun,
karena hari-harinya yang penuh dengan manfaat sudah lewat, sehingga perlu
sikap sosial baik terhadap usia lanjut maupun terhadap individu berusia lanjut.
tetapi status mereka dalam kelompok-minoritas, yaitu suatu status yang dalam
lainnya, dan memberi sedikit kekuasaan atau bahkan tidak memperoleh kekuasaan
apapun. Status kelompok-minioritas ini terutama terjadi sebagai akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan terhadap individu usia lanjut dan diperkuat oleh
baru demikian juga bagi yang berusia lanjut. Pengaruh kebudayaan dewasa ini,
dihargai, mengakibatkan orang berusia lanjut sering dianggap tidak ada gunanya
lagi. Lansia tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam
berbagai bidang tertentu, dan sikap sosial terhadap lansia tidak menyenangkan.
Sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi individu usia lanjut, nampak
dalam cara orang memperlakukan lansia, maka tidak heran lagi kalau banyak
individu usia lanjut mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Hal
ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk. Lansia yang pada
ketimbang mereka yang dalam menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan
menyenangkan.
secara alami telah membangkitkan keinginan untuk tetap muda selama mungkin
dan ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua tampak. Berbagai cara-cara kuno,
obat yang termanjur untuk segala penyakit, zat kimia, tukang sihir dan ilmu gaib
bisa membuat orang tetap awet muda, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis
a. Perubahan fisik
Perubahan fisik yang terjadi sewaktu memasuki usia tua antara lain :
3) Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya sel-sel mati
yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.
ke belakang).
Universitas Sumatera Utara
20
5) Perubahan pada sistem metabolik, yang menyebabkan gangguan
metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi insulin
juga menurun karena timbulnya lemak.
finansial pada waktu pensiun membawa serta kehilangan rasa bangga, hubungan
Rasa kesepian bisa muncul karena semua anak telah meninggalkan rumah dan
makin sedikitnya teman akrab yang sebaya. Kecemasan dan mudah marah
merupakan gejala yang umum yang dapat menyebabkan keluhan susah tidur atau
proses pematangan dan bahkan tidak jarang terjadi pemeranan gender yang
terbalik. Para wanita lansia bisa menjadi lebih tegar dibandingkan lansia pria,
apalagi dalam memperjuangkan hak mereka. Sebaliknya, pada saat lansia, banyak
kehidupan psikososial, dalam hal memilih bidang kegiatan yang sesuai dan cara
Menurut Mubin dan Cahyadi (2006), fase lanjut usia ditandai dengan
putrinya sudah besar dan berkeluarga, sehingga tidak tinggal serumah lagi.
kesepian tersebut.
yang menurun.
beramal, karena dari segi usia rata-rata lansia sudah mendekati kematian
Lansia atau Masa dewasa akhir juga ditandai dengan berbagai tantangan.
dan menghadapi kematian (Wayne & Llyod, 2006). Selain menghadapi kematian
kandung, teman dan individu lain yang penting dalam hidupnya (Corr, Nabe &
Corr, 2003).
untuk melihat masa lalu dengan perasaan puas, menemukan makna dan tujuan
tenggelam dalam penyesalan dan kesedihan. Hasil yang diharapkan pada usia ini
lalu & meraih makna hidup yang baru, baik sebagai penerimaan akan masa lalu
lansia maupun sebagai persiapan untuk menghadapi kematian. Jika proses ini
(Erickson & Erickson dalam Corr, Nabe & Corr, 2003). Jika tidak berhasil, maka
lansia akan merasa tidak puas dengan hal yang telah dilakukan dalam hidupnya
hidup yang akan membantu lansia untuk menghadapi kematian yang tidak dapat
dielakkan. Ahli gerontologi Robert Butler mengatakan bahwa lansia terlibat dalam
proses yang disebut meninjau kehidupan atau life review dimana lansia
merefleksikan konflik yang tidak dapat diselesaikan pada masa lalu untuk
mendapatkan makna bagi diri sendiri, menemukan makna hidup yang baru dan
sesuai serta mempersiapkan diri untuk kematian (Sigelman & Rider, 2003).
Menurut Robert Peck, tahap akhir dari perkembangan Erickson yaitu integritas
atau isu-isu yang dihadapi pria dan wanita saat mereka tua, yaitu :
preoccupation)
lanjut harus mendefinisikan nilai diri dalam istilah yang berbeda dari
individu dewasa lanjut mungkin menderita penyakit kronis dan tentu saja
penurunan kapasitas fisik. Bagi pria dan wanita yang identitasnya berkisar
ego preoccupation)
harus menyadari bahwa saat kematian tidak dapat dihindari dan mungkin
menjadi tua yang amat wajar. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa merupakan benteng pertahanan mental yang amat ampuh dalam
yang dapat diterima, tersedia dan tidak mengeluarkan banyak biaya. Sosialisasi
yang disediakan oleh organisasi religius dapat membantu mencegah isolasi dan
kesepian (Koenig & Larson dalam Santrock, 2004). Pada banyak komunitas di
dunia, individu yang berusia lanjut merupakan pemimpin spiritual dalam gereja
dan komunitas. Agama merupakan hal yang penting dalam kehidupan para lansia.
dibandingkan lansia pria (Santrock, 2004). Bukti dalam sebuah literatur juga
menunjukkan bahwa wanita memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam hal
kehadiran di gereja, lebih patuh pada perintah agama dan lebih sering berbicara
kepada pendeta dibandingkan pria (Chatters & Taylor, Cornwall, Greeley, Levin,
keagamaan dan agama pada usia tua membuktikan bahwa ada fakta-fakta tentang
1999). Banyak individu yang percaya bahwa agama memainkan peran sentral
yang semakin meningkat dalam kehidupan seseorang yang mulai bertambah tua
2006). Perasaan takut untuk mati merupakan hal yang normal bagi kebanyakan
orang (Cavanaugh & Kail, 2000). Individu yang akan menghadapi kematian
individu di atas dunia ini terputus karena individu yang meninggal tidak dapat
kembali lagi ke dunia, bersama-sama dengan keluarga, kerabat dan teman yang
Walaupun kematian dipandang sebagai hal yang paling buruk, namun menurut
memiliki kehidupan yang utuh. Kematian merupakan saat untuk bertemu Tuhan,
Universitas Sumatera Utara
27
untuk bersatu kembali dengan orang-orang yang dikasihi yang telah pergi
ini dapat dipahami sebab lansia lebih cenderung mengalami kematian teman-
teman dan individu yang dicintai serta cenderung lebih dekat dengan kematian
diri sendiri (Lemme, 1995). Lansia secara umum distereotipekan sebagai individu
yang menunggu kematian tanpa rasa takut (Barrow, 1996). Lansia memiliki
sedikit rasa takut terhadap kematian daripada individu pada usia dewasa awal
(Lefrancois, 1993). Alasan lansia lebih tidak takut terhadap kematian daripada
individu dewasa awal sebagaimana yang dinyatakan oleh Kalish (dalam Barrow,
1996) adalah karena lansia merasa bahwa tugas-tugas penting di dunia ini telah
selesai, lansia cenderung telah mengalami penyakit kronis atau merasakan sakit
pada tubuh dan lansia telah banyak kehilangan teman-teman dan kerabat.
atau dewasa muda. Lansia juga mengalami kematian secara lebih langsung seiring
dengan sakit atau meninggalnya teman-teman dan keluarga yang dimiliki. Lansia
didorong untuk lebih sering menguji arti kehidupan dan kematian dibandingkan
variabel usia. Salah satu faktor yang signifikan adalah keyakinan agama. Individu
yang tingkat religiusitasnya tinggi cenderung mengalami sedikit rasa takut akan
kematian dengan tingkat yang paling besar (Nelson & Nelson dalam Lahey,
masa tua (Koenig & Larson, dalam Santrock 1999). Banyak studi menunjukkan
bahwa individu yang religius memiliki tingkat ketakutan yang sedikit atas
kematian diri sendiri dan orang yang dikasihi. Individu yang religius lebih
G.Hipotesa Penelitian
Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif