Anda di halaman 1dari 27

PERTEMPURAN LIMA HARI DI

SEMARANG

Pertempuran 5 hari di Semarang merupakan rangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia


melawan tentara Jepang pada masa transisi. Pertempuran yang dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945,
yang didahului dengan situasi memanas sebelumnya ini berakhir hingga pada tanggal 20 Oktober 1945.
Pertempuran ini dimulai dengan peristiwa tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa pada Pada 1
Maret 1942. Seminggu kemudian, tepatnya pada 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda bertekuk
lutut dan menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Mulai saat itu, Indonesia diduduki dan dijajah oleh
tentara Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan dan Tokoh-tokohnya
Tiga tahun penjajahan berlangsung, pada Agustus 1945 tentara Jepang menyerah tanpa syarat
kepada sekutu paska dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki.
Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia melalui Bung Karno dan Bung Hatta, memproklamirkan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Mengenai pertempuran lima hari di Semarang ini, ada beberapa tokoh yang terlbat adalah sbb :
1. dr. Kariadi dr. Kariadi adalah dokter yang akan mengecek cadangan air minum di daerah Candi yang
kabarnya telah diracuni oleh Jepang. Beliau juga merupakan Kepala Laboratorium Dinas Pusat
Purusara.
2. Mr. Wongsonegoro Gubernur Jawa Tengah yang sempat ditahan oleh Jepang.
3. Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Sidharta tokoh Indonesia yang ditangkap oleh Jepang betrsama Mr.
Wongsonegoro.
4. Mayor Kido Pimpinan Batalion Kido Butai yang berpusat di Jatingaleh.
5. drg. Soenarti istri dr. kariadi
6. Kasman Singodimejo perwakilan perundingan gencatan senjata dari Indonesia.
7. Jenderal Nakamura Jenderal yang ditangkap oleh TKR di Magelang

Perjuangan Pemuda Semarang


Berita Proklamasi dari Jakarta akhirnya sampai ke Semarang. Seperti kota-kota lain, di
Semarang pun rakyat khususnya pemuda berusaha untuk melucuti senjata Tentara Jepang Kidobutai
yang bermarkas di Jatingaleh. Pada tanggal 13 Oktober, suasana semakin mencekam, Tentara Jepang
semakin terdesak. Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak penyerahan senjata sama sekali. Para
pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak sendiri-sendiri. Aula Rumah Sakit Purusara dijadikan
markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit pun tidak tinggal diam dan ikut aktif dalam upaya
menghadapi Jepang. Sementara itu taktik perjuangan pemuda menggunakan taktik gerilya.

Sumber Air Minum Diracuni


Setelah pernyataan Mayor Kido, Pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB, pemuda-
pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di
depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore
harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara
Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak
sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum
bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu
disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan
racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah.

Dr.Kariadi Terbunuh
Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar
dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang
menebarkan racun itu. Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana.
Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat
termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah
suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia
harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang.
Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir
Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama
tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat
dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah
sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu
bulan.Kejadian ini merupakan penyulut utama Perang Lima Hari di Semarang.

Kronologis Pertempuran
A. Gerakan Kilat
Tidak lama setelah gugurnya Drs. Kariadi, masyarakat Semarang dikejutkan oleh serentetan
tembakan yang terdengar dengan genjarnya dari arah Jln.Pandanaran. Selang beberapa menit kemudian
suara tersebut berhenti dan suasana menjadi kondusif kembali. Barulah diketahui bahwa rentetan suara
tembakan tersebut dilepaskan oleh anggota polisi istimewa yang sedang menjaga tahanan Jepang di
bekas asrama Sekolah Pelayaran yang terletak sebelah kiri Jln.Pandanaran (sekarang di Jln Erlangga).
Menurut rencana, para tahanan Jepang akan dipindahkan tempatnya. Sebelum dipindahkan, polisi
istimewa membuka pembicaraan dengan para pimpinan tahanan Jepang untuk berpidato dan menyuruh
anak buahnya apel di lapangan. Sementara itu polisi istimewa menjaga ketat para tahanan dengan
formasi melingkar.
Pemimpin tahana Jepang mulai berpidato dengan bahasa Jepang didepan anak buahnya. Dalam
pidato tersebut ternyata pemimpin tahanan menyuarakan untuk menyerang para anggota polisi
istimewa. Banyak dari mereka yang berteriak-beteriak “Bakero Indonesia” dan berusaha untuk
mengambil besi-besi dan potongan kayu dari tempat tidur mereka. Bahkan ada juga yang membawa
pistol yang sebelumnya berhasil diselundupkan oleh seorang tahanan Jepang.
Suasana di tempat tersebut sangat kacau. Meskipun bersenjata, karena jumlahnya tidak
sebanding dengan jumlah tahanan Jepang. Polisi istimewa akhirnya terdesak. Para tahanan mencoba
melarikan diri dari berbagai arah dengan mengunakan truk yang seyogyanya digunakan polisi istimewa
untuk memindahkan para tahanan ke tempat lain. Namun para tahanan tidak mengenal betul kawasan
Semarang, apalagi disaat malam hari.
Tidak lama setelah pemberontakan para tahanan Jepang sekitar jam 03.00 dini hari, Kido Butai
telah mengawali gerakannya dan melakukan gerakan kilat untuk menguasai kota Semarang dengan
tujuan apa yang mereka namakan “melindungi jiwa orang-orang Jepang. Kido Butai mulai melakukan
pemberontakan disaat ia merasa keadaan sudah dalam titik puncakknya karena Kido Butai mendengar
bahwa Mayor Jendral Nakamura ditawan oleh para pemuda di Magelang.
Masyarakat Semarang bangkit serentak menghadapi pasukan Jepang yang sangat agresif pada
waktu itu. Mereka sama sekali tidak merasa gentar menghadapi kekejaman para tentara Jepang anggota
Kido dari Jatingaleh tersebut. Pada waktu itu, bagi mereka hanya ada satu semboyan “ lebih baik mati
berkalang tanah dari pada kehilangan kemerdekaan tanah air.
B. Penawanan Mr. Wongsonegoro
Karena kuatnya arus serbuan pasukan Jepang yang datang berikutnya, pertahanan para pemuda
akhirnya dapat dipatahkan. Bebrapa dari mereka berhasil ditawan. Perlawanan terjadi di berbagai
tempat antara lain di pasar Kagok, SirandaSesudah itu tawanan disiksa dengan kejam dan akhirnya
dibunuh di dekat Taman Pahlawan.
Pada pagi hari itu juga, di depan rumah sakit Purusara terjadi pertempuran yang sengit. Rumah
Sakit diberondong Jepang dengan senapan mesin, hingga seorang pegawai yakni Soedirman tertembak.
Sementara itu, korban-korban yang datang dari berbagai tempat kian lama kian banyak, hingga bangsal
bedah penuh sesak. Setelah mengepung Purusara, pasukan Jepang selanjutnya bergerak maju menuju
ke markas Polisi Istimewa di Kalisari. Selanjutnya, pasukan Jepang meneruskan gerakannya untuk
membebaskan kembali gedung besar markas Kenpeital. Dari gedung besar, pasukan Jepang kemudian
melancarkan tembakan-tembakan kearah gedung Lawang Sewu.
Gedung gubernuran dimana Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro pada waktu itu sedang
berada juga telah diserang oleh pasukan Jepang. Bahkan gedung inilah yang sebenarnya menjadi
sasaran utama dari gerakan Kido Butai pada tanggal 15 Oktober 1945 dengan maksud untuk menawan
Mr. Wongsonegoro.
Pertahanan di gedung tersebut sangat kuat. Dengan serangan pasukan Kido yang paling nekad
disertai serangan yang berani mati, gedung tersebut akhirnya baru dapat diduduki pada siang hari. Mr.
Wongsonegoro kemudian ditawan di markas Kido Butai di Jatingaleh, bersama istri dan anak-anaknya
tetapi di tempat yang terpisah.
Maksud penawanan Mr.Wongsonegoro itu tidak dapat dilepaskan dari penawanan Mayor Jendral
Nakamura oleh para pemuda Magelang. Dengan menawan Gubernur Jawa Tengah, ia bermaksud ingin
balas dendam. Seperti halnya daerah Semarang Selatan dan Semarang Barat, pada tanggal 15 Oktober
1945 daerah Semarang Timur dan Semarang Utara juga tidak luput dari serangan tentara Jepang.
C. Jatuhnya Hotel Du Pavilion
Pada 16 Oktober 1945, Jepang menambah kekuatan tempurnya dengan mengikut sertakan orang-
orang Jepang yang bukan tentara. Sukarelawan yang bergabung dengan misi Jepang itu sekitar 300.
Disisi lain, pasukan-pasukan tempur rakyat Semarang pada hari itu juga telah datang pasukan-pasukan
bantuan dari berbagai daerah. Dari daerah Kendal dan Weleri di sebelah barat, dari markas Demak,
Kududs, Pati, Tayu dan Purwodadi di sebelah timur, dan dari daerah Ambarawa, Yogya, Magelang,
Purwokerto dan Solo dari sebelah selatan.
Pada hari itu tujuan Jepang adalah menyerang kawasan Hotel Du Pavilion (sekarang hotel Dibya
Putri), yang dijadikan markas pertahanan oleh para pemuda di bawah pimpinan Martadi. Di sekitar
hotel itu, segera berkobar pertempuran yang sangat hebat. Pertempuran tersebut dimenangkan oleh
pasukan Jepang. Di samping Hotel Du Pavilion, pada hari itu pasukan Jepang berhasil pula menguasai
Pasar Johar. Kantor Papak dan Kantor Telpon.
D. Gencatan Senjata yang Tidak Bermakna
Perlawanan bangsa Indonesia melawan tentara Jepang yang sebelumnya dibantu oleh relawan dan
pemuda yang didatangkan dari berbagai daerah sekitaran Semarang meskipun kalah juga membuahkan
hasil yaitu tertangkapnya sukarelawan Jepang di berbagai daerah dimana terjadi pertempuran.
Menginfasi kemungkinan akibat yang timbul dari perbuatan yang telah mereka lakukan sendiri,
pada waktu itu pihak Jepang benar-benar merasa sangat prihatin. Harapan pihak Jepang tertuju pada
Mr. Wongsonegoro. Ialah yang dipandang dapat menyelamatkan ratusan orang relawan yang
tertangkap.
Semenjak tangal 16 Oktober 1945 malam, mereka telah berusaha menghubungi Mr. Wongsonegoro
yang pada waktu itu tengah mendekam dalam tahanan di markas Kido Bitai di Jatingaleh. Namun Mr.
Wongsonegoro tidak dapat menjamin akan dapat merealisir tuntutan mereka berupa menyelamatkan
relawan dan pengembalian senjata-senjata milik Jepang yang berhasil direbut oleh pemuda Indonesia.
Pada hari itu juga 17 Oktober 1945 Mr. Wongsonegoro kemudian mengeluarkan sebuah maklumat.
Sekalipun telah ada maklumat tersebut, semenjak siang hari hinga malam hari, pertempuran masih
terus berlangsung. Bahkan bertentangan dengan hasratnya untuk mengadakan gencatan senjata dan
mengakhiri pertempuran. Pada hari itu pasukan-pasukan Jepang justru telah memperhebat serangan-
serangannya seakan-akan Maklumat dari Gubernur Jawa Tengah tersebut tidak pernah ada.
Pada hari itu, Jepang telah mengeluarkan perintah pada pasukan-pasukannya untuk tetap
meneruskan pembersihan di dalam kota Semarang dan menugaskan pasukan-pasukannya untuk
mengadakan pembersihan di daerah Poncol dan pelabuhan. Sedangkan pasukan Yamada ditugaskan
untuk membersihkan wilayah Gombel dan Srondol.[9]
E. Misi Mr. Wongsonegoro
Sebagai tindak lanjut dari perundingan mengenai gencatan senjata yang telah dilakukan dengan
pihak Jepang pada tanggal 17 Oktober , Mr. Wongsonegoro dan Dr Soekarjo pada hari itu juga pergi ke
Ungaran dengan maksud menghubungi tentara Indonesia yang sangat kuat dan menyelidiki keadaan
orang-orang Jepang yang ada di daerah itu. Mr. Wongsonegoro juga mengutus wakilnya yaitu Ir. Abdul
Muntalib ke daerah kendal.
Para pemuda pejuang di Ungaran, ketika mendengar genjatan senjata, mula-mula mereka marah.
Mereka mengajukan pertanyaan mengenai siapa yang sebenarnya menghentikan pertempuran itu. Mr.
Wongsonegoro dengan terus terang menjawab bahwa yang menghentikan ialah ia sendiri. Belum puas
sampai di situ, mereka juga menanyakan juga mengenai seiapa yang sebenarnya telah meminta
penghentian pertempuran itu. Mr. Wongsonegoro juga menjawab, bahwa yang meminta adalah Jepang.
Selanjutnya mereka juga bertanya syarat-syaratnya dan Mr. Wongsonegoro dengan terus terang pula
mengatakan bahwa syarat-syaratnya akan dibicarakan pada kari beikutnya.
Pada hari Kamis tanggal 18 Oktober 1945, pihak Jepang berhasil mematahkan pertahanan para
pemuda di sektor Jatingaleh dan Gombel yang dilakukan oleh pasukan Yamada. Untunglah pada saat
yang benar-benar kritis, Allah telah menguurkan tangan-tangan-Nya. Keesokan harinya, tepat pada
tanggal 19 Oktober 1945 jam 07.45 pagi, di pelabuhan Semarang telah berlabuh sebuah kapal besar
“HMS Glenroy” yang mengangkut tentara sekutu yakni pasukan dari Inggris. Karena kedatangan
mereka, kota Semarang telah terlepas dari bahaya maut yaitu di bom oleh Jepang.
F. Konperensi Hotel Du Pavilion
Sehari setelah tentara Sekutu mendarat di Semarang, di Hotel Du Pavilion diadakan konperensi
antara wakil-wakil Pemerintah RI, pihak tentara Jepang dan pihak tentara Sekutu. Konperensi yang
diadakan di Hotel Du Pavilion berlangsung secara kilat tanpa protokol apa-apa. Perintah ‘cease fire”
dari tentara Sekutu harus segera dilaksanakan.
Untuk itu dibentuk suatu iring-iringan kendaraan yang bertugas sebagai konvoi perdamaian.
Konvoi perdamaian itu segera memulai tugas sucinya dengan menelusuri jalan-jalan di kota Semarang
sampai ke bagian yang sepi-sepi. Sekalipun tugasnya belum selesai, mereka memutuskan untuk
kembali kepusat konvoi perdamaian di Hotel Du Pavilion.

Kronologis Singkatnya

a. 7 Oktober 1945: pemuda Semarang berusaha melucuti senjata Tentara Jepang di Jatingaleh. Sementara
di saat yang sama, pimpinan Jepang dan pemuda berunding mengenai penyerahan senjata.

b. 13 Oktober 1945: suasana semakin menegang dan Jepang semakin terdesak.

c. 14 Oktober 1945: Mayor Kido menolak penyerahan senjata. Pukul 06.30, Aula RS Purusara dijadikan
markas perjuangan dan pemuda mencegat serta memeriksa mobil Jepang yang lewat. Mereka juga
menyita sedan milik Kampetai. Sore harinya, pemuda menjebloskan Tentara Jepang ke Penjara Bulu
namun pukul 18.00 Jepang melancarkan serangan mendadak kepada delapan polisi istimewa yang
menjaga Resevoir Siranda di Candi. Kedelapan Polisi itu disiksa dan sore itu juga tersiatr kabar kalau
Jepang menebar racun dalam reservoir tersebut. Selepas Maghrib, dr. Kariadi memutuskan untuk
segera memeriksa reservoir itu namun istrinya, drg. Sonarti, mencoba mencegahnya karena ia
berpendapat bahwa suasana sedang sangat berbahaya namun tidak berhasil. Sayangnya, dalam
perjalanan dr. Kariadi dan beberapa tentara pelajar, mereka ditembak secara keji. Dr. kariadi sempat
dibawa ke rumah sakit sekitar namun tidak dapat diselamatkan. Selain kejadian di atas, pada hari itu
juga terjadi pemberontakan 4.000 tentara Jepang di Cepiring.

d. 15 Oktober 1945: pukul 03.00, Mayor Kido menyuruh 1.000 tentara untuk melakukan penyerangan ke
pusat kota mendengar berita penangjkapann Jenderal Nakamura dan berita gugurnya dr. Kariadi
menyulut kemarahan warga Semarang. Di Semarang juga terjadi penangkapan Mr. Wongsonegoro, Dr.
Sukaryo, dan Sudanco Mirza Sidharta.

e. 16 Oktober 1945 : pertempuran terus berlanjut

f. 17 Oktober 1945: Jepang berunding dengan Mr. Wongsonegoro

g. 18 Oktober 1945: Ada perundingan gencatan senjata oleh KAsman Singodimejo dan Jenderal
Nakamura. Dalam perundingan ini, Jepang ingin agar senjata yang direbut segera dikembalikan bila
tidak Jepang akan meloakukan pengeboman pada tanggal 19 oktober 1945 pukul 10.00.

h. 19 Oktober 1945: Pukul 07.45, kedatangan Sekutu di pelabuhan Semarang dengan kapal HMS Glenry
mempercepat perdamaian antara Jepang dan rakyat sehingga perang berakhir.

i. 20 Oktober 1945: Sehari setelah tentara Sekutu mendarat di Semarang, di Hotel Du Pavilion
diadakan konperensi antara wakil-wakil Pemerintah RI, pihak tentara Jepang dan pihak tentara Sekutu.

Peringatan
Untuk memperingati Pertempuran 5 Hari di Semarang, dibangun Tugu Muda sebagai monumen
peringatan. Tugu Muda ini dibangun pada tanggal 10 November 1950. Diresmikan oleh presiden Ir.
Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953. Bangunan ini terletak di kawasan yang banyak merekam peristiwa
penting selama lima hari pertempuran di Semarang, yaitu di Jl. Pemuda, Jl. Imam Bonjol, Jl. Dr.
Sutomo, dan Jl. Pandanaran dengan lawang sewu. Selain pembangunan Tugu Muda, Nama dr. Kariadi
diabadikan sebagai nama salah satu rumah sakit di Semarang.
Pertempuran 5 Hari di Semarang (Sejarah)

Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah serangkaian pertempuran rakyat Indonesia dalam


mempertahankan status kemerdekaan NKRI. Pertempuran ini terjadi antara warga Semarang
melawan tentara Jepang yang meletus pada 15 Oktober 1945 dan berakhir pada 20 Oktober 1945.
Karena lamanya pertempuran selama lima hari maka pertempuran ini diberi nama "Pertempuran Lima
Hari di Semarang"

Tokoh-tokoh yang terlibat langsung dalam Pertempuran 5 Hari di Semarang :

1. Mr. Wongsonegoro selaku Gubernur Jawa Tengah waktu itu (dia sempat ditahan tentara
Jepang)
2. Dr. Karyadi selaku Kepala Laboratorium Dinas Pusat Purusara
3. Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza Tokoh indonesia (ditangkap tentara Jepang bersama dengan
Mr. Wongsonegoro)
4. Mayor Kido pimpinan Kido Butai yang memiliki sebuah markas di Jalan Jatingaleh
5. drg. Sunarti. Sesosok wanita gigih (isteri Dr. Karyadi)
6. Jendral Nakamura, Sosok Jendral dari Jepang yang berhasil ditangkap oleh TKR di Magelang.

Sejarah Pertempuran 5 Hari di Semarang

Berita Proklamasi yang telah dikumandangkan di Jakarta, akhirnya terdengar juga sampai kora
Semarang. Sebagaimana telah terjadi pelucutan senjata tentara Jepang di beberapa kota di
Indonesia. Pemuda Semarang pun mengikuti langkah yang sama dengan melakukan pelucutan
senjata tentara Jepang yang dipimpin Mayor Kido yang kala itu bermarkas di Jatingaleh.

Padatanggal 13 Oktober 1945, suasana semakin mencekam dan tentara Jepang pun merasa semakin
terdesak. Pada tanggal 14 Oktober 1945 Mayor Kido melakukan tendakan yang nekat, dengan
menolak secara tegas penyerahan senjata.

Tindakan yang dilakukan Mayor Kido ini ternyata menyulut amarah Pemuda Semarang, mereka pun
langsung bergerak menjadikan aula rumah sakit Purusara sebagai markas pejuang, ternyata
pergerakan pemuda Semarang mendapat sambutan dari para pemuda yang ada di rumah sakit
tersebut.. Para pemuda saling bahu-membahu menghadapi tentara Jepang dengan menggunakan
taktik perang gerilya.

Pada tanggal 14 Oktober 1945 tepatnya jam 06.30 WIB, Para pemuda rumah sakit mendapat intruksi
guna mencegat semua kendaraan Tentara Jepang yang melewati area Rumah Sakit Purusara.
Pemuda berhasil menyita Mobil Sedan milik Kompetai dan melucuti senjata. Pada sore harinya, tanpa
mengenal lelah para pemuda pun aktif mencari tentara Jepang dan menjeblokan mereka ke Penjara
Bulu.Sekitar pukul 18.00 tentara Jepang melakukan serangan balasan secara mendadak dan melucuti
delapan anggota Polisi Istimewa yang waktu itu menjaga sumber air minum warga semarang
"reservoir Siranda".

Tentara Jepang pun menangkap kedelapan anggota Polisi Istimewa dan melakukan penyiksaan
dengan membawanya ke Markas Kido Butai di Jatingaleh. Pada waktu yang sama tersiar kabar
tentara jepang telah menebar racun di Sumber air "Reservoir Siranda".

Selepas Maghrib, Dr Kariadi mendapat telepon dari Pimpinan RS. Purusara yang memerintahkan
agar beliau memeriksa Reservoir Siranda. Karena sudah tersiar kabar sumber air tersebut diracuni
Tentara Jepang. Dr. Kariadi pun bergegas pergi menuju ke sumber air minum warga Semarang
tersebut, tanpai menghiraukan keselamatannya, karena pada waktu yang sama tentara Jepang
gencar melakukan serangan dibeberapa tempat di Semarang dan salah satunya tempat menuju
Reservoir yang akan di teliti Dr Kariadi.
Isteri Dr. Kariada yang bernama drg. Sunarti mencoba menahan beliau karena keadaan yang sedang
genting diluar. Akan tetapi Dr. Kariadi bertekat bulat guna memeriksa Reservoir Siranda, karena
menyangkut nyawa banyak orang. Mendengar alasan ini drg Sunarti tidak bisa berbuat apa-apa.

Akhirna Dr. Kariadi berangkat menuju Reservoir Siranda guna memastikan berita bahwa tentara
Jepang telah merauni sumber air minum tersebut, belum sampai di lokasi, tepatnya di jalan
Pandanaran, mobil yang ditumpangi Dr. Kariadi dihadang tentara Jepang, dan bilau ditembaki secara
keci oleh Jepang, walau sempat dibawa ke rumah sakit, nyawa Dr. Kariadi tidak tertolong, karena
lukanya yang terlalu parang.

Kejadian kematian Dr. Kariadi yang dibunuh tentara jepang inilah yang menjadi penyulut amarah
Pemuda Semarang.

Pada tanggal 15 Oktober 2045 sekitar pukul 03.00 WIB, Mayor Kido memerintahkan 1.000 tentara
Jepang untuk melakukan penyerangan ke Pusat Kota Semarang. Sementara itu berita Gugurnya Dr.
Kariadi yang beredar dengan cepat sehingga menyulut amarah seluruh warga Semarang, hari
berikutnya peperangan pun semakin meluas ke penjuru kota.

Pada tanggal 17 Oktober 1945, tentara Jepang mengumumkan Genjatan Senjata, namun diam-diam
mereka melakukan serangan ke berbagai kampung.

Pada tanggal 19 Oktober 1945, pertempuran sengit terus terjadi di seluruh penjuru kota Semarang.
Pertempuran ini sendiri berlangsung Hingga 5 hari yang memakan korban 2.000 jiwa warga
Semarang dan 850 tentara Jepang.

Untuk memperingati Semangat Perjuangan Para Pemuda dan Pejuang kota Semaang maka
dibangunlah sebuah Monumen bernama "Tugu Muda". Monumen tugu ini dibangun pada tanggal 10
November 1950 dan diresmikan oleh Presiden RI Ir. Sukarno pada tanggal 20 Mei 1953.
Pertempuran 5 Hari di Semarang: Latar Belakang dan Jalannya Pertempuran

Rizqi Awan 1 year ago Indonesia

Latar Belakang

Setelah Proklamasi Kemerdekaan rakyat Indonesia khususnya rakyat Semarang disibukkan dengan
upaya pelucutan senjata Jepang, pelucutan tersebut dilakukan tanpa kekerasan. Namun pelucutan ini
justru menimbulkan perselishan diantara rakyat Semarang dengan tentara Jepang. Pada tanggal 13
Oktober 1945, Tentara Jepang Kidobutai yang bertempat dan bermarkasi di Jatingaleh menolak untuk
menyerahkan senjata sehingga menimbulkan ketegangan antara pemuda dan tentara Jepang. Tak
terkecuali Mayor Kido selaku komandan Kidobutai yang menolak untuk memberikan senjata kepada
para pemuda, meskipun pelucutan senjata dan jaminan hidup Mayor Kido sebetulnya sudah dijamin
oleh Wongsonegoro (Gubernur Jawa Tengah) bahwa senjata tersebut tidak dipergunakan untuk
membunuh tentara Jepang.

Saat Sekutu mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa. Para pemuda merasa khawatir kalau senjata-
senjata yang masih dimiliki oleh tenatara Jepang akan diserahkan kepada Sekutu sehingga para
pemuda bersikeras untuk memperoleh senjata sebelum Sekutu mendarat di Semarang. Para pemuda
khawatir akan kedatangan Sekutu akan membawa tenata-tenara Belanda yang tujuannya untuk
menjajah Indonesia kembali.

Ketika rakyat Indonesia memindahkan tawanan Jepang menuju ke Bulu, di tengah-tengah proses
perjalanan tentara-tentara Jepang melarikan diri dan bergabung dengan pasukan Kidobutai laindi
bawah pimpinan Nakamura.

Pada 14 Oktober 1945, pemuda-pemuda yang berada di rumah sakit Purusara mendapat instruksi
untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang melewati rumah sakit tersebut. Para pemuda
menyita kendaraan milik Kempetai dan langsung melucuti senjata mereka. Tanpa diduga, pukul 18.00
WIB, pasukan Jepang yang bersenjatakan lengkap melancarkan serangan mendadak dan melucuti
delapan anggota Polisi Istimewa yang sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang
yang bertempat di Reservoir Siranda Candilama. Terdengar kabar bahwa tentara Jepang telah
menebarkan racun ke sumber air minum itu. Rakyat merasa gelisah dan khawatir karena cadangan air
tersebut adalah satu-satunya sumber mata air di Kota Semarang.

Jalannya Pertempuran

Setelah mendapat telepon dari pimpinan Pusat Rumah Sakit Rakyat dr. Karyadi selaku Kepala
Laboratorium Purusara segera meluncur ke Siranda untuk mengecek kebenaran akan hal itu. Saat
dalam perjalanan, tepatnya di Jalan Pandaran, mobil yang ditumpangi dr.Karyadi dicegat oleh para
tentara Jepang. Aksi pencegatan dan penembakan yang dilakukan oleh tenatara Jepang itu
menewaskan dr.Karyadi.

Keesokan harinya, pimpinan Kidobutai menggerakkan sekitar 1.000 tentara Jepang untuk melakukan
penyerangan ke pusat Kota Semarang. Sementara, kabar gugurnya dr Kariadi lantas menyulut
kemarahan warga Semarang.

Pasukan Kidobutai yang berjumlah sekitar 1000 orang tiba-tiba melakukan serangan terhadap markas
Badan Keamanan Rakyat (BKR). Mereka menyerang markas itu dari berbagai arah dengan melempar
granat dan dengan menggunakan senapan mesin. Pertempuran yang tidak seimbang membuat
pemuda BKR tidak mungkin dapat mempertahankan markasnya. Pada tanggal 17 Oktober 1945
tentara Jepang meminta gencatan senjata namun nyatanya justru mereka diam-diam melakukan
serangan kembali ke kampung-kampung.

Pada tanggal 19 Oktober pertempuran masih terjadi di beberapa penjuru kota. Pertempuran ini
berakhir ketika tentara Sekutu datang dan mendarat di pelabuhan Semarang dengan kapal HMS
Glenry sehingga bisa mempercepat perdamaian antara rakyat atau pemuda Semarang dan tentara
Jepang. Pertempuran yang berlangsung selama lebih kurang lima hari ini menimbulkan 850 korban
tentara Jepang dan sekitar 2000 pihak Indonesia gugur ataupun luka-luka.
Monumen Tugu Muda dijadikan sebagai pusat peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Bangunan bersejarah yang lain yaitu Bangunan Lawang Sewu yang berdiri kokoh di seberangnya
menjadi saksi kekejaman para tentara Jepang terhadap pemuda-pemuda yang bekerja di gerbong-
gerbong kereta api, mereka disiksa dan dibunuh di dalam gedung itu.
Pertempuran Lima Hari di Semarang dan Surabaya

Pertempuran Lima Hari di Semarang (15-20 Oktober 1945)

Baca juga:
 Hasil Budaya pada Zaman Logam, Lengkap!
 Hasil Budaya Zaman Batu Besar (Megalitikum/Megalitik)
 Hasil Budaya Zaman Batu Madya/Tengah (Mesolitikum/Mesolitik)
 Merencanakan Penggunaan IPTEK dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peristiwa ini diawali dengan adanya desas-desus bahwa cadangan air minum didaerah Candi di racun oleh
Jepang. Untuk membuktikan kebenarannya, dr. Karyadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat
melakukan pemeriksaan.

Pada saat melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang sehingga gugur. Dengan gugurnya dr. Karyadi,
kemarahan rakyat khususnya pemuda tidak dapat dihindarkan dan terjadilah pertempuran yang menimbulkan
banyak korban jiwa.
Sejarah Tugu Muda dan pertempuran 5 hari di
Semarang

Tugu Muda Semarang. ©2013 Merdeka.com


Merdeka.com - Memperingati pertempuran 5 hari di Semarang, Pemerintah Kota Semarang pada 10
November 1950, membangun Tugu Muda sebagai monumen peringatan. Monumen Tugu Muda ini
oleh Presiden Soekarno diresmikan 20 Mei 1953. Bangunan bersejarah ini, terletak di pertemuan jalan
protokoler Kota Semarang yang banyak merekam peristiwa penting selama lima hari pertempuran.
Jalan-jalan protokoler itu adalah Jalan Pemuda, Jalan Imam Bonjol, Jalan Dr. Soetomo, dan Jalan
Pandanaran, serta bangunan bersejarah Gedung Lawang Sewu yang dikenal dengan wisata
misterinya. Selain pembangunan Tugu Muda, nama dr. Kariadi diabadikan sebagai nama salah satu
rumah sakit di Semarang yang menjaditempat awal perjuangan pemuda dalam insiden pertempuran 5
hari di Semarang.
Tugu Muda Semarang terletak di tengah persimpangan Jalan Pandanaran, Jalan Mgr Soegijapranata,
Jalan Imam Bonjol, Jalan Pemuda dan Jalan Dr. Sutomo. Sebelah Utara tugu ini ini terdapat Gedung
Pandanaran yang kini menjadi perkantoran Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang. Di sebelah Timur
terdapat Lawangsewu, di sebelah selatan berhadapan dengan Museum Mandala Bhakti, dan sebelah
barat terdapat Wisma Perdamaian yang merupakan rumah dinas gubernur Jawa Tengah.
Tugu Muda merupakan sebuah monumen bersejarah kota Semarang yang dibangun untuk
mengenang pertempuran 5 hari di Semarang. Pertempuran ini adalah perlawanan terhebat rakyat
Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi. Lawangsewu menjadi saksi bisu perjuangan anak-
anak muda Semarang yang dimulaipada 15 Oktober 1945, hingga kemudian berakhir
20 Oktober 1945 itu.
Pertempuran sengit selama 5 hari ini dipicu kaburnya tawanan Jepang pada 14 Oktober 1945. Pada
pukul 06.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa
mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan
merampas senjata. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian
menjebloskannya ke Penjara Bulu (sekarang LP Wanita Bulu, Kota Semarang).
Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak
sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum
bagi warga Semarang yakni Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota polisi istimewa itu
disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu juga tersiar kabar tentara Jepang
menebarkan racun ke dalam reservoir itu.
Rakyat pun menjadi gelisah. Sebagai kepala RS Purusara (sekarang Rumah Sakit Umum Pusat Dr
Kariadi) Dokter Kariadi berniat memastikan kabar tersebut. Selepas magrib, ada telepon dari pimpinan
Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera
memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu.
Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat
berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan
menuju ke Reservoir Siranda. Istri Dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi,
namun gagal.
Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat
tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang mensopiri mobil yang
ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30
WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda itu
tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.
Pada 28 Oktober 1945, Gubernur Jateng Mr Wongsonegoro meletakkan batu pertama pembangunan
monumen ini di dekat alun-alun. Namun karena pada November 1945 meletus perang melawan
sekutu dan Jepang, proyek ini terbengkalai. Kemudian tahun 1949, badan Koordinasi Pemuda
Indonesia (BKPI) memprakarsai pembangunannya kembali. Namun upaya ini pun gagal karena
kesulitan dalam hal pendanaan.
Pembangunan baru berjalan lancar ketika pada 1951 Wali Kota Semarang Hadi Soebeno Sosro
Werdoyo membentuk panitia Tugumuda. Lokasi pun dipindah dari alun-alun ke lokasi sekarang.
Desain tugu dikerjakan oleh Salim, sedangkan relief pada bagian bawah digarap seniman Hendro.
Batu-batu didatangkan dari Kaliurang dan Pakem Yogyakarta. Tanggal 10 November 1951 diletakkan
batu pertama oleh Gubernur Jateng Boediono dan pada tanggal 1953 bertepatan dengan Hari
Kebangkitan nasional Tugu Muda diresmikan oleh Presiden Soekarno.
Tugu Muda sempat mengalami beberapa penambahan, terutama pada kolam dan taman. Kini
kawasan Tugu Muda ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Penetapan itu berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2031. Di
kawasan ini terdapat bangunan bersejarah seperti Gedung Lawangsewu, Wisma Perdamaian, Gereja
Katedral, Museum Mandala Bhakti, dan bangunan Pasar B [did]
Pertempuran 5 Hari di Semarang - Pertempuran 5 Hari atau Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah
serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia di Semarang melawan Tentara Jepang. Pertempuran ini adalah
perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi (bedakan dengan Peristiwa 10
November - perlawanan terhebat rakyat Indonesia dalam melawan sekutu dan Belanda).

Pertempuran dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya suasana sudah mulai memanas
sebelumnya) dan berakhir tanggal 20 Oktober 1945.
Masuknya Tentara Jepang ke Indonesia

Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret,
pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.
[sunting]
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan tokoh-tokohnya

Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh
Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan
tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Mengenai pertempuran lima hari di Semarang ini, ada beberapa tokoh yang terlbat adalah sbb : [1.] dr. Kariadi
dr. Kariadi adalah dokter yang akan mengecek cadangan air minum di daerah Candi yang kabarnya telah
diracuni oleh Jepang. Beliau juga merupakan Kepala Laboratorium Dinas Pusat Purusara. [2.] Mr.
Wongsonegoro Gubernur Jawa Tengah yang sempat ditahan oleh Jepang. [3.] Dr. Sukaryo dan Sudanco Mirza
Sidharta tokoh Indonesia yang ditangkap oleh Jepang betrsama Mr. Wongsonegoro. [4.] Mayor Kido Pimpinan
Batalion Kido Butai yang berpusat di Jatingaleh. [5.] drg. Soenarti istri dr. kariadi [6.] Kasman Singodimejo
perwakilan perundingan gencatan senjata dari Indonesia. [7.] Jenderal Nakamura Jenderal yang ditangkap oleh
TKR di Magelang

Perjuangan Pemuda Semarang

Berita Proklamasi dari Jakarta akhirnya sampai ke Semarang. Seperti kota-kota lain, di Semarang pun rakyat
khususnya pemuda berusaha untuk melucuti senjata Tentara Jepang Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh.
Pada tanggal 13 Oktober, suasana semakin mencekam, Tentara Jepang semakin terdesak. Tanggal 14 Oktober,
Mayor Kido menolak penyerahan senjata sama sekali. Para pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak
sendiri-sendiri. Aula Rumah Sakit Purusara dijadikan markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit pun tidak
tinggal diam dan ikut aktif dalam upaya menghadapi Jepang. Sementara itu taktik perjuangan pemuda
menggunakan taktik gerilya.

Sumber Air Minum Diracuni

Setelah pernyataan Mayor Kido, Pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit
mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka
menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari
tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang
bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang
waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama.
Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu tersiar
kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah.

Dr. Kariadi Terbunuh

Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan agar dr. Kariadi,
Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu.
Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya
karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir
Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat
genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena
menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata dalam
perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan
Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara
keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi
sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.

Kejadian ini merupakan penyulut utama Perang Lima Hari di Semarang.

Kronologis

Sekitar pukul 3.00 WIB, 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan sekitar 1.000 tentaranya untuk
melakukan penyerangan ke pusat Kota Semarang. Sementara itu, berita gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat
tersebar, menyulut kemarahan warga Semarang. Hari berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota.
Korban berjatuhan di mana-mana. Pada 17 Oktober 1945, tentara Jepang meminta gencatan senjata, namun
diam-diam mereka melakukan serangan ke berbagai kampung. Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi
di berbagai penjuru Kota Semarang. Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban 2.000 orang
Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr. Kariadi dan delapan karyawan RS Purusara.

Berdasarkan kejadiannya, kronologis pertempuran lima hari di Semarang dapat dijabarkan sebagai berikut : [a.]
7 oktober : pemuda Semarang berusaha melucuti senjata Tentara Jepang di Jatingaleh. Sementara di saat yang
sama, pimpinan Jepang dan pemuda berunding mengenai penyerahan senjata. [b.] 13 oktober : suasana semakin
menegang dan Jepang semakin terdesak. [c.] 14 oktober : Mayor Kido menolak penyerahan senjata. Pukul 06.30,
Aula RS Purusara dijadikan markas perjuangan dan pemuda mencegat serta memeriksa mobil Jepang yang
lewat. Mereka juga menyita sedan milik Kampetai. Sore harinya, pemuda menjebloskan Tentara Jepang ke
Penjara Bulu namun pukul 18.00 Jepang melancarkan serangan mendadak kepada delapan polisi istimewa yang
menjaga Resevoir Siranda di Candi. Kedelapan Polisi itu disiksa dan sore itu juga tersiatr kabar kalau Jepang
menebar racun dalam reservoir tersebut. Selepas Maghrib, dr. Kariadi memutuskan untuk segera memeriksa
reservoir itu namun istrinya, drg. Sonarti, mencoba mencegahnya karena ia berpendapat bahwa suasana sedang
sangat berbahaya namun tidak berhasil. Sayangnya, dalam perjalanan dr. Kariadi dan beberapa tentara pelajar,
mereka ditembak secara keji. Dr. kariadi sempat dibawa ke rumah sakit sekitar namun tidak dapat diselamatkan.
Selain kejadian di atas, pada hari itu juga terjadi pemberontakan 4.000 tentara Jepang di Cepiring. [d.] 15
oktober: pukul 03.00, Mayor Kido menyuruh 1.000 tentara untuk melakukan penyerangan ke pusat kota
mendengar berita penangjkapann Jenderal Nakamura dan berita gugurnya dr. Kariadi menyulut kemarahan
warga Semarang. Di Semarang juga terjadi penangkapan Mr. Wongsonegoro, Dr. Sukaryo, dan Sudanco Mirza
Sidharta. [e.] 16 oktober : pertempuran terus berlanjut [f.] 17 oktober : Jepang berunding dengan Mr.
Wongsonegoro [g.] 18 oktober : Ada perundingan gencatan senjata oleh KAsman Singodimejo dan Jenderal
Nakamura. Dalam perundingan ini, Jepang ingin agar senjata yang direbut segera dikembalikan bila tidak Jepang
akan meloakukan pengeboman pada tanggal 19 oktober 1945 pukul 10.00. [h.] 19 oktober : Pukul 07.45,
kedatangan Sekutu di pelabuhan Semarang dengan kapal HMS Glenry mempercepat perdamaian antara Jepang
dan rakyat sehingga perang berakhir.

Peringatan

Untuk memperingati Pertempuran 5 Hari di Semarang, dibangun Tugu Muda sebagai monumen peringatan.
Tugu Muda ini dibangun pada tanggal 10 November 1950. Diresmikan oleh presiden Ir. Soekarno pada tanggal
20 Mei 1953. Bangunan ini terletak di kawasan yang banyak merekam peristiwa penting selama lima hari
pertempuran di Semarang, yaitu di Jl. Pemuda, Jl. Imam Bonjol, Jl. Dr. Sutomo, dan Jl. Pandanaran dengan
lawang sewu. Selain pembangunan Tugu Muda, Nama dr. Kariadi diabadikan sebagai nama salah satu rumah
sakit di Semarang.
Pertempuran 5 Hari di Semarang
Pelucutan Senjata oleh para Pemuda dan BKR
Kalahnya Jepang yang ditandai dengan dibomnya Hiroshima dan Nagasaki memaksa Jepang secara
resmi menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945 dan disusul proklamasi Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia seharusnya secara sah merdeka dan Jepang tidak memiliki hak
atas Indonesia. Mr. Wongsonegoro ditunjuk sebagai penguasa Republik Indonesia di Jawa Tengah
dengan pusat pemerintahan di Semarang. Dengan adanya kemerdekaan Indonesia mewajibkan
pemerintah Jawa Tengah untuk mengambil alih wilayah Jawa Tengah dari tentara Jepang termasuk
dalam bidang pemerintahan, keamanan dan ketertiban. Untuk itu pemerintah Republik Indonesia
membentuk Badan keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian bertransformasi menjadi Tentara
Keamanan Rakyat.

Pada beberapa tempat di Jawa Tengah, pelucutan senjata Jepang berlangsung tanpa kekerasan
seperti di Banyumas, namun juga ada yang memerlukan pertumpahan darah seperti yang ada di
Semarang. Kidobutai (pusat ketentaraan Jepang di Jatingaleh) nampaknya tidak sepenuhnya setuju
dengan pelucutan senjata yang dilakukan para pribumi meskipun Gubernur Wongsinegoro telah
menjamin bahwa senjata tersebut bukan untuk melawan Jepang. Permintaan dilakukan berulang kali,
namun hasil yang didapatkan tidak seberapa, dan senjata yang diberikan pun merupakan senjata -
senjata usang.

BKR dan Pemuda di Semarang curiga kepada Jepang yang akan melakukan perlawanan. Kecurigaan
semakin bertambah setelah mendengar kabar pasukan sekutu akan mendarat di Pulau Jawa. Pihak
BKR dan Pemuda Semarang khawatir senjata Jepang akan diserahkan ke Sekutu. Mereka
berpendapat sebelum sekutu mendarat di pulau Jawa, mereka harus merebut senjata Jepang terlebih
dahulu. Mereka sudah menduga bahwa Belanda bersama sekutu akan kembali merebut wilayah
Indonesia dan menjajah Indonesia lagi. Pasukan pemuda terdiri dari beberapa kelompok yakni BKR,
Polisi Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan organisasi pemuda lainnya.

Markas Jepang di Semarang mendapatkan bantuan dari pasukan Jepang yang dari Irian yang menuju
Jakarta sebanyak 675 orang, karena persoalan logistik mereka kemudian singgah di Semarang.
Pasukan ini merupakan pasukan khusus perang yang telah terlatih berperang di medan Irian.
Keadaan saat itu kontras sekali, para pemuda yang belum memiliki pengalaman berperang dan
bahkan ada yang tidak bersenjata harus melawan Jepang yang telah memiliki pegalaman berperang
dan memiliki senjata lebih lengkap. Sebagian besar juga belum mendapatkan latihan berperang
kecuali pasukan Polisi Istimewa, anggota BKR, dari ex-Peta dan Heiho yang mendapat pendidikan
kemiliteran tetapi tanpa pengalaman bertempur.

Pertempuran 5 hari di Semarang diawali dari bentrokan 400 tentara Jepang yang bertugas
membangun pabrik senjata di Cepiring, dengan jarak 30 km dari Semarang. Pertempuran ini
mengawali berkobarnya perang dari Cepiring hingga Jatingaleh di bagian atas kota. Pasukan Jepang
yang kalah memilih mundur ke Jatingaleh dan bergabung dengan pasukan Kidobutai di Jatingaleh.

Peracunan Sumber Air di Candi dan Terbunuhnya Dr. Kariadi


Suasana kota Semarang memanas. Ada kabar burung yang menyebutkan pasukan Kidobutai akan
melakukan serangan balasan. Suasana semakin memanas ketika terdengar kabar pasokan cadangan
air di Candi (Siranda) telah diracuni oleh tentara Jepang dan pelucutan 8 orang polisi Indonesia yang
sedang menghindarkan peracunan air minum itu..

Dr. Kariadi selaku kepala Labratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purusara) setelah mendengar
kabar tersebut seketika bergegas menuju Candi untuk mengecek kebenarannya. Namun, beliau tidak
sampai pada tempatnya dan ditemukan tewas di jalan Pandanaran karena terbunuh oleh tentara
Jepang. Namanya kemudian diabadikan menjadi sebuah rumah sakit ternama di Semarang yaitu RS
Karyadi. Keesokan harinya pada tanggal 15 Oktober 1945 pukul 03.00,
pasukan Kidobutai melancarkan serangan ke tengah kota Semarang.

Markas BKR saat itu berada di komplek bekas sekolah MULO di Mugas. Di sinilah
tentara Kidobutaimenyerang di pagi buta. Mereka menyerang secara mendadak dengan dua tipe
serangan yaitu tembakan tekidanto (pelempar geranat) dan senapan mesin yang gencar. Diperkirakan
pada saat itu pasukan Jepang berjumlah 400 orang. Setelah memberikan perlawanan selama
setengah jam, pimpinan BKR menyadari bahwa pasukan BKR tidak bisa mempertahankan
maskasnya dan memilih mundur meninggalkan markas BKR.

Selanjutnya, pasukan Jepang bergerak membebaskan markas Kempetai yang telah dikepung para
pemuda. Setelah mampu mematahkan serangan para pemuda, pasukan Jepang berpindah ke
markas Polisi Istiewa di Kalisari dan berhasil menduduki markas tersebut. Disini terjadi pembunuhan
yang sangat kejam terhadap anggota polisi yang tidak sempat melarikan diri dari pengepungan.

Di depan markas Kempetai juga terjadi pertempuran sengit antara pasukan Jepang dengan para
pemuda di bekas Gedung NIS (Lawang Sewu) serta di Gubernuran (Wisma Perdamaian). Pasukan
gabungan yang terdiri dari BKR, Polisi Istimewa dan AMKA melawan secara gigih hingga banyak
korban berjatuhan dari kedua belah pihak.

Meskipun pihak Jepang pada pertempuran pertama mampu menduduki beberapa tempat penting,
namun mereka tidak bisa bertahan lama karena mereka terus mendapat serangan dari BKR dan
pemuda. Mereka terpaksa pergi meninggalkan markas dan begitu terus silih berganti pendudukan di
tempat - tempat strategis antara pemuda dan tentara Jepang.

Selain menangkap Wongsonegoro, Jepang juga menangkap kepala Rumah Sakit Purusara yaitu Dr.
Sukaryo, Komandan Kompi BKR yang merupakan ex-Sudanco, Mirza Sidharta dan banyak pemimpin
lain. Bantuan dari luar kota terus berdatangan untuk bergabung bersama pemuda.

Pasukan BKR dan pemuda dari Pati datang untuk membantu serangan kepada Jepang di tempat -
tempat penting di kota Semarang. Taktik gerilya digunakan untuk menghindari perang terbuka dengan
tiba - tiba menyerang dan menghilang. Sekalipun belum ada komando penyerangan, namun secara
silih berganti para pemuda melancarkan serangan dadakan dan tak terduga sehingga menyulitkan
Jepang.

Markas Jepang di Jatingaleh pun tidak luput dari serangan para pemuda. Gerakan Jepang terhambat
karena harus melawan para pemuda di depan kantor PLN, bahkan para pemuda sempat memukul
mundur pasukan Jepang. Akibat serangan yang membabi buta, petuga PMI tidak bisa bergerak
leluasa dan menyebabkan banyak korban pertempuran dalam kondisi sangat menyedihkan. Mereka
yang mendapat luka setelah berperang beberapa tidak mendapat perawatan yang semestinya, para
korban meninggal di beberapa tempat hingga membusuk karena tidak segera di kubur.

Petugas lain yang memiliki jasa besar dalam perang 5 hari di Semarang adalah dapur umum yang
bermarkas di Hotel du Pavillion (Dibya Putri) dimana para pemuda menggantungkan makanan disini
setelah selesai berperang walaupun mereka sendiri juga kekurangan makanan.

Pertempuran di Tugu Muda


Diperkirakan sebanyak 2.000 pasukan Jepang ikut terlibat dalam perang ini. Senjata lengkap pasukan
Jepang melawan semangat juang pemuda Semarang yang tak kenal lelah dan silih berganti
melakukan serangan ke pihak Jepang. Pertempuran paling sengit terjadi di Tugu Muda. Puluhan
pemuda terkepung disana dan dibantai oleh Kidobutai. Para pemuda yang berasal dari daerah sekitar
menunjukkan kesetia - kawanan mereka. Silih berganti para pemuda melakukan serangan balasan.
Mereka yang baru datang dari luar seketika langsung turun ke medan pertempuran.

Setelah BKR berhasil melakukan konsolidasi dan mendapat bantuan dari wilayah lain, kondisi
berbalik. Jepang terkepung dan dalam keadaan kritis. Serangan pemuda makin gencar dan
diperhebat. Banyaknya korban dari para pemuda menyulut amarah mereka untuk menuntut balas atas
kematian teman seperjuangan mereka. Diperkirakan sebanyak 2000 orang dari para pemuda gugur
dan 500 orang dari Jepang tewas dalam pertempuran ini. Pahlawan - pahlwan ini kemudian
dikebumikan di Makam Pahlawan, Semarang.
Makam Pahlawan Semarang

Berikutnya diadakan perundingan antara pihak Jepang dan pemuda. Jepang menghendaki agar
senjata - senjata yang telah dirampas dikembalikan lagi ke pihak Jepang. Wongsonegoro menolak
dengan alasan tidak ada jaminan atas penyerahan senjata serta tidak diketahui siapa - siapa yang
memegang senjata tersebut. Akhirnya Jepang menerima pernyataan Wongsonegoro dan pihak
Jepang menyerah serta melakukan gencatan senjata.

Sebenarnya para pemuda tidak setuju dan kecewa dengan gencatan tersebut, mereka kecewa atas
banyaknya kawan - kawan seperjuangan yang telah gugur dan hendak menuntut balas atas
kematiannya. Setibanya sekutu di Semarang, maka berakhirlah pertempuran dengan Jepang selama
lima hari tepat pada tanggal 19 Oktober 1945.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, bahwa penulis telah menyelesaikan tugas makalah
pelajaran Bahasa Indonesia dengan membahas Unsur-Unsur Intrinsik Novel.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan orang tua. Sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Guru bidang Study pelajaran Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga
penulis termotivasi dalam menyelesaikan tugas ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai Amin.

Simpang Sender 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………
Daftar Isi………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………..
A. Latar Belakang………………………………….
B. Rumusan Masalah………………………………
C. Tujuan……………………………………………
BAB II MENJELASKAN UNSUR – UNSUR INTRINSIK
NOVEL……………………………………………….
A. Pengertian Novel…………………………………
B. Unsur – Unsur Intrinsik Novel………………….
C. Cara Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Novel
BAB III PENUTUP…………………………………………...
A. Kesimpulan………………………………………
B. Saran……………………………………………..
Daftar Pustaka………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang berada di
sekelilingnya, dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang
terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi yang memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan
hanya sekedar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam
menggali dan mengola gagasan yang ada dalam pikirannya. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel
adalah karya fiksi yang dibangun melalui Unsur Intrinsiknya. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang
dan dibuat mirip dengan dunia nyata lengkap dengan peristiwa-peristiwa di dalamnya, sehingga nampak seperti
sungguh ada dan terjadi, unsur inilah yang ada menyebabkan karya sastra (novel) hadir. Berdasarkan ulasan di
atas makalah ini disusun agar pembaca lebih memahami dan menambah pengetahuan para pembaca tentang
novel maupun unsur-unsur intrinsik novel.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, ialah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Novel ?
2. Apa saja Unsur-Unsur Intrinsik Novel ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengertian Novel.
2. Untuk mengetahui Unsur-Unsur Intrinsik Novel.

BAB II
MENJELASKAN UNSUR – UNSUR INTRINSIK NOVEL

A. Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa Itali novella yang berarti “sepotong kisah atau berita”. Kemudian, kata itu diartikan
sebagai sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. Jepang adalah tempat lahir novel yang pertama. Novel itu
berjudul Hikayat Genji, yang ditulis pada abad ke-11 oleh Murasaki Shikibu. Novel adalah karya imajinatif yang
mengisahkan sisi utuh permasalahan kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Kisah novel berawal dari
kemunculan suatu persoalan yang dialami tokoh, hingga tahap penyelesaian.
Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Novel syarat utamanya
bahwa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.
Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan
berbeda-beda, karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga Berbeda-beda. Definisi-definisi itu antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Novel adalah bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan
paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo Drs).
2. Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya sosial, moral, dan
pendidikan (Dr. Nurhadi,Dr.Dawud,Dra Yuni Pratiwi, M. Pd, Dra.Abdul Roni M,Pd).
3. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik (Paulus Tukam,
S.Pd).

B. Unsur-Unsur Intrinsik Novel

Yang dimaksud unsur - unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya
sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Yaitu sebagai berikut :
1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema
adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok
masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Tema dalam banyak hal bersifat
“mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur
intrinsik yang lain.

2. Tokoh
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam
berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau
benda yang diinsankan.
Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-
nilai positif.
b. Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis
atau menyampaikan nilai-nilai negatif.

3. Penokohan atau perwatakan


Penokohan merupakan penggambaran suatu watak tokoh dalam sebuah novel. Pengenalan watak dari tiap-
tiap pelaku.
4. Alur
Adalah jalinan cerita yang dibuat oleh pengarang dalam menjalin kejadian secara beruntun atau
rangkaian/jalinan antar peristiwa/ lakuan dalam cerita. Sebuah cerita sebenarnya terdiri dari berbagai peristiwa
yang memiliki hubungan sebab-akibat. Misalnya karena ada peristiwa 1 (pacarnya lari) maka akibatnya
terjadilah peristiwa 2 (tokoh A frustasi). Jalinan itu yang dinamakan alur/plot.
Jenis – Jenis Alur
1. Alur maju (alur lurus)
Rangkaian peristiwanya bergerak maju dari awal ke akhir (kronologis)
2. Alur mundur (alur flashback)

Rangkaian peristiwanya bergerak mundur dari akhir ke awal (set back)

3. Alur campuran (maju-mundur)


Rangkaian peristiwa bergerak secara acak.

5. Konflik
Konflik cerita, yaitu pokok permasalahan yang terjadi dan sesuatu yang dramatik, mengacu pada
pertarungan atau perselisihan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.
Dalam kehidupan nyata konflik merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Namun dalam sebuah cerita tanpa
adanya masalah yang memicu adanya konflik berarti “tak akan ada cerita, tak ada nada plot”. Peristiwa dan
konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun
pada hakikatnya merupakan peristiwa.
Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan konflik atau bahkan sebaliknya. Bentuk konflik sebagai
bentuk kajadian dapat dibedakan ke dalam dua kategori: konflik fisik dan koflik batin.
1. Konflik fisik (eksternal) adalah konflik yang terjadi antara seseorang tokoh dengan sesuatu di luar dirinya,
mungkin dengan tokoh lain atau dengan alam. Misalnya, konflik (permasalahan) yang dialami seseorang tokoh
akibat adanya banjir besar, gunung meletus, kemarau panjang dan sebagainya. Konflik sosial, sebaliknya adalah
konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antar manusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat
hubungan antar manusia. Konflik sosial berupa masalah peperangan, perburuhan atau kasus-kasus hubungan
sosial lainnya.
2. Konflik batin (internal) adalah konflik yang terjadi di dalam hati, jiwa seseorang tokoh atau tokoh-tokoh
cerita. Jadi ia merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, ia merupakan permasalahan
intern seorang manusia. Misalnya, hal itu terjadi akibat pertentangan antara dua keinginan, keyakinan pilihan
yang berbeda, harapan-harapan, atau maslah-masalah lainnya. Dapat disimpulkan bahwa beberapa konflik di
atas saling berkaitan, saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, dan dapat terjadi secara bersamaan.

6. Setting/Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi
terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam dua unsur pokok:
1. Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah novel.
2. Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah novel.
7. Suasana
Suasana adalah salah satu unsur intrinsik yang berkaitan dengan keadaan psikologis yang timbul dengan
sendirinya bersamaan dengan jalan cerita. Suatu cerita menjadi menarik karena berlangsung dalam suasana
tertentu. Misalnya, suasana gembira, sedih, tegang, penuh semangat, tenang, damai, dan sebagainya. Suasana
dalam cerita biasanya dibangun bersama pelukisan tokoh utama. Pembaca mengikuti kejadian demi kejadian
yang dialami tokoh utama dan bersama dia pembaca dibawa larut dalam suasana cerita.
8. Sudut Pandang
Adalah posisi pengarang dalam membawakan ceritanya. Bisa jadi ia menjadi tokoh dalam cerita tersebut
(pengarang berada di dalam cerita). Namun, bisa juga dia hanya menjadi pencerita saja (pengarang berada di luar
cerita).
Sudut Pandang dibagi menjadi dua yaitu:
1. Sudut pandang orang pertama
Pada sudut pandang orang pertama, posisi pengarang berada di dalam cerita. Ia terlibat dalam cerita dan menjadi
salah satu tokoh dalam cerita (bisa tokoh utama atau tokoh pembantu). Salah satu ciri sudut pandang orang
pertama adalah penggunaan kata ganti ‘aku’ dalam cerita. Oleh karena itu, sudut pandang orang pertama sering
disebut juga sudut pandang akuan.
a. Sudut pandang orang pertama terbagi lagi menjadi dua yaitu :
Sudut pandang orang pertama pelaku utama (Tokoh ‘aku’ menjadi tokoh utama dalam cerita).
b. Sudut pandang. orang pertama pelaku sampingan (Tokoh ‘aku’ hanya berperan sebagai tokoh
pendamping/pembantu saja).
2. Sudut pandang orang ketiga
Pada sudut pandang orang ketiga, pengarang berada di luar cerita. Artinya dia tidak terlibat dalam cerita.
Pengarang berposisi tak ubahnya seperti dalang atau pencerita saja.
Ciri utama sudut pandang orang ketiga adalah penggunaan kata ganti ‘dia’ atau ‘nama-nama tokoh’. Oleh sebab
itu, sudut pandang ini disebut pula sudut pandang diaan.
9. Gaya Bahasa
Adalah cara pengarang mengungkapkan ceritanya melalui bahasa yang digunakan. Setiap pengarang
memiliki gaya masing-masing. Ahmad Tohari, misalnya, dia banyak menggunakan kalimat-kalimat yang indah
dan kuat untuk mendeskripsikan latar dalam ceritanya,
gaya bahasa berfungsi sebagai alat utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan
menghidupkan cerita secara estetika. misalnya personifikasi, gaya bahasa ini mendeskripsikan benda – benda
mati dengan cara memberikan sifat – sifat seperti manusia. simile (perumpamaan), gaya bahasa ini
mendeskripsikan sesuatu dengan pengibaratan. Hiperbola, gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan cara
berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan.
10. Amanat

Adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam cerita bisa berupa
nasihat, anjuran, atau larangan untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu. Yang jelas, amanat dalam sebuah
cerita pasti bersifat positif.
Misalnya :
Hendaknya kita selalu berbakti kepada orang tua.
Janganlah kita senang berbohong.

C. Cara Mengidentifikasi Unsur Intrinsik Novel

1. Tema

ü Baca keseluruhan cerita dan memahaminya,kalo perlu baca berulang-ulang.


ü Tentukan tokoh utama yang mengalami kejadian/masalah, lalu tentukan masalah yang dihadapi tokoh
utama tersebut dan biasanya temanya berkaitan dengan permasalahan.
ü Tulis hal-hal yang dibicarakan dalam cerita,baik itu tersirat maupun tersurat hal yang paling banyak
dibicarakan biasanya yang menjadi pokok bahasan atau tema
• Tema : Perjuangan seorang Remaja melawan penyakit kanker Ganas,(Rabdomiosarcoma),tetapi memiliki
semangat untuk Hidup.

2. Tokoh

ü Tulis saja nama – nama orang/tokoh yang terlibat dalam cerita tersebut.
ü Kalau tokoh utama : dengan menghitung berapa banyak tokoh tersebut tampil dan berapa banyak
dibicarakan, tokoh yang paling banyak dibicarakan adalah tokoh utama.

3. Watak
ü Menunjukan secara langsung bagaimana perilakunya
ü Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri
ü Memahami bagaimana jalan pikiranya
ü Melihat bagaimana tokoh itu menghadapi masalah yang ada.apa yang di katakana oleh tokoh.
Penggambaran watak Tokoh
1. Secara Langsung
 “Memang bersemangat sekali ya pak?” tegur Bu Mus kepada Pak Noor”.
 Lintang sungguh rajin ya buk, mudah-mudahan ia dapat menjadi pernerus kita nantinya.
 Bapak K.A Harfan itu benar-benar sabar menghadapi siswanya.
1. Secara tidak langsung
Melalui Dialog
 “Aku akan tetap bersekolah disini rek”, jawab Ikal dengan suara keras. (Ikal berwatak
berpendirian)
 “Aku sudah pernah membaca buku itu bukan aku tidak suka”. Demikian komentar akiong encari
penyakit. (Akiong berwatak Sombong)
 “Diam dan simaklah panggilan kemenangan itu”. Sahara dan Ikal mendeng Lintang berkata seperti ini.
(Lintang berwatak bersemangat)
 “kalau dia bias berubah menjadi burung bayan, tak perlu kita susah-susah seperti ini”. Desah Kucai
terengah-engah. (Kucai berwatak banyak bicara)
 “Berbahaya ? kalau tak dicoba siapa yang tahu”. Tanya balik Borek. (Borek berwatak ingin
tahu)
 “Sudah 3 jam kita disini, lebih baik kita pergi saja”. Mahar menasihati Lintang. (Mahar berwatak mudah
menyerah)
 Trapani berbisik “besok pulang bersama lagi ya ?” (Trapani berwatak manja)
 “Semua Pria brengsek ! egois !!!” katanya ketus. ( Sahara berwatak emosi)
Melalui Fisik
 Bapak K.A Harfan Efendy Noor yang berwajah sabar sedang duduk disamping sekolah.
 Seorang wanita berjilbab dan tinggi itu Nampak berkilau ditengah kerumunan orang.
 Wanita berkalung sorban itu melirik kami dengan pandangan jijik.
Melalui Jalan Pikiran
 “Bisa diakalin nih anak”. Borek sinis.
 “Bagus dengan begini aku bisa menag dalam perlombaan itu”, pikir Akiong dalam hati.
Melalui Masalah
 “Sudah menyerah ya ? semangat dong”, ujar lintang.
 “Saya akan berusaha mencari siswa lagi pak” Bu Mus bergegas.

4. Alur
ü Pahami, cermati jalan cerita lihat urutan peristiwa dalam cerita novelnya
ü Dengan melihat atau menulis kapan cerita itu dimulai dan diakhiri, jika cerita diawali dari waktu lalu
menuju waktu sekarang,berarti cerita tersebut beralur maju,demikian sebaliknya.

5. Setting/latar
ü Kapan dan dimana cerita itu berlangsung,.

Latar Waktu
1.Siang hari_Contoh kalimat : “Kita tunggu aja sampai jam 11 siang mudah-mudahan ada 1 siswa lagi yang
mendaftar”.
2.Pagi hari_Contoh kalimat : “Persis pada saat matahari terbit mereka bergegas pergi ke sekolah
Muhammdiyah”.
Latar Tempat
1.Di sekolah_Contoh kalimat : “Borek lagi tidur tuh di kelas”. Sahut Lintang.
2.Di bawah Pohon_Contoh kalimat : “Pohon ini begitu teduh rek, mudah-mudahan emosi kau bisa seperti
ini”. Oceh Lintang.

6. Suasana
ü Dilihat dari keadaan dalam cerita tersebut . Misalnya, suasana gembira, sedih, tegang, penuh semangat,
tenang, damai, dan sebagainya.
 Menyenangkan_Contoh kalimat : “Horeee… kan sudah aku bilang, ini adalah panggilan kemenangan
kita”.
 Menegangkan_Contoh kalimat : “Kalau kita tak mendapatkan 1 siswa lagi sampai jam 11 siang ini
tamatlah riwayat sekolah ini buk”.
7. Sudut pandang
ü Berkaitan dengan penceritaan penulis,jika pengarang memakai istilah aku untuk menghidupkan
tokoh,seolah-olah dia menciritakan pengalamanya sendiri maka itu SP orang ke 1,dia Ke 3.

8. Amanat
ü Dapat ditangkap dari sebab akibat perbuatan para tokohnya,jika tokoh adalah orang yang jujur dan dalam
cerita ia menjadi orang yang berhasil dalam hidupnya berari cerita itu mengandung pasan/amanat tentang
kejujuran..
 Janganlah menyerah, hiraukan orang yang mengganggumu, teruslah berjalan jika menurutmu itu benar.
ü Dari bersekolah dengan sungguh-sungguh cita-cita akan tercapai walaupun dengan usaha yang sulit

9. Konflik
ü Dilihat dari suatu permasalahan yang ada atau yang di hadapi oleh tokoh-tokoh dalam cerita tersebut.
1. Konflik dalam novel ini dimulai saat sekolah yang menjadi dambaan anak-anak Laskar Pelangi akan
digusur karena tidak memenuhi syarat yaitu harus memiliki siswa minimal 10 orang.
Contoh kalimat : “jika sampai jam 11 kita tak mendapatkan 1 siswa lagi tamatlah riwayat kita pak “.
 Konflik kedua dalam novel ini terjadi pada saattokoh utama tidak dapat bersekolah lagi di sekolah
Muhammdiyah.
Contoh kalimat : belitong kembali dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah
karena alasan biaya dan nafkah keluarga.
1 10. Gaya Bahasa
ü Dilihat dari kata- kata yang digunakan pengarang dalam menyampaikan ceritanya.

1. Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung (Keraf : 139). Berikut
contohnya: Apa sebabnya kau naik pitam?” Tanya saya.” Kau pikir Firdaus tidak bersalah, bahwa dia tidak
membunuh orang itu?” (hal: 5) Makna naik pitam adalah marah.
2. Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri
(Keraf, 2006 : 132). Berikut contohnya:
Dibandingkan dengan dia, saya hanyalah seekor serangga kecil yang sedang merangkak di tanah diantara
jutaan serangga lain. (hal:6)Seekor serangga kecil maksudnya merendah dan tidak sebanding
statusnya.Gubuk kami dingin hawanya. (hal:24)
Gubuk kami mengandung arti rumah persinggahan.
3. Simile
Simile merupakan perbandingan yang bersifat eksplisit, maksudnya ialah bahwa ia lansung mengatakan
sesuatu sama dengan hal lain (Keraf: 138). Dalam hal ini bahasa yang membandingkan mengunakan kata-
kata perbandingan, terlihat dalam ketipan berikut:
Saya berdiri terpaku seperti berubah menjadi batu. (hal: 7)Maksud dari berubah menjadi batu adlah diam
tanpa ada gerakan.
4. Hiperbola_ Adalah gaya bahasa yang mangandung ungkapan yang berlebihan, dengan membesar-
besarkan sesuatu hal (Keraf: 135). Contohnya sebagai berikut:
Saya merasa ditolak, bukan saja oleh dia, bukan saja oleh satu orang diantara sekian juta yang
menghuni dunia yang padat ini, tetapi oleh setiap makhluk atau benda yang ada dibumi ini, oleh dunia yang
luas itu sendiri. (hal:8)
6. Metonimia
Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain
karena memiliki pertalian yang sangat erat (Keraf : 142).
Setelah selesai mengisap pipanya, ia berbaring, maka saat kemudian gubuk kami akan bergetar dengan
suara dengur yang keras. (hal:27)Kemudian pada suatu malam, tubuhnya seakan-akan lebih berat dari biasa
dan nafasnya berbau lain, maka saya buka mata saya. (hal:30)
1. Klimaks dalam novel ini terjadi pada saat anak-anak laskar pelangi harus melawan sekolah PN yang
sudah jauh lebih maju.
Contoh kalimat : “jika kalian ingin sekolah ini tidak digusur, menagkanlah perlombaan itu dan bawalah
piala ke desa rawa rontek ini”.
 Klimaks kedua terjadi pada saat sekolah Muhammdiyah yang menjadi dambaan di tutup.
Contoh kalimat : Muhammdiyah akhirnya ditutup karena sudah tidak bisa membiayai dirinya sendiri.

D. CONTOH NOVEL
Jenis dari novel hiburan bermacam-macam menurut upaya, seperti :
1. Novel Detektif
“SHERLOCK HOLMES”
Penulis : SIR ARTHUR CONAN DOYLE
Sinopsis
Sherlock Holmes, begitu nama seorang detektif fiktif yang diciptakan seorang sir Arthur conan doyle. Detektif
yang bertempat tinggal di 221B Baker Street ini bersahabat dengan seorang dokter yang selalu menuliskan
kisah-kisahnya yaitu dr. John H. Watson. Holmes digambarkan sebagai seorang detektif yang mempunyai
kemampuan deduksi yang sangat tajam. Holmes selalu mengejutkan hampir semua orang dengan ilmu
deduksinya, bayangkan saja dari sebuah benda yang tertinggal oleh klien dia bisa menggambarkan orang yang
mempunyai barang tersebut dengan detail-detailnya.

Inti cerita novel ini adalah mengenai kisah-kisah holmes menguak kasus-kasus kejahatan pada
umumnya, tentunya dengan metode holmes yang khas. Alhasil hampir semua kasus bisa dipecahkannya dengan
sangat briliant, holmes menceritakannya seperti dia duduk menyaksikan sendiri kasus-kasus tersebut dengan
mata kepalanya sendiri.

2. Novel Roman
“TWILIGHT”
Penulis : STEPHENIE MEYER
Sinopsis
“Twilight merupakan kisah romantis modern antara seorang gadis dan vampire.”

Bella Swan berbeda dengan gadis lainnya, tidak pernah bergaul dengan teman sekolahnya di SMA Phoenix. Saat
ibunya menikah lagi dan mengirim Bella untuk tinggal bersama Ayahnya di kota kecil Forks, Washington, ia
tidak berharap banyak perubahan dalam dirinya. Ketika ia bertemu dengan Edward Cullen yang misterius dan
tampan, Edward bukanlah pria yang biasa ia temui. Edward adalah vampire namun, ia tidak memiliki taring dan
ia beserta keluarganya memilih untuk tidak mengisap darah manusia.

Mereka berdua menjadi sepasang kekasih. Bagi Edward – Bella adalah gadis yang ia tunggu selama 90 tahun –
sebagai belahan jiwanya. Namun semakin dekat hubungan mereka – semakin berat usaha Edward untuk
mengontrol dirinya. Apa yang akan dilakukan oleh Edward dan Bella saat sekelompok vampir baru lainnya -
James, Laurent dan Victoria– hadir dan mengancam hidup mereka?.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan
atau kata-kata dan mempunyai unsur intrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia
dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal
mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang
terkandung dalam novel tersebut. Unsur – Unsur intrinsik novel yaitu Tema, tokoh, watak dari tokoh, alur,
latar/setting, suasana, sudut pandang, gaya bahasa, konflik dan Amanat. Jepang adalah tempat lahir novel yang
pertama. Novel itu berjudul Hikayat Genji, yang ditulis pada abad ke-11 oleh Murasaki Shikibu.

B. Saran

Bagi pembaca diharapkan dapat lebih memahami unsur – unsur intrinsik karya sastra terutama dalam bentuk
novel dan dapat menemukan unsur – unsur tersebut dalam cerita novel dengan mudah.

Anda mungkin juga menyukai