DISUSUN OLEH:
Nama
:
-
Kelas
- Jacquline Tuhumena
Fenska Clarissa
Ekka Nabila A. V. Putri
Natasha Achab
Muhammad Dermansyah
Kamal
XI IPA 5
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat danKarunia-nya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
benar, serta tepat padawaktunya. Dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai PERTEMPURAN 5 HARI DI
SEMARANG
DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I
Latar belakang
BAB II
Pembahasan
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Daftar pustaka
BAB I
LATAR BELAKANG
Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh
hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah
tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu
setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan
Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan
tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17
Agustus 1945.
Berita Proklamasi dari Jakarta akhirnya sampai ke Semarang. Seperti
kota-kota lain, di Semarang pun rakyat khususnya pemuda berusaha untuk
melucuti senjata Tentara Jepang Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh.
Pada tanggal 13 Oktober, suasana semakin mencekam, Tentara Jepang
semakin terdesak. Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak penyerahan
senjata sama sekali. Para pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak
sendiri-sendiri. Aula Rumah Sakit Purusara dijadikan markas perjuangan.
Para pemuda rumah sakit pun tidak tinggal diam dan ikut aktif dalam upaya
menghadapi Jepang. Sementara itu taktik perjuangan pemuda menggunakan
taktik gerilya.
BAB II
PEMBAHASAN
Setelah pernyataan Mayor Kido, Pada Minggu, 14 Oktober 1945,
pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk
mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara.
Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore
harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian
menjebloskannya ke Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang
bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti
delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air
minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama.
Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas
Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan
racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah.
Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara,
yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera
memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu.
Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke
sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan
serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda.
Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi
mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat
lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut
nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat
apa-apa. Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil
yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran.
Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr.
Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul
23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat
gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam
usia 40 tahun satu bulan.
Kejadian ini merupakan penyulut utama Perang Lima Hari di Semarang.
pada tanggal 19 oktober : Pukul 07.45, kedatangan Sekutu di pelabuhan
Semarang dengan kapal HMS Glenry mempercepat perdamaian antara
Jepang dan rakyat sehingga perang berakhir.
BAB III
PENUTUP
Bangunan bersejarah yang unik dan masih kokoh inilah, barangkali
merupakan salah satu saksi bisu gugurnya pemuda dan pejuang Semarang
putra terbaik bangsa kala itu. Keberanian para pejuang Semarang dan
kebengisan tentara Jepang kala itu, sebagian tergambar dalam diorama yang
diukir di bagian bawah Tugu Muda. Sebagai sarana pendukung, untuk
mengingat terjadinya Pertempuran 5 Hari Semarang, di sebelah Tugu Muda
juga berdiri kokoh bangunan museum milik Kodam IV Diponogoro yang
mendokumentasikan peristiwa heroik keberanian pemuda Semarang
melawan penjajahan Jepang.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA:
http://gammarytomo.blogspot.com/
http://www.kabarlamongan.com