Anda di halaman 1dari 10

Pendahuluan

Fibrilasi atrium merupakan suatu kondisi gangguan irama jantung yang paling sering di temui
didalam praktik sehari – hari dan meyebabkan mortalitas yang di hubungkan dengan tingginya
frekuensi emboli. Sepertiga sampai separuh penderita FA sebenarnya belum terdeteksi. Saat
ini menurut Framingham Heart Study tahun 2004 setiap orang yang berusia > 40 tahun
memiliki resiko mengalami resiko mengalami AF dengan previlensi 1:4. Fibrilasi atrial juga
meningkatkan resiko terkena stroke sebesar 5x lipat dibandingkan irama normal.

Hipertiroid merupakan gangguan kelejar tiroid yang memiliki manifestasi kardiovaskuler,


salah satu di antaranya adalah fibrilasi atrium ( atrial fibrilation – AF ). Hal ini di sebabkan
karna secara fisiologis, hormon tiroid mempunyai efek langsung terhadap jantung, terhadap
saraf simpatis, dan efek sekunder terhadap perubahan hemodinamik. Keadaan gangguan fungsi
tiroid yang berat, baik hipotiroid maupun hipertiroid akan menimbulkan bermacam gejala dan
tanda yang terutama terlihat pada sistim jantung dan pembuluh darah. Disfungsi tiroid
mengakibatkan perubahan kontraktilitas jantung, fungsi diastolik, konsumsi oksigen miokard,
curah jantung dan tekanan darah, tahanan vaskular sistemik ( TSV) dan gangguan irama
jantung. Secara klinis, efek hipertiroidisme akna lebih jelas terlihat dari pada hipotiroidisme.
Berbagai kelainan kardiovaskuler tersebut seringkali membaik dengan kembali normalnya
fungsi tiroid.1

Differential Diagnosis ( DD

Atrial Fibrilasi ec struma multi

Struma noduler toksis adalah kelenjar tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang
menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik merupakan penyebab
hipertiroid terbanyak kedua setelah graves desease.2

Etiologi

1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4


2. Aktivasi reseptor TSH
3. Mutasi somatik reseptor TSH dan protein G
4. Mediator – mediator pertumbuhan termasuk :
Epidemiologi

Struma nodular toksis lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria. Pada wanita dan pria
diatas 40 tahun, wata-rata prevalensi nodul yang bisa teraba 5-7%. Kompresi lokal yang terjadi
berhubungan dengan perkembangan nodul kelenjar mengakibatkan terjadinya dyspnea, serak
dan dysphagia. Kebanyakan pasien ini berusia lebih dari 50 tahun dengan riwayat struma pada
keluarga dan yang berkepanjangan. Toksisitas terjadi pada pasien dengan perkembangan
fungsi yang otonomik.

Patofisiologi

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan
fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor
Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma
diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke
kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa Defesiensi dalam sintesis atau uptake
hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid.
Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid
termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen Struma mungkin
bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH
adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma
di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic
gonadotropin.2

Atrial fibrilasi

Fibrilasi atrium ( AF ) merupakan irama jantung yang tidak teratur ( aritmia) dengan frekuensi
rata – rata 350-600 kali/menit, dan tidak ditemukan gelombang P pada elektrokardiografi (
EKG). Gelombang P tidak terlihat disebabkan karena munculnya gelombang getar ( fibrilasi)
dengan amplitudo, bentuk dan durasi yang bervariasi.3 AF meningkatkan mortalitas dan
morbiditas, hal ini merupakan kondisi aritmia yang berbahaya karena : (1) Ventricel rate yang
cepat dapat mengganggu Cardiac ouput dan dapat secara signifikan menurunkan pengisian
ventikel kiri dan stroke volume, (2) Hilangnya kontraksi atrium menyebabkan statis darah di
atrium dan dapat meningkatkan resiko di trombus, khususnya di atrium kiri yang dapat
menyebabkan stroke.3
Hipertiroid – Grave’s Desease

Hipertiroid merupakan bentuk tirotoksikosis yang paling sering dijumpai, terjadi akibat
kelebihan sekresi tiroksin ( T4) atau triiodotironin ( T3). Penyakit Grave’s merupakan
penyebab paling umum; sekitar 60% dari hipertiorid disebabkan oleh penyakit Grave’s.
hipertiroid pada penyakit Grave’s biasanya disebabkan karena adanya antibodi reseptor TSH
yang merangsang aktivitas tiroid secara berlebihan.

Gejala klinis penyakit Grave’s meliputi dua kelompok utama, yaitu tiroidal dan ekstra tiroidal.
Ciri – ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroid akibat sekresi
hormon tiroid berlebihan. Gejala – gejala hipertiroid berupa manifestasi hipermetabolisme dan
aktivitas simpatis berlebihan, seperti cepat lelah, gemetar, tidak tahan panas, berat badan turun
walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan serta atrofi otot.
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati, dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas
di tungkai bawah.3

Epidemiologi

Fibrilasi atrial terjadi pada 1 – 2 % dari populasi, dan tampaknya akan terjadi peningkatan
dalam 50 tahun ke depan. Prevalensi fibrilasi atrial meningkat berdasarkan usia. Mulai dari 0,5
% pada usia 40 – 50 tahun, dan mendekati 5 – 15 % pada usia 80 tahun. Dicatat penemuan FA
pada 0,5 % di kelompok usia 50 – 59 tahun dan 9% di kelompok usia 80 – 89 tahun.1 sebagian
besar fibrilasi atrial banyak yang tidak terdiagnosa ( silent AF ) dan banyak pasien – pasien
dengan fibrilasi atrial yang tidak dibawa ke fasilitas kesehatan. Prevalensi dan insidensi dari
fibrilais atrial pada populasi non-Caucasian belum banyak dipelajari lebih lanjut. FA
merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian stroke emboli. Kejadian
stroke iskemik pada pasien FA non valvular ditemukan sebanyak 5 % pertahun, 2 – 7 kali lebih
banyak dibandingkan pasien tanpa FA.

Sedangkan pada Penyakit tiroid cukup sering dijumpai, lebih banyak pada populasi wanita
dibandingkan pria dewasa. Prevalensi penyakit tiroid pada wanita 9 – 15%. Hipertiroidisme 4
– 8 kali lebih sering pada wanita, perbedaan prevalensi ini di duga berkaitan dengan mekanisme
autoimun yang mendasari sebagian besar bentuk penyakit tiroid, termasuk penyakit Grave’s
dan Hashimoto. Selama ini telah di ketahui bahwa keadaan autoimun lebih banyak terjadi pada
wanita. Dengan bertambahnya usia, terutama di atas 80 tahun, insiden penyakit tiroid tidak
berbeda antara pria dan wanita. Data epidemiologi jantung tiroid sendiri sampai saat ini belum
diketahui.1
Etiologi Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid

Atrial Fibrilasi (AF) disebabkan oleh hal yang berhubungan dengan kardia ataupun non kardia.
Adapun beberapa penyebab kardia diantaranya penyakit jantung koroner, kardiomiopati
dilatasi, kardiomiopati hipertropik, penyakit katup jantung dan aritmia jantung. Sedangkan
penyebab AF yang berasal dari non kardia yaitu selain hipertiroid diantaranya hipertensi
sistemik, diabetes melitus, penyakit paru serta neurogenik.Patofisiologi fibrilasi atrium (FA)
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya FA masih belum sepenuhnya dipahami dan dipercaya
bersifat multifaktorial. Dua konsep yang banyak dianut tentang mekanisme FA adalah 1)
adanya faktor pemicu (trigger); dan 2) faktor-faktor yang melanggengkan. Pada pasien dengan
FA yang sering kambuh tetapi masih dapat konversi secara spontan, mekanisme utama yang
mendasari biasanya Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium 3karena adanya faktor pemicu
(trigger) FA, sedangkan pada pasien FA yang tidak dapat konversi secara spontan biasanya
didominasi adanya faktor-faktor yang melanggengkan.4

Perubahan patofisiologis yang mendahului terjadinya FA

Berbagai jenis penyakit jantung struktural dapat memicu remodelling yang perlahan tetapi
progresif baik di ventrikel maupun atrium. Proses remodelling yang terjadi di atrium ditandai
dengan proliferasi dan diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas yang dapat meningkatkan
deposisi jaringan ikat dan fibrosis di atrium. Proses remodelling atrium menyebabkan
gangguan elektris antara serabut otot dan serabut konduksi di atrium, serta menjadi faktor
pemicu sekaligus faktor yang melanggengkan terjadinya FA. Substrat elektroanatomis ini
memfasilitasi terjadinya sirkuit reentri yang akan melanggengkan terjadinya aritmia.Sistem
saraf simpatis maupun parasimpatis di dalam jantung juga memiliki peran yang penting dalam
patofisiologi FA, yaitu melalui peningkatan Ca2+ intraselular oleh sistem saraf simpatis dan
pemendekan periode refrakter efektif atrium oleh sistem saraf parasimpatis (vagal). Stimulasi
pleksus ganglionik akan memudahkan terangsangnya FA melalui vena pulmoner (VP),
sehingga pleksus ganglionik dapat dipertimbangkan sebagai salah satu target ablasi. Namun,
manfaat ablasi pleksus ganglionik sampai sekarang masih belum jelas. Setelah munculnya FA,
perubahan sifat elektrofisiologis atrium, fungsi mekanis, dan ultra struktur atrium terjadi pada
rentang waktu 4 Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium dan dengan konsekuensi
patofisiologis yang berbeda. Sebuah studi melaporkan terjadinya pemendekan periode refrakter
efektif atrium pada hari-hari pertama terjadinya FA. Proses remodelling elektrikal memberikan
kontribusi terhadap peningkatan stabilitas FA selama hari-hari pertama setelah onset.
Mekanisme selular utama yang mendasari pemendekan periode refrakter adalah penurunan
(downregulation) arus masuk kalsium (melalui kanal tipe-L) dan peningkatan (up-regulation)
arus masuk kalium. Beberapa hari setelah kembali ke irama sinus, maka periode refrakter
atrium akan kembali normal. Gangguan fungsi kontraksi atrium juga terjadi pada beberapa hari
setelah terjadinya FA. Mekanisme yang mendasari gangguan ini adalah penurunan arus masuk
kalsium, hambatan pelepasan kalsium intraselular dan perubahan pada energetika miofibril.5

Klasifikasi Atrial Fibrilasi

Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut waktu presentasi dan durasinya,
yaitu:

1. FA yang pertama kali terdiagnosis. Jenis ini berlaku untuk pasien yang pertama kali datang
dengan manifestasi klinis FA, tanpa memandang durasi atau berat ringannya gejala yang
muncul.

2. FA paroksismal adalah FA yang mengalami terminasi spontan dalam 48 jam, namun dapat
berlanjut hingga 7 hari.

3. FApersisten adalah FA dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari atau FA yang
memerlukan kardioversi dengan obat atau listrik.

4. FA persisten lama (long standing persistent) adalah FA yang bertahan hingga ≥1 tahun, dan
strategi kendali irama masih akan diterapkan.

5. FA permanen merupakan FA yang ditetapkan sebagai permanen oleh dokter (dan pasien)
sehingga strategi kendali irama sudah tidak digunakan lagi. Apabila strategi kendali irama
masih digunakan maka FA masuk ke kategori FA persisten lama. Klasifikasi FA seperti di atas
tidaklah selalu eksklusif satu sama lain (gambar 3) .Artinya, seorang pasien mungkin dapat
mengalami beberapa episode FA paroksismal, dan pada waktu lain kadang-kadang FA
persisten, atau sebaliknya. Untuk itu, secara praktis, pasien dapat dimasukkan ke salah satu
kategori di atas berdasarkan manifestasi klinis yang paling dominan.4
Patofisiologi Atrial Fibrilasi

Atrial fibrilasi terjadi karena eksitasi dan recovery yang sangat tidak teratur dari atrium. Oleh
karena itu impuls listrik yang timbul dari atrium juga sangat cepat dan sama sekali tidak teratur.
Bentuk gelombang fibrilasi dapat sangat kasar dengan amplitudo >1 mm atau halus sehingga
gelombangnya tidak terlihat nyata. Biasanya hanya sedikit dari impuls tersebut yang sampai
ventrikel kanan karena dihambat nodus AV untuk melindungi ventrikel, agar denyut ventrikel
tidak terlalu cepat sehingga menimbulkan denyut ventrikel 80- 150kali/menit.5

Patofisiologi Hipertiroid

Penyebab hipertiroid mayoritas disebabkan oleh grave diseases, goiter multinoduler toksik dan
goiter mononoduler toksik. Hipertiroidisme pada penyakit graves biasanya disebabkan antibodi
reseptor TSH yang menyebabkan rangsangan pada aktivitas tiroid dan pada goiter multinoduler
toksik biasanya berhubungan dengan sistem autonom dari tiroid itu sendiri. Selain itu terdapat
juga hipertiroid akibat dari peningkatan TSH dari pituatri, namun kasus ini jarang. Hipertiroid
pada T3 tirotoksikosis mungkin diakibatkan T3 deiodinisasi dari T4 pada tiroid atau
meningkatnya T3 diluar jaringan tiroid. Mekanisme seluler hormon tiroid Kelenjar tiroid
memproduksi hormon triiodotironin (T3) dan levotiroksin (T4) dalam merespon TSH (Tiroid
Stimulating Hormon). Kelenjar tiroid awalnya mensekresikan T4 kemudian akan
dikonversikan menjadi T3 oleh 5 monodeiodination di hati, ginjal, muskuloskeletal. T3
berperan penting pada jantung karena pada jantung tidak terdapat aktivitas miosin intraseluler
yang teriodinisasi secara signifikan. T3 berikatan dengan thyroid hormone nuclear receptors
(TRs). Ikatan ini menginduksi thyroid hormone response elements (TREs). TRs berikatan
denga TREs sebagai homodimer atau heterodimer. Hormon tiroid berefek pada miosit jantung
dan hal ini berhubungan erat dengan fungsi jantung dalam meregulasi struktur dan regulasi
gen. Efek T3 ini dapat muncul dengan segera dan tidak berpengaruh terhadap transkripsi TRE.
T3 dapat merubah ion channel pada membran yaitu natrium, kalium, dan kalsium serta adenin
nukleotida translokator 1 pada membran mitokondrial dan berbagai pathway sinyal intraseluler
jantung.6

Efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler

Hormon tiroid berefek pada jantung dan pembuluh darah perifer yaitu meliputi
penurunan SVR (Systemic Vascular Resistance) dan peningkatan pada heart rate dan
kontraktilitas ventrikel kiri serta volume darah. Hormon tiroid menyebabkan penurunan
resistensi arteriol perifer melalui efek langsung pada sel VSM (Vascular Smooth Muscle) dan
penurunan mean atrial pressure dan ketika hal ini dieteksi oleh ginjal maka sistem renin
angiotensin aldosteron akan teraktifasi dan absorbsi natrium akan meningkat. T3 juga berperan
dalam memproduksi eritropoetin dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan eritrosit dan
menyebabkan kenaikan blood volume dan preload. Pada kondisi hipertiroid, hal ini
menyebabkan kenaikan cardiac output 50% - 300% lebih tinggi dibanding keadaan normal.

Pada sel VSM, efek mediasi hormon tiroid merupakan hasil aksi genomik dan
nongenomik. Target aksi non genomik yaitu membran ion chanel dan sintesis nitric oxide
endotel yang berperan dalam menurunkan SVR. Relaksasi VSM bertujuan untuk menurunkan
resistensi dan tekanan arterial yang berakibat terhadap peningkatan cardiac output.
Peningkatan produksi nitric oxide endotel terjadi.6

Efek hormon tiroid pada hemodinamik kardiovaskuler, T3 berefek pada tissue thermogenesis,
systemic vascular resistence, blood volume, cardiac contractility, heart rate and cardiac output.

Gejala dan Tanda Atrial Fibrilasi pada Hipertiroid

Beberapa manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada pasien AF pada hipertiroid yaitu berupa
palpitasi, angina saat aktivitas, dipsneu, cepat lelah, sinkop ataupun gejala tromboemboli.
Manifestasi lanjut dari keadaan AF ini yaitu suatu kondisi gagal jantung kongestif oleh karena
menurunnya curah jantung.

Pemeriksaan Laboratorium & Penunjang

1. Elektrokardiografi berupa : aritmia, hilangnya gelombang P

2. Foto thoraks biasanya ventrikel kiri, aorta, arteri pulmonal biasanya tidak berubah namun
pada beberapa kasus terdapat pembesaran jantung.

3. Thyroid Ultrasonograpi berfungsi untuk mendeteksi nodul jika radioiodine uptake tidak
dapat dilakukan.
4. Scan radioiodine uptake berfungsi untuk mendiagnosa grave disease dan goiter multinoduler
toxic

5. Pemeriksaan laboratorium yaitu T3 (Total T3, Free T3 by analoque methode, Free T3 by


dialysis) , T4 (Total T4, Free T4 by analoque methode, Free T4 by dialysis) , TSH, thyrotropin,
Thyroid antibodi.6

Penatalaksanaan

Pada kasus atrial fibrilasi dengan hipertiroid maka pengobatan diupayakan secara etiologi yaitu
dengan mengendalikan kondisi hipertiroidnya terlebih dahulu setelah itu mengatasi masalah
atrial fibrilasinya. Yang termasuk dalam terapi hipertiroidnya yaitu menurunkan tirotoksikosis
dengan 3 methode yaitu (1) tirostatika, (2) tiroidektomi, (3) yodium radioaktif.

1.Tirostatika

Obat anti tiroid (OAT) yaitu golongan tiomidazol(Karbimazol 5 mg,metamizol(MTZ) atau


tiamizol 5,10,30mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50,100mg) menghambat proses
organifikasi dan reaksi autoimun,dan efek tambahan PTU adalah untuk menghambat konversi
T4 menjadi T3 diperifer. Waktu paruh MTZ 4-6 jam sedangkan PTU 1-2 jam. PTU
dibandingkan MTZ disekresikan dalam air susu ibu 10 kali lebih rendah. OAT juga berperan
dalam menghambat ekspresi HLA-DR di sel folikel sehingga imunologis membaik. Dosis
dimulai dari 30 mg CMZ, 30 mg MTZ dan PTU 400mg sehari dalam dosis terbagi. Selama 4-
6 minggu dapat mencapai eutiroid, kmudian dosis titrasi sesuai respon klinis. Lama pengobatan
1-1,5 tahun kemudian dihentikan ntuk melihat apakah terjadi remisi. Terdapat dua metode
dalam menggunakan OAT ini yaitu metode titrasi dan metode blok substitusi. Metode titrasi
adalah dimulai dengan dosis besar kemudian diturunkan berdasarkan klinis dan laboratorium.
Metode blok substitusi adalah pasien diberi dosis tinggi terus menerus sampai tercapai kondisi
hipotiroid kemudian diberikan hormon tiroksin sehingga eutiroid dapat tercapai.

2. Tiroidektomi

Yaitu tindakan operasi tiroid yang dilakukan jika kondisi eutiroid tercapai.

3. Yodium radioaktif
Tujuan pengobatan AF adalah untuk mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama
ventrikel dan mencegah terhadap terjadinya komplikasi tromboemboli.

1. Mengembalikan ke irama sinus

Yaitu dengan melakukan kardioversi baik farmakologis ataupun elektrik. Kardioversi


farmakologis yaitu paling efektif bila dilakukan pada kondisi AF dalm 7 hari . Kardioversi
elektrik diindikasikan pada pasien dengan gangguan hemodinamik disertai tanda iskemik,
hipotensi, sinkop. Kardioversi elektrik dilakukan dengan 200 J dan bila tidak berhasil dapat
dinaikkan menjadi 300 J. Obat antiaritmia tidak digunakan pada pasien dengan AF permanen.
Pada pasien pasien tertentu, terapi obat antiaritmia selam 4 minggu setelah kardioversi elektrik
berguna dalam meningkatkan keselamatan pasien. Droedarone adalah salah satu obat yang
berguna dalam menjaga sinus ritme pada pasien AF paroksismal dan permanen. Dronedarone
tidak boleh diberikan pada pasien dengan gagal jantung moderat atau severe.

Untuk mempertahankan irama sinus dapat diberikan obat didalam tabel berikut :
2. Pilihan obat-obat untuk pengontrol laju ventrikel adalah digoxin, antagonis kalsium (
verapamil dan diltiazem) serta penyekat beta. Laju irama yang dianggap terkontol 60- 80
kali/menit pada saat istirahat dan 90 -115 saat aktivitas.6

Kesimpulan

Hipertiroid merupakan suatu kondisi gangguan kelenjar tiroid dengan manifestasi pada
beberapa sistem kardiovaskuler. Fibrilasi atrium adalah aritmia yang tersering pada hipertiroid,
melalui beberapa patofisiologi tersebut. beberapa pemeriksaan penunjang untuk penegakan
diganosis hipertiroid antara lain TSH, Ft4 DAN T3, interval RR irregular dan hilangnya
gelombang P pada EKG merupakan ciri utama AF. Prinsip utama pada hipertiroid adalah
mengendalikan terlebih dahulu kondisi hipertiroid lalu mengatasi fibrilasi atrium.

Daftar Pustaka :
1. Reksodiputro Haryanto, Rudijanto Achmad, Madjid A, dr, sppd, dkk. Papdi edisi ke 1.
Jakarta : Interna Publishing; 2014. H. 1367.
2. Rachman Sani dr. Struma klasifikasi dan penatalaksanan. Edisi 2009. Diunduh dari :
www.drsani.rachmanstrumaklasifikasi.com pada tanggal 25 september 2018.
3. Putra Kurnia Bagus. Journal Fibrilasi atrium pada hipertiroid. vol.44 no.9 tahun 2017.
4. Rampengan homentra starry. Kardioversi pada fibrilasi atrium. Edisi 1. Jakarta: FK UI;
2015. H. 14.
5. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskuler Indonsia. Pedoman tatalaksana fibrilasi
atrium. Edisi 1. Jakarta : Centra communication; 2014. H. 2-7.
6. Hasan Refli, Fiblia. Atrial Fibrilasi Pada Hipertiroid. Diunduh dari :
www.repository.usu.ac.id pada tanggal 25 september 2018

Anda mungkin juga menyukai