Anda di halaman 1dari 22

CASE BASED

DISCUSSION
Pembimbing : dr. Eny Tjahjani Permatasari, Sp.M., M.kes

Disusun oleh
Andri Hernadi Salampak Dehen 112019093

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT MATA “DR. YAP” YOGYAKARTA
PERIODE 21 JANUARI – 6 FEBRUARI 2021
INFORMASI KASUS
 IDENTITAS

Nama : By. Sn Pekerjaan : -


Umur : 1 Minggu Alamat : Desa Menur

 ALLO ANAMNESA

KU : Mata kanan & Kiri penderita banyak kotoran sejak dilahirkan


RPS : 7 HSMR, setelah dilahirkan mata kanan dan kiri penderita keluar kotoran banyak,
kotoran berwarna putih, mata bengkak, merah, dan mata sulit dibuka, bayi rewel.
Diberikan obat dari klinik bersalin tidak membaik. Pasien dirujuk ke RS mata
Gambar mata pasien

 Mata kanan dan kiri sama


PEMBAHASAN KASUS
Anamnesis yg didapat :
KU : Mata kanan & Kiri penderita banyak kotoran sejak dilahirkan, usia bayi 1 minggu,
kotoran berwarna putih, mata bengkak, merah, dan mata sulit dibuka
Kemungkinan Oftalmia neonatorum ( konjungtivitis terjadi pada bulan pertama kehidupan) dan
infeksi (sekret purulen)
STATUS OFTALMOLOGIS OD/OS
VISUS N/N
KEDUDUKAN BOLA MATA N/N
SUPERSILIA N/N (WARNA HITAM,SIMESTRIS)
PALPEBRA SUPERIOR & INFERIOR EDEMA +, NYERI TEKAN +,
KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR HIPEREMIS +,
KUNJUNGTIVA BULBI SEKRET + (PURULEN), INJEKSI KONJUNTIVA
+, KEMOSIS +, PSEUDOMEMBRANOSA +

KORNEA KESAN JERNIH


 Diagnosis Banding : Oftalmia neonatorum ec Neisseria gonorrhoe ?

Oftalmia neonatorum ec Chlamydia trachomatis ?


Oftalmia neonatorum ec trauma kimia ?
Oftalmia neonatorum ec virus/Herpes simplek ?

Kenapa Oftamia neonatorum ? Konjungtivitis yang terjadi pada bulan pertama kehidupan yang
disebabkan oleh bakteri, virus, zat kimia.
PENYEBAB ONSET KLINIS HASIL LAB
Neisseria gonorrhoe 24 - 48 jam Akut, masif purulen Gram - diplokokus
intrasel dengan dominasi
sel neutrofil pada agar
darah dan coklat,
Onset + sifat sekret
Diagnosis :
Chlamydia trachomatis 5 – 14 hari Mukopurelen Giemsa + inklusi
Oftalmia neonatorum ec Neisseria gonorrhoe sitoplasma sel epitel.
Kultur negatif
Trauma kimia (larutan perak 24 – 48 jam Hiperemis, sekret cair/serosa, Kultur -
nitrat 1%) sembuh sendiri

Virus/Herpes simplek 5 – 7 hari Manifestasi sistemik, sekret Pemeriksaan sitologik :


serosa multinucleated giant cell,
Serosa : Cair (virus/iritasi) kultur -
Mukopurulen : clamida atau bakteri lain
Poin Penting untuk penegakan diagnosis :
Purulen : akut, Gonorrhoe
1. Riwayat penyakit pada ibu selama kehamilan ? Riwayat nyeri BAK dirasakan ibu ?
2. Riwayat kencing nanah pada ayah ? Bila ada apakah sudah di obati ?
3. Hasil pemeriksaan mikrobiologis dengan menggunakan pewarnaan Gram dan pemeriksaan kultur ?
Terapi :
Non farmakologi :
Rawat inap,; jika terjadi komplikasi rujuk Sp. M
Farmakologi :
a. Irigasi mata secara berkala dengan cairan saline min. 2x/hari (Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi
air bersih (direbus) atau dengan garam fisiologik setiap 15 menit. Pengobatan dihentikan bila pada pemeriksaan
mikroskopik yang dibuat setiap hari selama 3 kali berturu-turut adalah negatif)
b. Ab. Topikal tetes mata : penisilin 15.000 – 150.000 UI/ml /15 menit atau ceftriaxon tetes. Jika alergi penisilis
berikan ofloxaxin tetes mata sesering mungkin.
Sedian 3 juta unit/3 g.
3.000.000 ui : 15.000 ui = 200 ui/0,2 g/0,02 mg
1 vial = 20 mL
0,02 mg x 20 mL = 4 mL
c. Bisa + gentamisin salep 4x/hari
d. Kasus berat bisa + inj. Ceftriaxon im (25-50 mg/kgBB, dosis tunggal, tidak melebihi 125mg)
e. N. Gonorrhoe memiliki kemampuan pentrasi sel epitel kornea ( perforasi kornea)
PEMBUATAN OBAT TETES MATA
 Tetes mata adalah suatu sediaan steril yang mengandung air maupun minyak harus bebas dari partikel
asing baik dalam bentuk alkali atau garamnya atau bahan lain, digunakan dengan cara meneteskan pada
konjungtiva mata dengan memperhatikan stabilitasnya. Obat tetes mata (guttae ophthalmicae) adalah
sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada
selaput lendir mata, disekitar kelopak mata dan bola mata. Dimaksudkan untuk obat dalam mata atau
obat luar mata, diteteskan dengan menggunakan penetes yang menghasikan penetes setara dengan tetesan
yang dihasilkan penetes baku dalam Farmakope Indonesia
 Persyaratan obat tetes mata : 1. Steril 2. Jernih 3. Bahan pengawet (Semua larutan untuk mata harus
dibuat steril dan bila mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin sterilitas
selama pemakaian) 4. Tonisitas 5. Stabilitas (pendapar, viskositas, dan aktivitas permukaan)
 Cara pembuatan obat tetes mata

1. Obat dilarutkan kedalam salah satu zat pembawa yang mengandung salah satu zat
2. Pengawet, dijernihkan dengan cara penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup wadah
dan sterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit.
3. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat
4. Pengawet dan disterilkan menggunakan bakteri filter masukkan kedalam wadah secara
tehnik aseptis dan tutup rapat.
5. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat
6. Pengawet, dijernihkan dengan cara penyaringan, masukkan kedalam wadah, tutup rapat dan
sterilkan dengan penambahan bakterisid, dipanaskan pada suhu 98-100o C selama 30 menit.
Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam (Jika tidak ditemukan tanda infeksi diseminata serta kelainan
sistemik),
Quo ad functionam : dubia ad bonam (Jika pasien ini menunjukkan respon penyembuhan yang
baik terhadap terapi yang diberikan)
Quo ad sanationam : dubia ad bonam (jika pasien tidak dijaga kebersihannya)
Edukasi :
Kedua orangtua juga harus diperiksa lebih lanjut untuk kemungkinan adanya infeksi menular
seksual sebagai sumber infeksi. Penegakan diagnosis infeksi menular seksual pada pasien
dewasa dengan duh tubuh uretra maupun duh tubuh vagina dapat diambil berdasarkan
pendekatan sindrom dan pemeriksaan mikrobiologis.
Bayi yang terkena harus diperiksakan penyakit menular seksual lainnya dan diobati. Selain itu,
ibu dan semua pasangan seksualnya harus diberitahu dan diterapi.
Pencegahan timbulnya oftalmia neonatorum yaitu dengan dilakukan skrining dan terapi pada
perempuan hamil dengan penyakit menular seksua. Profilaksis dapat diberika silver nitrat 1%,
0,5% eritromisin salep, atau tetrasiklin 1% pada bayi baru lahir.
PEMBAHASAN
Anatomi Konjungtiva
 Konjungtiva merupakan lapisan mukosa (selaput lendir) yang melapisi palpebra bagian dalam
dan sklera.
 Konjungtiva dibagi menjadi konjungtiva bulbi, palpebral, dan forniks
 Pembuluh darah yang ke konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Saraf konjungtiva berasal dari n.oftalmikus. Pembuluh limfenya sangat banyak.
Histologi Konjungtiva
 Lapisan-lapisan konjungtiva dari luar ke dalam tersusun atas epitel, stroma, dan endotel
 Epitel konjungtiva → epitel superfisial (sel goblet = musin) ; Epitel basal yang terletak di dekat limbus =
pigmen. basal sel berbentuk kuboid, makin ke permukaan berbentuk pipih polihedral.
 Stroma konjungtiva. Lapisan adenoid ( jaringan limfoid ) ; lapisan fibrosa (jaringan ikat). Stroma 2 sel :
sel goblet yang terletak di lapisan epitel (memproduksi musin ), terpadat di bagian inferonasal; kripte
Henle yang terletak di sepertiga atas konjungtiva palpebra superior dan sepertiga bawah konjungtiva
palpebra inferior; serta kelenjar Manz yang berada di sekeliling limbus, tepi kornea, dan batas kornea
konjungtiva
 Kelenjar lakrimal tambahan terdiri atas kelenjar Krause dan Wolfring. Kelenjar Krause dan kelenjar
Wolfring menyerupai kelenjar air mata. Kelenjar Krause terutama terdapat pada forniks superior dan
kelenjar Wolfring terdapat pada tepi atas tarsus palpebra superior
.
OFTALMIA NEONATORUM
 Konjungtivitis yang terjadi pada bulan pertama kehidupan yang disebabkan oleh bakteri, virus, zat kimia.
 Sebelum kelahiran, selama kelahiran, setelah kelahiran
 Etiologi konjungtivitis neonatal dapat disebabkan oleh berbagai macam agen seperti bahan kimia atau
mikroba. Meskipun beberapa agen non-infeksius maupun infeksius dapat menginfeksi konjungtiva,
penyebab paling umum konjungtivitis neonatal adalah larutan perak nitrat (AgNO3), klamidia, gonorea,
dan infeksi virus herpes.
 Peradangan konjungtiva memiliki gejala utama antara lain rasa seperti kemasukan benda asing, sakit
sekitar mata, bengkak, dan gatal. Secara obyektif bisa ditemukan reaksi-reaksi konjungtiva, termasuk
limfadenopati. Ciri khasnya adalah dilatasi pembuluh darah, infiltrasi selular dan eksudasi.
 Evaluasi inflamasi konjungtiva mencakup di antaranya mengenai jenis sekret, jenis reaksi konjungtiva
(inj. Konjungtiva, kemosis, pembentukan pseudomembraan, infiltrat, reaksi folikuler dan papilarr)
 Serosa ( virus akut/alergi akut ), mukoid ( kon. Kronis atau mata kering ), mukopurulen ( inf. Bakteri
akut & ringan; klamidia), purulen (akut & berat; gonoroe)
WD
 Gonokokal

Neisseria gonorrhoeae = berat .


pewarnaan gram = bakteri diplokokus gram -, tidak bergerak, diameter kira-kira 0,8 µm. Pada
keadaan tidak berpasangan kokus bakteri berbentuk seperti ginjal, bila berpasangan bagian yang
datar atau cekung saling berdekatan.
Onset cepat 24-48 jam; hiperakut; sekret masif & purulen, biasanya bilateral; Pada kasus berat
ditandai dengan kemosis.
DD
 Klamidia

Chlamydia trachomatis (spesies paling sering)/ Trachoma Inclusion Conjungtivitis (TRIC)


Bakteri ini adalah organisme intraselular obligat. Pe. baku emas = kultur dari kerokan
konjungtiva. Karena kuman ini merupakan organism obligat intraselular, pada material yang
akan dikultur harus terdapat sel epitel didalamnya. Tes amplifikasi asam nukleat (reaksi rantai
polymerase) lebih sensitif dari pemeriksaan kultur. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan
adalah tes fluoresens antibodi langsung dan enzim immunoassay
Onset 5-14 hari (walaupun ada kemungkinan onset bisa muncul lebih cepat terutama pada kasus
KPD), sekret purulen tidak masif.
Erythromycin sirup 50 mg/kg/hari selama 2-3 minggu; antibiotik topikal erythomycin; irigasi
NaCl 2x/hari sampai sekret bersih
 Herpes simpleks

Infeksi yang disebabkan virus herpes simpleks (HSV) biasanya jarang terjadi sehingga
menyebabkan konjungtivitis neonatorum. Manifestasi klinis pada infeksi HSV biasanya lebih
lama muncul dari pada infeksi gonokokal yaitu pada minggu pertama atau kedua kehidupan,
unilateral, sekret serosa.
Pemeriksaan sitologik : multinucleated giant cell
 Konjungtivitis Kimiawi

Konjungtivitis karena bahan kimia biasanya ditandai dengan iritasi ringan dan dapat sembuh
dengan sendirinya dalam waktu 2-4 hari, sekret serosa, serta munculnya kemerahan pada
konjungtiva muncul pada 24 jam pertama setelah pemberian larutan perak nitrat (AgNO3) atau
antibiotik yang biasanya digunakan sebagai profilaksis mata.
 Komplikasi

Keratitis
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Jaringan parut konjungtiva
Kebutaan neonatus
Endoftalmithis

 Pencegahan

Profilaksis antenatal, natal, postnatal


REFERENSI
1. Suhardjo. Angela Nuraini Agni., 2017. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Ed III. Yogyakarta :
Fakultas Kedokteran UGM.
2. Eva Paul Riordan., Jhon P Witcher. 2010. OFTAMOLOGI UMUM VAUGHAN & ASBURY.
Ed 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Lang, G.K. & Lang, G.E. 2000. Conjungtiva. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme
Stuttgart. New York.
4. Ilyas, S., Yulianti, S.R. 2011. Mata Merah dengan Penglihatan Normal. Ilmu Penyakit Mata.
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai