Anda di halaman 1dari 13

Infeksi oleh Bakteri Leptospira pada Manusia

Andri Hernadi Salampak Dehen


102011205 / A6
19 November 2012
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Abstrak
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi dari spesies Leptospira,
famili Leprospiraceae ordo Spirochaetales yang patogen, bermanifestasi sebagai demam akut.
Infeksi pada manusia pada umumnya disebabkan oleh roden (misalnya tikus), kadang-kadang
babi dan anjing. Organisme ini hidup di air sehingga air merupakan sarana penular pada
munasia. Sebagian besar kasus leptospirosis akan sembuh sempurna, walaupun sekitar
sepuluh persen diantaranya dapat bersifat fatal. Mortalitas meningkat apabila didapatkan
gejala ikterus, gagal ginjal, dan perdarahan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
diagnosis pasti apabila ditemukan organisme dalam darah atau urin pada pemeriksaan dark-
groun microscope, biakan darah dan urin, uji aglutinasi, serta imunoglobuln. Antibiotik
golongan penisilin dapat diberikan untuk pengobatan leptospirosis. Perawatan diperlukan
apabila terdapat komplikasi.
Kata kunci: demam akut, ikterus, penisili
Abstract
Leptospirosis is a zoonotic disease caused by infection of the species of Leptospira, family
Leprospiraceae order Spirochaetales the pathogen, manifest as an acute fever. Infection in
humans is generally caused by a rodent (eg, rat), sometimes pigs and dogs. These organisms
live in water so that the water is a means of transmitting the munasia. Most cases of
leptospirosis will recover completely, although about ten percent of which can be fatal.
Mortality increases when found symptoms of jaundice, kidney failure, and bleeding.
Diagnosis based on clinical symptoms, the diagnosis is uncertain if the organism is found in
blood or urine in dark-groun microscope examination, blood cultures and urine,
agglutination test, and imunoglobuln .. penicillin group antibiotics can be administered for
the treatment of leptospirosis. Care is needed if there are complications.
Keywords: acute fever, jaundice, penisili

1
Pendahuluan
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditemukan di seluruh dunia,
disebabkan oleh genus Leptospira yang patogen. Namun, adanya gejala dan tanda
leptospirosis yang tidak khas seperti demam, nyeri kepala, mual, dan muntah sering dianggap
sebagai penyakit infeksi virus. Sembilan puluh persen kasus leptospirosis bermanifestasi
sebagai penyakit demam akut dan mempunyai prognosis baik, sedangkan 10% kasus lainnya
mempunyai gambaran klinis lebih berat sehingga menyebabkan kematian pada 10% kasus.
Manifestasi leptospira yang berat dan seringkali fatal dikenal sebagai penyakit Weil atau
leptospirosis ikterik, dengan gambaran klasik berupa demam, ikterus, gagal ginjal, dan
perdarahan. Organ lain yang dapat pula terkena adalah jantung, paru, dan susunan syaraf
pusat.
Skenario
Seorang anak laki-laki berusia 45 tahun datang dengan keluhan demam tinggi disertai
nyeri kedua betis sejak 4 hari yang lalu.
Istilah yang tidak diketahui
Dalam skenario ini tidak terdapat istilah yang tidak diketahui.
Perumusan masalah
Dalam skenario ini terdapat perumusan masalah yaitu seorang laki-laki berusia 45
tahun demam tinggi disertai bengkak di kedua betis.
Hipotesis
Hipotesis yang dapat ditarik dalam kasus ini yaitu seorang laki-laki 2 tahun diduga
mederita penyakit zoonosis yaitu leptospirosis.
Analisis Masalah

2
Data pasien

Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan
sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan
fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.2
Anamnesis yang baik akan terdiri dari:2
1. Identitas
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
6. Riwayat pribadi
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsam dan agama. Keluhan utama adalah keluhan yang
dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter. Riwayat penyakit sekarang
merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak
sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat penyakit dahulu bertujuan
untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah
diderita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat penyakit keluarga penting untuk mencari
kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi. Riwayat pribadi meliputi
data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.2

3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau
pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi),
dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi). Sikap sopan santun dan
rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang diperiksa harus diperhatikan
dengan baik oleh pemeriksa.2
Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah dengan memeriksa tanda-tanda
vital. Tanda-tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan darah. Semua harus diukur
dalam setiap pemerikaan yang lengkap dan dalam banyak pertemuan vital. Pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut vital karena mengandung ukuran-ukuran klinis kuantitatif.3
Nadi merupakan refleksi perifer dari kerja jantung dan penjalaran gelombang dari
proksimal (pangkal aorta) ke distal. Gelombang nadi tidak bersamaan dengan aliran darah
tetapi menjalar lebih cepat. Intensitas nadi berhubungan dengan karakteristik pemnbuluh
darah dan tekanan nadi. Kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari
50-100 denyut/menit.3
Kecepatan pernapasan dan polanya dikendalikan oleh kemosensor-kemosensor dan
otak. Untuk orang normal, peningkatan konsentrasi karbondioksida dan ion hidrogen dalam
darah merangsang peningkatan ventilasi. Pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan
kecepatan pernapasan involunter sering terjadi bila subjek menyadari bahwa pernapasannya
sedang diamati. Untuk alasan ini, penghitungan kecepatan pernapasan dilakukan secara diam-
diam. Kecepatan pernapasan normal adalah 12-18x/menit pada orang dewasa.3
Sistem-sistem enzim mamalia bekerja dengan baik pada satu rentang suhu yang
sempit. Oleh karena itu suhu tubuh mamalia berada pada keadaan yang agak konstan. Suhu
tubuh fisiologis manusia rata-rata adalah 37oC.3
Tekanan darah diukur dalam torr, singkatan dar torricelli, satuan tekanan yang
sebelumnya dikenali sebagai milimeter air-raksa. Tekanan darah normal pada kebanyakan
orang dewasa sehat berkisar antara 90/50 dengan 140/90.3
Selain tanda-tanda vital, ada beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan.
Pemeriksaan itu salah satunya dengan melakukan observasi kelopak mata dan inspeksi sklera
serta konjungtiva tiap-tiap mata. Selain itu, pemeriksaan abdomen juga dilakukan dengan
menginspeksi, auskultasi, dan perkusi. Palpasi abdomen dengan lembut, kemudian lakukan
palpasi dalam. Lakukan pemeriksaan hepar dan lien denngan perkusi dan kemudian palpasi.

4
Coba meraba kedua ginjal, jika dicurigai ada infeksi maka lakukan perkusi di daerah posterior
pada sudut kostovertebralis. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah yang dilakukan dalam
posisi berbaring, lakukan pula tes rasa nyeri.4
Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus leptospirosisi an-ikterik dijumpai jumlah leukosit normal dengan
neutrofilia, peningkatan laju endap darah, dan protein dalam likuor serebrospinal. Kelainan
pada paru dan jantung, peningkatan kadar bilirubin serum, fosfatase alkali, enzim amino
transferase, kreatin fosfokinase, kreatinin dan ureum darah, serta trombositopenia oada
umumnya terdapat pada leptospira ikterik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
isolasi dari organisme dari berbagai spesimen atau serokonversi antibodi 4 kali lipat antara
akut dan konvalesens. Namun reaksi silang dengan penyakit spirokheta lainnya sering
dijumpai. Bakteria dapat diisolasi dari darah atau likuor serebrospinal pada 10 hari pertama.
Leptospira dapat diidentifikasi secara langsung dari jarigan yang terinfeksi dengan
menggunakan mikroskop lapangan gelap atau dengan direct fluorescentantibody assay.
Biakan darah, lijuor serebrospinal, urin, dan jaringan yang terkena (seperti ginjal) dapat
memberikan hasil positif.1 Pengambilan sampel harus dikoordinasikan dengan petugas
mikrobiologi setempat karena sampel memerlukan teknik khusus pada pemrosesannya.
Leptospira dapat dibiak pada media tertentu (seperti Fletcher, Stuart, Ellinghausen) yang
dikombinasikan dengan neomisin atau 5-fluorouracil. Selama 7-10 hari pertama setelah
timbul gejala, sampel diambil dari darah dan likuor serebrospinal. Setelah itu dapat diambil
dari urin dapat bertahan lebih lama sekitar beberapa minggu sampai bulan. Konsultasi dengan
laboratorium mikrobiologi setempat sangat dibutuhkan Pemeriksaan serologis leptospira lebih
berguna secara klinis jika diperiksa pada awal penyakit, akan tetapi kebanyakan uji serologis
hanya dapat dilakukan oleh laboratorium tertentu. Microscopic agglutination test (MAT) dan
indirect hemagglutination assay (IHA) adalah dua uji yang biasanya tersedia. Microscopic
agglutination test menggunakan antigen yang diperoleh dari serovar leptospira yang umum
ditemukan.1,2 Hasil positif didefinisikan sebagai peningkatan titer 4 kali antara fase akut dan
konvalesens. Titer tunggal yang melebihi 1:200 atau titer serial yang melampaui 1:100
menunjukkan dugaan kearah infeksi leptospira, tapi keduanya tidak diagnostik. Sensitivitas
and spesifisitas MAT berturutturut adalah 92% dan 95%, sedangkan nilai prediktif positif 95%
dan nilai prediktif negatif 100%. Hasil negatif palsu MAT dapat terjadi pada sampel tunggal
yang diambil sebelum fase imun penyakit. Akurasi uji juga ditentukan oleh pemilihan antigen,
yang memerlukan diskusi dengan laboratorium setempat mengenai serovar yang sering

5
ditemukan di daerah tersebut. Hasil positif palsu MAT dapat terjadi pada kasus Legionella,
penyakit Lyme, serta sifilis. Uji IHA lebih cepat dan mudah dilakukan dan berdasarkan atas
antibodi spesifik genus, dengan sensitivitas 92100% dan spesifisitas 94-95%. Uji tambahan
yang sedang dalam penelitian adalah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA),
polymerase chain reaction (PCR), dan dipstick assays.2,3
Working Diagnosis
Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk
kelompok risiko tinggi. Gejala atau keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit
kepala, terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual dan muntah. Pada
pemerikaan fisik dijumpai demam, brakikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit
menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin
dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk
meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi
bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus. Diagnosis pasti
dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.2
Differential Diagnosis
Termasyuk dalam diagnosis banding adalah infeksi virus dengue, baik demam dengue
maupun demam berdarah dengue, hemorrhagic fever yang lain, dan penyakit lain yang
ditularkan melalui arthropod-borne dan rodent-borne yang patogen.2
Etiologi

Gambar 1. Leptospira.2
Leptospirosis disebabkan oleh spiroketa genus leptospira. Leptospira bentuknya
bergelung, tipis, dan fleksibel dengan panjang 5-15 m; spiral yang sangat halus dengan lebar
0,1-0,2 m; ujung sel kuman seringkali bengkok yang membentuk seperti pancingan. Kuman
ini bergerak sangat aktif, yang paling baik dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan
gelap. Mikrograf elektron menunjukkan filamen alsial yang tipis dan membran yang lembut.
Spiroketa bentuknya juga halus sehingga pada pandangan lapangan gelap tampak hanya
6
sebagai rantai kokus kecil. Leptospira tidak dapat diwarnai dengan mudah tetapi dapat
diwarnai dengan impregnasi perak. Leptospira tumbuh baik di lingkungan aerob pada suhu
28-30oC dalam mediumsemisolid yang berisi serum (medium Fletch, Stuart, dan lain-lain).6
Sistem klasifikasi tradisional leptospira dibuat berdasarkan pada spesifitas biokimia
dan serologi untuk membedakan antara spesies yang patogen (Leptospira interrogans) dan
spesies tidak patogen yang hidup bebas (Leptospira biflexa). Spesies ini kemudian dibagi lagi
menjadi lebih dari 200 servoar Leptospira interrogans dan lebih dari 60 servoar Leptospira
biflexa. Servoar tersebut kemudian disusun ke dalam serogrup Leptospira interrogans dan
serogrup Leptospira biflexa yang didasarkan pada antigenisitas yang dibagi dan terutama
untuk penggunaan laboratorium.6
Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia ialah Leptospira
icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus, Leptospira canicola dengan reservoar anjing,
dan Leptospira pomona dengan reservoar sapi dan babi.2
Epidemiologi
Genus Leptospira berasal dari famili Leprospiraceae ordo Spirochaetales. Genus Leptospira
secara garis besar dibagi dalam dua spesies, L. interrogans bersifat patogen dan L. biflexa
yang non-patogen. Kedua spesies tersebut dibagi menjadi beberapa serogrup dan serovars.
Leptospira dapat menyebabkan infeksi pada berbagai jenis banyak mamalia, seperti tikus,
anjing, kucing, domba, babi, tupai, rakun, dan lain-lain. Binatang pejamu untuk spesies dan
serogrup tertentu berbeda pada tiap daerah, satu mamalia dapat menampung beberapa
serovars. Leptospira ditularkan melalui urin yang terinfeksi, melalui invasi mukosa atau kulit
yang tidak utuh. Infeksi dapat terjadi dengan kontak langsung atau melalui kontak dengan air
atau tanah yang tercemar. Pada keadaan ideal, leptospira dapat bertahan selama 16 hari di air
dan 24 hari di tanah. Petani, pegawai kebersihan (pembuang samapah), pemelihara binatang,
orang yang berolah raga air, dan nelayan merupakan kelompok risiko tinggi terkena
leptospirosis.2
Penularan
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau tanah, lumpur yang telah
terkontaminasi oleh urine binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
terjadi luka/erosi pada kulit maupun selaput lendir. Air tergenang atau mengalir lambat yang
terkontaminasi urine binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan penyakit ini,
bahkan air yang deraspun dapat berperan. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan
binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan kultur leptospira di

7
laboratorium. Ekspos yang lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
utuh juga dapat menularkan leptospira. Orang-orang yang mempunyai risiko tinggi
mendapatkan penyakit ini adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan,
peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan, orang-orang yang mengadakan
perkemahan di hutan, dokter hewan.2
Patogenesis
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran
darah dan berkembang, lalu menyebarkan secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
respon imunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan
terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian, beberapa organisme ini masuh bertahan pada
daerah yang terisolasi secara imunologi seperti di dalam ginjal dimana sebagian
mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui
urin. Leptospira banyak dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu
setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari
darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme
hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4
minggu.2
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesis leptospirosis: invasi bakteri langsung,
faktor inflamasi nonspesifiik, dan reaksi imunologi.2
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapiran endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbedaan
antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis
lesi histologik yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional
yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit, dan sel
plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal leptospirs juga dapat bertahan
pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke cairan serebrospinalis pada fase
leptospiremua. Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi
terbanyak yang terjadi sebagai komplilasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai
leptospira adalah ginjal, hati, otot, dan pembuluh darah. Berikut kelainan spesifik pada organ:2

8
1. Ginjal: Interstisial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk lesi
pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi
akibat tubular nekrosis akut. Adanya pernan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia
ginjal, hemolisis, dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan
kerusakan ginjal.
2. Hati: Menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosir fokal dan
proliferasi sel Kupfer dengan kolestatis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
3. Jantung: epikardium, endokardium, dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel
mononuklear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi pendarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa lokal nekrotis,
vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat jiga ditemukan antigen leptospira pada otot.
5. Mata: Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan
bertahan beberapa bulan walaupun antibodi yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan
menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah: terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vakulitis
yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan pada mukosa,
permukaan serosa, dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
7. Susunan saraf pusat: Leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal (CSS)
dan dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya
respon antibodi, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit
peningkatan sel mononuklear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis
aseptik, biasanya paling sering disebabkan oleh Leptospira canicola.
8. Weil Disease: Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran, dan demam tipe
kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis.
Penyebab weil disease adalah serotipe icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh

9
serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal,
hepatik, atau disfungsi vaskular.
Manifestasi Klinik
Masa inkubasi leptospirosis adalah 2-26 hari, biasanya 7-13 hari, dan rata-rata 10 hari.
Leptospirosis sendiri mempunyai dua fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan
fase imun.2
Fase leptospiremia ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di
frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang disertai nyer
tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesu kulit, demam tinggi yang disertai menggigil,
juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan keadaaan sakit berat, brakikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat
dijumpai adanya konjungtiva suffision dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang
berbentuk makular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali,
hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien
akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan
fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat
demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi
demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.2
Fase imun ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang
mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang
menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat pendarahan
berupa epistaksis, gjala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Pendarahan paling
jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan
manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva infection dan conjungtival suffusion
dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis.2
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan
tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda
meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2
hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai di urin.2
Komplikasi

10
Meningitis aseptik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Gagal gnjal,
kerusakan hati, perdarahan paru, vaskulitis, dan miokarditis jarang ditemukan walaupun pada
umumnya sebagai menyebabkan kematian.8
Pengobatan
Pengobatan Leptospirosis pada dasarnya dibagi menjadi leptospirosis an-ikterik dan
leptospirosis ikterik (leptospira berat).

Pilihan pertama : An ikterik, 1. Ampisilin 75-100 mg/kg/hari, 2. Amoksisilin 50


mg/kg/hari,
Ikterik, 1. Penisilin G, 100,000 U/kg/hari, oral, tiap 6 jam,
selama 7 hari. intravena, dberikan setiap 6 jam selama 7 hari, 2. Ampisilin 200 mg/kg/hari,
intravena, tiap 6 jam, oral, tiap 6-8 jam, selama 7 hari, 3. Amoksisilin 200 mg/kg/hari,
intravena, tiap 6 jam.

Pilihan kedua : An ikterik, Doksisiklin 40 mg/kg/hari, oral, dua kali sehari selama 7 hari
(tidak direkomendasikan untuk umur di bawah 8 tahun).
Ikterik, Eritromisin 50 mg/kg/hari, intravena (data penelitian in-vitro).

Alergi penisilin: An ikterik, Doksisiklin 40 mg/kg/hari, oral, dua kali sehari selama 7 hari
(tidak direkomendasikan untuk umur di bawah 8 tahun).
Ikterik, Eritromisin 50 mg/kg/hari, intravena (data penelitian in-vitro)2

Pencegahan
Pemberian doksisiklin dengan dosis 200 mg/minggu dapat memberikan pencegahan sekitar
95% pada orang dewasa yang berisiko tinggi, namun profilaksis pada anak belum ditemukan.
Pengontrolan lingkungan rumah terutama daerah endemik dapat memberikan pencegahan
pada penduduk berisiko tinggi walaupun hanya sedikit manfaatnya. Imunisasi hanya
memberikan sedikit perlindungan pada masyarakat karena terdapat serotipe kuman yang
berbeda.8

Prognosis
Mortalitas pada leptospirosis berat sekitar 10%, kematian paling sering disebabkan
karena gagal ginjal, perdarahan masif atau ARDS. Fungsi hati dan ginjal akan kembali
normal, meskipun terjadi disfungsi berat, bahkan pada pasien yang menjalani dialisis. Sekitar

11
sepertiga kasis yang menderita meningitis aseptik dapat mengalami nyeri kepala secara
periodik. Beberapa pasien dengan riwayat uveitis leptospirosis mengalami kehilangan
ketajaman penglihatan dan pandangan yang kabur.2
Kesimpulan
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi dari spesies
Leptospira, famili Leprospiraceae ordo Spirochaetales yang patogen, bermanifestasi sebagai
demam akut. Infeksi pada manusia pada umumnya disebabkan oleh roden (misalnya tikus),
kadang-kadang babi dan anjing. Bila air yang tercemar oleh urin dari perantara berkontak
dengan kulit memungkinkan untuk manusia terkena leptospirosis. Bila dibandingkan ada
beberapa penyakit yang gejalanya mirip leptospirosis, seperti demam berdarah dengue,
hepatitis A, dan malaria. Namun setelah melewati proses pemeriksaan yang terdiri dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, perbedaan dari tiap penyakit dapat
dilihat. Pencegahan yang baik akan membantu mengurangi jumlah kasus penyakit
leptospirosis. Mortalitas pada leptospirosis berat sekitar 10%, kematian paling sering
disebabkan karena gagal ginjal, perdarahan masif atau ARDS. Meningitis aseptik merupakan
komplikasi yang paling sering ditemukan. Gagal gnjal, kerusakan hati, perdarahan paru,
vaskulitis, dan miokarditis jarang ditemukan walaupun pada umumnya sebagai menyebabkan
kematian
Daftar Pustaka
1. American Academy of Pediatrics. Leptospirosis. Dalam: Pickering LK, penyuinting.
Redbook: Report of The Committee on Infectious Disease. 25th ed. Elk Grove Village, Il:
American Academy of Pediatrics; 2000:h. 3702. 2.
2. Hickey PW, Denners D. Leptospirosis. Medicine J 2002; 2:h.1-17.
3. Speck WT, Toltziis P. Leptospirosis. Dalam: Behrman RE, Kliecman RM, Nelson WE,
penyunting, Nelson Textbook of Pediatric; edisi ke-16. Philadelphia, Tokyo: WB.Saunders;
2000, h.908-9.
4. Chaparro S, Montoya J.G. Borrelia & leptospirosis species. Dalam: Current Diagnosis &
Treatment in Infectious Diseases, Wilson W.R, Sande M.A, penyunting. Edisi pertama.
New York, Toronto: Lange Med Bool/ McGraw-Hill; 2001.h.680-9.
5. Bannister BA, Begg NT, Gillespie S. Penyunting. Leptospirosis. Dalam: Infectious disease,
Bannister BA, Begg NT, Gillespie S, penyunting. Edisi pertama. Cambridge: Blackwel
Scinece 1996.h.195-8.

12
6. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg.
Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.346-8, 478-85.
7. Hepatitis A Clinical Presentation, diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/177484-clinical, 18 November 2012.
8. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar HA, Arif A, Bahry B, et al. Farmakologi
dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
9. Muliawan SY. Bakteri spiral patogen. Jakarta: Erlangga; 2008.h.78-9.

13

Anda mungkin juga menyukai