Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengelola kerusakan, pengerjaan ulang, dan barang rongsokan merupakan hal yang
menantang bagi banyak perusahaan, tanpa memandang ukuran perusahaan itu atau produk
yang dibuatnya. Kerusakan, pengerjaan ulang, dan barang rongsokan sering kali ditetapkan
selama proses penelitian dan pengembangan serta perancangan produk ketika produk dan
proses produksi sedang dikembangkan. Para manajer semakin berfokus pada upaya
memperbaiki kualitas dan mengurangi kecacatan produk, jasa, serta aktivitasnya. Tingkat
kecacatan yang dulu dianggap normal tidak dapat ditoleransi lagi. Menyoroti dan mencatat
biaya unit yang cacat ketika biaya tersebut terjadi akan membantu manajer untuk
menentukan dengan lebih baik apa yang harus dilakukan dengan unit yang cacat serta
biayanya. Selain itu, para manajer juga memusatkan perhatiannya pada cara untuk
mengurangi barang rongsokan dan menggunakannya agar lebih menguntungkan, terutama
ketika biaya barang rongsokan berjumlah tinggi.
Di bab ini, kita akan berfokus pada jenis tiga biaya yang terjadi akibat adanya unit yang
cacat, kerusakan, pengerjaan ulang, dan barang rongsokan, dan cara untuk
memperhitungkannya. Isu-isu mengenai akuntansi untuk kerusakan akan muncul baik dalam
sistem kalkulasi biaya proses maupun kalkulasi biaya pekerjaan. Kita pertama akan
menyajikan akuntansi untuk kerusakan dalam sistem kalkulasi biaya proses. Kita juga akan
menguraikan cara menentukan (1) biaya produk, (2) harga pokok penjualan, dan (3) nilai
persediaan apabila ada kerusakan, pengerjaan ulang, dan barang rongsokan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan dari kerusakan, pengerjaan ulang, dan barang rongsokan?
2. Apa yang dimaksud dengan kerusakan normal dan abnormal?
3. Bagaimana perhitungan kerusakan dalam kalkulasi biaya proses dengan
menggunakan metode rata-rata tertimbang, metode FIFO, dan metode kalkulasi biaya
standar?
4. Bagaimana perhitungan kerusakan dan pengerjaan ulang dalam kalkulasi biaya
pekerjaan?
5. Bagaimana barang rongsokan diperhitungkan?

C. Tujuan
1. Untuk membedakan antara kerusakan, pengerjaan ulang, dan barang rongsokan.
2. Unutk mngetahui arti dari kerusakan normal dan abnormal.
3. Untuk mengetahui perhitungan kerusakan dalam kalkulasi biaya proses dengan
menggunakan metode rata-rata tertimbang, metode FIFO, dan metode kalkulasi biaya
standar.
4. Untuk mengetahui perhitungan kerusakan dan pengerjaan ulang dalam kalkulasi
biaya pekerjaan.
5. Untuk mengetahui perhitungan barang rongsokan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Terminologi
Kerusakan (spoilage) adalah unit produksi baik yang telah selesai seluruhnya atau yang
baru selelsai sebagian yang tidak memenuhi spesifikasi yang diminta oleh pelanggan dan
akan dibuang atau dijual dengan harga yang lebih rendah. Beberapa contoh kerusakan adalah
kaus, jeans, sepatu dan karpet yang cacat yang dijual sebagai “barang bekas”.
Pengerjaan ulang (rework) adalah unit produksi yang tidak memenuhi spesifikasi yang
diminta oleh pelanggan tetapi kemudian diperbaiki dan dijual sebagai unit barang jadi.
Sebagai contoh, unit produk yang cacat (seperti pager, komputer, dan telepon) yang
terdeteksi selama atau setelah proses produksi tetapi sebelum unit tersebut dikirim ke
pelanggan kadang-kadang dapat dikerjakan ulang dan dijual sebagai produk yang baik.
Barang rongsokan (scrap) adalah bahan residu yang berasal dari pembuatan suatu
produk. Barang rongsokan memiliki total nilai jual yang rendah dibandingkan dengan total
nilai jual produk. Contohnya adalah potongan kayu kecil sisa dari operasi pemotongan kayu.

B. Jenis Kerusakan yang Berbeda


Akuntansi untuk kerusakan dimaksudkan guna menentukan besarnya biaya kerusakan
dan membedakan antara biaya kerusakan normal dan kerusakan tidak normal. Untuk
mengelola, mengendalikan, dan mengurangi biaya kerusakan, perusahaan harus menyoroti
biaya tersebut, bukan menguburnya sebagai bagian yang tidak teridentifikasi dari biaya unit
yang baik yang telah dibuat.

Kerusakan Normal
Kerusakan normal (normal spoilage) adalah kerusakan yang melekat dalam proses
produksi tertentu yang tetap saja terjadi meskipun operasi telah berlangsung secara efisien.
Manajemen memutuskan bahwa tingkat kerusakan yang dianggap normal bergantung pada
proses produksi. Biaya kerusakan normal umumnya dimasukan sebagai komponen biaya unit
yang baik yang telah dibuat karena unit yang baik tidak dapat dibuat tanpa disertai dengan
beberapa unit yang rusak. Tingkat kerusakan normal dihitung dengan membagi unit
kerusakan normal dengan total unit yang baik yang telah selesai bukan total unit actual yang
dimulai dalam produksi. Mengapa? Karena kerusakan normal adalah kerusakan yang terkait
dengan unit yang baik yang telah dibuat.

Kerusakan Abnormal
Kerusakan abnormal (abnormal spoilage) adalah kerusakan yang tidak melekat dalam
proses produksi tertentu dan tidak akan terjadi pada kondisi operasi yang efisien. Kerusakan
abnormal umumnya dianggap sebagai hal yang dapat dihindari dan dapat dikendalikan.
Untuk menyoroti pengaruh biaya kerusakan abnormal, perusahaan menghitung unit
kerusakan abnormal dan mencatat biayanya pada akun Kerugian dari Kerusakan Abnornmal,
yang disajikan sebagai pos terpisah dalam laporan laba rugi.

Kalkulasi Biaya Proses dan Kerusakan


Kita sudah menyatakan bahwa unit kerusakan abnormal harus diperhitungkan dan
dicatat secara terpisah dalam akun Kerugian dari Kerusakan Abnormal.

Memperhitungkan Semua Kerusakan


Titik inspeksi (inspection point) adalah tahap proses produksi di mana produk akan
diuji untuk menentukan apakah produk tersebut merupakan unit yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima. Biasanya kerusakan diasumsikan terjadi pada tahap penyelesaian, yaitu
ketika inspeksi dilakukan. Hal ini disebabkan karena kerusakan belum akan terdeteksi hingga
inspeksi dilakukan. Menghitung dan membebankan biaya per unit bahan langsung dengan
menggunakan pendekatan A serta pendekatan B. Pendekatan A menunjukkan unit ekuivalen
berupa unit yang baik telah selesai dalam proses akhir dan berupa kerusakan normal.
Pendekatan B tidak menghitung unit ekuivalen normal sehingga unit ekuivalen akan
menurun, yang membuat biaya unit yang baik menjadi lebih tinggi.

Prosedur Lima Langkah untuk Kalkulasi Biaya Proses dengan Kerusakan


Prosedur untuk kalkulasi biaya proses dengan kerusakan ada lima yaitu:
Langkah 1 : Menghitung Arus Unit Fisik Output. Mengidentifikasikan unit kerusakan
normal maupun kerusakan abnormal.
Total Kerusakan = (Unit persediaan dalam proses awal + Unit yang dimulai)
– (Unit baik yang telah selesai dan ditransfer keluar – Unit persediaan barang
dalam proses akhir)
Kerusakan abnormal = Total kerusakan – Kerusakan normal
Langkah 2 : Menghitung Output dalam Istilah Unit Ekuivalen. Menghitung unit ekuivalen
untuk kerusakan dengan cara yang sama seperti kita menghitung unit
ekuivalen bagi unit yang baik. Dengan mengikuti pendekatan A, semua unit
yang rusak dilibatkan dalam penghitungan unit output.
Langkah 3 : Menghitung Biaya per Unit Ekuivalen.
Langkah 4 : Mengikhtisarkan Total Biaya yang Akan Diperhitungkan. Total biaya yang
akan diperhitungkan adalah semua biaya yang didebet ke Barang dalam
Proses.
Langkah 5 : Membebankan Total Biaya ke Unit yang Telah Selesai, ke Unit yang Rusak,
dan ke Unit Barang dalam Proses Akhir.

C. Metode Rata-rata Tertimbang dan Kerusakan


Panel A, menyajikan langkah 1 dan 2 untuk menghitung unit ekuivalen dari pekerjaan
yang dilakukan hingga tanggal tersebut dan mencangkup perhitungan unit ekuivalen dari
kerusakan normal dan abnormal. Panel B, menyajikan langkah 3,4 dan 5 ( yang semuanya
disebut neraca lajur biaya produksi ).
Langkah 3 menyajikan perhitungkan biaya per unit ekuivalen dengan menggunakan
metode rata-rata tertimbang. Langkah 4, mengikhtisarkan total biaya yang akan
diperhitungkan. Langkah 5, membebankan biaya ke unit yang telah selesai, unit yang
mengalami kerusakan normal dan abnormal, serta persediaan akhir dengan mengalikan unit
ekuivalen yang dihitung pada langkah 2 dengan biaya per unit ekuivalen yang dihitung pada
langkah 3.

Panel A

(Langkah 1) (Langkah 2)
Unit Ekuivalen
Bahan Biaya
Arus Produksi Unit Fisik Langsung Konversi
Barang dalam proses, awal 1.500
Dimulai selama periode berjalan 8.500
Akan diperhitungkan 10.000
Unit yang baik yang telah selesai dan ditransfer keluar
selama periode berjalan: 7.000 7.000 7.000
a
Kerusakan normal 700
(700 x 100%; 700 x 100%) 700 700
Kerusakan abnormalb 300
(300 x 100%; 300 x 100%) 300 300
Barang dalam proses, akhirc 2.000
(2000 x 100%; 2000 x 50%) 2.000 1.000
Diperhitungkan 10.000
Pekerjaan yang dilakukan hingga tanggal tersebut 10.000 9.000

a
Kerusakan normal adalah 10% dari unit yang baik yang ditransfer keluar: 10% x 7.000 = 700 unit.
Tingkat penyelesaian kerusakan normal di departemen ini: bahan langsung, 100%; biaya konversi, 100%.
b
Kerusakan abnormal = Total kerusakan - Kerusakan normal = 1.000 - 700 = 300 unit.
Tingkat penyelesaian kerusakan abnormal di departemen ini: bahan langsung, 100%; biaya konversi, 100%.
c
Tingkat penyelesaian di departemen ini : bahan langsung, 100%; biaya konversi, 50%.
Panel B

Total Biaya
Produksi Bahan Langsung Biaya Konversi
(Langkah 3) Barang dalam proses, awal $21.000 $12.000 $9.000
Biaya yang ditambahkan selama periode berjalan 165.500 76.500 89.100
Biaya yang dikeluarkan hingga tanggal tersebut $88.500 $98.100
Dibagi dengan unit ekuivalen dari pekerjaan yang
dilakukan hingga tanggal tersebut ÷ 10.000 ÷ 9.000
Biaya per unit ekuivalen $8,85 $10,90
(Langkah 4) Total biaya yang akan diperhitungkan $186.600
(Langkah 5) Pembebanan biaya:
Unit yang baik yang telah selesai dan ditransfer keluar
(7.000 unit)
Biaya sebelum menambahkan kerusakan normal $138.250 (7.000 x $8,85) + (7.000 x $10,90)
Kerusakan normal (700 unit) 13.825 (700 x $8,85) + (700 x $10,90)
Total biaya unit yang baik yang telah selesai dan
(A) ditransfer keluar 152.075
(B) Kerusakan abnormal (300 unit) 5.925 (300 x $8,85) + (300 x $10,90)
(C) Barang dalam proses, akhir (2.000 unit) 28.600 (2.000 x $8,85) + (1.000 x $10,90)
(A) + (B) + (C) Total biaya yang akan diperhitungkan $186.600

D. Metode FIFO dan Kerusakan


Panel A, menyajikan langkah 1 dan 2 dengan menggunakan metode FIFO, yang
berfokus pada unit ekuivalen dari pekerjaan yang dilakukan selama periode berjalan. Panel
B, menyajikan langkah 3,4 dan 5. Perhatikan bagaimana ketika membebankan biaya, metode
FIFO mempertahankan biaya barang dalam proses awal tetap terpisah dan berbeda dengan
biaya pekerjaan yang dilakukan selama periode berjalan. Semua biaya kerusakan
diasumsikan terkait dengan unit yang diselesaikan selama periode ini dengan menggunakan
biaya per unit periode berjalan.
Panel A

(Langkah 1) (Langkah 2)
Unit Ekuivalen
Bahan Biaya
Arus Produksi Unit Fisik Langsung Konversi
Barang dalam proses, awal 1.500
Dimulai selama periode berjalan 8.500
Akan diperhitungkan 10.000
Unit yang baik yang telah selesai dan ditransfer keluar selama
periode berjalan:
a
Dari barang dalam proses awal 1.500
[1.500 x (100% - 100%); 1.500 x (100% - 60%)] 0 600
Dimulai dan diselesaikan b
5.500
(5.500 x 100%; 5.500 x 100%) 5.500 5.500
c
Kerusakan normal 700
(700 x 100%; 700 x 100%) 700 700
Kerusakan abnormald 300
(300 x 100%; 300 x 100%) 300 300
Barang dalam proses, akhire 2.000
(2000 x 100%; 2000 x 50%) 2.000 1.000
Diperhitungkan 10.000
Pekerjaan yang dilakukan hingga tanggal tersebut 8.500 8.100

a
Tingkat penyelesaian di departemen ini: bahan langsung, 100%; biaya konversi, 60%.
b
7.000 unit fisik yang telah selesai dan ditransfer keluar dikurangi 1.500 unit fisik yang telah selesai dan ditransfer
keluar dari persediaan awal barang dalam proses.
c
Kerusakan normal adalah 10% dari unit yang baik yang ditransfer keluar: 10% x 7.000 = 700 unit.
Tingkat penyelesaian kerusakan normal di departemen ini: bahan langsung, 100%; biaya konversi, 100%.
d
Kerusakan abnormal = Total kerusakan - Kerusakan normal = 1.000 - 700 = 300 unit.
Tingkat penyelesaian kerusakan abnormal di departemen ini: bahan langsung, 100%; biaya konversi, 100%.
e
Tingkat penyelesaian di departemen ini : bahan langsung, 100%; biaya konversi, 50%.
Panel B

Total Biaya Bahan Biaya


Produksi Langsung Konversi
(Langkah 3) Barang dalam proses, awal $21.000
Biaya yang ditambahkan selama periode berjalan 165.500 $76.500 $89.100
Dibagi unit ekuivalen dari pekerjaan yang dilakukan selama periode
berjalan ÷ 8.500 ÷ 8.100
Biaya per unit ekuivalen $ 9 $ 11
(Langkah 4) Total biaya yang akan diperhitungkan $186.600
(Langkah 5) Pembebanan biaya:
Unit yang baik yang telah selesai dan ditransfer keluar (7.000 unit)
Barang dalam proses, awal (1.500 unit) $ 21.000
Biaya yang ditambahkan selama periode berjalan 6.600 (0 x $9) + (600 x $11)
Total persediaan awal sebelum kerusakan normal 27.600
Dimulai dan diselesaikan sebelum menambahkan kerusakan normal
(5.500 unit) 110.000 (5.500x $9) + (5.500 x $11)
Kerusakan normal (700 unit) 14.000 (700 x $9) + (700 x $11)
(A) Total biaya unit yang baik yang telah selesai dan ditransfer keluar 151.600
(B) Kerusakan abnormal (300 unit) 6.000 (300 x $9) + (300 x $11)
(C) Barang dalam proses, akhir (2.000 unit) 29.000 (2.000 x $9) + (1.000 x $11)
(A) + (B) + (C) Total biaya yang akan diperhitungkan $ 186.600

E. Metode Kalkulasi Biaya Standar dan Kerusakan


Metode kalkulasi biaya standar menyederhanakan perhitungan kerusakan normal dan
abnormal.Metode kalkulasi biaya standar tidak memerlukan perhitungan biaya unit
ekuivalen, sehingga metode tersebut menyederhanakan kalkulasi biaya proses.
Panel A, menyajikan langkah 1 dan 2 dalam menghitung unit fisik dan unit ekuivalen.
Langkah langkah tersebut sama seperti pada metode FIFO. Panel B, menyajikan langkah 3,4
dan 5.
Langkah 3, biaya per unit ekuivalen merupakan biaya standard: $8,50 per unit untuk
bahan langsung dan $10,50 per unit untuk biaya konversi. Metode kalkulasi biaya standar
tidak memerlukan perhitungkan biaya unit ekuivalen, sehingga metode tersebut
menyederhanakan kalkulasi biaya proses. Langkah 4 ditetapkan pada biaya standar, sehingga
biaya tersebut berbeda dengan biaya yang akan diperhitungkan menurut metode rata-rata
tertimbang dan FIFO, yang ditetapkan pada biaya actual. Langkah 5, membebankan biaya
standar ke unit yang telah selesai, ke kerusakan abnormal dan ke persediaan akhir barang
dalam proses.
Panel B

Total Biaya
Produksi Bahan Langsung Biaya Konversi
(Langkah 3) Biaya standar per unit ekuivalen $ 19,00 $ 8,50 $ 10,50
Barang dalam proses, awal $ 22.200 $76.500 $89.100
Biaya yang ditambahkan selama periode berjalan pada
harga standar 157.300 (8.500 x $8,50) + (8.100 x $10,50)
(Langkah 4) Total biaya yang akan diperhitungkan $186.600
(Langkah 5) Pembebanan biaya pada biaya standar:
Unit yang baik yang telah selesai dan ditransfer keluar
(7.000 unit)
Barang dalam proses, awal (1.500 unit) $22.200
Biaya yang ditambahkan selama periode berjalan 6.300 (0 x $8,50) + (600 x $10,50)
Total persediaan awal sebelum kerusakan normal 28.500
Dimulai dan diselesaikan sebelum menambahkan
kerusakan normal (5.500 unit) 104.500 (5.500x $8,50) + (5.500 x $10,50)
Kerusakan normal (700 unit) 13.300 (700 x $8,50) + (700 x $10,50)
Total biaya unit yang baik yang telah selesai dan
(A) ditransfer keluar 146.300
(B) Kerusakan abnormal (300 unit) 5.700 (300 x $8,50) + (300 x $10,50)
(C) Barang dalam proses, akhir (2.000 unit) 27.500 (2.000 x $8,50) + (1.000 x $10,50)
(A) + (B) + (C) Total biaya yang akan diperhitungkan $ 179.500

Ayat Jurnal
Ayat jurnal untuk mentransfer unit baik yang telah selesai ke barang jadi dan untuk
mengakui kerugian dari kerusakan abnormal.

Titik Inspeksi dan Pengalokasian Biaya Kerusakan Normal

Biaya unit yang rusak diasumsikan sama dengan semua biaya yang dikeluarkan ketika
membuat unit yang rusak hingga titik inspeksi. Apabila barang yang rusak memiliki nilai
pelepasan, biaya bersih kerusakan dihitung dengan mengurangi nilai pelepasan dari biaya
barang yang rusak yang telah terakumulasi hingga titik inspeksi. Biaya per unit kerusakan
normal dan abnormal akan berjumlah sama apabila keduanya dideteksi pada titik inspeksi
yang sama.
F. Kalkulasi Biaya Pekerjaan dan Kerusakan
Konsep kerusakan normal dan abnormal juga dapat diterapkan pada sistem kalkulasi
biaya pekerjaan (job costing). Kerusakan abnormal diidentifikasi secara terpisah sehingga
perusahaan dapat berusaha mengeliminasinya sama sekali. Ketika membebankan biaya,
umumnya sistem kalkulasi biaya pekerjaan membedakan kerusakan normal yang disebabkan
oleh pekerjaan tertentu dengan kerusakan normal yang umum terjadi pada semua pekerjaan.

Kerusakan normal yang disebabkan oleh pekerjaan tertentu. Ketika terjadi kerusakan
normal yang disebabkan oleh spesifikasi pekerjaan tertentu, pekerjaan tersebut menanggung
biaya kerusakan dikurangi nilai pelepasan kerusakan. Ayat jurnal untuk mengakui nilai
pelepasan adalah:

Pengendalian Bahan (barang yang rusak pada nilai pelepasan bersih saat ini) xxx
Pengendalian Barang dalam Proses (pekerjaan tertentu) xxx

Kerusakan normal yang umum terjadi di semua pekerjaan. Ayat jurnalnya adalah:

Pengendalian Bahan (barang yang rusak pada nilai pelepasan bersih saat ini) xxx
Pengendalian Overhead Manufaktur (kerusakan normal) xxx
Pengendalian Barang dalam Proses (pekerjaan tertentu) xxx

Jika kerusakan normal sudah biasa terjadi pada semua pekerjaan, tingkat overhead
manufaktur yang dianggarkan akan mencakup provisi untuk biaya kerusakan normal. Biaya
kerusakan normal tersebar, melalui alokasi overhead, di semua pekerjaan dan bukan
dialokasikan ke pekerjaan tertentu.

Kerusakan abnormal. Jika kerusakan bersifat abnormal, kerugian bersih akan dibebankan
ke akun Kerugian dan Kerusakan Abnormal. Tidak seperti biaya kerusakan normal, biaya
kerusakan abnormal tidak dimasukkan sebagai bagian dari biaya unit yang baik yang
diproduksi.

Pengendalian Bahan (barang yang rusak pada nilai pelepasan bersih saat ini) xxx
Kerugian dari Kerusakan Abnormal xxx
Pengendalian Barang dalam Proses (pekerjaan tertentu) xxx

G. Kalkulasi Biaya Pekerjaan dan Pengerjaan Ulang


Pengerjaan ulang adalah unit produksi yang diinspeksi, ditentukan sebagai tidak dapat
diterima, diperbaiki, dan dijual sebagai barang jadi yang dapat diterima. Kita sekali lagi akan
membedakan (1) pengerjaan normal yang dapat diatribusikan dengan pekerjaan tertentu, (2)
pengerjaan ulang normal yang umum pada semua pekerjaan, dan (3) pengerjaan ulang
abnormal.
Pengerjaan ulang normal yang dapat diatribusikan dengan pekerjaan tertentu. Jika
pengerjaan ulang bersifat normal tetapi terjadi akibat persyaratan dari pekerjaan tertentu,
biaya pengerjaan ulang akan dibebankan ke pekerjaan tersebut.

Pengendalian Barang dalam Proses (pekerjaan tertentu) xxx


Pengendalian Bahan xxx
Pengendalian Utang Upah xxx
Overhead Manufaktur yang Dialokasikan xxx

Pengerjaan ulang normal yang umum pada semua pekerjaan. Jika pengerjaan ulang
merupakan hal yang normal dan tidak dapat diatribusikan dengan pekerjaan tertentu, biaya
pengerjaan ulang akan dibebankan ke overhead manufaktur dan disebarkan, melalui alokasi
overhead, ke semua pekerjaan.

Pengendalian Overhead Manufaktur (biaya pengerjaan ulang) xxx


Pengendalian Bahan xxx
Pengendalian Utang Upah xxx
Overhead Manufaktur yang Dialokasikan xxx

Pengerjaan ulang abnormal. Jika pengerjaan ulang bersifat abnormal, hal tersebut akan
dicatat dengan membebankan pengerjaan ulang abnormal ke akun kerugian.

Kerugian dari Pengerjaan Ulang Abnormal xxx


Pengendalian Bahan xxx
Pengendalian Utang Upah xxx
Overhead Manufaktur yang Dialokasikan xxx

H. Akuntansi untuk Barang Rongsokan


Barang rongsokan (scrap) adalah bahan residu yang berasal dari pembuatan suatu
produk; barang rongsokan memiliki total nilai jual yang rendah dibandingkan dengan total
nilai jual produk. Ada dua aspek akuntansi untuk barang rongsokan:
1. Perencanaan dan pengendalian, yang mencakup penelusuran fisik.
2. Kalkulasi biaya persediaan, yang mencakup kapan dan bagaimana barang rongsokan
mempengaruhi laba operasi.

Mengakui Barang Rongsokan pada Saat Penjualan


Apabila nilai barang rongsokan tidak material, tugas akuntansi yang paling sederhana
adalah mencatat kuantitas fisik barang rongsokan yang dikembalikan ke gudang dan
memandang penjualan barang rongsokan sebagai pos terpisah dalam laporan laba rugi. Satu-
satunya ayat jurnal adalah:

Penjualan barang rongsokan: Kas atau Piutang Usaha xxx


Pendapatan Barang Rongsokan xxx
Apabila nilai uang barang rongsokan berjumlah material dan barang rongsokan itu
dapat dijual dengan segera setelah diproduksi, akuntansinya bergantung pada apakah barang
rongsokan tersebut dapat diatribusikan dengan pekerjaan tertentu atau merupakan hal yang
umum pada semua pekerjaan.

Barang rongsokan yang dapat diatribusikan dengan pekerjaan tertentu. Sistem


kalkulasi biaya pekerjaan kadang-kadang menelusuri pendapatan barang rongsokan ke
pekerjaan yang menghasilkan barang rongsokan itu. Metode ini hanya akan digunakan
apabila penelusuran dapat dilakukan dengan cara yang seekonomis mungkin.

Barang rongsokan yang Tidak ada ayat jurnal.


dikembalikan ke gudang: [Catatan mengenai kuantitas yang diterima
dan pekerjaan terkait yang dimasukkan dalam
catatan persediaan]

Penjualan barang rongsokan Kas atau Piutang Usaha xxx


Pengendalian Barang dalam Proses xxx
Posting yang dilakukan ke catatan biaya
pekerjaan tertentu.

Barang rongsokan yang umum pada semua pekerjaan. Ayat jurnal dalam kasus ini
adalah:

Barang rongsokan yang Tidak ada ayat jurnal.


dikembalikan ke gudang: [Catatan mengenai kuantitas yang diterima
dan pekerjaan terkait yang dimasukkan dalam
catatan persediaan]

Penjualan barang rongsokan Kas atau Piutang Usaha xxx


Pengendalian Overhead Manufaktur xxx
Posting yang dilakukan ke buku besar
pembantu—kolom “Penjualan Barang Rongsokan”
pada catatan biaya departemen.

Mengakui Barang Rongsokan pada Saat Produksi


Dalam situasi ini, perusahaan membebankan biaya persediaan ke barang rongsokan
menurut estimasi konservatif atas nilai realisasi bersihnya sehingga biaya produksi dan
pendapatan barang rongsokan yang terkait diakui pada periode akuntansi yang sama.
Beberapa perusahaan cenderung menunda penjualan barang rongsokan hingga harga pasar
dianggap menguntungkan.

Barang rongsokan yang dapat diatribusikan dengan pekerjaan tertentu. Ayat jurnal:
Barang rongsokan yang Pengendalian Bahan xxx
dikembalikan ke gudang: Pengendalian Barang dalam Proses xxx

Barang rongsokan yang umum pada semua pekerjaan. Ayat jurnal:

Barang rongsokan yang Pengendalian Bahan xxx


dikembalikan ke gudang: Pengendalian Overhead Manufaktur xxx

Amati bahwa akun Pengendalian Bahan didebet di Kas atau Piutang Usaha. Ketika
barang rongsokan dijual, ayat jurnalnya adalah:

Penjualan barang rongsokan Kas atau Piutang Usaha xxx


Pengendalian Bahan xxx

Barang rongsokan kadang-kadang digunakan kembali sebagai bahan langsung dan


bukan dijual sebagai barang rongsokan. Akuntansi untuk barang rongsokan menurut
kalkulasi biaya proses sama seperti akuntansi menurut kalkulasi biaya pekerjaan apabila
barang rongsokan merupakan hal yang umum pada semua pekerjaan.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kerusakan adalah unit produksi baik yang telah selesai seluruhnya atau yang baru
selelsai sebagian yang tidak memenuhi spesifikasi yang diminta oleh pelanggan dan akan
dibuang atau dijual dengan harga yang lebih rendah. Pengerjaan ulang adalah unit produksi
yang tidak memenuhi spesifikasi yang diminta oleh pelanggan tetapi kemudian diperbaiki
dan dijual sebagai unit barang jadi. Barang rongsokan adalah bahan residu yang berasal dari
pembuatan suatu produk.
Ada dua jenis kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan normal dan kerusakan abnormal.
Selain itu, terdapat lima langkah kalkulasi biaya proses untuk metode rata-rata tertimbang,
metode FIFO, dan metode kalkulasi biaya standar. Ketika membebankan biaya, pada
umumnya sistem kalkulasi biaya pekerjaan membebankan kerusakan normal yang
disebabkan oleh pekerjaan tertentu dengan kerusakan normal yang umum terjadi pada semua
pekerjaan. Selanjutnya, terdapat kalkulasi biaya pekerjaan dan pengerjaan ulang. Yang mana
pengerjaan ulang adalah unit produksi yang diinspeksi, ditentukan sebagai tidak dapat
diterima, diperbaiki, dan dijual sebagai barang jadi yang dapat diterima.
Terdapat juga akuntansi untuk barang rongsokan. Barang rongsokan adalah bahan
residu yang berasal dari pembuatan suatu produk, barang rongsokan memiliki total nilai jual
yang rendah dibandingkan dengan total nilai jual produk. Akuntansi untuk barang rongsokan
menurut kalkulasi biaya proses sama halnya seperti akuntansi menurut kalkulasi biaya
pekerjaan apabila pada semua pekerjaan merupakan hal yang umum terhadap barang
rongsokan.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis lebih mengetahui tentang perancangan produk
yang memperhatikan kerusakan, pengerjaan ulang, dan barang sisanya. Maka dari itu, penulis
menyarankan kepada para pembaca agar bisa mengelola dan memperhatikan kerusakan,
pengerjaan ulang, dan barang rongsokan pada produk yang dibuat karena hal tersebut
merupakan salah satu tantangan bagi banyak perusahaan. Terutama untuk para manajer agar
bisa semakin berfokus pada upaya memperbaiki kualitas dan mengurangi kecacatan produk.
DAFTAR PUSTAKA

Horngren, Charles T, Srikant M. Datar, George Foster. 2008. Akuntansi Biaya, Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai