Anda di halaman 1dari 9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna


Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA). DIPA berlaku untuk 1 (satu) tahun anggaran
dan memuat informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan
bagi satuan kerja (satker) dan dasar pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara
(BUN)/Kuasa BUN. Pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh
dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggungjawabkan.

2.2 Fungsi DIPA

Fungsi DIPA adalah sebagai berikut:


 Dasar pelaksanaan kegiatan bagi satker;
 Dasar pencairan dana pengesahan bagi BUN/Kuasa BUN; dan
 Alat pengendali, pelaksanaan, pelaporan, pengawasan APBN, dan perangkat akuntansi
pemerintah.
Selain itu DIPA juga berfungsi sebagai alat pengendali, pelaksanaan, pelaporan,
pengawasan APBN, dan perangkat akuntansi pemerintah. Di samping itu, dalam rangka
memfasilitasi pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, DIPA juga merupakan sarana
penuangan anggaran terkait dengan strategi-strategi pembangunan nasional.

2.3 Jenis-Jenis Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, DIPA dapat dikelompokkan menjadi


dua, yaitu:
A. DIPA BA K/L
Untuk DIPA BA K/L, DIPA yang disusun oleh PA terdiri atas:
1) DIPA Induk, adalah akumulasi dari DIPA per satker yan disusun oleh PA menurut unit
eselon I K/L yang memiliki alokasi anggaran (porto folio); dan

3
2) DIPA Petikan, adalah DIPA per satker yang dicetak secara otomatis melalui sistem, yang
berisi mengenai informasi Kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan
perkiraan penerimaan, dan catatan, yang berfungsi sebagai dasar dalam pelaksanaan
kegiatan satuan kerja. DIPA Petikan merupakan DIPA satker-satker yang berada di
bawah unit eselon I K/L. Secara prinsip satu DIPA Petikan untuk satu satker, sehingga
dalam hal sebuah satker mendapat alokasi anggaran yang berasal dari beberapa unit
eselon I K/L, maka akan mengelola beberapa DIPA Petikan. Selanjutnya DIPA Petikan
dapat dikategorikan menjadi:
1) DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat (KP), yaitu DIPA yang dikelola oleh Satker
Pusat/KP suatu K/L, termasuk di dalamnya DIPA Satker Badan Layanan Umum
(BLU) pada KP, dan DIPA Satker Non Vertikal Tertentu (SNVT) .
2) DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah (KD) , yaitu DIPA yang dikelola oleh Kantor
/Instansi Vertikal K/L di daerah, termasuk di dalamnya untuk DIPA Satker BLU di
daerah
3) DIPA Dana Dekonsentrasi, yaitu DIP.A dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi,
yang dikelola oleh (Satuan Kerja Perangkat Daerah) SKPD Provinsi yang ditunjuk
oleh Gubernur.
4) DIPA Tugas Pembantuan, yaitu DIPA dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan,
yang dikelola oleh SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga yang memberi tugas pembantu.
5) DIPA Urusan Bersama, yaitu DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran K/L
dalam rangka pelaksanaan urusan bersama, yang pelaksanaannya dilakukan oleh
SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh menterijpimpinan lembaga
berdasarkan usulan kepala daerah

B. DIPA BA BUN
DIPA BA BUN hanya terdiri atas DIPA BUN, yang merupakaN DIPA per satker dalam
sub BA BUN dan dicetak secara otomatis melalui sistem, yang berisi mengenai informasi
kinerja, rincian pengeluaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan catatan,
yang berfungsi sebagai dasar dala pelaksanaan kegiatan satker (sejenis dengan DIPA Petikan
K/L).

4
DIPA BA BUN disusun oleh KPA BUN, dan ditandatangani oleh pemimpin PPA BUN
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, untuk selanjutnya disahkan oleh Menteri Keuangan.
PPA BUN merupakan unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki
tugas dan fungsi sesuai dengan karakeristik BA BUN. Selanjutnya DIPA BA BUN dapat
dikelompokkan menjadi:
1) DIPA Utang dan Belanja Hibah. DIPA Utang dan Belanja Hibah adalah DIPA yang
memuat rencana kerja dan rincian penggunaan anggaran untuk keperluan pengelolaan
utang pemerintah yang alokasi anggarannya bersumber dari BA 999.01 (Pengelolaan
Utang Pemerintah) dan untuk keperluan belanja hibah yang alokasi anggarannya
bersumber dari BA 999.02 (Pengelolaan Hibah).
2) DIPA Investasi Pemerintah dan Penerusan Pinjaman. DIPA Investasi Pemerintah dan
Penerusan Pinjaman adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan rincian penggunaan
anggaran untuk keperluan pembiayaan Investasi Pemerintah yang alokasi anggarannya
bersumber dari BA 999.03 (Pengelolaan Investasi Pemerintah) dan pembiayaan
Penerusan Pinjaman baik dalam negeri maupun luar negeri, yang bersumber dari BA
999.04 (Pengelolaan Penerusan Pinjaman). DIPA Investasi Pemerintah dan Penerusan
Pinjaman terdiri atas:
a) Pusat Investasi Pemerintah;
b) Penyertaan Modal Negara;
c) Dana Bergulir;
d) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional; dan
e) Penerusan Pinjaman yang terdiri atas:
 Penerusan Pinjaman kepada BUMN/BUMD; dan
 Penerusan Pinjaman kepada Pemerintah Daerah.
3) DIPA Transfer ke Daerah dan Dana Desa. DIPA Transfer ke Daerah dan Dana Desa
adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan rincian penggunaan dana perimbangan,
dana otonomi khusus, dana keistimewaan DIY, dana transfer lainnya, dan dana desa yang
diserahkan kepada Daerah bersumber dari BA 999.05 (Pengelolaan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa).
4) DIPA Subsidi dan Pengelolaan Belanja Lainnya. DIPA Subsidi dan Pengelolaan Belanja
Lainnya adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran untuk alokasi anggaran

5
yang bersumber dari BA 999.07 (Pengelolaan Belanja Subsidi) dan BA 999.08
(Pengelolaan Belanja Lainnya).
5) DIPA Pengelolaan Transaksi Khusus. DIPA Pengelolaan Transaksi Khusus (999.99)
adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran untuk alokasi anggaranyang
bersumber dari BA 999.99 (Pengelolaan Transaksi Khusus).

2.4 Bahan Penyusunan DIPA

Dokumen yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan DIPA, yaitu:


1) Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. Peraturan Presiden mengenai rincian APBN
merupakan dasar penyusunan DIPA baik untuk DIPA Induk maupun untuk DIPA Petikan.
Dalam Peraturan Presiden tersebut, paling sedikit memuat Alokasi Anggaran K/L untuk
masingmasing Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (BA K/L), unit eselon I,
fungsi, program, dan kegiatan.
2) DHP RKA-K/L yang telah ditetapkan oleh Direktur Anggaran di lingkungan Direktorat
Jenderal Anggaran DHP RKA-K/L menjadi dasar pencocokkan DIPA untuk memastikan
bahwa DIPA yang diajukan oleh PA telah sesuai dengan RKA-K/L yang disepakati pada
saat penelaahan dengan Direktorat Jenderal Anggaran dan telah mendapat persetujuan DPR-
RI.
3) Bagan Akun Standar (BAS), Penyusunan DIPA harus memperhatikan kaidah dalam BAS
untuk memastikan bahwa rencana kerja telah dituangkan sesuai dengan standar kode dan
uraian yang diatur dalam ketentuan mengenai akuntansi pemerintahan.

2.5 Format DIPA

Berikut ini adalah format umum DIPA, yang terdiri dari 4 halaman, yaitu:
1. Surat pengesahan DIPA (SP DIPA), berisi informasi mengenai hal – hal yang disahkan dari
DIPA dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB
atas nama Menteri Keuangan.
2. DIPA halaman I (Umum), terdiri dari halaman IA dan halaman IB. Halaman IA memuat
informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja. Halaman IB memuat informasi umum

6
tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta indikator keluaran untuk masing-
masing kegiatan.
3. DIPA halaman II, berisi informasi setiap satuan kerja, uraian kegiatan / sub kegiatan beserta
volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada masing-masing belanja yang
dicerminkan dalam mata anggaran keluaran. Rincian halaman II untuk masing-masing DIPA
adalah sebagai berikut :
1. DIPA kementerian negara/lembaga, meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja
modal, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.
2. DIPA perimbangan keuangan negara, meliputi belanja daerah dana alokasi umum,
belanja daerah dana alokasi khusus, belanja daerah dana bagi hasil, belanja daerah
dana penyesuaian, dan belanja daerah dana otonomi khusus.
3. DIPA pembayaran bunga utang dan hibah, meliputi belanja bunga utang dalam
negeri, belanja bunga utang luar negeri, Penerusan pinjaman dan belanja hibah.
4. DIPA subsidi dan transfer berisi belanja subsidi.
5. DIPA pembiayaan, meliputi pembiayaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri,
penerusan pinjaman dan penyertaan modal pemerintah.
4. DIPA halaman III, berisi informasi tentang rencana penarikan dana dan penerimaan negara
bukan pajak yang menjadi tanggungjawab setiap satuan kerja. Dalam hal pencantuman angka
rencana penarikan pengeluaran pada halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja, satuan
kerja perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan pengeluaran per bulan adalah seperdua
belas dari pagu gaji satu tahun;
2. Untuk belanja barang dan modal, agar memperhatikan kebutuhan berdasarkan
rencana penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang meliputi
rencana penarikan uang persediaan dan rencana penarikan langsung untuk setiap
bulan.
5. DIPA halaman IV, berisi catatan-catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi perhatian oleh
pelaksana kegiatan.

7
2.6 Tata Cara Penyusunan DIPA

Tata cara penyusunan DIPA terdiri atas penyusunan DIPA Induk K/L, penyusunan DIPA
Petikan, dan penyusunan DIPA BA BUN.

A. Penyusunan DIPA Induk K/L


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun DIPA Induk K/L, yaitu:
a. DIPA Induk disusun menggunakan data yang berasal dari RKA eselon I yang telah
mendapat persetujuan DPR-RI dan disesuaikan dengan Alokasi Anggaran K/L, telah
ditelaah antara K/L dan Direktorat Jenderal Anggaran serta ditetapkan dalam Peraturan
Presiden mengenai Rincian APBN.
b. DIPA Induk disusun per unit eselon I dan program. Dalam hal unit eselon I mengelola
lebih dari satu program maka DIPA Induk yang disusun memuat seluruh program yang
menjadi tanggung jawabnya.
c. Dalam rangka penyusunan DIPA Induk, PA dapat menunjuk dan menetapkan Sekretaris
Jenderal/ Sekretaris Utama/ Sekretaris, atau pejabat eselon I , atau pejabat lainnya sebagai
penanggung jawab program dan memiliki alokasi anggaran (portofolio) pada bagian
anggaran, sebagai pejabat penanda tangan DIPA atas nama Menteri/Pimpinan Lembaga.
d. Pejabat penanda tangan DIPA Induk meneliti kebenaran substansi DIPA Induk yang
disusun berdasarkan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN.
e. DIPA Induk yang telah ditandatangani kemudian disampaikan kepada Direktur Jenderal
Anggaran untuk mendapat pengesahan.
f. DIPA Induk dicetak:
1) sebelum tahun anggaran berjalan (DIPA awal) ; dan
2) pada tahun anggaran berjalan, apabila terdapat APBN Perubahan, K/L baru (dengan
kode BA baru) , atau terdapat unit organisasi baru (dengan kode eselon I baru).

B. Penyusunan DIPA Petikan


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun DIPA Petikan, yaitu:
a. DIPA Petikan disusun menggunakan data yang berasal dari RKA Satker yang telah
mendapat persetujuan DPR-RI dan disesuaikan dengan Alokasi Anggaran K/L, telah
ditelaah antara K/L dan Direktorat Jenderal Anggaran serta ditetapkan dalam Peraturan
Presiden mengenai Rincian APBN;

8
b. DIPA Petikan merupakan penjabaran dari DIPA Induk untuk masing-masing satker.
Dalam hal satker mengelola lebih dari satu program dan berasal dari satu unit eselon I ,
maka DIPA Petikan yang disusun memuat seluruh program yang menjadi tanggung
jawabnya; dan
c. DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem dan dilengkapi dengan kode
pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan pengesahan (otentifikasi).

C. Penyusunan DIPA BA BUN


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun DIPA BA BUN:
a. DIPA BA BUN disusun menggunakan data yang berasal dari RDP BUN, Pengguna
Anggaran BUN dan Direktorat Jenderal Anggaran serta ditetapkan dalam DHP RDP
BUN yang ditandatangani oleh Direktur Anggaran III;
b. DIPA BA BUN ditandatangani oleh PPA sub BA BUN bersangkutan, yang selanjutnya
disampaikan kepada Menteri Keuangan Direktur Jenderal Anggaran untuk mendapatkan
pengesahan.

2.7 Pengesahan DIPA

Pengesahan DIPA pada prinsipnya merupakan penetapan oleh Menteri Keuangan atas
DIPA yang disusun oleh PA dan memuat pernyataan bahwa rencana kerja dan anggaran pada
DIPA berkenaan tersedia dananya dalam APBN dan menjadi dasar pembayaran/pencairan dana
oleh Kuasa BUN atas beban APBN.
Pengesahan DIPA bertujuan untuk menjamin bahwa alokasi anggaran dapat digunakan
secara sah untuk membayarkan rencana kerja sebagaimana tercantum dalam rincian penggunaan
anggaran dan menjadi dasar Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) selaku Kuasa
BUN mencairkan anggaran atas DIPA berkenaan.
Pengesahan DIPA dilakukan dengan penerbitan SP DIPA terdiri atas:
a. SP DIPA Induk, yaitu SP DIPA yang memuat alokasi anggaran menurut unit eselon I K/L.
SP DIPA Induk ditandatangani oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri
Keuangan dan dilengkapi kode pengaman berupa digital stamp; dan
b. SP DIPA Petikan, yaitu SP DIPA yang memuat alokasi anggaran untuk masing-masing
satker. SP DIPA Petikan dicetak secara otomatis dari sistem dan dilengkapi kode pengaman

9
berupa digital stamp yang juga berfungsi sebagai pengganti tanda tangan pengesahan
(otentifikasi).
c. SP DIPA BUN, yaitu DIPA BA BUN yang ditandatangani oleh PPA yang kemudian
disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan melalui
penandatanganan pada Surat Pengesahan DIPA BUN (SP DIPA BUN).
Penetapan SP DIPA Induk oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri
Keuangan, penerbitan SP DIPA Petikan, dan SP DIPA BUN dilakukan paling lambat bulan
Desember sebelum dimulainya tahun anggaran. Sedangkan terhadap DIPA yang diterima dari
PA pada tahun berjalan maka penetapan SP DIPA dilakukan pada tahun anggaran berjalan.

2.8 Pelaksanaan Anggaran

Pada pemerintah pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran/DIPA. Segera setelah suatu tahun anggaran dimulai (1 Januari), maka
DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada satuan-satuan kerja sebagai pengguna
anggaran pada Kementerian/Lembaga.
Seperti pada pemerintah pusat, pada pemerintah daerah juga harus menempuh cara yang
sama dengan sedikit tambahan prosedur. Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD
wajib menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DPA. Dengan demikian maka fleksibilitas
penggunaan anggaran diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun secara rinci menurut
klasifikasi organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja disertai indikator kinerja.
Dokumen ini disertai dengan rencana penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan apabila dari
kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas (pendapatan) juga
harus dilampirkan.
Jika DIPA bagi kementerian/lembaga telah dapat dijadikan dokumen untuk segera
melaksanakan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah masih diperlukan Surat
Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu dokumen yang menyatakan tersedianya dana
untuk melaksanakan kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang
diperlukan melaksanakan kegiatan sudah tersedia pada saat kegiatan berlangsung. Setelah DPA
dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya.

10
Selanjutnya atas pelaksanaan kegiatan oleh satuan kerja, ada dua sistem yang terkait
dengan pelaksanaan anggaran, yaitu sistem penerimaan dan sistem pembayaran.
1. Sistem Penerimaan
Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah
dan tidak diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan kerja yang melakukan
pemungutan (asas bruto). Oleh karena itu, penerimaan wajib disetor ke Rekening Kas Umum
selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan
pendapatan, Bendahara Umum Negara/Daerah (BUN/BUD) dapat membuka rekening
penerimaan pada bank. Bank yang bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan pendapatan
setiap sore hari ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah

2. Sistem Pembayaran
Dalam sistem pembayaran terdapat dua pihak yang terkait, yaitu Pengguna
Anggaran/Barang dan BUN/BUD. Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang
dilakukan secara langsung oleh BUN/BUD kepada yang berhak menerima pembayaran atau
lebih dikenal dengan sistem Langsung (LS). Pembayaran dengan sistem LS dilakukan untuk
belanja dengan nilai yang cukup besar atau di atas jumlah tertentu. Cara lainnya adalah
dengan menggunakan Uang Persediaan (UP) melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran
dengan UP dilakukan untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk
membiaya keperluan sehari-hari perkantoran.
Pelaksanaan anggaran dilakukan dengan mengikuti suatu sistem dan prosedur akuntansi.
Sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga hal, yaitu:
1. Untuk menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait
sehingga jelas pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka.
2. Untuk terselenggarakannya pengendalian intern dalam menghindari terjadinya
penyelewengan.
3. Untuk menghasilkan laporan keuangan pemerintah yang sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP)

11

Anda mungkin juga menyukai