PENDAHULUAN
1
2
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan kegiatan kerja praktik ini antara lain :
1. Mengamati situasi yang terdapat di lokasi penambangan PT Muara Alam
Sejahtera.
2. Mengetahui jenis-jenis alat gali-muat dan angkut yang digunakan PT Muara
Alam Sejahtera.
3. Memahami mekanisme penambangan yang ada di PT Muara Alam
Sejahtera.
proses digging, swing, dumping, swing, delay dan kembali lagi ke proses
digging.
f. Data Cycle Time Crushing Plant 3
Merupakan data yang menunjukan waktu edar dari direct dumping
menggunakan Dump Truck Scania dan Volvo FMX 440 mulai dari proses
mundur sampai dumping ke hopper, delay dan kembali lagi ke posisi siap
mundur pada truck selanjutnya.
g. Data Wheel Loader Cat 966H
Merupakan data yang menunjukan waktu edar dari alat gali muat dan
angkut menggunakan Wheel Loader Cat 966H, mulai dari proses digging,
muat, delay dan kembali lagi keproses digging.
4. Pengolahan data, pada tahap pengolahan data merupakan tahap dimana data
yang telah dikumpulkan baik berupa cycle time alat gali-muat dan alat
angkut. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui produktivitas alat.
5
6
BAB II
TINJAUAN UMUM DAN LANDASAN TEORI
Jarak dari stockpile Merapi ke stockpile Suka Cinta ±9 km. Batubara yang ada di
stockpile Suka Cinta akan diangkut ke stockpile Kertapati yang berjarak ±200 km
dengan menggunakan rangkaian kereta api yang diberi nama Batubara Rangkaian
Panjang (Babaranjang). Batubara yang berada di stockpile Kertapati akan
didistribusikan dan diangkut baik tujuan lokal ataupun luar negeri dengan
menggunakan kapal tongkang melalui jalur laut.
Struktur geologi pada lapisan batubara yang terdapat di daerah ini tidak
mendatar melainkan miring dengan besar dip batubara berkisar 20-400 ke arah
selatan dan strike ke arah timur (East) – barat (West). Jumlah seam batubara utama
di PT MAS ada 5 (lima) seam yaitu seam A1, A2, B1, B2 dan UP0. Pada lapisan
batubara ini juga tampak adanya struktur fault mayor yang tampak terutama di
block timur sehingga memotong lapisan batubara. Selain itu, pada seam batubara
juga dijumpai adanya peak atau disebut silicified coal, di mana peak ini tidak
diambil karena struktur batuan yang sangat keras dan berbahaya jika masuk pada
alat crusher dan juga dijumpai batuan NAF (non acid formed) yang dapat
digunakan sebagai bahan pengganti kapur pada saat penetralan air asam tambang
dan membantu pada saat reklamasi pasca tambang, NAF masih belum
dimanfaatkan oleh PT Muara Alam Sejahtera karena jumlahnya yang tidak begitu
banyak dan sulitnya pengambilannya karena relatif tipis.
Pada lapisan batubara terdapat sisipan berupa lempung dan laminasi
sepanjang seam batubara. Lapisan batubara di daerah Kuasa Pertambangan PT
Muara Alam Sejahtera di Lahat menurut Eddy RS (2001) merupakan bagian dari
daerah Talang Bulang yang ditutupi oleh 2 (dua) kelompok batuan yaitu Batuan
Kuarter dan Batuan Tersier.
1. Kelompok Batuan Kuarter
Kelompok ini diwakili oleh Formasi Kasai pada umur Pilosen dan pada
umur Holosen terbentuk Formasi Alluvium.
2. Kelompok Batuan Tersier
Kelompok Batuan Tersier terbentuk pada umur Miosen memiliki tiga bagian
yaitu Miosen Awal, Miosen Tengah, dan Miosen Akhir. Pada Miosen Awal
terbentuk Formasi Gumay, pada Miosen Tengah terbentuk Formasi Air Benakat
yang mengandung batuan karbonat (cangkang, moluska, foraminifera) artinya
pada Miosen Tengah terdapat laut dan juga mulai terbentuk Formasi muara ini,
sedangkan pada Miosen Akhir semua lapisan berasal dari Formasi Muara Enim
yang merupakan Formasi yang merupakan pembawa batubara.
Adapun jenis batuan penyusun Formasi batuan di PT Muara Alam Sejahtera
pada cekungan sumatera selatan daerah Talang Bulang (Eddy RS, 2001), antara
lain (Gambar 2.2) :
1. Formasi Gumay
10
Menurut Spruyt (1956) Formasi ini terdiri atas napal tufaan berwarna kelabu
cerah sampai kelabugelap. Terdapat lapisan-lapisan batupasir glaukonit yang
keras, tufa, breksi tufa, lempung serpih, dan lapisan tipis batugamping. Endapan
sedimen pada Formasi ini banyak mengandung Globigerina spp, dan napal yang
mengeras.
2. Formasi Air Benakat
Menurut Spruyt (1956), Formasi ini terdiri atas batupasir tufaan, lempung
tufaan yang berselang-seling dengan batugamping napalan. Ketebalan Formasi
berkisar antara 250-1550 m.
3. Formasi Muara Enim
Menurut Spruyt (1956), Formasi ini selaras di atas Formasi Air Benakat.
Formasi ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Formasi Muara Enim Miosen Tengah
Formasi ini terdiri atas batupasir hijau-biru, batulempung hijau, dan sisipan
batulanau, tebal 100-150 m dan terbentuk lapisan batubara merapi dan batubara
keladi.
b. Formasi Muara Enim Miosen Akhir (bagian awal)
Formasi ini terdiri atas perselingan batulempung coklat dan batupasir abu-
abu kehijauan, lapisan batubara dan kandungan tufa biotit terpudarkan, dengan
ketebalan 45-100 serta pada Formasi ini terbentuk lapisan batubara mangus,
batubara suban, dan batubara petai.
c. Formasi Muara Enim Miosen Akhir (bagian tengah)
Formasi ini terdiri atas perselingan batupasir abu-abu muda dan
batulempung abu-abu serta sisipan lapisan batubara, batulempung dan batupasir
memiliki nodul ironstone dengan rongga-rongga gas tebal 115-365 serta pada
Formasi ini terbentuk lapisan batubara.
d. Formasi Muara Enim Miosen Akhir (bagian tengah)
Formasi ini terdiri atas lempung hijau-biru, abu-abu, kaya material vulkanik,
sisipan batupasir, abu-abu hiaju dan putih, bebearapa lapisan bautubara dengan
ketebalan 100-240 m serta pada Formasi ini terbentuk lapisan batubara niru,
batubara babat, batubara enim, dan batubara kebon.
e. Formasi Kasai
11
Gambar 2.2 Formasi Batuan PT Muara Alam Sejahtera (Departemen Mining and
Engineering PT Muara Alam Sejahtera, 2015)
d. Keadaan Stratigrafi
Tim geologi PT Muara Alam Sejahtera menyimpulkan dari hasil
penyelidikan bahwa lapisan batubara yang berada pada daerah IUP PT
Muara Alam Sejahtera terbentuk dalam proses pengendapan fasies paludal
12
(rawa) hingga fasies channel dan menempati tepi barat bagian selatan
cekungan Sumatera Selatan sub-cekungan Palembang. Stratigrafi daerah PT
Muara Alam Sejahtera berdasarkan dokumen laporan eksplorasi stratigrafi
berada di Formasi kasai, Formasi Muara Enim, dan Formasi Air Benakat,
dan terbentuk mulai dari Zaman Miosen sampai Zaman Piosen. Lapisan
batubara ditemukan berada pada Formasi Muara Enim, Formasi Air
Benakat, Formasi Gumay, dan Formasi Alluvial. Adapun keadaan stratigrafi
di PT Muara Alam Sejahtera adalah sebagai berikut :
1) Lapisan Top Soil
Terdapat top soil dengan ketebalan berkisar 0,5-1 m, top soil terdiri atas akar
tumbuh-tumbuhan, unsur hara, dan tanah merah.
2) Lapisan Tanah Penutup (Overburden)
Overburden ini memiliki ketebalan bervariasi berkisar antara ±17 m, terdiri
atas sandstone, shalty coal, claystone, dan mudstone, terdapat pada
kedalaman ±3,5 m dari topsoil.
3) Lapisan Batubara
Lapisan batubara pada PT Muara Alam Sejahtera terdiri atas Lapisan
Batubara A1, Lapisan Interburden A1-A2, Lapisan Batubara A2, Lapisan
Interburden A2-B, Lapisan Interburden B-B1, Lapisan Interburden B-B1,
Lapisan Interburden B1-B2¸ Lapisan Batubara B2, dan Lapisan Batubara
UP0 ( Departemen Mining and Engineering PT Muara Alam Sejahtera).
a. Lapisan Batubara A1
Batubara A1 memiliki ketebalan berkisar ±7 m dan memiliki cabang seam
A1A dan A1B, yang kemudian A1A memiliki cabang A1AU dan A1AL, A1B
memiliki cabang A1BU dan A1BL, dan terakhir seam A1BL memilik dua cabang
lagi yaitu cabang A1BL1 dan A1BL2, terdapat di bawah lapisan Overburden.
B. Curah Hujan
Curah hujan tertinggi periode 2016 di daerah penambangan PT Muara Alam
Sejahtera terjadi pada bulan Februari, sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli
(Gambar 2.3)
15
Gambar 2.3 Curah Hujan PT Muara Alam Sejahtera Tahun 2016 (SH&E PT
Muara Alam Sejahtera, 2018)
Pembukaan Pembukaan
Hutan Tropis Padang Alang-
alang
Pilling/Stacking Bulldozer
1. Burning
Land Clearing Manual : Man Power
Menurut Tenriajeng (2003), pada proses pengerjaan lend clearing, hal yang
umum dilakukan adalah meliputi pekerjaan :
2. Underbrushing
Underbrushing adalahBulldozer
sebuah kegiatan
: Ploughyang lebih menjurus kepada
Harrowing Harrowing
pembabatan pepohonan yangAttch
berdiameter maksimum 30 cm dengan tujuan untuk
Harrow Atttch
mempermudah pelaksanaan penumbangan
Wheel Tractors pepohonan
: Idem yang lebih besar.
2. Felling/Cutting
Felling/Cutting adalah kegiatan penumbangan pepohonan yang berdiameter
lebih dari 30 cm. dalam spesifikasi pekerjaan yang tersedia, biasanya disebutkan
persyaratan-persyaratan tertentu, seperti misalnya pohon harus ditumbangkan
berikut tunggul (bonggolnya) dengan mengupayakan kerusakan top soil sekecil
23
mungkin, kayu-kayu yang produktif harus dipotong menjadi 2 atau 4 yang kelak
dapat dimanfaatkan bagi keperluan transmigran dan sebagainya.
3. Piling
Kegiatan pengumpulan kayu-kayu yang kemudian dikumpulkan menjadi
tumpukan-tumpukan kayu pada jarak tertentu. Perlu diperhatikan adanya jalur
tumpukan yang sesuai dengan arah angin.
4. Burning
Burning adalah pembakaran kayu kayu yang telah ditumbangkan dan cukup
kering, dengan tidak melalaikan kayu-kayu yang dimanfaatkan. Dalam spesifikasi
pekerjaan umumnya diharuskan abu sisa pembakaran desebar dengan rata untuk
menambah kesuburan tanah.
2. Pengupasan Tanah Pucuk (Topsoil)
Tanah pucuk memiliki warna yang cenderung gelap dan kehitam-hitaman,
tebalnya antara 10-30 cm. lapisan ini adalah lapisan tersubur, karena pada lapisan
ini mengandung bunga tanah atau humus. Lapisan tanah pucuk (topsoil) adalah
bagian yang optimum untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan. Segala komponen-
komponen tanah terdapat pada lapisan ini, yaitu mineral 45%, bahan organik 5%,
air antara 20-30% dan udara dalam tanah antara 20-30% (Gambar 3.3).
Dalam dunia pertambangan lapisan tanah pucuk sangat berguna untuk tahap
reklamasi. Menurut Finnel (1948) dalam Greb (1985) mendapatkan bahwa
kehilanagan tanah lapisan atas beberapa sentimeter dapat menurunkan
produktivitas sebesar 40% pada tanah subur dan 60% pada tanah tidak subur.
Menurut Munawar (1999) dalam Subowo (2011) mendapatkan bahwa tanah
lapisan atas lahan bekas penambangan batubara terbuka sangat heterogen dan
memiliki berat isi tinggi, total pori rendah, kandungan N dan P rendah, cadangan
Cad an Mg tinggi, dan populasi mikroba tanah rendah dibandingkan dengan tanah
hutan di sekitarnya (Tabel 3.2). Kegiatan pengupasan tanah pucuk ini dilakukan
pada kondisi berupa rona awal yang asli (belum pernah digali) dengan
menggunakan alat -alat mekanis berupa bulldozer, backhoe, dan truck.
Pengupasan top soil ini dilakukan sampai pada batas lapisan sub soil, yaitu pada
kedalaman di mana telah sampai di lapisan batuan penutup.
Tabel 3.2 Perbandingan Beberapa Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Lapisan
Atas (0-30 cm) Lahan Bekas Penambangan Batubara Sistem Terbuka
dan Tanah Hutan di Sekitarnya
24
I. Sifat fisik :
1. Berat isi (g/cm3)
1,48 1,06
2. Kerapatan jenis (g/cm3) 2,12 2,20
3. Total pori (%) 30,22 51,21
4. Ketahanan tanah (kg/m2) 3,69 0,97
25
3. Pengupasan Overburden
Overburden (OB) atau material penutup adalah batuan yang tidak
mengandung mineral berharga. Overburden pada tambang batubara merupakan
semua lapisan batuan selain batubara yang posisinya berada di atas lapisan
batubara pertama yang akan ditambang, sedangkan lapisan batuan yang dibatasi
oleh dua seam disebut interburden (IB) (Londong & Nurhakim, 2016).
Menurut Husanda (2012) untuk mendapatkan batubara terlebih dahulu
harus dilakukan pembongkaran overburden. Pengupasan dilakukan dengan cara
bertahap serta dibuat jenjang (bench) hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya longsoran akibat lereng yang terlalu tinggi. Namun sistematis dari total
material overburden ada juga terdapat batuan keras (hard rock). Di mana cara
pembongkarannya harus dilakuakan dengan cara meripping batuan.
Tujuan pengupasan overburden adalah untuk membuang material atau tanah
penutup di atas endapan bahan galian tambang sehingga hasil bahan galian
tambang dapat diambil dengan bersih tidak tercampur tanah atau pengotor
lainnya, mengurangi biaya pengolahan dan mempermudah kegiatan
penambangan.
26
bukan melebar kebawah. Hal ini penting agar konstruksi tanah pasca
penambangan stabil oleh adanya pemadatan alami setelah rekronstruksi.
Gambar 3.5 Aktivitas Pemuatan (Loading) Batubara dengan Truck Scania P310
(PT MAS, 2017)
Proses pemuatan material hasil galian dilakukan oleh alat muat (loading
equipment) seperti power shovel, back hoe, dragline, yang dimuatkan pada alat
angkut (Gambar 3.5 dan Gambar 3.6). Ukuran dan tipe alat muat yang dipakai
harus sesuai dengan kondisi lapangan dan keadaan alat angkutnya (Indinesianto,
2005).
Menurut Suseno (2009) dalam jurnal Teknologi Mineral dan Batubara vol. 5
No.3, Juli 2009, “Prasarana Transportasi merupakan salah satu yang terpenting
dalam mendukung perkembangan ekonomi suatu daerah, demikian pula halnya
bagi perusahaan pertambangan batubara.
Prinsip efisiensi, efektif dan ekonomis sangat erat dengan dunia usaha ini
yang berorientasi pada keuntungan.” Menurut Akbar (2012) Cara pengangkutan
batubara ke tempat batubara tersebut akan digunakan tergantung pada jaraknya.
Untuk jarak dekat, batubara umunya diangkut dengan menggunakan ban berjalan
atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batubara
diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang atau dengan alternatif
lain di mana batubara dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu dan
diangkut melalui jaringan pipa.
29
(a) (b)
Gambar 3.7 Aktivitas (a) Pengangkutan (Hauling) dan (b) Dumping di disposal
area (PT MAS, 2017)
A. Lunak – Kering
a. Top Soil 1. Rock Excavator
b. Silt 2. Power Shovel
3. Dragline
c. Lempung Pasiran
4. Bulldozer
d. Napal 5. Trailer Wheel Scrapper
e. Serpih
B. Sedang – Keras 1. Coal Cutter
a. 2. Coal Combine
Serpih Biru 3. Coal Plough
b. 4. Tunnel Machine
Serpih Tufaan (Tuffaceous Shale) 5. Mesin Bor (* Bahan Peledak)
c.
Batubara
3.5 Stockpile
Menurut Waryuningsih (2015) Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara
pengiriman dan proses, sebagai persediaan strategis terhadap gangguan yang
bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile juga berfungsi sebagai
proses homogenisasi dan atau pencampuran batubara untuk meyiapkan kualitas
yang dipersyaratkan.
Pengertian stockpile batubara adalah tempat penyimpanan/ penumpukan
hasil tambang batubara. Stockpile juga digunakan untuk mencampur batubara
supaya homogenisasi bertujuan untuk menyiapkan produkdari satu tipe material di
mana fluktasi di dalam kualitas batubara dan distribusi batubara ukuran
disamakan.
35
tidak bekerja secara optimal. Hal ini tentunya akan menyebabkan menurunnya
produktivitas alat.
2. Kemiringan jalan
Keadaaan jalan akan mempengaruhi daya angkut dan alat angkut yang
dipakai. Bila jalan baik tentunya kapasitas angkut akan baik pula. Begitu pula
dengan kondisi kemiringan jalan, kemiringan akan mempengaruhi waktu
pengangkutan yang diperlukan untuk satu kali edar (cycle time). Kesalahan pada
saat penentuan kemiringan jalan akan menambah ongkos pengangkutan karena
material yang dipindahkan tidak sesuai dengan yang direncanakan.
3. Pengolahan Drainase
Air yang masuk kedalam tambang berasal dari air hujan, air tanah dan juga
air limpasan. Keberdaan air di dalam tambang yang tidak terkontrol akan
mempengaruhi produktifitas dari penambangan oleh karena itu harus
dimanagemen dengan baik. PT Muara Alam Sejahtera menerapkan sistem mine
dewatering yaitu mengumpulkan air yang masuk kedalam tambang kemudian
baru mempopakan keluar tambang. Untuk mengeluarkan air yang masuk kedalam
tambang PT Muara Alam Sejahtera menggunakan sistem langsung dengan
pompa. Air dipompakan dari wilayah tambang ke kolam penampungan lumpur
(KPL) untuk selanjutnya dialirkan ke sungai.
3.6.2 Waktu Edar (Cycle Time) Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Waktu edar adalah waktu yang digunakan oleh alat mekanis untuk
melakukan satu siklus kegiatan. Setiap alat memiliki komponen waktu edar yang
berlainan. Besar kecilnya waktu edar tergantung pada jumlah komponen yang ada
dan waktu yang diperlukan oleh masing-masing komponen tersebut. Untuk
mengetahui waktu edar alat gali muat dan alat angkut diperoleh dengan cara
pengamatan di lapangan, yaitu :
1. Waktu edar alat gali muat, terdiri dari :
a = Swing kosong
b = Digging
c = Swing Isi
d = Dumping
(Ct) = a + b + c + d (menit)
2. Waktu edar alat angkut, terdiri dari :
37
a = Waktu tunggu
b = Isi
c = Waktu pergi
d = Dumping
e = Waktu kembali
Sehingga akan diperoleh waktu edar alat angkut, adalah sebagai berikut :
Ct = a+b+c+d + e (menit)
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi waktu edar alat mekanis,
antara lain :
1. Berat alat, adalah berat muatan ditambah berat alat dalam keadaan tanpa
muatan yang akan berpengaruh terhadap kelincahan gerak alat yang
otomatis berpengaruh dalam kecepatan kerja alat.
2. Kondisi tempat kerja, tempat kerja yang luas dan kering akan
meningkatkan kelancaran dan keleluasaan gerak alat dan akan memperkecil
waktu edar, sebaliknya jalan yang rusak akan menghambat kerja alat dan
membuat waktu edar meningkat.
3. Kondisi dan jarak jalan angkut, meliputi kemiringan dan lebar jalan angkut
baik di jalan lurus maupun di tikungan sangat berpengaruh terhadap lalu
lintas jalan angkut. Jarak jalan angkut juga mempengaruhi, karena semakin
jauh jarak jalan maka waktu edar alat angkut akan semakin besar. Jadi jalan
angkut harus dibuat secara efisien dalam jarak dan kemiringan untuk
mengoptimalkan waktu edar.
4. Keterampilan dan pengalaman operator, pengalaman kerja yang lama
otomatis akan membuat operator terbiasa selain itu pelatihan untuk operator
akan meningkatkan kinerja dan pengetahunnya akan alat kerjanya. Karena
semakin baik kemampuan operator dan semakin lincah operator
mengoperasikan peralatan maka akan memperkecil waktu edar dari
peralatan.
3.6.3 Peralatan
Kemampuan alat merupakan faktor yang menunjukkan kondisi alat-alat
mekanis yang digunakan dalam melakukan pekerjaan dengan memperhatikan
kehilangan waktu selama waktu kerja dari alat yang tersedia. Kemampuan alat
38
merupakan salah satu hal yang mempengaruhi produksi, karena hal tersebut
berpengaruh dalam kinerja alat dan cocok atau tidaknya alat digunakan di lokasi
tersebut. Karena suatu alat tidak bisa digunakan di semua tempat, selain alat yang
akan digunakan juga disesuaikan dengan target produksi agar produksi yang di
inginkan tercapai.
3.6.4 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu pekerjaan atau
merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk bekerja dengan waktu
yang tersedia. Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar-benar dipakai bekerja
bersama alat mekanis yang digunakan untuk kegiatan produksi. Untuk dapat
menentukan waktu kerja efektif harus dilakukan analisa waktu kerja yang
dilakukan pada jam kerja yang telah dijadwalkan. Jam kerja yang telah
direncanakan untuk setiap shift merupakan waktu yang tersedia untuk semua alat
mekanis. Efisiensi kerja juga dipengaruhi oleh kinerja operator dan pemberhentian
waktu kerja sementara alat.
Tabel 3.5 Menentukan Efisiensi Kerja Secara Teoritis (Spesification and
Aplication Handbook Komatsu Edition 31, 2015)
Waktu kerja penambangan adalah jumlah hari kerja yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penambangan yang meliputi penggalian, pemuatan,
pengangkutan, dan peremukan. Efisiensi kerja semakin besar apabila banyaknya
waktu kerja nyata untuk penambangan semakin mendekati jumlah waktu yang
tersedia.
2. Hambatan – hambatan yang terjadi
Dalam kenyataan di lapangan akan terjadi hambatan-hambatan baik yang
dapat dihindari ataupun yang tidak dapat dihindari misalnya kerusakan alat dan
kinerja operator, sehingga akan berpengaruh terhadap besar kecilnya efisiensi
kerja.
3. Jam perawatan (repair hours)
Waktu kerja yang hilang karena menunggu saat perbaikan termasuk juga
waktu untuk penyediaan suku cadang (spare parts), perawatan rutin, pengisian
bahan bakar, service berkala dan sebagainya.
3.6.5 Cuaca
Iklim yang berada di daerah PT Muara Alam Sejahtera sama halnya dengan
iklim yang ada di Indonesia pada umumnya yaitu berkisar antara 180 C sampai
dengan 36,50 C (SH&E PT Muara Alam Sejahtera).
3.9 Reklamasi
Reklamasi adalah bagian integral dari rencaana total penambangan, yang
berarti reklamasi bukan suatu langkah terpisah yang melengkapi penambangan,
tetapi suatu operasi terpadu yang dimulai dari rencana awal, dilanjutkan dengan
tahap ekstrasi sampai penggunaan lahan baru setelah pasca penambangan (Yani,
2005). Tujuan akhir dari rencana reklamasi adalah untuk meyakinkan bahwa lahan
bekas tambang dikembalikan pada penggunaan yang produktif (Kartosudjono,
1994).
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambanagan Mineral dan
Batubara mewajibkan perusahaan pertambanagan untuk melakukan reklamasi dan
kegiatan pasca tambang atas areal tambang yang diusahakannya. Pasal 100 UU
No. 4 Tahun 2009 menjelaskan bahwa untuk memberikan efek memaksa bagi para
pengusaha pertambanagan guna melakukan reklamasi, para pengusaha tersebut
diwajibkan untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai jaminan reklamasi, yang
harus ditempatkan sebelum perusahaan melakukan kegiatan operasi produksi.
Di berlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, Pasal 22 menyatakan dalam menyelenggarakan otonomi, daerah
mempunyai kewajiban : butir (b) meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dan butir (k) melestarikan lingkungan hidup. Oleh sebab itu, maka pemerintah
daerah memiliki kekuasaan penuh untuk melakukan pengelolaan lahan pasca
penambangan (Irsan dkk, 2011).
43
Gambar 3.11 Reklamasi Tahap Final Grading dan Seeding (Hayes, 2015)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nitra (UN), PT Prima Sarana Gemilang (PSG), PT Bina Sarana Sukses dan PT
SSI.
Pit UN
(a)
(b)
(c)
(a) (b)
(c)
Secondary Crushing
(a)
(b)
56
langsung ke muara sungai. PT MAS mengelola air yang terkumpul di sump pada
area penambangan dipompa dari front penambangan menuju kolam pengendapan
lumpur kemudian dialirkan ke muara sungai.
Gambar 4.14 Kolam Pengendapan Lumpur (KPL) Pada Blok Timur Selatan
4.3.9 Kegiatan Pendukung Tambang (Supporting)
Aktivitas penambangan di PT MAS membutuhkan kegiatan pendukung
untuk menunjang berjalannya proses penambangan yang baik dan produktif.
Kegiatan-kegiatan tersebut di antaranya :
1. Penyiraman jalan
Penyiraman jalan angkut bertujuan supaya mengurangi debu yang
mengganggu proses pengangkutan dan menjaga kesehatan semua operator yang
berada dalam aktivitas penambangan. Proses penyiraman jalan tambang
menggunakan mobil Washing Truck
(a)
(b)
3. Proses penimbangan
Proses penimbangan yang dilakukan untuk mengetahui tonase batubara hasil
dari coal getting menuju tempat penumpukan di ROM dan juga penimbangan
yang dilakukan pada saat pengangkutan dari stockpile menuju stockpile 2 Suka
Cinta. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui jumlah produksi per hari, per
bulan maupun per tahunnya secara aktual apakah bisa mencapai perkiraan target,
melebihi atau bahkan kurang dari target yang telah ditentukan. Sistem
penimbangan yang digunakan pada PT MAS menerapkan alat Jembatan Timbang.
4. Aktivitas penambangan
Aktivitas penambangan pada PT MAS juga dilakukan pada saat malam hari.
Kegiatan tersebut tidak sama halnya dengan penambangan pada siang hari. Oleh
karena itu sangat dibutuhkan penerangan di lokasi penambangan maupun pada
akses jalan tambang saat pengangkutan. Penerangan yang diterapkan PT MAS
untuk menunjang aktivitas penambangan adalah dengan alat Lamp Tower yang
bisa memberikan penerangan yang jelas pada saat malam hari. Safety di malam
hari sangat harus sangat diperhatikan, di karenakan tingkat resiko kecelakaan jauh
lebih tinggi dibandingkan ketika operasi di siang hari.
Tabel 4.1 menunjukan spesefikasi alat gali muat yang digunakan oleh PT
MAS pada proses penambangan. Pada tabel 4.1 telah dijabarkan berkenaan beban
operasi maksimum yang dapat ditahan alat, tenaga alat, kapasitas bucket, kapasitas
bahan bakar dan lain-lain. Spesifikasi alat sangat dibutuhkan dalam perhitungan
produktivitas dari alat tesebut.
2. Alat Agkut
Alat angkut yang digunakan oleh PT MAS selama operasi penambangan
sampai ke pendistribusian adalah Komatsu HD 465, DT Scania P310 dan P380,
DT Hino 500 dan kereta api. Adapun kegunaan dari masing-masing alat berat
tersebut, yaitu :
a. Komatsu HD 465 digunakan untuk pengangkutan overburden, yang mana
biasanya selalu berpasangan dengan PC1250.
b. DT Scania P380 digunakan untuk pengangkutan overburden, yang mana
biasanya selalu berpasangan dengan PC850.
61
Density Insitu
Macam Material Swell Factor (%)
(lb/cu yd)
Bauksit 2700 – 4325 75
Tanah liat kering 2300 85
Tanah liat basah 2800 – 3000 80 – 82
Antrasit 2200 74
Batubara bituminous 1900 80
Bijih tembaga 3800 74
Tanah biasa kering 2800 85
Tanah biasa basah 3370 85
Tanah biasa bercampur pasir dan
3100 90
kerikil
Kerikil kering 3250 89
Kerikil basah 3600 88
Granit pecah – pecah 4500 56 – 67
Hematit pecah – pecah 6500 – 8700 45
Bijih besi pecah – pecah 3600 – 5500 45
Batukapur pecah – pecah 2500 – 4200 57 – 60
Lumpur 2160 – 2970 83
Lumpur sudah ditekan 2970 – 3510 83
Pasir kering 2200 – 3250 89
Pasir basah 3300 – 3600 88
Serpih (shale) 3000 75
Batusabak (slate) 4590 – 4860 77
4. Efisiensi Kerja
63
g. Keterampilan operator
Jika operator mampu dan berpengalaman akan diperoleh hasil yang optimal,
maka cycle time yang didapat juga akan semakin cepat
4. Keadaan Medan
66
Dari grafik di atas dapat kita lihat terjadi lonjakan yang signifikan antara
bulan januari dan bulan febuari. Pada bulan febuari curah hujan mencapi angka
350 sedangkan di bulan lainnya hanya berada di bawah angka 250. Apabila
intensitas curah hujan semakin meningkat, maka hal tersebut dapat menyebabkan
berkurangnya nilai produktivitas pada alat, sehingga dapat menghabat laju
produksi untuk mencapai target produksi yang telah direncanakan.
68
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pengamatan lapangan secara langsung selama 1 hari
terhitung tanggal 16 Juni – 22 Juni 2017 dan dilanjutkan kembali pada tanggal 28
Juni – 30 Juni 2017 untuk aktivitas penambangan dan pengolahan batubara di PT
Muara Alam Sejahtera, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, Provinsi
Sumatera Selatan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. PT Muara alam Sejahtera (MAS) melakukan penambangan batubara
kualitas sub-bituminus dengan kedalaman pit yang sudah mencapai elevasi
±10 m. Sistem penambangan yang digunakan berupa tambang terbuka
(surface mining) dengan metode strip mining. Mekanisme kerja pada PT
MAS dengan pengambilan batubara pada front penambangan kemudian
dibawa ke tempat pengolahan untuk melalui proses pengecilan ukuran
(crushing) sehingga memiliki standar ukuran permintaan konsumen yaitu
maksimal 5 cm.
2. Alat yang digunakan pada PT MAS ini adalah alat gali muat berupa
Excavator Komatsu PC 300, Excavator Komatsu PC 850, Komatsu PC
1250, Volvo EC 480, Wheel Loader Komatsu WA 500, Cat 966 H dan
Komatsu WA 380. Kemudian untuk alat angkut berupa Dump Truck Scania
P310, Dump Truck Scania P380, High Dump Truck Komatsu HD 465,
Dump Truck Hino 500 dan Kereta Api Babaranjang PT MAS. Serta alat
untuk proses pengecilan ukuran batubara berupa Double Roll Crusher dan
Belt Conveyor sebagai alat pengangkutan ke stockpile nya.
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang telah diambil selama kerja praktik ini, penulis juga
memberikan beberapa saran, antara lain:
1. Selalu meningkatkan penerapan keselamatan kerja kepada setiap orang yang
akan masuk kedalam lokasi tambang supaya dapat mengurangi resiko
kecelakan pada saat aktivitas penambangan berlangsung.
2. Pengecekan secara rutin semua alat berat yang akan beroperasi
dalamaktivitas penambangan, supaya tidak terjadi kerusakan pada saat
69
Amin. 2016. Aktivitas Pnambangan Batubara Pada Blok Timur Pit Alam 1 PT
Muara Alam Sejahtera Kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat Provinsi
Sumatera Selatan. Laporan Kerja Praktik. Universitas Sriwijaya
Andre, Dahni, Hakim Romla Noor dan Saismana Uyu. 2016. Evaluasi Kinerja
Alat Crushing Plant dan Alat Muat dalam Rangka Peningkatan Target
Produksi Batubara pada PT Mandiri Citra Bersama.HIMASAPTA. Volume
1, No 3, 74-78
70
71
Keterangan : CH : Curah Hujan dalam mm ; HH : Hari Hujan dalam hari ; - : Data Tidak Masuk ; * : Belum Ada Alat Rusak