PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagai PersyaratanMencapai Derajat Sarjana S-1
Program Studi Pertambangan
EKO PURWANTO
NIM. 15310009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya
berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), massa jenisnya 19,3 gr/cm3. Warnanya kuning
emas, kekerasaanya rendah sehingga dapat dipotong dengan pisau dan mudah
diubah bentuknya. Bentuknya di alam tidak teratur, ukuran butirnya bervariasi
tetapi sering kali mikroskopis dan bahkan sukar dilihat (Munir, 1996).
1) Endapan Hipotermal
Endapan ini terbentuk pada temperatur ≈ 300°C - 600°C pada kedalaman > 12.000
meter. Endapan ini merupakan endapan urat (vein) dan penggantian (replacement)
yang terbentuk pada temperatur dan tekanan tinggi. Pada endapan ini, biasa terdapat
mineral logam yang berupa bornit, kovelit, kalkosit, kalkopirit, pirit, tembaga,
emas, wolfram, molibdenit, seng dan perak. Mineral logam tersebut berasosiasi
dengan mineral - mineral pengotor seperti piroksen, amfibol, garnet, ilmenit,
spekularit, turmalin, topaz, mika hijau dan mika cokelat (Warmada, 2007)
2) Endapan Mesotermal
Endapan ini terbentuk pada suhu 200-4000C dan kedalaman bekisar 3.000 meter
sampai 12.000 meter. Endapan ini terletak agak jauh dari tubuh intrusi, maka
sumber panas yang utama berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi
intrusi menuju lokasi terbentuknya endapan ini. Fluida tersebut berasal dari
meteorik water yang masuk menuju lokasi intrusi dan mengalami pemanasan yang
selanjutnya naik menuju lokasi endapan mesotermal.
Logam utama yang terdapat pada endapan ini antara lain emas, perak,
tembaga, seng dan timbal. Mineral bijih yang ditemukan berupa sulfida, arsenida,
sulfantimonida, dan sulfarsenida. Pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, tetrahedrit, dan
tentalit serta emas stabil merupakan mineral bijih yang paling banyak ditemukan.
Mineral pengotor yang dominan adalah kuarsa namun selain itu juga dijumpai
karbonat seperti kalsit, dolomit, ankerit dan sedikit siderit, florit yang merupakan
asosiasi penting
3) Endapan epitermal Endapan ini terbentuk pada suhu 50°C - 250°C yang berada
dekat permukaan bumi dan terletak pada kedalaman paling jauh dari tubuh intrusi,
dan terbentuk pada kedalaman 1 km . Sumber panas yang utama pada endapan ini
berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi intrusi menuju lokasi
terbentuknya endapan ini. Dengan kata lain, fluida panas tersebut telah melewati
zona endapan mesotermal.
Genesa endapan bijih tembaga secara garis besar dapat dibagi 2 (dua) kelompok,
yaitu genesa primer dan genesa sekunder.
1. Genesa Primer
Logam tembaga, proses genesanya berada dalam lingkungan magmatik, yaitu
suatu proses yang berhubungan langsung dengan intrusi magma. Bila magma
mengkristal maka terbentuklah batuan beku atau produk-produk lain. Produk lain
itu dapat berupa mineral-mineral yang merupakan hasil suatu konsentrasi dari
sejumlah elemen-elemen minor yang terdapat dalam cairan sisa.
Pada keadaan tertentu magma dapat naik ke permukaan bumi melalui rekahan-
rekahan (bagian lemah dari batuan) membentuk terowongan (intrusi). Ketika
mendekati permukaan bumii, tekanan magma berkurang yang menyebabkan
bahan volatile terlepas dan temperatur yang turun menyebabkan bahan non
volatile akan terinjeksi ke permukaan lemah dari batuan samping (country rock)
sehingga akan terbentuk pegmatite dan hidrotermal.
Endapan pegmatite sering dijumpai berhubungan dengan batuan plutonik tapi
umumnya granit yang kaya akan unsur alkali, aluminium, kuarsa dan beberapa
muskovit dan biotit.
Endapan hidrotermal merupakan endapan yang terbentuk dari proses
pembentukan endapan pegmatite lebih lanjut, dimana larutan bertambah dingin
dan encer. Cirri khas endapan hidrotermal adalah urat yang mengandung sulfida
yang terbentuk karena adanya pengisian rekahan (fracture) atau celah pada batuan
semula.
rendah, tersebar relatif merata dengan jumlah cadangan yang besar. Endapan
bahan galian ini erat hubungannya dengan intrusi batuan Complex Subvolcanic
Calcaline yang bertekstur porfitik. Pada umumnya berkomposisi granodioritik,
sebagian terdeferensiasi ke batuan granitik dan monzonit. Bijih tersebar dalam
bentuk urat-urat sangat halus yang membentuk meshed network sehingga derajat
mineralisasinya merupakan fungsi dari derajat retakan yang terdapat pada batuan
induknya (hosted rock). Mineralisasi bijih sulfidanya menunjukkan perkembangan
yang sesuai dengan pola ubahan hidrotermal.
Zona pengayaan pada endapan tembaga porfiri:
Zona pelindian.
Zona oksidasi.
Zona pengayaan sekunder.
Zona primer.
Reaksi yang terjadi pada proses pengayaan tersebut adalah :
5FeS2 + 14Cu2+ + 14SO42- + 12H2O 7Cu2S + 5Fe2+ + 2H+ + 17SO42-
Sifat susunan mineral bijih endapan tembaga porfiri adalah:
- Mineral utama terdiri : pirit, kalkopirit dan bornit.
- Mineral ikutan terdiri : magnetit, hematite, ilmenit, rutil, enrgit, kubanit,
kasiterit, kuebnit dan emas.
- Mineral sekunder terdiri : hematite, kovelit, kalkosit, digenit dan tembaga natif.
Akibat dari pembentukannya yang bersal dari intrusi hidrotermal maka
mineralisasi bijih tembaga porfiri berasosiasi dengan batuan metamorf kontak
seperti kuarsit, marmer dan skarn.
2. Genesa Sekunder
Dalam pembahasan mineral yang mengalami proses sekunder terutama akan
ditinjau proses ubahan (alteration) yang terjadi pada
mineral-mineral urat (vein). Mineral sulfida yang terdapat di alam mudah sekali
mengalami perubahan. Mineral yang mengalami oksidasi dan berubah menjadi
mineral sulfida kebanyakan mempunyai sifat larut dalam air. Akhirnya didapatkan
suatu massa yang berongga terdiri dari kuarsa berkarat yang disebut Gossan
(penudung besi). Sedangkan material logam yang terlarut akan mengendap
kembali pada kedalaman yang lebih besar dan menimbulkan zona pengayaan
sekunder.
Pada zona diantara permukaan tanah dan muka air tanah berlangsung sirkulasi
udara dan air yang aktif, akibatnya sulfida-sulfida akan teroksidasi menjadi sulfat-
sulfat dan logam-logam dibawa serta dalam bentuk larutan, kecuali unsur besi.
Larutan mengandung logam tidak berpindah jauh sebelum proses pengendapan
berlangsung. Karbon dioksit akan mengendapkan unsur Cu sebagai malakit dan
azurit. Disamping itu akan terbentuk mineral lain seperti kuprit, gunative,
hemimorfit dan angelesit. Sehingga terkonsentrasi kandungan logam dan
kandungan kaya bijih.
Apabila larutan mengandung logam terus bergerak ke bawah sampai zona air
tanah maka akan terjadi suatu proses perubahan dari proses oksidasi menjadi
proses reduksi, karena bahan air tanah pada umumnya kekurangan oksigen.
Dengan demikian terbentuklah suatu zona pengayaan sekunder yang dikontrol
oleh afinitas bermacam logam sulfida.
Logam tembaga mempunyai afinitas yang kuat terhadap belerang, dimana larutan
mengandung tembaga (Cu) akan membentuk seperti pirit dan kalkopirit yang
kemudian menghasilkan sulfida-sulfida sekunder yang sangat kaya dengan
kandungan mineral kovelit dan kalkosit. Dengan cara seperti ini terbentuk zona
pengayaan sekunder yang mengandung konsentrasi tembaga berkadar tinggi bila
dibanding bijih primer.
Sumber : Diktat Kuliah - Mineralogi Endapan Bijih Tembaga (Cu)
2.3. Pengolahan emas dan tembaga
Tahap berikutnya adalah tahap flotasi atau pengapungan. Partikel halus yang keluar
dari Ball Mill dipompa ke seperangkat tangki siklon untuk memisahkan mineral
dengan materi yang tidak bernilai ekonomis. Proses pemisahan tersebut
menggunakan reagen, yaitu suatu pereaksi untuk memodifikasi sifat permukaan
suatu zat. Partikel yang semula bersifat menolak udara (aerofobik) diubah menjadi
mengikat udara (aerofili). Ada dua jenis reagen yang digunakan dalam proses
flotasi ini. Jenis pertama akan mengikat mineral berharga, sedangkan jenis kedua,
yaitu frother, akan menghasilkan gelembung udara selama proses pengadukan
partikel. Gelembung udara yang naik ke permukaan bak penampungan diselimuti
oleh mineral berharga yang berbentuk seperti pasir. Lapisan yang terapung inilah
yang dibawa ke proses selajutnya untuk dijadikan konsentrat. Sementara material
yang mengendap di bagian bawah adalah material yang tidak lagi memiliki
kandungan mineral berharga. Material tersebut dikenal dengan istilah tailing.
Secara sederhana, input atau masukan dari proses pengolahan ini adalah bijih dari
kegitan pertambangan. Sementara output atau keluaran yang dihasilkan ada dua,
yaitu konsentrat dan tailing. Tidak ada perubahan sifat kimia pada partikel bijih
yang telah dipisahkan menjadi partikel konsentrat dan partikel tailing yang
diakibatkan oleh proses pengolahan di pabrik. Reagen yang digunakan dalam
proses flotasi telah lulus toxity test oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI). Bijih, konsentrat, dan tailing pada dasarnya memiliki sifat yang sama.
Perbedaannya adalah pada komposisi mineral berharga yang terkandung di
dalamnya.
Menurut penuturan Pak Budi, kendala yang biasa dihadapi di pabrik pengolahan
adalah pasokan bahan baku berupa bijih dari bagian mining yang fluktuatif. Ada
kalanya produksi bijih tidak mencapai target yang dibutuhkan pabrik pengolahan.
Ada pula jenis bijih yang tingkat kekerasannya melebihi rata-rata sehingga
memerlukan waktu pengolahan yang lebih lama. Setiap hari pabrik mengolah
sekitar 100.000 hingga 140.000 ton bijih. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 2%-
4% saja yang bisa diolah menjadi konsentrat.
Konsentrat dari pabrik pengolahan lantas dialirkan melalui pipa menuju pabrik
filtrasi yang ada di kawasan Pelabuhan Benete. Konsentrat tersebut masih
berbentuk seperti bubur dengan kadar air sekitar 30% sehingga bisa dipompa
melalui pipa. Di pabrik pengeringan kami menyimak penjelasan Pak Jalengkap
mengenai proses pengurangan kadar air dalam konsentrat. Konsentrat ditempatkan
dalam suatu bejana yang disaring dengan membran lalu ditiup dengan udara
bertekanan hingga mendapatkan kadar air yang diinginkan. Idealnya, kadar air
dalam konsentrat adalah 9% sehingga aman untuk diangkut menggunakan kapal.
Produk akhir dari PT NNT adalah berupa konsentrat. Dalam satu hari rata-rata
dihasilkan sekitar 2.000 hingga 4.000 ton konsentrat. Kandungan tembaga dalam
konsentrat tersebut adalah 25%-30%. Sementara kandungan perak dan emasnya
adalah sekitar 30-50 ppm dan 20-40 ppm (part per million). Itu artinya, dalam
setiap ton konsentrat terdapat 3-5 gram perak dan 2-4 gram emas.
Melalui salah satu kegiatan bootcamp yang bertema Process Experience itu kami
jadi tahu bahwa diperlukan proses yang panjang untuk mengolah batuan tambang
menjadi produk yang bernilai ekonomis. Proses tersebut membutuhkan penguasaan
teknologi dan ketelitian tinggi untuk menjaga agar tidak menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan. Proses yang dijalankan secara optimal akan menghasilkan
produk akhir dengan kualitas tinggi.
PT. Newmont Nusa Tenggara (open pit mining) yang menambang tembaga,
emas dan perak dengan deskripsi kadar emas 0,47 gr/ton, perak 1,47 gr/ton dan
tembaga 0,54%. Produksi tahunan sebanyak 22,46 ton emas dan 45,2 ton perak.
Tailing yang dihasilkan sebanyak 41,6 juta ton dan dimanfaatkan untuk pembuatan
rumpon dan perikanan di pantai Senunu. Sebagai informasi tambahan, pembuangan
tailing di NNT ini tidak ditempatkan di permukaan atau dalam sebuah bendungan
melainkan menggunakan metode Submarine Tailing Placement, yaitu penempatan
tailing di dasar laut tepatnya di palung Teluk Senunu.
Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang, dan
kehadirannya dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari. Sebagai limbah sisa
pengolahan batuan-batuan yang mengandung mineral, tailing umumnya masih
mengandung mineralmineral berharga. Kandungan mineral pada tailing tersebut
tidak bisa dihindari, karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang dapat
dimanfaatkan pada industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan
(recovery) 100%. Hal ini dapat disebabkan oleh kekerasan batuan bijih yang
menyebabkan hasil giling cenderung lebih kasar dan mengakibatkan perolehan
(recovery) menurun disertai semakin rendahnya kandungan mineral didalam
konsentrat. Kehalusan ukuran butiran mineral juga dapat menyebabkan sulitnya
tercapai liberasi (liberation). Bahan tambang baik itu batuan, pasir maupun tanah
setelah digali dan dikeruk, lalu estrak bumi (mineral berbahaya) yang persentasenya
sangat kecil dipisahkan lewat proses pengerusan, bahan tambang yang begitu
banyak disirami dengan zat-zat kimia (cianida, mercury, Arsenik dll) lalu bijih emas
tembaga atau perak disaring oleh Carbon Filter, proses pemisahan dan penyaringan
mineral ini menyisakan Lumpur dan air cucian bahan tambang yang disebut tailing
, mineral berharga diambil sedangkan tailing akan terbawa bersama zatzat kimia
yang mengandung logam berat/beracun.
BAB III
METODE PENELITIAN
PENGUMPULAN DATA
- Data kandungan
mineral dalam
kosentrat
PENGOLAHAN DATA
HASIL
- Persentase Kosentrat
- Persentase Tailing
- Persentase Recovery
Waktu (Minggu)
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
a. Data Primer
b. Data Sekunder
DAFTAR PUSTAKA
E. Metode Penelitian
1. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode neraca bahan
pada pengolahan bahan galian untuk mengetahui jumlah umpan, konsentrat
dan tailing. Adapun rumus Neraca bahan yang digunakan sebagai berikut :
F.f = K.k + T.t
Ket : F = Jumlah umpan atau bijih yang masuk ke dalam pengolahan
f = Kandungan mineral dalam umpan atau bijih
K = Konsentrat yang keluar dari pengolahan
k = Kandungan mineral dalam konsentrat
T = Jumlah Tailing
t = Kandungan mineral dalam tailing
Selanjutnya menghitung recovery pengolahan bahan galian. Recovery
menyatakan jumlah atau persentase mineral berharga yang didapat dari
umpan dan masuk ke konsentrat. Nilai ini menunjukkan rasio mineral
berharga yang ada didalam kosentrat dibandingkan dengan mineral
berharga dalam bijih. Nilai ini juga menunjukkan effisiensi dari pemisahan.
Recovery dihitung dengan : R = 100 X [(K.k)/(F.f)]
Rasio konsentrasi dihitung dengan RK = F/K
Ket :
R = Recovery
RK = Rasio konsentrasi
F = Jumlah umpan atau bijih yang masuk ke dalam pengolahan
f = Kandungan mineral dalam umpan atau bijih
K = Konsentrat yang keluar dari pengolahan
k = Kandungan mineral dalam konsentrat
T = Jumlah Tailing
t = Kandungan mineral dalam tailing
Diagram alir Penelitian
UNIT PENGOLAHAN
KONSENTRAT TAILING
LAUT
F. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di PT. AMNT