Anda di halaman 1dari 25

KAJIAN PERHITUNGAN TAILING DARI HASIL PENGOLAHAN

PT. AMMAN MINERAL NUSA TENGGARA (AMNT)


DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA
TENGGARA BARAT

PROPOSAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagai PersyaratanMencapai Derajat Sarjana S-1
Program Studi Pertambangan

EKO PURWANTO
NIM. 15310009

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI SUMBERDAYA ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) merupakan perusahaan


tambang yang berada dibawah Newmont Mining Corporation yang merupakan
sebuah perusahaan yang berbasis di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Newmont
Mining Corporation didirikan pada tanggal 2 Mei 1921 di New York oleh Kolonel
William Boyce Thompson dan saat ini memiliki 12 tambang besar yang tersebar di
Afrika, Amerika Latin, Amerika Utara, Asia Pasifik dan Indonesia. Nama
Newmont dipilih oleh pendirinya yaitu Kolonel William Boyce Thompson sebagai
singkatan New York dan Montana karena dibesarkan di Montana, dan menjalankan
perusahaannya di New York.
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) suatu perusahaan yang
beroperasi pada tambang Batu Hijau di Indonesia di pulau Sumbawa. Luas konsesi
yang diberikan kepada PT. AMNT seluas 1.127.134 Ha lahan, meliputi wilayah
Pulau Sumbawa yang mulai berproduksi sejak tahun 2000. Kegiatan pertambangan
PT. AMNT ini sudah selayaknya perlu diawasi secara intensif. PT. AMNT
menggunakan metode penambangan Open Pit Mining (tambang terbuka) dan
membuang limbah sisa olahan dengan menggunakan sistem Submarine Tailing
Disposal (STD). Lokasi penambangan PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(AMNT) Tambang Batu Hijau terletak di sebelah barat daya pulau Sumbawa, di
Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara
Barat, Indonesia. Lokasi Batu Hijau yang berjarak 81 km dari Mataram dapat
dicapai dengan menggunakan pesawat ampibi (seaplane) perusahaan atau
menggunakan transportasi laut berupa ferri umum dari pelabuhan Kayangan
dipulau Lombok.
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) menggunakan metode
penambangan terbuka, di mana semua mineral berharga yang mengandung unsur
tembaga, emas, dan perak ditambang dari permukaan tanah. Di Batu Hijau, setiap
ton bijih yang diolah hanya menghasilkan 4,87 kilogram tembaga dan emas jauh
lebih sedikit, hanya 0.37 gram dari setiap ton bijih yang diolah.
Penambangan di Batu Hijau diawali dengan kegiatan pengeboran dan
peledakan. Akibat dari ledakan ini batuan akan terlepas dari tanah dengan rata-rata
diameter 25 cm. Kemudian batuan yang terlepad tadi akan dimuat kedalam truk
dengan kapasitas 240 ton dan diangkut menuju crusher (mesin penghancur).
Di crusher, ukuran bijih batuan diperkecil hingga berdiameter rata-rata kurang dari
15 cm.
Secara umum pengelolaan mulai dari crusher, biji batuan diangkut menuju
konsentrator. Di konsentrator, mineral berharga dipisahkan dari batuan tak bernilai
melaui proses penggerusan dan flotasi. Biji batuan , setelah dicampur dengan air
laut. Kemudian digerus dengan menggunakan 2 penggerus yang disebut Semi
Autogenous (SAG) mill dan 4 ball mill. Setelah keluar dari ball mill partikel halus
yang terkandung dalam bubur bijih kemudian dipompa ke separangkat tangki siklon
untuk pemisahan akhir partikel bijih. Bubur bijih halus dari tangki siklon dialirkan
ke sejumlah tangki untuk diambil kandungan mineral berharganya. Tangki ini
disebut sel flotasi.
Dari sel flotasi, konsentrat dikirim ke tangki penghilangan kadar garam.
Di dalam tangki ini air laut ibuang dan konsentrat dikentakan dengan cara
mengalirkan air tawar secara berlawanan arah. Konsentrat kemudian mengalir
melalui pipa sepanjang 17,6 km menuju fasilitas filtrasi atau penyaringan di benete.
Konsentrat kemudian disaring guna membuang kandungan air dalam konsentrat
sampai dengan 91 % dengan menggunakan udara bertekanan.
Setelah proses penyaringan , konsentrat akan berupa bubuk atau pasir dan disimpan
dalam gudang untuk menunggu pengapalan. Konsentrat akhirnya dikapalkan ke
sejumlah pabrik peleburan di gresik, jawa timur dan berbagai penjuru dunia untuk
menjalani pemisahan dan pengambilan logam berharga, yaitu tembaga, emas, dan
perak.
Penangangan tailing dimulai setelah pemisahan mineral di sel flotasi
ketika slurry (bubur bijih) masuk ke dalam tangki de-arasi. Setelah melalui
tangk de-arasi, tailing mengalir melalui jaringan pipa ke tepi palung laut di Teluk
Senunu sepanjang 3,4 km dan memiliki kedalaman 0,125 km di bawah permukaan
laut. Karena kepadatan dan berat jenisnya, tailing mengalir secara alami menuruni
palung terjal dan mengendap di dasar palung laut dalam, di sebelah selatan pulau
Sumbawa yang memiliki kedalaman antara 3 - 4 km di bawah permukaan Samudra
Hindia. Pemaantuan sistem penempatan tailing bawah laut PT. Amman Mineral
Nusa Tenggara (AMNT) di lakukan secara ekstensif untuk memastikan bahwa
sistem ini berfungsi sesuai dengan rancangannya, yaitu untuk meminimalkan
dampak potensial bagi lingkungan.
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) mulai menempatkan tailing
ke laut dalam setelah mendapat ijin dari Kementerian Lingkungan Hidup (sekarang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) melalui Surat Keputusan Menteri
Nomor 24 Tahun 2002. Batas jumlah tailing yang diizinkan adalah sebesar 54,8
juta dmt (dry metric ton) per tahun. Sementara jumlah tailing PT. Amman Mineral
Nusa Tenggara (AMNT)saat itu sekitar 42 juta dmt (dry metric ton) per tahun.
Izin penempatan Tailing berbeda dengan izin melakukan penambangan.
Selama beroperasi PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) telah beberapa
kali memperpanjang izin penempatan tailing dengan kriteria dan komitmen yang
semakin ketat. Setelah izin pertama habis pada tahun 2005, PT. Amman Mineral
Nusa Tenggara (AMNT) kembali mendapatkan izin melalui SK Menteri LH Nomor
236 Tahun 2007 dan SK Menteri LH Nomor 92 Tahun 2011.
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) menggunakan teknik Deep
Sea Tailing Placement (DSTP) untuk menempatkan tailing di laut dalam. Lokasi
penempatan tailing berada di Teluk Senunu, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten
Sumbawa Barat. Di titik ini terdapat palung atau lubuk laut dengan kedalaman
hingga 4 km. Kondisi inilah yang menjadi salah satu pertimbangan menentukan
lokasi dan teknik penempatan tailing.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana menghitung persentase konsentrat dan,
2. Bagaimana menghitung persentase Recovery pengolahan emas dan
tembaga serta,
3. Bagaimana menghitung persentase tailing.

1.3. Keaslian Penelitian

1.4. Tujuan Penelitian


Dari permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Menghitung persentase kosentrat dan
2. Menghitung persentase Recovery pengolahan emas dan tembaga serta,
3. Menghitung persentase tailing

1.5 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi penambangan Pit Batu Hijau terletak di sebelah Barat Daya Pulau
Sumbawa berjarak sekitar 15 km dari pantai barat dan 10 km dari pantai
selatan, tepatnya di Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat,
Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), di antara 116° 24’ 0” LS - 117° 0’ 0”
LS dan 8° 50’ 0” BT - 9° 4’ 0” BT (Gambar 1.1).
Sumber: Mine Geology Department PT.AMNT, 2009
Gambar 1.1. Batasan Kontrak Karya PT. AMNT
Lokasi penambangan dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari Kota
Mataram menuju Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur selama dua jam.
Kemudian perjalanan untuk menuju ke PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(AMNT) dilanjutkan dengan penyeberangan laut dengan dua jenis pilihan
penyeberangan yaitu :
Menggunakan boat menuju Pelabuhan Benete yang merupakan pelabuhan
PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dalam waktu 1,5 jam. Dari
Pelabuhan Benete yang berjarak 25 km dari lokasi Basecamp, perjalanan
dapat dilanjutkan melalui perjalanan darat selama satu jam.
Menggunakan kapal Ferri menuju pelabuhan Poto Tano dalam waktu 2 jam.
Dari Pelabuhan Poto Tano, perjalanan dapat dilanjutkan melalui perjalanan
darat selama dua jam menuju lokasi PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(AMNT).
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah:
1. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
a. Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai perhitungan tailing
dari hasil pengelolaan di pertambangan oleh pihak-pihak yang
memerlukan.
b. Membina kerja sama yang baik antara lingkungan akademis dengan
lingkungan kerja.
2. Manfaat Bagi Perusahaan
a. Hasil dari kegiatan yang dilakukan selama penelitian dapat menjadi
bahan masukan bagi pihak perusahaan untuk menentukan
kebijaksanaan perusahaan di masa yang akan datang.
3. Manfaat Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat menyajikan pengalaman-pengalaman dan data-data
yang diperoleh selama penelitian ke dalam sebuah Skripsi.
b. Mahasiswa dapat mengembangkan dan mengaplikasikan pengalaman
di kerja lapangan untuk dijadikan sebagai pengalaman kedepannya.
c. Mahasiswa mendapat gambaran tentang kondisi real dunia kerja dan
memiliki pengalaman terlibat langsung dalam aktivitas penambangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pertambangan

Pertambangan yaitu sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka


penelitian, pengolahan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang menurut UU No 4 tahun 2009 (UUPMB), pasal 1 angka (1). Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan menambang adalah menggali
(mengambil) barang tambang dari dalam tanah menurut Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Op.Cit, 1990, Hal:890. usaha pertambangan pada hakikatnya
ialah usaha pengambilan bahan galian dari dalam bumi (Abrar Saleng,2004).
2.1. diagram tahapan pertambangan

2.2. Genesa Emas dan Tembaga

2.2.1 Genesa Emas

Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya
berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), massa jenisnya 19,3 gr/cm3. Warnanya kuning
emas, kekerasaanya rendah sehingga dapat dipotong dengan pisau dan mudah
diubah bentuknya. Bentuknya di alam tidak teratur, ukuran butirnya bervariasi
tetapi sering kali mikroskopis dan bahkan sukar dilihat (Munir, 1996).

Mineral pembawa emas biasanya berpadu dengan mineral ikutan (gangue


minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar,
dan sejumlah kecil mineral nonlogam. Mineral pembawa emas juga berpadu dengan
endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas
nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-
unsur belerang
Emas berasal dari suatu reservoar yaitu inti bumi dimana air magmatik yang
mengandung ion sulfida, ion klorida, ion natrium, dan ion kalium mengangkut
logam emas ke permukaan bumi.Kecenderungan terdapatnya emas terdapat pada
zona epithermal atau disebut zona alterasi hidrothermal. Zona alterasi hidrotermal
merupakan suatu zona dimana air yang berasal dari magma atau disebut air
magmatik bergerak naik kepermukaan bumi. Celah dari hasil aktivitas Gunungapi
menyebabkan air magmatik yang bertekanan tinggi naik ke permukaan bumi. Saat
air magmatik yang yang berwujud uap mencapai permukaan bumi terjadi kontak
dengan air meteorik yang menyebabkan ion sulfida dan ion klorida yang membawa
emas terendapkan. Air meteorik biasanya menempati zona-zona retakan-retakan
batuan beku yang mengalami proses alterasi akibat pemanasan oleh air magmatik.
Seiring dengan makin bertambahnya endapan dalam retakan-retakan tersebut,
semakin lama retakan-retakan tersebut tertutup oleh akumulasi endapan dari logam-
logam yang mengandung ion-ion kompleks yang mengandung emas. Zona alterasi
yang potensial mengandung emas dapat diidentifikasi dengan melihat lapisan pirit
atau tembaga pada suatu reservoar yang tersusun atas batuan intrusif misalnya
granit atau diorite

Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengendapan di permukaan.


Beberapa endapan terbentuk karena prosesmetasomatisme yaitu kontak yang terjadi
antara bebatuan dengan air panas (hydrothermal) atau fluida lainnya. Genesis emas
dikategorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser (Alamsyah,
2006) Berdasarkan temperatur, tekanan dan kondisi geologi pada saat pembentukan
emas dapat dibagi menjadi 3 jenis

1) Endapan Hipotermal

Endapan ini terbentuk pada temperatur ≈ 300°C - 600°C pada kedalaman > 12.000
meter. Endapan ini merupakan endapan urat (vein) dan penggantian (replacement)
yang terbentuk pada temperatur dan tekanan tinggi. Pada endapan ini, biasa terdapat
mineral logam yang berupa bornit, kovelit, kalkosit, kalkopirit, pirit, tembaga,
emas, wolfram, molibdenit, seng dan perak. Mineral logam tersebut berasosiasi
dengan mineral - mineral pengotor seperti piroksen, amfibol, garnet, ilmenit,
spekularit, turmalin, topaz, mika hijau dan mika cokelat (Warmada, 2007)

2) Endapan Mesotermal

Endapan ini terbentuk pada suhu 200-4000C dan kedalaman bekisar 3.000 meter
sampai 12.000 meter. Endapan ini terletak agak jauh dari tubuh intrusi, maka
sumber panas yang utama berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi
intrusi menuju lokasi terbentuknya endapan ini. Fluida tersebut berasal dari
meteorik water yang masuk menuju lokasi intrusi dan mengalami pemanasan yang
selanjutnya naik menuju lokasi endapan mesotermal.

Logam utama yang terdapat pada endapan ini antara lain emas, perak,
tembaga, seng dan timbal. Mineral bijih yang ditemukan berupa sulfida, arsenida,
sulfantimonida, dan sulfarsenida. Pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, tetrahedrit, dan
tentalit serta emas stabil merupakan mineral bijih yang paling banyak ditemukan.
Mineral pengotor yang dominan adalah kuarsa namun selain itu juga dijumpai
karbonat seperti kalsit, dolomit, ankerit dan sedikit siderit, florit yang merupakan
asosiasi penting

3) Endapan epitermal Endapan ini terbentuk pada suhu 50°C - 250°C yang berada
dekat permukaan bumi dan terletak pada kedalaman paling jauh dari tubuh intrusi,
dan terbentuk pada kedalaman 1 km . Sumber panas yang utama pada endapan ini
berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi intrusi menuju lokasi
terbentuknya endapan ini. Dengan kata lain, fluida panas tersebut telah melewati
zona endapan mesotermal.

2.2.2 Genesa Tembaga

Genesa endapan bijih tembaga secara garis besar dapat dibagi 2 (dua) kelompok,
yaitu genesa primer dan genesa sekunder.
1. Genesa Primer
Logam tembaga, proses genesanya berada dalam lingkungan magmatik, yaitu
suatu proses yang berhubungan langsung dengan intrusi magma. Bila magma
mengkristal maka terbentuklah batuan beku atau produk-produk lain. Produk lain
itu dapat berupa mineral-mineral yang merupakan hasil suatu konsentrasi dari
sejumlah elemen-elemen minor yang terdapat dalam cairan sisa.
Pada keadaan tertentu magma dapat naik ke permukaan bumi melalui rekahan-
rekahan (bagian lemah dari batuan) membentuk terowongan (intrusi). Ketika
mendekati permukaan bumii, tekanan magma berkurang yang menyebabkan
bahan volatile terlepas dan temperatur yang turun menyebabkan bahan non
volatile akan terinjeksi ke permukaan lemah dari batuan samping (country rock)
sehingga akan terbentuk pegmatite dan hidrotermal.
Endapan pegmatite sering dijumpai berhubungan dengan batuan plutonik tapi
umumnya granit yang kaya akan unsur alkali, aluminium, kuarsa dan beberapa
muskovit dan biotit.
Endapan hidrotermal merupakan endapan yang terbentuk dari proses
pembentukan endapan pegmatite lebih lanjut, dimana larutan bertambah dingin
dan encer. Cirri khas endapan hidrotermal adalah urat yang mengandung sulfida
yang terbentuk karena adanya pengisian rekahan (fracture) atau celah pada batuan
semula.
rendah, tersebar relatif merata dengan jumlah cadangan yang besar. Endapan
bahan galian ini erat hubungannya dengan intrusi batuan Complex Subvolcanic
Calcaline yang bertekstur porfitik. Pada umumnya berkomposisi granodioritik,
sebagian terdeferensiasi ke batuan granitik dan monzonit. Bijih tersebar dalam
bentuk urat-urat sangat halus yang membentuk meshed network sehingga derajat
mineralisasinya merupakan fungsi dari derajat retakan yang terdapat pada batuan
induknya (hosted rock). Mineralisasi bijih sulfidanya menunjukkan perkembangan
yang sesuai dengan pola ubahan hidrotermal.
Zona pengayaan pada endapan tembaga porfiri:
Zona pelindian.
Zona oksidasi.
Zona pengayaan sekunder.
Zona primer.
Reaksi yang terjadi pada proses pengayaan tersebut adalah :
5FeS2 + 14Cu2+ + 14SO42- + 12H2O 7Cu2S + 5Fe2+ + 2H+ + 17SO42-
Sifat susunan mineral bijih endapan tembaga porfiri adalah:
- Mineral utama terdiri : pirit, kalkopirit dan bornit.
- Mineral ikutan terdiri : magnetit, hematite, ilmenit, rutil, enrgit, kubanit,
kasiterit, kuebnit dan emas.
- Mineral sekunder terdiri : hematite, kovelit, kalkosit, digenit dan tembaga natif.
Akibat dari pembentukannya yang bersal dari intrusi hidrotermal maka
mineralisasi bijih tembaga porfiri berasosiasi dengan batuan metamorf kontak
seperti kuarsit, marmer dan skarn.
2. Genesa Sekunder
Dalam pembahasan mineral yang mengalami proses sekunder terutama akan
ditinjau proses ubahan (alteration) yang terjadi pada
mineral-mineral urat (vein). Mineral sulfida yang terdapat di alam mudah sekali
mengalami perubahan. Mineral yang mengalami oksidasi dan berubah menjadi
mineral sulfida kebanyakan mempunyai sifat larut dalam air. Akhirnya didapatkan
suatu massa yang berongga terdiri dari kuarsa berkarat yang disebut Gossan
(penudung besi). Sedangkan material logam yang terlarut akan mengendap
kembali pada kedalaman yang lebih besar dan menimbulkan zona pengayaan
sekunder.
Pada zona diantara permukaan tanah dan muka air tanah berlangsung sirkulasi
udara dan air yang aktif, akibatnya sulfida-sulfida akan teroksidasi menjadi sulfat-
sulfat dan logam-logam dibawa serta dalam bentuk larutan, kecuali unsur besi.
Larutan mengandung logam tidak berpindah jauh sebelum proses pengendapan
berlangsung. Karbon dioksit akan mengendapkan unsur Cu sebagai malakit dan
azurit. Disamping itu akan terbentuk mineral lain seperti kuprit, gunative,
hemimorfit dan angelesit. Sehingga terkonsentrasi kandungan logam dan
kandungan kaya bijih.
Apabila larutan mengandung logam terus bergerak ke bawah sampai zona air
tanah maka akan terjadi suatu proses perubahan dari proses oksidasi menjadi
proses reduksi, karena bahan air tanah pada umumnya kekurangan oksigen.
Dengan demikian terbentuklah suatu zona pengayaan sekunder yang dikontrol
oleh afinitas bermacam logam sulfida.
Logam tembaga mempunyai afinitas yang kuat terhadap belerang, dimana larutan
mengandung tembaga (Cu) akan membentuk seperti pirit dan kalkopirit yang
kemudian menghasilkan sulfida-sulfida sekunder yang sangat kaya dengan
kandungan mineral kovelit dan kalkosit. Dengan cara seperti ini terbentuk zona
pengayaan sekunder yang mengandung konsentrasi tembaga berkadar tinggi bila
dibanding bijih primer.
Sumber : Diktat Kuliah - Mineralogi Endapan Bijih Tembaga (Cu)
2.3. Pengolahan emas dan tembaga

Pengolahan Bahan Galian merupakan proses pemisahan mineral berharga


dari mineral tidak berharga (gangue), yang dilakukan secara mekanis,
menghasilkanproduk yang kaya mineral berharga (konsentrat) dan produk yang
mineralnya berkadar rendah (tailing).

2.2. Diagram Pengolahan Bahan Galian

2.4. Pengolahan Emas dan Tembaga di PT Amman Mineral Nusa Tenggara


(AMNT)
Metode pengolahan bijih di tambang Batu Hijau menggunakan proses fisika, bukan
proses kimia yang melibatkan bahan berbahaya seperti arsenik atau merkuri. Proses
pengolahan dimulai dengan tahap pengecilan ukuran bijih. Bijih ditumbuk
menggunakan mesin yang disebut Semi Autogeneous (SAG) Mill. Selanjutnya,
material digerus dengan Ball Mill hingga menjadi ukuran 250 mikron yang
disebut rougher feed.

Tahap berikutnya adalah tahap flotasi atau pengapungan. Partikel halus yang keluar
dari Ball Mill dipompa ke seperangkat tangki siklon untuk memisahkan mineral
dengan materi yang tidak bernilai ekonomis. Proses pemisahan tersebut
menggunakan reagen, yaitu suatu pereaksi untuk memodifikasi sifat permukaan
suatu zat. Partikel yang semula bersifat menolak udara (aerofobik) diubah menjadi
mengikat udara (aerofili). Ada dua jenis reagen yang digunakan dalam proses
flotasi ini. Jenis pertama akan mengikat mineral berharga, sedangkan jenis kedua,
yaitu frother, akan menghasilkan gelembung udara selama proses pengadukan
partikel. Gelembung udara yang naik ke permukaan bak penampungan diselimuti
oleh mineral berharga yang berbentuk seperti pasir. Lapisan yang terapung inilah
yang dibawa ke proses selajutnya untuk dijadikan konsentrat. Sementara material
yang mengendap di bagian bawah adalah material yang tidak lagi memiliki
kandungan mineral berharga. Material tersebut dikenal dengan istilah tailing.

Secara sederhana, input atau masukan dari proses pengolahan ini adalah bijih dari
kegitan pertambangan. Sementara output atau keluaran yang dihasilkan ada dua,
yaitu konsentrat dan tailing. Tidak ada perubahan sifat kimia pada partikel bijih
yang telah dipisahkan menjadi partikel konsentrat dan partikel tailing yang
diakibatkan oleh proses pengolahan di pabrik. Reagen yang digunakan dalam
proses flotasi telah lulus toxity test oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI). Bijih, konsentrat, dan tailing pada dasarnya memiliki sifat yang sama.
Perbedaannya adalah pada komposisi mineral berharga yang terkandung di
dalamnya.

Konsentrat yang telah melalui tahap flotasi selanjutnya memasuki


tahap dewatering. Dalam proses sebelumnya, pabrik pengolahan memanfaatkan air
laut sebagai bahan pembantu saat proses flotasi. Air laut dipilih karena
ketersediaannya melimpah dan dapat didaur ulang untuk digunakan dalam proses
lainnya di area tambang Batu Hijau. Berikutnya, konsentrat dikirim ke tangki
penghilangan kadar garam. Air laut yang dimanfaatkan dalam pengolahan
konsentrat akan dialirkan keluar dan konsentrat dikentalkan dengan cara
mengalirkan air tawar secara berlawanan. Dengan cara ini, konsentrat akan
mengendap di dasar tangki dan siap dibawa ke proses filtrasi.

Proses pengolahan di pabrik berlangsung secara simultan selama 24 jam setiap


harinya. Mesin-mesin beroperasi dengan tingkat ketelitian tinggi. Terdapat control
room yang berfungsi memantau kinerja mesin-mesin tersebut serta melakukan
berbagai penyesuaian setelan mesin apabila dibutuhkan. Beberapa orang karyawan
ditempatkan di ruangan tersebut untuk memastikan proses pengolahan berjalan
dengan baik. Selama 24 jam sehari secara bergiliran mereka memantau operasional
pabrik melalui layar komputer yang terpasang di control room.

Diagram proses pengolahan material di tambang Batu Hijau (sumber: PT Newmont


Nusa Tenggara)

Menurut penuturan Pak Budi, kendala yang biasa dihadapi di pabrik pengolahan
adalah pasokan bahan baku berupa bijih dari bagian mining yang fluktuatif. Ada
kalanya produksi bijih tidak mencapai target yang dibutuhkan pabrik pengolahan.
Ada pula jenis bijih yang tingkat kekerasannya melebihi rata-rata sehingga
memerlukan waktu pengolahan yang lebih lama. Setiap hari pabrik mengolah
sekitar 100.000 hingga 140.000 ton bijih. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 2%-
4% saja yang bisa diolah menjadi konsentrat.

Konsentrat dari pabrik pengolahan lantas dialirkan melalui pipa menuju pabrik
filtrasi yang ada di kawasan Pelabuhan Benete. Konsentrat tersebut masih
berbentuk seperti bubur dengan kadar air sekitar 30% sehingga bisa dipompa
melalui pipa. Di pabrik pengeringan kami menyimak penjelasan Pak Jalengkap
mengenai proses pengurangan kadar air dalam konsentrat. Konsentrat ditempatkan
dalam suatu bejana yang disaring dengan membran lalu ditiup dengan udara
bertekanan hingga mendapatkan kadar air yang diinginkan. Idealnya, kadar air
dalam konsentrat adalah 9% sehingga aman untuk diangkut menggunakan kapal.

Produk akhir dari PT NNT adalah berupa konsentrat. Dalam satu hari rata-rata
dihasilkan sekitar 2.000 hingga 4.000 ton konsentrat. Kandungan tembaga dalam
konsentrat tersebut adalah 25%-30%. Sementara kandungan perak dan emasnya
adalah sekitar 30-50 ppm dan 20-40 ppm (part per million). Itu artinya, dalam
setiap ton konsentrat terdapat 3-5 gram perak dan 2-4 gram emas.

Konsentrat yang telah diproses di pabrik filtrasi diangkut dengan conveyor


belt menuju gudang penyimpanan yang berada tepat di tepi dermaga. Saat kami
berkunjung ke gudang, sedang ada proses pemuatan konsentrat dari gudang ke
kapal. Konsentrat tersebut akan dikirim ke Jepang. Pada titik inilah terjadi transaksi
antara PT NNT dengan pembeli. Selain ke Jepang, produk juga dikirim ke Filipina,
Jerman, Korea, dan India. Untuk pengolahan dalam negeri, konsentrat dikirim
ke smelter di Gresik. Di smelter itulah konsentrat mengalami proses pemurnian
atau pemisahan hingga dihasilkan logam berharga seperti tembaga, emas, dan
perak.

Melalui salah satu kegiatan bootcamp yang bertema Process Experience itu kami
jadi tahu bahwa diperlukan proses yang panjang untuk mengolah batuan tambang
menjadi produk yang bernilai ekonomis. Proses tersebut membutuhkan penguasaan
teknologi dan ketelitian tinggi untuk menjaga agar tidak menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan. Proses yang dijalankan secara optimal akan menghasilkan
produk akhir dengan kualitas tinggi.

PT. Newmont Nusa Tenggara (open pit mining) yang menambang tembaga,
emas dan perak dengan deskripsi kadar emas 0,47 gr/ton, perak 1,47 gr/ton dan
tembaga 0,54%. Produksi tahunan sebanyak 22,46 ton emas dan 45,2 ton perak.
Tailing yang dihasilkan sebanyak 41,6 juta ton dan dimanfaatkan untuk pembuatan
rumpon dan perikanan di pantai Senunu. Sebagai informasi tambahan, pembuangan
tailing di NNT ini tidak ditempatkan di permukaan atau dalam sebuah bendungan
melainkan menggunakan metode Submarine Tailing Placement, yaitu penempatan
tailing di dasar laut tepatnya di palung Teluk Senunu.

2.5. Definisi Kosentrat dan Tailing

Kosentrat adalah kumpulan mineral berharga yang dihasilkan oleh kegiatan


pengolahan bijih tambang yang berupa lumpur berwarna kecoklatan memiliki kadar
air yang cukup tinggi.

Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang, dan
kehadirannya dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari. Sebagai limbah sisa
pengolahan batuan-batuan yang mengandung mineral, tailing umumnya masih
mengandung mineralmineral berharga. Kandungan mineral pada tailing tersebut
tidak bisa dihindari, karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang dapat
dimanfaatkan pada industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan
(recovery) 100%. Hal ini dapat disebabkan oleh kekerasan batuan bijih yang
menyebabkan hasil giling cenderung lebih kasar dan mengakibatkan perolehan
(recovery) menurun disertai semakin rendahnya kandungan mineral didalam
konsentrat. Kehalusan ukuran butiran mineral juga dapat menyebabkan sulitnya
tercapai liberasi (liberation). Bahan tambang baik itu batuan, pasir maupun tanah
setelah digali dan dikeruk, lalu estrak bumi (mineral berbahaya) yang persentasenya
sangat kecil dipisahkan lewat proses pengerusan, bahan tambang yang begitu
banyak disirami dengan zat-zat kimia (cianida, mercury, Arsenik dll) lalu bijih emas
tembaga atau perak disaring oleh Carbon Filter, proses pemisahan dan penyaringan
mineral ini menyisakan Lumpur dan air cucian bahan tambang yang disebut tailing
, mineral berharga diambil sedangkan tailing akan terbawa bersama zatzat kimia
yang mengandung logam berat/beracun.

Skema ilustrasi proyek di Sumbawa bagian Baratdaya (PT NNT, 2015)

2.5.1. Metode Perhitungan Kosentrat, Tailing dan Recovery Pengolahan

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode neraca bahan


pada pengolahan bahan galian untuk mengetahui jumlah umpan, konsentrat
dan tailing. Adapun rumus Neraca bahan yang digunakan sebagai berikut :
F.f = K.k + T.t
Ket : F = Jumlah umpan atau bijih yang masuk ke dalam pengolahan
f = Kandungan mineral dalam umpan atau bijih
K = Konsentrat yang keluar dari pengolahan
k = Kandungan mineral dalam konsentrat
T = Jumlah Tailing
t = Kandungan mineral dalam tailing
Selanjutnya menghitung recovery pengolahan bahan galian. Recovery
menyatakan jumlah atau persentase mineral berharga yang didapat dari
umpan dan masuk ke konsentrat. Nilai ini menunjukkan rasio mineral
berharga yang ada didalam kosentrat dibandingkan dengan mineral
berharga dalam bijih. Nilai ini juga menunjukkan effisiensi dari pemisahan.
Recovery dihitung dengan : R = 100 X [(K.k)/(F.f)]
Rasio konsentrasi dihitung dengan RK = F/K
Ket :
R = Recovery
RK = Rasio konsentrasi
F = Jumlah umpan atau bijih yang masuk ke dalam pengolahan
f = Kandungan mineral dalam umpan atau bijih
K = Konsentrat yang keluar dari pengolahan
k = Kandungan mineral dalam konsentrat

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian yaitu tentang


Kajian perhitungan tailing dari hasil pengelolaan bijih emas dan tembaga dengan
metode neraca bahan. Penelitian dilakukan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara
(AMNT) yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara
Barat.

3.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik Pengumpulan data yang akan digunakan untuk memperoleh data
primer dan skunder yaitu :
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dilapangan seperti :
- Dokumen situasi lapangan
- Jumlah Umpan atau Bijih yang masuk kedalam kepengolahan
b. Data Sekunder, yaitu pengambilan data tanpa perlu kelapangan seperti :
- Data hasil pengolahan
- Data Kadar Emas dan Tembaga
- Data kosentrat yang keluar dari hasil pengelolahan
- Data kandungan mineral dalam kosentrat
3.3 Variabel penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan yaitu variabel
bebas dan variable terikat. Variabel bebas yaitu jumlah umpan dan variabel
terikat yaitu persentase kosentrat, tailing dan recovery pengelolahan emas dan
tembaga.
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1 Alat
a. Papan Data dan alat tulis
b. kalkulator
c. Laptop
3.4.2 Bahan
a. Kertas HVS/A4
b. Plastik Sampel
3.5 Tahap Penelitian
Tahapan penelitian disusun sesuai tahapan kegiatan yang akan dilakukan
dan dirangkum dalam diagram alir gambar 3.1.
PERSIAPAN

Studi Literatur, Pembuatan


Proposal dan Bimbingan

PENGUMPULAN DATA

Data Primer Data Sekunder

- Dokumen situasi lapangan - Data hasil pengolahan


- Jumlah Umpan atau Bijih yang
masuk kedalam kepengolahan - Data Kadar Emas dan
Tembaga

- Data kosentrat yang


keluar dari hasil
pengelolahan

- Data kandungan
mineral dalam
kosentrat
PENGOLAHAN DATA

Perhitungan Menggunakan Neraca


Bahan

HASIL

- Persentase Kosentrat
- Persentase Tailing
- Persentase Recovery

Gambar Error! No text of specified style in


document..1 Diagram Alir Penelitian
3.6. Jadwal Penelitian

Kegiatan penelitian akan dilaksanakan di PT. Amman Mineral Nusa Tenggara


(AMNT) yang berlokasi di Di Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Yang dimulai sesuai dengan yang dijadwalkan oleh pihak
perusahaan. Dengan perincian kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi :
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Waktu (Minggu)
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6

1 Pengenalan Perusahaan dan Lapangan


2 Pengambilan Data

a. Data Primer

b. Data Sekunder

3 Penyusunan Laporan Sementara

DAFTAR PUSTAKA

Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta, 2004, Hal:90


D. Variabel Penelitian
Variabel bebas penelitian ini adalah pengolahan bahan galian dan Variabel
terikatnya berupa perhitungan tailing serta daya tampung pembuangannya

E. Metode Penelitian
1. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode neraca bahan
pada pengolahan bahan galian untuk mengetahui jumlah umpan, konsentrat
dan tailing. Adapun rumus Neraca bahan yang digunakan sebagai berikut :
F.f = K.k + T.t
Ket : F = Jumlah umpan atau bijih yang masuk ke dalam pengolahan
f = Kandungan mineral dalam umpan atau bijih
K = Konsentrat yang keluar dari pengolahan
k = Kandungan mineral dalam konsentrat
T = Jumlah Tailing
t = Kandungan mineral dalam tailing
Selanjutnya menghitung recovery pengolahan bahan galian. Recovery
menyatakan jumlah atau persentase mineral berharga yang didapat dari
umpan dan masuk ke konsentrat. Nilai ini menunjukkan rasio mineral
berharga yang ada didalam kosentrat dibandingkan dengan mineral
berharga dalam bijih. Nilai ini juga menunjukkan effisiensi dari pemisahan.
Recovery dihitung dengan : R = 100 X [(K.k)/(F.f)]
Rasio konsentrasi dihitung dengan RK = F/K
Ket :
R = Recovery
RK = Rasio konsentrasi
F = Jumlah umpan atau bijih yang masuk ke dalam pengolahan
f = Kandungan mineral dalam umpan atau bijih
K = Konsentrat yang keluar dari pengolahan
k = Kandungan mineral dalam konsentrat
T = Jumlah Tailing
t = Kandungan mineral dalam tailing
Diagram alir Penelitian

MATERIAL DARI TAMBANG

UNIT PENGOLAHAN
KONSENTRAT TAILING

PELEBURAN TREATMENT MEMENUHI BML

LAUT

F. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di PT. AMNT

Anda mungkin juga menyukai