Anda di halaman 1dari 31

RESPONSI ALP

DRILLING DEVIATED OIL PRODUCTION


WELLS IN SOUTH SUMATRA BASIN
Elnusa merupakan satu-satunya perusahaan nasional yang menguasai
kompetensi di bidang jasa minyak dan gas bumi antara lain: Jasa Seismic, Pengeboran
dan Pengelolaan Lapangan Minyak. Elnusa menyediakan jasa migas dengan strategi
aliansi global bagi perusahaan migas berkelas dunia dan juga sesuai dengan standar
keselamatan dan lindung lingkungan.
Sebagai bagian dari afiliasi Pertamina, pemegang saham pengendali Elnusa
memberikan konstribusi yang sangat besar atas keberadaan Elnusa saat ini. Elnusa
memiliki 40 tahun lebih pengalaman di industri jasa migas dengan klien baik
perusahaan nasional maupun internasional. Elnusa merupakan market leader di industri
jasa migas dengan keahlian yang mumpuni dan membawa sampai kancah pasar
internasional.
Elnusa mengawali kiprahnya sebagai pendukung operasi PT Pertamina (Persero)
pada tahun 1969. Jasa yang ditawarkan Elnusa antara lain terutama dalam memberikan
pelayanan termasuk pemeliharaan dan perbaikan, di bidang peralatan komunikasi
elektronik, peralatan navigasi dan sistem radar yang digunakan oleh kapal-kapal milik
Pertamina.
Pada Oktober 2007, Elnusa kembali melakukan restrukturisasi menjadi
perusahaan pertama Indonesia yang memberikan layanan hulu migas terpadu
(Integrated Upstream Oil and Gas Services Company). Selain itu, untuk memperkuat
lini bisnis, Elnusa memiliki empat afiliasi yang dikonsolidasikan juga dalam struktur
korporasi. PT Elnusa Tbk secara resmi terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada
tanggal 6 Februari 2008. Dengan sikap profesional, transparansi, clean dan dengan etika
bisnis yang terpercaya, Elnusa siap untuk menghadapi tantangan baik secara regional,
nasional maupun internasional. Saat ini, Elnusa merupakan pemimpin di sektor jasa
migas dengan kliennya yang merupakan perusahaan nasional maupun multi-nasional.
RESPONSI ALP

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa) yang telah
melimpahkan karunia dan kebesaran-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan Mud
Report untuk persyaratan responsi Analisa Lumpur Pemboran tepat pada waktunya.
Penyusunan Mud Report bertujuan untuk melengkapi persyaratan dalam
mengikuti responsi praktikum Analisa Lumpur Pemboran.
Dalam kesempatan ini tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Para Asisten Praktikum Analisa Lumpur Pemboran yang telah mendampingi dan
membimbing selama menjalankan acara dalam praktikum.
2. Seluruh staff Laboratorium Analisa Fluida Reservoir, Teknik Perminyakan UPN
“Veteran“ Yogyakarta.
3. Teman-teman Team Elnusa yang telah bekerjasama dengan baik.
4. Saudaraku POSEIDON 2018
5. Kepada keluarga di rumah, yang selalu mendoakan dan mendukun kami
6. Semua pihak yang telah ikut membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penyusun mengharapkan segala
kritik dan saran yang membangun guna melengkapi kekurangan yang ada dalam Mud
Report ini dan untuk perbaikan dalam penyusunan Mud Report.
Akhir kata penyusun hanya dapat berharap semoga Mud Report ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat memenuhi persyaratan bagi penyusun untuk
mengikuti responsi.
RESPONSI ALP

CHAPTER I
PROGRAM GUIDANCE

I.1. Case Study


Perusaahaan berencana untuk mengebor sumur produksi minyak di Onshore
Sumatera. Operasi ini adalah operasi tanpa pembuangan dan Water Base Mud (WBM)
telah dipilih untuk mengebor sumur. Cutting pemboran dapat dibuang dilokasi sumur
pembuangan sementara lumpur bekas harus diproses untuk pembuangan lebih lanjut ke
lingkungan sekitar, Misalkan penyemprotan jalan dan tempat pembuangan air mengalir.
Untuk meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan dari lumpur bekas harus
diteruskan dari bagian ke bagian dengan masing-masing perlakuan lumpur yang
diperlukan untuk memfasilitasi pengeboran yang efektif untuk mencapai kedalaman
total sumur (Total Depth). Sumur harus diselesaikan dalam perforasi lubang cased.
Kinerja buruk di Wireline Logging dan juga kerusakan formasi yang signifikan dialami
dalam pengeboran sebelumnya.
I.2. Reservoir Data
Berdasarkan data yang ditemukan pada lapangan Migas Sumatra Selatan,
diketahui bahwa reservoir memiliki Formasi Talang akar terdiri dari batu pasir
konglomerat, batu pasir kasar, batu lanau, batu lempung, dan serpih, dengan interkalasi
batu bara. Formasi Talang akar dapat dibagi menjadi dua anggota:
1. Anggota Gritsand (GRM): terdiri dari sedimen klastik kasar sebagai batupasir
konglomerat, batupasir kuarsa, dan serpih dengan interkalasi batubara. Struktur
sedimen adalah bedded, cross bedded dan laminasi paralel.
2. Anggota Transisi (TRM): terdiri dari sedimen klastik halus hingga sedang seperti
batupasir berselang-seling, serpihan, dan lumpur abu-abu gelap dengan interkalasi
batubara dan tanah liat bituminous, mineral glauconite berlimpah. Itu disimpan
dalam transisi ke laut dangkal selama miosen awal.
Shale Unit mewakili Formasi Talang akar atas, dan disebut sebagai Transitional
Mamber (TRM) setebal 150–590 m, yang diendapkan di lingkungan laut. Data yang
didapatkan adalah :
1. Porositas : 15-30 %
RESPONSI ALP

2. Permeabilitas : 5 darcy
3. Probability : 75% Produksi Minyak
I.3. Drilling Hazard
Drilling hazard merupakan resiko yang akan didapatkan apabila pemboran
dilakukan berdasarkan data formasi “South Sumatra Basin”. Resiko pemboran tersebut
dapat berupa:
1. Gumbo
Clay yang berwarna hitam, abu-abu atau berwarna hijau yang sangat. Meskipun
penuh dengan mineral, persentase partikel clay yang tinggi mencegah pergerakan air
atau oksigen melalui tanah, sehingga dapat menyebabkan masalah pemboran karena
sering menempel di peralatan-peralatan pemboran.
2. Interbedded Lithology
Interbedding adalah suatu susunan lapisan dimana terdapat litologi tertentu
diantara suatu lapisan. Sebagai contoh, batuan sedimen dapat diselingi jika ada variasi
permukaan laut di lingkungan pengendapan sedimennya. Hal ini mengharuskan
perlakuan yang berbeda dalam lumpur pemboran.
3. Reactive Claystone
Jenis clay yang ditemukan pada saat pemboran lapisan shale, dimana clay meiliki
sifat reaktif terhadap air. Dimana jika clay bercampur dengan air maka clay akan
mengembang (swelling) dan menimbulkan berbagai macam problem pemboran.
4. Fine Loose Sandstone
Fine Loose Sandstone didapat jika menembus suatu lapisan batu pasir. Batuan
pasir yang ditemukan memiliki butiran yang halus dan jika tercampur ke dalam lumpur
pemboran maka akan meningkatkan densitas lumpur sehingga menimbulkan problem
dan juga jika kadar pasir dalam lumpur tinggi maka dapat menimbulkan mengikis
peralatan pemboran.
5. Wellbore Instability
Wellbore Instability adalah kondisi yang tidak diinginkan dari open hole interval
dimana lubang bor tidak mempertahankan ukuran dan bentuk ukurannya serta integritas
strukturalnya. Yang biasanya disebabkan oleh: Kegagalan mekanis karena tekanan in-
situ, erosi oleh sirkulasi fluida dan penyebab kimia oleh interaksi cairan lubang bor
RESPONSI ALP

dengan formasi. Hal tersebut dapat menyebabkan problem dalam pemboran seperti
runtuhnya lubang bor.
I.4. Team List (Nama dan job des)
1. Acanta Konda Putra (CEO)
2. M. Faijih (Design Engineer)
3. Salma Azizah (Problem Solver)
4. Ragil Kurniawan (Economical Analizing)
5. Muhammad Ilham Abda’I (Presenter)
6. Falah Nuruzaman (Calculation)
7. Sekar Lintang Rachmasari (Geological Analizing)
8. Ladefa Lathief Nurcahayan (Writing, Tabulation and Designer)
9. Vancha Aurelyo Hafizhar (Problem Analizing and Drilling Hazard
analizing)
10. Arief Perdana (Calculation)
RESPONSI ALP

CHAPTER II
WELL DESIGN

II.1. Well Profile and Formation Data


II.1.1. Well Profile
Sumur Sumatra Selatan Lapangan “Field” merupakan suatu sumur minyak,
dimana target sumur minyak ini adalah sandstone dari Formasi Talang Akar sebagai
objek geologi utama dari sumur ini. Target pemboran pada sumur Lapangan “Field”
mencapai zona produktif, yaitu pada kedalaman 1190 m.
Profil sumur minyak pada lapangan ini menggunakan empat casing yakni
conductor, surface, intermediate, dan production yang masing-masing trayeknya
berukuran casing 20”, 13 3/8”, dan 9 5/8”, dan 7” Liner dimana sebelum memasuki
trayek produktif telah terlebih dahulu terdapat zona loss circulation pada kedalaman
5000 ft sampai 7000 ft di trayek intermediate 12-1/4”.
Secara umum, litologi di wilayah ini terdiri dari empat formasi, yaitu Kasai,
Muara Enim, Air Benakat, Gumai, Baturaja dan Talang Akar. Kasai terdiri dari batuan
clay stone yang berfungsi sabagai batuan penutup agar fluida tidak mencapai
permukaan , sand stone, dan limestone. Gumai terdiri dari sandstone. Baturaja terdiri
dari limestone. Talang Akar terdiri dari limestone yang berfungsi sebagai source rock
karena mengandung sisa-sisa zat organik.
II.1.2. Formation Data
Pada lapangan migas ini yang terletak di Sumatera Selatan, berdasarkan record
yang telah di temukan memiliki formasi target yaitu Formasi Talang Akar. Untuk
mencapai target formasi tersebut harus melewati formasi formasi sebelumnya yang
terdiri dari;
1. Formasi Kasai (thickness; 35 m) -> Batu Lempung, Konglomerat, Batu pasir,
Batu apung dan ditemukan juga moluska air tawar.
2. Formasi Muara Enim (thickness; 450-750 m) -> a. Batu lempung, Batu pasir
(Brown member). b. Batu lempung pasiran, batu lempung tufaan (blue green
member).
RESPONSI ALP

3. Formasi Air Benakat (thickness; 250-1550 m) -> Batu pasir tufaan, Batu
gamping napalan, ditandai dengan batu pasir yang semakin keras.
4. Formasi Gumai -> napal tufaan (berwarna kelabu gelap), Batu pasir glaukonit
keras, Batu gamping tipis.
5. Formasi Baturaja (thickness; 19-150 m) -> Batu gamping terumbu, Batu pasir
gampingan.
6. Formasi Talang Akar (thickness; 40-830 m) -> bagian atas: Batu pasir
konglomerat, Batu pasir mika, Batu lempung. Bagian bawah: Batu pasir kuarsa,
Batu lempung, Lapisan batu bara.

Gambar 2.1.
Formasi Sumur
RESPONSI ALP

II.2. Casing Design


Tabel II-1
Casing Design
CASING DESIGN
Hole Section / Section TD /
Casing Size Casing Shoe @ Mud Type
(inches) (FT MDRT)
Conductor / 20 200 Driving Conductor
17.5 / 13.375 1600 / 1590 Water Base Mud
12.25 / 9.625 5000 / 4990 Water Base Mud
7500 / 7490
8.5 / 7 Liner Water Base Mud
TOL @4900
RESPONSI ALP

II.3. Trajectory Objective

Gambar 2.2.
Trajectory Objective

CHAPTER III
RESPONSI ALP

DISCUSSION SECTION

III.1. Target Properties


Tabel III-1
Target Properties lumpur
24" / 20" 17-1/2" / 13- 12-1/4" / 9- 8-1/2" / 7"
Hole section / casing size
Casing 3/8" Casing 5/8" Casing Liner
Mud density lbs/gal
Plastic viscosity cP ALAP < 20 ALAP < 20 ALAP < 25 ALAP < 30

Yield point lbs/100ft2 20 - 30 24 - 32 24 - 36 24 - 36


6-RPM - 10 - 12 10 - 14 10 - 14 12-Oct
Gel strength 10
lbs/100ft2 8 - 12 / 10 - 24 8 - 14 / 10 - 30 8 - 14 / 10 - 30 8 - 12 / 10 - 24
sec / 10 min
Fluid loss API / 4 - 6 / 8 - 12 4 - 6 / 8 - 12
ml / 30 min 12 - 15 / NC 8 - 12 / NC
HTHP FL @200°F @250°F
pH - 9.5 - 10.5 9.5 - 10.5 9.5 - 10.5 9.5 - 10.5
Drill solid % volume ≤5 ≤5 ≤4 ≤3
MBT lbs/bbl <15 ≤15 ≤10 ≤10
RESPONSI ALP

III.2. Section Goal


Tabel III-2
Section Goal
SECTION GOAL
Hole section / 17-1/2" / 13-3/8" 12-1/4" / 8-1/2" /
24" / 20" Casing
Casing size Casing 9-5/8" Casing 7" Liner

Interbedded lithology,
reactive and dispersive
Interbedded lithology,
shale, coal stringers,
reactive and dispersive
wellbore instability,
silty shale, loose
Interbedded lithology, geomechanic stress
sandstone, wellbore
reactive claystone, fine and fault, depleted
Key issue Gumbo, bit balling instability,
loose sandstone, bit sandstone, hole
gheomechanic stress,
balling, hole cleaning cleaning, differential
depleted sandstone,
sticking and
hole cleaning, stuck
mechanical stuck pipe,
pipe, lost circulation
lost circulation, gas
kick, formation damage

Hole inclination degree 0 0 - 30 0 - 50 30-50


BHST °F 120 150 200 250
Pore pressure grad Ppg 8.6 - 8.8 9.4 - 9.6 10.2 - 10.4 11 - 11.2
Fracture pressure Ppg 9.4 - 9.6 10.5 - 10.7 11.8 - 12.0 13 - 13.2
Normal pressure psi/ft 0.45 0.45 0.45 0.45

III.3. Drilling Fluid Design


Kami menggunakan Water Base Mud karena dari segi ekonomis lebih murah
dibandingkan dengan Oil Base Mud dan juga lebih ramah lingkungan. Disini kami men-
design densitas lumpur agar tekanan hidrostatik lumpur (ph) berada diantara tekanan
formasi (pf) dan tekanan rekah formasi (prf) yaitu sebesar 11,5 untuk section 3 dan 4.
Untuk mendapatkan densitas tersebut kami menambahkan 150 barite sebagai weighting
agent. Lalu kami menambahkan KOH sebanyak 0,5 gram agar pH yang didapat sebesar
10. Lalu kami menambahkan PAC-L agar didapatkan YP, PV, dan GS yang sesuai
untuk formasi dan kami mendapatkan PV sebesar 17, YP sebesar 30, GS’ sebesar 23
dan GS” sebesar 12. Dan kami menambahkan Soda ash karena pada formasi terdapat
reactive clay.
III.4. Mud Maintance
Selama operasi pemboran, agar sirkulasi fluida pemboran tersirkulasi dengan baik
diperlukan tempat khusus yang digunakan untuk mengontrol kondisi fluida tersebut.
Tempat tersebut disebut dengan Conditioning Area. Conditioning area yang diperlukan
RESPONSI ALP

pada sumur South Sumatra Basin ini dapat berupa shale shaker, dimana tugas utamanya
untuk memisahkan fluida pemboran dengan cutting yang berukuran besar. Kemudian
dibutuhkan desander yang berfungsi untuk menyaring cutting yang lolos pada shale
shaker karena ukurannya lebih kecil. Setelah desander, diperlukan desilter untuk
menyaring cutting berukuran lebih kecil dari pasir. Yang terakhir terdapat degasser
untuk memisahkan fasa gas terhadap fluida pemboran agar dapat terkontol
kestabilannya.
Pada sumur South Sumatra Basin terdapat masalah yang salah satunya gas kick,
sehingga diperlukan mud-gas separator untuk menjaga apabila terdapat gas yang
berbahaya pada fluida bor agar dapat dipisahkan atau bahkan dibakar terlebih dahulu
(khususnya pada section atau trayek 4).
RESPONSI ALP

CHAPTER IV
EQUIPMENT AND ADDITIVE USE

IV.1. Equipment:
1. Viscometer Fann VG
Prinsip kerja alat ini yaitu:
 Selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan fann VG meter
dengan kecepatan 600 rpm selama 30 detik.
 Tukar kecepatan ke 3 rpm, dan matikan fann VG meter, diamkan selama
10 detik.
 Setelah 10 detik, gerakkan motor pada kecepatan rotor 3 rpm dan baca
simpangan maksimum pada skala penunjuk.
 Aduk kembali lumpur dengan fann VG meter pada kecepatan 600 rpm
selama 30 detik.
Kegunaan:
Untuk menentukan viskositas nyata (apparent viscosity), plastic viscosity, yield
point dan gel strength Lumpur.

2. Mud Balanced
Prinsip kerja alat ini yaitu:
 Kalibrasi
o Membersihkan peralatan mud balance
o Mengeringkan lid
o Meletakan kembali mud balance pada kedudukan semula
o Menempatkan rider pada skala 8,33 ppg
o Mengecek pada level glass, bila tidak seimbang, atur calibration
screw sampai seimbang
 Menimbang beberapa zat yang akan digunakan
 Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22,5 gr bentonite. Caranya air
dimasukkan ke dalam bejana, lalu dipasang pada multi mixer dan
bentonite dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan,
RESPONSI ALP

selang beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup mud
balance dengan lumpur yang telah dibuat
 Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan
tutup cup dan dibersihkan sampai bersih
 Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider
sampai seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala

Kegunaan:
Untuk menentukan densitas pada lumpur

3. Filter Press
Prinsip kerja alat ini yaitu:
 Buat lumpur yang akan diselidiki dan siapkan alat
 Tuangkan lumpur pada bejana, tutup rapat dan letakkan pada standard
filter press, kemudian alirkan udara bertekanan 100 psi ke dalam bejana
tersebut
 Bersamaan dengan dibukanya aliran udara, dilakukan pencatatan waktu
alir dengan stopwatch dengan interval waktu 0, 5, 7,5 dan 30 menit
 Setelah 30 menit hentikan aliran udara, tuangkan sisa lumpur ke dalam
beker glass dan ambil mud cake-nya
 Ukur tebal mud cake dan pH lumpur

Kegunaan:
Untuk mengukur ketebalan mud cake dan pH lumpur

4. Multi Mixer
Prinsip kerja alat ini yaitu:
 Masukkan air dalam cup mixer kemudian letakkan pada dudukan multi
mixer sampai hanging berputar
 Masukkan additive pembuatan lumpur secara perlahan lahan agar
homogen
Kegunaan:
Untuk membuat lumpur dan mencampurkan additive lainnya
5. Jangka Sorong
RESPONSI ALP

Prinsip kerja alat ini yaitu:


 Letakkan mud cake yang akan diukur ketebalannya dibagian tangkai ukur
jangka sorong
 Tarik bagian rahang geser hingga menyentuh permukaan dalam (dasar)
pada mud cake
 Perhatikan mud cake yang sedang diukur ketebalannya dalam posisi atau
keadaan yang tidak bergeser.
Kegunaan:
Untuk mengukur ketebalan mud cake.
IV.2. Additive:
1. PAC-L
PAC-L adalah suatu additive dengan fungsi primer sebagai Filtration Loss
Control Agent (FLCA) yaitu jenis additive yang dapat mengurangi filtration loss pada
lumpur. Fungsi sekunder PAC-L adalah menaikkan viskositas lumpur dengan jumlah
yang relatif sedikit.
2. PAC-R
PAC-R memiliki fungsi primer menaikkan viskositas, dengan jumlah yang lebih
besar dibanding PAC-L. Fungsi sekunder PAC-L adalah sebagai Filtration Loss
Control Agent (FLCA), namun lebih lemah daripada PAC-L.
3. Barite
Barite adalah additive yang berfungsi untuk menaikkan densitas lumpur.
4. KOH
KOH pada operasi pemboran berfungsi sebagai pengontrol pH dalam annulus,
agar pH lumpur tetap terjaga di kondisi basa. Karena sebagian additive lumpur hanya
dapat bereaksi dengan optimum saat kondisi basa.
5. Soda Ash
Soda ash merupakan additive yang berfungsi untuk mengontrol kondisi annulus
saat operasi pemboran khususnya untuk menetralisir ion Ca dalam formasi shale atau
clay.
RESPONSI ALP

CHAPTER V
CALCULATION AND DATA ANALYSIS

V.1. Pressure Window


Grafik V-1
Pressure Window

PRESSURE WINDOW
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
0

1000

2000

3000
depth (ft)

4000

5000

6000

7000

8000

pf pressure
Ph(psi) prf

V.2. Mud Volume


1. Volume Lumpur pada Trayek (section) 1 = 0 ft3 (tidak perlu mud untuk
conductor)
2. Volume Lumpur pada Trayek (section) 2 = 2,407.333 ft3
3. Volume Lumpur pada Trayek (section) 3 = 3,517.168 ft3
4. Volume Lumpur pada Trayek (section) 4 = 2,272.974 ft3
Maka volume lumpur total pada trayek awal (trayek 1) sampai dengan trayek akhir
(trayek 4) mempunyai jumlah sebesar 8197.475 ft3. Sehingga didapatkan Total Volume
Mud excess (V + (V*50%)) sebesar 12296.212 ft3
V.3. Economic Analysis
(RAGIL)
RESPONSI ALP

CHAPTER VI
MUD LABORATORY RESULT

Tabel VI-1
Mud Laboratory Result
24" / 20" 17-1/2" / 13- 12-1/4" / 9- 8-1/2" / 7"
Hole section / casing size
Casing 3/8" Casing 5/8" Casing Liner
Mud density lbs/gal 12.03 14.84 11.5 11.5
Plastic viscosity cP 15 17 17 17

Yield point lbs/100ft2 27 28 30 30


6-RPM - 11 12 11.7 11.7
Gel strength 10
lbs/100ft2 10 / 20 13 / 26 12 / 23 12/ 23
sec / 10 min
Fluid loss API /
ml / 30 min 13.5 11 11.5 11.5
HTHP FL
pH - 10 10 10 10
RESPONSI ALP

CHAPTER VII
DISCUSSION

VII.1. Problem Identification


1. Bit Balling
Bit balling terjadi ketika pengeboran melalui formasi clay atau serpih yang juga
dikenal sebagai “gumbo clay”. Saat bit berputar di lubang bawah, clay tersebut melekat
pada bit. Jika pembersihan yang dilakukan pada bit tidak baik, maka akan semakin
banyak clay yang menempel pada bit dan akhirnya tercapai suatu tahap di mana
keseluruhan bit dilapisi dengan clay dan akan menyebabkan pengeboran terhambat.
Bit balling menyebabkan penurunan ROP, peningkatan torsi, dan terkadang
peningkatan tekanan SPP jika noozle juga stuck. Karena pengeboran terhambat, volume
cutting pada shale shaker juga berkurang.
2. Swelling
Salah satu masalah yang sering dijumpai adalah saat pemboran melewati formasi
yang mengandung shale reaktif. Shale yang mengandung komponen clay dalam jumlah
yang relative banyak memiliki sifat menyerap air filtrate lumpur. Air filtrate tersebut
akan terserap masuk ke dalam foramsi yang mengandung clay sehingga terjadi
pengembangan (swelling) dari partikel-partikel clay tersebut dan diikuti gugurnya
formasi kedalam lubang bor yang akan mengakibatkan terjepitnya rangkaian –
rangkaian pipa pemboran. Untuk mencegah terjadinya swelling clay, hal pertama yang
harus diketahui adalah mengetahui jenis mineral clay tersebut.
3. Abrasive
Arbasive merupakan masalah yang sering dijumpai jika menembus formasi batu
pasir. Jika conditioning area di permukaan bekerja dengan tidak baik maka kadar sand
content pada lumpur akan meningkat dan melebihi batas normal. Batas normal sand
content pada lumpur yaitu 2%. Jika kadar sand content melebihi 2% maka dapat terjadi
kerusakan pada drill string yang terjadi karena pengikisan oleh pasir yang terkandung
dalam lumpur.
4. Lost Circulation
RESPONSI ALP

Hilangnya lumpur pengeboran merupakan proses masuknya lumpur ke dalam


formasi. Hilangnya lumpur ini merupakan problem lama di dalam pengeboran, banyak
terjadi dimana-mana serta pada kedalaman yang berbeda-beda. Hilangnya lumpur ini
dapat terjadi bila tekanan hidrostatis lumpur melebihi tekanan formasi.
5. Stuck Pipe
Definisi pipa terjepit adalah dimana bagian dari pipa bor atau setang bor (drill
collar) terjepit di dalam lubang bor. Dalam kenyataannya operasi pemboran tidak selalu
berjalan dengan lancar, seringkali pipa terjepit. Penyebab terjepitnya pipa bor pada
sumur pemboran adalah adanya differential sticking maupun mechanical sticking. Hal
ini terjadi, maka gerakan pipa akan terhambat dan pada gilirannya dapat menganggu
kelancaran operasi.
6. Dinding Lubang Bor Runtuh
Dinding lubang bor runtuh (caving atau sloughing) biasa terjadi pada formasi
shale, dan masalah ini sering disebut “shale problem”. Hal ini terutama berkaitan
dengan stabilitas lubang bor selama pemboran. Tidak stabilnya lubang bor ini
selanjutnya dapat mengakibatkan masalah-masalah yang lainnya, seperti:
a. Masalah Pembersihan lubang bor:
1) Lubang bor membesar, karena runtuh
2) Biaya lumpur bertambah besar
3) Penyemenan kurang baik
b. Pipa bor sering terjepit, dan dapat berakibat:
1) Masalah pemancingan
2) Pemboran samping (Side Tracking)
3) Penutupan sumur (Abandonment)
7. Gas Kick
Masuknya gas formasi ke dalam kolom fluida pengeboran, sering terjadi di
sumur gas dan dikenal sebagai “gas kick”, hal ini dapat terjadi karena tekanan lumpur
dibawah tekanan formasi. Kick yang berupa gas adalah kick yang paling berbahaya
karena gas tersebut akan mengembang atau gas lebih cepat menurunkan sifat densitas
lumpur sehingga dapat menyebabkan blowout.
VII.2. Problem Solver
1. Bit Balling
RESPONSI ALP

a. Memompakan fluida pembersih misalnya larutan detergen


b. Naikkan debit pemompaan sampai batas maksimum yang diijinkan.
c. Kondisikan lumpur pemboran sesuai yang diinginkan, turunkan viskositas
lumpur sampai bit balling hilang yaitu dengan ROP dan tekanan pompa
kembali normal
d. Jika bit balling tidak teratasi, cabut pahat sambil sirkulasi.
2. Swelling
a. Penambahan brine water, seperti potassium chloride (KCL) untuk
mencegah terhidrasinya clay
b. Usahakan pH agar tetap konstan
c. Berat lumpur yang cukup agar bisa untuk menahan dinding lubang bor
3. Abrasive
Menjaga agar kadar sand content tetap berada di bawah 2% dan
memastikan kinerja alat pada conditioning area bekerja dengan baik dalam
menyaring partikel-partikel yang terkandung pada fluida pemboran.
4. Lost Circulation

a. Pompakan Material Penyumbat (LCM) sepeti fiber agar dapat menutup


rekah pada formasi sehingga tidak terjadi lost circulationI.
b. Turunkan atau kurangi MW lumpur sampai batas yang diijinkan
untuk menahan estimasi tekanan formasi.
c. bila mud loss terus terjadi maka dapat dilakukan pencabutan pahat
sampai diatas daerah loss yang diperkirakan, lalu kondisikan lumpur
bor dengan menambahkan plugging material.
d. Jika tetap terjadi lost circulation maka bisa dilakukan penyemenan
pada formasi yang rekah.

5. Stuck Pipe
a. Usahakan agar rangkaian tidak terlalu lama diam pada lubang terbuka.
Lakukan Work On Pipe (WOP) sambil sirkulasi.
b. Usahakan pemakaian drill collar seminimal mungkin, dianjurkan tipe
spiral atau HWDP untuk menambah WOB yang diperlukan.
RESPONSI ALP

c. Kondisikan sifat fluida lumpur untuk mengurangi ketebalan mud cake


berlebihan dari densitas lumpur, atau gunakan lumpur berbasis minyak
6. Dinding Lubang Bor Runtuh
a. Sirkulasi naikkan debit pompa dan naikkan berat lumpur, sambil turun-
naikan rangkaian pemboran. Untuk water-based mud, naikkan salinitas
dan kandungan K+ serta turunkan filtrate loss dan berat jenis lumpur.
Untuk oil-based mud cukup dengan menaikkan berat jenis lumpur.
b. Lakukan wash down sambil putar rangkaian dengan terus menjaga
properties lumpur.
c. Lakukan pemboran dengan ROP diperkecil dibanding sebelumnya. Bila
indikasi runtuh sudah tidak terjadi, lanjut bor dengan ROP optimum.
d. Jika tidak mungkin dilakukan sirkulasi, gerakkan rangkaian naik turun
secara perlahan. Usahakan cabut rangkaian sampai casing shoe (bila
memungkinkan)
7. Gas Kick
a. Dilakukan Penutupan Sumur. Langkah saat pentupan sumur: - Matikan
pompa, angkat rangkaian pipa bor, cek return, catat tekanan DP (SIDP)
dan tekanan pipa selubung (SICP) - Laporkan tekanan tersebut pada
Company Man (Drilling Supervisor) 2. Persiapan & Matikan sumur/killing
well a. Perhitungan dengan Kill Sheet sesuai trayek lubang bor, b. Lakukan
perhitungan/persiapan untuk mematikan sumur. 3. Tindakan ada 4 Metode:
a. Metode Driller b. Metode Wait & Weight c. Metode Concurrent d.
Metode Volumetrik
b. Menjaga tekanan lumpur lebih besar dari tekanan formasi sehingga fluida
pemboran tidak mengalir ke dalam sumur
c. Menjaga agar tidak terjadi lost circulation yang dapat mengurangi tekanan
lumpur pemboran
8. Gumbo
a. Dapat dengan memompakan fluida pembersih agar clay yang melekat pada
drill string dapat terangkat ke permukaan.
b. Meningkatkan debit lumpur pemboran agar gaya yang mendorong clay
yang melekat pada drill string menjadi lebih tinggi dan dapat terangkat ke
RESPONSI ALP

permukaan.
VII.3. Mud Design Reasoning
Pada Trayek 1, kami mendesign lumpur kami diantara tekanan formasi dan
tekanan rekah formasi agar tidak terjadi problem pemboran seperti gas kick, lost
circulation, dan juga runtuhnya dinding lubang bor yaitu pada densitas 9 ppg. Lalu kami
menambahkan KOH agar pH yang didapat berada di antara 9,5–10,5 yaitu sebesar 10
agar additive yang ditambahkan bisa bereaksi dan dapat menyesuaikan dengan
karakteristik formasi. Lalu kami menambahkan PAC-L agar mendapatkan PV sebesar
15, YP sebesar 24, GS’ sebesar 23 dan GS” sebesar 12 sehingga cutting dapat terangkat
dengan baik dan menyesuaikan dengan fluid loss yang ada sehingga mud cake yang
didapat optimal. Dan diharapkan tidak terjadi Stuck Pipe. Lalu kami menambahkan
fluida pembersih agar clay yang menempel pada drillstring dapat terangkat.
Pada Trayek 2, kami mendesign lumpur kami diantara tekanan formasi dan
tekanan rekah formasi agar tidak terjadi problem pemboran seperti gas kick, lost
circulation, dan juga runtuhnya dinding lubang bor yaitu pada densitas 10,5 ppg. Lalu
kami menambahkan KOH agar pH yang didapat berada di antara 9,5–10,5 yaitu sebesar
10 agar additive yang ditambahkan bisa bereaksi dan dapat menyesuaikan dengan
karakteristik formasi. Lalu kami menambahkan PAC-L agar mendapatkan PV sebesar
15, YP sebesar 28, GS’ sebesar 12 dan GS” sebesar 26 sehingga cutting dapat terangkat
dengan baik dan menyesuaikan dengan fluid loss yang ada sehingga mud cake yang
didapat optimal.
Pada Trayek 3 & 4, kami mendesign lumpur kami diantara tekanan formasi dan
tekanan rekah formasi agar tidak terjadi problem pemboran seperti gas kick, lost
circulation, dan juga runtuhnya dinding lubang bor yaitu pada densitas 11,5 ppg. Lalu
kami menambahkan KOH agar pH yang didapat berada di antara 9,5–10,5 yaitu sebesar
10 agar additive yang ditambahkan bisa bereaksi dan dapat menyesuaikan dengan
karakteristik formasi. Lalu kami menambahkan PAC-L agar mendapatkan PV sebesar
17, YP sebesar 30, GS’ sebesar 23 dan GS” sebesar 12 sehingga cutting dapat terangkat
dengan baik dan menyesuaikan dengan fluid loss yang ada sehingga mud cake yang
didapat optimal. Dan diharapkan tidak terjadi Stuck Pipe. Lalu kami menambahkan
soda ash agar tidak terjadi bit balling dan swelling yang dapat menjadi masalah pada
pemboran. Karena soda ash akan mencegah clay yang reaktif untuk mengembang.
RESPONSI ALP

VII.4. Economic Analysis


(TEAM)

Drilling Waste Management

Kami menggunakan teknologi memperkenalkan terbaru yang lebih baik dalam


mengurangi volume cairan limbah yang dihasilkan dalam operasi
pengeboran. Teknologi ini berfokus pada daur ulang cairan yang efektif untuk
mengurangi biaya pembuangan dan mengurangi risiko lingkungan. Pengeringan lumpur
berbasis air: dengan memisahkan WBM yang dihabiskan menggunakan sistem
sentrifugasi yang ditingkatkan secara kimiawi untuk membuang zat padat yang
dikeringkan dan mendaur ulang cairan bersih. Sistem filtrasi fluida lengkap: Peralatan
tekanan rendah lengkap yang dilengkapi dengan sistem pembuangan cutting bertekanan
tinggi (HPDU) untuk perlindungan maksimum sumur dan reservoir. Klarifikasi air:
mengolah air limbah industri dari lokasi pengeboran untuk memenuhi parameter
pembuangan atau menggunakannya kembali dalam proses pengeboran.
RESPONSI ALP

CHAPTER VIII
CONCLUSION
1. Pemboran dilakukan pada sumur produksi minyak di Onshore Sumatera tepatnya
pada South Sumatra Basin Lahat atau Talang akar. Operasi ini adalah operasi
tanpa pembuangan dan Water Base Mud (WBM) telah dipilih untuk mengebor
sumur. Formasi Talang akar dapat dibagi menjadi dua anggota, yaitu Anggota
Gritsand (GRM) dan Anggota Transisi (TRM) serta data yang didapatkan berupa
porositas 15-30 %, permeabilitas 5 darcy, Probability 75% Produksi Minyak.
2. Drilling Hazard yang terdapat pada sumur South Sumatra Basin Lahat atau
Talang akar berupa gumbo, interbedded lithology, reactive claystone, fine loose
sandstone dan wellbore instability.
3. Profil sumur minyak pada lapangan ini menggunakan empat casing yakni
conductor, surface, intermediate, dan production yang masing-masing trayeknya
berukuran casing 20”, 13 3/8”, dan 9 5/8, dan 7” Liner dimana sebelum memasuki
trayek produktif telah terlebih dahulu terjadi loss circulation pada kedalaman 5000
ft sampai 7000 ft di trayek intermediate 12-1/4”.
4. Untuk mencapai target formasi tersebut harus melewati formasi formasi
sebelumnya yang terdiri dari formasi kasai, formasi muara enim, formasi air
benakat, formasi gumai, formasi baturaja dan formasi talang akar.
5. Kami menggunakan Water Base Mud karena dari segi ekonomis lebih murah
dibandingkan dengan Oil Base Mud dan juga lebih ramah lingkungan. Selama
operasi pemboran, agar sirkulasi fluida pemboran tersirkulasi dengan baik
diperlukan tempat khusus yang digunakan untuk mengontrol kondisi fluida
tersebut. Tempat tersebut disebut dengan Conditioning Area berupa mud-gas
separator, shale shaker, desander, desilter dan degasser.
6. Peralatan yang digunakan berupa Viscometer Fann VG, Mud balanced, Filter
press, multi mixer, jangka sorong dan retort kit. Sedangkan additive yang
ditambahkan berupa PAC-L, PAC-R, barite, KOH dan soda ash.
7. Chapter
8. Hasil laboratorium yang didapat berupa densitas lumpur sebesar 11,5 ppg (section
3 dan section 4), KOH 0,5 gr, pH sebesar 10, plastic viscosity sebesar 17, yield
point sebesar 30, gel strength sebesar 23 dan 12 untuk 10’ dan 10”.
RESPONSI ALP

9. Problem (masalah) yang dapat terjadi saat pemboran formasi sumur dapat berupa
bit balling, swelling, abrasive, lost circulation, stuck pipe, dinding lubang bor
runtuh (caving atau sloughing) dan gas kick.
10. Lumpur harus di-design agar tekanan hidrostatik (ph) fluida lumpur berada diantara
kurva garis tekanan formasi (pf) dan kurva garis tekanan rekah formasi (prf) lalu
penambahan additive yang sesuai untuk dapat mengontrol kondisi lubang sumur
pemboran.
RESPONSI ALP

DAFTAR PUSTAKA

Trinugroho, Priyo Agus. 2009. Procedure Operasi Pengeboran. Bpmigas


Kaswir Badu. 2008. “Drilling Fluids and Hydraulic”, Diktat Advanced Drilling,
Pusdiklat Migas
Amin, Mustaghfirin. 2013. Lumpur dan Hidrolika Lumpur Pemboran, Kemendikbud
Republik Indonesia
Petrowiki.org, Formation Damage from Swelling Clays.2016.[Diakses pada 25 Oktober 2019]
https://petrowiki.org/Formation_damage_from_swelling_clays

www.glossary.oilfield.slb.com,Clay Swelling.2014.[Diakses pada 25 Oktober


2019]https://www.glossary.oilfield.slb.com/en/Terms/c/clay_swelling.aspx

en.wikipedia.org, Gumbo(clay). 2018. [Diakses pada 25 oktober 2019]


https://en.wikipedia.org/wiki/Gumbo_(soil)

petrowiki.org, Lithology and rock type determination. 2015.[Diakses pada 25 Oktober


2019]https://petrowiki.org/Lithology_and_rock_type_determination

petrowiki.org, Borehole Instability. 2015.[Diakses pada 25 Oktober 2019]


https://petrowiki.org/Borehole_instability

2019. Drilling Fluid. Makalah dipresentasikan pada Mud Workshop SPEEDFEST 2019,
Yogyakarta. Halliburton

Anur, Hendri. 2018. Lost Circulation, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


RESPONSI ALP

LAMPIRAN
A. Tabel Lampiran
Casing
Depth Lithology MW Drilling Hazard Penanggulangan Additive
(inch)

KOH,
Menurunkan viskositas
0-200 20 9 Gumbo PAC-L,
lumpur
Barite

As Low As Posible (ALAP)


KOH,
Interbedded lithology, reactive nilai KTK dan maintance
200-1500 13-3/8 10.5 PAC-L,
claystone, fine loose sandstone conditioning area agar kadar
Barite
pasir konstan ≤ 2%

Maintance conditioning
area agar kadar pasir KOH,
Interbedded lithology, reactive
1500- konstan ≤ 2% dan lakukan PAC-L,
9-5/8 11.5 and dispersive silty shale, loose
5000 pemboran dengan ROP Barite,
sandstone, wellbore instability
diperlambat dibanding soda ash
sebelumnya

KOH,
Interbedded lithology, reactive Lakukan pemboran dengan
5000- PAC-L,
7 11.5 and dispersive shale, wellbore ROP diperkecil dibanding
7500 Barite,
instability sebelumnya
soda ash

B. Perhitungan
Perhitungan Densitas di laboratorium

1. Pengukuran densitas dengan mud balance

a. Pada Trayek 1
Lumpur Dasar (350 ml air + 22,5 gr bentonite) + 91 gr Barite
menghasilkan densitas lumpur sebesar 9 ppg
Penentuan massa barite
Ws = 684 x ((dmb – dml)/(35,8 – dmb))
Ws = 684 x ((9 – 8.86)/(35,8 – 9 ))
Ws = 10.2 gr Barite/350cc

b. Pada Trayek 2
Lumpur Dasar (350 ml air + 22,5 gr bentonite) + 92 gr Barite
RESPONSI ALP

menghasilkan densitas lumpur sebesar 10.5 ppg


Penentuan massa barite
Ws = 684 x ((dmb – dml)/(35,8 – dmb))
Ws = 684 x (10.5 – 9)/(35,8 – 10.5))
Ws = 40.55 gr Barite/350cc

c. Pada Trayek 3
Lumpur Dasar (350 ml air + 22,5 gr bentonite) + 94 gr Barite
menghasilkan densitas lumpur sebesar 11.5 ppg
Penentuan massa barite
Ws = 684 x ((dmb – dml)/(35,8 – dmb))
Ws = 684 x ((11.5 – 9)/(35,8 – 11.5))
Ws = 70.37 gr Barite/350cc

d. Pada Trayek 4

Lumpur Dasar (350 ml air + 22,5 gr bentonite) + 94 gr Barite


menghasilkan densitas lumpur sebesar 11.5 ppg
Penentuan massa barite
Ws = 684 x ((dmb – dml)/(35,8 – dmb))
Ws = 684 x ((11.5 – 9)/(35,8 – 11.5))
Ws = 70.37 gr Barite/350cc

2. Rheology Lumpur

a. YP = 30 lb/100 ft2
b. Volume filtrate, mud cake, dan pH
Volume filtrate = 12 ml
Mud cake = 1.8 mm
pH =8

Perhitungan Tekanan Formasi

Pf = Gradien tekanan formasi (psi/ft) x TVD (ft)


a. Tekanan formasi per trayek
Trayek 1 = 0.052 x 8.6 x 200
= 89.44 psi
RESPONSI ALP

Trayek 2 = 0.052 x 9.4 x 1,600


= 782 psi
Trayek 3 = 0.052 x 10.2 x 5,000
= 2,652 psi
Trayek 4 = 0.052 x 11 x 7,500
= 4,290 psi

Perhitungan Tekanan Hidrostatik

Tekanan hidrostatik lumpur


Ph = 0.052 x MW x D
Trayek 1 = 0.052 x 9 x 200
= 93.6 psi
Trayek 2 = 0.052 x 10.5 x 1600
= 873.6 psi
Trayek 3 = 0.052 x 11.5 x 5000
= 2990 psi
Trayek 4 = 0.052 x 11.5 x 7500
= 4485 psi

Perhitungan Tekanan Rekah Formasi

Prf = Gradien tekanan rekah formasi (psi/ft) x D


a. Tekanan Formasi per trayek
Trayek 1 = 0.052 x 9.4 x 200 (ft)
= 97.76 psi
Trayek 2 = 0.052 x 10.7 x 1600 (ft)
= 890 psi
Trayek 3 = 0.052 x 11.8 x 5000 (ft)
= 3,068 psi
Trayek 4 = 0.052 x 13 x 7500 (ft)
= 5,070 psi
RESPONSI ALP

Perhitungan Mud Circulation

4.1 Mud Volume Requirements


         
 
           
           
sac
1 cuft = 0.268    
k
0.45833333
diameter DP = 5.5 in ft
3
           
Conductor Casing
depth = 0 - 200 ft
1.66666666
diameter Casing = 20 in ft
7
           
Surface Casing
depth = 0 - 1600 ft
1.45833333
diameter bit = 17.5 in ft
3
1.11458333
ID Casing = in ft
13.375 3
2407.33333 sac
Vol mud (0-2633 ft) = cuft 645
3 k
           
Intermediate Casing
depth = 0 - 5000 ft
1.02083333
diameter bit = 12.25 in ft
3
0.80208333
ID Casing = 9.625 in ft
3
1296.47656 sac
Vol mud (0-2633 ft) = cuft 347
3 k
2220.69140 sac
Vol mud (2633-6474 ft) = cuft 595
6 k
3517.16796 sac
total volume (0-6474 ft) = cuft 943
9 k
           
RESPONSI ALP

Production Casing
depth = 0 - 7500 ft
0.70833333
diameter bit = 8.5 in ft
3
0.58333333
ID Casing = 7.000 in ft
3
1700.57779 sac
Vol mud (0-6474 ft) = cuft 456
9 k
572.395833 sac
Vol mud (6474-10744 ft) = cuft 153
3 k
2272.97363 sac
total volume (0-10744 ft) = cuft 609
3 k
           
Liner Casing
depth = 0 - 0 ft
diameter bit = 0 in 0 ft
ID Casing = 0 in 0 ft
sac
Vol mud (0-8500 ft) = 0 cuft 0
k
sac
Vol mud (8500-1000 ft) = 0 cuft 0
k
sac
total volume (0-10000 ft) = 0 cuft 0
k
           
           
8197.47493 sac
= cuft 2197
Total Mud Volume Requirement 5 k
sac
= 12296.2124 cuft 3295
Total Mud Volume excess (V + (V*50%)) k

Anda mungkin juga menyukai