KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa) yang telah
melimpahkan karunia dan kebesaran-Nya sehingga praktikan dapat menyelesaikan Mud
Report untuk persyaratan responsi Analisa Lumpur Pemboran tepat pada waktunya.
Penyusunan Mud Report bertujuan untuk melengkapi persyaratan dalam
mengikuti responsi praktikum Analisa Lumpur Pemboran.
Dalam kesempatan ini tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Para Asisten Praktikum Analisa Lumpur Pemboran yang telah mendampingi dan
membimbing selama menjalankan acara dalam praktikum.
2. Seluruh staff Laboratorium Analisa Fluida Reservoir, Teknik Perminyakan UPN
“Veteran“ Yogyakarta.
3. Teman-teman Team Elnusa yang telah bekerjasama dengan baik.
4. Saudaraku POSEIDON 2018
5. Kepada keluarga di rumah, yang selalu mendoakan dan mendukun kami
6. Semua pihak yang telah ikut membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penyusun mengharapkan segala
kritik dan saran yang membangun guna melengkapi kekurangan yang ada dalam Mud
Report ini dan untuk perbaikan dalam penyusunan Mud Report.
Akhir kata penyusun hanya dapat berharap semoga Mud Report ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dapat memenuhi persyaratan bagi penyusun untuk
mengikuti responsi.
RESPONSI ALP
CHAPTER I
PROGRAM GUIDANCE
2. Permeabilitas : 5 darcy
3. Probability : 75% Produksi Minyak
I.3. Drilling Hazard
Drilling hazard merupakan resiko yang akan didapatkan apabila pemboran
dilakukan berdasarkan data formasi “South Sumatra Basin”. Resiko pemboran tersebut
dapat berupa:
1. Gumbo
Clay yang berwarna hitam, abu-abu atau berwarna hijau yang sangat. Meskipun
penuh dengan mineral, persentase partikel clay yang tinggi mencegah pergerakan air
atau oksigen melalui tanah, sehingga dapat menyebabkan masalah pemboran karena
sering menempel di peralatan-peralatan pemboran.
2. Interbedded Lithology
Interbedding adalah suatu susunan lapisan dimana terdapat litologi tertentu
diantara suatu lapisan. Sebagai contoh, batuan sedimen dapat diselingi jika ada variasi
permukaan laut di lingkungan pengendapan sedimennya. Hal ini mengharuskan
perlakuan yang berbeda dalam lumpur pemboran.
3. Reactive Claystone
Jenis clay yang ditemukan pada saat pemboran lapisan shale, dimana clay meiliki
sifat reaktif terhadap air. Dimana jika clay bercampur dengan air maka clay akan
mengembang (swelling) dan menimbulkan berbagai macam problem pemboran.
4. Fine Loose Sandstone
Fine Loose Sandstone didapat jika menembus suatu lapisan batu pasir. Batuan
pasir yang ditemukan memiliki butiran yang halus dan jika tercampur ke dalam lumpur
pemboran maka akan meningkatkan densitas lumpur sehingga menimbulkan problem
dan juga jika kadar pasir dalam lumpur tinggi maka dapat menimbulkan mengikis
peralatan pemboran.
5. Wellbore Instability
Wellbore Instability adalah kondisi yang tidak diinginkan dari open hole interval
dimana lubang bor tidak mempertahankan ukuran dan bentuk ukurannya serta integritas
strukturalnya. Yang biasanya disebabkan oleh: Kegagalan mekanis karena tekanan in-
situ, erosi oleh sirkulasi fluida dan penyebab kimia oleh interaksi cairan lubang bor
RESPONSI ALP
dengan formasi. Hal tersebut dapat menyebabkan problem dalam pemboran seperti
runtuhnya lubang bor.
I.4. Team List (Nama dan job des)
1. Acanta Konda Putra (CEO)
2. M. Faijih (Design Engineer)
3. Salma Azizah (Problem Solver)
4. Ragil Kurniawan (Economical Analizing)
5. Muhammad Ilham Abda’I (Presenter)
6. Falah Nuruzaman (Calculation)
7. Sekar Lintang Rachmasari (Geological Analizing)
8. Ladefa Lathief Nurcahayan (Writing, Tabulation and Designer)
9. Vancha Aurelyo Hafizhar (Problem Analizing and Drilling Hazard
analizing)
10. Arief Perdana (Calculation)
RESPONSI ALP
CHAPTER II
WELL DESIGN
3. Formasi Air Benakat (thickness; 250-1550 m) -> Batu pasir tufaan, Batu
gamping napalan, ditandai dengan batu pasir yang semakin keras.
4. Formasi Gumai -> napal tufaan (berwarna kelabu gelap), Batu pasir glaukonit
keras, Batu gamping tipis.
5. Formasi Baturaja (thickness; 19-150 m) -> Batu gamping terumbu, Batu pasir
gampingan.
6. Formasi Talang Akar (thickness; 40-830 m) -> bagian atas: Batu pasir
konglomerat, Batu pasir mika, Batu lempung. Bagian bawah: Batu pasir kuarsa,
Batu lempung, Lapisan batu bara.
Gambar 2.1.
Formasi Sumur
RESPONSI ALP
Gambar 2.2.
Trajectory Objective
CHAPTER III
RESPONSI ALP
DISCUSSION SECTION
Interbedded lithology,
reactive and dispersive
Interbedded lithology,
shale, coal stringers,
reactive and dispersive
wellbore instability,
silty shale, loose
Interbedded lithology, geomechanic stress
sandstone, wellbore
reactive claystone, fine and fault, depleted
Key issue Gumbo, bit balling instability,
loose sandstone, bit sandstone, hole
gheomechanic stress,
balling, hole cleaning cleaning, differential
depleted sandstone,
sticking and
hole cleaning, stuck
mechanical stuck pipe,
pipe, lost circulation
lost circulation, gas
kick, formation damage
pada sumur South Sumatra Basin ini dapat berupa shale shaker, dimana tugas utamanya
untuk memisahkan fluida pemboran dengan cutting yang berukuran besar. Kemudian
dibutuhkan desander yang berfungsi untuk menyaring cutting yang lolos pada shale
shaker karena ukurannya lebih kecil. Setelah desander, diperlukan desilter untuk
menyaring cutting berukuran lebih kecil dari pasir. Yang terakhir terdapat degasser
untuk memisahkan fasa gas terhadap fluida pemboran agar dapat terkontol
kestabilannya.
Pada sumur South Sumatra Basin terdapat masalah yang salah satunya gas kick,
sehingga diperlukan mud-gas separator untuk menjaga apabila terdapat gas yang
berbahaya pada fluida bor agar dapat dipisahkan atau bahkan dibakar terlebih dahulu
(khususnya pada section atau trayek 4).
RESPONSI ALP
CHAPTER IV
EQUIPMENT AND ADDITIVE USE
IV.1. Equipment:
1. Viscometer Fann VG
Prinsip kerja alat ini yaitu:
Selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan fann VG meter
dengan kecepatan 600 rpm selama 30 detik.
Tukar kecepatan ke 3 rpm, dan matikan fann VG meter, diamkan selama
10 detik.
Setelah 10 detik, gerakkan motor pada kecepatan rotor 3 rpm dan baca
simpangan maksimum pada skala penunjuk.
Aduk kembali lumpur dengan fann VG meter pada kecepatan 600 rpm
selama 30 detik.
Kegunaan:
Untuk menentukan viskositas nyata (apparent viscosity), plastic viscosity, yield
point dan gel strength Lumpur.
2. Mud Balanced
Prinsip kerja alat ini yaitu:
Kalibrasi
o Membersihkan peralatan mud balance
o Mengeringkan lid
o Meletakan kembali mud balance pada kedudukan semula
o Menempatkan rider pada skala 8,33 ppg
o Mengecek pada level glass, bila tidak seimbang, atur calibration
screw sampai seimbang
Menimbang beberapa zat yang akan digunakan
Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22,5 gr bentonite. Caranya air
dimasukkan ke dalam bejana, lalu dipasang pada multi mixer dan
bentonite dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan,
RESPONSI ALP
selang beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup mud
balance dengan lumpur yang telah dibuat
Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan
tutup cup dan dibersihkan sampai bersih
Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider
sampai seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala
Kegunaan:
Untuk menentukan densitas pada lumpur
3. Filter Press
Prinsip kerja alat ini yaitu:
Buat lumpur yang akan diselidiki dan siapkan alat
Tuangkan lumpur pada bejana, tutup rapat dan letakkan pada standard
filter press, kemudian alirkan udara bertekanan 100 psi ke dalam bejana
tersebut
Bersamaan dengan dibukanya aliran udara, dilakukan pencatatan waktu
alir dengan stopwatch dengan interval waktu 0, 5, 7,5 dan 30 menit
Setelah 30 menit hentikan aliran udara, tuangkan sisa lumpur ke dalam
beker glass dan ambil mud cake-nya
Ukur tebal mud cake dan pH lumpur
Kegunaan:
Untuk mengukur ketebalan mud cake dan pH lumpur
4. Multi Mixer
Prinsip kerja alat ini yaitu:
Masukkan air dalam cup mixer kemudian letakkan pada dudukan multi
mixer sampai hanging berputar
Masukkan additive pembuatan lumpur secara perlahan lahan agar
homogen
Kegunaan:
Untuk membuat lumpur dan mencampurkan additive lainnya
5. Jangka Sorong
RESPONSI ALP
CHAPTER V
CALCULATION AND DATA ANALYSIS
PRESSURE WINDOW
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
0
1000
2000
3000
depth (ft)
4000
5000
6000
7000
8000
pf pressure
Ph(psi) prf
CHAPTER VI
MUD LABORATORY RESULT
Tabel VI-1
Mud Laboratory Result
24" / 20" 17-1/2" / 13- 12-1/4" / 9- 8-1/2" / 7"
Hole section / casing size
Casing 3/8" Casing 5/8" Casing Liner
Mud density lbs/gal 12.03 14.84 11.5 11.5
Plastic viscosity cP 15 17 17 17
CHAPTER VII
DISCUSSION
5. Stuck Pipe
a. Usahakan agar rangkaian tidak terlalu lama diam pada lubang terbuka.
Lakukan Work On Pipe (WOP) sambil sirkulasi.
b. Usahakan pemakaian drill collar seminimal mungkin, dianjurkan tipe
spiral atau HWDP untuk menambah WOB yang diperlukan.
RESPONSI ALP
permukaan.
VII.3. Mud Design Reasoning
Pada Trayek 1, kami mendesign lumpur kami diantara tekanan formasi dan
tekanan rekah formasi agar tidak terjadi problem pemboran seperti gas kick, lost
circulation, dan juga runtuhnya dinding lubang bor yaitu pada densitas 9 ppg. Lalu kami
menambahkan KOH agar pH yang didapat berada di antara 9,5–10,5 yaitu sebesar 10
agar additive yang ditambahkan bisa bereaksi dan dapat menyesuaikan dengan
karakteristik formasi. Lalu kami menambahkan PAC-L agar mendapatkan PV sebesar
15, YP sebesar 24, GS’ sebesar 23 dan GS” sebesar 12 sehingga cutting dapat terangkat
dengan baik dan menyesuaikan dengan fluid loss yang ada sehingga mud cake yang
didapat optimal. Dan diharapkan tidak terjadi Stuck Pipe. Lalu kami menambahkan
fluida pembersih agar clay yang menempel pada drillstring dapat terangkat.
Pada Trayek 2, kami mendesign lumpur kami diantara tekanan formasi dan
tekanan rekah formasi agar tidak terjadi problem pemboran seperti gas kick, lost
circulation, dan juga runtuhnya dinding lubang bor yaitu pada densitas 10,5 ppg. Lalu
kami menambahkan KOH agar pH yang didapat berada di antara 9,5–10,5 yaitu sebesar
10 agar additive yang ditambahkan bisa bereaksi dan dapat menyesuaikan dengan
karakteristik formasi. Lalu kami menambahkan PAC-L agar mendapatkan PV sebesar
15, YP sebesar 28, GS’ sebesar 12 dan GS” sebesar 26 sehingga cutting dapat terangkat
dengan baik dan menyesuaikan dengan fluid loss yang ada sehingga mud cake yang
didapat optimal.
Pada Trayek 3 & 4, kami mendesign lumpur kami diantara tekanan formasi dan
tekanan rekah formasi agar tidak terjadi problem pemboran seperti gas kick, lost
circulation, dan juga runtuhnya dinding lubang bor yaitu pada densitas 11,5 ppg. Lalu
kami menambahkan KOH agar pH yang didapat berada di antara 9,5–10,5 yaitu sebesar
10 agar additive yang ditambahkan bisa bereaksi dan dapat menyesuaikan dengan
karakteristik formasi. Lalu kami menambahkan PAC-L agar mendapatkan PV sebesar
17, YP sebesar 30, GS’ sebesar 23 dan GS” sebesar 12 sehingga cutting dapat terangkat
dengan baik dan menyesuaikan dengan fluid loss yang ada sehingga mud cake yang
didapat optimal. Dan diharapkan tidak terjadi Stuck Pipe. Lalu kami menambahkan
soda ash agar tidak terjadi bit balling dan swelling yang dapat menjadi masalah pada
pemboran. Karena soda ash akan mencegah clay yang reaktif untuk mengembang.
RESPONSI ALP
CHAPTER VIII
CONCLUSION
1. Pemboran dilakukan pada sumur produksi minyak di Onshore Sumatera tepatnya
pada South Sumatra Basin Lahat atau Talang akar. Operasi ini adalah operasi
tanpa pembuangan dan Water Base Mud (WBM) telah dipilih untuk mengebor
sumur. Formasi Talang akar dapat dibagi menjadi dua anggota, yaitu Anggota
Gritsand (GRM) dan Anggota Transisi (TRM) serta data yang didapatkan berupa
porositas 15-30 %, permeabilitas 5 darcy, Probability 75% Produksi Minyak.
2. Drilling Hazard yang terdapat pada sumur South Sumatra Basin Lahat atau
Talang akar berupa gumbo, interbedded lithology, reactive claystone, fine loose
sandstone dan wellbore instability.
3. Profil sumur minyak pada lapangan ini menggunakan empat casing yakni
conductor, surface, intermediate, dan production yang masing-masing trayeknya
berukuran casing 20”, 13 3/8”, dan 9 5/8, dan 7” Liner dimana sebelum memasuki
trayek produktif telah terlebih dahulu terjadi loss circulation pada kedalaman 5000
ft sampai 7000 ft di trayek intermediate 12-1/4”.
4. Untuk mencapai target formasi tersebut harus melewati formasi formasi
sebelumnya yang terdiri dari formasi kasai, formasi muara enim, formasi air
benakat, formasi gumai, formasi baturaja dan formasi talang akar.
5. Kami menggunakan Water Base Mud karena dari segi ekonomis lebih murah
dibandingkan dengan Oil Base Mud dan juga lebih ramah lingkungan. Selama
operasi pemboran, agar sirkulasi fluida pemboran tersirkulasi dengan baik
diperlukan tempat khusus yang digunakan untuk mengontrol kondisi fluida
tersebut. Tempat tersebut disebut dengan Conditioning Area berupa mud-gas
separator, shale shaker, desander, desilter dan degasser.
6. Peralatan yang digunakan berupa Viscometer Fann VG, Mud balanced, Filter
press, multi mixer, jangka sorong dan retort kit. Sedangkan additive yang
ditambahkan berupa PAC-L, PAC-R, barite, KOH dan soda ash.
7. Chapter
8. Hasil laboratorium yang didapat berupa densitas lumpur sebesar 11,5 ppg (section
3 dan section 4), KOH 0,5 gr, pH sebesar 10, plastic viscosity sebesar 17, yield
point sebesar 30, gel strength sebesar 23 dan 12 untuk 10’ dan 10”.
RESPONSI ALP
9. Problem (masalah) yang dapat terjadi saat pemboran formasi sumur dapat berupa
bit balling, swelling, abrasive, lost circulation, stuck pipe, dinding lubang bor
runtuh (caving atau sloughing) dan gas kick.
10. Lumpur harus di-design agar tekanan hidrostatik (ph) fluida lumpur berada diantara
kurva garis tekanan formasi (pf) dan kurva garis tekanan rekah formasi (prf) lalu
penambahan additive yang sesuai untuk dapat mengontrol kondisi lubang sumur
pemboran.
RESPONSI ALP
DAFTAR PUSTAKA
2019. Drilling Fluid. Makalah dipresentasikan pada Mud Workshop SPEEDFEST 2019,
Yogyakarta. Halliburton
LAMPIRAN
A. Tabel Lampiran
Casing
Depth Lithology MW Drilling Hazard Penanggulangan Additive
(inch)
KOH,
Menurunkan viskositas
0-200 20 9 Gumbo PAC-L,
lumpur
Barite
Maintance conditioning
area agar kadar pasir KOH,
Interbedded lithology, reactive
1500- konstan ≤ 2% dan lakukan PAC-L,
9-5/8 11.5 and dispersive silty shale, loose
5000 pemboran dengan ROP Barite,
sandstone, wellbore instability
diperlambat dibanding soda ash
sebelumnya
KOH,
Interbedded lithology, reactive Lakukan pemboran dengan
5000- PAC-L,
7 11.5 and dispersive shale, wellbore ROP diperkecil dibanding
7500 Barite,
instability sebelumnya
soda ash
B. Perhitungan
Perhitungan Densitas di laboratorium
a. Pada Trayek 1
Lumpur Dasar (350 ml air + 22,5 gr bentonite) + 91 gr Barite
menghasilkan densitas lumpur sebesar 9 ppg
Penentuan massa barite
Ws = 684 x ((dmb – dml)/(35,8 – dmb))
Ws = 684 x ((9 – 8.86)/(35,8 – 9 ))
Ws = 10.2 gr Barite/350cc
b. Pada Trayek 2
Lumpur Dasar (350 ml air + 22,5 gr bentonite) + 92 gr Barite
RESPONSI ALP
c. Pada Trayek 3
Lumpur Dasar (350 ml air + 22,5 gr bentonite) + 94 gr Barite
menghasilkan densitas lumpur sebesar 11.5 ppg
Penentuan massa barite
Ws = 684 x ((dmb – dml)/(35,8 – dmb))
Ws = 684 x ((11.5 – 9)/(35,8 – 11.5))
Ws = 70.37 gr Barite/350cc
d. Pada Trayek 4
2. Rheology Lumpur
a. YP = 30 lb/100 ft2
b. Volume filtrate, mud cake, dan pH
Volume filtrate = 12 ml
Mud cake = 1.8 mm
pH =8
Production Casing
depth = 0 - 7500 ft
0.70833333
diameter bit = 8.5 in ft
3
0.58333333
ID Casing = 7.000 in ft
3
1700.57779 sac
Vol mud (0-6474 ft) = cuft 456
9 k
572.395833 sac
Vol mud (6474-10744 ft) = cuft 153
3 k
2272.97363 sac
total volume (0-10744 ft) = cuft 609
3 k
Liner Casing
depth = 0 - 0 ft
diameter bit = 0 in 0 ft
ID Casing = 0 in 0 ft
sac
Vol mud (0-8500 ft) = 0 cuft 0
k
sac
Vol mud (8500-1000 ft) = 0 cuft 0
k
sac
total volume (0-10000 ft) = 0 cuft 0
k
8197.47493 sac
= cuft 2197
Total Mud Volume Requirement 5 k
sac
= 12296.2124 cuft 3295
Total Mud Volume excess (V + (V*50%)) k