4
5
Gambar 2.2 Formasi batuan (Dept. Mining and Engineering PT MAS, 2011)
2.1.4 Iklim
Iklim yang berada di daerah PT Muara Alam Sejahtera sama halnya dengan
iklim yang ada di Indonesia pada umumnya yaitu berkisar antara 18o C sampai
dengan 36.5o C (SH & E PT Muara Alam Sejahtera, 2016). Adapun meterologi
untuk tambang blok barat adalah sebagai berikut:
1. Suhu Udara
a. Suhu Udara Maksimum : 36,5o C Pada siang hari
b. Suhu Udara Minimum : 18o C Pada sore hari
10
Curah Hujan
500
450
400
350
300
250
Curah Hujan
200
150
100
50
0
Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16
Gambar 2.3 Curah hujan PT MAS tahun 2016 (SH & E PT MAS, 2016)
2.1.6 Keadaan Stratigrafi
Menurut Tim Geologi PT Muara Alam Sejahtera (2011), menyimpulkan
dari hasil penyelidikan bahwa lapisan batubara yang berada pada daerah IUPPT
Muara Alam Sejahtera terbentuk dalam proses pengendapan fasies paludal (rawa)
hingga fasies channel dan menempati tepi barat bagian selatan cekungan
Sumatera Selatan sub-cekungan Palembang. Stratigrafi daerah PT Muara Alam
Sejahtera berdasarkan dokumen laporan eksplorasi stratigrafi berada di Formasi
11
Kasai, Formasi Muara Enim, dan Formasi Air Benakat, dan terbentuk mulai dari
Zaman Miosen sampai Zaman Piosen. Lapisan batubara ditemukan berada pada
Formasi Muara Enim, Formasi Air Benakat, Formasi Gumay, dan Formasi
Alluvial. Adapun keadaan stratigrafi di PT Muara Alam Sejahtera adalah sebagai
berikut:
1. Lapisan Top Soil
Terdapat top soil dengan ketebalan berkisar 0,5-1 m, top soil terdiri atas akar
tumbuh-tumbuhan, unsur hara, dan tanah merah.
2. Lapisan Tanah Penutup (Overburden)
Overburden ini memiliki ketebalan bervariasi berkisar antara ± 17 m, terdiri
atas sandstone, shalty coal, claystone, dan mudstone, terdapat pada kedalaman
±3,5 m dari topsoil.
3. Lapisan Batubara
Lapisan batubara pada PT Muara Alam Sejahtera terdiri atas Lapisan Batubara
A1, Lapisan Interburden A1-A2, Lapisan Batubara A2, Lapisan Interburden A2-
B, Lapisan Interburden B-B1, Lapisan Interburden B-B1, Lapisan Interburden
B1-B2¸ Lapisan Batubara B2, dan Lapisan Batubara UP0 (Departemen Mining
and Engineering PT Muara Alam Sejahtera).
a. Lapisan Batubara A1
Batubara A1 memiliki ketebalan berkisar ± 7 m dan memiliki cabang seam
A1A dan A1B, yang kemudian A1A memiliki cabang A1AU dan A1AL, A1B
memiliki cabang A1BU dan A1BL, dan terakhir Seam A1BL memilik dua
cabang lagi yaitu cabang A1BL1 dan A1BL2, terdapat di bawah lapisan
Overburden.
b. Lapisan Interburden A1-A2
Lapisan ini terdiri dari mudstone dan shaltystone dengan ketebalan rata-rata
±1 m dan terdapat diantara Seam A1 dan A2.
c. Lapisan Batubara A2
Lapisan batubara A2 ketebalannya berkisar ± 8-9 m dan memiliki cabang
Seam A2A dan A2B, yang kemudian Seam A2A memiliki cabang lagi yaitu
12
Seam A2AU dan A2AL serta Seam A2B induk cabang dari Seam A2BU dan
A2BL, terdapat di bawah lapisan interburden A1-A2.
d. Lapisan Interburden A2-B
Lapisan ini terdiri dari mudstone dan sandstone dengan ketebalan rata-rata
±15,3 m, terdapat diantara Seam A2 dan B.
e. Lapisan Interburden B-B1
Lapisan ini terdiri dari mudstone yang memiliki ketebalan rata-rata berkisar
±4,2 m, terdapat diantara Seam B dan B1.
f. Lapisan Batubara B1
Lapisan batubara B1 memiliki ketebalan rata-rata berkisar ± 12 m dan
memiliki cabang yaitu Seam B1A dan B1B. Pada Seam B1A terdapat 2
cabang yaitu Seam B1AU dan B1AL. Pada Seam batubara B1B masih
memiliki 4 cabang lagi yaitu B1BU1, B1BU2, B1BL1, dan B1Bl2.Terdapat di
bawah lapisan interburden B-B1.
g. Lapisan Interburden B1-B2
Lapisan Interburden B1-B2 memiliki ketebalan lapisan rata-rata berkisar ±
14,7 m terdiri atas perselingan batuan sandstone dan mudstone, dan terdapat
diantara Seam B1 dan B2.
h. Lapisan Batubara B2
Lapisan batubara B2 memiliki ketebalan lapisan rata-rata berkisar 7-8 m dan
memiliki 2 anak cabang yaitu B2A dan B2B. Pada B2A terdapat 2 cabang
yaitu B2AU dan B2AL. Pada B2B terdapat 2 cabang B2BU dan B2BL. Pada
B2BL masih memiliki 2 cabang lagi yaitu B2BL1 dan B2BL2. Terdapat di
bawah lapisan interburden B1-B2.
i. Lapisan Batubara UP0
Lapisan batubara UP0 sedang dalam proses pengeboran untuk diteliti berapa
kisaran tebal lapisan batubara seam UP0 diperkirakan masih memiliki
beberapa cabang lagi yaitu UP0U dan UP0L. Pada UP0L masih memilik
cabang lagi yaitu UP0L1 dan UP0L2. Terdapat diatas seam batubara A1.
Iklim Dan Curah Hujan.
13
n = Jumlah pengisian
Kb = Kapasitas heaped bucket (m3)
Fb = Factor Bucket
Eff = Efisiensi Kerja
SF = Sweel factor
Ct = Cycle time (detik)
Produktivitas alat pengumpan wheel loader dapat dihitung dengan
persamaan (Komatsu Handbook, 2013) :
3600 × q × fb × Eff
𝑄= ............................................................................. (2.2)
𝐶𝑡
Keterangan :
Q = Produktivitas (ton/jam)
q = Kapasitas heaped bucket (m3)
Fb = Factor Bucket
Eff = Efisiensi Kerja
Ct = Cycle time (detik)
2.2.2.2 Hopper
Hooper merupakan alat yang digunakan pada awal proses crushing plant
yaitu tempat penerima material umpan yang berasal dari lokasi penambangan
sebelum dilanjutkan menuju ke alat peremuk. Hopper terbuat dari lapisan baja
yang berfungsi untuk menghindari kerusakan akibat gesekan dan benturan dengan
material yang masuk ke dalam hopper tersebut (Hayati, 2015). Volume hopper
dapat dihitung dengan persamaan (Hayati, 2015):
(L atas + L bawah) + (√L atas+L Bawah)
V hopper = × T Atas ................(2.3)
3
V bawah = L bawah × T bawah ...............................................................(2.4)
Keterangan :
V hopper = Volume Hopper (m3)
V bawah = Volume Bagian Bawah Hopper (m3)
L atas = Luas Penampang Atas Hopper (m2)
L bawah = Luas Penampang bawah Hopper (m2)
T = Tinggi (m)
16
Feed
Roll
Pruduct
feed conveyor (fungsi pemasok), return conveyor (fungsi balik untuk dipecah
lagi).
Conveyor merupakan salah satu alat yang mendukung kelancaran proses
produksi serta memiliki peran dalam meningkatkan dan mencapai target produksi
yang diinginkan. Untuk itu, pemilihan belt conveyor harus sesuai dengan kondisi
peralatan lainnya, agar kapasitas yang diinginkan tercapai dengan baik. Hal paling
penting yang arus diperhatikan dalam pemilihan belt conveyor adalah kecepatan
dan lebar belt (Taggart, 1953).
Belt conveyor ditopang oleh conveyor stand untuk mendistribusikan
material ketempat yang lebih tinggi. Rata-rata kemiringan maksimal dari belt
conveyor adalah 180º. Jika sudut inklinasi lebih besar dari 180º maka material
batu yang terdapat pada belt conveyor tidak akan bisa dipindahkan karena
material batu akan menggelinding ke bawah disebabkan sudut inklinasi yang
terlalu besar. Maka pada perancangan Conveyor Stone Crusher diusahakan sudut
inklinasi tidak boleh lebih dari 180º (Ansyari, 2014).
Nilai Koefisien luas penampang melintang belt conveyor dalam kaitannya
dengan penyusunan idler roll (Gambar 2.5) dan sudut tumpah (surcharge angel)
(Gambar 2.6). Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas adalah sudut
kemiringan belt dan koefisien. Sudut kemiringan dan koefisien belt yang
diizinkan pada belt conveyor (Gambar 2.7).
Gambar 2.5 Koefisien luas penampang melintang belt conveyor (Ansyari, 2014)
19
Gambar 2.7 Koefisien terhadap sudut kemiringan belt conveyor (Ansyari, 2014)
Pada proses kerja di unit peremuk dimulai, belt conveyor harus bergerak
terlebih dahulu sebelum alat peremuk bekerja, hal ini bertujuan mencegah
terjadinya kelebihan muatan pada belt (Yardley, 2008). Pemakaian belt conveyor
dipengaruhi oleh sifat fisik dan kondisi material batuan, kondisi material tersebut
antara lain:
1. Ukuran dan bentuk material
2. Kandungan air
3. Komposisi material
4. Keadaan Topografi
5. Jarak Pengangkutan
20