Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Studi Terdahulu
Menurut Firmansyah (2016), dalam Skripsi Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Bangka Belitung yang berjudul “Evaluasi Produktivitas Crushing
Plant untuk Pencapaian Target Produksi 30.000 ton/bulan Batu Granit PT Mandiri
Karya Makmur Desa Tanjung Gunung Kabupaten Bangka Tengah” memaparkan
tentang penelitian yang dilakukan untuk mengetahui produktivitas crushing plant
supaya tercapai target produksi. Perhitungan nilai produktivitas dilakukan dengan
nilai rata-rata 30 data jumlah jam kerja, nilai rata-rata 30 data jumlah jam
hambatan produksi, nilai rata-rata 30 berat contoh batu, nilai rata-rata 30 data
kecepatan belt conveyor untuk mengetahui nilai kesediaan peralatan dan
produktivitas sesungguhnya dari crushing plant. Hasil dari analisa produktivitas
dari crushing plantini meliputi produksi terpasang diperoleh 56.250 ton/bulan,
produksi maksimal sebesar 18.738 ton/bulan , produksi nyata sebesar 8.848,5
ton/bulan, nilai kesediaan alat dari unit peremuk, mechanical availability (MA)
62,5 %, phisycal availability (PA) 71,66 %, use of availibility (UA) 65,89 %,
waktu kerja efektif 4,25 jam/hari dan efisiensi kerja 47,22%. Kondisi tersebut
menunjukkan sasaran produksi belum terpenuhi, sehingga diperlukan solusi
pencapaian target produksi seperti merubah target produksi menjadi 15.000
ton/bulan, pengurangan waktu tunda karena faktor non teknis (manusia),
melakukan pengggantian alat peremuk.
Menurut Langgu (2011), dalam Skripsi Jurusan Teknik Pertambangan UPN
“V” Yogyakarta yang berjudul “Optimalisasi Kerja Alat Peremuk untuk
Memenuhi Target Produksi Batubara di PT Tanjung Alam Jaya Kecamatan
Pengaron Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan” menyatakan bahwa
target produksi sebesar 4.706 ton/hari belum tercapai. Pencapaian target produksi
dilakukan dengan analisis terhadap nilai rata-rata 40 data jumlah waktu laju
pengumpanan dan nilai rata-rata 40 data jam kerja efektif untuk nilai efisiensi

4
5

kerja menggunakan metode analisis statistik dan matematis. Hasil penelitian


menunjukkan bahwa produksi nyata rata-rata yang mampu dicapai adalah 3.063
ton/hari dengan waktu kerja efektif sebesar 779,3 menit perhari dan efisiensi kerja
64,94 %. Berdasarkan kondisi tesebut, target produksi yang diinginkan belum
terpenuhi. Untuk mencapai target produksi tersebut, dilakukan beberapa usaha
antara lain, menambah jumlah umpan, meningkatkan waktu kerja efektif dan
pergantian secondary crusher, sehingga memberikan peningkatan produktivitas
crushing plant menjadi 4.934 ton/hari.
Menurut Saputra (2009), dalam Skripsi Jurusan Teknik Pertambangan UPN
“V” Yogyakarta yang berjudul “Peningkatan Produksi Pabrik Peremuk Batu
Andesit PT Perwita Karya di Desa Beber Kecamatan Sumber Cirebon Jawa
Barat” menyatakan bahwa target produksi pabrik peremuk batu andesit PT
Perwita Karya belum tercapai dan perlunya solusi dalam upaya peningkatan
produksi. Peningkatan nilai produksi diketahui dengan menganalisis nilai rata-rata
40 data jumlah waktu laju pengumpanan, setting jaw crusher, rata-rata 40 jumlah
data waktu efektivitas penggunaan jaw crusher untuk mengetahui efisiensi kerja
menggunakan metode analisis statistik dan matematis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pabrik peremuk batu andesit hanya menghasilkan batu pecah
dengan ukuran - 20 mm, + 5 mm dan ukuran - 5 mm sebesar 8,68 ton/jam dan
tingkat efektivitas jaw crusher masih rendah yaitu, untuk jaw crusher I sebesar
84,88 %, jaw crusher II sebesar 52,65 % dan jaw crusher III sebesar 48,78 %.
Solisi yang dilakukan antara lain dengan menambah jumlah umpan, perubahan
susunan jaw crusher dan setting alat dan perbaikan efektivitas kerja.
2.1.2 Sejarah Perusahaan
Menurut data Human Resource Department (HRD) PT MAS (2011), PT
Muara Alam Sejahtera atau disingkat PT MAS didirikan berdasarkan surat
Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
Nomor : C – 326 HT.03.01 Tahun 2002, tanggal 19 Maret 2002 dengan Akte
Pendirian Perusahaan Nomor : 1, tanggal 19 Februari 2004, serta Akte Perubahan
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas PT MAS Nomor : 2, tanggal 6 Mei 2004 dan
Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas PT MAS Nomor : 1, tanggal 3
6

Agustus 2004. PT MAS adalah anak perusahaan PT Baramulti Sugih Sentosa


yang kegiatan utamanya adalah mengusahakan pertambangan batubara dan jasa
pertambangan dengan keseluruhan hasilnya dipasarkan ke induk perusahaan. PT
MAS memiliki luas areal penambangan seluas 1.745 ha. Seiring berjalannya
waktu, pendistribusian batubara di PT MAS saat ini sudah menggunakan kereta
api. PT Muara Alam Sejahtera telah mendapatkan izin dari:
1. Kuasa Pertambangan Eksplorasi Batubara
Nomor : 540/64/KEP/PERTAMBEN/2005, berdasarkan Keputusan Bupati
Lahat tanggal 01 Februari 2005.
2. Persetujuan AMDAL oleh Bupati Lahat
Nomor : 340/KEP/BLH/2014 tanggal 30 September 2014.
3. Kuasa Pertambangan (KP) Eksploitasi Batubara
Nomor : 503/456/KEP/PERTAMBANGAN, berdasarkan Keputusan Bupati
Lahat tanggal 24 November 2008.
4. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi
Nomor : 503/159/KEP/PERTAMBEN/2010, berdasarkan Keputusan Bupati
Lahat tanggal 27 April 2010.
5. Kuasa Pertambangan Pengangkutan dan Penjualan Batubara
Nomor : 503/323/KEP/PERTAMBEN/2008, tanggal 01 September 2008
(Untuk jangka waktu 10 tahun).
2.1.3 Geologi Daerah Penelitian
Menurut Eddy (2001), pada lapisan batubara terdapat sisipan berupa
lempung dan laminasi sepanjang seam batubara. Lapisan batubara di daerah
Kuasa Pertambangan PT Muara Alam Sejahtera di Lahat merupakan bagian dari
daerah Talang Bulang yang ditutupi oleh 2 (dua) kelompok batuan yaitu:
1. Kelompok Batuan Kuarter
Kelompok ini diwakili oleh Formasi Kasai pada umur Pilosen dan pada umur
Holosen terbentuk Formasi Alluvium.
2. Kelompok Batuan Tersier
Kelompok Batuan Tersier terbentuk pada umur Miosen memiliki tiga bagian
yaitu Miosen Awal, Miosen Tengah, dan Miosen Akhir. Pada Miosen Awal
7

terbentuk Formasi Gumay, pada Miosen Tengah terbentuk Formasi Air


Benakat yang mengandung batuan karbonat (cangkang, moluska, foraminifera)
artinya pada Miosen Tengah terdapat laut dan juga mulai terbentuk Formasi
Muara Enim, sedangkan pada Miosen Akhir semua lapisan berasal dari
Formasi Muara Enim yang merupakan Formasi pembawa batubara. Peta
Geologi Regional dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Geologi regional Tanjung Enim (Gafoer et al., 1986)


Adapun jenis batuan penyusun formasi batuan di PT Muara Alam Sejahtera
pada cekungan Sumatera Selatan daerah Talang Bulang menurut Eddy (2001),
antara lain (Gambar 2.2):
1. Formasi Gumay
Menurut Spruyt (1956) Formasi ini terdiri atas napal tufaan berwarna kelabu
cerah sampai kelabugelap. Terdapat lapisan-lapisan batupasir glaukonit yang
keras, tufa, breksi tufa, lempung serpih, dan lapisan tipis batugamping.
2. Formasi Air Benakat
Menurut Spruyt (1956), Formasi ini terdiri atas batupasir tufaan, lempung
tufaan. Ketebalan formasi berkisar antara 250-1550 m.
8

3. Formasi Muara Enim


Menurut Spruyt (1956), Formasi ini selaras diatas Formasi Air Benakat.
Formasi ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Formasi Muara Enim Miosen Tengah
Formasi ini terdiri atas batupasir hijau biru, batulempung hijau, dan sisipan
batulanau, tebal 100-150 m dan terbentuk lapisan batubara merapi dan
batubara keladi.
b. Formasi Muara Enim Miosen Akhir (bagian awal)
Formasi ini terdiri atas perselingan batulempung coklat dan batupasir abu-
abu kehijauan, lapisan batubara dan kandungan tufa biotit terpudarkan,
dengan ketebalan 45-100 m serta pada formasi ini terbentuk lapisan batubara
mangus, batubara suban, dan batubara petai.
c. Formasi Muara Enim Miosen Akhir (bagian tengah)
Formasi ini terdiri atas perselingan batupasir abu-abu muda dan
batulempung abu-abu serta sisipan lapisan batubara, batulempung dan
batupasir memiliki nodul ironstone dengan rongga-rongga gas tebal 115-365
serta pada formasi ini terbentuk lapisan batubara.
d. Formasi Muara Enim Miosen Akhir (bagian tengah)
Formasi ini terdiri atas lempung hijaubiru, abu-abu, kaya material vulkanik,
sisipan batupasir, abu-abu hiaju dan putih, bebearapa lapisan batubara
dengan ketebalan 100-240 m serta pada formasi ini terbentuk lapisan
batubara niru, batubara babat, batubara enim, dan batubara kebon.
e. Formasi Kasai
Formasi terdiri atas batupasir tufaan, batulempung tufaan, warna
terang,pasir, batuapung, lensa-lensa batubara.
f. Formasi Alluvial
Formasi terdiri atas batulempung dan lanau, batupasir dan kerikil merupakan
endapan pantai dan sungai.
9

Gambar 2.2 Formasi batuan (Dept. Mining and Engineering PT MAS, 2011)
2.1.4 Iklim
Iklim yang berada di daerah PT Muara Alam Sejahtera sama halnya dengan
iklim yang ada di Indonesia pada umumnya yaitu berkisar antara 18o C sampai
dengan 36.5o C (SH & E PT Muara Alam Sejahtera, 2016). Adapun meterologi
untuk tambang blok barat adalah sebagai berikut:
1. Suhu Udara
a. Suhu Udara Maksimum : 36,5o C Pada siang hari
b. Suhu Udara Minimum : 18o C Pada sore hari
10

c. Suhu Udara Rata-rata : 27o C


2. Kelembaban Nisbi
a. Kelembaban Maksimum : 100 % Pada pagi hari
b. Kelembaban Minimum : 12 % - 30 % Pada siang hari
c. Kelembaban Rata-rata : 75 %
3. Tekanan Udara
a. Tekanan Udara Maksimum : 1015 mbar
b. Tekanan Udara Minimum : 1005 mbar
c. Tekanan Udara Rata-rata : 1010 mbar
2.1.5 Curah Hujan
Curah hujan tertinggi periode 2016 di daerah penambangan PT Muara Alam
Sejahtera terjadi pada bulan Februari, sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli
(Gambar 2.3)

Curah Hujan
500
450
400
350
300
250
Curah Hujan
200
150
100
50
0
Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16 Jul-16 Aug-16

Gambar 2.3 Curah hujan PT MAS tahun 2016 (SH & E PT MAS, 2016)
2.1.6 Keadaan Stratigrafi
Menurut Tim Geologi PT Muara Alam Sejahtera (2011), menyimpulkan
dari hasil penyelidikan bahwa lapisan batubara yang berada pada daerah IUPPT
Muara Alam Sejahtera terbentuk dalam proses pengendapan fasies paludal (rawa)
hingga fasies channel dan menempati tepi barat bagian selatan cekungan
Sumatera Selatan sub-cekungan Palembang. Stratigrafi daerah PT Muara Alam
Sejahtera berdasarkan dokumen laporan eksplorasi stratigrafi berada di Formasi
11

Kasai, Formasi Muara Enim, dan Formasi Air Benakat, dan terbentuk mulai dari
Zaman Miosen sampai Zaman Piosen. Lapisan batubara ditemukan berada pada
Formasi Muara Enim, Formasi Air Benakat, Formasi Gumay, dan Formasi
Alluvial. Adapun keadaan stratigrafi di PT Muara Alam Sejahtera adalah sebagai
berikut:
1. Lapisan Top Soil
Terdapat top soil dengan ketebalan berkisar 0,5-1 m, top soil terdiri atas akar
tumbuh-tumbuhan, unsur hara, dan tanah merah.
2. Lapisan Tanah Penutup (Overburden)
Overburden ini memiliki ketebalan bervariasi berkisar antara ± 17 m, terdiri
atas sandstone, shalty coal, claystone, dan mudstone, terdapat pada kedalaman
±3,5 m dari topsoil.
3. Lapisan Batubara
Lapisan batubara pada PT Muara Alam Sejahtera terdiri atas Lapisan Batubara
A1, Lapisan Interburden A1-A2, Lapisan Batubara A2, Lapisan Interburden A2-
B, Lapisan Interburden B-B1, Lapisan Interburden B-B1, Lapisan Interburden
B1-B2¸ Lapisan Batubara B2, dan Lapisan Batubara UP0 (Departemen Mining
and Engineering PT Muara Alam Sejahtera).
a. Lapisan Batubara A1
Batubara A1 memiliki ketebalan berkisar ± 7 m dan memiliki cabang seam
A1A dan A1B, yang kemudian A1A memiliki cabang A1AU dan A1AL, A1B
memiliki cabang A1BU dan A1BL, dan terakhir Seam A1BL memilik dua
cabang lagi yaitu cabang A1BL1 dan A1BL2, terdapat di bawah lapisan
Overburden.
b. Lapisan Interburden A1-A2
Lapisan ini terdiri dari mudstone dan shaltystone dengan ketebalan rata-rata
±1 m dan terdapat diantara Seam A1 dan A2.
c. Lapisan Batubara A2
Lapisan batubara A2 ketebalannya berkisar ± 8-9 m dan memiliki cabang
Seam A2A dan A2B, yang kemudian Seam A2A memiliki cabang lagi yaitu
12

Seam A2AU dan A2AL serta Seam A2B induk cabang dari Seam A2BU dan
A2BL, terdapat di bawah lapisan interburden A1-A2.
d. Lapisan Interburden A2-B
Lapisan ini terdiri dari mudstone dan sandstone dengan ketebalan rata-rata
±15,3 m, terdapat diantara Seam A2 dan B.
e. Lapisan Interburden B-B1
Lapisan ini terdiri dari mudstone yang memiliki ketebalan rata-rata berkisar
±4,2 m, terdapat diantara Seam B dan B1.
f. Lapisan Batubara B1
Lapisan batubara B1 memiliki ketebalan rata-rata berkisar ± 12 m dan
memiliki cabang yaitu Seam B1A dan B1B. Pada Seam B1A terdapat 2
cabang yaitu Seam B1AU dan B1AL. Pada Seam batubara B1B masih
memiliki 4 cabang lagi yaitu B1BU1, B1BU2, B1BL1, dan B1Bl2.Terdapat di
bawah lapisan interburden B-B1.
g. Lapisan Interburden B1-B2
Lapisan Interburden B1-B2 memiliki ketebalan lapisan rata-rata berkisar ±
14,7 m terdiri atas perselingan batuan sandstone dan mudstone, dan terdapat
diantara Seam B1 dan B2.
h. Lapisan Batubara B2
Lapisan batubara B2 memiliki ketebalan lapisan rata-rata berkisar 7-8 m dan
memiliki 2 anak cabang yaitu B2A dan B2B. Pada B2A terdapat 2 cabang
yaitu B2AU dan B2AL. Pada B2B terdapat 2 cabang B2BU dan B2BL. Pada
B2BL masih memiliki 2 cabang lagi yaitu B2BL1 dan B2BL2. Terdapat di
bawah lapisan interburden B1-B2.
i. Lapisan Batubara UP0
Lapisan batubara UP0 sedang dalam proses pengeboran untuk diteliti berapa
kisaran tebal lapisan batubara seam UP0 diperkirakan masih memiliki
beberapa cabang lagi yaitu UP0U dan UP0L. Pada UP0L masih memilik
cabang lagi yaitu UP0L1 dan UP0L2. Terdapat diatas seam batubara A1.
Iklim Dan Curah Hujan.
13

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Pengolahan Bahan Galian
Menurut Tobing (2002), pengolahan bahan galian merupakan istilah umum
yang biasa dipergunakan untuk mengolah semua jenis bahan galian hasil tambang
yang berupa mineral, batuan, bijih, atau bahan galian lainnya yang ditambang atau
diambil dari endapan-endapan alam pada kulit bumi untuk dipisahkan menjadi
produk berupa satu macam atau lebih bagian mineral yang dikehendaki dan
bagian lain yang tidak dikehendaki yang terdapat besama-sama dialam. Mineral
yang dikehendaki biasanya disebut juga mineral berharga (konsentrat) karena nilai
ekonominya, sedangkan mineral yang tidak dikehendaki disebut mineral buangan
(waste). Pada akhir proses pengolahan akan diperoleh dua macam hasil yaitu
konsentrat yang terdiri dari mineral berharga dan tailing yakni terdiri dari mineral
tidak berharga. Beberapa tujuan yang akan capai dari pengolahan bahan galian
adalah:
1. Meningkatkan kadar dan harga jual bahan galian.
2. Memisahkan mineral berharga dengan pengotornya.
3. Memisahkan mineral berharga satu dengan yang lainnya.
4. Mengurangi kehilangan jumlah mineral berharga.
5. Mengurangi biaya pengangkutan.
Pengolahan bahan galian yang dapat juga disebut sebagai mineral
processing (Wills, 1992). Mineral dressing merupakan proses pengolahan bahan
galian atau mineral untuk memisahkan mineral berharga dari mineral pengotornya
yang kurang berharga dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat fisik dari
mineral-mineral tersebut tanpa mengubah identitas kimia dan fisik produknya.
Secara umum proses pengolahan bahan galian terdiri dari beberapa langkah, yaitu
(Tobing, 2002):
1. Pengecilan Ukuran (Cumminution)
Cumminution merupakan proses pengecilan ukuran, dilakukan dengan cara
memecah bongkah batuan yang lebih besar menjadi butiran-butiran yang lebih
kecil sehingga terjadi pelepasan (liberasi) dari mineral-mineral yang berbeda
atau diperoleh ukuran butiran yang diinginkan. Cumminution biasanya
14

dilakukan dengan dua tahap yaitu peremukan (crushing) dan penggerusan


(grinding).
2. Penyeragaman Ukuran (Sizing)
Sizing merupakan proses pemisahan butiran mineral menjadi bagian-bagian
atau fraksi yang berbeda dalam ukurannya, sehingga setiap fraksi terdiri dari
butiran-butiran yang hampir sama ukurannya.
2.2.2 Crushing Plant
Crushing plant merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memperkecil
ukuran material batubara agar dapat sesuai dengan kebutuhan konsumen dan
dapat digunakan untuk proses selanjutnya. Rangkaian unit crushing plant
memerlukan peralatan agar dapat berjalan baik, diantaranya: pengumpan, hopper,
belt feeder, alat peremuk (crusher) dan belt conveyor. Proses ini berawal dari
masuknya material (batubara) melalui hopper sebagai umpan yang akan diterima
oleh belt feeder, kemudian disalurkan ke belt conveyor dan kemudian menuju ke
mesin peremuk batubara yang nantinya material tersebut akan hancur atau remuk
dan berubah ke ukuran butir yang lebih kecil. Proses peremukan material pada
crusher berlangsung pada dasarnya karena adanya gaya tekan dan gaya gesek
yang belangsung secara bergantian (Gupta, 2006).
2.2.2.1 Pengumpan (Dump Truck dan Wheel Loader)
Dump truck merupakan suatu alat yang digunakan untuk memindahkan
material pada jarak menengah sampai jarak jauh. Muatannya diisikan oleh alat
pemuat, sedangkan untuk pembongkaran muatan alat ini dapat bekerja sendiri.
Alat pengumpan pada unit crushing plant juga menggunakan wheel loader dengan
pemuatan material jarak dekat (Tenriajeng, 2003).
Produktivitas alat angkut (dump truck) dari rumus yang umum digunakan
untuk perhitungan produktivitas dump truck yaitu dengan persamaan
(Indonesianto, 2005) :
3600 × n × Kb × Fb × Eff × Sf
𝑄= ............................................................. (2.1)
𝐶𝑡
Keterangan :
Q = Produktivitas (ton/jam)
15

n = Jumlah pengisian
Kb = Kapasitas heaped bucket (m3)
Fb = Factor Bucket
Eff = Efisiensi Kerja
SF = Sweel factor
Ct = Cycle time (detik)
Produktivitas alat pengumpan wheel loader dapat dihitung dengan
persamaan (Komatsu Handbook, 2013) :
3600 × q × fb × Eff
𝑄= ............................................................................. (2.2)
𝐶𝑡
Keterangan :
Q = Produktivitas (ton/jam)
q = Kapasitas heaped bucket (m3)
Fb = Factor Bucket
Eff = Efisiensi Kerja
Ct = Cycle time (detik)
2.2.2.2 Hopper
Hooper merupakan alat yang digunakan pada awal proses crushing plant
yaitu tempat penerima material umpan yang berasal dari lokasi penambangan
sebelum dilanjutkan menuju ke alat peremuk. Hopper terbuat dari lapisan baja
yang berfungsi untuk menghindari kerusakan akibat gesekan dan benturan dengan
material yang masuk ke dalam hopper tersebut (Hayati, 2015). Volume hopper
dapat dihitung dengan persamaan (Hayati, 2015):
(L atas + L bawah) + (√L atas+L Bawah)
V hopper = × T Atas ................(2.3)
3
V bawah = L bawah × T bawah ...............................................................(2.4)
Keterangan :
V hopper = Volume Hopper (m3)
V bawah = Volume Bagian Bawah Hopper (m3)
L atas = Luas Penampang Atas Hopper (m2)
L bawah = Luas Penampang bawah Hopper (m2)
T = Tinggi (m)
16

2.2.2.3 Mesin Peremuk (Double Roll Crusher)


Alat peremuk ini melakukan peremukan dengan cara menjepit benda yang
hendak diremukkan dengan perputaran silinder yang berlawanan arah sehingga
material terjepit dan hancur (Gupta, 2006).
Double roll crusher merupakan roll crusher yang mempunyai 2 buah roller,
dengan sumbu yang sejajar pada bidang horizontal yang sama. Double roll crusher
sangat cocok digunakan untuk batuan mineral jenis : Batubara, limestone, kaolin,
phospat, dan tersier crusher pada batusplit/andesit. Dengan kecepatan 300-350
rpm double roll crusher memiliki kecepatan dalam menghancurkan berbagai jenis
batuan. Cara kerja double roll crusher yaitu melakukan peremukan dengan cara
menjepit benda yang hendak diremukkan (Maurice, 2003).
Alat ini terdiri dari 2 silinder (roller) dengan sumbu yang sejajar pada
bidang horizontal yang sama kedua roller berdekatan lalu berputar dengan arah
putaran berlawanan kemudian batubara mentah diumpan masuk akan dijepit
diantara dua roller, akibat tekanan yang kuat akhirnya batubara mentah remuk dan
jatuh kedalam belt dan dibawa ke penampungan. Bagian-bagian dalam double roll
crusher sebagai berikut (Gupta, 2006):
1. Base frame dan hopper, merupakan semua konstruksi terbuat dari pelat baja.
Roll memiliki akses dilepas untuk memungkinkan pemeliharaan berkala dan
pemeriksaan gulungan.
2. Bearings, merupakan alat yang bekerja sebagai anti gesekan atau bantalan
bulat roller yang mendukung poros roll. Sebuah plat yang terletak antara
bantalan geser dan dasar bingkai untuk mencegah keausan pada bantalan
dasar.
3. Segel debu, merupakan alat sekitar poros roll mencegah debu dari melarikan
diri ke atmosfer. V-belt drive adalah salah satunya.
4. Desain roll, merupakan permukaan roll mencakup berbagai elemen
penghancur, seperti intermeshing gigi, manik-manik dilas, bergalur dan
smoothfaced atau kombinasi halus dan manik-manik, semuanya dirancang
untuk mengubah bahan dan menghancurkan sampai tahap yang diinginkan.
17

5. Tramp perlindungan, merupakan alat otomatis perlindungan terhadap baja,


sampah dan lainnya. Toggle akan terbuka dan roll bergerak kembali, membuat
lubang besar untuk lulus mekanisme beralih uncrushable material.
Kapasitas teoritis pada double roll crusher dinyatakan dalam persamaan
(Gupta, 2006):
Q = π x 60 x D x W x ω x L x ɣ .............................................................. (2.5)
Keterangan :
Q = Kapasitas double roll crusher (ton/jam)
D = Diameter roll (m)
W = Lebar permukaan roll (m)
ω = Putaran per menit (putaran/ menit)
L = Jarak antar roll (m)
ɣ = Density (ton/m3)

Feed

Roll

Pruduct

Gambar 2.4 Double roll crusher (Gupta, 2006)


2.2.2.4 Unit Pemindah Material (Conveying)
Unit Pemindah Material (Conveying) merupakan bagian dari peralatan unit
crushing yang berfungsi untuk memindahkan material secara langsung dalam
suatu proses dari satu unit ke unit lain atau ke stockpile (Taggart, 1953). Pada
umumnya fungsi-fungsi conveyor biasanya terdiri dari unit joint conveyor (fungsi
penyambung atau perantara), discharge conveyor (mendistribusikan ke stockpile),
18

feed conveyor (fungsi pemasok), return conveyor (fungsi balik untuk dipecah
lagi).
Conveyor merupakan salah satu alat yang mendukung kelancaran proses
produksi serta memiliki peran dalam meningkatkan dan mencapai target produksi
yang diinginkan. Untuk itu, pemilihan belt conveyor harus sesuai dengan kondisi
peralatan lainnya, agar kapasitas yang diinginkan tercapai dengan baik. Hal paling
penting yang arus diperhatikan dalam pemilihan belt conveyor adalah kecepatan
dan lebar belt (Taggart, 1953).
Belt conveyor ditopang oleh conveyor stand untuk mendistribusikan
material ketempat yang lebih tinggi. Rata-rata kemiringan maksimal dari belt
conveyor adalah 180º. Jika sudut inklinasi lebih besar dari 180º maka material
batu yang terdapat pada belt conveyor tidak akan bisa dipindahkan karena
material batu akan menggelinding ke bawah disebabkan sudut inklinasi yang
terlalu besar. Maka pada perancangan Conveyor Stone Crusher diusahakan sudut
inklinasi tidak boleh lebih dari 180º (Ansyari, 2014).
Nilai Koefisien luas penampang melintang belt conveyor dalam kaitannya
dengan penyusunan idler roll (Gambar 2.5) dan sudut tumpah (surcharge angel)
(Gambar 2.6). Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas adalah sudut
kemiringan belt dan koefisien. Sudut kemiringan dan koefisien belt yang
diizinkan pada belt conveyor (Gambar 2.7).

Gambar 2.5 Koefisien luas penampang melintang belt conveyor (Ansyari, 2014)
19

Gambar 2.6 Sudut tumpah batubara (Ansyari, 2014)

Gambar 2.7 Koefisien terhadap sudut kemiringan belt conveyor (Ansyari, 2014)
Pada proses kerja di unit peremuk dimulai, belt conveyor harus bergerak
terlebih dahulu sebelum alat peremuk bekerja, hal ini bertujuan mencegah
terjadinya kelebihan muatan pada belt (Yardley, 2008). Pemakaian belt conveyor
dipengaruhi oleh sifat fisik dan kondisi material batuan, kondisi material tersebut
antara lain:
1. Ukuran dan bentuk material
2. Kandungan air
3. Komposisi material
4. Keadaan Topografi
5. Jarak Pengangkutan
20

Gambar 2.8 Bagian-bagian belt conveyor (Ansyari, 2014)


Produktivitas belt conveyor dapat diketahui berdasarkan pengambilan
contoh dari belt conveyor yang dalam keadaan berhenti untuk setiap panjang belt
conveyor per satu meter kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam karung
untuk ditimbang beratnya dinyatakan dalam persamaan (Yardley, 2008) :
3600 𝑥 𝑉 𝑥 𝐺
Q= ................................................................................. (2.6)
1000 𝑥 𝐿
Keterangan:
Q = Produktivitas belt conveyor (ton/jam)
V = Kecepatan belt conveyor (m/s)
G = Berat sampel yang diambil (kg)
L = Panjang belt conveyor untuk setiap pengambilan sampel (m)
2.2.2.5 Unit Pemisah/Pengayak Material (Screening)
Unit pemisah/pengayak material (screening) adalah komponen pada
peralatan pemecah batu yang berfungsi untuk menyaring/memisahkan,
membentuk gradasi (grading), dan secara tidak langsung mengontrol penyaluran
material ke unit crushing selanjutnya atau stockpile (Maurice, 2003).
21

Gambar 2.9 Bagian-bagian vibrating screen (Anonim, 2010)


Pada umumnya screen terbuat dari kawat baja yang dianyam, dan bidang
persegi empat yang terletak di antara dua bush kawat yang dianyam menentukan
ukuran batu yang dapat lolos melewatinya. Terdapat dua jenis screen yang biasa
dipakai, yaitu vibrating screen dan revolving screen (Brown, 1963).

Anda mungkin juga menyukai