Anda di halaman 1dari 12

4

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Pangan Fungsional
Pangan fungsional pertama kali diperkenalkan di Jepang dan
mengacu pada pangan yang diproses dengan komposisi khusus yang
mendukung fungsional sebagai tambahan terhadap gizi. Umumnya
pangan fungsional dianggap sebagai bagian pangan yang memiliki fungsi
memiliki komponen biologi aktif yang berguna untuk meningkatkan
kesehatan atau mengurangi resiko penyakit (Antarini, 2011). Makanan
fungsional adalah makanan yang meliputi produk segar maupun produk
olahan yang tidak hanya mengenyangkan tetapi juga menguntungkan bagi
kesehatan dan mengurangi resiko penyakit pada konsumen. Makanan
fungsional ini mengandung senyawa atau komponen yang berkhasiat bagi
kesehatan. Senyawa atau komponen yang berkhasiat bagi kesehatan yakni
serat pangan, asam amino, peptida, protein, isoprenoida dan vitamin,
kholin, bakteri asam laktat, mineral, asam lemak tak jenuh dan
antioksidan (Silalahi, 2006).
Pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan alamiah, bisa juga
diperoleh melalui penambahan dari luar atau telah melalui proses,
mengandung satu atau lebih senyawa yang terbukti secara ilmiah
mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan, serta dapat dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan dan
minuman, mempunyai sensoris berupa penampakan, warna, tekstur dan
citarasa yang dapat diterima oleh konsumen. Komponen fungsional
merupakan komponen yang terdapat dalam pangan fungsional yang
berdasarkan kajian ilmiah terbukti tidak membahayakan kesehatan dan
dapat memberikan manfaat kesehatan di luar manfaat yang umumnya
diberikan oleh komponen tersebut. Peredaran produk pangan fungsioanal
didukung oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
5

mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dimana salah satu upaya


yang dilakukan adalah memilih dan mengkonsumsi pangan yang memiliki
manfaat lebih selain untuk memenuhi kebutuhan dasar tubuh
(BPOM, 2004).
Dalam kaitannya dengan tren penggunaan pangan fungsional,
menurut Mellentin (2007) terdapat 10 kunci kecenderungan konsumen
terhadap pangan fungsional sebagai berikut:
1) Makanan yang mengendalikan berat badan, contohnya makanan
rendah kalori
2) Makanan yang menjaga kesehatan otak dan mental
3) Makanan ringan yang sehat, contohnya yang berbasis sayuran dan
kacang-kacangan
4) Buah-buahan sebagai pangan fungsional
5) Makanan untuk kesehatan pencernaan, contohnya sereal dan yoghurt
6) Makanan untuk gizi balita, contohnya makanan yang sehat alami
7) Meniru cara Jepang dalam penggunaan pangan fungsional
8) Tampil cantik dan menarik dari dalam tubuh
9) Makanan yang sehat alami
10) Makanan fungsional yang menguntungkan secara ekonomi.
2. Serat Pangan
Serat pangan merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat
dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan
terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta
mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar. Jadi serat
pangan merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihirolisis
oleh enzim-enzim pencernaan. Meskipun tidak mengandung zat gizi, serat
pangan menguntungkan bagi kesehatan yaitu berfungsi mengontrol berat
badan atau kegemukan (obesitas), penanggulangan penyakit diabetes,
mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon, serta mengurangi
tingkat kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler. Menurut Koswara
(2006) Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dilaporkan
6

juga dapat menurunkan bobot badan. Makanan akan tinggal dalam saluran
pencernaan dalam waktu yang relatif singkat sehingga absorbsi zat
makanan akan berkurang. Selain itu makanan yang mengandung serat
relatif tinggi akan memberi rasa kenyang sehingga menurunkan konsumsi
makanan. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya
mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat
membantu mengurangi terjadinya obesitas.
Kanker kolon disebabkan oleh kontak sel-sel mukosa usus besar
dengan zatzat karsinogen, terutama jika kontak tersebut terjadi dalam
waktu yang lama dengan konsentrasi senyawa karsinogen yang tinggi.
Kontak senyawa karsinogen dengan sel usus, dapat merubah sel-sel usus
menjadi sel-sel kanker. Bila orang mengkonsumsi sedikit makanan yang
berserat, maka feses yang terbentuk di dalam usus besar tidak lunak. Serat
makanan mempunyai daya serap air yang tinggi. Adanya serat makanan
dalam feses menyebabkan feses dapat menyerap air yang banyak
sehingga volumenya menjadi besar dan teksturnya menjadi lunak.
Volume feses yang besar dengan tekstur lunak dapat mengencerkan
senyawa karsinogen yang terkandung di dalamnya, sehingga
konsentrasinya jauh lebih rendah. Dengan demikian akan terjadi kontak
antara zat karsinogenik dengan konsentrasi yang rendah dengan usus
besar, dan kontak ini pun terjadi dalam waktu yang lebih singkat,
sehingga tidak memungkinkan terbentuknya sel-sel kanker (Koswara,
2006).
Serat larut mampu menjerat lemak dalam usus, berarti serat larut
mencegah penyerapan lemak oleh tubuh. Dengan demikian, serat ini
membantu mengurangi kadar kolesterol dalam darah. Serat larut air
menurunkan kadar kolesterol darah hingga 5% atau lebih. Pektin (serat
larut air dari buah) menurunkan kadar kolesterol LDL. Dalam saluran
pencernaan, serat larut mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol)
dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dengan demikian, makin tinggi
konsumsi serat larut (tidak dapat dicerna, namun larut dalam air panas),
7

akan semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh
tubuh. Kardiovaskular adalah penyumbatan pembuluh darah jantung.
Penyebab utamanya, kolesterol. Di dalam tubuh, salah satu fungsi
kolesterol adalah sebagai bahan dasar pembentukkan asam empedu. Serat
makanan bersifat menyerap asam empedu, yang kemudian akan terbuang
bersama-sama dengan feses. Asam empedu mengemulsikan lemak hingga
terurai menjadi asam lemak yang akan diserap tubuh. Supaya sistem
metabolisme lemak tidak terganggu, harus tersedia asam empedu di dalam
sistem pencernaan (Tala, 2009). Meskipun serat pangan memberikan efek
positif terhadap kesehatan, namun juga memberikan efek negatif,
sehingga serat pangan tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan, sebagai
acuan kebutuhan serat yang dianjurkan yaitu 30 gram/hari (Santoso,
2011).
Mekanisme serat yang tinggi dapat memperbaiki kadar gula darah
yaitu berhubungan dengan kecepatan penyerapan makanan (karbohidrat)
masuk ke dalam aliran darah yang dikenal dengan glycaemic index (GI).
GI ini mempunyai angka dari 0 sampai 100 dimana makanan yang cepat
dirombak dan cepat diserap masuk ke aliran darah mempunyai angka GI
yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah. Sebaliknya
makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah
mempunyai angka GI yang rendah sehingga dapat menurunkan kadar gula
darah. Hasil penelitian pada hewan percobaan maupun pada manusia
mengungkapkan bahwa kenaikan kadar gula darah dapat ditekan jika
karbohidrat dikonsumsi bersama serat makanan. Hal ini sangat
bermanfaat bagi penderita diabetes, baik tipe I maupun tipe II (Koswara,
2006).
Jumlah serat pangan yang harus dikonsumsi oleh orang dewasa
adalah 20-35 g/hari atau 10-15 g/1000 kkal menu. Sedangkan United of
State Food Drug Administration dalam Nainggolan dan Adimunca (2005)
menganjurkan Total Dietary Fiber (TDF) 25 g/2000 kalori atau 30 g/2500
kalori. Menurut BPOM (2011) suatu produk dapat diklaim sebagai
8

sumber serat pangan jika komposisi serat pangan tidak kurang dari 3
gram/100 gram produk. Sedangkan produk dapat diklaim sebagai tinggi
serat pangan jika komposisi serat pangan tidak kurang dari 6 gram/100
gram produk.
3. Antioksidan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat terbebas dari
senyawa radikal bebas. Asap rokok, makanan yang digoreng, dibakar,
paparan sinar matahari berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat
tertentu, racun dan polusi udara merupakan beberapa sumber pembentuk
senyawa radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki
satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Elektron-elektron yang
tidak berpasangan ini menyebabkan radikal bebas menjadi senyawa yang
sangat reaktif terhadap sel-sel tubuh dengan cara mengikat elektron
molekul sel. Reaksi ini sering disebut sebagai oksidasi (Umayah dan
Amrun, 2007).
Antioksidan merupakan senyawa yang menghambat spesies
oksigen reaktif, spesies nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga
mampu mencegah penyakit-penyakit degeneratif seperti kardiovaskular
dan kanker. Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan
tubuh untuk menetralisir radikal bebas terhadap sel normal, protein dan
lemak. Senyawa ini memiliki struktur molekul yang dapat memberikan
elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali
fungsinya (Halliwell dan Gutteridge, 2000). Jenis antioksidan terdiri dari
dua, yaitu antioksidan alam dan antioksidan sintetik.
Antioksidan alami banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan, sayur-
sayuran dan buah-buahan sedangkan yang termasuk dalam antioksidan
sintetik yaitu butil hidroksilanisol (BHA), butil hidroksittoluen (BHT),
propilgallat, dan etoksiquin (Cahyadi, 2006). Berbagai metode digunakan
untuk mengukur aktivitas antioksidan produk makanan, dapat
memberikan hasil yang bervariasi tergantung pada keberadaan radikal
bebas tertentu yang digunakan sebagai reaktan. DPPH (1,1-difenil-2-
9

pikrilhidrazil) secara luas digunakan untuk menguji kemampuan senyawa


bertindak sebagai pencari radikal bebas atau donor hidrogen, dan untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan dari makanan. Metode ini dipilih
karena sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit
sampel (Prakash, 2001).
Pada beras hitam (Oryza sativa L.) mengandung senyawa
antioksidan berupa antosianin. Secara kimia antosianin merupakan
turunan struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk
dari pigmen sianidin dengan penambahan atau pengurangan gugus
hidroksil, metilasi dan glikosilasi (Harborne, 2005). Antosianin adalah
senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan untuk
bereaksi baik dengan asam maupun dengan basa. Dalam media asam
antosianin berwarna merah, dan pada media basa berubah menjadi ungu
dan biru (Man, 1997). Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili
flavonoid, dalam jumlah besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayur-
sayuran (Supriyono 2014). Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa
flavonoid, yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol,
flavan-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas dari flavonoid
yang berbeda dalam oksidasi antosianin. Senyawa flavonoid tidak
berwarna atau kuning pucat (Sundari 2008).
Sesuai namanya, antosianin memberikan warna pada bunga, buah,
dan daun tumbuhan hijau, dan telah banyak digunakan sebagai pewarna
alami pada berbagai produk pangan dan berbagai aplikasi lainnya. Warna
diberikan oleh antosianin berdasarkan susunan ikatan rangkap
terkonjugasinya yang panjang, sehingga mampu menyerap cahaya pada
rentang cahaya tampak. Sistem ikatan rangkap terkonjugasi ini juga yang
mampu menjadikan antosianin sebagai antioksidan dengan mekanisme
penangkapan radikal. Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang
mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Senyawa
paling berbahaya dalam radikal bebas adalah hidroksil (OH) sebab
memiliki reaktivitas paling tinggi. Molekul tersebut sangat reaktif dalam
10

mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh, maka


akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang
akhirnya membentuk suatu radikal bebas dalam jumlah yang banyak
(Low et al, 2007). Menurut Sarifudin dkk (2013) bila kadar antioksidan
pada suatu bahan lebih dari 90% dikatakan memiliki kadar antioksidan
yang sangat tinggi, 50-90% dikatakan memiliki kadar antioksidan yang
tinggi, sedangkan kadar antioksidan diatas 20% termasuk sedang, dan
dibawah 20% termasuk kadar yang rendah.
4. Snack Bar
Snack Bar dapat digolongkan sebagai produk pangan semi basah
(intermediate moisture food). Pangan semi basah memiliki kadar air
sekitar 10-40% serta mempunyai tekstur plastis sehingga memungkinkan
untuk dibentuk dan langsung dimakan. Adanya kandungan air tersebut
membuat snack bar cukup basah untuk langsung dimakan tanpa
menimbulkan sensasi kering, namun juga cukup kering untuk menjaga
kestabilan produk dari aktivitas mikroba selama penyimpanan
(Soekarto, 1979).
Snack bar merupakan makanan ringan yang berbentuk batangan
berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan. Menurut Amalia (2011),
proses pembuatan snack bar terdiri dari proses pencampuran bahan,
pencetakan dalam loyang, pemanggangan, dan pendinginan. Bahan yang
digunakan dalam pembuatan snack bar antara lain sumber karbohidrat,
sumber lemak, dan sumber protein. Sumber karbohidrat dapat diperoleh
dari umbi-umbian, tepung terigu, jagung, dan komoditas lain yang
memiliki kandungan karbohidrat tinggi. Sumber lemak dapat diperoleh
dari margarin atau minyak kelapa. Sedangkan sumber protein dapat
diperoleh dari komoditas kacang-kacangan yang merupakan sumber
protein nabati.
5. Beras Hitam (Oryza sativa L.)
Padi merupakan serealia utama yang hasilnya dikenal sebagai beras
yang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh lebih dari setengah
11

populasi dunia (Battacharjee et al, 2002). Terdapat beragam warna


padi/beras dan warna tersebut tergantung pada pigmen warna
khususnya antosianin pada lapisan perikarp, kulit biji (seed coat) atau
aleuron, seperti beras merah (red rice) dan beras hitam (black rice),
tetapi sebagian besar beras yang dikonsumsi adalah beras putih
(Chaudhary, 2003). Pada saat ini, beras hitam mulai banyak
dikonsumsi sebagai pangan fungsional yaitu pangan yang secara alami
atau melalui proses tertentu mengandung satu atau lebih senyawa yang
dianggap mempunyai fungsi fisiologis yang bermanfaat bagi
kesehatan dalam hal ini kandungan antosianin yang dapat berfungsi
sebagai antioksidan. Beras hitam lokal memiliki sebutan yang beragam
tergantung daerah asalnya. Beras hitam di Kotamadya Surakarta, disebut
beras Wulung, di Kabupaten Subang, Jawa Barat dikenal dengan
beras gadog. Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat
beberapa nama beras hitam. Di Sleman Yogyakarta, dikenal dengan
nama Cempo Ireng (Kristamtini, 2009).
Beras hitam (Oryza sativa L.) memiliki perikarp, aleuron dan
endosperm yang berwarna hitam dan ungu pekat. Warna tersebut
menunjukkan adanya kandungan antosianin. Beras hitam mempunyai
kandungan serat pangan (dietary fiber) sebesar 7,5%, sedangkan beras
putih hanya sebesar 5,4%. Beras hitam merupakan varietas lokal yang
mengandung pigmen, berbeda dengan beras putih atau beras warna lain
(Suardi dan Ridwan, 2009).
6. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)
Indonesia merupakan negara yang kaya akan produk bahan pangan
jenis kacang-kacangan seperti kedelai, kacang tanah, kacang hijau,
kacang hitam dan kacang panjang. Kandungan protein kacang-kacangan
berkisar antara 20-35%, selain protein, kacang-kacangan juga
mengandung karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan serat. Kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.) banyak tumbuh hampir di semua tempat di
Indonesia. Luas tanaman tanaman kacang hijau di Indonesia pada tahun
12

2008 mencapai 276,892.00 ha (Deptan, 2009) dengan jumlah produksi


kacang hijau menduduki urutan ketiga setelah kacang kedelai dan kacang
tanah.
Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija
yang dikenal luas didaerah tropis. Tumbuhan yang termasuk suku
polong-polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam
kehidupan sehari-hari sebagai sumber pangan yang berprotein nabati
tinggi. Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi
yaitu sebesar 22% dan merupakan sumber mineral yang penting, antara
lain kalsium dan fosfor. Dilihat dari segi komposisinya, kacang hijau
memiliki kandungan gizi yang lumayan tinggi dibandingkan dengan
jenis kacang-kacangan lainnya. Kacang hijau di Indonesia menempati
urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum, setelah
kedelai dan kacang tanah. Dengan potensinya ini kacang hijau dapat
mengisi kekurangan protein pada umumnya dan untuk perbaikan gizi
tani (Sidabutar dkk, 2013). Bentuk olahan kacang hijau yang tergolong
sederhana adalah tepung kacang hijau. Menurut penelitian Sidabutar dkk
(2013) karakteristik kimia tepung kacang hijau yaitu kadar air 10,900 %,
kadar abu 1,912 %, kadar protein 13,552 %, kadar lemak 4,966 %, dan
kadar serat 6,994%.
Menurut Astawan (2009), pembuatan tepung kacang hijau
dilakukan dengan merendam biji di dalam air selama tujuh jam.
Selanjutnya ditiriskan, dikeringkan dan disosoh. Kacang hijau tanpa kulit
selanjutnya digiling dan diayak untuk memperoleh tepung kacang hijau.
Tepung kacang hijau dapat digunakan untuk membuat aneka kue basah
(cake), cookies, kue tradisional, produk bakery dan kembang gula.
Menurut SNI 01-3728-1995, tepung kacang hijau adalah bahan makanan
yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)
yang sudah dihilangkan kulit arinya dan diolah menjadi tepung.
Komposisi kimia tepung kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 2.1. Dan
syarat mutu standar tepung kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 2.2.
13

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tepung Kacang Hijau


Komponen (per 100 g bahan) Tepung Kacang Hijau
Air (g) 6,23
Protein (g) 20,15
Lemak (g) 0,80
Abu (g) 2,07
Serat Kasar (g) 1,04
Karbohidrat (g) 69,71
Energi (kkal) 367
Sumber : Astawan (2009)
Tabel 2.2 Syarat Mutu Tepung Kacang Hijau Menurut SNI 01-3728-1995
No Kriteria Analisis Satuan Persyaratan
1 Keadan : Bau, rasa, warna - Normal
2. Benda-benda asing, - Tidak boleh ada
serangga dalam bentuk
stadia dan polong-
polongan, jenis pati lain
selain pati kacang hijau
3. Kehalusan :
Lolos ayakan 50 mesh % b/b Min 95
Lolos ayakan 60 mesh % b/b 100
4. Air % b/b Maks. 10
5. Serat kasar % b/b Maks. 3,0
6. Derajat asam Ml N. Ml N Maks. 2,0
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995)
7. Bahan Penunjang
a. Susu Bubuk Full Cream
Susu bubuk berlemak (full cream) adalah produk susu
berbentuk bubuk yang diperoleh dari susu cair; atau susu hasil
pencampuran susu cair dengan susu kental atau krim bubuk; atau
susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu
bubuk, yang telah dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan.
Dengan kadar lemak susu tidak kurang dari 26% dan kadar air
tidak lebih dari 5% (BPOM, 2006).

b. Margarin
Margarin adalah produk emulsi lemak berbentuk padat atau
semi padat, yang dibuat dari minyak atau lemak nabati dan air,
14

dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain seperti garam.


Dengan kandungan lemak makan tidak kurang dari 80% dan kadar
air tidak lebih dari 18% (BPOM, 2006).

c. Gula Halus
Tepung gula atau gula halus (icing sugar) adalah produk
yang diperoleh dari gula pasir yang dihaluskan dengan atau tanpa
penambahan anti kempal. Gula tidak kurang dari 97% dihitung
sebagai sakarosa. Tujuan penggunaan gula dalam pembuatan snack
bar adalah untuk memberikan rasa manis serta untuk mengawetkan
produk (BPOM, 2006).
15

B. Kerangka Berpikir Tingginya tingkat konsumsi


camilan yang kurang sehat di
Indonesia

Penganekaragaman olahan Perubahan pola pikir masyarakat


pangan berbahan dasar komoditi camilan sehat menuju kebutuhan
lokal akan pangan/camilan yang sehat

Beras hitam dan kacang hijau Tingginya tingkat konsumsi


adalah komoditi lokal yang camilan yang kurang sehat di
memiliki komponen gizi baik
dan memiliki senyawa bioaktif
Formulasi snack bar berbahan
dasar tepung beras hitam dan
Olahan tepung beras hitam dan
tepung kacang hijau
kacang hijau belum banyak
pemanfaatannya.
Dianalisis karakteristik sensoris,
karakteristik fisik dan kimia

Didapatkan snack bar berbahan


dasar tepung beras hitam dan
tepung kacang hijau yang dapat
diterima konsumen serta
memiliki karakteristik fisik dan
kimia yang baik

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian

C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah penggunaan tepung beras hitam
(Oryza sativa L.) dan tepung kacang hijau (Phaseolus radiatus) pada
formulasi snack bar berpengaruh pada penerimaan panelis melalui analisis
sensoris serta dapat dijadikan alternatif camilan sehat.

Anda mungkin juga menyukai