Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia


pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei
di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta
remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga
diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia.
Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia
karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak
memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia
karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll,
tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen lebih berbahaya dari
kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan
seperti semula. Karena itu, pada masa emas dan kritis perlu mendapat perhatian.

B. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa mampu membuat asuhan
keperawatan penyakit anemia pada anak
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengetahui pengertian anemia
2. Mengetahui etiologi anemia
3. Mengetahui patofisologi anemia
4. Mengetahui manifestasi klinis anemia
5. Mengetahui macam-macam anemia
6. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Anemia
Bahaya Anemia kini terutama sekali dirasakan pada anak-anak. Dampaknya bagi anak
bisa membahayakan karena dapat mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan organ tubuh lain,
hingga menyebabkan kematian. Karena itu sangat penting bagi kita untuk tanggap dan penting
mengetahui gejala-gejala Anemia. Secara umum anemia pada anak terjadi akibat infeksi cacing
tambang, malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang
terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin
turun dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya
hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan,
1998)
Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan system saraf yaitu
diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan metabolism saraf.
Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan
seorang bayi. Besi juga merupakan sumber energy bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan
fisik dan kemampuan bekerja terutama pada remaja. Bila kekurangan zat besi terjadi pada masa
kehamilan maka akan meningkatkan risiko perinatal serta mortalitas bayi.

2. Penyebab Defisiensi Besi Menurut Usia


 Bayi kurang dari 1 tahun
a) Cadangan besi kurang, karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar, ASI ekslusif
tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat dan anemia selama
kehamilan.
b) Alergi protein susu sapi
 Anak umur 1-2 tahun
a) Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu murni berlebih.
b) Obesitas
c) Malabsobsi
d) Kebutuhan zat besi berlebih karena infeksi berulang/kronis
 Anak umur 2-5 tahun
a) Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe atau minum susu berlebihan.
b) Obesitas
c) Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/kronis baik bakteri, virus ataupun parasit).
d) Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel/poliposis dsb).
 Anak umur 5 tahun – remaja
a) Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l infestasi cacing tambang) dan
b) Menstruasi berlebihan pada remaja puteri

3. Patofosiologi Anemia

Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat efek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran
sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh
dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

4. Klasifikasi Anemia
a) Anemia Aplastik
 Penyebab
Agen neoplastik/sitoplastik
Terapi radiasi
Antibiotik tertentu
obat anti konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
inveksi virus khususnya hepatitis

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastik

 Gejala
Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran
kemih, perdarahan susunan saraf pusat. Morfologis: anemia normositik normokromik

b) Anemia pada penyakit ginjal


Gejala-gejala:
Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
Hematokrit turun 20-30%
Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin

c) Anemia pada penyakit kronis


Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik
normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi
artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan

d) Anemia defisiensi besi


Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)

gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
e) Anemia megaloblastik
Penyebab:
Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit,
penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang
terinfeksi, pecandu alkohol.

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi

f) Anemia hemolitika
yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:
Pengaruh obat-obatan tertentu
Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
Proses autoimun
Reaksi transfusi
Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis
Tanda dan Gejala
o Lemah, letih, lesu dan lelah
o Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
o Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat

5. Tanda dan Gejala Anemia Pada Anak


Tanda dan gejala anak anemia sebenarnya bisa dideteksi oleh orang tua. Bagaimana
orang tua bisa mengenali tanda anemia pada anak itulah adalah salah satu cara untuk bisa
menangani semenjak awal anemia ini dan juga memberikan pengobatan anemia itu sendiri.
Tanda anemia anak bisa berupa :
 Anak terlihat lemah, letih, lesu, hal ini karena oksigen yang dibawa keseluruh tubuh berkurang
karena media trasportnya berkurang (Hb) kurang sehingga tentunya yang membuat energy
berkurang dan dampaknya adalah 3L, lemah, letih dan lesu
 Mata berkunang-kunang. Hampir sama prosesnya dengan hal diatas, karena darah yang
membawa oksigen berkurang, aliran darah serta oksigen ke otak berkurang pula dan berdampak
pada indra penglihatan dengan pandangan mata yang berkunang-kunang
 Menurunnya daya pikir, akibatnya adalah sulit untuk berkonsentrasi
 Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang sakit
 Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa menunjukkan tanda-tanda detak
jantung cepat dan bengkak pada tangan dan kaki.

6. Cara Mencegah Anemia


Sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, Mencegah penyakit
ini dapat mengkonsumsi beberapa asupan penting yang mudah didapat diantaranya, zat besi juga
dapat ditemukan pada kacang polong, serta kacang-kacangan.
Dilanjutkan dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara
mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi.
Perlu kita perhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap
tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat
dengan zat besi.

7. Komplikasi

Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian
mendadak dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES
dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun. Pada orang dewasa
menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif.
Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-
serangan priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan
ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering
berulang-ulang sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S
trait juga dapat mengalami hematuria. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536)

8. Penatalaksanaan pada penderita Anemia


Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)

2. Anemia pada penyakit ginjal


a. Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan

3. Anemia pada penyakit kronis


Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.

4. Anemia pada defisiensi besi


a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.

5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensidisebabkan oleh
defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi
IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selamahidup pasien
yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari,
secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara
fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut
oksigen ke jaringan.
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun sehingga tubuh akan
mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah
berkurang.
B. Klasifikasi Anemia
Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian :
 Anemia defisiensi
Anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit, seperti
defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.
 Anemia aplastik
Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh sumsum tulang.
 Anemia hemoragik
Anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan yang menahun.

 Anemia hemolitik
Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat
intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/ hemoglobinopatia, sferosis
congenital atau bersifat ektrasel seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah,
reaksi hemolitik pada transfusi darah.
C. Etiologi
Anemia pada anak disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan anemia pada orang
dewasa. Namun, penyebab anemia pada anak-anak juga memiliki kekhasan tersendiri, di
antaranya:
 Zat besi
Kekurangan zat besi adalah penyebab utama anemia pada anak. Sebenarnya, bila anak
mendapatkan makanan bergizi yang cukup, sangat kecil kemungkinannya mereka mengalami
kekurangan zat besi. Namun, banyak anak-anak dari kalangan tidak mampu yang kurang
mendapatkan makanan bergizi sehingga mengalami anemia dan gejala kurang gizi lainnya.
Anak-anak dari kalangan mampu juga dapat terkena anemia bila memiliki gangguan pola makan
atau berpola makan tidak seimbang.
 Parasit
Anak-anak dapat mengalami anemia karena mengidap cacingan. Pola makan anak
mungkin normal, namun penyerapan nutrisinya terganggu karena diserobot cacing di dalam
perutnya.
 Menstruasi
Anemia dapat terjadi pada remaja putri yang mengalami perdarahan menstruasi berat dan
berkepanjangan.

 Infeksi
Penyakit infeksi tertentu dapat mengganggu pencernaan dan mengganggu produksi sel
darah merah.
 Penyakit ginjal
Anemia dapat menjadi tanda awal gangguan ginjal pada anak.
Jenis anemia khusus yang disebut anemia hemolitik disebabkan oleh penghancuran sel-sel
darah merah secara prematur dan sumsum tulang tidak bisa memenuhi permintaan tubuh untuk
sel-sel baru. Bentuk umum dari anemia hemolitik yang bersifat genetik adalah anemia sel sabit,
talasemia, dan defisiensi dehidrogenase glukosa-6-fosfat. Jenis lainnya yang disebut anemia
aplastik disebabkan oleh kelainan darah di mana sumsum tulang tidak membuat sel-sel darah
baru dalam jumlah cukup.
Selain penyebab di atas terdapat beberapa penyebab lainnya yang dapat menyebabkan
terjadinya anemia pada anak yaitu sebagai berikut :
 Genetik
Kelainan herediter atau keturunan juga bisa menyebabkan anemia. Kelainan genetik ini
terutama terjadi pada umur sel darah merah yang terlampau pendek sehingga sel darah merah
yang beredar dalam tubuh akan selalu kekurangan. Anemia jenis ini dikenal dengan nama sickle
cell anemia.
 Pecahnya dinding sel darah merah
Anemia yang disebabkan oleh karena pecahnya dinding sel darah merah dikenal dengan
nama anemia hemolitik. Reaksi antigen antibodi dicurigai sebagai biang kerok terjadinya anemia
jenis ini.
 Gangguan sumsum tulang
Sumsum tulang sebagai pabrik produksi sel darah juga bisa mengalami gangguan
sehingga tidak bisa berfungsi dengan baik dalam menghasilkan sel darah merah yang berkualitas.
Gangguan pada sumsum tulang biasanya disebabkan oleh karena metastase sel kanker dari
tempat lain.
 Perdarahan
Perdarahan yang banyak saat trauma baik di dalam maupun di luar tubuh akan
menyebabkan anemia dalam waktu yang relatif singkat.
 Kekurangan vitamin B12
Anemia yang diakibatkan oleh karena kekurangan vitamin B12 dikenal dengan nama
anemia pernisiosa.
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau destruksi, hal ini dapat akibat defek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel
darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik)
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh
dengan dasar : hitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda
dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
E. Manifestasi Klinis
Beberapa ciri tanda-tanda anak yang mengalami anemia diantaranya yaitu :
 Anak terlihat lemah, letih, lesu selain itu anak juga terlihat pucat. hal ini karena oksigen yang
dibawa ke seluruh tubuh berkurang karena media transportnya (HB) kurang sehingga tentunya
yang membuat energi berkurang dan dampaknya adalah 3L, lemah letih lesu.
 Mata berkunang-kunang. Hampir sama prosesnya dengan yang diatas, karena darah yang
membawa oksigen berkurang, aliran darah serta oksigen ke otak berkurang pula dan berdampak
kepada indera penglihatan dengan pandangan mata yang berkunang-kunang.
 Menurunnya daya pikir, akibatnya sulit berkonsentrasi.
 Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudahnya terserang sakit.
 Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa menunjukkan tanda-tanda sesak napas,
detak jantung cepat, dan bengkak di tangan dan kaki.
F. Komplikasi
Adapun komplikasi dari anemia yaitu dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.
Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu,
atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat.
G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan umtuk menunjang data yang telah ada yaitu :
 Pemeriksaan Laboratorium
- Kadar Hb, jumlah eritrosit, leukosit, hitung jenis, hematokrit (nilai mutlak MCV, MCHC,
MCH), gambaran apusan darah tepi.
- Retikulosit, jumlah trombosit
- Bone Marrow Punction (BMP)
- Kadar besi serum
- Resistensi eritrosit
- tes koagulasi darah
- Bilirubin direk/indirek
 Pemeriksaan penunjang lain :
- Rontgen foto tulang tengkorak, tulang panjang
- EKG pada anemia gravis dan atau dekompensasi jantung
H. Penatalaksanaan
 Dengan pemberian garam-garam sederhana peroral (sulfat, glukonat, fumarat), preparat, besi
secara parenteral besi dekstram, jika anak sangat anemis dengan Hb di bawah 4 gm/dl diberi 2-3
ml/kg packed cell, jika terjadi gagal jantung kongestif maka pemberian modifikasi transfusi tukar
packed eritrosis yang segar, dapat pula diberi furosemid.
 Pengobatan terhadap infeksi sekunder. Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak
diisolasi dalam ruangan yang ’suci hama’. Pemberian obat antibiotika hendaknya dipilih yang
tidak menyebabkan depresi sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
 Makanan. Disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan lunak. Hati-hati pada
pemberian makanan melalui pipa lambung karena mungkin menyebabkan luka/pendarahan pada
waktu pipa dimasukkan
 Istirahat. Untuk mencegah terjadinya perdarahan, terutama pendarahan otak.

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN ANEMIA PADA ANAK

A. Pengkajian
 Biodata : Bisa terjadi pada semua anak
 Keluhan utama : Lemah badan, pusing anak rewel
 Riwayat penyakit sekarang
Adanya lemah badan yang diderita dalam waktu lama, terasa lemah setelah aktivitas, adanya
pendarahan, pusing, jantung berdebar, demam, nafsu makan menurun, kadang-kadang sesak
nafas, penglihatan kabur dan telinga berdengung.
 Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita hematologis.
 Riwayat penyakit dahulu
- Antenatal : Penggunaan sinar-X yang berlebihan
- Natal : Obat-obat
- Postnatal : Pendarahan, gangguan sistem pencernaan
 Activity daily life
- Nutrisi : nafsu makan menurun, badan lemah
- Aktivitas : Jantung berdebar, lemah badan, sesak nafas, penglihatan kabur
- Tidur : Kebutuhan istirahat dan tidur berkurang banyak
- Eliminasi : Kadang-kadang terjadi konstipasi
 Pemeriksaan
- Pemeriksaan umum
Keadaan umum lemah, terjadi penurunan tekanan sistol dan diastole, pernafasan takipnea,
dipsnea, suhu normal, penurunan berat badan.
- Pemeriksaan fisik
epala : Rambut kering, menipis, mudah putus, wajah pucat, konjungtiva pucat, penglihatan kabur,
pucat pada bibir, terjadi perdarahan pada gusi, telinga berdengung
Thorax : Sesak nafas, jantung berdebar-debar, bunyi jantung murmur sistolik
bdomen : Sistem abdomen, perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang splenomegali
xtrimitas : Pucat, kaku mudah patah, telapak tangan basah dan hangat
- Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan fungsi sumsum tulang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen seluler yang diperlukan untuk mengirim
oksigen atau nutrien ke sel
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan kebutuhan oksigen
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan untuk mencerna makanan atau
absorbsi nutrisi yang diperlukan
4. Resiko tinggi infeksi b/d perubahan sekunder tidak adekuat (menurunnya Hb)
C. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen-komponen seluler yang diperlukan untuk
mengirim oksigen atau nutrien ke sel.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas normal, Membran mukosa merah, akral hangat.
Intervensi :
a. Awasi TTV, kaji warna kulit atau membran mukosa dasar kulit
Rasional : Memberikan informasi tentang denyut perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi
selanjutnya.
b. Atur posisi lebih tinggi
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi
c. Observasi pernafasan
Rasional : Dispnea menunjukkan gejala gagal jantung ringan
d. Kolaborasi dalam pemberian transfuse
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi, menurunkan resiko tinggi
pendarahan
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan kebutuhan oksigen
ujuan : Dapat melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan
riteria hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas, Menunjukkan penurunan tanda-tanda vital.
tervensi :
a. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan daya jalan atau kelemahan otot
Rasional : Menunjukkan perubahan neorologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan
pasien atau resiko cidera.
b. Awasi TD, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas
Rasional : Manifestasi kardiopulmunal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen
adekuat ke jaringan.
c. Ubah posisi pasien/anak dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
Rasional : Hipotensi atau hipoksia dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cidera
d. Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulasi anak bila perlu
Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien/anak melakukan sesuatu sendiri.
e. Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan
jantung dan paru
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan untuk mencerna makanan atau
absorbsi nutrisi yang diperlukan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan, nafsu makan meningkat, pasien tidak mual dan muntah
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai anak
Rasional : Mengidentifikasi terjadinya defisiensi nutrisi.
b. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan makanan
c. Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
d. Berikan makanan sedikit tapi sering
Rasional : Menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan mencegah pengosongan gaster
e. Pantau pemeriksaan Hb, albumin protein dan zat besi serum
Rasional : Meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk diet nurtrisi yang diberikan
4. Resiko tinggi infeksi b/d perubahan sekunder tidak adekuat (penurunan Hb)
Tujuan : Tidak adanya infeksi pada sistem tubuh
teria hasil : Mengidentifikasi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi, Meningkatkan penyembuhan
luka, eritema dan demam
ervensi :
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik bagi perawat dan pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bakteri
b. Pantau atau batasi pengunjung berikan isolasi bila memungkinkan
Rasional : Membatasi pemajanan pada bakteri infeksi
c. Pantau suhu catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
Rasional : Indikator proses inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atau pengobatan
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
Rasional : Pemberian antibiotik baik untuk mencegah terjadinya infeksi.
D. Implementasi
1. Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen-komponen seluler yang diperlukan untuk
mengirim oksigen atau nutrien ke sel.
a. Mengawasi TTV, mengkaji warna kulit atau membran mukosa dasar kulit
b. Mengatur posisi lebih tinggi
c. Mengobservasi pernafasan
d. Berkolaborasi dalam pemberian transfuse
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan kebutuhan oksigen
a. Mengkaji kehilangan atau gangguan keseimbangan daya jalan atau kelemahan otot
b. Mengawasi TD, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas
c. Mengubah posisi pasien/anak dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
d. Memberikan bantuan dalam aktivitas atau ambulasi anak bila perlu
e. Memberikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan untuk mencerna makanan atau
absorbsi nutrisi yang diperlukan.
a. Mengkaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai anak
b. Mengobservasi dan mencatat masukan makanan klien
c. Menimbang berat badan tiap hari
d. Memberikan makanan sedikit tapi sering
e. Memantau pemeriksaan Hb, albumin protein dan zat besi serum
4. Resiko tinggi infeksi b/d perubahan sekunder tidak adekuat (penurunan Hb)
a. Meningkatkan cuci tangan yang baik bagi perawat dan pasien
b. Memantau atau batasi pengunjung berikan isolasi bila memungkinkan
c. Memantau suhu catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
d. Berkolaborasi dalam pemberian antibiotik
E. Evaluasi
1. Perfusi jaringan adekuat
2. Dapat melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan
3. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
4. Tidak ditemukan adanya infeksi
Pengertian

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara
fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut
oksigen ke jaringan.

Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat
defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran
sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh
dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

Etiologi:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin,
vitamin C dan copper

Klasifikasi anemia:

Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:


1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
defek produksi sel darah merah, meliputi:
1. Anemia aplastik
Penyebab:
agen neoplastik/sitoplastik
terapi radiasi
antibiotic tertentu
obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
benzene
infeksi virus (khususnya hepatitis)

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang

Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)

Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai


Pansitopenia

Anemia aplastik

Gejala-gejala:
Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
2. Anemia pada penyakit ginjal

Gejala-gejala:
Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
Hematokrit turun 20-30%
Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi
eritopoitin
3. Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik
normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini
meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan
4. Anemia defisiensi besi
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus,
hemoroid, dll.)


gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)

sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi


Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
5. Anemia megaloblastik
Penyebab:
Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi
parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita,
makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah


Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi


6. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi
sel darah merah:
Pengaruh obat-obatan tertentu
Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
Proses autoimun
Reaksi transfusi
Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis
Tanda dan Gejala
o Lemah, letih, lesu dan lelah
o Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
o Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.

Kemungkinan Komplikasi yang muncul

Komplikasi umum akibat anemia adalah:


o Gagal jantung,
o Parestisia dan
o Kejang.

Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


o Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran
kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu
protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
o Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
o Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber
kehilangan darah kronis.

Terapi yang Dilakukan

Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
o Transplantasi sumsum tulang
o Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
o Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
o Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
o Dicari penyebab defisiensi besi
o Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
o Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan
vitamin B12 dengan injeksi IM.
o Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.
o Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1
mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, di
samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang.
Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak
besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena frekuensinya
yang demikian sering , anemia, terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan
dilewati oleh para dokter di praktek klinik. Sementara itu, prevalensi anemia pada anak
prasekolah di Indonesia, menurut Word Health Organisation (WHO) pada tahun 1993-2005 di
dapati sekitar 44,4 %.
Menurut data dari WHO yang dikeluarkan sekitar tahun 1993-2005, prevalensi anemia pada
anak usia pra sekolah ( 0-5 tahun ) adalah sebesar 47.4% sedangkan di Asia Tenggara mencapai
65.5% yaitu sekitar 115.3 juta anak menderita anemia. Hal ini merupakan angka yang cukup
besar, karena jika mengacu pada data WHO, maka lebih dari setengah anak usia pra sekolah di
Asia Tenggara termasuk Indonesia, terkena anemia. Maka lumayan tinggi pula kejadian dan
angka anemia bayi dan anak di Indonesia ini.
Sementara itu, kebanyakan anemia pada anak adalah anemia karena kekurangan zat besi atau
iron deficiency anemia. Penyebab umumnya adalah pola defisiensi salah satu zat gizi.. Anemia
lainnya adalah anemia karena perdarahan, anemia karena mengalami gangguan pada sumsum
tulang dimana sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya
bermacam-macam, seperti menderita suatu penyakit keganasan atau kanker, leukemia.
Menurut WHO (World Health Organization) anemia pada anak bisa berdampak kepada
terganggunya pertumbuhan serta perkembangan anak tersebut. Hal ini karena aktirifas yang
dibutuhkan dalam tahap perkembangan serta pertumbuhannya tidak terpenuhi dengan baik
karena energi tubuhnya yang berkurang dan berbeda dengan anak seusianya yang tidak mendapat
anemia. Anemia pada anak bisa menyebabkan daya tangkap sang anak yang berkurang sehingga
mengakibatkan menurunnya tingkat intelegensia anak dan kurang bergairah dalam melakukan
aktivitas seperti anak pada umumnya. Dan tentunya pula akan berpengaruh kepada tingkat
kesehatan pada anak-anak.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada anak
dengan anemia.

1.2.2 Tujuan khusus


1.2.2.1 Dapat mengetahui dan memahami Pengertian dari Anemia
1.2.2.2 Dapat mengetahui dan memahami Etiologi dari anemia
1.2.2.3 Dapat mengetahui dan memahami Klasifikasi
1.2.2.4 Dapat mengetahui dan memahami Patofisiologi
1.2.2.5 Dapat mengetahui dan memahami Manifestasi
1.2.2.6 Dapat mengetahui Pemeriksaan penunjang
1.2.2.7 Dapat mengetahui Komplikasi
1.2.2.8 Dapat mengetahui Penatalaksanaan
1.2.2.9 Dapat mengetahui dan mampu membuat Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
Anemia

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah

atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah

(Ngastia, 2005:359). Eritrosit normal pada anak 3.6-4.8 juta sel/mm3 dan nilai hemoglobin

normal pada anak adalah 11-16 gram/dL.


Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah dan/atau konsentrasi hemoglobin

turun di bawah normal (Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, 2003:536)

Anemia adalah penurunan volume eritrosit kadar HB sampai di bawah rentang nilai-nilai
yang berlaku untuk orang sehat (Nelson, 2000: 1680). Derajat Anemia menurut WHO :
Derajat WHO

Derajat 0 (nilai normal) ≥11 g/dl


9.5-10.9 g/dl
Derajat 1 (ringan)
8-8.4 g/dl
Derajat 2 (sedang)
6.5-7.9 g/dl
Derajat 3 (berat) <6 .5="" dl="" g="" span="">

Derajat 4 (mengancam jiwa)

2.2 Etiologi
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam-macam penyebab.
Pada dasarnya anemia disebabkan karena :
2.2.1 Gangguan pembentukan eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia defisiensi Fe, Thalasemia, dan anemia
infeksi kronik
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat menimbulkan anemia pernisiosa
dan anemia asam folat
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu, sehingga dapat menimbulkan anemia aplastik dan
leukemia
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya, karena karsinoma
2.2.2 Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma/kecelakaan yang terjadi secara mendadak
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia
2.2.3 Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis). Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya : kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan eritrosit)
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit, misalnya ureum pada
darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat acetosal
2.2.4 Bahan baku untuk pembentuk eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud adalah
protein, asam folat, vitamin B12, dan mineral Fe (Nursalam, 2005:124).

2.3 Klasifikasi
2.3.1 Anemia Pascaperdarahan
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang masif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan
dengan perdarahan, atau perdarahan yang menahun seperti pada penyakit cacingan. Akibat
kehilangan darah yang cepat, terjadi refleks kardiovaskuler yang fisiologis berupa konstraksi
arteriol, pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang vital (anggota
gerak, ginjal, dan sebagainya) dan penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung).
Kehilangan darah yang mendadak lebih berbahaya dibandingkan dengan kehilangan darah
dalam waktu lama.
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah
tubuh masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan
memperlihatkan gejala pucat, takikardia, tekanan darah normal atau rendah. Kehilangan darah
sebanyak 15-20 % akan mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi renjatan yang
masih reversible pada organ vital otak dan jantung. Kehilangan yang lebih dari 20 % akan
menimbulkan renjatan yang irreversible dengan angka kematian tinggi. (Ngastiyah, 2005 : 328) .

Nilai normal tanda-tanda vital berdasarkan usia pada anak


Usia Nadi (kali/menit) Tekanan Darah Pernapasan(kali/menit)
Sistolik (mmHg)
Baru Lahir (0-1 120-160 50-70 40-60
bulan)
Bayi (1 bulan -1 100-160 70-95 30-60
tahun)
Bawah tiga 90-150 80-100 24-40
tahun(1-3 tahun)
Prasekolah (4-5 80-140 80-100 22-34
tahun)
Anak-anak (5- 70-120) 80-110 18-30
12 tahun)

Sumber : Marilyn Jackson dan Lee Jackson, 2009, Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis hal
12. Jakarta: Erlangga

2.3.2 Anemia Defisiensi Zat Besi ( Fe )


Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan bahan baku
pembuat sel darah dan hemoglobin. Klasifikasi anemia defisiensi :
1. Mikrositik hipokromik. Terjadi akibat kekurangan zat besi, piridoksin atau tembaga
2. Makrositik normokromik (megaloblastik). Terjadi akibat kekurangan asam folat dan vitamin B12

Kekurangan zat besi ( Fe ) dapat disebabkan berbagai hal, yaitu:

2.3.2.1 asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase
pertumbuhan cepat.

2.3.2.2 penurunan reasorbsi karena kelainan pada usus atau karena anak banyak mengkonsumsi teh
(menurut penelitian, ternyata teh dapat menghambat reabsorbsi Fe)

2.3.2.3 kebutuhan yang meningkat, misalnya pada anak balita yang pertumbuhannya cepat sehingga
memerlukan nutrisi yang lebih banyak.

Bayi prematur juga beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi karena berkurangnya
persediaan Fe pada masa fetus. Pada trimester akhir kehamilan, Fe ditransfer dari ibu ke fetus,
kemudian di simpan di liver, lien, dan sumsum tulang belakang. Cadangan Fe ini hanya dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 5-6 bulan saja, bahkan pada bayi
prematur cadangan tersebut cukup sampai usia 2-3 bulan. Jika kebutuhan Fe tidak dipasok
dengan pemberian nutrisi yang cukup maka anak akan mengalami defisiensi Fe (Nursalam,
2005:125).

Sumber makanan yang mengandung Zat Besi


No Bahan Makanan Zat Besi (mg/100 g)
1 Hati 6,0 sampai 14,0

2 Daging Sapi 2,0 sampai 4,3

3 Ikan 0,5 sampai 1,0

4 Telur Ayam 2,0 sampai 3,0

5 Kacang-kacangan 1,9 sampai 14,0

6 Tepung Gandum 1,5 sampai 7,0

7 Sayuran Hijau Daun 0,4 sampai 18,0

8 Umbi-umbian 0,3 sampai 2,0

9 Buah-buahan 0,2 Sampai 4,0

10 Beras 0,5 sampai 0,8

11 Susu Sapi 0,1 sampai 0,4


Sumber : Davidson, dkk, 1973 dalam Husaini, 1989

2.3.3 Anemia Hemolitik


Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran sel
darah merah (eritrosit) yang disebut dengan hemolisis dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit pendek. Umur eritrosit ialah 100-120 hari. Penyebab hemolitik dapat terjadi karena
faktor kongenital atau bawaan dari lahir yaitu :
a. kekurangan enzim G6PD (Glucose-6-Phosphate-Dehidrogenase) Defisiensi G6PD diturunkan
secara dominan melalui kromosom X. Kelainan ini sering ditemukan pada bayi baru lahir yang
ikhterus. Gunanya untuk mencegah kerusakan eritrosit.
b. hemoglobinopati, hemoglobin orang dewasa normal terdiri dari HbA yang merupakan 98 % dari
seluruh hemoglobin. HbA 2 tidak lebih dari 2 % dan HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru
lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobin yaitu 95 %, kemudian pada
perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1 tahun telah
mencapai keadaan normal. Pada kelainan hemoglobin ini terdapat 2 jenis ialah :
1. Gangguan struktural pembentukan hemoglobin ( hemoglobin yang abnormal) seperti pada HbS,
HbF, dan lainnya.
2. Gangguan jumlah rantai hemoglobin. Seperti pada thalasemia (Ngastiyah, 2005 : 331).

2.3.4 Anemia Aplastik


Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan berupa
berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik
dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik
(eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia
hipoplastik) ; yang mengenai sistem granulopoetik yang disebut agranulosistosis (penyakit
Schultz) ; dan yang mengenai trombopoeitik disebut amegakariositik trombositopenik purpura
(ATP). Bila mengenai ketiga sistem tersebut disebut panmieoloptisis atau lazimnya disebut
anemia aplastik. (Ngastiyah, 2005:332)
Ada beberapa penyebab terjadinya anemia aplastik diantaranya:

2.3.4.1 Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel darah, penurunan sel
induk bisa terjadi karena bawaan dalam arti tidak jelas penyebabnya ( idiopatik ), yang dialami
oleh sekitar 50 % penderita. Salah satu faktor kongenital atau bawaan adalah sindrom Fanconi
yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari,
kelainan ginjal, dan sebagainya. Selain karena faktor bawaan, anemia aplastik dapat terjadi
karena faktor didapat seperti dampak bahan kimia : benzen, insektisida, senyawa As, Au, Pb,
obat : Kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin), santonin kalomel,
obat sitostatika (myeleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine dan
sebagainya),Radiasi : sinar rontgen, radioaktif, Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan
kimia dan sebagainya , Infeksi, keganasan, gangguan endokrin dan sebagainya. Idiopatik, sering
ditemukan.

2.3.4.2 Lingkungan mikro, seperti radiasi dan kemoterapi yang lama dapat
mengakibatkan sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel.

2.3.4.3 Penurunan poitin, sehingga yang berfungsi merangsang tumbuhnya sel- sel darah
dalam sumsum tulang tidak ada.
2.3.4.4 Adanya sel inhibitor (T.Limphosit) sehingga menekan/menghambat maturasi sel-sel
induk pada sumsum tulang. (Nursalam, 2005: 127)
Prognosis anemia aplastik
1. Sesuai dengan gambaran sumsum tulang
2. Jika kadar HbF lebih dari 200 mg/dl, dan jumlah granulosit lebih dari 2000/mm 3 menunjukkan
prognosis yang lebih baik. (Ngastiyah, 2005:332)

Nilai normal sel darah pada anak 0-12 tahun

Jenis sel darah Usia


Bayi Baru 1 Tahun 5 Tahun 8-12 Tahun
Lahir
Eritrosit 5,9 (4,1-7,5) 4,6 (4,1-5,1) 4,7 (4,2-5,2) 5 (4,5-5,4)
(juta/mikro lt)
Hb (gr/dl) 19 (14-24) 12 (11-15) 13,5 (12,5-15) 14 (13-15,5)
Leukosit (per 17.000 (8-38) 10.000 (5-15) 8.000 (5-13) 8000 (5-12)
mikro lt)
Trombosit 200.000 260.000 260.000 260.000
(per mikri lt)
Hematokrit 54 36 38 40
(%)
Sumber : Essential of pediatrics Nursing, Wong (2000)

2.4 Patofisiologi

2.5 Gejala Klinik

2.5.1 Manifestasi klinis pada anemia:


2.5.1.1 Anemia pasca perdarahan
a. Pucat
b. Transpirasi
c. Takikardi
d. Tekanan darah menurun
e. syock
2.5.1.2 Anemia Defisiensi zat Besi (Fe):
a. Lemas,
b. pucat yang tampak pada daerah mukosa bibir, faring, telapak tangan, dasar kuku, konjungtiva
okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white),
c. cepat lelah,
d. sakit kepala,
e. Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah, meradang dan sakit,
f. Jantung agak membesar dan terdengar murmur sistolik,
g. Tidak ada pembesaran limfa dan hepar
h. Pada anak MEP dengan cacingan (ankilostomiasis) akan terlihat perutnya buncit yang disebut
potbellt dan dapat edema.
i. Pada anak MEP berat dapat ditemukan hepatomegali dan diatesis hemoragic.
2.5.2.3 Anemia hemolitik:
a. Limpa membesar
b. Kelainan tulang rangka akibat hiperplasia sumsum tulang
2.5.2.4 Anemia aplastik
a. Hb menurun
b. Hematokrit menurun
c. Eritrosit menurun
d. Pucat
e. Sesak napas
f. Anoreksia
g. Tidak ditemukan ikhterus
h. Tidak ditemukan pembesaran limfa, hepar, maupun kelenjar getah bening
i. Peningkatan suhu tubuh
j. Limfositosis (Ngastiyah, 2005:330)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Uji Laboratorium dan Diagnostik
2.6.1 Anemia aplastik
a. Hitung darah lengkap disertai diferensial-anemia makrositik; penurunan granulosit, monosit, dan
limfosit
b. Jumlah trombosit-menurun
c. Jumlah retikulosit-menurun
d. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang-hiposeluler
e. Elektroforesis hemoglobin-kadar hemoglobin janin meningkat
f. Titer antigen sel darah merah-naik
g. Uji gula air-positif
h. Uji Ham-positif
i. Kadar folat dan B12 serum-normal atau meningkat
j. Uji kerusakan kromosom- positif untuk anemia Fanconi
(Keperawatan Pediatri, 2002 : 10)

2.6.2 Anemia Defisiensi Zat Besi


a. Kadar Porfirin eritrosit bebas-meningkat
b. Konsentrasi besi serum-menurun
c. Saturasi transferin-menurun
d. Konsentrasi feritin serum-menurun
e. Hemoglobin-menurun
f. Rasio hemoglobin-porfirin eritrosit-lebih dari 2,8 µg/g adalah diagnostik untuk defisiensi besi
g. Mean corpuscle volume (MCV) dan Mean corpuscle hemoglobin concentration (MCHC)-
menurun, menyebabkan anemia hipokrom mikrositik ata sel-sel darah merah yang kecil-kecil
dan pucat (Keperawatan Pediatri, 2002:265)

2.7 Komplikasi

2.7.1 Anemia aplastik


a. Sepsis
b. Sensitisasi terhadap antigen donor yang bereaksi silang menyebabkan perdarahan yang tidak
terkendali
c. Cangkokan vs penyakit hospes (timbul setelah pencangkokan sumsum tulang)
d. Kegagalan cangkok sumsum (terjadi setelah transplantasi sumsum tulang)
e. Leukemia mielogen akut-berhubungan dengan anemia Fanconi
2.7.2 Anemia Defisiensi Zat Besi
a. Perkembangan otot buruk (jangka panjang)
b. Daya konsentrasi menurun
c. Hasil uji perkembangan menurun
d. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun

2.8 Penatalaksanaan Medis


2.8.1 Anemia pascaperdarahan
Dengan memberikan transfusi darah. Pilihan kedua plasma (plasma expanders atau
plasma substitute). Dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa
saja yang tersedia (Ngastiyah, 2005:329).

2.8.2 Anemia Defesiensi zat besi


Untuk pengobatan ditujukan pada pencegahan dan intervensi. Pencegahan tersebut
mencakup menganjurkan ibu-ibu untuk memberikan ASI, makan makanan kaya zat besi. Terapi
untuk mengatasi anemia defesiensi zat besi terdiri dari program pengobatan berikut. Zat besi
diberikan per oral (po) dalam dosis 2-3 mg/kg unsur besi. Semua bentuk zat besi sama efektifnya
(fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat. Vitamin C harus diberikan bersama
dengan besi (vitamin C meningkatkan absorbsi besi). Zat besi paling baik diserap bila diminum 1
jam sebelum makan. Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu
setelah anemia dikoreksi untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi yang disuntikkan jarang
dipakai lagi kecuali terdapat penyakit malabsorbsi usus halus (Keperawatan Pediatri, 2002 : 266
).

2.8.3 Anemia hemolitik


a. Prednison dan testesteron. Prednison, dosis 2-5 mg/kgBB/hari per oral; testosteron dengan dosis
1-2 mg/kgBB/hari secara perenteral. Akhir-akhir ini testosteron diganti dengan oksimetolon
yang mempunyai daya anabolik dan meransang sistem hemopoeitik lebih kuat; dosis diberikan 1-
2 mg/kgBB/hari per oral. Hendaknya memperhatikan fungsi hati.Pengobatan dapat berlansung
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Jika terdapat remisi dosis dikurangi separuhnya dan
jumlah sel darah diawasi setiap minggu. Bila kemudian terjadi relaps, dosis obat harus diberikan
penuh lagi.
b. Transfusi darah. Diberikan jika diperlukan saja, karena pemberian transfusi darah terlampau
sering akan menimbulkan depresi sumsum tulang atau akan menimbulkan reaksi hemolitik
sebagai akibat dibentuknya antibodi terhadap sel-sel darah tersebut.
c. Pengobatan terhadap infeksi sekunder. Untuk mencegah infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam
ruangan yang suci hama. Pemberian obat antibiotika dipilih yang ridak menyebabkan depresi
sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
d. Makanan. Makanan umumnya diberikan dalam bentuk lunak. Bila terpaksa diberikan melalui
pipa lambung harus hati-hati karena dapat menimbulkan luka/perdarahan pada waktu
memasukkan pipanya.
e. Istirahat. Untuk mencegah perdarahan terutama pada otak. Untuk mencegah perdarahan terutama
pada otak (Ngastiyah, 2005:333).
2.8.4 Anemia aplastik
Pilihan utama pengobatan anemia aplastik adalah transplantasi sumsum tulang dengan
donor saudara kandung, yang antigen limfosit manusianya (HLA) sesuai. Pada lebih 70 % kasus
tidak ada kesesuaian dari saudara kandung. Akan tetapi, terdapat kemungkinan kesesuaian yang
makin besar antara orang tua dan anaknya yang menderita anemia aplastik. Jika ingin melakukan
transplantasi sumsum tulang, pemeriksaan HLA keluarga harus segera dilakukan dan produk
darah harus sedikit mungkin digunakan untuk menghindari terjadinya sensitisasi. Untuk
menghindari sensitisasi, darah hendaknya juga jangan didonasi oleh keluarga anak. Produk darah
harus selalu diradiasi dan disaring untuk menghilangkan sel-sel darah putih yang ada, sebelum
diberikan pada anak yang menjadi calon penerimatransplantasi sumsum tulang.
Imunoterapi dengan globulin antitimosit (ATG) atau globulin antilimfosit (ALG) adalah
terapi primer bagi anak yang bukan calon untuk transplantasi sumsum tulang. Anak itu akan
berespon dalam 3 bulan atau tidak sama sekali terhadap terapi ini. Siklosporin A juga merupakan
imunosupresan efektif yang dapat dipakai dalam pengobatan anemia aplastik. Androgen jarang
dipakai kecuali tidak ada obat lain tersedia.
Terapi penunjang mencakup pemakaian antibiotika dan pemberian produk darah. Antibiotika
dipakai untuk mengatasi demam dan neutropenia ; antibiotika profilaktif tidak diindikasikan
untuk anak yang asimptomatik. Produk darah yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Trombosit- untuk mempertahankan jumlah trombosit diatas 20.000 per mm3. Pakai feresis
trombosit donor tunggal untuk menurunkan jumlah antigen limfosit manusia yang terpajan pada
anak itu.
2. Packed red blood cells- untuk mempertahankan kadar hemoglobin di atas g/dl (anemia kronik
sering ditoleransi dengan baik). Untuk jangka panjang, pakai deferoksamin sebagai agens
pengikat ion logam untuk mencegah komplikasi kelebihan besi.
3. Granulosit-ditransfusi ke pasien yang menderita sepsis gram negatif
( Keperawatan pediatri, 2002: 11)

program terapi , prinsipnya:


1) Tergantung pada berat ringannya anemi , etiologi , akut atau kronik.
2) Tidak selalu berupa transfuse darah.
3) Menghilangkan penyebab dan mengurangi gejala.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pada pengkajian ini penulis tidak membahas secara khusus asuhan untuk masing masing jenis
anemia. Untuk itu akan dikaji data focus yang umum nya sering terjadi pada bayi dan balita
yang mengalami anemia terutama defisiensi.
1. Usia
Anak yang mengalami defisiensi fe biasanya berusia antara 6-24 bulan dan pada masa pubertas.
Pada usia tersebut kebutuhan fe cukup tinggi , karena digunakan untuk perubahan yang terjadi
relative cepat dibandingkan dengan periode pertumbuhan lainnya (wong, 1991).
2. Pucat
1). Pada anemia pasca perdarahan , kehilangan darah sekitar 12-15% akan menyebabkan pucat
dan takikardi. Kehilangan darah yang cepat dapat menimbulkan reflek cardiovaskuler secara
fisiologis berupa kontraksi arterial, penambahan aliran darah ke organ vital , dan pengurangan
aliran darah yang kurang vital , seperti ekstremitas.
2). Pada defisiensi zat besi maupun asam folat (pernisiosa ), pucat terjadi karena tidak
tercukupinya bahan baku pembuat sel darah maupun bahan esensial untuk pematangan sel,
dalam hal ini zat besi dan asam folat.
3) Anemia hemolistik terjadi karena penghancuran sel darah merah sebelum waktunya secara
normal , sel darah merah akan hancur dalam waktu 120 hari , untuk selanjutnya membentuk sel
darah baru.
4).Anemia aplastik , pucat terjadi karena terhentinya pembentukan sel darah pada sumsum
tulang. Hal ini terjadi karena sumsum tulang mengalami kerusakan.
Warna pucat pada kulit ini dialami oleh hampir semua anak yang anemia. Warna pucat ini
terletak pada telapak tangan , dasar kuku , konjungtiva , dan pada mukosa bibir. Cara yang
sederhana adalah dengan membandingkan telapak tangan anak dengan telapak tangan petugas
atau orang tua. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa telapak tangan pembanding haruslah
normal.
3. Mudah lelah/lemah
Berkurangnya kadar oksigen dalam tubuh mengakibatkan keterbatasan energi yang dihasilkan
oleh tubuh, sehingga anak kelihatan lesu , kurang bergairah , dan mudah lelah. Oksigen yang
terikat dengan Hb pada sel darah merah mempunyai salah satu fungsi untuk aktivitas tubuh.
4. Pusing kepala
Pusing kepala pada anak anemia disebabkan karena pasokan atau aliran darah ke otak berkurang.
5. Nafas pendek
Rendahnya kadar Hb akan menurunkan kadar oksigen , karena Hb merupakan pembawa oksigen.
Oleh karena itu , sebagai kompensasi atas kekurangan oksigen tersebut , pernafasan menjadi
lebih cepat dan pendek .
6. Nadi cepat
Peningkatan denyut nadi sering terjadi terutama pada perdarahan mendadak yang merupakan
kompensasi dari reflek kardiovaskuler. Kompensasi peningkatan denyut nadi ini terjadi untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
7. Gangguan eliminasi urine kadang –kadang terjadi penurunan produksi urine
Adanya perdarahan yang hebat dapat menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga merangsang
hormone renin angiotensin active untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi anak untuk
memperbaiki perfusi dengan manifestasi penurunan produksi urine.
8. Gangguan pada sistem saraf
Anemia defisiensi vitamin B12 dapat menimbulkan gangguan pada system saraf sehingga timbul
keluhan seperti kesemutan (Gringginen), ekskremitas lemah , spastisitas , dan gangguan
melangkah.
9. Gangguan saluran cerna
Pada anemia yang berat , sering timbul karena nyeri perut , mual, muntah, dan penurunan nafsu
makan (anoreksia).
10. Pika
Merupakan suatu keadaan yang berulang karena anak makan zat yang tidak bergizi tanpa
gangguan jiwa atau fisik. Sering terjadi pada anak berusia 1-4 tahun yang kurang zat gizi , anak
terlantar , anak yang mengalami retardasi mental , dan kurang pengawasan. Zat yang sering
dimakan misalnya zat kapur, kertas, dan lain-lain. Pika akan menghilang , bila anak mendapat
perhatian dan kasih sayang yang cukup atau sudah teratasi masalah anemianya.
11. Iritable (cengeng , rewel , aau mudah tersinggung )
Kasus ini sering terjadi pada anemia defisiensi besi, walaupun anak tersebut telah terpenuhi
kebutuhan seperrti minum dan makan , tetapi anak tetap rewel. Apabila sebelumnya anak rewel
kemudian setelah diberi minum atau makan menjadi diam , maka hal ini tidak termasuk cengeng
(Iritable).
12. Suhu tubuh meningkat
Diduga terjadi sebagai akibat dari dikeluarkan leukosit dari jaringan iskemik (jaringan yang mati
akibat kekurangan oksigen).
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan
besi yang dilaporkan; kurang pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan pengiriman oksigen ke
jaringan
c. Ansietas/takut berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah

atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah

(Ngastia,2005:359).Anemia disebabkan karena hemolisis (eritrosit mudah rusak), Perdarahan,

Penekanan sumsum tulang (misalnya, kanker), Defisiensi nutrisi (anemia gizi), termasuk

kekurangan zat besi, asam folat,vitamin C. Jenis anemia adalah anemia pascaperdarahan, anemia

aplastik, anemia megaloblastik, anemia, anemia defisiensi zat besi. Penanganan yang dilakukan

orang tua terhadap anak yang menderita anemia adalah memberikan makanan yang banyak

mengandung sumber zat besi, antara lain daging legum, kacang, gandum, sereal bayi yang

diperkaya dengan besi dan sereal kering. Sementara itu pada anak-anak yang menderita anemia

berat, orang tua harus segera membawa anaknya ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan

medis selanjutnya.

4.2 Saran
Dengan memiliki pengetahuan mengenai konsep anemia diharapkan orang tua dapat

memberikan makanan yang banyak mengandung sumber zat besi pada anak antara lain daging

legum, kacang, gandum, sereal bayi yang diperkaya dengan besi dan sereal kering untuk

mencukupi kebutuhan zat besi anak.

Diharapkan tenaga kesehatan terutama perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang

profesional pada anak yang menderita anemia sehingga kasus anemia berkurang pada anak-anak
Daftar Pustaka
Aziz Alimul Hidayat, 2009, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika. Jakarta
Cecily, Linda A.2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3.Jakarta:EGC

FKUI 1997, Ilmu Kesehatan Anak Volume I, EGC. Jakarta


Nelson 2000, Ilmu Kesehatan Anak, EGC. Jakarta
Ngastiah 1997, Ilmu Keperawatan Anak, EGC. Jakarta
Ngastiah, 2005, Perawatan Anak Sakit, EGC. Jakarta
Nursalam, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan), Salemba Medika.
Jakarta
Wong, Donna L. 2002. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Ed. 6, Vol. 1. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai