Anda di halaman 1dari 189

LAPORAN AKHIR

Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)


Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 1
PENDAHULUAN

Pada Bab 1 Pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan, lingkup dan kegiatan serta keluaran/hasil yang diharapkan yang diambil
berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatan studi ”Evaluasi Penerapan
Area Traffic Control System (ATCS) di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya’’.
Penjelasan yang terdapat pada pendahuluan ini merupakan pemahaman pertama
bagi konsultan untuk menetapkan konsep dasar dan kerangka kerja dalam
menyusun laporan pekerjaan.

TP
1.1 Latar Belakang
Hampir seluruh jaringan jalan di kota-kota di Indonesia telah ditandai dengan
kemacetan lalu lintas. Hal ini akibat dari pertumbuhan lalu lintas yang pesat,
selain itu juga disebabkan berbaurnya peranan jalan arteri, kolektor, dan lokal
BS
(tidak berfungsi sesuai dengan hierarki jalan) yang mengakibatkan
tercampurnya lalu lintas dari semua jenis kendaraan juga banyak memberikan
kontribusi terhadap tingkat kemacetan dan kecelakaan yang terjadi.
Identifikasi masalah menunjukkan lokasi kemacetan terletak pada persimpangan
atau titil-titik tertentu yang terletak disepanjang ruas jalan. Permasalahan konflik
pergerakan kendaraan yang berbelok dan pengendaliannya banyak berpengaruh
.

terhadap kinerja persimpangan yang selanjutnya menyebabkan tingkat


IT

pelayanannya menjadi berkurang. Konflik kendaraan dengan kendaraan ataupun


dengan pejalan kaki akan menimbulkan tundaan, kecelakaan dan bahkan
kemacetan yang sangat merugikan pengemudi atau pemakal jalan. Untuk
mengurangi konflik yang terjadi, dilakukan sistem pengendalian persimpangan
D

yang terintegrasi. Pengaturan simpang dapat dilakukan melalui pengaturan


tingkat yang paling sederhana sarnpai dengan tingkat yang kompleks seperti
dengan sistem ATCS (Area Traffic Control System).
Saat ini ada beberapa kota yang telah diterapkan ATCS oleh pemerintah Pusat
baik melalui Pinjaman Luar Negeri maupun Rupiah Murni. Untuk kota-kota
metropolitas seperti DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya, Pemerintah Pusat
pada tahun 1995 telah memasang semua peralatan baik hardware, software dan
peralatan lapangan lain berupa APILL, detector, controler dan kamera. Setelah
lebih dari 10 tahun, maka kinerja ATCS yang telah dipasang menunjukan
kinerja yang semakin menurun, dengan tidak berfungsinya beberapa loop
detector di Bandung, dan Surabaya serta tidak sinkronnya 3 sistem ATCS di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya. Dari ketiga kota ini, badan/unit pengelola
ATCS juga berbeda dari satu kota dengan kota lainnya. Berdasarkan kondisi ini
maka perlu untuk segera dilakukan evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga
kota tersebut termasuk untuk pengelolaannya.

Bab 1 Pendahuluan 1-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

1.2 Maksud Dan Tujuan


Maksud dari kegiatan ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap ATCS yang
telah 10 tahun di pasang di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Tujuan dari Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya ini adalah:
1. Melakukan evaluasi teknis terhadap peralatan ATCS yang telah dipasang;
2. Melakukan evaluasi terhadap efektifitas software yang ada;
3. Melakukan evaluasi terhadap unit pengelolaan dan skema
pendanaan;
4. Memberikan rekomendasi terhadap perbaikan standar
penerapan ATCS.

1.3 Lingkup Kegiatan

TP
Kegiatan kajian dan penerapan ATCS akan dilaksanakan secara sistematis,
terencana dan berkesinambungan yaitu DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Secara umum kegiatan kajian dan penerapan ATCS di DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya terbagi dalam dua kegiatan utama yaitu kajian lalu lintas dan penerapan
peralatan ATCS, dengan uraian kegiatan sebagai berikut:
BS
1. Melakukan kajian kondisi lalu lintas di kawasan perkotaan dengan
prioritas pada (lima) persimpangan utama yang ada di DKI Jakarta,
Bandung dan Surabaya;
2. Merekomendasi skema-skema manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk
kawasan kajian;
.
IT

3. Membuat simulasi pengendalian lalu lintas menggunakan teknologi


ATCS;
4. Menerapkan sistem simulasi ATCS di 5 (lima) persimpangan utama.
D

1.4 Keluaran/Hasil Yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini secara umum ada 2 komponen, yaitu:
1. Evaluasi teknis, spesifikasi, teknologi dan pengelolaan ATCS yang sudah
ada;
2. Rekomendasi spesifikasi teknis, teknologi dan pengelolaan ATCS
yang akan diterapkan.

Bab 1 Pendahuluan 1-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 2
KAJIAN LITERATUR DAN
PERUNDANGAN

Pada Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan disampaikan mengenai


literatur-literatur dan perundang-undangan yang terkait dengan studi ini meliputi:
Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur dan Perundang-Undangan,
Ketentuan Mengenai kelengkapan Jalan, Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa
Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) dan Teknologi ATCS.

2.1 Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur dan Perundang-
undangan
2.1.1 Area Traffic Control System (ATCS)

TP
ATCS merupakan suatu sistem pengatur lampu lalu lintas terpusat mempunyai
kemampuan untuk manajemen lalu lintas dengan mengkoordinasikan antar
persimpangan dari pusat kontrol ATCS, sehingga diperoleh dari suatu kondisi
BS
pergerakan lalu lintas pada ruas jalan yang efektif dan effisien.

2.1.2 Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL)


Didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun 2006 pasal 1
disampaikan bahwa “Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah kegiatan yang
.

dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan seluruh jaringan jalan, guna


IT

peningkatan keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.


D

2.2 Ketentuan Mengenai Kelengkapan Jalan


Didalam pasal 8 UU No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
disampaikan bahwa untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan, jalan wajib dilengkapi:
1. Rambu-rambu;
2. Marka;
3. Alat pemberi isyarat lalu lintas
4. Alat pengendali dan alat pengaman pemakai jalan
5. Alat pengawasan dan pengamanan jalan
6. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di
jalan dan di luar jalan

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2.3 Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas


Sesuai yang disampaikan didalam pasal 3 Peraturan Mentri Perhubungan No. KM
14 tahun 2006 bahwa didalam kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas di
jalan, dilaksanakan melalui tahapan :
a. Perencanaan lalu lintas;
b. Pengaturan lalu lintas;
c. Rekayasa lalu lintas;
d. Pengendalian lalu lintas; dan
e. Pengawasan lalu lintas.

2.3.1 Perencanaan Lalu Lintas


Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi:
A. Inventarisasi Tingkat Pelayanan

TP
Inventarisasi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengumpulan data untuk
mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan/atau persimpangan,
meliputi:
a. Data dimensi dan geometrik jalan, terdiri dari antara lain:
BS
1. Panjang ruas jalan;
2. Lebar jalan;
3. Jumlah lajur lalu lintas;
4. Lebar bahu jalan;
.
IT

5. Lebar median;
6. Lebar trotoar;
7. Lebar drainase,
D

8. Alinyemen horisontal;
9. Alinyemen vertikal.
b. Data perlengkapan jalan meliputi jumlah, jenis dan kondisi perlengkapan
jalan terpasang
c. Data lalu lintas meliputi antara lain:
1. Volume dan komposisi lalu lintas;
2. Lecepatan lalu lintas (operating speed);
3. Kecepatan perjalanan rata-rata (average overall travel speed);
4. Gangguan samping;
5. Operasi alat pemberi isyarat lalu lintas;
6. Jumlah dan lokasi kejadian kecelakaan;

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

7. Jumlah dan lokasi kejadian pelanggaran berlalu lintas.

B. Evaluasi tingkat pelayanan


a. Evaluasi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengolahan dan pembandingan
data untuk mengetahui tingkat pelayanan dan indikasi penyebab masalah
lalu lintas yang terjadi pada suatu ruas jalan dan/atau persimpangan.
b. Indikator tingkat pelayanan, sebagaimana dimaksud, mencakup antara
lain:
1. Kecepatan lalu lintas (untuk jalan luar kota);
2. Kecepatan rata-rata (untuk jalan perkotaan);
3. Nisbah volume/kapasitas (V/C ratio);
4. Kepadatan lalu lintas;
5. Kecelakaan lalu lintas;

TP
Didalam pasal 7 Permenhub Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun
2006 dijelaskan mengenai tingkat pelayanan pada ruas jalan dan persimpangan,
dimana penjelasan lebih detailnya adalah sbagai berikut:
a. Tingkat pelayanan pada ruas jalan diklasifikasikan atas:
BS
1. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi
- Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi;
- Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat
dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan
maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan;
.
IT

- Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya


tanpa atau dengan sedikit tundaan.
2. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi
D

- Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai
dibatasi oleh kondisi lalu lintas;
- Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum
mempengaruhi kecepatan;
- Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih
kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.
3. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi
- Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan
dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi;
- Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas
meningkat;
- Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan,
pindah lajur atau mendahului.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-3


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi


- Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan
kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh
perubahan kondisi arus;
- Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas
dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan
yang besar;
- Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam
menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini
masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.
5. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi
- Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume
lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah;
- Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas

TP
tinggi;
- Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
6. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi
-
BS
Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang;
- Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi
kemacetan untuk durasi yang cukup lama;
- Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.
b. Tingkat pelayanan pada persimpangan mempertimbangkan faktor
.

tundaan dan kapasitas persimpangan.


IT

C. Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan;


D

Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan merupakan kegiatan penentuan


tingkat pelayanan ruas jalan dan/atau persimpangan berdasarkan indikator tingkat
pelayanan.
a. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan
jalan primer sesuai fungsinya, untuk:
1. Jalan arteri primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B;
2. Jalan kolektor primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B;
3. Jalan lokal primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;
4. Jalan tol, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B.

b. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan
jalan sekunder sesuai fungsinya untuk:
1. Jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-4


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2. Jalan kolektor sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;


3. Jalan lokal sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D;
4. Jalan lingkungan, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D.

D. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas


a. Pemecahan permasalahan lalu lintas dilakukan untuk mempertahankan
tingkat pelayanan yang diinginkan melalui upaya-upaya antara lain:
1. Peningkatan kapasitas ruas jalan, persimpangan dan/atau jaringan
jalan;
2. Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pengguna jalan tertentu;
3. Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan
tertentu dengan memperimbangkan keterpaduan intra dan antar moda;
4. Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi

TP
pengguna jalan.

b. Teknik-teknik pemecahan permasalahan lalu lintas dalam upaya


mempertahankan tingkat pelayanan dilakukan:
BS
1. Pada ruas jalan, mencakup antara lain:
- Jalan satu arah;
- Lajur pasang surut (tidal flow);
- Pengaturan pembatasan kecepatan;
.

- Pengendalian akses ke jalan utama;


IT

- Kanalisasi; dan/atau
- Pelebaran jalan.
D

2. Pada persimpangan, mencakup antara lain:


- Simpang prioritas;
- Bundaran lalu lintas;
- Perbaikan geometrik persimpangan;
- Pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas;
dan/atau
- Persimpangan tidak sebidang.

E. Penyusunan Rencana dan Program Pelaksanaan Perwujudannya


a. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudan manajemen
dan rekayasa lalu lintas meliputi antara lain:

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-5


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

1. Penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan pada setiap ruas jalan


dan persimpangan;
2. Usulan pemecahan permasalahan lalu lintas yang ditetapkan pada
setiap ruas jalan dan persimpangan;
3. Usulan pengaturan lalu lintas yang ditetapkan pada setiap ruas jalan
dan persimpangan;
4. Usulan pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan perlengkapan
jalan;
5. Usulan penyuluhan kepada masyarakat.
b. Penyusunan rencana dan program sebagaimana dimaksud dilakukan secara
terkoordinasi dengan instansi terkait dengan mempertimbangkan:
1. Aspek sosial;
2. Kondisi lingkungan setempat
3. Perencanaan transportasi nasional, regional, dan lokal.

2.3.2 Pengaturan Lalu Lintas


TP
Didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun 2006 disampaikan
BS
mengenai kegiatan pengaturan lalu lintas yang meliputi kegiatan penetapan
kebijakan lalu lintas pada jaringan atau ruas jalan dan/atau persimpangan tertentu.
Penetapan kebijakan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud merupakan
penetapan aturan perintah dan/atau larangan pada setiap ruas jalan dan/atau
persimpangan yang bersifat mengikat yang ditetapkan dengan:
.

a. Peraturan Direktur Jenderal, untuk jalan nasional dan jalan tol serta
IT

diumumkan dalam Berita Negara;


b. Peraturan Daerah Provinsi, untuk jalan provinsi serta diumumkan dalam
Berita Daerah Provinsi;
D

c. Peraturan Daerah Kabupaten untuk seluruh jalan kabupaten dan jalan desa
serta diumumkan dalam Berita Daerah Kabupaten;
d. Peraturan Daerah Kota, untuk seluruh jalan kota serta diumumkan dalam
Berita Daerah Kota.

2.3.3 Rekayasa Lalu Lintas


Sebagaimana yang disampaikan didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM
14 tahun 2006, bahwa kegiatan rekayasa lalu lintas meliputi:
a. Perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan jalan;
b. Perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan perlengkapan
jalan.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-6


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2.3.4 Pengendalian Lalu Lintas


Kegiatan pengendalian lalu lintas meliputi:
a. Pemberian arahan dan petunjuk dalam penyelenggaraan manajemen dan
rekayasa lalu lintas;
b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak
dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan lalu lintas.

2.3.5 Pengawasan Lalu Lintas


Kegiatan pengawasan lalu lintas meliputi:
a. Pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas, untuk mengetahui
tingkat pelayanan dan penerapan kebijakan lalu lintas meliputi:
1. Kecepatan lalu lintas;
2. Volume lalu lintas termasuk Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR);

TP
3. Jumlah kecelakaan lalu lintas;
4. Jumlah pelanggaran berlalu lintas.
b. Penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas untuk mengetahui
efektifitas kebijakan lalu lintas, dilakukan sebagai tindak lanjut
BS
pemantauan meliputi:
1. Penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan;
2. Analisis tingkat pelayanan;
3. Analisis tingkat kecelakaan;
.

4. Analisis tingkat pelanggaran.


IT

2.4 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)


D

2.4.1 Jenis, Fungsi, Bentuk dan Ukuran Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Sebagaimana yang disampaikan dalam KM No. 62 tahun 1993 tentang Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas Pasal 3 bahwa untuk jenis dari alat pemberi syarat
lalu lintas terdiri dari 3 macam yang meliputi:
a. Lampu 3 (tiga) warna, untuk mengatur kendaraan;
b. Lampu 2 (dua) warna, untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki;
c. Lampu 1 (satu) warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada
pemakai jalan.
Untuk penjelasannya tentang jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada butir a
tersebut disampaikan dalam pasal 4 yaitu:
1. Lampu tiga warna terdiri dari warna merah, kuning dan hijau;
2. Lampu tiga warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-7


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas ke bawah


dengan urutan merah, kuning, hijau.
4. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan
menurut arah lalu lintas dengan urutan merah, kuning, hijau.
Untuk lampu tiga warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat dilengkapi
dengan lampu warna merah dan/atau hijau yang memancarkan cahaya berupa
tanda panah. Jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada lampu 2 (dua) warna
disampaikan dalam pasal 6 yaitu:
1. Lampu dua warna terdiri dari warna merah dan hijau;
2. Lampu dua warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal;
3. Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas ke bawah
dengan urutan merah, hijau;
4. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan
menurut arah lalu lintas dengan urutan merah, hijau.

TP
Untuk jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada lampu 1 (satu) warna disampaikan
dalam pasal 7 yaitu:
1. Lampu satu warna berwarna kuning atau merah.
2. Lampu satu warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal.
BS
Setiap jenis alat pemberi isyarat lalu lintas memiliki fungsi yang berbeda-beda
yang meliputi:
1. Lampu tiga warna menyala secara bergantian dan tidak berkedip dengan
urutan sebagai berikut :
a. Lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam,
.

mengisyaratkan kendaraan harus berjalan;


IT

b. Lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau padam,


mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti
D

atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas, bersiap untuk berhenti
dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas
berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat
berjalan;
c. Lampu warna merah menyala setelah lampu kuning padam,
mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan
apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti,
kendaraan harus berhenti sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas.
2. Lampu dua warna menyala secara bergantian, yang berfungsi :
a. Mengatur lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki;
b. Mengatur lalu lintas kendaraan pada jalan tol atau tempat-tempat
tertentu lainnya.
3. Lampu satu warna terdiri dari satu lampu yang menyala berkedip atau dua
lampu yang menyala bergantian.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-8


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

a. Lampu satu warna yang berwarna kuning dipasang pada jalur lalu
lintas, mengisyaratkan pengemudi harus berhati-hati;
b. Lampu satu warna sebagaimana yang berwarna merah dipasang pada
persilangan sebidang dengan jalan kereta api dan apabila menyala
mengisyaratkan pengemudi harus berhenti;
c. Lampu satu warna dilengkapi dengan isyarat suara atau tanda panah
pada lampu yang menunjukan arah datangnya kereta api.
Lampu - lampu sebagaimana yang disampaikan sebelumnya dalam
berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20 sentimeter sampai
dengan 30 sentimeter dengan daya lampu antara 60 watt sampai
dengan 100 watt.

2.4.2 Kekuatan Hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas


Pengaturan lalu lintas yang bersifat perintah dan/atau larangan sebagai hasil
manajemen lalu lintas, ditetapkan dengan:

TP
a. Keputusan Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk pengaturan
lalu lintas pada jalan nasional dan jalan tol, kecuali jalan nasional yang
terletak di Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya Daerah
Tingkat II, serta diumumkan dalam Berita Negara;
BS
b. Peraturan Daerah Tingkat I, untuk pengaturan pada jalan propinsi, kecuali
jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II
dan jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, serta
diumumkan dalam Berita Daerah;
c. Peraturan Daerah Tingkat II, untuk pengaturan lalu lintas pada jalan
.

kabupaten/kotamadya, jalan nasional dan jalan propinsi yang telah


IT

diserahkan kepada Daerah Tingkat II serta diumumkan dalam Berita


Daerah
D

2.4.3 Penyelenggaraan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas


Perencanaan, pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan alat pemberi isyarat lalu
lintas dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, untuk jalan nasional dan jalan
tol kecuali jalan nasional yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah
Tingkat II atau yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. Pemerintah Daerah Tingkat I, untuk jalan propinsi, kecuali jalan propinsi
yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II atau jalan
propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II;
c. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten, untuk:
- Jalan kabupaten;
- Jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat
II, dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-9


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

- Jalan nasional yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II
dengan persetujuan Direktur Jenderal.
d. Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya untuk:
- Jalan kotamadya;
- Jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, dengan
persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
- Jalan nasional yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II dengan
persetujuan Direktur Jenderal.

2.4.4 Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas


Untuk penjelasan mengenai penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas
disampaikan dalam KM No. 62 tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas Pasal 23 yang meliputi:

TP
1. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persimpangan, ditempatkan pada sisi
kiri jalur lalu lintas menghadap arah lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi
kanan atau di atas jalur lalu lintas.
2. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persilangan sebidang dengan jalan
kereta api, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah lalu
BS
lintas dan dapat diulangi pada sisi kanan jalur lalu lintas.
3. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki,
ditempatkan pada sisi kiri dan/atau kanan jalur lalu lintas menghadap ke
arah pejalan kaki yang dilengkapi dengan tombol permintaan untuk
menyeberang.
.

4. Penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas dilakukan sedemikian rupa,


IT

sehingga mudah dilihat dengan jelas oleh pengemudi, pejalan kaki dan
tidak merintangi lalu lintas kendaraan.
D

2.5 Perkembangan Teknologi Area Traffic Control System (ATCS)


Perkembangan terakhir di dunia ATCS adalah dikembangkannya sistem ATCS
generasi ketiga (3G), yaitu sistem ATCS yang dilengkapi dengan kemampuan
melakukan perubahan terus-menerus terhadap signal timings berdasarkan hasil
pengukuran arus lalu-lintas saat itu. Optimalisasi waktu berbasis kondisi aktual
tersebut menghasilkan penurunan delay, memperpendek antrian dan
mempersingkat waktu perjalanan. Beberapa contoh ATCS 3G yang telah
diterapkan di dunia adalah SCOOT dari Inggris, Sydney Coordinated Adaptive
Traffic System (SCATS), Los Angeles Adaptive Traffic Control System (LA-
ATCS), MOTION, Microprocessor Optimized Vehicle Actuation, Prody,
UTOPIA, OPAC, dan RHODES. SCATS dan SCOOT merupakan sistem yang
mulai banyak dipilih, termasuk di negara-negara berkembang dengan berbagai
modiifikasinya.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-10


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2.5.1 Sydney Coordinated Area Traffic System (SCATS)


Sistem Australia, contohnya Sydney Coordinated Area Traffic System (SCATS)
dibahas lebih dulu karena Australia adalah negara yang sangat dekat dengan
Indonesia dan menggunakan sistem transportasi Inggris sebagaimana di
Indonesia.
Di Australia penggunaan informasi trafik atau Traffic-signal control systems
untuk menggabungkan berbagai sinyal trafik yang terpisah-pisah sudah sangat
biasa, dalam rangka mencapai sasaran operasi pengendalian jaring lalu lintas
dalam skala luas (network-wide traffic operation). System ini dikembangkan
secara bertahap :
1. Penyediaan sinyal informasi trafik, jaringan komunikasi yang berfungsi
sebagai simpul dan transmisi datanya, komputer sentral atau server
jaringan komunikasi data sebagai pengendalinya yang terhubung secara
fisik (hardwired) maupun dengan koneksi tanpa kawat (nirkabel).
2. Apabila pemilih sinyal berasal dari instansi yang berbeda (Jasa Marga,

TP
Tol Swasta, Dinas Perhubungan dan sebagainya), maka aspek SOP
pertukaran data antar instansi perlu dibangun, sehingga memungkinkan
penggunaan bersama informasi dan traffic signal control baik secara
formal maupun non-formal untuk diolah lebih lanjut. Hasilnya adalah data
yang diolah dalam unit signal coordination systems yang akan dapat
BS
diakses.
3. Sinyal ini tentu saja tidak dapat digunakan langsung oleh pengguna,
sehingga diperlukan interface yang menghubungkan data trafik yang
tersimpan, analisis teknik dari ahli trafik dan akhirnya melahirkan
informasi operasi dan pemeliharaan (seperti aktuasi pengaturan waktu
untuk pengendali lalu-lintas) maupun informasi route alternatif (route
.

guidance) untuk pengguna jalan. Semakin tinggi kemampuan operator,


IT

semakin efektif sistem dapat dipergunakan.


4. Sebagai pendukung control of traffic signals, system yang lebih modern
D

juga mempunyai kemampuan yang lebih canggih untuk mengamati


berbagai parameter trafik seperti video surveillance yang dilengkapi
dengan traffic detection dan traffic counter, yang dilengkapi dengan
berbagai traffic-control algorithms yang menjadi pengumpan sistem
kendali (adaptive control) dan antisipasi ke depan (predictive
surveillance).
SCATS digunakan tidak saja di Australia, tetapi juga Eropa, Hongkong, dan
beberapa kota di USA (Oakland County, Michigan). Bagi peneliti SCATS harus
lihat sebagai pendekatan dan bukan produk teknologi. SCATS bekerja dengan
cara:
1. Mengumpulkan data dari setiap persimpangan dan mengumpankannnya
ke traffic controller yang berupa computer server. Informasi ini berupa
movement detector.
2. Computer server akan bekerja secara otomatis, untuk melakukan penataan
waktu (incremental time adjustment) dalam durasi detik atau menit,

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-11


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

secara otomatis, sebagai fungsi aliran trafik di setiap persimpangan.


3. Untuk melakukan hal itu, aliran informasi yang dibutuhkan adalah :
- Detects traffic volume by movement
- Converts data to flow rate
- Calculates optimal cycle length
- Calculates optimal splits by phase
- Determines phase combinations
- Checks timing alteration thresholds
- Sets up implementation
4. Arsitektur yang mendukung hal tersebut adalah sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 2.1 berikut. Intinya adalah adanya computer sebagai pusat dari
sistem.

TP
. BS
IT
D

Gambar 2.1 Arsitektur SCATS

Dan pada akhirnya, untuk system SCATS, semuanya mengacu dan diarahkan
sepenuhnya konsep system informasi, yaitu adanya sumber informasi (sensor
dan data dari kamera) yang sudah dapat dipercaya, untuk kemudian diolah
secara software dan diumpankan ke actuator untuk mengendalikan waktu
`hijau' dari setiap perlintasan dalam frame waktu yang diijinkan.

2.5.2 SCOOT (Split Cycle Offset Optimization Technique)


SCOOT (Split Cycle Offset Optimization Technique) urban traffic control
system, dikembangkan oleh Transport Research Laboratory (TRL) bekerja sama
dengan UK traffic systems industry. Seperti SCATS, SCOOT merupakan

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-12


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

adaptive system yang mampu merespon fluktuasi trafik secara otomatis.


Metode ini diyakini lebih efisien dibandingkan melakukan up -date time
signal secara manual. SCOOT telah digunakan untuk menangani traffic
di lebih dari 130 negara. SCOOT memiliki tiga prosedur optimasi,
yaitu Split, Offset dan Cycle Length. Tidak seperti SCATS, detector
trafik dari SCOOT ditempatkan melawan arah arus lalu lintas.

2.5.3 FAST-TRAC
FAST-TRAC merupakan singkatan dari Faster and Safer Travel Through Routing
and Advanced Controls, sebuah system yang menggunakan teknologi terpadu antara
video dan komputer, video-based vehicle detection system (autoscope
devices). Sistem memanfaatkan digital video kamera yang gambarnya
diproses dan digunakan sebagai penghitung trafik dalam rangka mengatur
'time signal dari traffic light. Contoh penggunakan sistem ini adalah The
Road Commission for Oakland County (RCOC) in Michigan.

TP
Perangkat video-based vehicle detection system (autoscope devices) pada
FAST-TRAC digunakan untuk mengumpulkan data arus lalu-lintas secara
real-time. Data dari video detektor digunakan sebagai input untuk algoritma
FAST-TRAC untuk mengatur sinyal trafik dan untuk kebutuhan manajemen.
Data trafik selain dianalisa oleh computer terdekat yang terdapat di ATCS
BS
control box, data traffic tersebut juga dikirimkan ke regional signal control
computers dan ke sebuah central traffic operations center (TOC). Selain
sebagai piranti analisis trafik, CCTV juga tetap berperan sebagai alat
monitoring dan surveillance lalu lintas, mengatasi kemacetan dan
kecelakaan.
.
IT

2.5.4 INTELIGENT TRANSPORT SYSTEM (ITS)


Sistem pengendalian lalu lintas dijalan dilakukan melalui pusat pengendalian lalu
lintas yang biasa dikenal dengan ITCS. Sistem pangendalian lalu lintas seperti ini
D

telah dimiliki hampir disemua kota-kota di negara maju sebagai contoh Jepang
saat ini telah memiliki 170 pusat pengendalian (ITCS), sedang di Indonesia saat
ini yang ada baru dapat dikatakan sebagai ATCS (Area Traffic Control System)
dan saat ini belum dapat dikatakan sebagai ITCS.
Dalam sistem pengendalian terpadu ini terdapat tiga unsur yang harus disediakan
antaralain adalah :
1. Pengumpulan informasi data lalu lintas, dimana pengumpulan data lalu
lintas ini dilakukan secara otomatis seperti volume, lalu lintas, kecepatan
kendaraan, kemacetan (lalu lintas dan lain-lain dengan menggunakan
berbagai alat detektor yang telah disebutkan di atas,
2. Pengendalian APILL, untuk menjadikan pengendalian koordinasi dan area
dalam mengendalikan lalu lintas,

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-13


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. Informasi yang dapat diberikan kepada pengguna jalan seperti tentang


tingkat kemacetan, waktu perjalanan, rute yang dapat dilalui dapat melalui
papan informasi, navigasi pada kendaraan. radio, telpon/fax dlsb.
Pengemudi mendapat informasi lalu lintas melaiui radio, papan informasi dan
navigasi pada kendaraan pada saat mengemudi, sehingga pengemudi dapat
mengetahui secara langsung/pasti mengenai kondisi dan situasi jalan yang akan
dilalui dengan demikian dia dapat memilih rute-rute alternatif apabila terjadi
kemacetan/kecelakaan lalu lintas yang memungkinkan untuk mencapai tempat
tujuan lebih cepat.
ITS adalah suatu sistem pengendalian lalu lintas yang dilakukan melalui teknologi
elektronik, dimana pengumpulan data-data langsung dari lapangan selanjutnya
diolah sedemikian rupa sehingga hasil dari pengolahan yang dilakukan tersebut
kemudian dikembalikan kepada masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak
langsung yang berkaitan dengan transportasi dalam bentuk informasi-informasi
melalui papan informasi/dalam bertuk digital-map dan lain sebagainya.
Pengembangan ITS di negara-negara maju ini pada dasamya adalah untuk

TP
mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas dalam usaha meningkatkan keselamatan
dan memberikan kenyamanan bagi pengemudi serta mengurangi kemacetan lalu
lintas.
Dalam pengembangan ITS yang pertama-tama yang harus dilakukan adalah
BS
bagaimana menentukan manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas.
Manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas disesuaikan untuk mendistribusi
dan men-supply volume dan arus lalu lintas pada kota yang sibuk pada
persimpangan jalan yang ada. System ini bekerja untuk membantu kota dalam hal
penyediaan fasilitas untuk kendaraan bermotor khususnya dan pengguna jalan
pada umumnya.
.

Pada dasarnya manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas mempunyai unsur-
IT

unsur yang harus dibangun sebagai berikut :


a. Struktur Sistem.
D

Struktur hiraraki dalam mendukung pengembangan dan peningkatan


keselamatan. Sistem bagian terbawah adalah untuk sistem pengendalian
langsung APILL, disektor kendaraan transmisi dijalan, dan masukan ke
terminal APILL (Controler). Sistem ini biasanya didesain dapat
dipindahkan apabila ada penambahan komponen pada masa-masa datang,
layar diatas dari sistem diatas adalah untuk penggabungan sistem pada
layar terendah dan terdiri dari pengendalian APILL sebagai sub sistem.
Sub Sistem pengumpulan dan supply performance dan juga sub sistem
manajemen operasi yang mana perlu dilakukan dan informasi data base
lalu lintas. Sistem ini dihubungkan dengan LAN yang mempunyai volume
dasar dan kecepatan tinggi.
b. Sub Sistem Pengumpulan Informasi
Sistem pengumpulan informasi pada pengendalian lalu lintas diperoleh
dari detektor kendaraan di jalan (ultrasonic, infrared, loop detector)
seperti valome lalu lintas, kecepatan dan jenis kendaraan. Pengumpulan

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-14


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

data dikirim ke pusat pengendalian (control center), panjang antrian,


kejenuhan volume lalu lintas, dan dilakukan penghitungan dari informasi
ini dilakukan oleh operator, juga data dasar yang dikirim dari terminal
pengukuran waktu perjalanan, pusat pengendalian menghitung waktu
perjalanan dan estimasi waktu perjalanan.
c. Sub Sistem Pengendalian APILL
Sub sektor pengendali APILL merupakan turunan dari panjang siklus,
pembagian pengendalian/pembagian waktu hijau (split control) dan nilai
nilai offset dari pengendali APILL yang dilakukan hasil dan pengumpulan
informasi dasar digunakan pada sistem ini. Selanjutnya data diproses dan
sub sistem pengendalian APILL secara langsung mengoperasikan
kontroler APILL melalui layer terendah dari sistem ini.
d. Sub Sistem Supply Informasi.
Sistem ini menyediakan otomatis driver dengan informasi mengenai
kemacetan waktu perjalanan, pengaturan lalu lintas dan kesediaanya ruang

TP
parkir langsung dari tranmisi di jalan. Papan informasi tranmisi terminal
dari dan dari unit navigasi yang terdapat dalam kendaraan informasi jalan
di sediakan secara otomatis me1alui telepon/fax.
e. Sub Sistem Manajemen Operasi.
BS
Manajemen sistem operasi ini merupakan sistem pengendalian lalu lintas
yang dilakukan oleh operator pada pusat pengendalian, dimana operator
pengendali memperoleh informasi melalui wall map (peta besar) lalu lintas
dan CRT display terdapat dipusat pengendalian. Operator pada dasarnya
menyediakan informasi-informasi untuk para pengguna jalan dengan
melakukan perubahan setting parameter pengendalian Sebagai bagian dari
.

system ITS subsistem pengumpulan merupakan bagian yang penting


IT

dalam keseluruhan sistem yang harus dibangun. Sistem pengumpulan


informasi pengendalian lalu lintas yang ada dapat melalui beberapa tipe
detektor kendaraan, CCTV kamera dan seperti alat pengumpulan informasi
D

lainnya data dikirim ke pusat pengendalian lalu lintas. Jenis detektor


kendaraan tersebut yang digunakan termasuk diantaranya adalah ultra
sonic, inframerah, radar dan loop detektor.
ITS telah terbukti mampu memberikan kontribusi dalam mendukung
keselamatan, kenyamanan dan lingkungan yang bersahabat dari lalu lintas.
Informasi teknologi komunikasi, teknologi elektro dan teknologi dan ilmu
pengetahuan, sebagai peralatan untuk menangani permasalahan lalu lintas,
termasuk kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.
Penelitian dan pengembangan ITS dilakukan secara aktif di negara-negara
maju termasuk Jepang, Eropa dan Amerika Serikat. Kebijakan
pengembangan ITS di negara maju tersebut saat ini sudah merupakan
kebijakan yang mendasar dalam penanganan masalah lalu lintas khususnya
di wilayah perkotaaan. Sebagai gambaran kebijaksanaan pengembangan
ITS yang komprehensif meliputi:
1) Sistem navigasi yang mutahir,

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-15


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2) Sistem pengumpulan toll secara elektronik,


3) Membantu pengemudi untuk keselamatan,
4) Optimasi untuk manajemen lalu lintas,
5) Meningkatkan efisiensi manajemen jalan,
6) Dukungan terhadap angkutan umum,
7) Meningkatkan efisiensi operasi angkutan barang,
8) Dukungan untuk pejalan kaki
9) Dukungan untuk aperasi kendaraan darurat
Disamping itu pengembangan lainnya adalah yag berkaitan dengan
peningkatan kepedulian terhadap lingkungan sehingga polusi udara yang
ditimbulkan oleh gas buang kendaraan dapat ditekan sedemikian rupa
sehingga mengurangi tingkat yang membahayakan bagi manusia. Berikut
ini ilustrasi penerapan teknologi dan peranti lunak ITS:

TP
. BS
IT
D

Gambar 2.2 Teknologi dan Peranti Lunak ITS

Beberapa feature ITS:


- Mendeteksi Arus Lalu Lintas

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-16


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP
Gambar 2.3 Feature ITS Dalam Mendeteksi Arus Lalu Lintas
BS
- Mendeteksi Kecelakaan
.
IT
D

Gambar 2.4 Feature ITS Dalam Mendeteksi Kecelakaan Lalu Lintas

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-17


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

- Medeteksi ilegal parking

TP
Gambar 2.5 Feature ITS Dalam Mendeteksi Ilegal Parking
BS
- Medeteksi kecepatan
.
IT
D

Gambar 2.6 Feature ITS Dalam Mendeteksi Kecepatan

- Mengenali plat nomor kendaraan

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-18


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP
Gambar 2.7 Feature ITS Dalam Mendeteksi Plat Nomor Kendaraan
BS
Berikut kami sampaikan beberapa referensi negara yang menerapkan maupun
mengimplementasikan sistem ini:
1. Brisa (Portugal)
Pembangunan digital video surveillance dan traffic control lebih dari
.

1.000 km (terbagi menjadi 11 jalur) yang menghubungkan dari utara ke


IT

selatan dan timur ke barat Portugal dengan menggunakan jaringan Fiber


Optik sebagai infrastruktur dan dilengkapi dengan fitur deteksi kecelakaan
secara otomatis.
D

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-19


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP
BS
Gambar 2.8 ITS di Brisa ( Portugal)

2. Sanef (Prancis)
Pembangunan traffic monitoring dan surveillance system di Lyon, Sanef,
.

Recita lebih dari 200 km.


IT
D

Gambar 2.9 ITS di Sanef (Prancis)

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-20


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. Antwerp (Belanda)
Pembangunan digital traffic monitoring system di Artwerp Ring Road.
Dengan menggunakan modul untuk menganalisa lalu lintas dapat
mendeteksi insiden-insiden sebagai berikut: kemacetan, kendaraan yang
berhenti di daerah terlarang, kendaraan salah arah, dan kecelakaan.

TP
Gambar 2.10 ITS di Antwerp (Belanda)
BS
4. UK (Highway) Inggris
UK Highways (Inggris) Sistem Informasi di Inggris (UK Highways
Agency Traffic Information System) menyediakan informasi lalu lintas
kepada Kepolisian Lalu Lintas Inggris dengan bantuan.
.

Sistem Intelligent Traffic Monitoring System sepanjang jalur M1, M25,


IT

A1M (640 km).


D

5. Swiss
Pembangunan Digital Surveillance and Traffic Monitoring System di
Jalur-Jalur utama Swiss.

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-21


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Gambar 2.11 ITS di Swiss

6. Belanda
TP
Dutch Ministry of Transport (Rijkswaterstaat) menggunakan Jaringan
Fiber Optik dengan kapasitas Gigabit untuk menangani video stream dari
BS
600 kamera secara simultan yang memantau 16 area termasuk jalan raya,
terowongan, jembatan, dan area-area khusus.
Sistem ini memonitor keadaan lalu-lintas darat dan air di Rotterdam, yang
merupakan salah satu pelabuhan terbesar di dunia
.
IT
D

Gambar 2.12 ITS di Belanda

Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-22


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 3
PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Pada Bab 3 Pendekatan dan Metodologi disampaikan mengenai beberapa


pemahaman konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja yang meliputi pemahaman
terhadap latar belakang studi, instrumental input, faktor pengaruh lingkungan
strategis, ruang lingkup pekerjaan dan alur pikir pekerjaan yang diterjemahkan ke
dalam kerangka kerja proses pelaksanaan pekerjaan. Di dalam bab ini
disampaikan juga mengenai metodologi pelaksanaan pekerjaan, alur pikir
pelaksanaan pekerjaan (frameworks analysis), serta metoda pendekatan analisis
yang digunakan dalam pekerjaan ini.

3.1 Pemahaman Terhadap Latar Belakang Studi

TP
Sebagaimana yang disampaikan didalam KAK dapat dipahami bahwa terdapat
beberapa alasan mendasar yang melatarbelakangi studi ini harus dilakukan.
Beberapa point penting didalamnya meliputi:
BS
1. Permasalahan transportasi perkotaan akibat kurang optimalnya kinerja
jaringan jalan yang ditandai oleh kemacetan lalu lintas;
2. Kemacetan lalu lintas telah berdampak terhadap perekonomian dan
lingkungan kota;
.

3. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di beberapa kota besar di install


IT

ATCS (Area Traffic Control System);


4. Di beberapa kota seperti halnya DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
ATCS telah terpasang, namun belakangan menunjukkan bahwa terdapat
D

sejumlah permasalahan (teknis, kelembagaan dan pendanaan) yang


mengakibatkan kinerjanya menurun.
5. Berdasarkan kondisi tersebut maka untuk itu perlu segera dilakukan
evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga kota tersebut.

3.2 Pemahaman Terhadap Instrumental Input


Instrumental input merupakan kebijakan negara/pemerintah yang tertuang dalam
UU, PP, dan aturan lainnya yang digunakan sebagai masukan dalam studi ini,
dimana dalam hal ini terdapat beberapa sejumlah aspek normatif yang perlu
diperhatikan, yakni:
1. Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
2. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
4. Kepmenhub No. KM 62 tahun 1992 tentang APILL;
5. Permenhub No. KM 14 tahun 2006 tentang Manajemen Rekayasa Lalu
Lintas;
6. Studi-studi yang terkait dengan penerapan ATCS dlsb

3.3 Pemahaman Terhadap Faktor Pengaruh Lingkungan Strategis


Dalam pelaksanaan kegiatan “ Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System
ATCS di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya” ini akan dipengaruhi oleh faktor
eksternal atau pengaruh dari perkembangan lingkungan startegis, dimana beberapa
faktor eksternal tersebut antara lain meliputi:
1. Perkembangan teknologi;
2. Keterbatasan pendanaan;
3. Sumber daya manusia;
4. Perkembangan lalu lintas jalan.
TP
BS
3.4 Pemahaman Terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan
Konteks pelaksanaan pekerjaan ini tidak terlepas dari alur pikir siklus input-
proccess-output-outcome-benefit/impact yang menujukkan posisi strategis
studi/pekerjaan ini. Pada butir-butir berikut disampaikan konteks dari
pekerjaan/studi ini:
.

1. Input: adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi
IT

proses pelaksanaan studi ini. Masukan ini dapat berupa data-data,


peraturan perundangan, Perda dan peraturan dinas lainnya, teori dan
prinsip jaringan dan manajemen transportasi, teori jaringan, ekonomi,
D

finansial, dlsb. Secara spesifik input yang diperlukan dalam studi ini dapat
dipisahkan dalam beberapa hal berikut:
a. Isu strategis: beberapa permasalahan yang menjadi latar belakang
dilaksanakannya pekerjaan ini, diantaranya:
- Permasalahan transportasi perkotaan akibat kurang optimalnya
kinerja jaringan jalan yang ditandai oleh kemacetan lalu lintas;
- Kemacetan lalu lintas telah berdampak terhadap perekonomian
dan lingkungan kota;
- Untuk mengatasi permasalahan tersebut di beberapa kota besar
di install ATCS (Area Traffic Control System);
- Di beberapa kota seperti halnya DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya ATCS telah terpasang, namun belakangan
menunjukkan bahwa terdapat sejumlah permasalahan (teknis,

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

kelembagaan dan pendanaan) yang mengakibatkan kinerjanya


menurun;
- Berdasarkan kondisi tersebut maka untuk itu perlu segera
dilakukan evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga kota
tersebut.
b. Instrumental input: peraturan perundangan dan teori yang
digunakan dalam melaksanakan pekerjaan ini, yakni:
- Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
- Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;
- PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan;
- Kepmenhub No. KM 62 tahun 1992 tentang APILL;
- Permenhub No. KM 14 tahun 2006 tentang Manajemen

-
Rekayasa Lalu Lintas;

TP
Studi-studi yang terkait dengan penerapan ATCS dlsb
c. Lingkungan strategis: faktor eksternal yang telah dan terus akan
BS
mempengaruhi sistem transportasi di kota Bandung, yakni:
- Perkembangan teknologi;
- Keterbatasan pendanaan;
- Sumber daya manusia;
- Perkembangan lalu lintas jalan.
.
IT

2. Proses: segala sesuatu yang dilaksanakan selama masa waktu pekerjaan


untuk melaksanakan seluruh lingkup pekerjaan sesuai dengan koridor
substansi dan waktu yang disampaikan dalam KAK. Kegiatan yang masuk
ke dalam proses ini antara lain kajian pustaka, survey dan analisis.
D

Adapun secara lebih spefisik seperti yang disebutkan dalam ruang lingkup
kerja pada KAK adalah:
- Melakukan kajian kondisi lalu lintas di kawasan perkotaan dengan
prioritas pada 5 (lima) persimpangan utama yang ada di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya;
- Merekomendasi skema-skema dan manajemen rekayasa lalu lintas
untuk kawasan kajian;
- Membuat simulasi pengendalian lalu lintas menggunakan teknolgi
ATCS;
- Menerapkan sistem simulasi ATCS di 5 (lima) persimpangan
utama.;

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-3


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3. Output: segala bentuk produk yang dihasilkan dari proses pelaksanaan


pekerjaan. Sesuai dengan KAK maka pekerjaan ini diharapkan
menghasilkan keluaran yang meliputi:
- Evaluasi teknis, spesifikasi, teknologi dan pengelolaan ATCS yang
sudah ada;
- Rekomendasi spesifikasi teknis, teknologi dan pengelolaan ATCS
yang sudah diterapkan.
4. Outcome: penggunaan/utilisasi hasil studi ini dalam aplikasi kebijakan,
program, maupun implementasi. Outcome dari studi ini adalah
diperolehnya rekomendasi terhadap perbaikan standar penerapan ATCS .
5. Benefit/Impact: segala dampak positif sebagai manfaat dari penggunaan
hasil pekerjaan ini. Manfaat yang diinginkan dari studi ini meliputi:
Peningkatan kinerja dan tingkat pelayanan ATCS

TP
3.5 Alur Pikir Pekerjaan
Pada Gambar 3.1 disampaikan bagan alur pikir pekerjaan ini sebagai perwujudan
dari pemahaman konsultan atas KAK yang diberikan. Alur pikir ini memberikan
keterkaitan antara input-proses-output-outcome-benefit/impact dari pekerjaan ini,
sebagai gambaran mengenai apa saja yang dihasilkan dan dapat digulirkan lebih
BS
lanjut dari pekerjaan ini.
.
IT
D

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-4


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

ACUAN/PERATURAN

• UU 14/1992 tentang LLAJ


• UU 38/2004 tentang Jalan
• PP 43/1993 tentang Prasarana
dan Sarana LLAJ
• Kepmenhub No. KM 62 tahun
1993 tentang APILL

P
• Permenhub KM No.14 tahun
2006 tentang MRLL

ST
LINGKUP KEGIATAN
KELUARAN
• Melakukan kajian kondisi lalu
PERMASALAHAN
lintas di kawasan perkotaan • Evaluasi teknis,

.B
SASARAN
dengan prioritas pada 5 spesifikasi, teknologi
• Kinerja dan tingkat
persimpangan utama dan pengelolaan ATCS MANFAAT
pelayanan ATCS yang ada Diperolehnya
sudah menurun
• Merekomendasi skema-skema yang sudah ada rekomendasi
manajemen dan rekayasa lalu • Rekomendasi terhadap Peningkatan
• Perlunya evaluasi terhadap
lintas untuk kawasan kajian spesifikasi teknis, perbaikan standar kinerja dan tingkat
penerapan ATCS yang
sudah ada termasuk
• Membuat simulasi teknologi dan penerapan ATCS pelayanan ATCS
pengelolannya
IT
pengendalian lalu lintas
menggunakan teknologi ATCS
pengelolaan ATCS yang
akan diterapkan
• Menerapkan sistem simulasi
ATCS di 5 (lima) persimpangan
D
utama

FAKTOR PENGARUH

• Perkembangan teknologi
• Keterbatasan pendanaan
• Sumber daya manusia Gambar 3.1 Alur Pikir Pekerjaan
• Perkembangan lalulintas jalan

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-5


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3.6 Lingkup Evaluasi Penerapan ATCS


Untuk melakukan evaluasi penerapan ATCS ini dalam hal lingkupnya meliputi
beberapa aspek yang terdiri dari aspek sisi sistem ATCS, pengelola ATCS, beseta
kinerja dan manfaatnya. Untuk sisi sistem ATCS, evaluasi dilakukan terhadap
komponen-komponen ATCS seperti halnya pada komponen vehicle detector,
traffic signal controller, comunication network, control center dan aplication
software, sedangkan aspek lainnya yang dilakukan evaluasinya adalah dalam hal
pengelolaan ATCS yang meliputi sumber daya manusia yang tersedia dan
kompetensinya beserta pendanaannya. Struktur Organisasi dan Tata Kerja
(SOTK) serta operasional dan pemeliharaaan juga termasuk kedalam sisi sistem
ini. Selain aspek-aspek tersebut perlu diperhatikan juga evaluasi dari sisi kinerja
dan manfaat ATCS yang meliputi traffic characteristic, traffic management
strategy dan manfaatnya (tundaan, antrian, DS dlsb). Untuk lebih jelas mengenai
lingkup evaluasi penerapan ATCS disampaikan didalam Gambar 3.2

TP
Sistem ATCS
BS
Vehicle Traffic Comunication Controll Center dan
Detector Signal Controller n dan
Network Aplication Software
Controller
.

Pengelola ATCS Kinerja dan


IT

Manfaat ATCS
D

SDM dan SOTK Operasional dan Traffic Traffic Management Manfaat


Pendanaan dan Characteristic Management (tundaan, antrian, DS)
Pemelihaaraan Strategy
c DS)

Gambar 3.2 Lingkup Evaluasi Penerapan ATCS

3.7 Konteks Evaluasi Penerapan ATCS


Dalam konteks evaluasi penerapan ATCS, sebagai langkah awal adalah dimulai
dengan melihat beberapa faktor yang mempengaruhi ATCS itu sendiri yang
meliputi perkembangan teknologi ATCS, perkembangan aplikasi, perkembangan
kondisi sistem terpasang dan perkembangan sistem pendukungnya. Sebagai
langkah selanjutnya untuk setiap faktor pengaruh tersebut dilakukan analisis dan
evaluasi yang berbeda, seperti halnya untuk perkembangan teknologi dilakukan
analisis kompatibilitas, perkembangan aplikasi dengan analisis potensi
pemanfaatan, perkembangan kondisi sitem terpasang dengan analisis evaluasi

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-6


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

kinerja sistem terpasang dan perkembangan sistem pendukung dengan melakukan


evaluasi sistem pendukung. Dengan dilakukannya analisis/evaluasi maka untuk
setiap faktor pengaruh akan diperoleh hasil maupun rekomendasi mengenai
penerapan ATCS, dan untuk gambaran lebih jelasnya mengenai konteks evaluasi
penerapan ATCS disampaikan pada Tabel 3.1 .

Tabel 3.1 Konteks Evaluasi Penerapan ATCS

FAKTOR PENGARUH ANALISIS/ HASIL


EVALUASI /REKOMENDASI

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI:
• Sistem Operasi & Software
• Teknologi detector (non-pavement) Analisis Rekomendasi
• Sistem komunikasi (via fiber-optic pengembangan sistem
and/or wireless) Kompatibilitas
ATCS Terpasang
• Controllers capability

PERKEMBANGAN APLIKASI:
• Skema manajemen lalulintas (traffic
TP Potensi Arahan/kebutuhan
kapabilitas dan kinerja
BS
regulation, bus priority, dll) Pemanfaatan
• Intelligent Transport System ATCS di masa akan
datang

PERKEMBANGAN KONDISI
SISTEM TERPASANG:  Kinerja sistem dan sub
• Pertumbuhan lalulintas Evaluasi Kinerja sistem ATCS
.

• Perluasan area kota Sistem Terpasang  Kondisi dan tingkat


• Degradasi kondisi komponen ATCS
IT

integrasi tiap
sejalan umur komponen/modul
D

PERKEMBANGAN SISTEM  Fungsi dan kegiatan


PENDUKUNG: penyelenggaraan
• Kelembagaan dan SDM Evaluasi Sistem  Jumlah dan kompetensi
• Support pendanaan Pendukung SDM
 Kebutuhan dana

3.8 Konfigurasi ATCS


Didalam melakukan evaluasi terhadap teknologi ATCS, maka dilakukan
pembagian menjadi 3 bagian konfigurasi yang meliputi system ATCS yang
merupakan sistem secara keseluruhan (whole system), sub system ATCS yang
terdiri dari control center, comunication network, local controller beserta
detectornya, dan component/modul dari ATCS itu sendiri yaitu semua jenis
software dan hardware yang digunakan. Untuk lebih jelasnya mengenai
konfigurasi ATCS tersebut disampaikan pada Gambar 3.3.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-7


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

CONTROL ATCS
CENTER (System)

COMMUNICATION
NETWORK

P
ATCS
(Sub-System)

ST
LOCAL
CONTROLLER

.B
DETECTOR

IT ATCS
(Component/
Modul)
D

Gambar 3.3 Konfigurasi ATCS

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-8


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3.9 Pendekatan Evaluasi Teknologi ATCS


Sebagaimana yang disampaikan pada sub bab sebelumnya bahwa untuk
melakukan evaluasi teknologi ATCS ini, sebagai langkah awalnya adalah
membaginya mejadi 3 bagian konfigurasi yang meliputi system ATCS, sub
system ATCS dan component/modulnya, dimana ke 3 bagian konfigurasi tersebut
dilakukan evaluasi kondisinya dan dibandingkan terhadap indikator evaluasinya..
Indikator evaluasi yang digunakan terhadap sistem ATCS adalah kondisi dari
sistem ATCS yang beroperasi yang ada saat ini, apakah bekerja secara adaptive
dan/atau terkoordinasi berserta terkontrol dari control center untuk sepanjang
waktu di semua titik persimpangan. Hal ini berarti bahwa apabila kondisi yang
ada saat ini (eksisting) sudah tidak adaptive dan terkoordinasi beserta tidak
terkontrol dari control center, maka secara sistem ATCS ini sudah tidak berjalan
atau berfungsi dengan baik.
Sementara untuk sub system, evaluasinya adalah membandingkannya dengan
menggunakan indikator evaluasi yang menunjukkan apakah setiap sub system
tersebut yang terdiri dari control center, comunication network, controller,

TP
detector dlsb berjalan dengan baik. Sebagai contoh adalah untuk control center
ketika dilakukan evaluasi apakah control center tersebut dapat melakukan
pengontrolan dan optimasi simpang, sedangkan yang lainnya adalah untuk
comunication network apakah bisa menyampaikan informasi dengan baik. hal
yang sama juga untuk yang komponen lainnya yaitu untuk local controller dan
BS
detector apakah menunjukkan dapat menyimpan dan mengatur sinyal simpang
dan mendeteksi jumlah kendaraan yang lewat. Hal ini berarti bahwa apabila
semua komponen atau salah satu sub system tersebut tidak berjalan baik, maka
secara sub system dapat dikatakan tidak berfungsi dengan baik.
Hal yang sama juga untuk komponen/modul yaitu semua jenis hardware maupun
.

software apabila ketika dilakukan evaluasi menunjukkan bahwa terdapat salah


IT

satu hardware maupun software yang rusak maka dapat dikatakan secara
komponen/modul tidak berfungsi dengan baik.
Untuk lebih jelas mengenai pendekatan evaluasi teknologi ATCS disampaikan
D

pada Tabel 3.2.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-9


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 3.2 Pendekatan Evaluasi Teknologi ATCS


Kelompok Elemen Indikator Evaluasi Variabel Evaluasi
Whole system (sistem secara Sistem ATCS beroperasi secara adaptive dan/atau terkoordinasi, dan • % waktu sistem tidak
System keseluruhan) terkontrol dari controll center (CC): beroperasi penuh
ATCS • Di sepanjang waktu • % titik/lokasi simpang yang

P
• Di semua titik/lokasi simpang (yang dikontrol) tidak terkoordinasi secara
adaptive

ST
• Controll center Setiap sub sistem dapat menjalankan fungsinya dengan baik: • Control Center: % waktu
• Controll center: dapat mengontrol dan melakukan optimasi software/CC tidak berfungsi
• Communication network pengaturan simpang • Communication Network: %
Sub System
• Communication network: dapat menyampaikan data dari/ke titik/lokasi simpang yang tidak

.B
ATCS control room ke/dari setiap controller terhubung dengan CC
• Controllers
• Controllers: dapat menyimpan dan mengatur setting sinyal di • Controllers: %controller yang
setiap simpang tidak berfungsi
• Detectors • Detectors: %detector yang
• Detectors: dapat mendeteksi adanya lalulintas yang melalui setiap
IT simpang tidak berfungsi

Semua jenis hardware dan Setiap hardware dan software yang digunakan tidak rusak dan dapat % software dan hardware yang
Komponen software yang digunakan diintegrasikan dengan komponen/modul lainnya rusak dan tidak dapat
/Modul diintegrasikan dengan
D
komponen/modul lainnya

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-10


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3.10 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS


Sama halnya dengan pendekatan evaluasi pengelolaan teknologi, untuk
pendekatan evaluasi pengelolaan ATCS dilakukan terhadap beberapa
bagian/fungsi yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan dan
evaluasi. Berdasarkan beberapa bagian/fungsi tersebut maka dilakukan
identifikasi mengenai kegiatannya untuk dilakukan evaluasi mengenai kebutuhan
sumber daya manusia maupun kebutuhan dananya
Untuk lebih jelasnya mengenai pendekatan evaluasi pengelolaan ATCS ini
disampaikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS

Bagian:Fungsi Kegiatan Kebutuhan SDM Kebutuhan Dana

Pengorganisasian: • Memantau dan • Jenis : Kepala Unit • Dana operasional

TP
mengarahkan Pengelola ATCS
Mengkoordinasikan
kegiatan dari • Dana sosialisasi/
pengelolaan ATCS
setiap bagian agar • Kualifikasi: koordinasi secara
secara internal pendidikan, berkala
dapat menjalankan
maupun ekstenal pelatihan,
fungsinya dengan
baik pengalaman
BS
• Berkoordinasi
dengan instansi
terkait (Bappeda,
Kepolisian, dll)
untuk
penganggaran,
pengoperasian,
.

dan pemanfaatan
IT

Pengoperasian: • Mengendalikan • Jenis: Supervisor, • Dana operasional


dan mengawasi operator/
Memastikan sistem
operasional programmer • Dana diklat
D

beroperasi dengan
seluruh sistem
baik secara kontinu
ATCS sehari-hari • Kualifikasi:
dari control room pendidikan,
pelatihan,
• Mendata/medoku pengalaman,
mentasikan setiap sertifikat
kondisi, kegiatan,
dan kejadian

Pemeliharaan: • Pemeliharaan • Jenis: • Dana operasional


fungsi: memeriksa Programmer/softw
Memastikan bahwa
dan are specialist, • Dana diklat
setiap elemen/
komponen sistem
menyempurnakan hardware • Dana persediaan
fungsi ATCS technician suku cadang minor
dalam kondisi baik
dan dapat difungsikan • Pemeliharaan • Kualifikasi:pendid • Dana penggantian
hardware: ikan, pelatihan, suku cadang major/
Memperbaiki, pengalaman, besar
menjaga, dan sertifikat
memodifikasi

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-11


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 3.3 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS

Bagian:Fungsi Kegiatan Kebutuhan SDM Kebutuhan Dana


setiap komponen
fisik ATCS
• Pemeliharaan
software:
Mengoreksi
kesalahan
software dan
meningkatkan
pemanfaatan
software

Evaluasi: • Evaluasi • Jenis/Jumlah:Traffic • Dana operasional


efektivitas: kajian engineer, system
Mengevaluasi tingkat
before and after analyst • Dana diklat
efektivitas dan
menyusun strategi
dampak operasi
• Kualifikasi: • Dana survey

TP
ATCS
peningkatan kinerja pendidikan,
sistem • Evaluasi jangka pelatihan,
pendek: pengalaman,
mengevaluasi sertifikat
kinerja strategi
BS
operasional
tertentu
• Evaluasi berkala:
terhadap kinerja
operasional dan
pemeliharaan
.
IT

3.11 Pendekatan Analisis Lalu Lintas


Dalam melakukan pendekatan analisis lalu lintas, maka sebagai langkah awal
D

adalah melakukan penginputan data yang merupakan hasil survey dilapangan


yang meliputi data geometrik (lebar jalan, lebar pendekat dlsb), data volume lalu
lalu lintas, data hambatan samping dan pengaturan sinyal eksisting (waktu siklus,
waktu hijau, merah dan kuning, jumlah fase dan pola pergerakannya). Data yang
diperoleh tersebut merupakan data eksisting yang selanjutnya dilakukan evaluasi
kinerjanya baik dengan menggunakan MKJI dan TRANSYT, dimana hasilnya
dibandingkan kinerja persimpangan (delay, panjang antrian) eksiting dengan
kinerja persimpangan hasil optimasi baik dengan MKJI maupun TRANSYT.
Selain kinerja persimpangan juga dilakukan perbandingan perubahan kinerja
jaringan yang meliputi waktu tempuh, konsumsi BBM dlsb. Untuk lebih jelasnya
mengenai pendekatan analisis lalu lintas disampaikan pada Gambar 3.4.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-12


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Input Data
Skenario Analisis
• Data Geometrik Hasil
- Geometrik simpang • EXISTING:
- Geometrik ruas Setting sinyal yang ada • Perubahan kinerja
• Data lalulintas (off-line) persimpangan (delay,
- Lalulintas simpang • OPTIMASI: panjang antrian)
- Lalulintas ruas - Individual (analisis • Perubahan kinerja
• Data pendukung MKJI) jaringan (waktu tempuh,
- Hambatan samping - Terkoordinasi (analisis konsumsi BBM)
- Pengaturan sinyal TRANSYT)
eksisting

Gambar 3.4 Pendekatan Analisis Lalu Lintas

3.12 Kajian Pengembangan Sistem


3.12.1 Komponen ATCS

TP
Gambaran permasalahan kondisi ATCS yang ada saat ini adalah pada sistemnya,
dimana dari data volume kendaraan yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
sensor detektor, maka data tersebut langsung dikirimkan melalui alat komunikasi
(kabel, wireless dlsb) menuju traffic control centre, yang kemudian data-data
tersebut dikumpulkan, diproses dan disebarkan kembali untuk pengaturan traffic
BS
light selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses tersebut tidak optimal,
dimana seharusnya data-data tersebut selain dikirimkan untuk pengaturan traffic
light selanjutnya, dapat juga digunakan sebagai informasi kondisi lalu lintas
kepada user melalui beberapa alternatif teknologi seperti halnya media elektronik
(radio, TV), HP dlsb. Untuk gambaran lebih jelas mengenai tahapan system
tersebut disampaikan pada Gambar 3.5.
.
IT
D

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-13


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Instansi Operator Dunia


Masyarakat Kepolisian
Terkait Angkutan Usaha

Traffic Control Centre


 Collecting
 Processing
 Dissemination
 Utilization

TP
Comunication Media

kabel, wireless, dedicated, sewa


BS
Road Traffic Equipment

traffic control, detector dlsb

Gambar 3.5 Komponen ATCS


.
IT

3.12.2 Kaidah Pengembangan Sistem


Terdapat beberapa kaidah untuk pengembangan system ATCS pada masa
mendatang yang meliputi:
D

1. Sustainable improvement
Terbuka untuk kemungkinan pengembangan lebih lanjut
2. User friendly
Kemudahan untuk pengoperasian
3. Scalability
Potensi kesalahan manusia kecil
4. Open system
Multi platform: standard operasional hardware
5. Vendor support
Pelayanan dan dukungan penuh
6. Reliability system

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-14


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Minimalisasi ganguan operasi


7. Cost Assesment
Kajian anggaran: manfaat vs biaya

3.13 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan


Dari KAK dapat dipahami adanya kebutuhan/permasalahan yang ingin
diselesaikan oleh pemberi kerja melalui pekerjaan/studi ini, hal ini diperlihatkan
dalam maksud dan tujuan, lingkup kegiatan, dan keluaran yang diharapkan dari
pekerjaan/studi ini. Kebutuhan/permasalahan tersebut perlu di identifikasi dan di
diselesaikan, dimana pada Tabel 3.4 disampaikan proses penyelesaian lingkup
kegiatan Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Tabel 3.4 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan

TP
Lingkup Kegiatan Metoda Penyelesaian
No.
Analisis Input Proses/Metoda Output/ Keluaran
1. Kriteria tingkat - Peraturan Kajian pustaka Kriteria kinerja
kinerja/pelayanan perundangan yang diharapkan
- Pedoman - Tundaan dan
BS
- Standar panjang antrian
(Nasional dan - Degree of
Internasional) Satruration
- Through Traffic
- dlsb
.

2. Evaluasi lalu lintas, - Data lalu lintas - Evaluasi kinerja - Kondisi lalu
IT

kondisi dan simpang- lalu lintas lintas di


kelembagaan simpang utama - Pemetaan persimpangan
- Data teknis permasalahan utama
peralatan - Kondisi
D

- Data unit peralatan ATCS


pengelola dan - Skema
pendanaan kelembagaan
pengelola ATCS
dan
pendanaannya
- Jenis dan
penyebab
permasalahan
3. Simulasi kinerja Hasil butir 1 dan 2 - Simulasi - Alternatif solusi
individual - Evaluasi kinerja
- Simulasi alternatif solusi
terintegrasi - Preferensi
(menggunakan terhadap kinerja
software) alternatif

4. Perumusan dan Hasil butir 3 Perumusan Rekomendasi


rekomendasi mengenai

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-15


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 3.4 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan


Lingkup Kegiatan Metoda Penyelesaian
No.
Analisis Input Proses/Metoda Output/ Keluaran
- Spesifikasi
- Teknologi
- Pengelolaan
ATCS
- dlsb

3.14 Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)


Berdasarkan proses penyelesaian lingkup kegiatan pada Tabel 3.4 di atas, maka
dapat disusun suatu bagan alir proses pelaksanaan pekerjaan (framework analysis)
seperti yang disampaikan pada Gambar 3.6.

TP
. BS
IT
D

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-16


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Kajian Pustaka Pengumpulan data

- Peraturan
perundangan
- Pedoman Data lalu lintas Data teknis Data unit pengelola
- Standar (Nasional simpang-simpang peralatan dan pendanaan
dan Internasional) utama

Kriteria tingkat Evaluasi lalu lintas Evaluasi kondisi Evaluasi


pelayanan kelembagaan
Kondisi lalu lintas Kondisi peralatan
- Tundaan simpang-simpang ATCS Skema
- Degree of utama kelembagaan
Saturation dlsb pengelola ATCS
dan pendanaannya

Evaluasi kinerja
lalu lintas

Benchmarking

- Best practice
- Common
TP Pemetaan masalah

- Jenis masalah: tundaan;, degree


of saturation
BS
Parameter, - Penyebab masalah: traffic,
Criteria dan peralatan teknis, kelembagaan
Standard dan finansial
- Alternatif solusil perbaikan
sinyal, geometrik dlsb
.

Simulasi kinerja
IT

Simulasi dengan
menggunakan
software
D

Evaluasi kinerja

Perumusan

Rekomendasi
- Spesifikasi teknis
- Teknologi
- Pengelolaan
ATCS

Gambar 3.6 Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-17


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3.15 Metoda Pendekatan Analisis


3.15.1 Metoda Pengumpulan Data
A. Jenis Data Yang Diperlukan
Untuk kegiatan ”Evaluasi Penerapan Area traffic Control System (ATCS) di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya” ini diperlukan sejumlah data dan masukan
sebagai bahan analisis yang meliputi:
1. Data kondisi lalu lintas di persimpangan-persimpangan utama;
2. Data penyediaan prasarana lalu lintas ATCS sebagai sebagai bahan untuk
menganalisis kondisi peralatannya;
3. Data persepsi dan perspektif stakeholders terkait dengan skema unit
pengelolaan dan pendanaannya.
B. Metoda Dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka mengumpulkan data dan masukan yang dibutuhkan, sebagaimana
disampaikan pada Bagian A di atas, maka dalam studi ini digunakan sejumlah
metoda survey yang antara lain meliputi:

TP
1. Survey instansional: dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder
melalui kunjungan intansi-intansi atau pihak-pihak yang terkait;
BS
2. Survey kuisioner/wawancara: dilakukan kepada stakeholders terkait untuk
mendapatkan perspektif dan aspirasi mengenai penerapan ATCS yang ada
saat ini beserta skema pengelolaan dan pendanaannya;
3. Survey lapangan: jika diperlukan akan dilakukan survey pengamatan,
traffic counting, wawancara, pencatatan, dlsb di lapangan untuk
mengkonfirmasi data lalu lintas dan mendapatkan gambaran kondisi aktual
.

dari penerapan ATCS.


IT

3.15.2 Metoda Pelaksanaan Survey


A. Metoda Pelaksanaan Survey Lalu Lintas
D

Pelaksanaan survey pencacahan arus lalu lintas (traffic count) dilakukan dengan
metoda pencacahan arus lalu lintas terklasifikasi sesuai juknis “Tata Cara
Pelaksanaan Survey Penghitungan Lalu Lintas Cara Manual” (No.
016/T/BNKT/1990).
Survey pencacahan arus lalu lintas (traffic count) yang dilakukan dalam studi ini
adalah untuk:
- Menvalidasi data lalu lintas sekunder yang diperoleh dari IRMS;
- Melihat distribusi temporer lalu lintas jaman, harian, dan mingguan;
- Sebagai dasar untuk mengestimasi MAT tahun dasar dengan
menggunakan metoda ME2 (Matrix Estimation from Maximum Entropy)
dengan OD Nasional sebagai prior matrix,

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-18


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

B. Metoda Pelaksanaan Survey Waktu Perjalanan


Dalam memodelkan sistem jaringan jalan diperlukan data waktu tempuh dari
zona-zona asal tujuan perjalanan untuk mengestimasi parameter yang
menghubungkan distribusi perjalanan dengan jarak dan waktu perjalanan. Survey
ini dilakukan untuk mengukur waktu perjalanan dan waktu bergerak rata-rata
yang diperlukan suatu kendaraan untuk melintasi suatu rute atau seksi jalan
tertentu. Pada waktu yang sama dikumpulkan informasi mengenai durasi dan
penyebab terjadinya hambatan. Data survey waktu perjalanan dan hambatan
biasanya dipergunakan pada studi untuk :
- Menilai kualitas pelayanan suatu koridor/jaringan jalan;
- Mengidentifikasi lokasi dan penyebab kemacetan;
- Menentukan kebutuhan manajemen lalu lintas ;
- Melakukan analisa ekonomi suatu investasi pada jaringan jalan;
Data ini akan merepresentasikan kinerja jaringan jalan secara keseluruhan dan
memberikan informasi yang penting untuk mengkalibrasi data base dan model

- TP
jaringan jalan yang dibentuk. Beberapa data yang dapat dikumpulkan melaui
survey waktu tempuh di jaringan jalan ini antara lain adalah:
Waktu perjalanan (journey time) adalah waktu rata-rata yang diperlukan
oleh kendaraan untuk menempuh suatu rute tertentu, termasuk didalamnya
BS
waktu berhenti dan tundaan di persimpangan
- Waktu bergerak (running time) adalah waktu dimana kendaraan dalam
keadaan bergerak untuk menempuh suatu potongan jalan tertentu
- Kecepatan bergerak (running speed) adalah panjang suatu potongan jalan
tertentu dibagi waktu bergerak
.
IT

- Kecepatan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan rata-rata suatu


arus lalu lintas yang dihitung dengan membagi panjang jalan dengan
waktu perjalanan rata-rata kendaraan untuk melewati potongan jalan
tersebut;
D

- Hambatan (delay) adalah gangguan yang dialami kendaraan survey selama


waktu survey karena kondisi lalu lintas, seperti mendekati persimpangan,
persilangan sebidang, sekolah, dlsb yang mengakibatkan kendaraan harus
berhenti.

3.15.3 Metoda Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal


Kinerja persimpangan bersinyal dapat dinyatakan dalam derajat kejenuhan,
panjang antrian dan hambatan (delay). Kinerja persimpangan ini dilakukan untuk
setiap pendekat.
1. Derajat Kejenuhan
Persamaan dasar untuk menentukan derajat kejenuhan persimpangan yaitu:
DS = Q/C

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-19


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Dimana : Q = Arus lalu lintas pendekat (smp/jam)


C = Kapasitas persimpangan (smp/jam)
Untuk menghitung kapasitas persimpangan mengikuti persamaan sebagai
berikut:
C = S x g/C
Dimana :
S = Arus jenuh yang disesuaikan yang dihitung dengan persamaan = So x
FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT (smp/jam)
g = Waktu hijau untuk masing-masing fase yang diperoleh dengan
persamaan = g = (C ua – LTI) x PR i
c = Waktu siklus yang disesuaikan yang dihitung dengan persamaan =
Σg + LTI

TP
2. Panjang Antrian (QL)
A. Persamaan dasar dan Grafik untuk menentukan panjang antrian yang
tersisa dari fase sebelumnya (NQ1) dipersimpangan yaitu:
a. Untuk DS > 0,5 digunakan persamaan :
BS
 8 x( DS  0,5) 
NQ1  0,25 x C x  ( DS  1) 2  
 C 

b. Untuk DS ≤ 0,5 digunakan persamaan : NQ1  0


.

Dimana :
IT

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya


DS = Derajat kejenuhan
D

GR = Rasio hijau (g/c)


C = Kapasitas (smp/jam)

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-20


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Gambar 3.7 Jumlah Kendaraan Antri (smp/jam) yang Tersisa dari

TP
Fase Sebelumnya (NQ1)

B. Persamaan dasar dan Grafik untuk menentukan panjang antrian yang


datang selama fase merah (NQ2) dipersimpangan yaitu:
BS
1  GR Q
NQ2  c x x
1  GR x DS 3600

Dimana :
.
IT

NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah


DS = Derajat kejenuhan
GR = Rasio hijau (g/c)
D

C = Waktu siklus (detik)


Qmasuk = Arus lalu lintas pada tempat masuk diluar LTOR
(smp/jam)
Jumlah kendaraan antri adalah : NQ = NQ 1 + NQ2

C. Persamaan untuk menentukan panjang antrian (QL) dipersimpangan yaitu:

NQMax x 20
QL 
WMasuk

Dimana :
QL = Panjang antrian (m)

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-21


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

NQMax = Jumlah kendaraan antrian maksimum yang dihitung


berdasarkan Gambar 3.8
WMasuk = Lebar masuk pendekat (m)

TP
Gambar 3.8 Jumlah Kendaraan Antri Maksimum
BS
3. Tundaan
Perhitungan tundaan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
adalah sebagai berikut :
.

A. Hitung tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (DT) akibat pengaruh
IT

timbal balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang dengan


menggunakan persamaan :
NQ1 x 3600
D

DT  c x A 
C
Dimana :
DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (detik/smp)
c = Waktu siklus yang disesuaikan (detik)

0,5 x 1  GR
2

A = 1  GR x DS  atau dapat digunakan Gambar 3.9

GR0 = Rasio hijau (g/c)


DS = Derajat kejenuhan
NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
C = Kapasitas (smp/jam)

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-22


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP
Gambar 3.9 Nilai Konstanta A

B. Tentukan tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (DG)


akibat perlambatan dan percepatan ketika menunggu pada suatu
BS
persimpangan dan/atau ketika dihentikan oleh lampu merah. Persamaan
tersebut adalah sebagai berikut :
DG  1  pSV  x pT x 6   pSV x 4
.

Dimana :
IT

DG = Tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat (detik/smp)


p SV = Rasio kendaraan terhenti pada pendekat = Min (NS,1)
D

PT = Rasio kendaraan berbelok pada pendekat


Sehingga diperoleh tundaan rata-rata : D = DT+DG

C. Hitung tundaan total dalam detik dengan mengalikan tundaan rata-rata


dengan aru lalu lintas.

D. Hitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1) dengan membagi


jumlah nilai tundaan dengan arus total dalam detik dengan mengalikan
tundaan rata-rata.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-23


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

3.15.4 Traffic Networks Study Tools (TRANSYT)


A. Struktur Program TRANSYT
Traffic Network Study Tools (TRANSYT) adalah suatu metode untuk menentukan
pengaturan lampu lalu lintas waktu-tetap (fixed control) optimal sehingga arus
yang ada melintasi jaringan jalan berlampu lalu lintas dengan biaya total
minimum misalnya tundaan minimum dan jumlah stop minimum. Dua elemen
utama dalam TRANSYT adalah:
1. Model lalu lintas
Model ini akan memprediksi performance index (PI) untuk setiap
perencanaan waktu yang tetap (fixed time). PI adalah ukuran total harga
kemacetan lalu lintas yang berupa total tundaan (delay) dan berhenti (stop)
kendaraan
2. Optimsi offset lalu lintas
Jika offset suatu simpang (node) dikurangi dengan offset didekatnya, maka
selisihnya merupakan waktu dimana siklus suatu simpang dimulai relatif
terhadap simpang-simpang lainnya

TP
Struktu program TRANSYT ditunjukkan oleh Gambar 3.10
BS
Optimisation
Data

Network Data
Flow Data

New Settings
.

Signal
IT

Optimisation
Initial Traffic The TRANSYT Optimisation
Signal
Signal Settings Model Program Procedure
Settings
D

200 m

 Delays and
Stop in
Network
 Graphs of
Cyclic Flow
Profiles

Gambar 3.10 Struktur Program TRANSYT

Asumsi dasar dari TRANSYT adalah sebagai berikut:


1. Semua persimpangan utama dalam jaringan diatur dengan lampu lalu
lintas/prioritas;

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-24


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2. Semua lampu dalam jaringan mempunyai waktu siklus sama atau waktu
siklus sebesar setengah dari nilai tersebut, diketahui pembagian fase dan
periode minimum;
3. Arus lalu lintas di persimpangan dan distribusinya dalam periode tertentu
diketahui dan dianggap tetap.

B. Pembuatan Model TRANSYT


Analisis koordinasi simpang menggunakan program TRANSYT 11 membutuhkan
beberapa data input , dimana data-data ini akan dimasukkan dalam kartu - kartu
pada TRANSYT 11, secara garis besar input data tersebut terdiri dari data lalu
lintas dan data jaringan (network), pertama yang perlu disusun adalah gambar
jaringan yang terdiri penomoran link pada semua simpang yang akan
dikoordinasikan, dasar penentuan link adalah satu link menggambarkan
pergerakan kendaraan tertentu seperti lurus, belok kiri dan belok kanan. Satu link
dalam analisis TRANSYT 11 akan memberikan pengaruh pada kinerja jaringan,

TP
karena masing masing link akan menyumbangkan nilai PI, penentuan link ini telah
mempertimbangkan hal tersebut sehingga dalam penentuan link ini digunakan
indikator nilai PI yang minimum.
. BS
IT
D

Gambar 3.11 Skema Pemodelan TRANSYT

Sedangkana untuk gambaran data input TRANSYT adalah seperti pada gambar
berikut:

Gambar 3.12 Common Control/Kontrol Utama TRANSYT 11

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-25


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

a. Common Data
Nilai waktu siklus 132 detik adalah panjang waktu siklus kondisi yang ada
dilapangan, step 41 adalah jumlah step (disarankan setengan dari waktu siklus)
yang digunakan dalam analisis yang merupakan pembagian waktu siklus dengan
panjang waktu satu step, Periode waktu simulasi adalah sebesar 120 detik, Start
dan End adalah nilai waktu hijau yang hilang pada waktu hijau yaitu 2 detik dan
waktu yang hilang pada akhir hijau yaitu 3 detik, green times and offset
optimisation adalah TRANSYT akan mengkoordinasikan persimpangan dengan
mengoptimalkan waktu siklus dan offset.

TP
. BS
IT
D

Gambar 3.13 Common Data / Data Umum

b. Node Data
Node data digunakan untuk membuat simpang ke dalam program TRANSYT 11.
Pada penelitian ini digunakan dua node dengan waktu siklus pada tiap-tiap node
sesuai dengan yang tertera ada Tabel Data Waktu Perubahan Stage dan Hijau +
Intergreen Minimum. Hill climb procces digunakan untuk mengkoordinasikan
waktu hijau antar simpang sehingga pada penelitian ini digunakan hill climb

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-26


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

proccesnya adalah 1 2 3. Ketika akan diopresaikan hill climb nya, maka


TRANSYT akan merubah-rubah nilai waktu hijau berdasarkan total waktu
siklusnya yang telah ditentukan dalam common data. Oleh karena itu, pada ignore
signal setting dan use equistat harus di check atau dicentang (x).

TP
. BS
IT
D

Gambar 3.14 Control data/Kontrol Data

c. Link Data
Jumlah link yang digunakan ada lima belas buah link dengan lima buah link pada
tiap node nya. Pada bagian ini dimasukkan data arus yang terjadi pada tiap link,
saturation flow, panjang bagian jalan, kecepatan di link tersebut dan urut-urutan
waktu siklus yang terjadi pada simpang. Penomoran link dimulai dari link yang
paling barat sesuai ketentuan yang berlaku dalam manualnya.

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-27


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP
Gambar 3.15 Control Link/Kontrol Ruas

d. Pemilihan Waktu Siklus Optimum


BS
Hasil dari analisis koordinasi simpang menggunakan perangkat lunak TRANSYT
11 baik pada saat simpang dikoordinasikan dengan mengoptimalkan waktu siklus
dan off set . setelah dilakukan running untuk kondisi eksisting, maka dilanjutkan
dengan proses optimalisasi waktu siklus, yaitu dengan running program CYOP
(Cycle Optimum), dimana out put dari program ini adalah waktu siklus yang
optimal untuk kinerja jaringan. Setelah waktu siklus optimal out put CYOP
.

didapat, waktu siklus tersebut dimasukkan kembali ke dalam common data untuk
IT

mengganti waktu siklus eksisting.


D

Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-28


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 4
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI PROVINSI DKI JAKARTA

Pada Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta ini


disampaikan mengenai deskripsi lokasi dan kondisi ATCS yang ada saat ini yang
disertai dengan penjelasan mengenai lembaga pengelolaan dan sumber
pendanaanya. Pada bab ini disampaikan juga mengenai evaluasi penerapan ATCS
di wilayah kajian yang dilihat dari bebagai sisi (lalu lintas, teknologi,
kelembagaan dan pendanaan). Selain hal tersebut pada bab ini disampaikan juga
mengenai perbandingan kinerja ATCS berdasarkan hasil simulasi untuk
persimpangan yang sudah terkoordinasi terhadap persimpangan yang belum
terkoordinasi dilihat dari parameter kinerja lalu lintas yaitu waktu tempuh,

TP
tundaan rata-rata dlsb.

4.1 Deskripsi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta


BS
4.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS di Provinsi DKI Jakarta
Khusus di DKI Jakarta, sebagian besar lampu lalu lintas sudah terhubung dengan
Area Traffic Control System (ATCS) agar petugas tidak perlu mengganti data
secara manual. Pengaturan cukup dilakukan dari ruang ATCS (di Gedung
Balaikota) melalui jalur komunikasi kabel. Dari 307 lampu lalu lintas yang
tersedia di Jakarta, 241 sudah terhubung dengan ATCS.
.
IT

ATCS di DKI Jakarta ini dibangun sejak tahun 1994 dengan tiga system yang
berbeda yaitu: SCATS buatan Australia, SAINCO buatan Spanyol dan SIEMENS
buatan Jerman. Masing-masing sistem diatas dioperasikan secara terpisah untuk
wilayah yang berbeda-beda pula. Instalasi mengenai ketiga sistem tersebut
D

dijabarkan pada Tabel 4.1, sedangkan untuk gambaran lebih detailnya


disampaikan pada Tabel 4.2 sampai dengan Tabel 4.4 mengenai lokasi ATCS
yang ada di DKI Jakarta yang dibagi menjadi beberapa zona yaitu zona I, zona II
dan zona III.

Tabel 4.1 Sistem ATCS di Provinsi DKI Jakarta


No. Nama Sistem Wilayah instalasi
1. SAINCO Sebagian Jakarta Utara, sebagian besar Jakarta Pusat, dan
sebagian Jakarta Selatan
2. TELNIC/SCATS Sebagian Jakarta Utara, seluruh Jakarta Timur, dan
sebagian Jakarta Selatan
3. Siemens Sebagian Jakarta Utara, seluruh Jakarta Barat, dan
sebagian Jakarta Selatan
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.2 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona I)


No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
1. Jl. G. Sahari – Jl. RE Martadinata RMY Jakarta Pusat
2. Jl. G. Sahari – Jl. Mangga Dua RMY Jakarta Pusat
3. Jl. G. Sahari – Jl. P. Jayakarta RMY Jakarta Pusat
4. Jl. G. Sahari – Jl. Mangga Besar RMY Jakarta Pusat
5. Jl. G. Sahari – Jl. Angkasa RMY Jakarta Pusat
6. Jl. H. Samanhudi – Jl. Gereja Ayam RMY Jakarta Pusat
7. Jl. Angkasa – Jl. Bungur Besar RMY Jakarta Pusat
8. Jl. Bungur Besar – Jll G. Sahari 5 RMY Jakarta Pusat
9. Jl. G. Sahari – Jl. G. Sahari 3 RMY Jakarta Pusat
10. Jl. Bungur Besar – Jl. G Sahari 2,3 RMY Jakarta Pusat
11. Jl. Merdeka Utara – Jl. Veteran III RMY Jakarta Pusat

TP
12. Jl. Veteran Raya – Jl. Veteran III RMY Jakarta Pusat
13. Jl. Merdeka Timur – Jl. Batu RMY Jakarta Pusat
14. Jl. Pintu Besar Selatan – Jl. Asemka RMY Jakarta Pusat
15. Jl. Hayam Wuruk – Jl. Mangga Besar RMY Jakarta Pusat
BS
16. Jl. Hayam Wuruk – Jl. Sukarjowiryopranoto RMY Jakarta Pusat
17. Jl. Majapahit – Jl. Suryopranoto RMY Jakarta Pusat
18. Jl. Mangga Besar – Jl. Mangga Besar VII RMY Jakarta Pusat
19. Jl. Mangga Besar – Jl. Karang Anyar Utara RMY Jakarta Pusat
.

20. Jl. H Samanhudi – Jl. Pecenongan RMY Jakarta Pusat


IT

21. Jl. KH. Mas Mansyur – Jl. Zainul Arifin RMY Jakarta Pusat
22. Jl. Zainul Arifin – Jl. Cideng RMY Jakarta Pusat
D

23. Jl. Hasyim Azhari – Jl. Cideng RMY Jakarta Pusat


24. Jl. Hasyim Azhari – Jl. Biak RMY Jakarta Pusat
25. Jl. Hasyim Azhari – Jl. AM. Sangaji RMY Jakarta Pusat
26. Jl. Pangeran Jayakarta – Jl. Mangga Dua RMY Jakarta Pusat
27. Jl. Kyai Caringin – Jl. Biak RMY Jakarta Pusat
28. Jl. Balikpapan – Jl. Cideng RMY Jakarta Pusat
29. Jl. Balikpapan – Jl. Kesehatan RMY Jakarta Pusat
30. Jl. Tanah Abang II – Jl. Cideng RMY Jakarta Pusat
31. Jl. Tanah Abang II – Jl. Kesehatan RMY Jakarta Pusat
32. Jl. Abdul Muis – Jl Tanah Abang I RMY Jakarta Pusat
33. Jl. Abdul Muis – Jl Tanah Abang II RMY Jakarta Pusat
34. Jl. Abdul Muis – Jl Tanah Abang III RMY Jakarta Pusat
35. Jl. Abdul Muis – Jl Budi Kemuliaan RMY Jakarta Pusat

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.2 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona I)


No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
36. Jl. Abdul Muis – Jl Kebon Sirih RMY Jakarta Pusat
37. Jl. Jatibaru – Jl. Cideng RMY Jakarta Pusat
38. Jl. Merdeka Barat – Jl. Merdeka Utara RMY Jakarta Pusat
39. Jl. Merdeka Barat – Jl. Merdeka Selatan RMY Jakarta Pusat
40. Jl. MH Thamrin – Jl. Kebon Sirih RMY Jakarta Pusat
41. Jl. MH Thamrin – Jl. KH. Wahid Hasyim RMY Jakarta Pusat
42. Jl. MH Thamrin – Jl. Imam Bonjol RMY Jakarta Pusat
43. Jl. Agus Salim – Jl. Kebon Sirih RMY Jakarta Pusat
44. Jl. Agus Salim – Jl. KH Wahid Hasyim RMY Jakarta Pusat
45. Jl. KH Wahid Hasyim – Jl Johar RMY Jakarta Pusat
46. Jl. Cokroaminoto – Jl. Sam Ratulangi RMY Jakarta Pusat

TP
47. Jl. Sam Ratulangi – Jl. Cemara RMY Jakarta Pusat
48. Jl. Sultan Syahrir – Jl. Cokroaminoto RMY Jakarta Pusat
49. Jl. Imam Bonjol – Jl. Cokroaminoto RMY Jakarta Pusat
50. Jl. Agus Salim – Jl Sultan Syahrir RMY Jakarta Pusat
BS
51. Jl. Imam Bonjol – Jl. Agus Salim RMY Jakarta Pusat
52. Jl. Sultan Syahrir – Jl. Teuku Umar RMY Jakarta Pusat
53. Jl. Sultan Syahrir – Jl. Teuku Cik Dik Tiro RMY Jakarta Pusat
54. Jl. Dipenogoro – Jl. Madiun RMY Jakarta Pusat
.

55. Jl. Dipenogoro – Jl. Teuku Cik Dik Tiro RMY Jakarta Pusat
IT

56. Jl. Teuku Cik Dik Tiro – Jl. Sam Surizal RMY Jakarta Pusat
57. Jl. Diponegoro – Jl. Surabaya RMY Jakarta Pusat
D

58. Jl. Diponegoro – Jl. Proklamasi RMY Jakarta Pusat


59. Jl. Blora – Jl. Kendal RMY Jakarta Pusat
60. Jl. Latuharhay – Jl. Cimahi RMY Jakarta Pusat
61. Jl. Latuharhay – Jl. Madiun RMY Jakarta Pusat
62. Jl. Sultan Agung - Jl. Guntur RMY Jakarta Pusat
63. Jl. Karet Pasar Baru Timur – Jl. Ram Dukuh RMY Jakarta Pusat
64. Jl. Kebon Kacang – Jl. Teluk Betung RMY Jakarta Pusat
65. Jl. Senen Raya – Jl. Kwitang RMY Jakarta Pusat
66. Jl. Stasiun Senen – Jl. Senen Raya RMY Jakarta Pusat
67. Jl. Letjend Soeprapto – Jl Tanah Tinggi Brt RMY Jakarta Pusat
68. Jl. T. Tinggi Barat – Jl. Kali Baru Timur RMY Jakarta Pusat
69. Jl. Menteng Raya – Jl. Kebon Sirih RMY Jakarta Pusat
70. Jl. Abdul Rahman Saleh – Jl. Kwitang RMY Jakarta Pusat

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-3


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.2 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona I)


No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
71. Jl. Cikini Raya – Jl Cut Mutiea RMY Jakarta Pusat
72. Jl. Kramat Raya – Jl. Kramat Pulo RMY Jakarta Pusat
73. Jl. Kramat Raya – Jl. Raden Salah RMY Jakarta Pusat
74. Jl. Salemba Raya – Jl. Paseban RMY Jakarta Pusat
75. Jl. Salemba Raya – Jl. Diponegoro RMY Jakarta Pusat
76. Jl. Matraman Raya – Jl. Pramuka RMY Jakarta Pusat
77. Jl. Tambak – Jl. Proklamasi RMY Jakarta Pusat
78. Jl. KH M .Mansyur – Jl. Karet Pasar Baru T RMY Jakarta Pusat
79. Jl. Bungur Besar –Jl. G. Sahari I RMY Jakarta Pusat
80. Jl. Asia Afrika – Jl. Gerbang Pemuda RMY Jakarta Selatan
81. Jl. Asia Afrika – Jl. Pintu I Senayan RMY Jakarta Selatan

TP
82. Jl. Jend Soedirman – Jl. Sisingamaraja RMY Jakarta Selatan
83. Jl. Pakubuwono VI – Jl. Hang Tuah RMY Jakarta Selatan
84. Jl. Sisingamaraja – Jl. Hang Tuah VII RMY Jakarta Selatan
85. Jl. Sisingamaraja – Jl. Trunojoyo RMY Jakarta Selatan
BS
86. Jl. Kyai Maja – Jl. Bulungan RMY Jakarta Selatan
87. Jl. Trunojoyo – Jl. Patimura RMY Jakarta Selatan
88. Jl. Woltermongisidi – Jl. Adytiawarman RMY Jakarta Selatan
89. Jl. Woltermongisidi – Jl. Gunawarman RMY Jakarta Selatan
.

90. Jl. Woltermongisidi – Jl. Suryo RMY Jakarta Selatan


IT

91. Jl. Kyai Maja – Jl. Barito RMY Jakarta Selatan


92. Jl. Kyai Maja – Jl. KH. Ahmad Dahlan RMY Jakarta Selatan
D

93. Jl. Iskandar Syah – Jl. Sultan Hasanuddin RMY Jakarta Selatan
94. Jl. Iskandar Syah – Jl Tirtayasa RMY Jakarta Selatan
95. Jl. Iskandar Syah – Jl Wijaya II RMY Jakarta Selatan
96. Jl. Panglima Polim – Jl.. Melawai Raya RMY Jakarta Selatan
97. Jl. Panglima Polim – Jl.. Barito II RMY Jakarta Selatan
98. Jl. Pela – Jl Petogogan 1 RMY Jakarta Selatan
99. Jl. Panglima Polim – Jl. Wijaya II RMY Jakarta Selatan
100. Jl. Wijaya II – Jl. Panglima Polim III RMY Jakarta Selatan
101. Jl. Hang Tuah VII. Jl. Pati Unus RMY Jakarta Selatan
102. Jl. Gerbang Pemuda – Jl. Glora Senayan RMY Jakarta Selatan
103. Jl. Radio Dalam – Jl. Pela RMY Jakarta Selatan
104. Jl. Radio Dalam – Jl. KH. Ahmad Dahlan RMY Jakarta Selatan
105. Jl. Barito I – Jl. Melawai Raya RMY Jakarta Selatan

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-4


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.2 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona I)


No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
106. Jl. Gandaria III – Jl. KH Ahmad Dahlan RMY Jakarta Selatan
107. Jl Gandaria – Jl. Gandaria I RMY Jakarta Selatan
108. Jl. P. Polim III – Jl. P. Polim IX RMY Jakarta Selatan
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
1. A Yani - Suprapto DELTA 5 Jakarta Timur
2. A Yani - Rawasari Selatan TC 88 MP Jakarta Timur
3. A Yani - Pramuka DELTA 5 Jakarta Timur
4. A Yani - Rawamangun Muka DELTA 5 Jakarta Timur

TP
5. Pramuka - Utan Kayu TC 88 MP Jakarta Timur
6. Salemba - Paseban TC 88 MP Jakarta Timur
7. P. Kemerdekaan - Kelapa Gading TC 88 MP Jakarta Utara
BS
8. Pemuda - Sunan Giri TC 88 MP Jakarta Timur
9. Pemuda - Balai Pustaka TC 88 MP Jakarta Timur
10. Pemuda - Paus DELTA 5 Jakarta Timur
11. Pemuda - Tugas TC 88 MP Jakarta Timur
12. Balai Pustaka Timur - Waru TC 88 MP Jakarta Timur
.

13. Balai Pustaka Timur - Persahabatan TC 88 MP Jakarta Timur


IT

14. Bekasi Timur Raya - Bekasi Barat Raya TC 88 MP Jakarta Timur


15. Bekasi Timur Raya - Cipinang Jaya TC 88 MP Jakarta Timur
D

16. Bekasi Timur Raya - I Gusti Ngurah Rai TC 88 MP Jakarta Timur


17. Bekasi Timur Raya - Cipinang Baru Jaya TC 88 MP Jakarta Timur
18. I G Ngurah Rai - P. Revolusi TC 88 MP Jakarta Timur
19. P. Revolusi - Basuki Rahmat TC 88 MP Jakarta Timur
20. D.I Panjaitan - Prumpung TC 88 MP Jakarta Timur
21. Sugiyono - Swadaya Barat TC 88 MP Jakarta Timur
22. Sugiyono - Raden Inten II TC 88 MP Jakarta Timur
23. Di Panjaitan - Otista TC 88 MP Jakarta Timur
24. Di Panjaitan - Inspeksi Kalimalang TC 88 MP Jakarta Timur
25. Perc. Negara 2 - Perc. Negara 5 TC 88 MP Jakarta Timur
26. Perc. Negara - Mardani TC 88 MP Jakarta Timur
27. Rawasari - Rawasari Selatan TC 88 MP Jakarta Timur
28. Yos Sudarso - Boulevard Barat TC 88 MP Jakarta Utara

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-5


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
29. Yos Sudarso - Anggrek TC 88 MP Jakarta Utara
30. Sulawesi - Enggano TC 88 MP Jakarta Utara
31. Sulawesi - Pelabuhan TC 88 MP Jakarta Utara
32. Enggano - Enim TC 88 MP Jakarta Utara
33. Bangunan Barat - H. Ten TC 88 MP Jakarta Timur
34. Kayu Putih - Velodrome TC 88 MP Jakarta Timur
35. Alu-Alu - Pegambiran TC 88 MP Jakarta Timur
36. I.G. Ngurah Rai - Raden Inten II TC 88 MP Jakarta Timur
37. Raden Inten II - Perumnas Raya TC 88 MP Jakarta Timur
38. Raden Inten II - Swadaya TC 88 MP Jakarta Timur
39. P. Revolusi - Duren Sawit Raya TC 88 MP Jakarta Timur

TP
40. P. Revolusi - Pondok Bambu Batas TC 88 MP Jakarta Timur
41. P. Revolusi - Insp. Kalimalang TC 88 MP Jakarta Timur
42. Insp. Kalimalang - Pondok Bambu Batas TC 88 MP Jakarta Timur
43. Yos Sudarso - Depan Tancho TC 88 MP Jakarta Timur
BS
44. Yos Sudarso - Sungai Bambu TC 88 MP Jakarta Timur
45. Cipinang Baru - Cipinang Baru Bundar TC 88 MP Jakarta Timur
46. Paus - Waru TC 88 MP Jakarta Timur
47. Alu-Alu- Layur TC 88 MP Jakarta Timur
.

48. Insp. Kalimalang - Raden Inten II TC 88 MP Jakarta Timur


IT

49. Insp. Kalimalang - Pondok Kelapa TC 88 MP Jakarta Timur


50. Raya Pondok Gede - Pintu I TMII TC 88 MP Jakarta Timur
D

51. Matraman - Slamet Riyadi TC 88 MP Jakarta Timur


52. Dewi Sartika - Kalibata TC 88 MP Jakarta Timur
53. Raya Pondok Gede - Kampung Dukuh TC 88 MP Jakarta Timur
54. Insp. Kalimalang - H. Naman TC 88 MP Jakarta Timur
55. Jatinegara Barat - Jatinegara Barat 1 TC 88 MP Jakarta Timur
56. Sutoyo - Dewi Sartika DELTA 5 Jakarta Timur
57. Sutoyo - Tol Jagorawi DELTA 5 Jakarta Timur
58. Halim - Tol Cikampek DELTA 5 Jakarta Timur
59. MT Haryono - Sutoyo DELTA 5 Jakarta Timur
60. MT Haryono - Dewi Sartika DELTA 5 Jakarta Timur
61. Pasir Putih - Ancol TC 88 MP Jakarta Utara
62. Re Martadinata - Danau Sunter Barat TC 88 MP Jakarta Utara
63. Raya Bogor - Raya Pondok Gede TC 88 MP Jakarta Timur

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-6


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
64. Jatinegara Timur - Jatinegara Timur II TC 88 MP Jakarta Timur
65. Matraman Raya - Jatinegara Barat TC 88 MP Jakarta Timur
66. Otista - Otista III TC 88 MP Jakarta Timur
67. Otista - Cipinang Cempedak TC 88 MP Jakarta Timur
68. Otista - Cawang Baru TC 88 MP Jakarta Timur
69. Danau Sunter Selatan - Danau Podomoro TC 88 MP Jakarta Utara
70. Dr Supomo - Tebet Raya TC 88 MP Jakarta Timur
71. Dr Supomo - Gatot Subroto DELTA 5 Jakarta Selatan
72. Raya Pasar Minggu - Perdatam TC 88 MP Jakarta Selatan
73. Raya Pasar Minggu - Duren Tiga TC 88 MP Jakarta Selatan
74. Raya Pasar Minggu - Kalibata TC 88 MP Jakarta Selatan

TP
75. Raya Pasar Minggu - Pejaten TC 88 MP Jakarta Selatan
76. Raya Pasar Minggu - Ragunan TC 88 MP Jakarta Selatan
77. Tb Simatupang - Lenteng Agung TC 88 MP Jakarta Timur
78. Tb Simatupang - Condet TC 88 MP Jakarta Timur
BS
79. Tb Simatupang - Kesehatan TC 88 MP Jakarta Timur
80. Tb Simatupang - Raya Bogor TC 88 MP Jakarta Timur
81. Pintu I TMII - Hankam TC 88 MP Jakarta Timur
82. Sukamto - Pondok Kelapa TC 88 MP Jakarta Timur
.

83. Raya Bekasi - Pintu Tol Cakung TC 88 MP Jakarta Timur


IT

84. Mabes Hankam - TMII Pintu III TC 88 MP Jakarta Timur


85. Taman Mini - Ceger TC 88 MP Jakarta Timur
D

86. Raya Bogor - Cijantung TC 88 MP Jakarta Timur


87. Raya Bogor - Ciracas TC 88 MP Jakarta Timur
88. Raya Bogor - Cibubur TC 88 MP Jakarta Timur
89. Perintis Kemerdekaan - Bekasi Raya TC 88 MP Jakarta Timur
90. D. Sunter Barat - D. Sunter Selatan TC 88 MP Jakarta Timur
91. Tebet Raya - Tebet Dalam IV TC 88 MP Jakarta Timur
92. Tebet Raya - Tebet Timur TC 88 MP Jakarta Timur
Non
93. D. Sunter Barat - D. Sunter Utara TC 88 MP Jakarta Timur
ATCS
Non
94. Kelapa Gading - Depan Kecamatan TC 88 MP Jakarta Timur
ATCS
Non
95. Jampea - Dp. Rs Koja TC 88 MP Jakarta Timur
ATCS
96. Bekasi Timur Raya - Jatingera Kaum TC 88 MP Jakarta Timur Non

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-7


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
ATCS
Non
97. Kramat Raya Cilincing TC 88 MP Jakarta Timur
ATCS
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
MR
1. Jl. S Parman – Jl KS. Tubun Jakarta Barat
Controller
MR
2. Jl. S Parman – Jl. Tomang Raya Jakarta Barat
Controller
MR
3. Jl. S. Parman – Jl. Kyai Tapa Jakarta Barat
Controller
MR

TP
4. Jl. Jembatan II – Jl. Tubagus Angke Jakarta Barat
Controller
MR
5. Jl. Jembatan III – Jl. Bandengan Jakarta Barat
Controller
MR
6. Jl. Jembatan III – Jl. Pluit Raya Jakarta Barat
Controller
BS
MR
7. Jl. Pluit Selatan – Jl. Pluit Raya Jakarta Barat
Controller
MR
8. Jl. Kopi – Jl. Orpa Jakarta Barat
Controller
MR
9. Jl. Kali Besar – Jl. Kali Besar Timur 3 Jakarta Barat
Controller
MR
10. Jl. Moch Mansyur – Jl Tubagus Angke Jakarta Barat
.

Controller
IT

MR
11. Jl. KS Tubun – Jl. Tali Raya Jakarta Barat
Controller
MR
12. Jl. Penjernihan – Jl. Pejompongan 2 Jakarta Barat
Controller
D

MR
13. Jl. Tentara Pelajar – Jl. Penjompongan Jakarta Barat
Controller
MR
14. Jl. Tentara Pelajar – Jl. Gelora Jakarta Barat
Controller
MR
15. Jl. Tentara Pelajar – Jl. Permata Hijau Jakarta Barat
Controller
MR
16. Jl. Supeno – Jl. Permata Hijau Jakarta Barat
Controller
MR
17. Jl. Warung Jati Barat – Jl. Pejaten Raya Jakarta Barat
Controller
MR
18. Jl. Kebayoran Lama – Jl. Prof Suharso Jakarta Barat
Controller
MR
19. Jl. Prof Suharso – Jl. Pos Pengumben Jakarta Barat
Controller
MR
20. Jl. T. Nyak Arif – Jl. Jamblang Jakarta Selatan
Controller
MR
21. Jl. T. Nyak Arif – Jl. Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Controller
22. Jl. Sultan Iskandar M – Jl. Bungur MR Jakarta Selatan

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-8


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
Controller
MR
23. Jl. Sultan Iskandar M – Jl. Cendrawasih Jakarta Selatan
Controller
MR
24. Jl. Sultan Iskandar M – Jl. Margaguna Jakarta Selatan
Controller
MR
25. Jl. Ciputat Raya – Jl. Gedung Hijau Jakarta Selatan
Controller
MR
26. Jl. Metro Pd. Indah – Jl. Kartini Jakarta Selatan
Controller
MR
27. Jl. Tubagus Angke – Jl. Daan Mogot Jakarta Barat
Controller
MR
28. Jl. Pejuangan – Jl. Daan Mogot Jakarta Barat
Controller
MR
29. Jl. Pejuangan – Jl. Green Garden I Jakarta Barat
Controller
MR
30. Jl. Pejuangan – Jl. Green Garden II Jakarta Barat
Controller

TP
MR
31. Jl. Pejuangan – Jl. Kedoya Raya Jakarta Barat
Controller
MR
32. Jl. Pejuangan – Jl. Surya Utama Jakarta Barat
Controller
MR
33. Jl. Pejuangan – Jl. Kedoya Duri Jakarta Barat
BS
Controller
MR
34. Jl. Pejuangan – Jl. Meruya Ilir Jakarta Selatan
Controller
MR
35. Jl. Kesehatan Raya - Jl. RC Veteran Jakarta Selatan
Controller
MR
36. Jl. Gatoy Subroto Jl. Rasuna Said Jakarta Selatan
Controller
.

MR
37. Jl. P. Antasari – Jl. Cipete Raya Jakarta Selatan
IT

Controller
MR
38. Jl. P. Antasari – Jl. Prapanca Jakarta Selatan
Controller
MR
39. Jl. P. Antasari – Jl. Taman Brawijaya Jakarta Selatan
D

Controller
MR
40. Jl. Fatmawati – Jl. TB. Simatupang Jakarta Selatan
Controller
Jl. Mampang Prapatan – Jl. Piere MR
41. Jakarta Selatan
Tendean Controller
MR
42. Jl. Mampang Prapatan – Jl. Mampang 8 Jakarta Selatan
Controller
MR
43. Jl. Mampang Prapatan – Jl. Duren 3 Sel Jakarta Selatan
Controller
Jl. Mampang Prapatan – Jl. Duren 3 MR
44. Jakarta Selatan
Utara Controller
MR
45. Jl. Warung Jati Barat – Jl. Ragunan Jakarta Selatan
Controller
MR
46. Jl. Pertanian – Jl. TB. Simatupang Jakarta Selatan
Controller
MR
47. Jl KKO Raya – Jl. TB. Simatupan Jakarta Selatan
Controller
MR
48. Jl. Pejaten Raya – Jl. Ampera Jakarta Selatan
Controller

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-9


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
MR
49. Jl. Fatmawati – Jl. HJ. Nawi Jakarta Selatan
Controller
MR
50. Jl. Fatmawati – Jl. Cipete Raya Jakarta Selatan
Controller
MR
51. Jl. P. Antasari – Jl. Manunggal Juang Jakarta Selatan
Controller
MR
52. Jl. P. Antasari – Jl. Pelita Jakarta Selatan
Controller
MR
53. Jl. Daan Mogot – Jl. Peta Selatan Jakarta Barat
Controller
MR
54. Jl. Daan Mogot – Jl. Tampak siring Jakarta Barat
Controller
MR
55. Jl. Daan Mogot – Jl. Amir Hamjah Jakarta Barat
Controller
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

TP
Adapun skenario waktu siklus dari ketiga sistem ATCS ini adalah sama, dimana
setiap harinya ketiga sistem memiliki skenario waktu siklus yang mengikuti arus
mayoritas kendaraan bermotor. Asumsi yang digunakan adalah arus dari daerah
pinggir ke arah pusat kota meningkat padat pada pagi hari, sedangkan pada sore
BS
hari arus dari pusat menuju daerah pinggir Jakarta meningkat padat pada sore hari.
Dengan demikian dibuatlah tiga sampai empat skenario besar pada tiga sistem
ATCS yang terpasang:
1. Skenario Pagi;
2. Skenario Siang;
.

3. Skenario Sore; dan


IT

4. Skenario Malam
Untuk beberapa persimpangan tersebut terdapat pula skenario malam berupa
D

lampu kuning yang berkedip-kedip (flashing amber). Beberapa pertimbangan


rancangan skenario untuk memudahkan pengendara kendaraan bermotor juga
dilakukan. Salah satunya adalah skenario “green wave” yang memungkinkan
pengendara akan terus mendapatkan “lampu hijau” di setiap persimpangan pada
jalan yang lurus jika ia melaju pada kecepatan yang optimal. Skenario ini hanya
efektif bila kepadatan kendaraan bermotor tidak terlalu padat.
Selain itu sistem ATCS juga dimungkinkan untuk membuat skenario khusus,
yakni pengaturan waktu siklus lampu lalu lintas yang diatur untuk memenuhi
permasalahan-permasalahan khusus, seperti pengaturan kelancaran rombongan
kendaraan protokoler kenegaraan, ambulans, dan pemadam kebakaran. Skenario
ini sering disebut program “green pull” (penarikan hijau), yang diatur oleh
komputer di pusat pengaturan.
Skenario khusus untuk di-integrasikan dengan jalur persimpangan kereta api
belum pernah dicobakan untuk di-implementasikan. Padahal secara teknis, hal ini
mungkin saja untuk diterapkan. Hal ini cukup penting mengingat beberapa

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-10


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

kejadian kecelakaan lalu lintas dengan kereta api disebabkan oleh kemacetan di
persimpangan jalan.
Beberapa standard internasional diterapkan dalam sistem ATCS ini, seperti
“amber time” selama 3 (tiga) detik, untuk semua persimpangan. “all red” juga
diberlakukan pada sebagian besar persimpangan selama 2 (dua) detik ditambah
dengan red-amber 2 (dua) detik.

4.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS di Provinsi DKI Jakarta


Untuk kondisi saat ini pengelolaan ATCS di bawah pemerintah terkait, dimana
dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yaitu di bagian
Subdis Teknik Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana yang disampaikan
pada Gambar 4.1.
Untuk kondisi sumber daya manusia yang dialokasikan untuk mengelola ATCS
pada saat ini cukup memadai baik dari sisi sumber daya manusia teknisi lapangan
(pengawas lapangan), teknisi di control room dan tenaga manajemen lalu lintas.

TP
Sebagai informasi bahwa berdasarkan hasil wawancara di instansi terkait, untuk
pengelolaan ATCS di DKI Jakarta pada teknisi di control room dialokasikan
sebanyak 9 orang yang meliputi 3 orang teknisi SAINCO, 3 orang teknisi
TELNIC, 3 orang teknisi SIEMENS.
BS
Untuk rencana pengembangan kedepan kelembagaan pengelola ATCS di DKI
Jakarta terdapat beberapa agenda yang meliputi perubahan unit organisasi yang
menjadi UPT APILL yang disertai pendidikan dan pelatihan SDM sebagai
pendukungnya.
.

4.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Provinsi DKI Jakarta


IT

Untuk pendanaan ATCS yaitu pada biaya investasi diperoleh sumbernya


bervariasi, dimana untuk ATCS dengan system SAINCO dan TELNIC
pendanaannya bersumber dari loan/pinjaman sedangkan untuk ATCS dengan
D

system SIEMEN bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)


Provinsi DKI Jakarta. Hal yang sama juga untuk pembiayaan operasional maupun
pemeliharaan yang bersumber dari APBD.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-11


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

KEPALA DINAS
WAKIL KEPALA DINAS

Pengelolaan ATCS KABAG TU

P
SUBDIS UDARA, AJR & SUBDIS POS DAN
SUBDIS TLLAJ SUBDIS PLLAJ SUBDIS BUA SUBDIS PHB LAUT
PENYEBRANGAN TELEKOMUNIKASI

ST
SUDIN SUDIN SUDIN SUDIN SUDIN SUDIN
JAKPUS JAKSEL JAKUT JAKTIM JAKBAR KEP. SERIBU

.B
UPT TERMINAL UPT PENYEBRANGAN UPT PELABUHAN LAUT UPT PKB

IT
SUBBAG TU
D
SEKSI WIL I SEKSI WIL II SEKSI WIL III SEKSI WIL IV SEKSI WIL V

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-12


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta


Untuk mengetahui kinerja ATCS di wilayah DKI Jakarta ini, dilakukan evaluasi
dari berbagai sisi yang meliputi evaluasi penerapan ATCS dari sisi teknologi,
pengelolaan (kelembagaan dan pendanaan) dan lalu lintas, dimana untuk
gambaran lebih jelasnya disampaikan pada paraghrap-paraghrap dibawah ini.
4.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi
Evaluasi penerapan ATCS dari sisi teknologi dilakukan berdasarkan 5 komponen
utama ATCS yang meliputi sensor/detektor loop dan controller, network link
(communication link & signal link), software aplikasi CC room, hardware CC
room (server, workstation, wallmap) dan CCTV. Hasil evaluasi terhadap
sensor/detektor loop dan controller menunjukkan bahwa untuk saat ini jumlah
yang terpasang adalah 97 unit dan yang adaptive ataupun terkoordinasi hanya
beberapa saja, sedangkan kondisinya banyak yang tidak berfungsi, dimana hal ini
disebabkan adanya lapis ulang (overlay) jalan yang menyebabkan sensitivitasnya
berkurang. Sementara itu pada controller yang digunakan ataupun terpasang pada

TP
umumnya berbasis PLC atau micro controller. Untuk manhole tempat
terkonsentrasinya kabel di simpang menunjukkan telah rusak akibat hujan,
terbakar, maupun vandalism. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sensor/detektor
loop dan controller tersebut terdapat beberapa alternatif solusi yang meliputi
perbaikan atau diganti dengan sensor/detektor loop yang baru, sementara untuk
BS
controllernya dapat dilakukan dengan modifikasi yang bebasis IP.
Untuk hasil evaluasi network link (communication link & signal link)
menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini dari 340-an simpang yang terkoneksi,
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
.

maupun pengrusakan (vandalism). Sebagai solusinya terdapat 2 alternatif yang


IT

meliputi pergantian dengan yang baru atau dengan mengunakan teknologi


wireless.
D

Pada software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak lengkapnya dokumentasi aplikasi dan adanya 3
vendor yang berbeda yaitu SCATS, SAINCO dan Siemens yang masing-masing
tidak berkomunasi dan tidak terkoordinir. Untuk mengatasi permasalah tersebut
sebagai alternatifnya adalah memperbaiki aplikasi yang ada/mengganti total
aplikasi atau mengembangkan versi yang baru secara bertahap.
Permasalahan yang terdapat pada hardware CC Room (server, workstation,
wallmap) meliputi server shutdown, tidak ada backup operating system dan
wallmap tidak berfungsi dan statis. Sebagai alternatif solusinya adalah dapat
dilakukan dengan memeriksa fungsi setiap komponen atau mengembangkan
control center sebagai NOC (Network Operation Center) tersendiri yang berbasis
TCP/IP.
Hasil evaluasi pada komponen CCTV menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat
ini dari 43 kamera terpasang hanya beberapa yang masih berfungsi, sementara
PTZ Control pada umumnya tidak berfungsi karena motor yang sudah aus dan

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-13


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

untuk sistem perekaman hanya menggunakan pita. Oleh karena itu sebagai
langkah alternatif solusinya dapat dilakukan dengan memperbaiki dan meng-
upgrade unit kamera dengan mengganti lensa dan motor. Sebagai alternatif
lainnya dapat dilakukan dengan cara menambah interface berupa konverter ADC
(Analog to Digital Converter) agar dapat menjadi IP based Camera. Solusi
tambahan lainnya adalah mengganti dengan IP camera secara bertahap.
Untuk setiap alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan ke 5 komponen
utama tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan, dimana untuk gambaran
lebih detailnya disampaikan pada Tabel 4.5.

TP
. BS
IT
D

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-14


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
1. Sensor/detektor Loop dan - Controller terpasang Diperbaiki/diganti dengan Tanpa modifikasi sistem - Sering terulang kasus
Controller umumnya berbasis PLC sensor/detektor loop yang yang sama pada saat ada
atau micro controller baru overlay jalan
- Terpasang - Kesulitan

P
97 unit, dalam
beroperasi hanya beberapa pengadaan sparepart dan
saja yang adaptif belum tentu cocok

ST
- Sensor/detektor loop interfacing-nya
(SCATS) banyak yang Modifikasi Controller agar - Lebih fleksibel dan up to - Tidak seluruh Controller
tidak berfungsi karena sedapat mungkin berbasis IP date untuk dilakukan memungkinkan
terkena overlay, patahan pengembangan (ekspansi) dimodifikasi karena
tanah, atau degradasi sistem alasan teknis khusus dari
peralatan

.B
- Instalasi sistem menjadi masing-masing produk
- Manhole tempat lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
terkonsentrasinya kabel di untuk interfacing dengan
simpang telah rusak akibat sistem eksisting
hujan, terbakar, maupun
vandalism Diganti dengan sensor - Mampu memberi data Perlu perangkat tambahan
IT kamera kualitatif (visual situasi
jalan) serta kuantitatif
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
(jumlah dan kategori
kendaraan)
D
- Tidak terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Perawatan lebih sederhana
dan murah
- Instalasi sistem menjadi
lebih mudah
- Kondisi jalan bisa teramati

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-15


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
secara visual
- Lebih ekonomis karena
menggunakan kamera
yang juga berfungsi

P
sebagai surveillance
2. Network Link - Kualitas hantaran Memperbaiki/menambah - Memperbaiki/menambah - Perlu waktu yang lama

ST
(Communication Link & (conductivity) menurun wireline yang terputus wireline yang terputus untuk mencari kerusakan
Signal Link) akibat kabel sudah wear dan/atau mengganti modem dan/atau mengganti jaringan
out (usang) yang rusak modem yang rusak - Perawatan lebih sulit dan
- Koneksi antara Controller- - Biaya upgrading relatif ada konsekuensi biaya
CC Room lebih murah

.B
(communication link) dan
Controller-Traffic Light
Mengganti communication - Instalasi lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
link secara bertahap dengan - Perawatan lebih sederhana untuk interfacing dengan
(signal link) menggunakan
sistem wireless dan relatif murah karena sistem eksisting
kabel Telepon Telkom
(SCATS), selebihnya modular - Gangguan interferensi,
menggunakan dedicated - Kerusakan bisa dilokalisir bisa diatasi dengan
line
IT
- Communication link dan
dengan mudah sehingga
down time dapat ditekan
membuat jalur frekuensi
khusus untuk ATCS
signal link sering terputus - Berpotensi terkena
D
karena efek galian, alam, sambaran petir, bisa
dan perusakan diatasi dengan membuat
- Perangkat/modul modem penangkal petir dan
sering rusak karena sistem grounding yang
menurunnya usia teknis baik
- Dari 340-an simpang yang
terkoneksi, saat beberapa
saja yang adaptif

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-16


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
3. Software Aplikasi CC Room - Terjadi kerusakan Mengganti total aplikasi Shortcut solution Biaya pembelian aplikasi
sehingga sistem tidak bisa cukup besar dan belum tentu
dijalankan optimum dengan perangkat
- Tidak hardware yang ada saat ini

P
lengkapnya
dokumentasi software Memperbaiki aplikasi yang Biaya pengembangan lebih - Diperlukan program
aplikasi ada murah sumber (source file),

ST
- Sistem secara keseluruhan setidaknya library file dan
sudah tidak adaptif lagi object file
karena degradasi peralatan - Ketergantungan pada
baik yang ada di simpang keandalan perangkat keras
maupun CC Room yang ada, lazimnya sudah
- Ada 3 vendor yang

.B
obsolete
berbeda yaitu SCATS, - Trial & error dilakukan
SAINCO, dan Siemens pada komputer yang ada,
yang masing-masing tidak tidak dapat secara dummy
dapat berkomunikasi sehingga berpotensi
sehingga tidak
IT
terkoordinir
- Tidak ada backup master
Mengembangkan versi yang - Penambahan fitur-fitur
mengganggu sistem
- Diperlukan waktu
baru secara bertahap baru yang lebih kaya pengembangan aplikasi
aplikasi
menuju ITS - Kompatibilitas
D
dengan
- Kinerja sistem sudah
- Down sizing dari sisi controller, wallmap, dan
kurang optimal karena
komponen sistem, workstation tidak bisa
degradasi peralatan
mereduksi sensor/detector dijamin
loop, traffic counter, dan - Biaya pengembangan
controller yang relatif moderat
- IP based system, lebih - Bisa berdampak pada
fleksibel penggantian sistem
- Lebih fleksibel dan up to menjadi NOC yang

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-17


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
date untuk pengembangan berbasis TCP/IP (LAN)
(ekspansi) sistem
- Integrasi tiga sistem ATCS
yang berbeda dibawah satu

P
manajemen
4. Hardware CC Room (Server, - Server shutdown Memeriksa fungsi setiap Tidak harus beli bila ternyata - Diperlukan operating &

ST
Workstation, Wallmap) - Tidak ada backup komponen komponen yang diperiksa maintenance manual,
operating system masih layak operasi lazimnya sudah tidak ada
- Wallmap tidak berfungsi - Ketergantungan yang
dan statis tinggi pada vendor
eksisting yang pada

.B
akhirnya berpotensi
mempengaruhi biaya
- Dukungan spare part yang
sangat terbatas mengingat
IT komponen yang ada sudah
tua
- Mengganggu operasi bila
sistem yang dipasang
tidak redundant
D
Mengembangkan Control - Lebih fleksibel dan up to - Biaya pengembangan
Center sebagai NOC date untuk dilakukan yang relatif moderat guna
(Network Operation Center) pengembangan (ekspansi) membangun LAN
tersendiri yang berbasis sistem - Kompatibilitas dengan
TCP/IP - Mendukung standarisasi hardware yang ada, versi
sistem menuju "Open baru membutuhkan
System" spesifikasi hardware yang
lebih tinggi tetapi

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-18


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.5 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
- IP based system, lebih teknologinya state-of-the-
fleksibel art
5. CCTV - Dari 43 kamera terpasang, Memperbaiki dan meng- Lebih ekonomis bila spare Menjadi tidak ekonomis bila

P
hanya beberapa yang upgrade unit kamera dengan part-nya masih ada spare part/komponennya
masih berfungsi mengganti lensa dan motor sudah diskontinyu
- PTZ Control tidak Menambah interface berupa - Fleksibilitas - Tidak seluruh CCTV

ST
berfungsi karena motor konverter ADC (Analog to pengembangan sistem aksisting dapat
yang sudah aus Digital Converter) agar dapat lebih baik dimodifikasi karena
- Sistem perekaman hanya menjadi IP based Camera - Perawatan sistem lebih alasan teknis
menggunakan pita sederhana - Mengganti komputer pada
CC Room yang

.B
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
Mengganti dengan IP Camera - Fleksibilitas - Biaya yang relatif
secara bertahap pengembangan sistem moderat
lebih baik - Mengganti komputer pada
IT - Pengaturan dan perawatan
lebih mudah
CC Room yang
mendukung komunikasi
- Mendukung standarisasi berbasis TCP/IP
D
sistem berbasis TCP/IP - Mengganti software pada
dan dapat breinterface komputer di CC Room
dengan perangkat wireless bila ingin berfungsi
- Siap dikoneksikan dengan sebagai sensor dan
sistem ATCS generasi terintegrasi dengan TL
terbaru

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-19


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan


Untuk evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan ini dibagi berdasarkan 5
bagian/fungsinya yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan
dan evaluasi. Hasil evaluasi pengengorganisasian menunjukkan bahwa saat ini
ATCS dikelola oleh pemerintah setempat, dimana dalam hal ini adalah Dinas
Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yaitu tepatnya di bagian rekayasa lalu lintas.
Permasalahan yang terjadi adalah deskripsi tugas manajerial kurang ditegaskan
dalam tupoksi sehingga sebagai alternatifnya dapat dilakukan dengan cara
pendeskripsian fungsi pengorganisasian
Pada pengoperasian menunjukkan bahwa dari segi SDMnya masih terbatas dan
jumlah tenaga yang dialokasikan kurang memadai mengingat bahwa di DKI
Jakarta ini menerapkan 3 sytem ATCS (SCATS, SAINCO dan Siemens). Oleh
karena itu dalam mengatasinya dapat dilakukan dengan cara penambahan SDM
yang berkompeten dan untuk permasalahan systemnya perlu dikembangkan
system data logging.

TP
Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah
pendataan dan quick-reaction masalah di lapangan kurang dikarenakan jumlah
SDM yang terbatas, sementara itu permasalahan lainnya adalah alokasi dana
pemeliharaan tidak sustain dan anggaran yang ada tidak mencukupi untuk
pemeliharaan dan penggantian komponen ATCS yang cukup banyak, dimana hal
BS
ini dikarenakan sumber dana operasional dan pemeliharaan s.d saat ini 100% dari
APBD.
Dari sisi evaluasi permasalahan yaitu dalam hal zupport data dan pendanaan untuk
evaluasi kurang. Selain itu juga dalam hal pengembangan aplikasi dan evaluasi
kinerja tidak dapat dilakukan. Sebagai alternatif solusinya dapat dilakukan
beberapa hal berikut:
.
IT

• Jika diperlukan dapat di-rekrut konsultan untuk evaluasi berkala


• SDM untuk fungsi evaluasi dapat digabungkan dengan supervisor dalam
pengoperasian
D

Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan
untuk wilayah studi DKI Jakarta ini disampaikan pada Tabel 4.6, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengeloalan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 4.7.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-20


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.6 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Pengelolaan


Bagian/Fungsi Pelaksanaan Permasalahan Alternatif Solusi
Pengorganisasian Pengelolaan ATCS di Provinsi DKI Deskripsi tugas manajerial kurang Perlu pendeskripsian fungsi
Jakarta dibawah Subdis TLLAJ ditegaskan dalam tupoksi pengorganisasian
Pengoperasian Jumlah tenaga yang tersedia yang - Tenaga di control room pada - Perlu ada supervisor seorang traffic

P
dialokasikan di control room ada 9 umumnya merupakan teknisi, bukan engineer dan system analyst untuk
orang dengan masing-masing 3 untuk traffic engineers sehingga kurang pengambilan keputusan
mengoperasikan SAINCO, SIEMENS dapat mengambil keputusan jika - Perlu dikembangkan sistem data-

ST
dan SCATS terjadi permasalahan logging
- Sistem data-logging belum baik
sehingga record data traffic, kondisi,
dan kejadian kurang terpelihara
Pemeliharaan - Jumlah tenaga teknis masih terbatas - Pendataan dan quick-reaction - Perlu diperhatikan bahwa kondisi

.B
untuk mengontrol kerusakan yang masalah di lapangan kurang saat ini obsolete, sehingga kebutuhan
terjadi di lapangan - Alokasi dana pemeliharaan tidak tenaga lapangan membengkak (saat
- Sumber dana operasional dan sustain dan Anggaran yang ada ini dilakukan oleh pihak ketiga
pemeliharaan s.d saat ini 100% dari tidak mencukupi untuk pemeliharaan melalui kontrak)
APBDIT dan penggantian komponen ATCS - Perlu ada alternatif sumber dana
yang cukup banyak yang sustain dari komersialisasi
ATCS (terutama content data yang
dikelola)
D
Evaluasi Tenaga traffic engineer dan system - Support data dan pendanaan untuk - Jika diperlukan dapat di-rekrut
analis yang ada tidak didedikasikan evaluasi kurang konsultan untuk evaluasi berkala
hanya untuk ATCS - Pengembangan aplikasi dan evaluasi - SDM untuk fungsi evaluasi dapat
kinerja tidak dapat dilakukan digabungkan dengan supervisor
dalam pengoperasian
Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-21


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.7 Benchmarking Pengelolaan ATCS


Lokasi Kota/Area Populasi Ukuran TMC JumlahTraffic Signal Staff
Los Angeles, CA ATSAC 3.700.000 5.500 sq ft 2912 7 transportation engginer, 1 supervisor, 2 systems
analyst, 1 graphic designer, 1 traffic signal
electrician, 1 secretary
Miami, Dade County, FL 2.200.000 5.000 sq ft 2020 13 pekerja

P
San Antonio TX 1.100.000 6.000 sq ft 765 1 engginer, 3 technicians
Las Vegas NV: Las Vegas 1.500.000 2.500 sq ft 700 4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4

ST
Area Computer Traffic (Covers Clark County) posisi maintenance
System (LVACTS)
Atlanta, GA 416.000 2.300 sq ft 650 Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior
operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)

.B
Albuquerque, NM 449.000 800 sq ft 650 4 pekerja (2 engginer)
Denver, CO 555.000 2.800 sq ft 450 No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more
during special events
Seatle WA 600.000 1.420 sq ft 432 1 supervisor dan 2 operator
Phoenix, AZ 1.300.000 IT 1.500 sq ft 400 1 supervisor dan 4 technician
Boston, MA 590.000 2.500 sq ft 320 7-8 pekerja
Renton, WA 53.000 700 sq ft 96 Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat
mengakomodasi sampai dengan 2 full time
D
anggota staff
Redmond,WA 48,000 800-1400 sq ft (sedang 25 sedang dalam masa Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
dalam masa konstruksi) konstruksi shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area
Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-22


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas


4.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI)
Untuk melakukan evaluasi kinerja persimpangan ATCS yang ada saat ini
(eksisting) di DKI Jakarta, maka dilakukan pengumpulan data primer dengan
pengambilan 5 sampel persimpangan dari total 241 persimpangan yang
menerapkan ATCS di DKI Jakarta. 5 sampel persimpangan ATCS tersebut
terletak di ruas-ruas jalan utama yang meliputi persimpangan Jl. Otista – Jl.
Pedati, Jl Otista – Jl. Yahya, Jl. Otista – Otista 3, Jl. Otista – Jl. Cipinang
Cempedak dan Jl. Otista – Jl. Cawang Baru.
Hasil survey menunjukkan bahwa ke 5 persimpangan tersebut berdasarkan jenis
simpangnya terdiri dari 3 persimpangan dengan tiga lengan dan 2 persimpangan
dengan empat lengan. Untuk geometrik keseluruhan jika dilihat dari lebar badan
jalannya sangat bervariasi berkisar antara 7,5 m s/d 20 m, dengan jumlah lajur 2 -
3 lajur/arah. Pada umumnya ke 5 persimpangan tersebut menggunakan jumlah
fase dari 3 – 4 fase. Untuk gambaran lebih detail mengenai ke 5 persimpangan
tersebut disampaikan pada Lampiran.

TP
Sebagaimana yang disampaikan pada paraghrap sebelumnya bahwa untuk
melakukan evaluasi kinerja persimpangan tersebut dilakukan pengumpulan data
primer yang meliputi survey inventarisasi geometrik ruas jalan maupun
BS
persimpangan, survey volume lalu lintas di ruas dan persimpangan beserta
kecepatannya, dimana data-data tersebut akan digunakan untuk mengetahui
kinerja lalu lintas yang ada saat ini (eksisting) sebagaimana yang disampaikan
pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.
Sebagaimana yang disampaikan pada Bab 3 Pendekatan dan Metodologi, bahwa
.

untuk analisis perhitungan kinerja persimpangan ini dilakukan dengan


IT

menggunakan 2 metode, yaitu metode perhitungan menggunakan MKJI (Manual


Kapasitas Jalan Indonesia) dan menggunakan program sistem Transyt. Dari kedua
metode tersebut diperoleh beberapa hasil analisis, diantaranya adalah derajat
D

kejenuhan, panjang antrian dan waktu tundaan dari masing-masing persimpangan.


Untuk lebih jelasnya mengenai hasil analisis persimpangan berdasarkan kedua
metode tersebut disampaikan pada beberapa tabel dibawah ini.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-23


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Pedati

Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Yahya

Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Otista 3

Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Cipinang
Cempedak
TP
BS
Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Cawang Baru
.
IT
D

Gambar 4.2 Lokasi Studi Persimpangan ATCS di DKI Jakarta

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-24


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.8 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
No. Nama Ruas/Segmen Panjang Ruas Volume Lalu Lintas Kapasitas Ruas VC Ratio Kecepatan (km/jam)
(km) (smp/jam) (smp/jam)
1. Persimpangan Jl. Pedati – Jl. Yahya 2,13 5382 4671 1,15 24
2. Persimpangan Jl. Yahya – Otista 3 2 2848 4671 0,61 37

P
3. Persimpangan Jl. Otista 3 – Jl Cipinang - 4,68 1020 4671 0,22 39
Cempedak

ST
4. Persimpangan Jl. Cipinang – Cempedak 4,26 726 4671 0,2 38
Jl. Cawamg Baru
Sumber : Hasil Analisis

.B
IT
D

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-25


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.9 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)
No. Nama Persimpangan Jarak Antar Volume Lalu Waktu Siklus Jumlah Fase Kapasitas DS Panjang Tundaan
Simpang Lintas (Det) (smp/Jam) Antrian (det/smp)
(km) (smp/Jam) (m)
1. Persimpangan Jl. Otista – 1712 143 3 2968 0,58 76 40

P
Jl. Pedati
2. Persimpangan Jl. Otista – 2,13 5382 108 3 4876 1,1 75 174
Jl. Yahya

ST
3. Persimpangan Jl. Otista – 2 2848 185 3 2797 1,02 50 75
Otista 3
4. Persimpangan Jl. Otista – 4,68 1020 198 2 3093 0,33 75 27
Jl Cipinang - Cempedak

.B
5. Persimpangan Jl. Otista 4,26 726 183 2 2283 0,32 125 13
Jl. Cawamg Baru
Sumber : Hasil Analisis
IT
D

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-26


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Sebagaimana yang disampaikan didalam Bab 3 Pendekatan dan Metodologi,


bahwa untuk mengetahui perbandingan kinerja persimpangan sebelum dan
sesudah terkoordinasi dilakukan dengan metode MKJI dan Transyt, dimana untuk
hasil dengan metoda MKJI disampaikan pada Tabel 4.10, sedangkan dengan
metode Transyt pada paraghrap berikutnya.

Tabel 4.10 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi


(Metode MKJI)
Jarak Sebelum Terkoordinasi Sesudah Terkoordinasi
Antar Delay Waktu Delay Waktu
No. Persimpangan Simpang Rata-rata tempuh Rata-rata tempuh
(km) (det/smp) (det) (det/smp) (det)
Persimpangan Jl. Otista
1. 40 4,5
– Jl. Pedati
Persimpangan Jl. Otista

TP
2. 2,13 174 58
– Jl. Yahya
Persimpangan Jl. Otista
3. 2 75 73
– Otista 3 1.679 1.500
Persimpangan Jl. Otista

BS
4. Jl Cipinang - 4,68 27 3
Cempedak
Persimpangan Jl. Otista
5. 4,26 13 12
Jl. Cawamg Baru
Sumber : Hasil Analisis
.

Hasil simulasi dengan metode MKJI menunjukkan bahwa di kelima persimpangan


IT

tersebut terjadi perubahan kinerja delay, dimana perubahan delay yang cukup
besar terjadi di persimpangan No. 1 dan 4 yang mencapai lebih besar dari 80%,
sedangkan perubahan delay terkecil terjadi persimpangan No. 3 yang hanya
D

mencapai 2,67%. Untuk kinerja waktu tempuh berdasarkan hasil simulasi dengan
metode MKJI, perubahan yang terjadi cukup besar yang mencapai 10,66%.

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-27


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan TRANSYT


Setelah diperoleh data volume lalu lintas berdasarkan hasil survey di lapangan,
maka sebagai langkah awal dalam perhitungan dengan TRANSYT dilakukan
kodifikasi dengan angka, dimana kode-kode angka tersebut mewakili pola
pergerakan di persimpangan yang meliputi pergerakan belok kiri, belok kanan dan
lurus sebagaimana yang disampaikan pada Gambar 4.3.

SISTEM 12 11
KODIFIKASI
TRANSYT
1 14
13

15 16

22 21

TP 2

25 26
24
23
BS
32 31

3 34
33

35 36
.
IT

42 41

45
4 One way
46
D

43 44
52 51

One way 5 54
53

55 56

Gambar 4.3 System Kodifikasi Dengan TRANSYT

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-28


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.11 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)


Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
1. Persimpangan Otista 3 Jl. Otista 12 0,78 0,77 1 29 20 31 49 56 (14)

P
Jl. Otista3 14 2,14 1,9 11 2639 1871 29 392 281 28

Jl. Otista 15 1,14 1,01 11 893 73 92 283 251 11

ST
Jl. Otista 16 0,98 0,78 20 183 120 34 14 8 43
2. Persimpangan Cempedak Jl. Otista 22 0,9 0,52 42 74 21 72 61 43 30
Jl. Cempedak 24 2,02 1,46 28 1981 1282 35 199 134 33

Jl. Otista 25 2,73 1,13 59 2413 456 81 3606 639 82

.B
Jl. Otista 26 0,25 0,59 (136) 75 116 (54) 3 4 (33)
3. Persimpangan Cawang Baru Jl. Otista 32 1,18 0,95 19 639 64 90 326 84 74
Jl. Cawang Baru 34 0,93 0,98 (5,38) 86 150 (74) 25 35 (40)
IT
Jl. Otista
Jl. Otista
35

36
0,69

2,24
0,79

0,98
(14)

56
2

2133
3

129
(50)

94
1

382
2

45
(100)

88

4. Persimpangan Cawang I Jl. Otista 42 0,6 0,6 25 15 40 25 40 (60)


D
Jl. Otista 43 1,14 0,88 23 525 21 96 504 74 85

Jl. Otista 44 1,15 0,65 43 618 43 93 88 13 85

Jl. Cawang I 46 0,39 0,42 (7) 50 61 22 13 16 (23)


5. Persimpangan Cawang II Jl. Otista 52 0,56 0,61 (9) 76 11 86 23 11 52
Jl. Cawang II 54 0,33 0,58 (76) 21 20 (23) 12 10 17

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-29


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 4.11 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)


Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
Jl. Otista 56 0,82 0,88 (7) 39 35 52 31 23 26

P
Rata-rata 1,10 0,87 (21) 657,95 237,42 17 317,74 93,11 71
Sumber: Hasil Analisis

ST
.B
IT
D

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-30


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Berdasarkan hasil simulasi dengan metode Transyt menunjukkan bahwa


perbandingan kinerja kondisi saat ini (eksisting) dengan kondisi setelah di
optimasi (terkoordinasi) banyak mengalami banyak perubahan, dimana perubahan
terbesar terjadi pada kinerja kecepatan yaitu yang sebelumnya kecepatan rata-rata
perjalanan mencapai 5,7 km/jam (eksisting) menjadi 16,9 km/jam (terkoordinasi)
atau mencapai persentase 196,49%. Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan
kinerja kondisi eksisting terhadap terkoordinasi berdasarkan simulasi metode
Transyt disampaikan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Rekapitulasi Perbandingan Kinerja Simpang Hasil Optimasi


(Metode TRANSYT)
Simulasi Transyt % perubahan
No. Uraian Satuan
Eksisiting Coordinated
1. Rata-rata tundaan det/smp 414,8 151,37 63,51

TP
2. Panjang Antrian kend 202 60 70,26
3. Konsumsi Bahan liter
7015,4 2093,7 70,16
Bakar
4. Panjang perjalanan smp-km 19871,5 21789,2 9,65
BS
5. Waktu Kendaraan smp-jam 3514,4 1289,3 63,31
6. Kecepatan rata-rata km/jam 5,7 16,9 196,49
Sumber : Hasil Analisis
.
IT
D

Bab 4 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta 4-31


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 5
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI KOTA BANDUNG

Pada Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung ini disampaikan


mengenai deskripsi lokasi dan kondisi ATCS yang ada saat ini yang disertai
dengan penjelasan mengenai lembaga pengelolaan dan sumber pendanaanya. Pada
bab ini disampaikan juga mengenai evaluasi penerapan ATCS di wilayah kajian
yang dilihat dari bebagai sisi (lalu lintas, teknologi, kelembagaan dan pendanaan).
Selain hal tersebut pada bab ini disampaikan juga mengenai perbandingan kinerja
ATCS berdasarkan hasil simulasi untuk persimpangan yang sudah terkoordinasi
terhadap persimpangan yang belum terkoordinasi dilihat dari parameter kinerja
lalu lintas yaitu waktu tempuh, tundaan rata-rata dlsb.

5.1 Deskripsi Penerapan ATCS di Kota Bandung


TP
5.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS di Kota Bandung
BS
Kemacetan merupakan konsekuensi logis kota besar, oleh karena itu, tidaklah
mengherankan bila Kota Bandung menjadi salah satu kota dengan aktivitas lalu
lintas yang cukup padat, apalagi pada akhir pekan. Berbagai kendaraan dari luar
kota kembang memenuhi beberapa kawasan pusat perbelanjaan. Kemacetan pun
menjadi menu rutin warga Paris Van Java.
.

Berbagai usaha dilakukan pemerintah kota untuk mengatasi kemacetan. Rekayasa


IT

lalu lintas pun dilakukan. Contohnya dengan membuat jalur satu arah di jalan
yang rawan macet. Cara tersebut lumayan efektif meski kemacetan masih terlihat
di beberapa titik, terutama pada akhir pekan.
D

Pada 1997, Kota Bandung mendapat perangkat pengontrol lalu lintas bernama
Area Traffic Control System (ATCS) dari pemerintah Australia. ATCS adalah
sistem yang mampu mengoordinasikan setiap lampu lalu lintas di Kota Bandung
agar terintegrasi. Harapannya, kemacetan akibat lampu merah di persimpangan
dapat diminimalisasi bahkan ditiadakan.
Selain Bandung, beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya memiliki
ATCS. Namun, rupanya di daerah lain, ATCS sudah tidak dapat difungsikan,
sementara itu, di Kota Kembang, ATCS masih dapat digunakan meskipun
alakadarnya.
Perangkat ATCS terdiri atas detektor yang dipasang di bawah aspal jalan raya di
persimpangan. Detektor berfungsi untuk merasakan adanya kendaraan yang
berada di atas jalan di sebuah persimpangan lampu lalu lintas. Satu ruas jalan
dengan yang lainnya dilengkapi jumlah detektor yang berbeda tergantung
lebarnya.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Saat ini kota Bandung memilki 158 titik traffic light dengan 60 titik diantaranya
sudah menggunakan system ATCS, dan 10 titik diantaranya mengalami kerusakan
loose communication. Padahal sewajarnya Kota Bandung memiliki lebih dari 60
titik ATCS agar dapat mengantisipasi kemacetan yang sering terjadi.
Berdasarkan jenisnya, ada 3 (tiga) traffic light yakni fixed time (waktu tetap),
vehicle actuated (berdasarkan jumlah/keberadaan kendaraan), dan sistem traffic
light yang terhubung dengan ATCS itu sendiri. Jenis fixed time yakni waktu dan
urutan nyala lampu diatur bergantung kondisi pada jam-jam tertentu. Sementara
vehicle actuated, waktu dan urutan nyala lampu lalu lintas bergantung pada
kondisi lalu lintas saat dideteksi oleh detektor kendaraan. Semakin banyak
kendaraan yang lewat di persimpangan dimungkinkan akan semakin lama salah
satu lampu menyala sebagai sinyal arah. Sementara ATCS merupakan sistem
pengendalian lampu lalu lintas yang dilakukan secara terpusat. Untuk
mengendalikan ini diperlukan saluran komunikasi antara kontroler di lapangan
dengan komputer di pusat pengendali.
Pada metode ATCS, pengendalian dilakukan secara terpusat. Untuk pengendalian

TP
ini diperlukan saluran komunikasi antara kontroler di lapangan dengan komputer
di pusat pengatur. Di kota-kota besar, ATCS ini mutlak diperlukan. Di Indonesia
pun (Jakarta, Bandung, Surabaya), ATCS sudah diterapkan. Bandung merupakan
kota yang menggunakan sistem Sydney Coordinative Adaptive Traffic System
(SCATS), sedangkan di Jakarta terdapat berbagai macam sistem seperti SCATS,
BS
SCOOT (Eropa), Spanyol, dan untuk Surabaya menggunakan sistem Spanyol. Di
antara ketiga kota tsb, hanya Jakarta yang lumayan dipelihara, walaupun tidak
berfungsi maksimal.
Sebagai gambaran awal, pada Gambar 5.1 disampaikan lokasi-lokasi
persimpangan di Kota Bandung yang sudah dilengkapi dengan lampu lalu lintas
.

dan perlengkapan lainnya seperti CCTV.


IT
D

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

P
ST
.B
IT
D

Gambar 5.1 Lokasi-lokasi Persimpangan di Kota Bandung yang Menggunakan Traffic Light

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-3


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Sistem ATCS di Kota Bandung diresmikan pada tahun 1996 dengan pusat control
yang berada di Gedung Pemerintahan Kota Bandung Lantai 3 di Jl. Wastu
Kencana. Berikut ini disampaikan mengenai kondisi terakhir traffic light maupun
ATCS yang terpasang di Kota Bandung.

Tabel 5.1 Kondisi Terakhir Traffic Light di Kota Bandung


No Parameter Status Keterangan
1 Fungsi Traffic Rata-rata berfungsi dengan Sekitar 40 persimpangan
Light baik masih terhubung dengan
Control Room ATCS
sehingga dapat dikontrol dan
dimonitoring.
2 Fungsi ATCS Masih Berfungsi dengan Sekitar 40 persimpangan
baik masih terkontrol dengan
baik. Beberapa loop sensor

TP ada yg rusak.
 Operator dapat
melakukan sinkronisasi
antar persimpangan
BS
 Operator dapat
mengetahui apabila
terjadi bohlam putus
 Operator dapat merubah
durasi nyala lampu
 Operator
.

dapat
IT

mengetahui data
kepadatan kendaraan
3 Transmisi ATCS menggunakan Non ATCS menggunakan
D

untuk kendali kendali kabel tembaga pemrograman PLC in situ


TL yang di tanam di dalam
tanah
4 Wall Map Tidak berfungsi Komputer kontrol Wall Map
mengalami kerusakan,
sedang diupayakan
perbaikan
5 Power System UPS sudah tidak berfungsi Ketika terjadi gangguan
listrik, sistem langsung mati
6 Traffic Light Sebagian besar masih Penggunaan kontroler ATCS
ATCS mengacu pada sistem lama harus ditelaah lagi,
Controller ATCS lama. Kecuali karena kemungkinan di
system baru yang berdasar upgrade sangat kecil.
pada penggunaan PLC Sedang system PLC
sebagai kontroler kemungkinan besar masih

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-4


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.1 Kondisi Terakhir Traffic Light di Kota Bandung


No Parameter Status Keterangan
dapat di upgrade
7 CCTV Masih berfungsi Sebagian kamera CCTV
masih berfungsi dengan baik
tetapi motor penggerak PTZ
sudah tidak berfungsi lagi.
Sistem Recording masih
menggunakan pita sehingga
jarang difungsikan, hanya
pada saat event-event
tertentu
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Bandung

Untuk disain arsitektur sistem ATCS di Kota Bandung disampaikan pada

TP
beberapa gambar berikut ini.

Central Control Room


BS

Zone Control 1 Zone Control 2


.
IT

LCS LCS LCS LCS


1 n 1 n
D

Keterangan
LCS: Local Control System

Gambar 5.2 Desain Arsitektur Sistem ATCS di Kota Bandung

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-5


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP
. BS
IT
D

Gambar 5.3 Teknologi ATCS di Kota Bandung

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-6


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS di Kota Bandung


Sama halnya dengan ATCS di Provinsi DKI Jakarta, maka untuk ATCS di Kota
Bandung dikelola oleh Pemerintah Kota Bandung yaitu Dinas Perhubungan Kota
Bandung di bawah Sub Dinas Teknik Lalu Lintas dan Angkutan pada Seksi
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas sebagaimana yang disampaikan pada
Gambar 5.4.
Untuk alokasi sumber daya manusia yang ada saat ini menunjukkan bahwa pada
tenaga teknisi lapangan (pengawas lapangan) jumlanya memadai, sedangkan
untuk teknisi controll room kekurangan tenaga, dimana jumlah yang tersedia saat
ini hanya 4 orang dari total yang dibutuhkan sebanyak 6 orang

5.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Kota Bandung


Untuk sumber pendanaannya, pada biaya investasi diperoleh dari pinjaman luar
negeri yaitu dari EFIC Australia pada 20 Februari 1995 dengan total pinjaman
senilai A$. 21.545.000,-, sedangkan untuk pemeliharannya diperoleh dari APBD

TP
Kota Bandung. Hasil survey wawancara kepada instasi terkait menunjukkan
bahwa untuk tahun 2007 saja dialokasikan dana sebesar Rp. 687.000.000 yang
meliputi biaya operasional dan pemeliharaan dan jumlah tersebut menurun dari
tahun sebelumnya. Oleh karena itu Pemerintah Kota Bandung berharap ada
bantuan dari pemerintah pusat dalam hal pendanaanya sehingga diharapkan dapat
BS
melakukan pemeliharanan pada komponen-komponen ATCS maupun
perbaikannya yang berdampak terhadap kinerja ATCS terutama dari sisi lalu
lintas.
.
IT
D

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-7


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

KEPALA DINAS
PERHUBUNGAN

JABATAN FUNGSIONAL BAGIAN TATA USAHA

P
SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN
Pengelolaan ATCS UMUM KEUANGAN PROGRAM KEPEGAWAIAN

ST
SUB DINAS TEKNIS SUB DINAS TEKNIS SUB DINAS TEKNIS LALU SUB DINAS TEKNIS SUB DINAS POS DAN
PRASARANA SARANA LINTAS DAN ANGKUTAN OPERASIONAL TELEKOMUNIKASI

SEKSI JARINGAN SEKSI PENGUJIAN SEKSI MANAJEMEN DAN SEKSI KETERTIBAN LALU SEKSI PEMBINAAN POS
TRANSPORTASI JALAN KENDARAAN REKAYASA LINTAS DAN TELEKOMUNIKASI

.B
SEKSI PENGUJIAN
SEKSI TATA TEKNIS SEKSI PENDAFTARAN SEKSI BINA USAHA DAN SEKSI PENGELOLAAN
PERANGKAT POS DAN
PERPARKIRAN KENDARAAN PERIJINAN ANGKUTAN OPERASIONAL
TELEKOMUNIKASI

SEKSI TATA TEKNIS DAN


PENGELOLAAN
TERMINAL
IT
SEKSI PERBENGKELAN
SEKSI BIMBINGAN DAN
KESELAMATAN
SEKSI
PENANGGULANGAN
KECELAKAAN
D
UPTD CABANG DINAS

Gambar 5.4 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Bandung

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-8


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.2 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung


5.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi
Sama halnya dengan DKI Jakarta, maka untuk evaluasi penerapan ATCS di Kota
Bandung dari sisi teknologi dilakukan berdasarkan 5 komponen utama ATCS
yang meliputi sensor/detektor loop dan controller, network link (communication
link & signal link), software aplikasi CC room, hardware CC room (server,
workstation, wallmap) dan CCTV.
Hasil evaluasi terhadap sensor/detektor loop dan controller menunjukkan bahwa
untuk saat ini dari 137 simpang yang dipasang, 110 diantaranya beroperasi dan
untuk kondisi sensor/detektor loop-nya banyak yang tidak berfungsi karena
terkena overlay atau patahan tanah, sementara itu untuk kondisi controller-nya
menunjukkan bahwa terdapat 44 controller terhubung dengan CC Room (adaptif)
dan sisanya 66 controller tidak terhubung dengan CC, hanya pengaturan lokal
menggunakan PLC. Pada umumnya Controller terpasang umumnya berbasis PLC
atau micro controller. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sensor/detektor loop

TP
dan controller tersebut terdapat beberapa alternatif solusi yang meliputi perbaikan
atau diganti dengan sensor/detektor loop yang baru, sementara untuk
controllernya dapat dilakukan dengan modifikasi yang bebasis IP.
Hasil evaluasi terhadap network link (communication link & signal link)
menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini dari 137-an simpang yang terkoneksi,
BS
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
maupun pengrusakan (vandalism). Sebagai solusinya terdapat 2 alternatif yang
meliputi pergantian dengan yang baru atau dengan mengunakan teknologi
wireless.
.
IT

Pada software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak adanya backup master aplikasi dan kurang
D

lengkapnya dokumentasi aplikasi. Untuk mengatasi permasalah tersebut sebagai


alternatifnya adalah memperbaiki aplikasi yang ada/mengganti total aplikasi atau
mengembangkan versi yang baru secara bertahap.
Kondisi saat ini yang terdapat pada hardware CC Room (server, workstation,
wallmap) menunjukkan beberapa permasalahan yang meliputi:
- VAX dan PDP terkadang shutdown sehingga butuh waktu untuk recovery
secara trial and error,
- Server menggunakan VAX dengan OS VMS, Regional processor
menggunakan PDP (2 area operasi)
- 1 PDP maksimum menangani 100 simpang (Controller)
- Perangkat CC Room sudah usang
- Back-up battery dan genset tidak berfungsi normal
- Wallmap tidak berfungsi dan statis

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-9


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

- Tidak ada backup operating system dlsb


Sebagai alternatif solusinya adalah dapat dilakukan dengan memeriksa fungsi
setiap komponen atau mengembangkan control center sebagai NOC (Network
Operation Center) tersendiri yang berbasis TCP/IP.
Hasil evaluasi pada komponen CCTV menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat
ini terdapat 10 kamera Analog dengan koneksi kabel twisted pair ke CC Room,
sementara itu untuk PTZ Control tidak berfungsi karena motor yang sudah aus
dan kondisi sistem perekaman hanya menggunakan pita. Oleh karena itu sebagai
langkah alternatif solusinya dapat dilakukan dengan memperbaiki dan meng-
upgrade unit kamera dengan mengganti lensa dan motor. Sebagai alternatif
lainnya dapat dilakukan dengan cara menambah interface berupa konverter ADC
(Analog to Digital Converter) agar dapat menjadi IP based Camera
Untuk setiap alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan ke 5 komponen
utama tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan, dimana untuk gambaran
lebih detailnya disampaikan pada Tabel 5.2.

TP
. BS
IT
D

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-10


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
1. Sensor/detektor Loop dan - Controller terpasang Diperbaiki/diganti dengan Tanpa modifikasi sistem - Sering terulang kasus
Controller umumnya berbasis PLC sensor/detektor loop yang yang sama pada saat ada
atau micro controller baru overlay jalan
- Sensor/detektor - Kesulitan

P
loop dalam
banyak yang tidak pengadaan sparepart dan
berfungsi karena terkena belum tentu cocok

ST
overlay atau patahan tanah interfacing-nya
- Dari 137 simpang yang Modifikasi Controller agar - Lebih fleksibel dan up to - Tidak seluruh Controller
dipasang, 110 diantaranya sedapat mungkin berbasis IP date untuk dilakukan memungkinkan
beroperasi pengembangan (ekspansi) dimodifikasi karena
- 44 controller terhubung sistem alasan teknis khusus dari

.B
dengan CC Room - Instalasi sistem menjadi masing-masing produk
(adaptif) lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
- 66 controller tidak untuk interfacing dengan
terhubung dengan CC, sistem eksisting
hanya pengaturan lokal
Diganti secara bertahap - Lebih ekonomis karena Perlu perangkat tambahan
IT
menggunakan PLC
- Manhole tempat
dengan sensor kamera menggunakan
yang juga
kamera
berfungsi
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
terkonsentrasinya kabel di sebagai surveillance
simpang telah rusak akibat
- Mampu memberi data
D
hujan, terbakar, maupun
vandalism kualitatif (visual situasi
jalan) serta kuantitatif
(jumlah dan kategori
kendaraan)
- Tidak terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Perawatan lebih sederhana

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-11


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
dan murah
2. Network Link - Kualitas hantaran Memperbaiki/menambah - Tanpa modifikasi sistem - Perlu waktu yang lama
(Communication Link & (conductivity) menurun wireline yang terputus - Biaya upgrading relatif untuk mencari kerusakan

P
Signal Link) akibat kabel sudah wear dan/atau mengganti modem lebih murah jaringan
out (usang) yang rusak - Perawatan lebih sulit dan
- Koneksi antara Controller- ada konsekuensi biaya

ST
CC Room
(communication link) dan
Mengganti communication - Instalasi lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
link secara bertahap dengan - Perawatan lebih sederhana untuk interfacing dengan
Controller-Traffic Light
sistem wireless dan relatif murah karena sistem eksisting
(signal link) menggunakan
kabel Telepon Telkom modular - Gangguan interferensi,
(SCATS), selebihnya - Kerusakan bisa dilokalisir bisa diatasi dengan

.B
menggunakan dedicated dengan mudah sehingga membuat jalur frekuensi
line down time dapat ditekan khusus untuk ATCS
- Communication link dan - Berpotensi terkena
signal link sering terputus sambaran petir, bisa
karena efek galian, alam, diatasi dengan membuat
IT
dan perusakan
- Perangkat/modul modem
penangkal petir
sistem grounding yang
dan

sering rusak karena baik


D
menurunnya usia teknis
- Dari 137 simpang yang
terkoneksi, saat ini hanya
tinggal 44 yang adaptif
3. Software Aplikasi CC Room - Terjadi kerusakan Mengganti total aplikasi Shortcut solution Biaya pembelian aplikasi
sehingga sistem tidak bisa cukup besar dan belum tentu
dijalankan optimum dengan perangkat
hardware yang ada saat ini

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-12


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
- Tidak ada backup master Memodifikasi aplikasi yang Biaya pengembangan lebih - Diperlukan program
aplikasi ada murah sumber (source file),
- Tidak lengkapnya setidaknya library file dan
dokumentasi aplikasi object file

P
- Sistem secara keseluruhan - Ketergantungan pada
sudah tidak adaptif lagi keandalan perangkat keras

ST
karena degradasi peralatan yang ada, lazimnya sudah
baik yang ada di simpang obsolete
maupun CC Room - Trial & error dilakukan
- Kinerja sistem sudah pada komputer yang ada,
kurang optimal karena tidak dapat secara dummy
degradasi peralatan sehingga berpotensi

.B
mengganggu sistem
Mengembangkan versi yang - Penambahan fitur-fitur - Diperlukan waktu
baru secara bertahap baru yang lebih kaya pengembangan aplikasi
IT menuju ITS - Kompatibilitas dengan
- Down sizing dari sisi controller, wallmap, dan
komponen sistem, workstation tidak bisa
mereduksi sensor/detector dijamin
loop, traffic counter, dan - Biaya pengembangan
D
controller yang relatif moderat
- IP based system, lebih - Bisa berdampak pada
fleksibel penggantian sistem
- Lebih fleksibel dan up to menjadi NOC yang
date untuk pengembangan berbasis TCP/IP (LAN)
(ekspansi) sistem

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-13


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
4. Hardware CC Room (Server, - VAX dan PDP terkadang Memeriksa fungsi setiap Tidak harus beli bila ternyata - Diperlukan operating &
Workstation, Wallmap) shutdown sehingga butuh komponen komponen yang diperiksa maintenance manual,
waktu untuk recovery masih layak operasi lazimnya sudah tidak ada
secara trial and error - Ketergantungan

P
yang
- Server menggunakan tinggi pada vendor
VAX dengan OS VMS, eksisting yang pada

ST
Regional processor akhirnya berpotensi
menggunakan PDP (2 area mempengaruhi biaya
operasi) - Dukungan spare part yang
- 1 PDP maksimum sangat terbatas mengingat
menangani 100 simpang komponen yang ada sudah
(Controller) tua

.B
- Perangkat CC Room - Mengganggu operasi bila
sudah usang sistem yang dipasang
- Back-up battery dan tidak redundant
genset tidak berfungsi
IT Mengembangkan Control - Lebih fleksibel dan up to - Biaya pengembangan
normal Center sebagai NOC date untuk dilakukan yang relatif moderat guna
- Wallmap tidak berfungsi (Network Operation Center) pengembangan (ekspansi) membangun LAN
dan statis tersendiri yang berbasis sistem - Kompatibilitas dengan
- Tidak ada backup TCP/IP - Mendukung standarisasi hardware yang ada, versi
D
operating system sistem menuju "Open baru membutuhkan
System" spesifikasi hardware yang
- IP based system, lebih lebih tinggi tetapi
fleksibel teknologinya state-of-the-
art
5. CCTV - Terdapat 10 kamera Memperbaiki dan meng- Lebih ekonomis bila spare Menjadi tidak ekonomis bila
Analog dengan koneksi upgrade unit kamera dengan part-nya masih ada spare part/komponennya
kabel twisted pair ke CC mengganti lensa dan motor sudah diskontinyu

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-14


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.2. Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
Room Menambah interface berupa - Fleksibilitas - Tidak seluruh CCTV
- PTZ Control tidak konverter ADC (Analog to pengembangan sistem aksisting dapat
berfungsi karena motor Digital Converter) agar dapat lebih baik dimodifikasi karena
yang sudah aus menjadi IP based Camera - Perawatan sistem lebih alasan teknis

P
- Sistem perekaman hanya sederhana - Mengganti komputer pada
menggunakan pita CC Room yang

ST
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
Mengganti dengan IP Camera - Fleksibilitas - Biaya yang relatif
secara bertahap pengembangan sistem moderat
lebih baik - Mengganti komputer pada

.B
- Pengaturan dan perawatan CC Room yang
lebih mudah mendukung komunikasi
- Mendukung standarisasi berbasis TCP/IP
sistem berbasis TCP/IP - Mengganti software pada
IT dan dapat breinterface komputer di CC Room
dengan perangkat wireless bila ingin berfungsi
- Siap dikoneksikan dengan sebagai sensor dan
sistem ATCS generasi terintegrasi dengan TL
terbaru
D

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-15


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan


Untuk evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan ini dibagi berdasarkan 5
bagian/fungsinya yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan
dan evaluasi. Hasil evaluasi pengorganisasian menunjukkan bahwa saat ini ATCS
dikelola oleh pemerintah setempat, dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan Kota
Bandung yaitu di bagian rekayasa lalu lintas, sementara itu permasalahan yang
ada adalah concern-team terhadap permasalahan ATCS kurang optimal, oleh
karena itu perlu dibuat struktur khusus untuk mengelola ATCS, minimal seksi
ATCS atau dibuat UPT (karena ATCS asetnya besar).
Dari sisi pengoperasian menunjukkan bahwa dalam pelaksanannya untuk alokasi
tenaga di CC Room mencapai 4 orang , sementara itu jumlah tenaga manajemen
lalu lintas yang tersedia 1 orang. Untuk kendaraan operasional yang digunakan
atau tersedia saat ini masih terbatas hanya tersedia 1 unit. Hasil evaluasi
menunjukkan beberapa permasalahan dalam pengoperasian ATCS di Kota
Bandung ini yang diantaranya dalam melakukan optimasi waktu sinyal dari
control room, pada umumnya dibantu oleh tenaga teknis lapangan, sementara itu

TP
untuk tenaga kerja operator yang berpengalaman dalam melakukan pengotimasian
waktu sinyal masih terbatas, dan juga beberapa SDM yang berpengalaman yang
ada sudah berpindah bagian. Sebagai alternatif solusinya adalah perlu dilakukan
kegiatan aktivitas training untuk menunjang peningkatan kompetensi SDM
dengan kegiatan penjadwalan, pengawasan, data-logging dan kepemimpinan
BS
termasuk kedalam training. Selain hal tersebut juga diperlukan penambahan
jumlah tenaga lapangan (berikut fasilitas kerjanya).
Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah
anggaran yang ada tidak mencukupi untuk pemeliharaan dan penggantian
komponen ATCS yang rusak, oleh karena itu diperlukan adanya alternatif sumber
.

dana dan dukungan dari masyarakat/pengambil keputusan


IT

Dari sisi evaluasi terjadi permasalahan yaitu dalam hal evaluasi efektivitas
maupun perubahan skema operasional tidak dapat dilakukan secara baik, oleh
karena itu perlu dideskripsikan fungsi evaluasi berikut dengan penyediaan SDM-
D

nya.
Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan
untuk wilayah studi Kota Bandung ini disampaikan pada Tabel 5.3, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengelolaan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 5.4.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-16


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.3 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Pengelolaan


Bagian/Fungsi Pelaksanaan Permasalahan Alternatif Solusi
Pengorganisasian - Pengelolaan ATCS di Kota Bandung Concern-team terhadap permasalahan Perlu dibuat struktur khusus untuk
di bawah Subdis TLLAJ Seksi ATCS kurang optimal mengelola ATCS, minimal seksi ATCS
Manajemen dan Rekayasa atau dibuat UPT (karena ATCS asetnya
- Seksi Manajemen dan Rekayasa besar)

P
tidak hanya saja mengelola ATCS

ST
Pengoperasian - Alokasi tenaga di CC Room - Kondisi saat ini dalam melakukan - Perlu dilakukan kegiatan aktivitas
mencapai 4 orang optimasi waktu sinyal dari control training untuk menunjang
- Tenaga manajemen lalu lintas yang room, pada umumnya dibantu oleh peningkatan kompetensi SDM
tersedia 1 orang tenaga teknis lapangan - Penjadwalan, pengawasan, data-
- Kendaraan operasional yang tersedia - Masih terbatasnya tenaga kerja logging dan kepemimpinan termasuk

.B
saat ini masih terbatas hanya tersedia operator yang berpengalaman dalam kedalam training
1 unit melakukan pengotimasian waktu - Perlu penambahan jumlah tenaga
sinyal lapangan (berikut fasilitas kerjanya)
- Beberapa SDM yang berpengalaman
IT yang ada sudah berpindah bagian
Pemeliharaan Tenaga untuk pemeliharaan yang Anggaran yang ada tidak mencukupi Perlu ada alternatif sumber dana dan
meliputi pemeliharaan rutin maupun untuk pemeliharaan dan penggantian dukungan dari masyarakat/ pengambil
perbaikan mencapai 8 orang, sementara komponen ATCS yang rusak keputusan
D
yang effektif sebanyak 2 orang

Evaluasi Belum ada alokasi bagian dan SDM Evaluasi efektivitas maupun perubahan Perlu dideskripsikan fungsi evaluasi
khusus untuk pelaksanaan evaluasi, skema operasional tidak dapat berikut dengan penyediaan SDM-nya
masih digabung dengan operasional dilakukan secara baik

Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-17


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.4 Benchmarking Pengelolaan ATCS


Lokasi Kota/Area Populasi Ukuran TMC JumlahTraffic Signal Staff
Los Angeles, CA ATSAC 3.700.000 5.500 sq ft 2912 7 transportation engginer, 1 supervisor, 2 systems
analyst, 1 graphic designer, 1 traffic signal
electrician, 1 secretary
Miami, Dade County, FL 2.200.000 5.000 sq ft 2020 13 pekerja

P
San Antonio TX 1.100.000 6.000 sq ft 765 1 engginer, 3 technicians
Las Vegas NV: Las Vegas 1.500.000 2.500 sq ft 700 4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4

ST
Area Computer Traffic (Covers Clark County) posisi maintenance
System (LVACTS)
Atlanta, GA 416.000 2.300 sq ft 650 Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior
operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)

.B
Albuquerque, NM 449.000 800 sq ft 650 4 pekerja (2 engginer)
Denver, CO 555.000 2.800 sq ft 450 No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more
during special events
Seatle WA 600.000 1.420 sq ft 432 1 supervisor dan 2 operator
Phoenix, AZ 1.300.000 IT 1.500 sq ft 400 1 supervisor dan 4 technician
Boston, MA 590.000 2.500 sq ft 320 7-8 pekerja
Renton, WA 53.000 700 sq ft 96 Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat
mengakomodasi sampai dengan 2 full time
D
anggota staff
Redmond,WA 48,000 800-1400 sq ft (sedang 25 sedang dalam masa Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
dalam masa konstruksi) konstruksi shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area
Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-18


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas


5.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI)
Untuk mengetahui kinerja ATCS yang ada di Kota Bandung saat ini dilakukan
pengumpulan data primer dengan pengambilan sampel di 7 titik lokasi
persimpangan dari jumlah total 60 yang menerapkan sistem ATCS. 7 (tujuh) titik
persimpangan tersebut meliputi persimpangan Jl. A. Yani, Jl. Sukabumi, Jl. Gatot
Subroto, Jl. Talaga Bodas, Jl. Martanegara, Jl. Buah Batu dan Jl. Sriwijaya seperti
halnya yang disampaikan pada Gambar 5.5.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa ke 7 persimpangan tersebut jika dilihat
dari jenis persimpangannya terdiri dari 2 persimpangan tiga dan 5 persimpangan
empat, dengan jumlah lajur terdiri dari 2-3 lajur/arah. Untuk jumlah fasenya
terdiri dari 3 sampai dengan 4 fase, dan untuk gambaran lebih detail mengenai
geometrik, jumlah fase dan waktu siklus ke 7 persimpangan tersebut disampaikan
pada Lampiran.

TP
Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk kondisi saat ini di ruas jalan di sekitar
persimpangan menunjukkan kinerjanya masih cukup baik, dimana hal ini dapat
dilihat dari nilai VC ratio yang rata-rata masih dibawah 0,75. Berbeda halnya
dengan kinerja di persimpangan lainnya yang memiliki nilai VC Ratio > 0.75 dan
bahkan ada yang lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa kondisinya sudah
BS
jenuh atau oversaturated. Beberapa persimpangan yang sudah kondisinya jenuh
tersebut meliputi:
1. Persimpangan Jl. Laswi – Jl. A Yani
2. Persimpangan Jl. Laswi – Jl. Sukabumi
3. Persimpangan Jl. Laswi – Jl. G. Subroto
.
IT

4. Persimpangan Jl Pelajar 45 – Jl. Talaga Bodas


5. Persimpangan Jl. Pelajar 45 – Jl. Martanegara
6. Persimpangan Jl. Pelajar Pejuang – Jl. Buah Batu
D

7. Persimpangan Jl. BKR – Jl. Sriwijaya


Seperti halnya pada lokasi kajian DKI Jakarta, di lokasi kajian Kota Bandung
juga dilakukan analisis perhitungan persimpangan dengan menggunakan 2
metode, yaitu metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dan metode
TRANSYT. Dari kedua metode tersebut diperoleh beberapa hasil analisis yang
dapat dijadikan hasil utama analisis, yang meliputi derajat kejenuhan, panjang
antrian dan waktu tundaan dari masing-masing persimpangan. Untuk lebih
jelasnya mengenai hasil analisis persimpangan dengan menggunakan kedua
metode tersebut disampaikan pada beberapa tabel dibawah ini.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-19


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Persimpangan
Jl. Laswi –
Jl. A.Yani

Persimpangan
Jl. Laswi –
Jl. Sukabumi

Persimpangan
Jl. Laswi –
Jl. G. Subroto

Persimpangan

TP
Jl.Pelajar 45–
Jl. T. Bodas

Persimpangan
Jl.Pelajar 45–
Jl. Martanegara
BS
Persimpangan
Jl.BKR –
Jl. Sriwijaya

Persimpangan
Jl.Pejuang–
Jl. Buah Batu
.
IT
D

Gambar 5.5 Lokasi Studi Persimpangan ATCS di Kota Bandung

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-20


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.5 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
No. Nama Ruas/Segmen Panjang Ruas Volume Lalu Lintas Kapasitas Ruas VC Ratio Kecepatan (km/jam)
(km) (smp/jam) (smp/jam)
1. Jl. Laswi
0,35 4343 1343 0,95 22
(Jl. A.Yani – Jl.Sukabumi)

P
2. Jl. Laswi
0,85 6173 1629 0,94 28
(Jl.Sukabumi – Jl. G. Subroto)

ST
3. Jl. Pelajar 45
0,53 3594 1639 0,79 12
(Jl. G. Subroto – Jl. T. Bodas)
4. Jl. Pelajar 45
0,38 5915 1138 1,29 12
(Jl. T. Bodas – Jl. Martanegara)

.B
5. Jl. Pejuang
0,6 6808 1794 1,82 12
(Jl. Martanegara – Jl. B. Batu)
6. Jl. Pejuang
1,14 3931 729 1,36 12
(Jl. B. Batu – Jl. Sriwijaya) IT
Sumber : Hasil Analisis
D

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-21


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.6 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)
No. Nama Persimpangan Jarak Antar Volume Lalu Waktu Siklus Jumlah Fase Kapasitas DS Panjang Tundaan
Simpang Lintas (Det) (smp/Jam) Antrian (det/smp)
(km) (smp/Jam) (m)
1. Jl. A. Yani – Jl. Laswi –
7371 103 3 1424 2,86 200 676

P
Jl. Martadinata
2. Jl. Laswi – Jl. Sukabumi 0,35 4343 101 2 1343 0,95 215 664
Jl. Laswi – Jl. G. Subroto

ST
3. 0,85 6173 288 3 1629 0,94 181 460
4. Jl. Pelajar 45 - Jl. Telaga
0,53 3594 107 2 1639 0,79 108 285
Bodas
5. Jl. Pelajar 45 - Jl.
0,38 5915 183 3 1138 1,29 211 1574
Martanegara

.B
6. Jl. Pejuang – Jl. Buah
0,6 6808 176 3 1794 1,82 146 1114
Batu
7. Jl. BKR – Jl. Sriwijaya 1,14 3931 158 3 729 1,36 134 2064
Sumber : Hasil Analisis
IT
D

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-22


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Pada Tabel 5.7 ini merupakan simulasi antara kondisi eksiting dengan
terkoordinasi dengan menggunakan metoda MKJI, dimana asumsi yang
digunakan untuk kondisi terkoordinasi adalah dengan menggunakan waktu siklus
optimum, sementara untuk jumlah fase, komposisi waktu hijau, merah dan kuning
diasumsikan sama dengan kondisi eksisiting.

Tabel 5.7 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi


(Metode MKJI)
Jarak Sebelum Terkoordinasi Sesudah Terkoordinasi
Antar
No. Persimpangan Delay Waktu Delay Waktu
Simpang
Rata-rata tempuh Rata-rata tempuh
(km)
(det/smp) (det) (det/smp) (det)
1. Jl. A. Yani – Jl.
Martadinata – Jl. Laswi 168 20
2. Jl. Laswi – Jl. 0,35
Sukabumi 16,2 6,97

TP
3. Jl. Laswi – Jl. Gatot 0,85
Subroto 120 120
4. Jl. Pelajar 45 – Jl. 0,53 6535 6378
Talaga Bodas 18 18
BS
5. Jl. Pelajar 45 – Jl. 0,38
Martanegara 1384 1384
6. Jl. Pelajar Pejuang – Jl. 0,60
Buah Batu 2287 2287
7. Jl. BKR – Jl. Sriwijaya 1,14 1580 1580
.

Sumber : Hasil Analisis


IT

Hasil analisis optimasi dengan metode MKJI menunjukkan bahwa untuk kinerja
delay perubahan yang terjadi hanya di persimpangan No. 1 dan 2, sementara itu di
D

persimpangan 3, 4 dan 5 tidak terjadi perubahan, dimana hal ini disebabkan waktu
siklus di ketiga persimpangan tersebut telah mencapai waktu siklus optimum,
sehingga asumsinya sama dengan kondisi eksisiting. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa terjadi perubahan delay dikoridor tersebut, dimana perubahan terbesar
terjadi di persimpangan No.1 dengan persentase perubahan mencapai 88,10%.
Untuk kinerja waktu tempuh disepanjang koridor tersebut terjadi perubahan yaitu
yang sebelumnya mencapai 6535 detik menjadi 6378 detik, atau terjadi
perubahan 2,4%.

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-23


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan TRANSYT


Setelah diperoleh data volume lalu lintas berdasarkan hasil survey di lapangan,
maka sebagai langkah awal dalam perhitungan dengan TRANSYT dilakukan
kodifikasi dengan angka, dimana kode-kode angka tersebut mewakili pola
pergerakan di persimpangan yang meliputi pergerakan belok kiri, belok kanan dan
lurus sebagaimana yang disampaikan pada Gambar 5.6.

SISTEM
KODIFIKASI 1
11 14
13
TRANSYT 2
1
17 21 22
18 16
15
2

TP
24
23 3231

37 3 3
38 33
4
BS
3536
42 41

45 4
46
.

4344
IT

5251

57
58 5 5
D

53
4
6867 62 5556
61
7778 6
7265
75 7 71 66
76 6463

73
74

Gambar 5.6 System Kodifikasi TRANSYT

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-24


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.8 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)
Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
1 Simp. Jl. A. Yani – Jl. Martadinata Jl. Martadinata 12 2.4 2.34 3 2297 2210 4 1267 899 29

P
Jl. A. Yani 14 2.25 1 56 2174 119 95 2975 154 95

Jl. Laswi 16 0.56 1.3 (132) 71 950 (1,238) 11 180 (536)

ST
Jl. A. Yani 18 2.01 1.01 (50) 2023 161 92 864 110 87

2 Simp. Sukabumi Jl. Laswi 21 0.25 0.86 (244) 17 58 (241) 8 29 (263)


Jl. Sukabumi 22 0.88 0.85 3 66 51 23 104 83 20

.B
Jl. Laswi 23 0.19 0.53 (179) 1 6 (500) 0 51

Jl. Laswi 24 0.97 0.9 7 166 71 57 27 27 -

3 Simp. Gatsu Jl. Laswi 32 2.38 1.74 27 2272 1665 27 775 600 23
IT
Jl. Gatot Subroto

Jl. Pejuang
34

36
2.96

0.45
0.9

0.96
70

(113)
2590

42
61

98
98

(133)
2714

24
103

32
96

(33.33)

Jl. Gatot Subroto 38 0.7 0.92 ( 31) 85 99 (16) 47 47 -


D
4 Simp Talaga Bodas Jl. Pejuang 42 0.79 0.42 47 160 84 48 8 5 38
Jl. Pejuang 44 0.63 0.66 (5) 94 21 78 30 11 63

Jl. Talaga Bodas 46 0.56 0.73 (30) 27 45 (67) 23 26 (13)

5 Simp. Martanegara Jl. Pejuang 52 0.68 1.49 (119) 81 1288 (1,490) 37 393 (962)
Jl. Martanegara 54 2.25 1.21 46 2182 704 68 1186 423 64

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-25


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 5.8 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)
Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
Jl. Pejuang 56 1.31 0.99 24 993 90 91 296 60 80

P
Jl. Martanegara 58 0.25 1.06 (324) 76 422 (455) 8 22 (175)

ST
6 Simp Buah Batu Jl. Pejuang 62 0.77 0.96 (25) 72 82 (14) 27 43 (59)
Jl. Buah Batu 64 0.12 0.71 (92) 70 132 (89) 4 6 (50)

Jl. BKR 66 0.5 1.52 (204) 80 1366 (1,607) 13 192 (377)

Jl. Buah Batu 68 3.91 0.98 75 2948 65 98 2086 136 93

.B
7 Simp Sriwijaya Jl. BKR 72 1.69 1.06 37 1676 276 84 361 78 78
Jl. Sripoaci 74 0.56 1.91 (241) 89 1899 (2,034) 15 151 (907)

Jl. BKR 76 3.15 1.62 49 2688 1483 45 1353 768 43

Rata-rata
IT
Jl. Sriwijaya 78 0.55

1,25
1.03

1,10
( 87)

12
61

855,59
252

509,56
(313)

40
23

529,11
47

173,19
(104)

67
Sumber: Hasil Analisis
D

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-26


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Hasil simulasi dengan menggunakan metode Transyt menunjukkan bahwa untuk


kinerja tundaan di sepanjang koridor perubahan dari kondisi eksisting terhadap
kondisi terkoordinasi mencapi 40,36%, sedangkan perubahan kinerja antrian
mencapai 67,20%. Perubahan tertinggi berdasarkan hasil simulasi terdapat pada
kecepatan rata-rata perjalanan yang sebelumnya adalah 4,1 km/jam menjadi 11,1
km/jam atau 170,73%. Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan kinerja
persimpangan di Kota Bandung berdasarkan metode Transyt disampaikan pada
Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Rekapitulasi Perbandingan Kinerja Simpang Hasil Optimasi


(Metode TRANSYT)
Simulasi Transyt % perubahan
No. Uraian Satuan
Eksisiting Coordinated
1. Rata-rata tundaan det/smp 462.88 276.04 40.36

TP
2. Panjang Antrian kend 285.98 93.8 67.20
3. Konsumsi Bahan liter 16819.3 5723.2 65.97
Bakar
4. Panjang perjalanan smp-km 14981.8 29789.2 98.84
BS
5. Waktu Kendaraan smp-jam 3619.5 2687.5 25.75
6. Kecepatan Rata-rata km/jam 4,1 11,1 170,73
Sumber : Hasil Analisis
.
IT
D

Bab 5 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung 5-27


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 6
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI KOTA SURABAYA

Pada Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya ini disampaikan


mengenai deskripsi lokasi dan kondisi ATCS yang ada saat ini yang disertai
dengan penjelasan mengenai lembaga pengelolaan dan sumber pendanaanya. Pada
bab ini disampaikan juga mengenai evaluasi penerapan ATCS di wilayah kajian
yang dilihat dari bebagai sisi (lalu lintas, teknologi, kelembagaan dan pendanaan).
Selain hal tersebut pada bab ini disampaikan juga mengenai perbandingan kinerja
ATCS berdasarkan hasil simulasi untuk persimpangan yang sudah terkoordinasi
terhadap persimpangan yang belum terkoordinasi dilihat dari parameter kinerja
lalu lintas yaitu waktu tempuh, tundaan rata-rata dlsb.

6.1 Deskripsi Penerapan ATCS di Kota Surabaya


TP
6.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS di Kota Surabaya
BS
Surabaya sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, saat ini sedang mengalami
perkembangan serta pertumbuhan dalam rangka ikut serta merealisasikan
pembangunan nasional bangsa Indonesia. Seiring dengan laju perkembangan Kota
Surabaya yang semakin meningkat, maka meningkat pula mobilitas penduduknya.
Pertumbuhan penduduk serata peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kota
Surabaya dapat memacu pertumbuhan jumlah kendaraan sebagai sarana
.

transportasi yang mendukung kegiatan serta pergerakan manusia dalam usahanya


IT

memenuhi kebutuhan hidupnya.


Hal ini antara lain yang menyebabkan meningkatnya kepadatan arus lalu lintas
pada daerah daerah- tertentu di Surabaya sehingga banyak terjadi kemacetan
D

terutama pada jam – jam sibuk (busy time). Penyebab kemacetan ini cukup
kompleks. Bila ditinjau dari segi teknis, sebenarnya daya tampung kapasitas jalan
jelas tidak berimbang dengan volume kendaraan, sedangkan dari segi non teknis,
rendahnya dan kekurang patuhan mereka pada disiplin lalu lintas, penggunaan
jalan dalam fungsinya dan area rawan banjir.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas
Perhubungan Kota Surabaya melakukan sebagai usaha antara lain peningkatan
prasarana jalan, drainase serta peningkatan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Namun di berbagai tempat, kemacetan tetap terjadi. Hal ini disebabkan
dipersimpangan yang ada masih terisolasi dan tetap. Padahal beberapa
persimpangan kritis membutuhkan penanganan yang lebih intensif dan lebih baik,
mengingat di persimpangan ini adalah tempat bertemunya beberapa kendaraan
dari beberapa arah pada satu titik.
Untuk mengatasinya, maka pengaturan persimpangan-persimpangan kritis di kota
Surabaya dilakukan dengan teknologi Area Traffic Control System (ATCS). Dasar

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

dari sistem ATCS ini bahwa pengaturan traffic light pada suatu persimpangan
secara langsung berpengaruh terhadap persimpangan berikutnya. Untuk ini
koordinasi antar persimpangan-persimpangan yang membutukan koordinasi
secara langsung dikelompokkan bersama-sama dan dikoordinasikan dengan
kelompok-kelompok lain.
Untuk dapat melakukan semua ini maka ATCS membutukan perangkat komputer
untuk mengatur komunikasi dan koordinasi antara tiap-tiap controller di
persimpangan. Selain itu sistem ini juga dilengkapi dengan peralatan lain pada
pusat kontrol, guna pengaturan komponen sistem ini juga didukung dengan
adanya kamera CCTV untuk memantau daerah-daerah kritis. Informasi visual ini
ditampilkan melalui layar monitor yang terletak dipusat kontrol (Central Control
Room).
Selama ini traffic light Surabaya mengandalkan Area Traffic Control System
(ATCS) untuk menjalankan operasional traffic light. Dalam ATCS, kendaraan
yang berhenti langsung dihubungkan dengan kamera CCTV. Nantinya, hasil
rekaman kamera ini ditayangkan untuk mengontrol kemacetan. Namun, CCTV

TP
memiliki banyak kelemahan, seperti masih berbasis analog, kabelnya rawan
gangguan, dan belum bisa dijadikan dasar pengambilan keputusan manajemen
lalu lintas.
Saat awal berdirinya, alat ini sanggup mengoperasikan 40 traffic light (TL) yang
tersebar di Surabaya, hanya dari tempat berukuran 4 x 5 meter di Gedung
BS
Pemerintah Kota Lantai VI Jl. Jimerto. Namun empat tahun lalu, tinggal 37 TL
yang bisa beroperasi. Ironisnya, ketika semua persimpangan jalan di Surabaya
semakin padat kendaraan, semua TL tidak bisa dikendalikan secara elektrik,
karena server komputer untuk peranti lunak ini rusak berat.
Pada tabel berikut ini disampaikan mengenai data letak lampu lalu lintas yang
.

berada di Kota Surabaya lengkap beserta tahun pemasangan, jenis kontrol dan
IT

jumlah fase untuk wilayah utara, selatan dan timur.


D

Tabel 6.1 Lampu Lalu Lintas Wilayah Utara


Jenis
Tahun Jenis Kontrol Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrol
Pemasangan Lama Fase
Baru
1 Jl. Dupak -Pasar Turi Bubutan Utara 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
2 Jl. Bubutan-Jl. Tembaan Bubutan Utara 1992 SAINCO/ATCS 2.5 fase
3 Jl. Pahlawan-Jl. Pasar Besar Bubutan Utara 1992 SAINCO/ATCS 2.5 fase
4 Jl. Dupak Rukun-Pasar Loak Krembanagan Utara 2005 PLC 2 fase
5 Jl. Demak-Jl. Dupak Krembanagan Utara 1994 PLC CONTRAF 3 fase
6 Jl. Kebon Rojo-Jl. Veteran Krembanagan Utara 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
7 Jl. Gresik-Jl. Demak Krembanagan Utara 1994 CONTRAF PLC 3 fase
8 Jl. Perak-Jl. Rajawali Krembanagan Utara 2003 CONTRAF PLC 4 fase
9 Jl. Semut kali-Jl. Semut baru Pabean Utara 1992 SAINCO/ATCS 4 fase
10 Jl. Pegiriaan-Jl. Petean Semampir Utara 2003 PLC 3 fase
11 Jl. Kembang Jepun-Jl. Pegiriaan Pabean Cantikan Utara 1992 SAINCO/ATCS 3 fase

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.1 Lampu Lalu Lintas Wilayah Utara


Jenis
Tahun Jenis Kontrol Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrol
Pemasangan Lama Fase
Baru
12 Jl. Jagalan-Jl. Pasar besar Pabean Cantikan Utara 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
13 Jl. Tunjungan-Jl. Praban Genteng Utara 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
14 Jl. Kalibutuh-Jl.Semarang Bubutan Utara 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
15 Jl. Blauran-Jl. Praban Bubutan Utara 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
16 Jl. Tanjung sari-Jl. Tandes Suko Manunggal Utara 2005 CONTRAF SAINCO 3 fase
17 Jl. Kupang Jaya-Jl. Ngesong Suko Manunggal Utara 1996 PLC 3 fase
18 Jl. Balongsari-Jl. Balongsari tama Utara 2005 PLC 4 fase
19 Jl. Tidaar-Jl. Arjuno Sawahan Utara 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
20 Jl. Arjuno-Jl. Anjasmoro Sawahan Utara 1992 SAINCO/ATCS FLASHER

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

TP
Tabel 6.2 Lampu Lalu Lintas Wilayah Selatan
Jenis
Tahun Jenis Kontrol Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrol
Pemasangan Lama Fase
Baru

21 Jl. Ciliwung-Jl. Diponegoro Wonokromo Selatan 1992 SAINCO/ATCS 3,5 fase


BS
22 Jl. Kutei-Jl. Diponegoro Wonokromo Selatan 1992 SAINCO/ATCS 4,5 fase
23 Jl. Kutai-Jl. Adityawarman Wonokromo Selatan 1992 SAINCO/ATCS 4 fase
24 Jl. Musi-Jl. Diponegoro Wonokromo Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
25 Jl. Wonokromo-Jembatan MK Wonokromo Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
26 Jl. Jagir-Jl. Wonokromo Wonokromo Selatan 1992 SAINCO/ATCS PLC 2 fase
.

27 Jl. Raya Darmo-Jl. Diponegoro Wonokromo Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase


IT

28 Jl. Darmo Kali-Jl.Bengawan Wonokromo Selatan 2002 CONTRAF 3 fase


29 Jl. Ngagel J S-Jl Upojiwo Wonokromo Selatan 2002 CONTRAF 2 fase
30 Jl. Mayjen Sungkono-TVRI Dukuh Pakis Selatan 1995 CONTRAF SAINCO 2 fase
D

31 Jl. HR Muhammad-Jl. Pakuwon Dukuh Pakis Selatan 2003 CONTRAF PLC 4 fase
32 JL. Rolak-Jl. Gunung sari Dukuh Pakis Selatan 1998 CONTRAF PLC 2 fase
33 Jl. Gajah Mada-Jl. Gunung Sari Dukuh Pakis Selatan 2003 PLC 2 fase
34 Jl. Hayam Wuruk-Jl. Gajah Mada Dukuh Pakis Selatan 2006 PLC 2 fase
35 Jl. Pasara Kupang-Jl. Banyurip Sawahan Selatan 2000 TC 88 PLC 3 fase
36 Jl. Pasar Kembang-Jl. Arjuno Sawahan Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
37 Jl. Embong Malang-Jl. Blauran Sawahan Selatan 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
38 Jl. Margorejo-Jl. A Yani Wonocolo Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
39 JL. Mastrip-Jl. Kedurus Selatan 1995 PLC 3 fase
40 Jl. Margorejo-Jl. Prapen Wonocolo Selatan 1997 PLC 3 fase
41 Jl. Mastrip-Jl. Karang Pilang Karang Pilang Selatan 2006 PLC 2 fase
42 Jl. Kupang Jaya-Jl. Ngesong Suko Manunggal Selatan 1996 PLC 3 fase
43 Jl. Soetomo-Jl. Diponegoro Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS PLC 2 fase
44 Jl.Kartini-Jl. Diponegoro Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2,5 fase
45 Jl. Soetomo-Jl. Raya Darmo Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS 3 fase

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-3


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.2 Lampu Lalu Lintas Wilayah Selatan


Jenis
Tahun Jenis Kontrol Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrol
Pemasangan Lama Fase
Baru

46 Jl. Raya Darmo-Jl. Kartini Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
47 Jl. Kedungdoro-Jl. Kedungsari Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
48 Jl. Dinoyo-B. A. T Tegal Sari Selatan 2002 CONTRAF 2 fase
49 Jl. Ngagel-B. A. T. Tegal Sari Selatan 2002 CONTRAF 2 fase
50 Jl. Jaksa A. S-Jl. Ambengan Genteng Selatan 1992 SAINCO/ATCS 4 fase
51 Jl. M. Sungkono-Jl. Darmo Satelit Suko Manunggal Selatan 2002 CONTRAF SAINCO 4 fase
52 Jl. Darmo Satelit-Bunderan Suko Manunggal Selatan 2002 CONTRAF 4 fase
53 Jl. Sulawesi-Jl. Ngegel Gubeng Selatan 1995 PLC 3 fase

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.3 Lampu Lalu Lintas Wilayah Timur

TP
Jenis
Tahun Jenis Kontrl Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrol
Pemasangan Lama Fase
Baru
54 Jl. Kendang sari-Jl. J. Handayani Tenggilis Mejoyo Timur 1996 PLC 3 fase
55 Jl. Jemur Sari-Jl. J. Handayani Tenggilis Mejoyo Timur 1997 PLC 3 fase
BS
56 Jl. Jemur Sari-Jl. Prapen Tenggilis Mejoyo Timur 1997 PLC 2 fase
57 Jl. Nginden-Jl. Panjang Jiwo Tenggilis Mejoyo Timur 1996 PLC 3 fase
58 Jl. Kedung baruk-Jl. Kali Rungkut Rungkut Timur 1994 PLC 2 fase
59 Jl. R. Kecamatan-Jl. Kali Rungkut Rungkut Timur 1996 PLC 2 fase
60 Jl. Yakaya-Jl. Rungkut M. T Gunung Anyar Timur 1995 PLC 4 fase
.

61 Jl. Tambah Rejo-Jl. K. Krampung Tambak Sari Timur 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
IT

62 Jl. Barata-Jl. Bratang Binangun Gubeng Timur 1994 PLC 4 fase


63 Jl. Ngagel J. S-Jl. Bratang Gubeng Timur 1997 PLC SAINCO 3 fase
64 Jl. Ngagel J. S-UBAYA Gubeng Timur 1997 PLC SAINCO 3 fase
D

65 Jl. Ngagel Madya-Jl. Ngagel J. T Gubeng Timur 1997 PLC 4 fase


66 Jl. Ngagel Jaya-Jl. Ngagel J.S Gubeng Timur 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
67 Jl. Ngagel Jaya-Jl. Ngagel J.U Gubeng Timur 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
68 Jl. Manyar-Jl. Kertajaya Gubeng Timur 2000 CONTRAF PLC 4 fase
69 Jl. Kertajaya-Jl. Darmawangsa Gubeng Timur 1992 SAINCO/ATCS 3,5 fase
70 Jl. Darmawangsa-Jl Airlangga Gubeng Timur 2000 CONTRAF PLC 3 fase
71 Jl. Karangmenjangan-Jl. Airlangga Gubeng Timur 2000 TC 88 3 fase
72 Jl. Karangmenjangan-Jl. Mustopo Gubeng Timur 2000 PLC 3 fase
73 Jl. Darma Husada-Jl. Mustopo Gubeng Timur 2000 PLC CONTRAF 4 fase
74 Jl. Gubeng-Jl. Pemuda Gubeng Timur 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
75 Jl. Semolowaru-Jl. Bratang Sukolilo Timur 1997 PLC 3 fase
76 Jl. Arif Rahman Hakim-ITATS Sukolilo Timur 2000 TC 88 PLC 4 fase
77 Jl. Arif Rahman Hakim-Jl. Klampis Sukolilo Timur 2006 PLC 3 fase
78 Jl. Kertajaya Indah-GALAXI (kampus C) Mulyorejo Timur 1999 CONTRAF PLC 4 fase

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-4


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.3 Lampu Lalu Lintas Wilayah Timur


Jenis
Tahun Jenis Kontrl Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrol
Pemasangan Lama Fase
Baru
79 Jl. Pucang anom-Jl. Pucang Anom Tmr Kenjeran Timur 2003 PLC 3 fase
80 Jl. Kenjeran-Makam Rangkah Kenjeran Timur 2003 CONTRAF 2,5 fase
81 Jl. Kenjeran-Jl. Kaliondo Kenjeran Timur 2003 CONTRAF 3 fase
82 Jl. Tenggilis-Jl. Kendangsari Tenggilis Mejoyo Timur 2007 PLC 4 fase
83 Jl. Kertajaya Indah-GALAXI (kampus C) Kertajaya Timur 2005 CONTRAF PLC 4 fase
84 Jl. Mulyorejo-MERR II Mulyorejo Timur 2007 PLC 4 fase
85 Jl. Wijaya K-Jl. Ambengan Genteng Timur 2000 PLC 3 fase
86 Jl. Ambengan-Jl. Kusuma Bangsa Genteng Timur 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
87 Jl. Pecindilan-Jl. Pengampon Simokerto Timur 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
88 Jl. Kapasan-Jl. Kenjeran Simokerto Timur 1992 SAINCO/ATCS 4 fase
89 Jl. Ngaglik-Jl. Kapasari Simokerto Timur 1992 SAINCO/ATCS 3 fase

TP
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.4 Lampu Lalu Lintas Pemerintah Provinsi Jawa Timur


BS
Jenis Jenis
Tahun Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrl Kontrl
Pemasangan Fase
Lama Baru

1 Jl. Kalijudan-Jl. Kenjeran Kenjeran Timur 2005 Contraf 2 fase


2 Jl. Putro Agung-Jl. Kapas Krampung Tambak Rejo Timur 2005 Contraf 3 fase

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya


.
IT

Tabel 6.5 Lampu Lalu Lintas Non Pemerintah (Swasta)


Jenis Jenis
Tahun Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrl Kontrl
D

Pemasangan Fase
Lama Baru

1 Jl. Raya Tandes (Tol Tandes) Tandes Barat 2006 Contraf 3 fase
2 Jl. Raya Mastrip-Jl. Gunung Sari (Tol) Karang Pilang Selatan 2001 Contraf 3 fase
3 Jl. Raya Dupak (Depan PGS) Bubutan Utara 2007 PLC 2 fase

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.6 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Utara


No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah Tahun Pemasangan Jenis Kontroller

1 Jl. Simokerto/Jl. Sidotopo Semampir Utara 1997 MANUAL


2 Jl. Rajawali-SLTPN 5 Surabaya Krembangan Utara 1997 PLC
3 Jl. Indrapura-TA'MIRIYAH Krembangan Utara 1997 PLC
4 Jl. Indrapura-RS Kelamin Krembangan Utara 1997 PLC
5 Jl. Raya Demak Krembangan Utara 2006 PLC

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-5


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.6 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Utara


No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah Tahun Pemasangan Jenis Kontroller

6 Jl. Raya Demak (SDN Tembok Dukuh) Krembangan Utara 2007 PLC
7 Jl. Indrapura (SDN Krembangan) Krembangan Utara 2007 PLC
8 Jl. Banjar Sugian Tandes Utara 2007 PLC

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.7 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Pusat


Tahun
No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah Jenis Kontroller
Pemasangan

9 Jl. Undaan Genteng Pusat 1996 PLC


10 Jl. Kapasan Simokerto Pusat 1997 PLC
11 Jl. Dupak Bubutan Pusat 1999 PLC
12 Jl. P. Sudirman-Karapan Sapi Gubeng Pusat 1997 PLC

TP
13 Jl. P. Sudirman-Surabaya Post Gubeng Pusat 1997 PLC
14 Jl. Tambak Sari Simokerto Pusat 2006 PLC

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya


BS
Tabel 6.8 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Barat
Tahun
No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah Jenis Kontroller
Pemasangan

15 Jl. Basuki Rahmat-Gramedia Tegal Sari Barat 1997 PLC


16 Jl. Embong Malang Tegal Sari Barat 1998 PLC
.

17 Jl. Tunjungan Genteng Barat 1998 PLC


IT

18 Jl. Bubutan Bubutan Barat 1997 PLC


19 Jl. Gemblongan Bubutan Barat 1997 MANUAL

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya


D

Tabel 6.9 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Timur


Tahun
No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah Jenis Kontroller
Pemasangan

20 Jl. Darmawangsa Gubeng Timur 1998 PLC


21 Jl. Karangmenjangan Gubeng Timur 1997 MANUAL
22 Jl. Biliton Gubeng Timur 1997 PLC
23 Jl. Raya Gubeng Gubeng Timur 1997 PLC
24 Jl. Kps. Krampung-T. Rejo Tambak Sari Timur 2005 PLC

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-6


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.10 Pedestrian Crossing Traffic Light Wilayah Selatan


Tahun Jenis
No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah
Pemasangan Kontroller

25 Jl. Kedurus Karang Pilang Selatan 1997 PLC


26 Jl. A. Yani Wonokromo Selatan 2005 PLC
27 Jl. Ry. Prapen Selatan 2006 PLC
28 Jl. Rungkut Pondok Candra Rungkut Selatan 2007 PLC
29 Jl. Jagir Wonokromo Selatan 1995 MANUAL

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Tabel 6.11 Pedestrian Crossing Traffic Light Non Pemerintah (Swasta)


Tahun Jenis
No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah
Pemasangan Kontroller

1 Jl. Perak Barat (Depan Mujahidin) Utara 2006

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

No. Nama Jalan


TP
Tabel 6.12 Lampu Lalulintas/Warning Light Wilayah Timur, Barat, Utara, Selatan
Kecamatan Wilayah
Tahun
Pemasangan
Jenis Kontroller
BS
1 Jl. Sono Kembang-Jl. Kayon Gubeng Timur 1998 MANUAL
2 Jl. Gubeng-Jl. Pemuda Genteng Pusat 1995 PLC
3 Jl. Walikota Mustajab Genteng Pusat 1998 FLASHER
4 Jl. Raya Menganti (PMK) Selatan 2006 FLASHER
5 Jl. Gayung Sari (Masjid Agung) Selatan 2005 PLC
.

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya


IT

Tabel 6.13 Kamera CCTV ATCS Wilayah Timur, Barat, Utara, Selatan
D

Tahun
No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah Jenis Merk
Pemasangan

1 Jl. Ngagel J. S-Jl. Ngagel Jaya Gubeng Timur 1992 GRUNDIG


2 Jl. Kertajaya-Jl. Darmawangsa Gubeng Timur 1992 GRUNDIG
3 Jl. Kapasari-Jl. Ngaglik Simokerto Pusat 1992 GRUNDIG
4 Jl. Pahlawan-Jl. Pasara Besar Bubutan Pusat 1992 GRUNDIG
5 Jl. Semarang- Jl. Dupak Bubutan Pusat 1992 GRUNDIG
6 Jl. Tunjungan-Jl.Praban Genteng Pusat 1992 GRUNDIG
7 Jl. Raya Darmo-Jl. Sutomo Tegal Sari Pusat 1992 GRUNDIG
8 Jl. Raya Darmo-Jl. Diponegoro Wonokromo Selatan 1992 GRUNDIG
9 Jl. Pasar Kembang-Jl. Kedungdoro Sawahan Selatan 1992 GRUNDIG
10 Jl. Embong Malang-Jl. Blauran Sawahan Selatan 1992 GRUNDIG

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-7


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Di Surabaya terdapat puluhan traffic light yang terdiri dari traffic light bekas
ATCS, traffic light berbassis PLC dan traffic light penyeberangan dan berikut ini
pada Tabel 6.14 disampaikan kondisi terakhir traffic light yang terpasang di
Surabaya

Tabel 6.14 Kondisi Terakhir Traffic Light di Kota Surabaya


No Parameter Status Keterangan
1 Fungsi Traffic Rata-rata berfungsi dengan Termasuk aplikasi
Light baik countdown timer
2 Fungsi ATCS Tidak berfungsi: tanpa Loop sensor hanya pernah
adanya sensor traffic atau ada di sistem SAINCO,
memang bukan TL ATCS habis tetapi tidak
dari awal diperbaharui karena sensor
tertimbun aspal

TP
3 Transmisi Ex ATCS menggunakan Non ATCS menggunakan
untuk kendali kendali coaxial yang di pemrograman PLC in situ
TL tanam di dalam tanah
4 Traffic Light Sebagian besar masih Penggunaan kontroler ATCS
BS
ATCS mengacu pada sistem lama harus ditelaah lagi,
Controller ATCS lama, kecuali system karena kemungkinan di
baru yang berdasar pada upgrade sangat kecil,
penggunaan PLC sebagai sedangkan system PLC
kontroler kemungkinan besar masih
dapat di upgrade
.

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya


IT

Berdasarkan hasil wawancara terhadap instansi terkait, dimana dalam hal ini
adalah Dinas Perhubungan Kota Surabaya yang menyampaikan bahwa system
D

ATCS SAINCO harus diganti dikarenakan produsen SAINCO (Spanyol) sudah


tidak produksi lagi sehingga suku cadang susah didapatkan, dan mereka
menyarankan untuk ATCS yang baru haruslah kompatible dan mudah di upgrade.
Mereka sudah percaya akan kehandalan PLC sebagai Kontrol, dan mereka sudah
bekerjasama dengan ITS dan Universitas Petra untuk masalah ATCS. Ada wacana
membangun wireless backbone atau bekerjasama dengan bapetikom sebagai
pemilik backbone yang sudah ada dan penambahan beberapa VMS (Variable
Moving Sign)

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-8


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Central Control Room


(lantai 6 pemkot Jimerto)

Zone Control 1 Zone Control 2


(Kartini) (Gubeng)

LCS LCS LCS LCS


1 n 1 n

Gambar 6.1 Disain Arsitektur Sistem ATCS Surabaya

Keterangan
LCS: Local Control System

TP
1. Sejumlah 43 persimpangan terpasang sistem ATCS merek SAINCO dan
BS
10 persimpangan terpasang CCTV merek Grundig. ATCS SAINCO
diresmikan pemakaiannya sejak tahun 1992.
2. Semua sistem SAINCO terpasang loop detector
3. Pada saat pemasangan loop detector ditanam di kedalaman 5 cm dari
permukaan jalan sehingga sekarang diperkirakan tidak berfungsi lagi
karena sudah terjadi beberapa kali proyek penebalan aspal (overlays)
.

4. Beberapa fitur ATCS SAINCO menurut teknisi:


IT

a. Operator dapat melakukan sinkronisasi antar persimpangan,


b. Operator dapat mengetahui apabila terjadi bohlam putus,
c. Operator dapat merubah durasi nyala lampu,
d. Operator dapat mengetahui data kepadatan kendaraan.
D

5. Fitur yang sampai sekarang masih berfungsi adalah CCTV di 3 wilayah


yaitu persimpangan Kapasari - Gembong, persimpangan Tugu Pahlawan
dan persimpangan Kertajaya. ATCS SAINCO hanya bisa difungsikan
sebagai traffic light saja dan berdiri sendiri (non integrated). Di CCR
monitor CCTV yang semula CRT sudah diganti dengan 6 buah LCD
Samsung 32”. Hal ini dikarenakan beberapa kabel komunikasi yang
tertanam putus akibat proyek penggalian lain. Tidak adanya koordinasi
antara dinas pemkot perhubungan yang membawahi ATCS dengan dinas
lain menjadi salah satu penyebab rusaknya komunikasi ATCS.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-9


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.15 Detail Sistem ATCS SAINCO TRAFFICO S.A


No Unit Sub Unit Keterangan
1 LCS Loop detector
Disel DT-2IN Sensor signal conditioning
TGTX 201 card Driver ampu lalu lintas
PMP 209 card Secondary Microprocessor
PBTX 206 card Control Bus Group
TEEX 204 card Input Disel DT-2IN
CGX 202/2-1 card Control Group
TESX 203 card Input Output
FAX 210-1 card Power Supply
TCPU 68 Primary Microprocessor
2 Zona Control MSY 266 card Secondary Microprocessor

TP
FAY card Power Supply
MPY 265 card Main Processor Card
M4Y 280 card FSK Modem Communication
TLCY 302 card Current Loop Communication Card
BS
3 CCRoom Modem UM4C Abengoa SAINCO
Printer TRAFFICO
Monitor MICROVAX 3800
PTZ control Samsung 32”
.

Wall map Grundig


IT

4 Software CMY
D

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Informasi Pendukung:
- Prosesor SAINCO berbasis motorola MC6800(mikrokontroler cukup tua
dan Card-card tersusun dari IC TTL seri 74LSXXX
- Komunikasi LCS ke Zona Control menggunakan TLCY 302 card, yaitu
komunikasi serial arus 0-20mA
- Komunikasi Zona Control ke CCRoom menggunakan M4Y 280 card,
yaitu komunikasi FS

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-10


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

TP
. BS

Gambar 6.2 LCS dan Card Penyusunnya


IT

6.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS di Kota Surabaya


D

Sama halnya dengan ATCS di Provinsi DKI Jakarta dan Kota Bandung, untuk
ATCS di Kota Surabaya dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya yaitu Dinas
Perhubungan Kota Surabaya di Bidang Lalu Lintas Seksi Rekayasa Lalu Lintas.
Untuk alokasi sumber daya manusia pengelolaan ATCS di Kota Surabaya
menunjukkan bahwa untuk kondisi saat ini untuk teknisi lapangan dan teknisi di
control room kekurangan sumber daya, sementara untuk tenaga ahli manajemen
lalu lintas kebutuhannya sudah memadai.
Untuk kelembagaan belum terdapat rencana/kegiatan pengembangan
pengelolaannya, dimana karena untuk kelembagaan yang ada saat ini sudah cukup
memadai.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-11


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Kota Surabaya


Hal yang sama juga terjadi pada sumber pendanaan, untuk biaya pemeliharaan
ATCS pada kondisi saat ini menggunakan APBD Kota Surabaya dengan biaya
sangat terbatas sehingga sangat mempengaruhi kinerja dari ATCS, dan terbukti
pada panjangnya antrian kendaraan di persimpangan terutama pada jam sibuk

Biaya Pemeliharaan ATCS dan Non ATCS

1.000 904
816

800
590

600 494
(Juta)

400 260

200

-
2004 2005

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya


TP 2006 2007 2008
BS
Gambar 6.3. Biaya Pemeliharaan ATCS dan Non ATCS
.
IT
D

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-12


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

KEPALA DINAS
PERHUBUNGAN

JABATAN FUNGSIONAL BAGIAN TATA USAHA

P
SUB BAGIAN
SUB BAGIAN UMUM
KEPEGAWAIAN
Pengelolaan ATCS

ST
BIDANG SARANA DAN BIDANG PENGENDALIAN
BIDANG LALU LINTAS BIDANG ANGKUTAN
PRASARANA DAN OPERASIONAL

.B
SEKSI MANAJEMEN LALU
SEKSI PENGEMBANGAN SEKSI ANGKUTAN DARAT SEKSI KETERTIBAN
LINTAS

SEKSI PEMELIHARAAN
IT SEKSI REKAYASA LALU
LINTAS
SEKSI ANGKUTAN LAUT
DAN UDARA
SEKSI BIMBINGAN
KESELAMATAN
D
UPTD

Gambar 6.4 Struktur Organisasi Dinas Perhubungan Kota Surabaya

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-13


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya


6.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi
Hal yang sama juga untuk evaluasi penerapan ATCS di Kota Surabaya, dari sisi
teknologi dilakukan berdasarkan 5 komponen utama ATCS yang meliputi
sensor/detektor loop dan controller, network link (communication link & signal
link), software aplikasi CC room, hardware CC room (server, workstation,
wallmap) dan CCTV.
Hasil evaluasi terhadap sensor/detektor loop dan controller menunjukkan bahwa
sensor/detektor loop dipasang di 43 simpang, banyak yang tidak berfungsi karena
terkena overlay atau patahan tanah, sementara itu untuk controllernya sebagian
telah rusak akibat usia teknis yang menurun dan pada umumnya berbasis PLC
atau micro controller yang kaku dari sisi pengembangan sistem. Sebagai alternatif
solusinya adalah perlu diperbaiki/diganti dengan sensor/detektor loop yang baru,
dan kemungkinannya iganti secara bertahap dengan sensor kamera, sedangkan
untuk controllernya perlu dilakukan modifikasi Controller agar sedapat mungkin.

TP
Evaluasi terhadap network link (communication link & signal link) menunjukkan
bahwa kondisi saat ini hanya terdapat beberapa simpang yang terkoneksi, dan
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
BS
maupun pengrusakan (vandalism). Sebagai solusinya terdapat 2 alternatif yang
meliputi pergantian dengan yang baru atau dengan mengunakan teknologi
wireless.
Untuk software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak adanya backup master aplikasi dan kurang
.

lengkapnya dokumentasi aplikasi. Untuk mengatasi permasalah tersebut sebagai


IT

alternatifnya adalah memperbaiki aplikasi yang ada/mengganti total aplikasi atau


mengembangkan versi yang baru secara bertahap.
D

Kondisi saat ini yang terdapat pada hardware CC Room (server, workstation,
wallmap) menunjukkan beberapa permasalahan yang meliputi:
- Server shutdown
- Tidak ada backup operating system
- Wallmap tidak berfungsi dan statis
Sebagai alternatif solusinya adalah dapat dilakukan dengan memeriksa fungsi
setiap komponen atau mengembangkan control center sebagai NOC (Network
Operation Center) tersendiri yang berbasis TCP/IP.
Hasil evaluasi pada komponen CCTV menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat
ini dari 10 kamera terpasang, hanya 3 yang masih berfungsi. Sementara itu untuk
PTZ Control tidak berfungsi karena motor yang sudah aus dan kondisi sistem
perekaman hanya menggunakan pita. Oleh karena itu sebagai langkah alternatif
solusinya dapat dilakukan dengan memperbaiki dan meng-upgrade unit kamera
dengan mengganti lensa dan motor. Sebagai alternatif lainnya dapat dilakukan

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-14


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

dengan cara menambah interface berupa konverter ADC (Analog to Digital


Converter) agar dapat menjadi IP based Camera.
Untuk setiap alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan ke 5 komponen
utama tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan, dimana untuk gambaran
lebih detailnya disampaikan pada Tabel 6.16.

TP
. BS
IT
D

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-15


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
1. Sensor/detektor Loop dan - Sensor/detektor loop Diperbaiki/diganti dengan Tanpa modifikasi sistem - Sering terulang kasus
Controller dipasang di 43 simpang, sensor/detektor loop yang yang sama pada saat ada
banyak yang tidak baru overlay jalan
berfungsi karena terkena - Kesulitan

P
dalam
overlay atau patahan tanah pengadaan sparepart dan
- Controller sebagian telah belum tentu cocok

ST
rusak akibat usia teknis interfacing-nya
yang menurun
Modifikasi Controller agar - Lebih fleksibel dan up to - Tidak seluruh Controller
- Controller pada umumnya sedapat mungkin berbasis IP date untuk dilakukan memungkinkan
berbasis PLC atau micro pengembangan (ekspansi) dimodifikasi karena
controller yang kaku dari sistem alasan teknis khusus dari
sisi pengembangan sistem

.B
- Instalasi sistem menjadi masing-masing produk
lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
Diganti secara bertahap - Instalasi sistem menjadi Perlu perangkat tambahan
IT dengan sensor kamera lebih mudah
- Perawatan lebih sederhana
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
dan murah
D
- Tidak terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Kondisi jalan bisa teramati
secara visual
- Lebih ekonomis karena
menggunakan kamera
yang juga berfungsi
sebagai surveillance

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-16


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
- Mampu memberi data
kualitatif (visual situasi
jalan) serta kuantitatif
(jumlah dan kategori

P
kendaraan)
2. Network Link - Kualitas hantaran Memperbaiki/menambah Tanpa modifikasi sistem - Perlu waktu yang lama

ST
(Communication Link & (conductivity) menurun wireline yang terputus untuk mencari kerusakan
Signal Link) akibat kabel sudah wear dan/atau mengganti modem jaringan
out (usang) yang rusak - Perawatan lebih sulit dan
- Koneksi antara Control ada konsekuensi biaya
Center dan Controller
terputus karena kabel
Mengganti communication - Instalasi lebih mudah - Perlu perangkat tambahan

.B
link secara bertahap dengan - Perawatan lebih sederhana untuk interfacing dengan
tembaga terkena galian
sistem wireless dan relatif murah karena sistem eksisting
- Perangkat/modul modem
sering rusak karena modular - Gangguan interferensi,
menurunnya usia teknis - Kerusakan bisa dilokalisir bisa diatasi dengan
IT dengan mudah membuat jalur frekuensi
khusus untuk ATCS
- Berpotensi terkena
sambaran petir, bisa
diatasi dengan membuat
D
penangkal petir dan
sistem grounding yang
baik
3. Software Aplikasi CC Room - Terjadi kerusakan Memperbaiki aplikasi yang Biaya pengembangan lebih - Diperlukan program
sehingga sistem tidak bisa ada murah sumber (source file),
dijalankan setidaknya library file dan
object file

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-17


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
- Tidak ada backup master - Ketergantungan pada
aplikasi keandalan perangkat keras
- Tidak lengkapnya yang ada, lazimnya sudah
dokumentasi aplikasi obsolete

P
- Sistem secara keseluruhan - Trial & error dilakukan
sudah tidak adaptif lagi pada komputer yang ada,
tidak dapat secara dummy

ST
karena degradasi peralatan
baik yang ada di simpang sehingga berpotensi
maupun CC Room mengganggu sistem
Mengembangkan versi yang - Penambahan fitur-fitur - Diperlukan waktu
baru secara bertahap baru yang lebih kaya pengembangan aplikasi
menuju ITS

.B
- Kompatibilitas dengan
- Down sizing dari sisi controller, wallmap, dan
komponen sistem, workstation tidak bisa
mereduksi sensor/detector dijamin
loop, traffic counter, dan - Biaya pengembangan
controller
IT - IP based system, lebih
fleksibel
yang relatif moderat
- Bisa berdampak pada
penggantian sistem
- Lebih fleksibel dan up to menjadi NOC yang
D
date untuk pengembangan berbasis TCP/IP (LAN)
(ekspansi) sistem

4. Hardware CC Room (Server, - Server shutdown Memeriksa fungsi setiap Tidak harus beli bila ternyata - Diperlukan operating &
Workstation, Wallmap) - Tidak ada backup komponen komponen yang diperiksa maintenance manual,
operating system masih layak operasi lazimnya sudah tidak ada
- Ketergantungan yang

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-18


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
- Wallmap tidak berfungsi tinggi pada vendor
dan statis eksisting yang pada
akhirnya berpotensi
mempengaruhi biaya

P
- Dukungan spare part yang
sangat terbatas mengingat
komponen yang ada sudah

ST
tua
- Mengganggu operasi bila
sistem yang dipasang
tidak redundant
- Lebih fleksibel dan up to - Biaya

.B
Mengembangkan Control pengembangan
Center sebagai NOC date untuk dilakukan yang relatif moderat guna
(Network Operation Center) pengembangan (ekspansi) membangun LAN
tersendiri yang berbasis sistem - Kompatibilitas dengan
TCP/IP - Mendukung standarisasi hardware yang ada, versi
IT sistem menuju "Open
System"
baru membutuhkan
spesifikasi hardware yang
lebih tinggi tetapi
- IP based system, lebih
fleksibel teknologinya state-of-the-
D
art
5. CCTV - Dari 10 kamera terpasang, Memperbaiki dan meng- Lebih ekonomis bila spare Menjadi tidak ekonomis bila
hanya 3 yang masih upgrade unit kamera dengan part-nya masih ada spare part/komponennya
berfungsi mengganti lensa dan motor sudah diskontinyu
- PTZ Control tidak Menambah interface berupa - Fleksibilitas - Tidak seluruh CCTV
berfungsi karena motor konverter ADC (Analog to pengembangan sistem aksisting dapat
yang sudah aus Digital Converter) agar dapat lebih baik dimodifikasi karena
- Sistem perekaman menjadi IP based Camera - Perawatan sistem lebih alasan teknis

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-19


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.16 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Teknologi


No. Komponen Utama Kondisi Eksisting Alternatif Solusi Kelebihan (+) Kelemahan (-)
menggunakan pita sederhana - Mengganti komputer pada
CC Room yang
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP

P
Mengganti dengan IP Camera - Fleksibilitas - Biaya yang relatif
secara bertahap pengembangan sistem moderat

ST
lebih baik - Mengganti komputer pada
- Pengaturan dan perawatan CC Room yang
lebih mudah mendukung komunikasi
- Mendukung standarisasi berbasis TCP/IP
sistem berbasis TCP/IP - Mengganti software pada

.B
dan dapat breinterface komputer di CC Room
dengan perangkat wireless bila ingin berfungsi
- Siap dikoneksikan dengan sebagai sensor dan
sistem ATCS generasi terintegrasi dengan TL
IT terbaru
D

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-20


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan


Untuk evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan ini dibagi berdasarkan 5
bagian/fungsinya yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan
dan evaluasi. Hasil evaluasi pengorganisasian menunjukkan bahwa untuk ATCS
Surabaya ini dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya, dalam hal ini adalah dinas
perhubungannya dibawah bagian rekayasa lalu lintas. Sementara permasalahan
yang ada adalah Deskripsi mengenai pengorganisasian dalam pengelolaan ATCS
belum terjelaskan dengan baik, oleh karena itu perlu perkuatan dalam unit
pengelolaan ATCS, khususnya dalam koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi
operasional.
Dari sisi pengoperasian menunjukkan bahwa dalam pelaksanannya teknisi control
room dan petugas lapangan sudah mencukupi, sedangkan tenaga ahli manajemen
lalu lintas masih kurang, sedangkan permasalahannya adalah fungsi pendataan
(data logging) kurang optimal beserta pengambilan keputusan dalam menanggapi
kondisi lapangan terhambat. Oleh karena itu dalam mengatasi hal tersebut
terdapat beberapa alternatif solusi yang meliputi perlunya pelatihan untuk

TP
peningkatan kompetensi SDM dengan penjadwalan, pengawasan dan
kepemimpinan termasuk kedalam training. Selain hal tersebut juga diperlukan
rentang karir yang cukup panjang di dalam struktur organisasi pengelola ATCS.
Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah
sumber dana APBD tidak pasti dan jumlahnya semakin terbatas beserta
BS
dampaknya terhadap kondisi di lapangan yaitu jumlah kerusakan cukup banyak
dan frekuensinya cukup sering. Oleh karena itu dalam mengatasi hal tersebut
diperlukannya alternatif sumber dana dan dukungan dari masyarakat/pengambil
keputusan.
Dari sisi evaluasi terjadi permasalahan yaitu dalam optimalisasi pemanfaatan dan
.

skema pengembangan sistem belum terdefinisi, namun untuk mengatasi hal


IT

tersebut pemerintah Surabaya melakukan kajian pengembangan dengan


melibatkan pihak konsultan.
Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan
D

untuk wilayah studi Kota Surabaya ini disampaikan pada Tabel 6.17, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengelolaan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 6.18.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-21


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.17 Evaluasi Penerapan ATCS dari Sisi Pengelolaan


Bagian/Fungsi Pelaksanaan Permasalahan Alternatif Solusi
Pengorganisasian Dikelola oleh Bidang Lalu Lintas Seksi Deskripsi mengenai pengorganisasian Perlu perkuatan dalam unit pengelolaan
Rekayasa Lalu Lintas (Dishub Kota dalam pengelolaan ATCS belum ATCS, khususnya dalam koordinasi
Surabaya) terjelaskan dengan baik pelaksanaan fungsi-fungsi operasional

P
Pengoperasian Teknisi control room dan petugas - Fungsi pendataan (data logging) - Perlu pelatihan untuk peningkatan
lapangan sudah mencukupi, sedangkan kurang optimal kompetensi SDM
tenaga ahli manajemen lalu lintas - Pengambilan keputusan dalam - Penjadwalan, pengawasan dan

ST
masih kurang menanggapi kondisi lapangan kepemimpinan termasuk kedalam
terhambat training
- Perlu rentang karir yang cukup
panjang di dalam struktur organisasi
pengelola ATCS

.B
Pemeliharaan Operasional dan pemeliharaan dari - Sumber dana APBD tidak pasti dan Kondisi saat ini frekuensi dan jumlah
APBD jumlahnya semakin terbatas kerusakan cukup tinggi, sehingga tidak
- Jumlah kerusakan cukup banyak dan memadai jika hanya ditangani dengan
frekuensinya cukup sering dana dan tenaga eksisting (skala
IT kegiatan sudah berubah menjadi
rehabilitasi)

Evaluasi Definisi fungsi evaluasi dan alokasi Optimalisasi pemanfaatan dan skema Sedang dilakukan kajian
D
SDM untuk kegiatan ini belum tersedia pengembangan sistem belum terdefinisi pengembangan dengan melibatkan
dengan cukup memadai pihak konsultan

Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-22


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.18 Benchmarking Pengelolaan ATCS


Lokasi Kota/Area Populasi Ukuran TMC JumlahTraffic Signal Staff
Los Angeles, CA ATSAC 3.700.000 5.500 sq ft 2912 7 transportation engginer, 1 supervisor, 2 systems
analyst, 1 graphic designer, 1 traffic signal
electrician, 1 secretary
Miami, Dade County, FL 2.200.000 5.000 sq ft 2020 13 pekerja

P
San Antonio TX 1.100.000 6.000 sq ft 765 1 engginer, 3 technicians
Las Vegas NV: Las Vegas 1.500.000 2.500 sq ft 700 4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4

ST
Area Computer Traffic (Covers Clark County) posisi maintenance
System (LVACTS)
Atlanta, GA 416.000 2.300 sq ft 650 Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior
operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)

.B
Albuquerque, NM 449.000 800 sq ft 650 4 pekerja (2 engginer)
Denver, CO 555.000 2.800 sq ft 450 No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more
during special events
Seatle WA 600.000 1.420 sq ft 432 1 supervisor dan 2 operator
Phoenix, AZ 1.300.000 IT 1.500 sq ft 400 1 supervisor dan 4 technician
Boston, MA 590.000 2.500 sq ft 320 7-8 pekerja
Renton, WA 53.000 700 sq ft 96 Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat
mengakomodasi sampai dengan 2 full time
D
anggota staff
Redmond,WA 48,000 800-1400 sq ft (sedang 25 sedang dalam masa Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
dalam masa konstruksi) konstruksi shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area
Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-23


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas


6.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI)
Untuk melakukan evaluasi penerapan ATCS di Kota Surabaya dari sisi lalu
lintasnya dilakukan pengumpulan data dengan pengambilan sampel di 5 lokasi
persimpangan di ruas jalan utama yang meliputi persimpangan Jl. Dipenogoro –
Kebun Binatang, Jl. Dipenogoro – Jl. Ciliwung, Jl. Dipenogoro – Jl. Kutei, Jl.
Dipenogoro – Jl. Dr Sutomo dan Jl. Dipenogoro – Jl. RA Kartini. Hasil survey
dilapangan menunjukkan bahwa dari 5 lokasi simpang tersebut terdiri dari 3
persimpangan dengan tiga lengan dan 2 persimpangan dengan empat lengan,
sedangkan untuk kondisi geometriknya lebar jalan di persimpangan Kota
Surabaya rata-rata cukup besar, dimana jumlah lajurnya antara 2 - 3 lajur/arah.
Pada jumlah fasenya antara 2 s/d 3 fase dan untuk lebih detailnya disampaikan
didalam Lampiran. Untuk lebih jelas mengenai lokasi studi persimpangan yang
ATCS di Kota Surabaya tersebut disampaikan pada gambar dibawah ini.

TP
BS
Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
Jl. RA Kartini

Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
DR. Sutomo
.
IT

Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
Jl. Kutei
D

Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
Jl. Ciliwung

Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
Kebun Binatang

Gambar 6.5 Lokasi Studi Persimpangan ATCS di Kota Surabaya

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-24


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.19 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
No. Nama Ruas/Segmen Panjang Ruas Volume Lalu Lintas Kapasitas Ruas VC Ratio Kecepatan (km/jam)
(km) (smp/jam) (smp/jam)
1. Jl. Dipenogoro
0,4 6103 2331 0,92 23
(Kebun Binatang– Jl.Ciliwung)

P
2. Jl. Dipenogoro
0,27 2954 1502 1,19 21
(Jl.Ciliwung- Jl.Kutei)

ST
3. Jl. Dipenogoro
0,65 12452 2374 1,412 20
(Jl.Kutei-Jl.Dr.Sutomo)
4. Jl. Dipenogoro
0,81 6058 1501 1,12 21
(Jl.Dr.Sutomo-Jl.Kartini)

.B
Sumber : Hasil Analisis

IT
D

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-25


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.20 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)
No. Nama Persimpangan Jarak Antar Volume Lalu Waktu Siklus Jumlah Fase Kapasitas DS Panjang Tundaan
Simpang Lintas (Det) (smp/Jam) Antrian (det/smp)
(km) (smp/Jam) (m)
1. Jl. Dipenogoro - Kebun
6103 117 2 2331 0,92 86 1912

P
Binatang
2. Jl. Dipenogoro - Jl.
0,4 4789 126 3 1824 0,78 131 277
Ciliwung

ST
3. Jl. Dipenogoro - Jl. Kutei 0,27 5294 132 3 1502 1,19 98 930
4. Jl. Dipenogoro - Jl.
0,65 12452 87 2 2374 1,412 125 923
Dr.Sutomo
5. Jl. Dipenogoro - Jl. RA.
0,81 6058 98 3 1501 1,12 108 2160

.B
Kartini
Sumber : Hasil Analisis

IT
D

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-26


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Seperti halnya pada lokasi kajian sebelumnya, di lokasi kajian kota Surabaya juga
dilakukan analisis perhitungan kinerja persimpangan pada lima persimpangan
yang meliputi persimpangan Jl. Diponegoro – Kebun Binatang, Jl. Diponegoro –
Jl. Ciliwung, Jl. Diponegoro – Jl. Kutei, Jl. Diponegoro – Jl. Soetomo dan Jl.
Diponegoro – Jl. RA Kartini dengan menggunakan 2 metode yang sama, yaitu
metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dan Metode Transyt. Untuk
perhitungan optimasi dengan metode MKJI sebelum dan sesudah terkoordinasi
disampaikan pada Tabel 6.21, sedangkan dengan menggunakan metode Transyt
akan dijelaskan pada paraghrap berikutnya

Tabel 6.21 Perbandingan Kinerja Persimpangan Eksisting Terhadap Terkoordinasi


(Metode MKJI)
Jarak Sebelum Terkoordinasi Sesudah Terkoordinasi
Antar
No. Persimpangan Delay Waktu Delay Waktu
Simpang
Rata-rata tempuh Rata-rata tempuh
(km)

TP
(det/smp) (det) (det/smp) (det)
1. Jl. Dipenogoro (Kebun
Binatang) 21 21
2. Jl. Dipenogoro – Jl. 0,4
Ciliwung 15,31 15,31
Jl. Dipenogoro – Jl.
BS
3. 0,27 458 443
Kutei 23,65 22,41
4. Jl. Dipenogoro – Jl. Dr. 0,65
Sutomo 22,12 8,31
5. Jl. Dipenogoro – Jl. 0,81
RA. Kartini 92,93 10,85
Sumber : Hasil Analisis
.
IT

Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil optimasi dengan metode MKJI dengan
asumsi waktu siklus optimum adalah bahwa untuk delay pada persimpangan di
D

Kota Surabaya No. 1 dan 2 tidak terjadi perubahan, dimana hal ini disebabkan
waktu siklus yang ada saat ini (eksisting) sudah mencapai waktu siklus optimum,
berbeda halnya dengan persimpangan di No. 3, 4 dan 5 yang mengalami
perubahan delay, dimana perubahan terbesarnya terdapat pada persimpangan No.
5 yang mencapai 88,32%. Untuk kinerja waktu tempuh yang dibutuhkan untuk
melalui koridor tersebut berdasarkan simulasi tersebut dengan kondisi
terkoordinasi adalah 443 detik dengan perubahan dari kondisi sebelumnya
(eksisting) cukup kecil yaitu hanya 3,28%.

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-27


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil Optimasi Dengan TRANSYT


Setelah diperoleh data volume lalu lintas berdasarkan hasil survey di lapangan,
maka sebagai langkah awal dalam perhitungan dengan TRANSYT dilakukan
kodifikasi dengan angka, dimana kode-kode angka tersebut mewakili pola
pergerakan di persimpangan yang meliputi pergerakan belok kiri, belok kanan dan
lurus sebagaimana yang disampaikan pada Gambar 5.6.

11
SISTEM
KODIFIKASI
TRANSYT 1 13
12

14
21

24

TP 2 22
BS
23
31

36 33
3
32
.

34 35
IT

42 4
1
46
D

4 43

44 45
52 51

54
5
55 53
Gambar 6.6 System Kodifikasi TRANSYT

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-28


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.22 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Koordinasi (TRANSYT)
Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
1. Persimpangan Jl. Dipenogoro – Jl. Dipenogoro 11 0,44 0,29 34 24 6 75 39 19 51
Jl. Kartini

P
Jl. Kartini 13 0,31 0,76 (145) 25 78 (212) 6 10 (67)
Jl. Dipenogoro 14 1,05 0,82 22 243 6 98 269 103 62

ST
2. Persimpangan Jl. Dipenogoro – Jl. Dipenogoro 21 1,13 0,92 19 488 55 89 432 136 69
Dr. Soetomo
Jl. DR. Soetomo 22 0,93 1,03 11 30 156 (420) 122 293 (140)
Jl. Dipenogoro 23 1,14 1,04 (9) 472 175 63 454 295 35

.B
Jl. Indragiri 24 0,89 0,99 11 26 67 (158) 109 190 (74)
3. Persimpangan Jl. Dipenogoro – Jl. Dipenogoro 31 0,69 0,83 20 50 27 46 63 60 5
Jl. Kutai
Jl. Bengawan
IT 33 0,54 0,56 (4) 53 72 (36) 13 18 (38)
Jl. Dipenogoro 35 1,15 0,9 22 531 49 91 268 68 75
Jl. Kutai 36 0,76 0,79 (4) 62 84 (36) 18 23 (23)
4. Persimpangan Jl. Dipenogoro – Jl. Dipenogoro 42 0,37 0,7 (89) 2 11 (450) 4 24 (500)
D
Jl. Ciliwung
Jl. Dipenogoro 45 0,2 0,19 5 11 26 136 9 16 (78)
Jl. Ciliwung 46 0,99 0,56 43 123 21 83 50 21 58
5. Persimpangan Kebun Binatang Jl. Dipenogoro 52 0,72 1 (39) 50 94 (88) 51 108 (112)
Jl. Darmo 53 0,99 0,8 19 75 30 60 129 102 21
Jl. Darmo 55 1,23 0,98 20 739 59 92 756 182 76

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-29


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 6.22 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Koordinasi (TRANSYT)
Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
Rata-rata 0,80 0,77 (3) 177 60 67 164 98 40

P
Sumber: Hasil Analisis

ST
.B
IT
D

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-30


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Sebagaimana yang disampaikan pada beberapa paraghrap sebelumnya bahwa


dengan metode Transyt, diperoleh beberapa hasil analisis kinerja yang meliputi
rata-rata tundaan, panjang antrian, konsumsi bahan bakar, panjang perjalanan,
waktu kendaraan dan kecepatan rata-rata. Hasil analisis dengan metode Transyt
menunjukkan bahwa perubahan kinerja tertinggi terdapat pada kinerja kecepatan,
dimana perubahannya antara kondisi eksisting terhadap terkoordinasi mencapai
150 %, sedangkan perubahan terendah terdapat pada panjang perjalanan yang
mencapai 9,63%. Untuk lebih jelasnya mengenai keluaran hasil analisis Transyt
tersebut disampaikan pada Tabel 6.23.

Tabel 6.23 Rekapitulasi Perbandingan Kinerja Simpang Hasil Optimasi


TRANSYT
Simulasi Transyt % perubahan
No. Uraian Satuan
Eksisiting Coordinated
1. Rata-rata tundaan det/smp 120,48 40,96 66

TP
2. Panjang Antrian kend 111,68 62,72 43,84
3. Konsumsi Bahan liter 3785 1901,8 49,75
Bakar
4. Panjang perjalanan smp-km 14949,2 16388,6 9,63
BS
5. Waktu Kendaraan smp-jam 2430,1 965,7 60,26
6. Kecepatan Rata-rata km/jam 6,2 15,5 150
Sumber : Hasil Analisis
.
IT
D

Bab 6 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya 6-31


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 7
ARAHAN PENGEMBANGAN ATCS

Pada Bab 7 Arahan Pengembangan ATCS ini akan disampaikan mengenai road
map permasalahan, harapan dari masyarakat, kebutuhan optimalisasi pemanfaatan
ATCS, skema alternatif pendanaan, arahan pengembangan ATCS dan Tahapan
pengembangan yang meliputi teknologi dan pengelolaannya.

7.1 Road Map Permasalahan


Hasil evaluasi penerapan ATCS menunjukkan bahwa terdapat beberapa lokasi
permasalahan yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, dimana

TP
dampaknya sangat berpengaruh terhadap effektivitas ATCS dalam meningkatkan
effisiensi kinerja jaringan menjadi kurang optimal. Lokasi permasalahan tersebut
meliputi dalam hal kelembagaan, operasional, pemeliharaan dan evaluasi.
Hasil identifikasi permasalahan kelembagaan menujukkan bahwa pada kondisi
BS
saat ini dalam hal pengorganisasian belum cukup kuat, baik itu dalam hal jobdesk
maupun koordinasi. Sementara itu dalam hal sumber daya manusia terbatas dan
bahkan kurang memadai. Hal tersebut menimbulkan permasalahan baru yaitu
dalam fungsi operasional maupun evaluasi. Untuk fungsi operasional
permasalahan yang timbul adalah fungsi ATCS yang tidak optimal (tidak 100%
under control), sedangkan permasalahan lainnya adalah dalam sistem pencatatan
.

dan dokumentasi tidak berjalan dengan baik. Permasalahan kelembagaan juga


IT

menyebabkan dalam fungsi evaluasi tidak berjalan dengan baik. Seperti halnya
dikarenakan pengorganisasian yang kurang kuat dan SDM terbatas menyebabkan
jumlah data yang dikumpulkan untuk evaluasi kurang memadai sehingga hasil
D

evaluasi kurang representastive.


Dengan adanya permasalahan didalam evaluasi maka menimbulkan dampak yang
buruk terhadap pengelolaan, dimana support publik terhadap ATCS berkurang,
sedangkan dari sisi optimalisasi alternatif pendanaan sulit dilakukan. Hasilnya
pendanaan menjadi kurang memadai yang meliputi dana operasional, dana diklat
dan dana pemeliharaan. Hal ini berdampak kembali terhadap kelembagaan dan
juga pemeliharaan. Untuk permasalahan yang timbul dalam pemeliharaan adalah
timbulnya back-log pemeliharaan dan tidak bisanya quick response mengatasi
permasalahan. Dari permasalahan pemeliharaan tersebut berpengaruh terhadap
degradasi kondisi hardware maupun software dan akhirnya balik kembali terhadap
permasalahan operasional yang berdampak terhadap dampak pemanfaatan dan
dampak pengelolaan
Untuk lebih jelasnya mengenai road map permasalahan disampaikan didalam
Gambar 7.1.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

PERMASALAHAN DEGRADASI KONDISI


PEMELIHARAAN: HARDWARE & SOFTWARE:
- Back-log pemeliharaan (tidak bisa - Software off-line
quick response mengatasi - Komponen dan sub-sistem tidak
permasalahan) fungsional
DAMPAK PEMANFAATAN:
- Efektivitas ATCS untuk
meningkatkan effisiensi kinerja

P
jaringan kurang optimal
- Pengembangan aplikasi menjadi
PENDANAAN YANG PERMASALAHAN sulit dilakukan (bus priority, ITS,

ST
KURANG MEMADAI: OPERASIONAL: dll)
-Dana operasional - Fungsi ATCS tidak optimal (tidak
-Dana diklat 100% under control)
-Dana pemeliharaan - Sistem pencatatan/ dokumentasi
kurang baik

.B
DAMPAK PENGELOLAAN:
- Support publik terhadap ATCS
PERMASALAHAN
KELEMBAGAAN:
- Pengorganisasiaan Organisasi
IT PERMASALAHAN
EVALUASI:
kurang
- Optimalisasi alternatif pendanaan
sulit dilakukan
kurang kuat (jobdesc, - Data untuk evaluasi kurang
D
koordinasi) memadai (sulit dilakukan prosedur
- Capacity building untuk SDM evaluasi)
tidak optimal - Hasil evaluasi kurang representative

Gambar 7.1 Road Map Permasalahan

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

7.2 Harapan Dari Masyarakat/Stake Holder Terkait Terhadap Penerapan


ATCS di Indonesia
Berdasarkan hasil survey wawancara terhadap masyarakat, diperoleh beberapa
masukan dan harapan mengenai kinerja ATCS. Masyarakat berharap sebagai
langkah pertama yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan
sosialisasi terlebih dahulu, sehingga masyarakat akan lebih paham tentang
penyelenggaraan ATCS di wilayahnya. Hasil survey wawancara masyarakat di 3
wilayah lokasi kajian yaitu DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya seperti yang
disampaikan pada Gambar 7.2 menunjukkan bahwa ± 46% masyarakat belum
mengetahui keberadaan teknologi ATCS di wilayah mereka dan hal ini menjadi
tugas pemerintah setempat untuk mensosialisasikannya.

46%
TP 54%
Ya
Tidak
. BS

Gambar 7.2 Pemahaman Masyarakat Tentang Keberadaan Teknologi


IT

ATCS di Wilayah Kajian


D

Harapan dari masyarakat dengan keberadaan ATCS ini selain memperoleh


kondisi lalu lintas menjadi lancar juga masyarakat mendapatkan beberapa
informasi mengenai kondisi lalu lintas misalnya untuk lokasi-lokasi yang terjadi
kemacetan, lokasi hambatan dan rute perjalanan terpendek. Dari hasil survey
wawancara terhadap masyarakat terdapat beberapa harapan berupa informasi yang
ingin diperoleh dari keberadaan teknologi ATCS ini, sebagaimana yang
disampaikan pada Gambar 7.3.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-3


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

34%
35%

30%
24%
25%
17%
20% 14%
15% 12%

10%
5%

0%
Lokasi Informasi Rute Fasilitas Lokasi yang
kemacetan hambatan perjalanan pelayanan ingin dituju
terpendek terdekat

Sumber : Hasil Analisis Wawancara


Gambar 7.3 Informasi yang Diinginkan dari ATCS

TP
Pada tahap selanjutnya, hasil dari wawancara ini dilakukan analisis pembobotan
dan hasilnya menunjukkan bahwa dari 34% responden berharap dan berkeinginan
dengan adanya ATCS dapat diperoleh informasi mengenai lokasi kemacetan, yang
BS
kemudian disusul pada persentase terbesar kedua (24%) yaitu tentang informasi
lokasi fasilitas pelayanan terdekat dan sisanya sampai dengan persentase terkecil
yaitu mengenai informasi hambatan (17%), lokasi yang dituju (14%), dan rute
perjalanan terpendek (12%). Selain melakukan wawancara terhadap masyarakat,
dilakukan juga wawancara terhadap stakeholder terkait, dimana dalam hal ini
adalah pemerintah setempat yaitu dinas perhubungan. Tujuan dari wawancara
.

terhadap dinas terkait ini diharapkan diperolehnya sinkronisasi antara perencanaan


IT

yang dilakukan oleh pemerintah dengan harapan masyarakat. Harapan dari


stakholder terkait tentang penerapan ATCS di wilayahnya disampaikan pada
Tabel 7.1.
D

Tabel 7.1 Harapan Stakeholder Terkait Tentang Penerapan ATCS di Indonesia


No. Item Masukan Penjelasan
1. Teknologi yang di install - Teknologi untuk vehicle detector sebaiknya
menggunakan teknologi wireless
- Bisa dikompatible dengan komponen ATCS yang
ada sekarang
2. Sistem kelembagaan (organisasi Sistem kelembagaan sebaiknya dalam unit pelaksana
dan tupoksi) teknis (UPT)
3. Sumber daya manusia - Perlu adanya pelatihan maupun peatihan untuk
meningkatkan sumber daya
- Pelatihan yang berkelanjutan
4. Alternatif pendanaan - APBN
- APBD Provinsi
Sumber : Hasil Analisis Wawancara

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-4


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Sebagai masukan dalam arahan pengembangan ATCS di Indonesia, maka didalam


melakukan survey wawancara terhadap stake holder terkait ditanyakan mengenai
faktor-faktor yang berpengaruh dalam mendukung kinerja ATCS, dimana
hasilnya menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh yang paling mendominasi
terhadap kinerja ATCS adalah dari kerusakan instalasi di lapangan dan
keterbatasan pendanaan dengan persentase masing - masing mencapai 26%.
Untuk gambaran lebih jelas mengenai komposisi faktor yang berpengaruh dalam
mendukung kinerja ATCS disampaikan pada Gambar 7.4.

Keterbatasan pendanaan
10% yang tersedia
26% Teknologi yang sudah tidak up
to date
17%
Kerusakan pada instalasi di
lapangan

TP
Kerusakan pada instalasi di
9% pusat
12% Kesadaran masyarakat dalam
berdisiplin lalu lintas
26% Pengendalian ruang disekitar
BS
jalan

Sumber : Hasil Analisis


Gambar 7.4 Faktor yang Berpengaruh Dalam Mendukung Kinerja ATCS
.
IT

7.3 Kebutuhan Optimalisasi Pemanfaatan ATCS


Objectivitas dari kegiatan studi ini adalah memaksimalkan manfaat ATCS untuk
memperbaiki kinerja lalu lintas jalan dan memaksimalkan utilisasi kapasitas
D

teknologi dan manfaat informasi untuk kepentingan masyarakat dalam kerangka


pengembangan sistem ATCS untuk diarahkan menjadi bagian dari ITS. Oleh
karena itu terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai kebutuhannya
dalam optimalisasi pemanfaatan ATCS yang meliputi:
– Merehabilitasi sistem agar bekerja sebagaimana layaknya sistem ATCS
– Melengkapi field equipment untuk mendapatkan data yang diperlukan
users
– Mengoptimalkan penggunaan kapasitas communication network
– Meningkatkan peran TCC (tidak hanya sebagai operator ATCS) menjadi
pengelola Sistem Informasi Lalulintas (pengembangan dan pemanfaatan
database)

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-5


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

USER/BENEFITS

Road User Public Polisi/VIP Ambulance Radio/TV


transport

TRAFFIC CONTROL CENTER (TCC):


Data collecting, Data analysis, Data deseminations

TP
COMMUNICATION NETWORK
BS
SYSTEM: Copper, FiberOptic,Wireless
OWNERS: Direct, Rent

FIELD EQUIPMENT
.

MAIN: Controllers, Detectors,


IT

SUPPORT: CCTV, VMS, Wheather Forecast


D

Gambar 7.5 Kebutuhan Optimalisasi Pemanfaatan ATCS

7.4 Skema Alternatif Pendanaan dan Komersialisasi ATCS


Hasil evaluasi mengenai pendanaan menunjukkan bahwa untuk kondisi saat ini
pendanaan untuk ATCS bersumber dari APBD dan bantuan APBN.
Permasalahan yang terjadi adalah bahwa pendaanaan tersebut pada umumnya
sifatnya terbatas dan diskontinyu. Oleh karena itu sebagai alternatif solusinya
diperlukan alternatif lain, dan salah satunya adalah dengan komersialisasi. Untuk
lebih jelasnya pada Gambar 7.6 disampaikan skema pendanaan/ komersialisasi
ATCS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-6


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Informasi ATCS Media Massa,


Komersialisasi Telekomunikasi Dlsb
• Volume dan
kepadatan lalu lintas • Televisi
• Jaringan (networking) • Radio
• Traffic Jam • Internet

P
• Kinerja lalu lintas • Telepon Celular
• Dlsb • Dlsb

ST
Pembelian Informasi

Pembelian Informasi
Penggunaan Informasi

.B
Penggunaan Informasi
IT Dinas Perhubungan, Pengguna Lalu Lintas
Kepolisian Dlsb
• Traffic Information
• Manajemen Rekayasa System
Lalu Lintas • Lokasi Kemacetan
D
• Skema Operasional • Informasi Hambatan
• Traffic Report • Pemilihan Rute
• Traffic Information Perjalanan
System

Gambar 7.6 Skema Alternatif Pendanaan/Komersialisasi ATCS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-7


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

7.5 Arahan Pengembangan ATCS


7.5.1 Kondisi Saat Ini (Eksisting)
Berdasarkan pada kajian dan data yang dikumpulkan, diidentifikasi beberapa
permasalahan pada sistem ATCS eksisting. Beberapa fakta yang terangkum dalam
kajian teknis ATCS di 3 kota (DKI Jakarta, Bandung, dan Surabaya) memiliki tipe
yang serupa sebagai berikut:
1. Sistem ATCS yang beroperasi sudah minimal.
Sistem ATCS yang dioperasikan saat ini sudah tidak optimal.
Pengoperasian yang ada masih sangat minimal dimana beberapa potensi
pemanfaatan belum digunakan secara optimal. Misalnya penyediaan data
volume lalu lintas secara real-time, pengolahan data, penyediaan data yang
langsung dapat diakses oleh pengguna, dan sebagainya. Hal ini antara lain
disebabkan oleh keterbatasan perangkat keras maupun perangkat lunak
pada sistem ATCS yang ada misalnya sistem komunikasi antar local
controller ataupun komunikasi ke Ruang Kontrol yang belum terkoneksi

TP
ke semua persimpangan ATCS.
2. Program aplikasi ATCS mengalami stagnasi.
Program aplikasi ATCS yang digunakan pada saat ini masih merupakan
aplikasi lama yang kemampuannya terbatas dan pengoperasiannya hanya
BS
dikuasai oleh beberapa orang. Keterbatasan ini menjadikan sistem ATCS
hanya dapat dioperasikan oleh operator tertentu. Dengan kemajuan
teknologi yang sangat pesat, telah terdapat beberapa sistem aplikasi ATCS
yang handal yang cukup mudah untuk dioperasikan, sehingga dapat
menjadi salah satu alternatif solusi untuk menyesuaikan dengan
perkembangan aplikasi yang sesuai.
.

3. Hardware dan Sistem Operasi cenderung “obsolete”.


IT

Instalasi sistem yang telah berumur 10 tahun menjadikan ketiga sistem


ATCS yang ada sekarang cenderung menua ”obsolete”, karena sistem
hardware pendukungnya masih berkelas mini komputer. Padahal saat ini
D

semua sistem komputer telah berbasiskan kelas mikro komputer, seperti


PC server desktop. Tipe server ATCS yang saat ini digunakan pada saat
ini sudah tidak diproduksi lagi, sehingga sistem ini sangat rentan resiko
kerusakan dan keterbatasan pada penyediaan suku cadang.
4. Penyediaan informasi lalu lintas.
Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan, sistem ATCS yang ada
belum optimal memberikan laporan mengenai kondisi lalu lintas. Data
kondisi lalu lintas yang ada pada saat ini belum didapat diakses secara luas
oleh pengguna jalan. Data dan informasi yang diperoleh dari sistem ATCS
belum termanfaatkan secara baik untuk menjadi informasi kepada
pengguna jalan. Hal-hal yang menyebabkan hal tersebut antara lain
keterbatasan komponen sistem komunikasi, keterbatasan jaringan,
interface sistem data, dan lain-lain yang menjadikan informasi lalu lintas
tersebut belum dapat teroptimalkan.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-8


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

5. Sistem informasi real time.


Keterbatasan konektifitas pada sistem ATCS menyebabkan informasi lalu
lintas yang terjadi di lapangan belum dapat disampaikan secara langsung
(real time) kepada instansi terkait seperti Dishub dan Kepolisian maupun
pengguna jalan. Informasi mengenai kondisi lalu lintas di persimpangan
yang dikeluarkan oleh ketiga sistem ATCS, seperti volume lalu lintas,
kepadatan lalu lintas dan lain-lain memerlukan pemrosesan secara manual
yang mengakibatkan adanya jeda waktu yang cukup lama. Kondisi ini
mengakibatkan penangangan permasalahan tidak dapat dilakukan seketika.
Kondisi aktual simpang juga tidak diperoleh secara seketika karena
sebagian besar sistem ATCS sekarang tidak ”real adaptive”.
6. Dukungan Vendor.
Sebagaimana umumnya sistem yang berbasis komputer, dukungan dari
pihak vendor sangat diperlukan. Pada sistem ATCS ini, dukungan vendor
sangat penting khususnya pada pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
sistem, seperti perbaikan kerusakan pada hardware, jaringan, controller,

TP
serta gangguan dalam sistem operasi. Sekali lagi, dukungan vendor sangat
minim untuk pemeliharaan sistem.
7. Sinkronisasi sistem.
Keberadaan tiga sistem ATCS yang berbeda sekaligus yaitu Sainco,
BS
Telnic, dan Siemens yang saat ini teraplikasi di DKI Jakarta
mengakibatkan tidak terjalinnya komunikasi dan sinkronisasi traffic antar
ketiganya. Ketiga sistem ini masih berdiri sendiri dan belum ada
mekanisme otomatis yang mensinkronisasikan satu dengan lainnya.
Keterbatasan ini menjadikan operasional ATCS baik di ruang kontrol
maupun dilapangan harus dilakukan oleh tim yang berbeda.
.
IT

8. Fokus pengelolaan lebih kepada sisi operasional.


Keterbatasan sistem koneksi dan komunikasi sistem ATCS menjadikan
informasi lapangan yang terjadi belum dapat diinformasikan secara
D

langsung kepada pengelola. Hal ini menjadikan, pengelola yang ada harus
ke lapangan untuk mengumpulkan informasi mengenai permasalahan yang
terjadi. Dengan kondisi ini menjadikan perencanaan strategis terabaikan
dan lebih terfokus pada operasional lapangan secara rutin.
Detail mengenai kondisi ATCS di ketiga kota (DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya) tersebut berikut alternatif solusi per jenis komponen sebelumnya telah
disampaikan pada Bab 4, 5 dan 6.

7.5.2 Persoalan/Permasalahan Mendatang


Sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan wilayah DKI Jakarta, Bandung,
dan Surabaya, permasalahan lalu lintas menjadi semakin kompleks. Hal tersebut
akan berdampak pada kinerja ATCS yang ada serta adanya potensi permasalahan
yang akan timbul dimasa datang. Beberapa potensi permasalahan di masa
mendatang berkaitan dengan pengembangan sistem ATCS antara lain adalah :

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-9


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

1. Keterbatasan jaringan jalan.


Pada saat ini, sebagian besar jaringan jalan di DKI Jakarta, Bandung, dan
Surabaya telah mengalami kelebihan kapasitas (over capacity).
Pertumbuhan panjang jalan dan pembangunan jalan baru belum dapat
mengejar pertumbuhan volume kendaraan yang tinggi. Ini mengakibatkan
jaringan jalan yang ada sekarang ini akan mengalami kelebihan beban
(over capacity). Untuk mengatasi hal ini, salah satu langkah yang dapat
dilakukan adanya peningkatan manajemen lalu lintas dimana sistem ATCS
merupakan salah satu komponen pendukungnya.
2. Perkembangan teknologi.
Kemajuan teknologi yang cukup pesat menjadikan adanya kemungkinan
pengembangan sistem yang dapat mengakomodir kebutuhan yang selalu
berubah dan meningkat. Sistem yang dapat berfungsi dengan baik dan
optimal hanyalah sistem yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan
tersebut. Pemilihan teknologi dan perancangan system menjadi isu penting
guna mengantisipasi peningkatan skala kuantitas, kualitas, dan

TP
kompleksitas sistem transportasi.
3. Perubahan dan peningkatan kebutuhan.
Sejalan dengan peningkatan dan perubahan pola pergerakan, tuntutan
kebutuhan akan fungsi ATCS semakin meningkat. Fungsi ATCS yang
BS
semula hanya lebih difokuskan pada pengurangan kecelakaan dan
pengaturan persimpangan, pada saat ini telah meningkat menjadi bagian
dari pengembangan sistem transportasi terpadu dan ITS (intelligent
transport system) dimana data dapat diolah semaksimal mungkin guna
kepentingan luas.
.

4. Kebutuhan intelligent transport system (ITS).


IT

Perkembangan sistem manajemen lalu lintas menjadikan Intelligent


Transport System (ITS) menjadi salah satu kebutuhan khususnya dalam
pengelolaan dan pengaturan sistem pergerakan lalu lintas. ATCS sebagai
D

bagian dari ITS dituntut untuk menyesuaikan dengan kebutuhan


pengembangan ITS.
Untuk dapat membangun sistem ATCS yang baik, perlu dirumuskan alternatif
solusi berupa strategi dan program sebagai berikut:
1. Optimalisasi fungsi ATCS, yaitu memanfaatkan fungsi-fungsi ATCS yang
belum dikembangkan, seperti informasi “real time” mengenai kondisi dan
kinerja peralatan, kondisi persimpangan, dll. Program yang dijalankan
berupa upgrade sistem ATCS ke “real adaptive” serta ekspansi jaringan
yang belum terlingkupi. Ini akan menghasilkan sistem ATCS yang
berjalan secara optimal.
2. Kajian ATCS di negara lain, sebagai bahan perbandingan dengan
mengambil sampel kondisi yang sesuai dengan kondisi di Jakarta,
Bandung dan Surabaya. Untuk itu dapat dilakukan kegiatan studi banding
melalui literatur, internet, atau tinjauan langsung ke negara tersebut.
Disamping itu, bisa juga diselenggarakan seminar/loka karya dengan

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-10


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

tujuan memperoleh informasi mengenai sistem terbaru yang ideal. Kedua


program ini dapat menghasilkan pola pengembangan ATCS yang dapat
diterapkan di masa mendatang.
3. Identifikasi kebutuhan infrastruktur ATCS di masa mendatang seperti
komponen detektor, ruang kontrol dan interface yang akan
mengoptimalkan perencanaan dan penggunaan infrastruktur di masa
mendatang. Program yang dilakukan adalah dengan melakukan upgrade
sistem infrastruktur yang ada yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
ideal.
4. Kajian sistem esksiting dan penetapan kriteria sistem optimal, yang akan
menghasilkan optimalisasi sistem baru di masa mendatang. Program yang
dilakukan adalah dengan mengembangkan aplikasi yang dikembangkan
dari 3 sistem ATCS yang ada sekarang, dan melakukan migrasi ke sistem
baru yang memenuhi standar pengembangan sistem.
5. Pembangunan akses informasi yang akurat dan real time, yang akan sangat
berguna dalam mengatasi permasalahan operasional secara efektif dan

TP
efisien, menuju kepada peningkatan kinerja manajemen lalu lintas.
Program yang dilakukan adalah mengidentifikasi indikator kinerja
(Performance Indicator) dari sistem ATCS sehingga kinerja keseluruhan
sistem dapat diukur dan dilakukan upaya peningkatan kualitasnya.
BS
Sebagai acuan pada fase implementasi maka dikembangkan suatu road map
pengembangan ATCS yang dijabarkan dalam sebuah Action Plan.

7.5.3 Action Plan


ActionPlan pengembangan ATCS dilakukan bertitik tolak dari kondisi terkini di
.

masing-masing kota. Klasifikasi perencanaan dan skala waktu implementasi tidak


IT

ditetapkan secara defenitif bergantung kepada tingkat kesiapan dari sisi teknis
operasional, kelembagaan, dan dana. Pengembangan sistem ATCS yang ada saat
ini dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan dengan memperhatikan acuan
D

berikut:
 Sustainable improvement, memungkinkan untuk dilakukan pengembangan
yang berkelanjutan.
 User friendly, memberikan kemudahan untuk dioperasikan oleh pengguna.
 Industrial standard compliance, komponen hardware utama yang
digunakan berstandar industri yang telah memiliki sertifikat uji.
 Scalability Level, memiliki prosedur operasional bertingkat yang diatur
secara sistematis, sehingga mengurangi potensi kesalahan manusia (human
error).
 Open system, mampu berkomunikasi dengan sistem lain yang sejenis dan
dioperasikan pada platform yang sama.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-11


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

 Vendor support, didukung penuh oleh vendor selama masa


commissioning, operasional, dan pemeliharaan baik dalam bentuk jasa
maupun suku cadang.
 Realiable, dapat diandalkan terhadap lingkungan operasional apapun.
Untuk tahapan rencana kerja pengembangan yang dapat dilakukan meliputi:
 Refunctioning – ditandai dengan membuat roadmap detil pengembangan
sistem, revitalisasi jaringan komunikasi dan sinyal, dan refurbishment
komponen ATCS.
 Upgrade & migration – ditandai dengan platform uniform, integrasi ke
arah open system, serta membuat blue print TIS.
 Toward part of ITS – ditandai dengan pembangunan Traffic Management
System (TMS) dan TIS yang merupakan bagian dari Intelligent Traffic
Sistem (ITS), operasionalisasi ITS dan integrasi/migrasi ATCS di kota
lain.

7.5.3.1 Refuctioning
TP
Revitalisasi jaringan adalah rangkaian aktifitas yang meliputi:
 Evaluasi dan inventarisasi teknis operasional seluruh jaringan yang
BS
terpasang,
 Pemeriksaan dan pengkondisian ulang manhole,
 Peningkatan communication link baik antara CC room dengan local
controller maupun antar local controller,
.

 Standarisasi communication link baik antara CC room dengan local


IT

controller maupun antar local controller dengan menggunakan protokol


TCP/IP,
 Perbaikan signal link di setiap persimpangan yang yang menjadi bagian
D

ATCS untuk jalur detector-local controller-traffic light,


 Pengembangan atau penggantian sistem jaringan baik menggunakan kabel
maupun wireless sesuai dengan kondisi tempat, yang bertujuan untuk
meminimalisasi inteferensi dan gangguan,
 Ekspansi jaringan ATCS dengan skala prioritas tertentu guna
mengakomodir meningkatnya kebutuhan lalu lintas,
 Melakukan pencatatan aktifitas reparasi dan pemeliharaan pada
maintenance log jaringan,
 Melakukan penggambaran ulang wiring diagram sesuai dengan kondisi
aktual.
Sedangkan yang termasuk dalam refurbishment komponen ATCS adalah
rangkaian aktifitas yang meliputi:

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-12


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

 Evaluasi dan inventarisasi teknis operasional seluruh komponen ATCS


terpasang (detector/sensor, local controller, traffc light),
 Melakukan komunikasi dengan vendor untuk kemungkinan mendapatkan
sparepart yang sama atau kompatibel, termasuk bila memungkinkan
diservis,
 Mereparasi setiap komponen agar semaksimal mungkin dapat berfungsi
kembali.
Melakukan pencatatan aktifitas reparasi dan pemeliharaan pada maintenance log
komponen.

7.5.3.2 Upgrade and Migration


A. Platform Uniform
Yang termasuk Platform Uniform adalah rangkaian aktifitas sebagai berikut;

TP
Penyeragaman modus komunikasi baik menggunakan kabel maupun
wireless.
 Penggunaan frekuensi (bila memungkinkan khusus) yang seragam untuk
komunikasi wireless.
BS
 Standarisasi protokol komunikasi agar berbasis TCP/IP.
Penambahan modul komunikasi pada komponen local controller agar dapat
berhubungan dengan CC room melalui protokol TCP/IP

B. Integrasi ke arah ”Open System”


.
IT

Yang termasuk integrasi ke arah ”open system” adalah rangkaian aktifitas sebagai
berikut;
 Memastikan terjadinya inter-operability antara local controller dan CC
D

room agar dapat saling berhubungan.


 Penggantian local controller agar berbasis komputer (PC) sehingga
memungkinkan terjalinnya komunikasi berbasis TCP/IP.
 Penambahan interface pada komponen local controller lama agar dapat
berhubungan melalui protokol TCP/IP.

C. Menyiapkan blue print Traffic Information System (TIS)


Yang termasuk menyiapkan blue print Traffic Information System (TIS) adalah
rangkaian aktifitas yang meliputi pendefinisian kebutuhan sistem informasi,
penetapan spesifikasi teknologi informasi, perancangan strategi manajemen
informasi, dan penyiapan manajemen proyek pengembangan.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-13


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

7.5.3.3 Toward to ITS


A. Pembangunan TMS dan TIS
Pembangunan TMS dan TIS yang dimaksud meliputi aktifitas sebagai berikut;
 Requirement Analysis, melakukan pendefinisian kebutuhan sistem dari sisi
hardware-software-brainware.
 Preliminary & Detail Design, melakukan perancangan umum dan detil
dalam sebuah relasi antar entitas yang menjawab kebutuhan sistem.
 Implementation, melakukan coding program dan interfacing.
 Modul Testing, melakukan pengujian elementer atas modul program.
 Sub System Integration & Test, melakukan pengujian skala sistem atau
sub sistem baik hardware maupun software antara TMS dan TIS.
 System Functional Test, melakukan uji fungsional sistem guna menjawab
seluruh kebutuhan yang tertuang dalam Requirement Analysis, baik untuk

TP
TMS maupun TIS.

B. Operasionalisasi ITS dan integrasi/migrasi ATCS


Operasionalisasi ITS dan integrasi/migrasi ATCS dimaksud meliputi;
BS
 Penyiapan sarana dan prasarana, prosedur, dan resource lainnya yang
terkait.
 Pengoperasian (bagian) ITS secara bertahap.
 Implementasi ATCS di kota lain yang diarahkan pada ITS.
.

Untuk lebih jelas mengenai gambaran action plan pengembangan ATCS tersebut
IT

yang dimulai refunctioning, upgrade and migration sampai dengan toward


menuju ITS disampaikan pada Gambar 7.7.
D

7.6 Tahapan Pengembangan


Aktivitas-aktivitas pengembangan ATCS yang meliputi aspek teknologi dan aspek
pengelolaan tersebut kemudian disusun kedalam beberapa program yang meliputi
program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, dimana untuk
lebih jelasnya disampaikan pada Tabel 7.2 dan Tabel 7.3.

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-14


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

ACTION PLAN

GRAND Refunctioning Up-grade & Migration Toward Part of ITS


STRATEGY

P
• Detailed System- • Penyeragaman • Pengembangan aplikasi • Evaluasi pilot
Evaluation platform ATCS Traffic Management project
ASPEK • Optimalisasi/ • Penyusunan Blue- • Pengembangan ITS

ST
Strategi (TMS)
TEKNOLOGI refunction Control- Print ITS • Migrasi ke arah “Open- (full scale)
Center (CC) • Migrasi ke arah System” (lanjutan) untuk • Operasionalisasi
• Reconnecting seluruh “Open-System” membangun pijakan yang ITS
jaringan komunikasi • Perluasan controled- kuat ke arah ITS
• Refurbishment • Pilot project ITS

.B
area
komponen sistem

• Pengembangan • Pelengkapan fungsi • Penyempurnaan • Pengembangan


ASPEK pedoman pengelolaan
IT organisasi ATCS organisasi menuju ITS Kelembagaan ITS
PENGELOLAAN ATCS (fungsi, • Capacity building • Capacity building (public and private)
kegiatan, SDM, programme programme (lanjutan) • Full PPP Scheme
pendanaan) • Sertifikasi SDM • Sertifikasi SDM for ITS
• Assessment
D
• Studi kelayakan Public (lanjutan)
kelembagaan Private Partnership • Pilot Project PPP
• Government support for (PPP) schemes for ITS
refuctioning strategy • Government support for
upgrading

Gambar 7.7 Arahan Pengembangan ATCS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-15


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.2 Tahapan Pengembangan Teknologi


Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
No. Kegiatan 2017- 2017-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2020 dst
I STRATEGI REFUNCTIONING

P
1. Detailed System-Evaluation
- Evaluasi kondisi sistem

ST
- Evaluasi kinerja dan efektivitas (termasuk
kebutuhan perluasan)
2. Optimalisasi/refunctioning CC
- Update Software and/or OS

.B
- Refurbisment CC component
3. Reconnecting Jaringan Komunikasi
- Backbone communication network IT
- At CBD and arterial
- At the others and new location
D
4. Refurbishment component
- Refurbishment controllers at CBD and
arterial (jika ada yg tdk berfungsi)
- Refurbishment controllers at the others
location (jika ada yg tdk berfungsi)
- Refurbishment detectors at CBD and
arterial (jika ada yg tdk berfungsi)

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-16


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.2 Tahapan Pengembangan Teknologi


Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
No. Kegiatan 2017- 2017-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2020 dst
- Refurbishment detectors at the others

P
location (jika ada yg tdk berfungsi)
II STRATEGI UP-GRADE&MIGRATION

ST
6. Penyeragaman Platform ATCS
- Platform interface/protocol
- Spesifikasi teknis komponen
7. Penyusunan Blue-Print ITS

.B
- Tahap I: Kerangka Umum (Objective,
Policy, Strategi, Program)
- Tahap II: System Application and
Architecture IT
8. Migrasi Ke Arah Open System
- Tahap I: Interoperability software
D
- Tahap II: Interoperability hardware
9. Perluasan area control
- Pengembangan communication network
dan integrasi contoller
- Instalasi detectors
10. Pengembangan Aplikasi TMS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-17


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.2 Tahapan Pengembangan Teknologi


Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
No. Kegiatan 2017- 2017-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2020 dst
- Optimasi kinerja jaringan

P
- Special features (bus priority, dll)
11. Pilot Project ITS

ST
- Instalasi field equipment (terbatas)
- Ujicoba aplikasi
III. STRATEGY TOWARD PART OF ITS

.B
12. Evaluasi Pilot Project ITS
- Techinical evaluation
- Effectiveness Evaluation
- Pemilihan pengembangan (lokasi dan jenis
aplikasi
IT
13. Pengembangan ITS (full scale)
- Penyiapan sistem eksisting
D
- Ekspansi field equipment
- Ekstensifikasi on-boad equipment
14. Operasionalisasi ITS
- ITS for support traffic management
- ITS for public information

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-18


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.2 Tahapan Pengembangan Teknologi


Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
No. Kegiatan 2017- 2017-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2020 dst
Sumber : Hasil Analisis

P
ST
.B
IT
D

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-19


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.3 Tahapan Pengembangan Pengelolaan


Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
No. Kegiatan 2017- 2017-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2020 dst
I. MENDUKUNG STRATEGI

P
REFUNCTIONING
1. Pengembangan pedoman pengelolaan ATCS

ST
(fungsi, kegiatan, SDM, pendanaan)
2. Assessment kelembagaan eksisting (evaluasi
kinerja dan kebutuhan pengembangan)
3. Government support for refunctioning
- Software and TCC refunctioning

.B
- Communication network reconnecting
- Controller and detectors
II. MENDUKUNG STRATEGI UP-GRADE IT
AND MIGRATION
4. Pelengkapan fungsi organisasi
- Reorganisasi pengelola
D
- Optimalisasi Tupoksi
5. Capacity building programme
- Diklat untuk field-staff ATCS
- Diklat untuk CC-staff (operator dan
engineers)

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-20


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.3 Tahapan Pengembangan Pengelolaan


Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
No. Kegiatan 2017- 2017-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2020 dst
6. Sertifikasi SDM pengelola ATCS

P
- Sertifikasi field-technicial
- Sertifikasi operator dan engineers

ST
7. Penyempurnaan organisasi menuju ITS
- Pembagian tanggungjawab
- Sistem koordinasi dan pendanaan

.B
8. Studi kelayakan PPP for ITS
- Identifikasi alternatif skema
- Identifikasi potensi ekonomi/finansial
9. Government Support for up-grading
- Perluasan area-control
IT
- Migration software/hardware
D
III. MENDUKUNG STRATEGI TOWARD
PART OF ITS
Pengembangan kelembagaan ITS
- Pengembangan PPP institution
- Pelengkapan organisasi
Full PPP Scheme for ITS

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-21


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 7.3 Tahapan Pengembangan Pengelolaan


Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
No. Kegiatan 2017- 2017-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
2020 dst
- Minimum government support for

P
investment and operation
- Maximation of ITS commerciallization

ST
Sumber : Hasil Analisis

.B
IT
D

Bab 7 Arahan Penerapan ATCS di Indonesia 7-22


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 8
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN ATCS

Pada Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS ini akan disampaikan mengenai


ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, umum, tahapan
penyelenggaraan sistem APILL terkoordinasi, dan spesifikasi APILL
terkoordinasi.

8.1 Ruang Lingkup


Pedoman ini memberikan petunjuk dan penjelasan tentang penyelenggaraan
sistem APILL terkoordinasi (ATCS/ Area Traffic Control System) di Indonesia.

TP
Pedoman ini berisi tentang faktor-faktor yang harus dipertimbangkan, tahapan dan
kegiatan yang harus dilakukan, pertimbangan dalam memilih spesifikasi teknis
sistem, dan kelembagaan yang harus dibentuk dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem APILL terkoordinasi.
BS
Secara spesifik pedoman ini lebih diarahkan untuk penyelenggaraan sistem
APILL terkoordinasi pada kawasan perkotaan.

8.2 Acuan Normatif


Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
.
IT

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas
D

Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen
dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 1993 tentang Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.116/AJ.404/DRJD/97
Tahun 1997 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 273/HK.105/DJRD/96
Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengaturan Lalu Lintas di Persimpangan
Berdiri Sendiri dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ 401/1/7 Tahun 1991
tentang Pedoman Sistem Pengendalian Lalu Lintas Terpusat

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

8.3 Istilah dan Definisi


Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL)
peralatan teknis berupa isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan bunyi untuk
memberi peringatan atau mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di
persimpangan, persilangan sebidang ataupun pada ruas jalan (Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1992)

Sistem APILL terkoordinasi (Area Traffic Control System/ATCS)


pengendalian lalu lintas pada persimpangan-persimpangan yang dilengkapi
dengan APILL secara terkoordinasi pada suatu wilayah tertentu atau kota tertentu
yang dikendalikan secara terpusat.

Persimpangan
pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang maupun yang tidak sebidang
(Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993)

Persimpangan berdiri sendiri TP


BS
Persimpangan yang diatur dengan APILL yang pengoperasiannya dianggap
berdiri sendiri (Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor
273/HK.105/DJRD/96 Tahun 1996)

Pusat pengendali (control center)


.

Sub sistem dari sistem APILL terkoordinasi yang berfungsi mengendalikan


IT

koordinasi pengaturan sinyal di setiap persimpangan sesuai dengan strategi yang


ditetapkan
D

Pengontrol lokal (local controller)


Sub sistem dari sistem APILL terkoordinasi yang berfungsi
mengimplementasikan skema pengaturan sinyal di sebuah persimpangan sesuai
dengan perintah dari pusat pengendali

Jaringan komunikasi (communication network)


Sub sistem dari sistem APILL terkoordinasi yang berfungsi sebagai media
komunikasi antar sub-sistem dalam sistem APILL terkoordinasi untuk
memfasilitasi fungsi koordinasi dan monitoring

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Pendeteksi kendaraan (vehicle detector)


Sub sistem dari sistem APILL terkoordinasi yang berfungsi mendeteksi lalulintas
kendaraan yang masuk dan/atau keluar persimpangan untuk menghasilkan data
karakteristik lalulintas yang dibutuhkan untuk melakukan optimasi pengaturan
sinyal

Tingkat pelayanan
Kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu lintas pada
keadaan tertentu

Sistem pengaturan
Tata cara pengaturan sinyal lampu lalulintas pada sistem APILL terkoordinasi
yang dibedakan atas tingkat adaptivitasnya terhadap perubahan lalulintas

Pengaturan sinyal lampu lalulintas

TP
Pengaturan waktu siklus (cycle-time), jumlah fase, pembagian waktu hijau,
koordinasi waktu antar simpang (off-set) yang ditetapkan untuk persimpangan
BS
tertentu

8.4 Umum
Berikut ini dijelaskan mengenai deskripsi dari sistem APILL terkoordinasi,
komponen utamanya, tujuan penerapannya, tipe-tipe koordinasi yang dapat
.

dilakukan, serta kriteria penerapannya di suatu wilayah.


IT

8.4.1 Deskripsi Umum Sistem APILL Terkoordinasi


D

8.4.1.1 Prinsip Kerja APILL Terkoordinasi


Dalam sistem APILL terkoordinasi persimpangan-persimpangan jalan di area
tertentu tidak dioperasikan sebagai persimpangan berdiri sendiri, namun
dioperasikan secara terkoordinasi dan dikendalikan secara terpusat dari pusat
pengendali.
Oleh karena itu, suatu sistem pengendalian lalulintas yang diaplikasikan di suatu
area dapat disebut sebagai sistem APILL terkoordinasi jika dapat memenuhi
fungsi pokok sebagai berikut:
a) Fungsi hubungan: di mana semua persimpangan di area tersebut
terhubungkan melalui suatu jaringan komunikasi ke pusat pengendali;
b) Fungsi koordinasi: di mana setiap persimpangan di area tersebut dapat
diubah pengaturan sinyal lampu lalu lintasnya dari pusat pengendali;

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-3


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Kedua fungsi pokok dari suatu sistem APILL terkoordinasi tersebut harus
terpenuhi di semua area yang dikoordinasikan dan berfungsi terus-menerus
sepanjang waktu.
Selain kedua fungsi pokok tersebut, terdapat beberapa kemampuan/fungsi
tambahan dari suatu sistem APILL terkoordinasi yang menjadi keunggulan sistem
ini, diantaranya:
a) Dapat diaplikasikan beberapa skema pengaturan lalulintas sesuai dengan
perubahan lalulintas yang terjadi;
b) Dapat mengakomodasi skema pengaturan khusus untuk memprioritaskan
lalulintas tertentu (misalnya: VIP, ambulance, dan bus);
c) Dapat mendeteksi kerusakan yang terjadi pada peralatan tertentu dari pusat
pengendali, dimanapun lokasi peralatan tersebut berada;
d) Dapat merekam data aktivitas operasional sistem termasuk mengkoleksi
data lalulintas jalan.

TP
8.4.1.2 Sub-Sistem atau Bagian Utama Dari Sistem APILL Terkoordinasi
Untuk dapat memenuhi fungsi kerja dari suatu sistem APILL terkoordinasi
sebagaimana disampaikan pada Bagian 4.1.1, maka pada umumnya sistem APILL
BS
terkoordinasi memiliki 4 sub sistem bagian utama, yakni:
a) pusat pengendali (control center)
b) jaringan komunikasi (communication network)
c) pengontrol lokal (local controller)
d) pendeteksi kendaraan (vehicle detector)
.
IT

Penjelasan mengenai fungsi dan komponen utama dari setiap sub sistem dari
sistem APILL terkoordinasi tersebut disampaikan pada Tabel 8.1. Dalam
aplikasinya, komponen dari sub-sistem dapat saja dilengkapi dengan komponen
D

tambahan sesuai keperluan.


Penggunaan sub sistem pendeteksi kendaraan sifatnya pilihan (opsional), karena
sub sistem ini hanya diperlukan jika sistem operasi sistem APILL terkoordinasi
yang dipilih sifatnya adaptif terhadap perubahan lalu lintas.
Pada dasarnya, yang membedakan antara sistem APILL terkoordinasi dengan
persimpangan yang berdiri sendiri adalah adanya sub sistem pusat pengendali dan
sub sistem jaringan komunikasi; dimana kedua sub sistem ini bersinergi dalam
mengendalikan pengaturan sinyal lalu lintas di setiap persimpangan agar
operasionalnya terkoordinasi.

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-4


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.1 Penjelasan tentang Ilustrasi konfigurasi dari sistem APILL terkoordinasi

No Sub Sistem Fungsi utama Komponen utama

1 pusat pengendali Mengendalikan koordinasi a) Server untuk menyimpan data dan


(control center) pengaturan sinyal di setiap memproses perintah pengendalian
persimpangan sesuai dengan sinyal
strategi yang ditetapkan
b) Software untuk melakukan
optimasi pengendalian sinyal
Melakukan monitoring status c) Operator workstation sebagai
setiap persimpangan fasilitas antarmuka bagi operator
dengan seluruh sistem
d) Display monitor/wallmap untuk
menampilkan status dan kinerja
setiap persimpangan
e) Communication-unit untuk
berkomunikasi dengan sub-sistem

TP
lainnya

2 jaringan Sebagai media komunikasi a) Jalur komunikasi (communication-


komunikasi antar sub-sistem lainnya untuk link) sebagai media penyalur
(communication memfasilitasi fungsi informasi antar sub-sistem
network) koordinasi dan monitoring
b) Sistem komunikasi
BS
(communication-system) yang
menjadi basis dari tatacara
komunikasi antar sub-sistem

3 pengontrol lokal Mengimplementasikan skema a) Fasilitas antarmuka (papan tombol


pengaturan sinyal di sebuah dan display)
(local controller)
persimpangan sesuai dengan
.

b) Controller unit/processing unit


perintah dari pusat pengendali
IT

untuk pengaturan sinyal di


persimpangan yang bersangkutan
Menyimpan (back-up) timing c) Communication-unit untuk
plans untuk kondisi trouble- berkomunikasi dengan sub-sistem
D

shooting lainnya
d) Sumber energi (power supply)
Keterangan: umumnya lampu
lalulintas (traffic light) dianggap
sebagai bagian dari sub sistem ini

4 detektor mendeteksi lalulintas a) sensor untuk mendeteksi kendaraan


kendaraan kendaraan yang masuk yang melintas
dan/atau keluar persimpangan
(vehicle detector) b) prosesor untuk mengolah data hasil
untuk menghasilkan data
deteksi
karakteristik lalulintas yang
dibutuhkan untuk melakukan c) communication-unit untuk
optimasi pengaturan sinyal berkomunikasi dengan sub-sistem
lainnya
d) sumber energi (power supply)

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-5


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

8.4.1.3 Maksud, Tujuan, Dan Manfaat Penerapan Sistem APILL Terkoordinasi


Maksud dari penerapan sistem APILL terkoordinasi adalah untuk melakukan
sinkronisasi atau koordinasi pengaturan sinyal lampu lalu lintas dari setiap
persimpangan di dalam suatu jaringan jalan yang berada di area tertentu. Adapun
tujuan dari penerapan sistem APILL terkoordinasi ini adalah untuk menciptakan
lalu lintas di dalam jaringan jalan yang teratur dan lancar sehingga diperoleh
tingkat pelayanan yang optimal yang ditandai dengan pengurangan waktu
perjalanan, jumlah stop dan lama waktu tundaan. Dengan tercapainya tujuan
tersebut diharapkan akan diperoleh manfaat dari penerapan sistem APILL
terkoordinasi diantaranya:
a) Pengurangan biaya transportasi, berupa penurunan konsumsi nilai waktu
masyarakat dan biaya operasi kendaraan;
b) Pengurangan dampak lingkungan, berupa penurunan konsumsi bahan
bakar dan emisi gas buang kendaraan;
c) Pengurangan tingkat kecelakaan, berupa penurunan potensi terjadinya

TP
kecelakaan dengan adanya pengaturan konflik lalu lintas serta lancar dan
teraturnya lalulintas di dalam jaringan jalan.

8.4.1.4 Kategori Sistem Pengaturan Pada Sistem APILL Terkoordinasi


BS
Terdapat beberapa kategori sistem pengaturan yang dapat diaplikasikan
menggunakan sistem APILL terkoordinasi, seperti yang disampaikan pada Tabel
8.2. Pembedaan kategori ini didasarkan pada tingkat koordinasi dan tingkat
adaptivitas sistem terhadap perubahan lalu lintas di jaringan jalan. Pemilihan
kategori sistem pengaturan ini sangat mempengaruhi spesifikasi peralatan yang
diperlukan dalam penerapan sistem APILL terkoordinasi, dimana semakin adaptif
.

sistem operasi yang diinginkan maka dibutuhkan spesifikasi teknologi yang


IT

semakin tinggi.
D

Tabel 8.2 Tipe-Tipe Sistem Pengaturan yang Dapat Diterapkan Pada Sistem
APILL Terkoordinasi

Kategori Karakterisik Cara Metoda Penggunaan


utama pengaturan penentuan
sinyal

Koordinasi Koordinasi Menggunakan Optimasi Lalu lintas


berbasis waktu didasarkan pada pilihan menggunakan persimpangan
(time based pola lalulintas pengaturan program yang sudah
coordination) pada perioda- sinyal (timing- komputer (off- mendekati kondisi
perioda tertentu plan) yang telah line) berdasar yang perlu
(time-of- ditetapkan (pre- data lalulintas dikoordinasikan
day/TOD atau timed historis di area
time-of- coordination) tersebut
week/TOW) untuk masing-
masing simpang
secara individual

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-6


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.2 Tipe-Tipe Sistem Pengaturan yang Dapat Diterapkan Pada Sistem
APILL Terkoordinasi

Kategori Karakterisik Cara Metoda Penggunaan


utama pengaturan penentuan
sinyal

Pengaturan Setiap Pre-timed Optimasi Pre-timed


persimpangan persimpangan coordination program coordination biasa
yang saling saling terhubung komputer secara digunakan jika
terhubungkan off-line variasi lalulintas
(interconnected tidak ekstrem
control) Timing-plan Pemilihan
disediakan dari timing-plan Intervensi
pusat dapat dilakukan operator Intervensi
pengendali operator berdasarkan operator
informasi dilakukan untuk
eksternal (tidak kondisi khusus
dari detektor) (ada kecelakaan,

TP
VIP, dll)

Pengaturan yang Operasional Memanfaatkan Pemilihan Diaplikasikan jika


dapat disesuaikan yang paling sensor timing-plans lalu lintas
dengan kondisi konvensional pendeteksi disesuaikan bervariasi secara
lalu lintas (traffic dari sistem kendaraan untuk dengan kondisi signifikan pada
BS
adjusted control) pengaturan yang menghasilkan lalu lintas waktu-waktu
dapat kemampuan tertentu
disesuaikan penyesuaian
Dapat memiliki
lebih banyak
timing-plan
dibandingkan
.

interconnected
IT

control

Pengaturan yang Timing-plan Skema Menggunakan Diaplikasikan jika


responsif disusun secara pengaturan data lalulintas lalu lintas
D

terhadap lalu cepat dan lalulintas dapat yang dideteksi bervariasi secara
lintas (traffic otomatis diubah hanya dari pendekat signifikasi
responsive menggunakan dalam beberapa untuk melakukan sepanjang hari
control) informasi dari menit optimasi atau jika terjadi
detektor yang pola lalulintas
dipasang pada yang tidak biasa
pendekat up- (ada kejadian
stream tertentu)

Sistem Prediksi Pengaturan fase Memprediksi Sama seperti pada


pengaturan yang perubahan fase diprediksi dari arus kendaraan traffic responsive
adaptif terhadap dilakukan kondisi lalulintas pada control, namun
lalu lintas (traffic berdasarkan terakhir. pensimpangan juga dapat
adaptive control) data dari dari data digunakan pada
detektor yang detektor variasi lalulintas
dipasang di Timing-plan yang acak
setiap pendekat tidak digunakan
persimpangan secara eksplisit

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-7


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

8.4.2 Kriteria Umum Penerapan Sistem APILL Terkoordinasi Di Suatu Area


Untuk menentukan perlu atau tidaknya sistem APILL terkoordinasi diterapkan di
suatu area sebaiknya didasarkan pada hasil studi kelayakan yang komprehensif.
Namun sebelum dilakukan studi kelayakan tersebut, terdapat beberapa kriteria
umum yang dapat dijadikan sebagai pedoman awal (rule-of-thumb) apakah
persimpangan-persimpangan jalan di area tersebut perlu dikoordinasikan atau
tidak, yakni:
a) Sebaiknya jarak rata-rata antar persimpangan di area tersebut tidak lebih
dari 800 meter;
b) Diantara dua simpang yang berdekatan sebaiknya memiliki nilai indeks
keterkaitan (coupling index) yang tidak kurang dari 1,64. Dimana indeks
keterkaitan ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:

I = V/L

TP
Di mana I adalah indeks keterkaitan, V adalah lalulintas dua arah pada
ruas jalan diantara kedua persimpangan (kendaraan/jam), dan L adalah
jarak diantara kedua persimpangan tersebut (meter).
BS
Jika kondisi jaringan jalan di suatu area memenuhi kedua kondisi tersebut, maka
dapat ditindaklanjuti dengan melakukan studi kelayakan untuk mendapatkan
gambaran yang lebih komprehensif mengenai konsekuensi dari penerapan sistem
APILL terkoordinasi ini.
.
IT

8.5 Tahapan Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi


Dalam konteks penyelenggaraan suatu fasilitas publik, maka penerapan sistem
APILL terkoordinasi di suatu area tidak terbatas hanya dalam proses pemasangan
D

(installment) perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan, namun juga
terkait dengan kegiatan operasional, pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi
kondisi dan kinerja sistem.
Penyelenggaraan sistem APILL terkoordinasi merupakan keputusan investasi
yang cukup besar, sehingga harus dipastikan bahwa:
a) Penerapannya di suatu area akan memberikan manfaat yang signifikan;
b) Sistem operasi dan teknologi yang dipilih adalah yang paling tepat;
c) Tersedia dana dan sumber daya manusia yang memadai untuk
mengoperasikan dan memeliharanya dengan baik;
Pada Tabel 8.3 disampaikan tahapan kegiatan yang harus dilakukan dalam
menyelenggarakan suatu sistem APILL terkoordinasi di suatu area. Tahap 1 dan
Tahap 2 dapat dilakukan bersamaan, dan umumnya disebut sebagai kegiatan studi
kelayakan.

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-8


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

8.6 Spesifikasi Sistem APILL Terkoordinasi


Spesifikasi adalah kondisi minimum dari peralatan dan material yang digunakan
pada sistem APILL terkoordinasi yang harus dipenuhi oleh penyedia. Untuk
menjamin bahwa spesifikasi tersebut dapat dipenuhi oleh produk yang ada di
pasaran, maka perlu dilakukan penyesuaian dengan spesifikasi yang umum
berlaku untuk setiap jenis peralatan dan material yang digunakan dalam sistem
APILL terkoordinasi.
Pada prinsipnya, spesifikasi tidak boleh mengarah kepada produk tertentu atau
harus open-specification. Namun demikian, harus diperhatikan kesesuaiannya
(inter-connection dan inter-operability) dengan peralatan atau sistem pengendali
lalulintas yang telah terpasang saat ini. Oleh karena itu, pihak penyedia harus
menyertakan hasil pemeriksaan kesesuaian di dalam dokumen penawaran.
Secara umum, spesifikasi terdiri dari 2 kelompok, yakni:
a) Spesifikasi pemasangan/instalasi peralatan yang dilakukan oleh
penyedia/kontraktor;

TP
b) Spesifikasi peralatan dan material yang digunakan oleh penyedia.
Pada Tabel 8.4 disampaikan lingkup spesifikasi dari pemasangan suatu sistem
APILL terkoordinasi. Sedangkan pada Tabel 8.5 disampaikan panduan umum
untuk menetapkan spesifikasi peralatan dan material yang digunakan dalam sistem
BS
APILL terkoordinasi.
.
IT
D

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-9


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.3 Tahapan Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi


Tahap Tujuan Kegiatan Pertimbangan/ kriteria Hasil
Tahap 1 a) mengidentifikasi a) Survei inventarisasi a) Konfigurasi jaringan jalan a) Luas area koordinasi
Identifikasi kebutuhan sistem karakteristik prasarana dan prasarana dan lalulintas b) Variasi lalulintas b) Tingkat adaptivitas yang
APILL terkoordinasi lalulintas jalan jalan diperlukan
c) Pelayanan spesifik (bus

P
b) memilih sistem pengaturan b) Analisis karakteristik priority, VIP, dll) c) Kemampuan
yang sesuai dengan lalulintas tambahan/aplikasi dari
karakteristik yang c) Simulasi pengendalian sistem APILL terkoordinasi

ST
diidentifikasi pada 1a) lalulintas terkoordinasi d) Prakiraan manfaat
Tahap 2 Memilih konfigurasi dan a) Analisis kelayakan ekonomi a) Kinerja fungsional sistem a) Tingkat kelayakan investasi
Pemilihan teknologi sistem spesifikasi kinerja sub-sistem b) Analisis kapabilitas sistem b) Kehandalan (reliability) dari setiap alternatif
APILL terkoordinasi dan komponen utama sistem APILL terkoordinasi teknologi sistem APILL
c) Kemudahan pemeliharaan
APILL terkoordinasi sesuai terkoordinasi
- Fasilitas/feature

.B
(maintainability)
kebutuhan pengaturan hasil b) Konfigurasi sistem APILL
Tahap 1. - Kinerja d) Biaya investasi dan
terkoordinasi yang dipilih
- Inter-operability operasional
c) Spesifikasi kinerja sub-
c) Analisis kompatibilitas e) Kemudahan operasional
sistem APILL terkoordinasi
(user friendliness)
- dengan sistem yang dibutuhkan
IT pengendalian
eksisting
f) Kemudahan untuk
diekspansi dan diperbarui
d) Spesifikasi teknis
komponen utama dari
(expansion and up-
- dengan situasi setiap sub-sistem APILL
gradeability)
D
lingkungan setempat terkoordinasi
g) Kemampuan beradaptasi
dengan fungsi-fungsi
Intelligent Transport
System (ITS)
h) Tingkat penggunaan
teknologi dan komponen
lokal

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-10


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.3 Tahapan Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi


Tahap Tujuan Kegiatan Pertimbangan/ kriteria Hasil
Tahap 3 Melakukan desain, persiapan a) Basic design (high level a) Kondisi spesifik lokasi a) Dokumen pengadaan
Pelaksanaan desain dan dan pelaksanaan kontruksi design) b) Spesifikasi teknis terkait (gambar desain, perkiraan
konstruksi sistem APILL sistem APILL terkoordinasi b) Detailed engineering design biaya, spesifikasi teknis)
c) Harga satuan

P
terkoordinasi c) Proses pengadaan b) Sistem APILL
d) Peraturan pengadaan
terkoordinasi yang siap
d) Pelaksanaan konstruksi barang dan jasa
operasi (setelah melalui
e) Serah terima dan alih

ST
tahap pengecekan dan alih
teknologi teknologi)
Tahap 4 Mengoperasikan dan a) Pengendalian lalulintas dari a) user-manual sistem a) Berjalannya fungsi sistem
Pengoperasian dan memelihara sistem APILL pusat pengendali b) Sistem dokumentasi APILL terkoordinasi
pemeliharaan sistem APILL terkoordinasi agar fungsi b) Data logging (dokumentasi sehingga memberikan
c) Kelembagaan (sistem

.B
terkoordinasi koordinasinya dapat berjalan status dan kinerja sistem) manfaat yang optimal
organisasi dan tata kerja)
secara kontinyu untuk semua b) Tersedianya back-up data
c) Pemeliharaan fungsi
persimpangan status dan kinerja sistem
(sistem, perangkat keras,
dan perangkat lunak) sebagai masukan untuk
kegiatan evaluasi dan
pengembangan
Tahap 5
IT
Mengevaluasi kinerja dan a) evaluasi efektivitas (before a) Data perkembangan status a) Perkembangan tingkat
Evaluasi dan pengembangan mengembangkan sistem and after study) dan kinerja sistem efektivitas sistem APILL
sistem APILL terkoordinasi APILL terkoordinasi agar b) evaluasi jangka pendek b) Perkembangan teknologi terkoordinasi
D
manfaat dan kegunaannya (untuk perubahan skenario b) Perubahan kebijakan
c) Perkembangan
dapat dioptimalkan sesuai pengaturan) sistem pengendalian
aplikasi/penggunaan sistem
perkembangkan teknologi dan
c) evaluasi operasional dan c) Kebutuhan pengembangan
kebutuhan pelayanan
pemeliharaan (expansion dan up-grade)

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-11


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.4 Lingkup Spesifikasi Pemasangan Perangkat Sistem APILL Terkoordinasi


Kegiatan Deskripsi Spesifikasi
Umum Lingkup kegiatan adalah semua item kegiatan pemasangan yang dipersyaratkan di kontrak, persyaratan untuk
persediaan/cadangan, dan prosedur pengantian dari material dan peralatan
Material yang diperlengkap oleh kontraktor Detail mengenai apa saja material dan peralatan yang harus diperlengkapi oleh kontraktor atapun pihak penyedia barang

P
Koneksi ke sumber energi Metoda untuk menyediakan koneksi dari sumber energi ke semua komponen pusat pengendali dan komponen lapangan
yang membutuhkan energi untuk melaksanakan fungsinya dan spesifikasi untuk saluran/jalur/kabel penghubungnya

ST
Saluran/kabel Metoda untuk pemasangan kabel/saluran, metoda penyambungan, dan metoda untuk mengetes kinerja pemasangan
kabel/saluran, khususnya untuk jalur komunikasi yang menggunakan kabel
Pemasangan kabel/ kawat listrik Metoda pemasangan kabel/kawat listrik yang menghubungkan:
- Peralatan lapangan: lemari/cabinet pengontrol lokal, lampu lalu lintas

.B
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar monitor
Peletakan dan pengikatan peralatan di Persyaratan untuk peletakan dan pengikatan/perkuatan dari setiap komponen:
lapangan - Peralatan lapangan: lampu lalulintas, pengontrol lokal dan lemari/kabinetnya, ruang sumber energi, tiang lampu dan
tiang jalur komunikasi
IT
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar monitor
Pengeleman/ penyegelan Persyaratan untuk pengeleman/ penyegelan dari saluran/kabel/kawat untuk menghasilkan jaringan elektrik yang menerus
dan aman/terlindung
D
Campuran semen Spesifikasi standar untuk campuran semen dan baja tulangan
Pondasi semen untuk lemari pengontrol Metoda dan persyaratan untuk penggalian, peletakan, penyelesaian, dan penimbunan pondasi semen
lokal dan tiang lampu lalu lintas
Cat dan pengecatan Peralatan apa saja yang harus dicat, tipe cat, jumlah lapisan pengecatan, dan metoda pengecatan
Penanganan rerumputan, semak, dan Persyaratan untuk penggantian rumput yang rusak, serta perlindungan terhadap semak-semak dan pepohonan
pepohonan

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-12


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.4 Lingkup Spesifikasi Pemasangan Perangkat Sistem APILL Terkoordinasi


Kegiatan Deskripsi Spesifikasi
Pembongkaran dan pemindahan kereb dan Prosedur untuk mendapatkan persetujuan untuk memotong kereb dan/atau trotoat, dan metoda penggantiannya
trotoar
Kunci lemari pengontrol dan ruang kontrol Diserahkan kepada siapa dan berapa jumlahnya

P
ST
.B
IT
D

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-13


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.4 Lingkup Spesifikasi Pemasangan Perangkat Sistem APILL


Terkoordinasi
Kegiatan Deskripsi spesifikasi
Umum Lingkup kegiatan adalah semua item kegiatan pemasangan yang
dipersyaratkan di kontrak, persyaratan untuk
persediaan/cadangan, dan prosedur pengantian dari material dan
peralatan
Material yang diperlengkap Detail mengenai apa saja material dan peralatan yang harus
oleh kontraktor diperlengkapi oleh kontraktor atapun pihak penyedia barang
Koneksi ke sumber energi Metoda untuk menyediakan koneksi dari sumber energi ke semua
komponen pusat pengendali dan komponen lapangan yang
membutuhkan energi untuk melaksanakan fungsinya dan
spesifikasi untuk saluran/jalur/kabel penghubungnya
Saluran/kabel Metoda untuk pemasangan kabel/saluran, metoda penyambungan,
dan metoda untuk mengetes kinerja pemasangan kabel/saluran,
khususnya untuk jalur komunikasi yang menggunakan kabel

TP
Pemasangan kabel/ kawat Metoda pemasangan kabel/kawat listrik yang menghubungkan:
listrik - Peralatan lapangan: lemari/cabinet pengontrol lokal, lampu
lalu lintas
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar
monitor
BS
Peletakan dan pengikatan Persyaratan untuk peletakan dan pengikatan/perkuatan dari setiap
peralatan di lapangan komponen:
- Peralatan lapangan: lampu lalulintas, pengontrol lokal dan
lemari/kabinetnya, ruang sumber energi, tiang lampu dan tiang
jalur komunikasi
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar
.

monitor
IT

Pengeleman/ penyegelan Persyaratan untuk pengeleman/ penyegelan dari


saluran/kabel/kawat untuk menghasilkan jaringan elektrik yang
menerus dan aman/terlindung
D

Campuran semen Spesifikasi standar untuk campuran semen dan baja tulangan
Pondasi semen untuk lemari Metoda dan persyaratan untuk penggalian, peletakan,
pengontrol lokal dan tiang penyelesaian, dan penimbunan pondasi semen
lampu lalu lintas
Cat dan pengecatan Peralatan apa saja yang harus dicat, tipe cat, jumlah lapisan
pengecatan, dan metoda pengecatan
Penanganan rerumputan, Persyaratan untuk penggantian rumput yang rusak, serta
semak, dan pepohonan perlindungan terhadap semak-semak dan pepohonan
Pembongkaran dan Prosedur untuk mendapatkan persetujuan untuk memotong kereb
pemindahan kereb dan trotoar dan/atau trotoat, dan metoda penggantiannya
Kunci lemari pengontrol dan Diserahkan kepada siapa dan berapa jumlahnya
ruang kontrol

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-14


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.5 Pedoman Penetapan Spesifikasi Peralatan Sistem APILL Terkoordinasi


Item Spesifikasi Pedoman Penetapan Spesifikasi
Pengontrol lokal (di Diusahakan menggunakan produk yang beredar di pasaran
persimpangan) dengan memperhatikan spesifikasi dari perangkat lunak yang
digunakan
Tiang Meliputi spesifikasi tiang, landasan, dan penyekrupan/pengelasan
berikut metodanya
Lampu lalulintas Meliputi spesifikasi untuk tempat lampu, lensa, lampu,
pemasangan kabel, terminal blok, terminal compartment, dan
mounting attachment
Konduktor lampu lalulintas Meliputi spesifikasi pelindung, kodifikasi warna, dan
karakteristik fisik
Kabel lampu lalulintas Meliputi spesifikasi untuk insulasi, karakteristik fisik kabel,
karakteristik elektrik kabel, kodifikasi warna kabel, dan fillers
Pendeteksi kendaraan Meliputi karakteristik fisik detektor, karakteristik elektrik
(detektor) detektor, kondisi lingkungan di mana peralatan harus dapat

TP
dioperasikan, kontrol, dan metoda pengoperasian. Spesifikasi ini
berlaku untuk detektor konvensional dan/atau image-processing-
detectors
Kabel komunikasi Meliputi spesifikasi insulasi, kodifikasi warna kabel, karakteristik
fisik kabel, dan karakteristik elektrik kabel
BS
Peralatan komunikasi Meliputi standar fasilitas antarmuka, data rates, karakteristik fisik
lapangan (atau peralatan peralatan, dan karakteristik elektrik peralatan
antarmuka pengontrol lokal)
Layar penampil gambar Jelaskan mengenai parameter dan metoda/cara menampilkan
berwarna (color graphics gambar untuk memonitor status peralatan dan kinerja
display) persimpangan yang diinginkan
.

Mesin cetak (printer) Sebutkan tipe, kecepatan, dan kualitas dari printer yang
IT

diperlukan
Kamera video Jelaskan mengenai kebutuhan dari daya jangkau kamera
(cathment area), ukuran layar kamera, refresh-rate dan kualitas
D

warna yang dihasilkan


Perangkat lunak komputer Sebutkan spesifikasi fungsional dari perangkat lunak pengontrol,
serta spesifikasi fungsional dari program yang digunakan untuk
melakukan kompilasi data, penggabungan data, dan mendiagnosa
data.
Televisi monitor Sebutkan kebutuhan ukuran monitor, jenis kamera, dan protokol
antarmuka yang digunakan
Rambu pesan yang dapat Sebutkan tipe CMS, ukuran CMS, metoda operasi CMS, dan
diubah (changeable message protokol antar muka yang digunakan
signs/CMS)
Peralatan komunikasi Sebutkan mengenai data modems dan peralatan antar muka yang
digunakan (interface devices)
Metoda koordinasi dalam Meliputi jenis utilitas yang harus diperhatikan (misalnya; jaringan
penanganan jaringan utilitas kabel listrik atau telepon), persyaratan untuk menghindari
perusakan utilitas,
Pengetesan Meliputi tingkat pengetesan yang harus dilakukan (komponen,

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-15


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.5 Pedoman Penetapan Spesifikasi Peralatan Sistem APILL Terkoordinasi


Item Spesifikasi Pedoman Penetapan Spesifikasi
sub sistem, sistem), organisasi yang bertanggungjawab untuk
persiapan dan yang melakukan perrsetujuan mengenai pengetesan
spesifikasi, prosedur pelaksanaan dan pelaporan hasil pengetesan
Hak cipta intelektual Meliputi status hakcipta (hak penggunaan) dari perangkat lunak
yang dibeli (termasuk pemilikan source-code, hak guna/hak
modifikasi)

8.7 Kelembagaan Dalam Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi


Untuk melaksanakan seluruh tahapan kegiatan penyelenggaraan sistem APILL
terkoordinasi sebagaimana yang disampaikan pada Tabel 3, diperlukan dukungan
perangkat kelembagaan yang kuat, dimana harus tersedia pola organisasi, tata
kerja, sumber daya manusia, dana, dan fasilitas kerja yang memadai.
Untuk pengadaan sistem APILL terkoordinasi (Tahap 1 sampai dengan Tahap 3)

TP
cukup diperlukan hanya suatu tim kerja (task-force) yang terdiri dari tim teknis
dan panitia pengadaan untuk mengawal kegiatan studi kelayakan, desain,
pengadaan jasa kontraktor.
Sedangkan untuk tahapan pengelolaan sistem APILL terkoordinasi (Tahap 4 dan
BS
Tahap 5) perlu dibentuk kelembagaan khusus yang menjalankan fungsi-fungsi
pengorganisasian pengelolaan, pengoperasian sistem, pemeliharaan sistem, dan
pengevaluasian status serta kinerja sistem terpasang.
Pada Tabel 8.6 disampaikan kebutuhan kelembagaan dalam tahapan pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi. Jumlah staf dan alokasi dana yang dibutuhkan
disesuaikan dengan skala sistem APILL terkoordinasi yang dipasang. Perkiraan
.

mengenai kebutuhan jumlah staf dan alokasi dana ini harus disediakan pada
IT

kegiatan studi kelayakan (khususnya Tahap 2).


D

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-16


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.6 Kebutuhan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Sistem APILL Terkoordinasi


Bagian Fungsi Kegiatan Kebutuhan Sumber Daya Kebutuhan Dana
Manusia
Pengorganisasian Mengkoordinasikan a) Memantau dan mengarahkan kegiatan Jenis: a) Dana operasional
pengelolaan sistem APILL dari setiap bagian agar dapat Kepala Unit Pengelola b) Dana pendidikan
terkoordinasi: menjalankan fungsinya dengan baik

P
Kualifikasi: dan pelatihan
a) Secara internal antar b) Berkoordinasi dengan institusi terkait c) Dana sosialisasi/
a) Pendidikan: sarjana teknik
setiap bagian dalam dan masyarakat untuk koordinasi secara
sipil/ planologi/industri yang

ST
kelembagaan mengoptimalkan fungsi dan manfaat berkala
memahami manajemen
pengelolaan sistem APILL terkoordinasi,
lalulintas
b) Secara ekstenal dengan khususnya dalam penentuan
kebijakan penganggaran, b) Pelatihan: pengelolaan
institusi lain dan
skema/strategi operasional, dan sistem APILL terkoordinasi
masyarakat
pemanfaatan lanjut c) Pengalaman: minimal 5

.B
tahun dalam manajemen
lalulintas
Pengoperasian Memastikan sistem APILL a) Mengendalikan dan mengawasi Jenis: a) Dana operasional
terkoordinasi beroperasi operasional seluruh sistem APILL a) Supervisor b) Dana pendidikan
dengan baik secara kontinu
IT terkoordinasi setiap hari dari pusat dan pelatihan
b) Operator/programmer
dan menyeluruh pengendali
Kualifikasi:
b) Mendata/medokumentasikan status
perangkat lapangan dan kinerja setiap a) Pendidikan: sarjana untuk
supervisor, D3 informatika
D
persimpangan
untuk operator
b) Pelatihan: pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi
c) Pengalaman: minimal 3
tahun dalam manajemen
lalulintas untuk supervisor
Pemeliharaan Memastikan bahwa setiap a) Pemeliharaan fungsi: memeriksa dan Jenis: a) Dana operasional

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-17


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

Tabel 8.6 Kebutuhan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Sistem APILL Terkoordinasi


Bagian Fungsi Kegiatan Kebutuhan Sumber Daya Kebutuhan Dana
Manusia
komponen sistem dalam menyempurnakan fungsi sistem a) Programmer/software b) Dana pendidikan
kondisi baik dan dapat APILL terkoordinasi specialist dan pelatihan
difungsikan b) Pemeliharaan perangkat keras: b) Teknisi perangkat keras c) Dana persediaan

P
Memperbaiki, menjaga, dan Kualifikasi: suku cadang minor
memodifikasi setiap komponen fisik d) Dana penggantian
a) Pendidikan: minimal D3
dari sistem APILL terkoordinasi

ST
teknik elektro suku cadang major/
c) Pemeliharaan perangkat lunak: besar
b) Pelatihan: pemeliharaan
Mengoreksi kesalahan dan
sistem APILL terkoordinasi
meningkat-kan pemanfaatan
perangkat lunak c) Pengalaman: tidak
disyaratkan

.B
d) Sertifikat: sertifikat keahlian
Evaluasi Mengevaluasi tingkat a) Evaluasi efektivitas kinerja dan Jenis/Jumlah: a) Dana operasional
efektivitas dan menyusun manfaat sistem APILL terkoordinasi a) Traffic engineer b) Dana pendidikan
strategi peningkatan kinerja b) Evaluasi jangka pendek untuk dan pelatihan
b) system analyst
sistem APILL terkoordinasi
IT mengidentifikasi dampak strategi
Kualifikasi: c) Dana pelaksanaan
operasional yang akan diterapkan survey lalulintas dan
a) pendidikan: sarjana teknik
c) Evaluasi berkala terhadap kinerja survery persepsi
sipil/ planologi/industri yang
operasional dan pemeliharaan
memahami manajemen
D
lalulintas
b) pelatihan: pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi
c) pengalaman: minimal 3
tahun dalam manajemen
lalulintas

Bab 8 Pedoman Penyelenggaraan ATCS 8-18


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 9
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi ini akan disampaikan mengenai


kesimpulan dan rekomendasi yang merupakan hasil evaluasi penerapan ATCS di
wilayah studi dari sisi lalu lintas, teknologi, kelembagaan dan pendanannya.
Selain itu pada bab ini disampaikan juga beberapa rekomendasi mengenai
alternatif penanganannya

9.1 Kesimpulan
Secara garis besar dari hasil kajian evaluasi penerapan ATCS di DKI Jakarta,

TP
Bandung dan Surabaya ini diperoleh kesimpulan bahwa secara typical ATCS di
ketiga kota tersebut memiliki permasalahan yang sama yang meliputi:
1. Teknologi: fungsi ATCS tidak optimal lagi akibat kerusakan dan/atau
kondisi komponen yang sudah tua dan aplikasi yang sudah ketinggalan
BS
jaman,
2. Kelembagaan: fungsi-fungsi pengelolaan ATCS (organisasi, operasional,
pemeliharaan, dan evaluasi) tidak berjalan sebagaimana mestinya yang
menyebabkan degradasi sistem dan tidak optimalnya pemanfataan sistem,
3. Pendanaan: support dana tidak tetap/kontinu dan jumlahnya kurang
.

memadai untuk melaksanakan semua fungsi O & M ATCS,


IT

4. Kinerja lalu lintas: secara umum ada perbaikan kinerja jika fungsi ATCS
dioptimalkan lagi
D

9.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil evaluasi permasalahan dari berbagai sudut pandang yang
meliputi dari sisi lalu lintas, teknologi, pendanaan dan kelembagaan ATCS
diperoleh beberapa rekomendasi yang meliputi:
1. Tindak lanjut di 3 kota (DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya) yang terdiri
dari:
- Arahan pengembangan meliputi 3 grand-strategy: refunctioning-
upgrade & migration-toward part of ITS
- Hal pertama yang harus dilakukan adanya reoperasi/refurbishment sub-
sistem Control Center (+ Software) dan jaringan komunikasi agar
refunctioning-system dapat dilaksanakan

Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi 9-1


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

2. Perlu standarisasi dan pedoman dalam pengembangan ATCS di Indonesia


yang diantaranya adalah sebagai berikut:
- Standarisasi kinerja sistem ATCS
- Standarisasi kompetensi SDM pengelola ATCS
- Sistem organisasi dan tata kerja lembaga pengelola ATCS
- Standarisasi biaya investasi dan pemeliharaan ATCS
- Pedoman penyelenggaraan ATCS

TP
. BS
IT
D

Bab 9 Kesimpulan dan Rekomendasi 9-2


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1-1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................. 1-2
1.3 Lingkup Kegiatan ..................................................................... 1-2
1.4 Keluaran/Hasil yang Diharapkan ............................................. 1-2

BAB 2 KAJIAN LITERATUR DAN PERUNDANGAN

TP
2.1 Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur
dan Perundang –undangan ....................................................... 2-1
2.1.1 Area Traffic Control System (ATCS)........................... 2-1
BS
2.1.2 Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) .......... 2-1
2.2 Ketentuan Mengenai Kelengkapan Jalan ................................. 2-1
2.3 Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas ............. 2-2
2.3.1 Perencanaan Lalu Lintas .............................................. 2-2
2.3.2 Pengaturan Lalu Lintas ................................................ 2-6
.

2.3.3 Rekayasa Lalu Lintas ................................................... 2-6


IT

2.3.4 Pengendalian Lalu Lintas ............................................. 2-7


2.3.5 Pengawasan Lalu Lintas ............................................... 2-7
D

2.4 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ............................................. 2-7


2.4.1 Jenis, Fungsi dan Bentuk Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas ................................................................... 2-7
2.4.2 Kekuatan Hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas .... 2-9
2.4.3 Penyelenggaraan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ..... 2-9
2.4.4 Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas ............. 2-10
2.5 PerkembanganTeknologi ATCS .............................................. 2-10
2.5.1 Sydney Coordinated Area Traffic System .................... 2-11
2.5.2 Split Cycle Offset Optimization Technique ............... 2-12
2.5.3 FAST TRAC ................................................................ 2-13
2.5.4 Inteligent Transport System (ITS) .............................. 2-13

Daftar Isi i
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI


3.1 Pemahaman Terhadap Latar Belakang Studi ........................... 3-1
3.2 Pemahaman Terhadap Instrumental Input ............................... 3-1
3.3 Pemahamam Terhadap Faktor Pengaruh Lingkungan
Strategis .................................................................................... 3-2
3.4 Pemahaman Terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan ................... 3-2
3.5 Alur Pikir Pekerjaan ................................................................. 3-4
3.6 Lingkup Evaluasi Penerapan ATCS......................................... 3-6
3.7 Konteks Evaluasi Penerapan ATCS ......................................... 3-6
3.8 Konfigurasi ATCS ................................................................... 3-7
3.9 Pendekatan Evaluasi Teknologi ATCS .................................... 3-9
3.10 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS ................................. 3-11

TP
3.11 Pendekatan Analisis Lalu Lintas .............................................. 3-12
3.12 Kajian Pengembangan Sistem .................................................. 3-13
3.12.1 Komponen ATCS ......................................................... 3-13
BS
3.12.2 Kaidah Pengembangan Sistem .................................... 3-14
3.13 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan ................................... 3-15
3.14 Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)...... 3-16
3.15 Metoda Pendekatan Analisis .................................................... 3-18
.

3.15.1 Metode Pengumpulan Data .......................................... 3-18


IT

3.15.2 Metode Pelaksanaan Survey ........................................ 3-18


3.15.3 Metode Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal ...... 3-19
D

3.15.4 Traffic Network Study Tools (TRANSYT) .................. 3-24

BAB 4 EVALUASI DAN PENERAPAN ATCS DI PROVINSI


DKI JAKARTA
4.1 Deskripsi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta ............... 4-1
4.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS
di Provinsi DKI Jakarta ................................................ 4-1
4.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS
di Provinsi DKI Jakarta ................................................ 4-11
4.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Provinsi DKI Jakarta ..... 4-11
4.2 Evaluasi Penerapan ATCS di Provinsi DKI Jakarta ................ 4-13
4.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi .......... 4-13

Daftar Isi ii
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

4.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan ....... 4-20


4.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas ......... 4-23
4.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil
Optimasi Dengan MKJI ................................ 4-23
4.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil
Optimasi Dengan Transyt ............................. 4-28

BAB 5 EVALUASI DAN PENERAPAN ATCS DI KOTA BANDUNG


5.1 Deskripsi Penerapan ATCS di Kota Bandung ......................... 5-1
5.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS
di Kota Bandung .......................................................... 5-1
5.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS

TP
di Kota Bandung ......................................................... 5-7
5.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Kota Bandung ............... 5-7
5.2 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung ........................... 5-9
BS
5.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi .......... 5-9
5.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan ....... 5-16
5.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas ......... 5-19
5.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil
.

Optimasi Dengan MKJI ................................ 5-19


IT

5.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil


Optimasi Dengan Transyt ............................. 5-24
D

BAB 6 EVALUASI DAN PENERAPAN ATCS DI KOTA SURABAYA


6.1 Deskripsi Penerapan ATCS di Kota Surabaya ......................... 6-1
6.1.1 Deskripsi Lokasi dan Kondisi ATCS
di Kota Surabaya .......................................................... 6-1
6.1.2 Struktur Organisasi Pengelola ATCS
di Kota Surabaya ......................................................... 6-11
6.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Kota Surabaya ............... 6-12
6.2 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Surabaya .......................... 6-14
6.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi .......... 6-14
6.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan ....... 6-21
6.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas ......... 6-24

Daftar Isi iii


LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

6.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil


Optimasi Dengan MKJI ................................ 6-24
6.2.3.2 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil
Optimasi Dengan Transyt ............................. 6-28

BAB 7 ARAHAN PENGEMBANGAN ATCS


7.1 Road Map Permasalahan .......................................................... 7-1
7.2 Harapan Dari Masyarkat/Stakeholders Terkait Terhadap
Penerapan ATCS Indonesia ..................................................... 7-3
7.3 Kebutuhan Optimalisasi Pemanfaatan ATCS .......................... 7-5
7.4 Skema Alternatif Pendanaan dan Komersialisasi ATCS ......... 7-6
7.5 Arahan Pengembangan ATCS ................................................. 7-8

TP
7.5.1 Kondisi Saat Ini (Eksisting) ......................................... 7-8
7.5.2 Persoalan/Permasalahan Mendatang ............................ 7-9
7.5.3 Action Plan ................................................................... 7-11
BS
7.5.3.1 Refunctioning ................................................ 7-12
7.5.3.2 Up Grade and Migration .............................. 7-13
7.5.3.3 Toward to ITS................................................ 7-14
7.6 Tahapan Pengembangan........................................................... 7-14
.
IT

BAB 8 PEDOMAN PENYELENGGARAAN ATCS


8.1 Ruang Lingkup ......................................................................... 8-1
D

8.2 Acuan Normatif........................................................................ 8-1


8.3 Istilah dan Definisi ................................................................... 8-2
8.4 Umum....................................................................................... 8-3
8.4.1 Deskripsi Umum Sistem APILL Terkoordinasi ........... 8-3
8.4.1.1 Prinsip Kerja APILL Terkoordinasi ............. 8-3
8.4.1.2 Sub Sistem atau Bagian Utama dari Sistem
APILL Terkoordinasi .................................... 8-4
8.4.1.3 Maksud, Tujuan dan Manfaat Penerapan
Sistem APILL Terkoordinasi ........................ 8-6
8.4.1.4 Kategori Sistem Pengaturan Pada Sistem
APILL Terkoordinasi .................................... 8-6

Daftar Isi iv
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

8.4.2 Kriteria Umum Penerapan Sistem APILL


Terkoordinasi di Suatu Area ........................................ 8-8
8.5 Tahapan Penyelenggaraan Sistem APILL Terkoordinasi ...... 8-8
8.6 Spesifikasi Sistem APILL Terkoordinasi ................................ 8-9
8.7 Kelembagaan Dalam Penyelenggaraan Sistem APILL
Terkoordinasi ........................................................................... 8-16

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


9.1 Kesimpulan .............................................................................. 9-1
9.2 Rekomendasi ............................................................................ 9-1

LAMPIRAN

TP
. BS
IT
D

Daftar Isi v
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya

KATA PENGANTAR
Laporan ini merupakan Laporan Akhir dari kegiatan studi “Evaluasi Penerapan
Area Traffic Control System (ATCS) Di DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya. Secara umum Laporan Akhir ini memuat :
 BAB 1 PENDAHULUAN yang berisi mengenai latar belakang, maksud
dan tujuan, lingkup dan kegiatan serta keluaran/hasil yang diharapkan
yang diambil berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK),
 BAB 2 KAJIAN LITERATUR DAN PERUNDANG-UNDANGAN
yang berisi mengenai teori – teori literatur dan perundang – undangan
yang terkait dengan studi penerapan ATCS,
 BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI yang berisi mengenai
pemahaman dan metoda - metoda yang digunakan yang meliputi metode
pelaksanaan kerja dan metode pendekatan yang digunakan untuk

TP
pengumpulan data, survey dan analisis sehingga diperoleh hasil yang
sesuai dengan yang diharapkan dalam studi ini,
 BAB 4, 5 DAN 6 MENGENAI EVALUASI PENERAPAN ATCS DI
PROVINSI DKI JAKARTA, BANDUNG DAN SURABAYA yang
BS
berisi mengenai hasil evaluasi kondisi teknologi dan pengelolaan ATCS
yang ada saat ini di ketiga kota tersebut beserta rekomendasi alternatif
penanganannya
 BAB 7 ARAHAN PENGEMBANGAN ATCS yang berisi mengenai
arahan pengembangan ATCS untuk ketiga lokasi studi yang meliputi
.

aspek teknologi dan pengelolaanya beserta kegiatan program-programnya


IT

dimulai dari jangka waktu pendek, menengah dan jangka panjang


 BAB 8 PEDOMAN PENYELENGGARAAN ATCS yang berisi
mengenai ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, umum,
D

tahapan penyelenggaraan sistem APILL terkoordinasi, dan spesifikasi


APILL terkoordinasi.
 BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI yang merupakan
kesimpulan hasil evaluasi penerapan ATCS di wilayah studi dari sisi lalu
lintas, teknologi dan pengelolaanya yang disertai dengan beberapa
rekomendasi mengenai alternatif penanganannya
Kami berharap Laporan Akhir Evaluasi Penerapan Area Traffic Control
System (ATCS) di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya ini telah memuat
semua materi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan di Kerangka Acuan
Kerja. Namun demikian, saran-saran untuk penyempurnaan laporan ini sangat
kami harapkan, sehingga dapat menjadi bahan masukan yang berarti bagi studi ini.
Team Leader

Anda mungkin juga menyukai