BAB 1
PENDAHULUAN
Pada Bab 1 Pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan, lingkup dan kegiatan serta keluaran/hasil yang diharapkan yang diambil
berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatan studi ”Evaluasi Penerapan
Area Traffic Control System (ATCS) di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya’’.
Penjelasan yang terdapat pada pendahuluan ini merupakan pemahaman pertama
bagi konsultan untuk menetapkan konsep dasar dan kerangka kerja dalam
menyusun laporan pekerjaan.
TP
1.1 Latar Belakang
Hampir seluruh jaringan jalan di kota-kota di Indonesia telah ditandai dengan
kemacetan lalu lintas. Hal ini akibat dari pertumbuhan lalu lintas yang pesat,
selain itu juga disebabkan berbaurnya peranan jalan arteri, kolektor, dan lokal
BS
(tidak berfungsi sesuai dengan hierarki jalan) yang mengakibatkan
tercampurnya lalu lintas dari semua jenis kendaraan juga banyak memberikan
kontribusi terhadap tingkat kemacetan dan kecelakaan yang terjadi.
Identifikasi masalah menunjukkan lokasi kemacetan terletak pada persimpangan
atau titil-titik tertentu yang terletak disepanjang ruas jalan. Permasalahan konflik
pergerakan kendaraan yang berbelok dan pengendaliannya banyak berpengaruh
.
TP
Kegiatan kajian dan penerapan ATCS akan dilaksanakan secara sistematis,
terencana dan berkesinambungan yaitu DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Secara umum kegiatan kajian dan penerapan ATCS di DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya terbagi dalam dua kegiatan utama yaitu kajian lalu lintas dan penerapan
peralatan ATCS, dengan uraian kegiatan sebagai berikut:
BS
1. Melakukan kajian kondisi lalu lintas di kawasan perkotaan dengan
prioritas pada (lima) persimpangan utama yang ada di DKI Jakarta,
Bandung dan Surabaya;
2. Merekomendasi skema-skema manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk
kawasan kajian;
.
IT
BAB 2
KAJIAN LITERATUR DAN
PERUNDANGAN
2.1 Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur dan Perundang-
undangan
2.1.1 Area Traffic Control System (ATCS)
TP
ATCS merupakan suatu sistem pengatur lampu lalu lintas terpusat mempunyai
kemampuan untuk manajemen lalu lintas dengan mengkoordinasikan antar
persimpangan dari pusat kontrol ATCS, sehingga diperoleh dari suatu kondisi
BS
pergerakan lalu lintas pada ruas jalan yang efektif dan effisien.
TP
Inventarisasi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengumpulan data untuk
mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan/atau persimpangan,
meliputi:
a. Data dimensi dan geometrik jalan, terdiri dari antara lain:
BS
1. Panjang ruas jalan;
2. Lebar jalan;
3. Jumlah lajur lalu lintas;
4. Lebar bahu jalan;
.
IT
5. Lebar median;
6. Lebar trotoar;
7. Lebar drainase,
D
8. Alinyemen horisontal;
9. Alinyemen vertikal.
b. Data perlengkapan jalan meliputi jumlah, jenis dan kondisi perlengkapan
jalan terpasang
c. Data lalu lintas meliputi antara lain:
1. Volume dan komposisi lalu lintas;
2. Lecepatan lalu lintas (operating speed);
3. Kecepatan perjalanan rata-rata (average overall travel speed);
4. Gangguan samping;
5. Operasi alat pemberi isyarat lalu lintas;
6. Jumlah dan lokasi kejadian kecelakaan;
TP
Didalam pasal 7 Permenhub Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun
2006 dijelaskan mengenai tingkat pelayanan pada ruas jalan dan persimpangan,
dimana penjelasan lebih detailnya adalah sbagai berikut:
a. Tingkat pelayanan pada ruas jalan diklasifikasikan atas:
BS
1. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi
- Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi;
- Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat
dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan
maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan;
.
IT
- Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai
dibatasi oleh kondisi lalu lintas;
- Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum
mempengaruhi kecepatan;
- Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih
kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.
3. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi
- Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan
dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi;
- Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas
meningkat;
- Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan,
pindah lajur atau mendahului.
TP
tinggi;
- Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
6. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi
-
BS
Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang;
- Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi
kemacetan untuk durasi yang cukup lama;
- Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0.
b. Tingkat pelayanan pada persimpangan mempertimbangkan faktor
.
b. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan
jalan sekunder sesuai fungsinya untuk:
1. Jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;
TP
pengguna jalan.
- Kanalisasi; dan/atau
- Pelebaran jalan.
D
a. Peraturan Direktur Jenderal, untuk jalan nasional dan jalan tol serta
IT
c. Peraturan Daerah Kabupaten untuk seluruh jalan kabupaten dan jalan desa
serta diumumkan dalam Berita Daerah Kabupaten;
d. Peraturan Daerah Kota, untuk seluruh jalan kota serta diumumkan dalam
Berita Daerah Kota.
TP
3. Jumlah kecelakaan lalu lintas;
4. Jumlah pelanggaran berlalu lintas.
b. Penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas untuk mengetahui
efektifitas kebijakan lalu lintas, dilakukan sebagai tindak lanjut
BS
pemantauan meliputi:
1. Penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan;
2. Analisis tingkat pelayanan;
3. Analisis tingkat kecelakaan;
.
2.4.1 Jenis, Fungsi, Bentuk dan Ukuran Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Sebagaimana yang disampaikan dalam KM No. 62 tahun 1993 tentang Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas Pasal 3 bahwa untuk jenis dari alat pemberi syarat
lalu lintas terdiri dari 3 macam yang meliputi:
a. Lampu 3 (tiga) warna, untuk mengatur kendaraan;
b. Lampu 2 (dua) warna, untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki;
c. Lampu 1 (satu) warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada
pemakai jalan.
Untuk penjelasannya tentang jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada butir a
tersebut disampaikan dalam pasal 4 yaitu:
1. Lampu tiga warna terdiri dari warna merah, kuning dan hijau;
2. Lampu tiga warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal.
TP
Untuk jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada lampu 1 (satu) warna disampaikan
dalam pasal 7 yaitu:
1. Lampu satu warna berwarna kuning atau merah.
2. Lampu satu warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal.
BS
Setiap jenis alat pemberi isyarat lalu lintas memiliki fungsi yang berbeda-beda
yang meliputi:
1. Lampu tiga warna menyala secara bergantian dan tidak berkedip dengan
urutan sebagai berikut :
a. Lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam,
.
atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas, bersiap untuk berhenti
dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas
berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat
berjalan;
c. Lampu warna merah menyala setelah lampu kuning padam,
mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan
apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti,
kendaraan harus berhenti sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas.
2. Lampu dua warna menyala secara bergantian, yang berfungsi :
a. Mengatur lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki;
b. Mengatur lalu lintas kendaraan pada jalan tol atau tempat-tempat
tertentu lainnya.
3. Lampu satu warna terdiri dari satu lampu yang menyala berkedip atau dua
lampu yang menyala bergantian.
a. Lampu satu warna yang berwarna kuning dipasang pada jalur lalu
lintas, mengisyaratkan pengemudi harus berhati-hati;
b. Lampu satu warna sebagaimana yang berwarna merah dipasang pada
persilangan sebidang dengan jalan kereta api dan apabila menyala
mengisyaratkan pengemudi harus berhenti;
c. Lampu satu warna dilengkapi dengan isyarat suara atau tanda panah
pada lampu yang menunjukan arah datangnya kereta api.
Lampu - lampu sebagaimana yang disampaikan sebelumnya dalam
berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20 sentimeter sampai
dengan 30 sentimeter dengan daya lampu antara 60 watt sampai
dengan 100 watt.
TP
a. Keputusan Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk pengaturan
lalu lintas pada jalan nasional dan jalan tol, kecuali jalan nasional yang
terletak di Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya Daerah
Tingkat II, serta diumumkan dalam Berita Negara;
BS
b. Peraturan Daerah Tingkat I, untuk pengaturan pada jalan propinsi, kecuali
jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II
dan jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, serta
diumumkan dalam Berita Daerah;
c. Peraturan Daerah Tingkat II, untuk pengaturan lalu lintas pada jalan
.
- Jalan nasional yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II
dengan persetujuan Direktur Jenderal.
d. Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya untuk:
- Jalan kotamadya;
- Jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, dengan
persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
- Jalan nasional yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II dengan
persetujuan Direktur Jenderal.
TP
1. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persimpangan, ditempatkan pada sisi
kiri jalur lalu lintas menghadap arah lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi
kanan atau di atas jalur lalu lintas.
2. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persilangan sebidang dengan jalan
kereta api, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah lalu
BS
lintas dan dapat diulangi pada sisi kanan jalur lalu lintas.
3. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki,
ditempatkan pada sisi kiri dan/atau kanan jalur lalu lintas menghadap ke
arah pejalan kaki yang dilengkapi dengan tombol permintaan untuk
menyeberang.
.
sehingga mudah dilihat dengan jelas oleh pengemudi, pejalan kaki dan
tidak merintangi lalu lintas kendaraan.
D
TP
Tol Swasta, Dinas Perhubungan dan sebagainya), maka aspek SOP
pertukaran data antar instansi perlu dibangun, sehingga memungkinkan
penggunaan bersama informasi dan traffic signal control baik secara
formal maupun non-formal untuk diolah lebih lanjut. Hasilnya adalah data
yang diolah dalam unit signal coordination systems yang akan dapat
BS
diakses.
3. Sinyal ini tentu saja tidak dapat digunakan langsung oleh pengguna,
sehingga diperlukan interface yang menghubungkan data trafik yang
tersimpan, analisis teknik dari ahli trafik dan akhirnya melahirkan
informasi operasi dan pemeliharaan (seperti aktuasi pengaturan waktu
untuk pengendali lalu-lintas) maupun informasi route alternatif (route
.
TP
. BS
IT
D
Dan pada akhirnya, untuk system SCATS, semuanya mengacu dan diarahkan
sepenuhnya konsep system informasi, yaitu adanya sumber informasi (sensor
dan data dari kamera) yang sudah dapat dipercaya, untuk kemudian diolah
secara software dan diumpankan ke actuator untuk mengendalikan waktu
`hijau' dari setiap perlintasan dalam frame waktu yang diijinkan.
2.5.3 FAST-TRAC
FAST-TRAC merupakan singkatan dari Faster and Safer Travel Through Routing
and Advanced Controls, sebuah system yang menggunakan teknologi terpadu antara
video dan komputer, video-based vehicle detection system (autoscope
devices). Sistem memanfaatkan digital video kamera yang gambarnya
diproses dan digunakan sebagai penghitung trafik dalam rangka mengatur
'time signal dari traffic light. Contoh penggunakan sistem ini adalah The
Road Commission for Oakland County (RCOC) in Michigan.
TP
Perangkat video-based vehicle detection system (autoscope devices) pada
FAST-TRAC digunakan untuk mengumpulkan data arus lalu-lintas secara
real-time. Data dari video detektor digunakan sebagai input untuk algoritma
FAST-TRAC untuk mengatur sinyal trafik dan untuk kebutuhan manajemen.
Data trafik selain dianalisa oleh computer terdekat yang terdapat di ATCS
BS
control box, data traffic tersebut juga dikirimkan ke regional signal control
computers dan ke sebuah central traffic operations center (TOC). Selain
sebagai piranti analisis trafik, CCTV juga tetap berperan sebagai alat
monitoring dan surveillance lalu lintas, mengatasi kemacetan dan
kecelakaan.
.
IT
telah dimiliki hampir disemua kota-kota di negara maju sebagai contoh Jepang
saat ini telah memiliki 170 pusat pengendalian (ITCS), sedang di Indonesia saat
ini yang ada baru dapat dikatakan sebagai ATCS (Area Traffic Control System)
dan saat ini belum dapat dikatakan sebagai ITCS.
Dalam sistem pengendalian terpadu ini terdapat tiga unsur yang harus disediakan
antaralain adalah :
1. Pengumpulan informasi data lalu lintas, dimana pengumpulan data lalu
lintas ini dilakukan secara otomatis seperti volume, lalu lintas, kecepatan
kendaraan, kemacetan (lalu lintas dan lain-lain dengan menggunakan
berbagai alat detektor yang telah disebutkan di atas,
2. Pengendalian APILL, untuk menjadikan pengendalian koordinasi dan area
dalam mengendalikan lalu lintas,
TP
mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas dalam usaha meningkatkan keselamatan
dan memberikan kenyamanan bagi pengemudi serta mengurangi kemacetan lalu
lintas.
Dalam pengembangan ITS yang pertama-tama yang harus dilakukan adalah
BS
bagaimana menentukan manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas.
Manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas disesuaikan untuk mendistribusi
dan men-supply volume dan arus lalu lintas pada kota yang sibuk pada
persimpangan jalan yang ada. System ini bekerja untuk membantu kota dalam hal
penyediaan fasilitas untuk kendaraan bermotor khususnya dan pengguna jalan
pada umumnya.
.
Pada dasarnya manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas mempunyai unsur-
IT
TP
parkir langsung dari tranmisi di jalan. Papan informasi tranmisi terminal
dari dan dari unit navigasi yang terdapat dalam kendaraan informasi jalan
di sediakan secara otomatis me1alui telepon/fax.
e. Sub Sistem Manajemen Operasi.
BS
Manajemen sistem operasi ini merupakan sistem pengendalian lalu lintas
yang dilakukan oleh operator pada pusat pengendalian, dimana operator
pengendali memperoleh informasi melalui wall map (peta besar) lalu lintas
dan CRT display terdapat dipusat pengendalian. Operator pada dasarnya
menyediakan informasi-informasi untuk para pengguna jalan dengan
melakukan perubahan setting parameter pengendalian Sebagai bagian dari
.
TP
. BS
IT
D
TP
Gambar 2.3 Feature ITS Dalam Mendeteksi Arus Lalu Lintas
BS
- Mendeteksi Kecelakaan
.
IT
D
TP
Gambar 2.5 Feature ITS Dalam Mendeteksi Ilegal Parking
BS
- Medeteksi kecepatan
.
IT
D
TP
Gambar 2.7 Feature ITS Dalam Mendeteksi Plat Nomor Kendaraan
BS
Berikut kami sampaikan beberapa referensi negara yang menerapkan maupun
mengimplementasikan sistem ini:
1. Brisa (Portugal)
Pembangunan digital video surveillance dan traffic control lebih dari
.
TP
BS
Gambar 2.8 ITS di Brisa ( Portugal)
2. Sanef (Prancis)
Pembangunan traffic monitoring dan surveillance system di Lyon, Sanef,
.
3. Antwerp (Belanda)
Pembangunan digital traffic monitoring system di Artwerp Ring Road.
Dengan menggunakan modul untuk menganalisa lalu lintas dapat
mendeteksi insiden-insiden sebagai berikut: kemacetan, kendaraan yang
berhenti di daerah terlarang, kendaraan salah arah, dan kecelakaan.
TP
Gambar 2.10 ITS di Antwerp (Belanda)
BS
4. UK (Highway) Inggris
UK Highways (Inggris) Sistem Informasi di Inggris (UK Highways
Agency Traffic Information System) menyediakan informasi lalu lintas
kepada Kepolisian Lalu Lintas Inggris dengan bantuan.
.
5. Swiss
Pembangunan Digital Surveillance and Traffic Monitoring System di
Jalur-Jalur utama Swiss.
6. Belanda
TP
Dutch Ministry of Transport (Rijkswaterstaat) menggunakan Jaringan
Fiber Optik dengan kapasitas Gigabit untuk menangani video stream dari
BS
600 kamera secara simultan yang memantau 16 area termasuk jalan raya,
terowongan, jembatan, dan area-area khusus.
Sistem ini memonitor keadaan lalu-lintas darat dan air di Rotterdam, yang
merupakan salah satu pelabuhan terbesar di dunia
.
IT
D
BAB 3
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
TP
Sebagaimana yang disampaikan didalam KAK dapat dipahami bahwa terdapat
beberapa alasan mendasar yang melatarbelakangi studi ini harus dilakukan.
Beberapa point penting didalamnya meliputi:
BS
1. Permasalahan transportasi perkotaan akibat kurang optimalnya kinerja
jaringan jalan yang ditandai oleh kemacetan lalu lintas;
2. Kemacetan lalu lintas telah berdampak terhadap perekonomian dan
lingkungan kota;
.
3. PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
4. Kepmenhub No. KM 62 tahun 1992 tentang APILL;
5. Permenhub No. KM 14 tahun 2006 tentang Manajemen Rekayasa Lalu
Lintas;
6. Studi-studi yang terkait dengan penerapan ATCS dlsb
1. Input: adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi
IT
finansial, dlsb. Secara spesifik input yang diperlukan dalam studi ini dapat
dipisahkan dalam beberapa hal berikut:
a. Isu strategis: beberapa permasalahan yang menjadi latar belakang
dilaksanakannya pekerjaan ini, diantaranya:
- Permasalahan transportasi perkotaan akibat kurang optimalnya
kinerja jaringan jalan yang ditandai oleh kemacetan lalu lintas;
- Kemacetan lalu lintas telah berdampak terhadap perekonomian
dan lingkungan kota;
- Untuk mengatasi permasalahan tersebut di beberapa kota besar
di install ATCS (Area Traffic Control System);
- Di beberapa kota seperti halnya DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya ATCS telah terpasang, namun belakangan
menunjukkan bahwa terdapat sejumlah permasalahan (teknis,
-
Rekayasa Lalu Lintas;
TP
Studi-studi yang terkait dengan penerapan ATCS dlsb
c. Lingkungan strategis: faktor eksternal yang telah dan terus akan
BS
mempengaruhi sistem transportasi di kota Bandung, yakni:
- Perkembangan teknologi;
- Keterbatasan pendanaan;
- Sumber daya manusia;
- Perkembangan lalu lintas jalan.
.
IT
Adapun secara lebih spefisik seperti yang disebutkan dalam ruang lingkup
kerja pada KAK adalah:
- Melakukan kajian kondisi lalu lintas di kawasan perkotaan dengan
prioritas pada 5 (lima) persimpangan utama yang ada di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya;
- Merekomendasi skema-skema dan manajemen rekayasa lalu lintas
untuk kawasan kajian;
- Membuat simulasi pengendalian lalu lintas menggunakan teknolgi
ATCS;
- Menerapkan sistem simulasi ATCS di 5 (lima) persimpangan
utama.;
TP
3.5 Alur Pikir Pekerjaan
Pada Gambar 3.1 disampaikan bagan alur pikir pekerjaan ini sebagai perwujudan
dari pemahaman konsultan atas KAK yang diberikan. Alur pikir ini memberikan
keterkaitan antara input-proses-output-outcome-benefit/impact dari pekerjaan ini,
sebagai gambaran mengenai apa saja yang dihasilkan dan dapat digulirkan lebih
BS
lanjut dari pekerjaan ini.
.
IT
D
ACUAN/PERATURAN
P
• Permenhub KM No.14 tahun
2006 tentang MRLL
ST
LINGKUP KEGIATAN
KELUARAN
• Melakukan kajian kondisi lalu
PERMASALAHAN
lintas di kawasan perkotaan • Evaluasi teknis,
.B
SASARAN
dengan prioritas pada 5 spesifikasi, teknologi
• Kinerja dan tingkat
persimpangan utama dan pengelolaan ATCS MANFAAT
pelayanan ATCS yang ada Diperolehnya
sudah menurun
• Merekomendasi skema-skema yang sudah ada rekomendasi
manajemen dan rekayasa lalu • Rekomendasi terhadap Peningkatan
• Perlunya evaluasi terhadap
lintas untuk kawasan kajian spesifikasi teknis, perbaikan standar kinerja dan tingkat
penerapan ATCS yang
sudah ada termasuk
• Membuat simulasi teknologi dan penerapan ATCS pelayanan ATCS
pengelolannya
IT
pengendalian lalu lintas
menggunakan teknologi ATCS
pengelolaan ATCS yang
akan diterapkan
• Menerapkan sistem simulasi
ATCS di 5 (lima) persimpangan
D
utama
FAKTOR PENGARUH
• Perkembangan teknologi
• Keterbatasan pendanaan
• Sumber daya manusia Gambar 3.1 Alur Pikir Pekerjaan
• Perkembangan lalulintas jalan
TP
Sistem ATCS
BS
Vehicle Traffic Comunication Controll Center dan
Detector Signal Controller n dan
Network Aplication Software
Controller
.
Manfaat ATCS
D
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI:
• Sistem Operasi & Software
• Teknologi detector (non-pavement) Analisis Rekomendasi
• Sistem komunikasi (via fiber-optic pengembangan sistem
and/or wireless) Kompatibilitas
ATCS Terpasang
• Controllers capability
PERKEMBANGAN APLIKASI:
• Skema manajemen lalulintas (traffic
TP Potensi Arahan/kebutuhan
kapabilitas dan kinerja
BS
regulation, bus priority, dll) Pemanfaatan
• Intelligent Transport System ATCS di masa akan
datang
PERKEMBANGAN KONDISI
SISTEM TERPASANG: Kinerja sistem dan sub
• Pertumbuhan lalulintas Evaluasi Kinerja sistem ATCS
.
integrasi tiap
sejalan umur komponen/modul
D
CONTROL ATCS
CENTER (System)
COMMUNICATION
NETWORK
P
ATCS
(Sub-System)
ST
LOCAL
CONTROLLER
.B
DETECTOR
IT ATCS
(Component/
Modul)
D
TP
detector dlsb berjalan dengan baik. Sebagai contoh adalah untuk control center
ketika dilakukan evaluasi apakah control center tersebut dapat melakukan
pengontrolan dan optimasi simpang, sedangkan yang lainnya adalah untuk
comunication network apakah bisa menyampaikan informasi dengan baik. hal
yang sama juga untuk yang komponen lainnya yaitu untuk local controller dan
BS
detector apakah menunjukkan dapat menyimpan dan mengatur sinyal simpang
dan mendeteksi jumlah kendaraan yang lewat. Hal ini berarti bahwa apabila
semua komponen atau salah satu sub system tersebut tidak berjalan baik, maka
secara sub system dapat dikatakan tidak berfungsi dengan baik.
Hal yang sama juga untuk komponen/modul yaitu semua jenis hardware maupun
.
satu hardware maupun software yang rusak maka dapat dikatakan secara
komponen/modul tidak berfungsi dengan baik.
Untuk lebih jelas mengenai pendekatan evaluasi teknologi ATCS disampaikan
D
P
• Di semua titik/lokasi simpang (yang dikontrol) tidak terkoordinasi secara
adaptive
ST
• Controll center Setiap sub sistem dapat menjalankan fungsinya dengan baik: • Control Center: % waktu
• Controll center: dapat mengontrol dan melakukan optimasi software/CC tidak berfungsi
• Communication network pengaturan simpang • Communication Network: %
Sub System
• Communication network: dapat menyampaikan data dari/ke titik/lokasi simpang yang tidak
.B
ATCS control room ke/dari setiap controller terhubung dengan CC
• Controllers
• Controllers: dapat menyimpan dan mengatur setting sinyal di • Controllers: %controller yang
setiap simpang tidak berfungsi
• Detectors • Detectors: %detector yang
• Detectors: dapat mendeteksi adanya lalulintas yang melalui setiap
IT simpang tidak berfungsi
Semua jenis hardware dan Setiap hardware dan software yang digunakan tidak rusak dan dapat % software dan hardware yang
Komponen software yang digunakan diintegrasikan dengan komponen/modul lainnya rusak dan tidak dapat
/Modul diintegrasikan dengan
D
komponen/modul lainnya
TP
mengarahkan Pengelola ATCS
Mengkoordinasikan
kegiatan dari • Dana sosialisasi/
pengelolaan ATCS
setiap bagian agar • Kualifikasi: koordinasi secara
secara internal pendidikan, berkala
dapat menjalankan
maupun ekstenal pelatihan,
fungsinya dengan
baik pengalaman
BS
• Berkoordinasi
dengan instansi
terkait (Bappeda,
Kepolisian, dll)
untuk
penganggaran,
pengoperasian,
.
dan pemanfaatan
IT
beroperasi dengan
seluruh sistem
baik secara kontinu
ATCS sehari-hari • Kualifikasi:
dari control room pendidikan,
pelatihan,
• Mendata/medoku pengalaman,
mentasikan setiap sertifikat
kondisi, kegiatan,
dan kejadian
TP
ATCS
peningkatan kinerja pendidikan,
sistem • Evaluasi jangka pelatihan,
pendek: pengalaman,
mengevaluasi sertifikat
kinerja strategi
BS
operasional
tertentu
• Evaluasi berkala:
terhadap kinerja
operasional dan
pemeliharaan
.
IT
Input Data
Skenario Analisis
• Data Geometrik Hasil
- Geometrik simpang • EXISTING:
- Geometrik ruas Setting sinyal yang ada • Perubahan kinerja
• Data lalulintas (off-line) persimpangan (delay,
- Lalulintas simpang • OPTIMASI: panjang antrian)
- Lalulintas ruas - Individual (analisis • Perubahan kinerja
• Data pendukung MKJI) jaringan (waktu tempuh,
- Hambatan samping - Terkoordinasi (analisis konsumsi BBM)
- Pengaturan sinyal TRANSYT)
eksisting
TP
Gambaran permasalahan kondisi ATCS yang ada saat ini adalah pada sistemnya,
dimana dari data volume kendaraan yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
sensor detektor, maka data tersebut langsung dikirimkan melalui alat komunikasi
(kabel, wireless dlsb) menuju traffic control centre, yang kemudian data-data
tersebut dikumpulkan, diproses dan disebarkan kembali untuk pengaturan traffic
BS
light selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses tersebut tidak optimal,
dimana seharusnya data-data tersebut selain dikirimkan untuk pengaturan traffic
light selanjutnya, dapat juga digunakan sebagai informasi kondisi lalu lintas
kepada user melalui beberapa alternatif teknologi seperti halnya media elektronik
(radio, TV), HP dlsb. Untuk gambaran lebih jelas mengenai tahapan system
tersebut disampaikan pada Gambar 3.5.
.
IT
D
TP
Comunication Media
1. Sustainable improvement
Terbuka untuk kemungkinan pengembangan lebih lanjut
2. User friendly
Kemudahan untuk pengoperasian
3. Scalability
Potensi kesalahan manusia kecil
4. Open system
Multi platform: standard operasional hardware
5. Vendor support
Pelayanan dan dukungan penuh
6. Reliability system
TP
Lingkup Kegiatan Metoda Penyelesaian
No.
Analisis Input Proses/Metoda Output/ Keluaran
1. Kriteria tingkat - Peraturan Kajian pustaka Kriteria kinerja
kinerja/pelayanan perundangan yang diharapkan
- Pedoman - Tundaan dan
BS
- Standar panjang antrian
(Nasional dan - Degree of
Internasional) Satruration
- Through Traffic
- dlsb
.
2. Evaluasi lalu lintas, - Data lalu lintas - Evaluasi kinerja - Kondisi lalu
IT
TP
. BS
IT
D
- Peraturan
perundangan
- Pedoman Data lalu lintas Data teknis Data unit pengelola
- Standar (Nasional simpang-simpang peralatan dan pendanaan
dan Internasional) utama
Evaluasi kinerja
lalu lintas
Benchmarking
- Best practice
- Common
TP Pemetaan masalah
Simulasi kinerja
IT
Simulasi dengan
menggunakan
software
D
Evaluasi kinerja
Perumusan
Rekomendasi
- Spesifikasi teknis
- Teknologi
- Pengelolaan
ATCS
TP
1. Survey instansional: dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder
melalui kunjungan intansi-intansi atau pihak-pihak yang terkait;
BS
2. Survey kuisioner/wawancara: dilakukan kepada stakeholders terkait untuk
mendapatkan perspektif dan aspirasi mengenai penerapan ATCS yang ada
saat ini beserta skema pengelolaan dan pendanaannya;
3. Survey lapangan: jika diperlukan akan dilakukan survey pengamatan,
traffic counting, wawancara, pencatatan, dlsb di lapangan untuk
mengkonfirmasi data lalu lintas dan mendapatkan gambaran kondisi aktual
.
Pelaksanaan survey pencacahan arus lalu lintas (traffic count) dilakukan dengan
metoda pencacahan arus lalu lintas terklasifikasi sesuai juknis “Tata Cara
Pelaksanaan Survey Penghitungan Lalu Lintas Cara Manual” (No.
016/T/BNKT/1990).
Survey pencacahan arus lalu lintas (traffic count) yang dilakukan dalam studi ini
adalah untuk:
- Menvalidasi data lalu lintas sekunder yang diperoleh dari IRMS;
- Melihat distribusi temporer lalu lintas jaman, harian, dan mingguan;
- Sebagai dasar untuk mengestimasi MAT tahun dasar dengan
menggunakan metoda ME2 (Matrix Estimation from Maximum Entropy)
dengan OD Nasional sebagai prior matrix,
- TP
jaringan jalan yang dibentuk. Beberapa data yang dapat dikumpulkan melaui
survey waktu tempuh di jaringan jalan ini antara lain adalah:
Waktu perjalanan (journey time) adalah waktu rata-rata yang diperlukan
oleh kendaraan untuk menempuh suatu rute tertentu, termasuk didalamnya
BS
waktu berhenti dan tundaan di persimpangan
- Waktu bergerak (running time) adalah waktu dimana kendaraan dalam
keadaan bergerak untuk menempuh suatu potongan jalan tertentu
- Kecepatan bergerak (running speed) adalah panjang suatu potongan jalan
tertentu dibagi waktu bergerak
.
IT
TP
2. Panjang Antrian (QL)
A. Persamaan dasar dan Grafik untuk menentukan panjang antrian yang
tersisa dari fase sebelumnya (NQ1) dipersimpangan yaitu:
a. Untuk DS > 0,5 digunakan persamaan :
BS
8 x( DS 0,5)
NQ1 0,25 x C x ( DS 1) 2
C
Dimana :
IT
TP
Fase Sebelumnya (NQ1)
Dimana :
.
IT
NQMax x 20
QL
WMasuk
Dimana :
QL = Panjang antrian (m)
TP
Gambar 3.8 Jumlah Kendaraan Antri Maksimum
BS
3. Tundaan
Perhitungan tundaan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
adalah sebagai berikut :
.
A. Hitung tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (DT) akibat pengaruh
IT
DT c x A
C
Dimana :
DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (detik/smp)
c = Waktu siklus yang disesuaikan (detik)
0,5 x 1 GR
2
TP
Gambar 3.9 Nilai Konstanta A
Dimana :
IT
TP
Struktu program TRANSYT ditunjukkan oleh Gambar 3.10
BS
Optimisation
Data
Network Data
Flow Data
New Settings
.
Signal
IT
Optimisation
Initial Traffic The TRANSYT Optimisation
Signal
Signal Settings Model Program Procedure
Settings
D
200 m
Delays and
Stop in
Network
Graphs of
Cyclic Flow
Profiles
2. Semua lampu dalam jaringan mempunyai waktu siklus sama atau waktu
siklus sebesar setengah dari nilai tersebut, diketahui pembagian fase dan
periode minimum;
3. Arus lalu lintas di persimpangan dan distribusinya dalam periode tertentu
diketahui dan dianggap tetap.
TP
karena masing masing link akan menyumbangkan nilai PI, penentuan link ini telah
mempertimbangkan hal tersebut sehingga dalam penentuan link ini digunakan
indikator nilai PI yang minimum.
. BS
IT
D
Sedangkana untuk gambaran data input TRANSYT adalah seperti pada gambar
berikut:
a. Common Data
Nilai waktu siklus 132 detik adalah panjang waktu siklus kondisi yang ada
dilapangan, step 41 adalah jumlah step (disarankan setengan dari waktu siklus)
yang digunakan dalam analisis yang merupakan pembagian waktu siklus dengan
panjang waktu satu step, Periode waktu simulasi adalah sebesar 120 detik, Start
dan End adalah nilai waktu hijau yang hilang pada waktu hijau yaitu 2 detik dan
waktu yang hilang pada akhir hijau yaitu 3 detik, green times and offset
optimisation adalah TRANSYT akan mengkoordinasikan persimpangan dengan
mengoptimalkan waktu siklus dan offset.
TP
. BS
IT
D
b. Node Data
Node data digunakan untuk membuat simpang ke dalam program TRANSYT 11.
Pada penelitian ini digunakan dua node dengan waktu siklus pada tiap-tiap node
sesuai dengan yang tertera ada Tabel Data Waktu Perubahan Stage dan Hijau +
Intergreen Minimum. Hill climb procces digunakan untuk mengkoordinasikan
waktu hijau antar simpang sehingga pada penelitian ini digunakan hill climb
TP
. BS
IT
D
c. Link Data
Jumlah link yang digunakan ada lima belas buah link dengan lima buah link pada
tiap node nya. Pada bagian ini dimasukkan data arus yang terjadi pada tiap link,
saturation flow, panjang bagian jalan, kecepatan di link tersebut dan urut-urutan
waktu siklus yang terjadi pada simpang. Penomoran link dimulai dari link yang
paling barat sesuai ketentuan yang berlaku dalam manualnya.
TP
Gambar 3.15 Control Link/Kontrol Ruas
didapat, waktu siklus tersebut dimasukkan kembali ke dalam common data untuk
IT
BAB 4
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI PROVINSI DKI JAKARTA
TP
tundaan rata-rata dlsb.
ATCS di DKI Jakarta ini dibangun sejak tahun 1994 dengan tiga system yang
berbeda yaitu: SCATS buatan Australia, SAINCO buatan Spanyol dan SIEMENS
buatan Jerman. Masing-masing sistem diatas dioperasikan secara terpisah untuk
wilayah yang berbeda-beda pula. Instalasi mengenai ketiga sistem tersebut
D
TP
12. Jl. Veteran Raya – Jl. Veteran III RMY Jakarta Pusat
13. Jl. Merdeka Timur – Jl. Batu RMY Jakarta Pusat
14. Jl. Pintu Besar Selatan – Jl. Asemka RMY Jakarta Pusat
15. Jl. Hayam Wuruk – Jl. Mangga Besar RMY Jakarta Pusat
BS
16. Jl. Hayam Wuruk – Jl. Sukarjowiryopranoto RMY Jakarta Pusat
17. Jl. Majapahit – Jl. Suryopranoto RMY Jakarta Pusat
18. Jl. Mangga Besar – Jl. Mangga Besar VII RMY Jakarta Pusat
19. Jl. Mangga Besar – Jl. Karang Anyar Utara RMY Jakarta Pusat
.
21. Jl. KH. Mas Mansyur – Jl. Zainul Arifin RMY Jakarta Pusat
22. Jl. Zainul Arifin – Jl. Cideng RMY Jakarta Pusat
D
TP
47. Jl. Sam Ratulangi – Jl. Cemara RMY Jakarta Pusat
48. Jl. Sultan Syahrir – Jl. Cokroaminoto RMY Jakarta Pusat
49. Jl. Imam Bonjol – Jl. Cokroaminoto RMY Jakarta Pusat
50. Jl. Agus Salim – Jl Sultan Syahrir RMY Jakarta Pusat
BS
51. Jl. Imam Bonjol – Jl. Agus Salim RMY Jakarta Pusat
52. Jl. Sultan Syahrir – Jl. Teuku Umar RMY Jakarta Pusat
53. Jl. Sultan Syahrir – Jl. Teuku Cik Dik Tiro RMY Jakarta Pusat
54. Jl. Dipenogoro – Jl. Madiun RMY Jakarta Pusat
.
55. Jl. Dipenogoro – Jl. Teuku Cik Dik Tiro RMY Jakarta Pusat
IT
56. Jl. Teuku Cik Dik Tiro – Jl. Sam Surizal RMY Jakarta Pusat
57. Jl. Diponegoro – Jl. Surabaya RMY Jakarta Pusat
D
TP
82. Jl. Jend Soedirman – Jl. Sisingamaraja RMY Jakarta Selatan
83. Jl. Pakubuwono VI – Jl. Hang Tuah RMY Jakarta Selatan
84. Jl. Sisingamaraja – Jl. Hang Tuah VII RMY Jakarta Selatan
85. Jl. Sisingamaraja – Jl. Trunojoyo RMY Jakarta Selatan
BS
86. Jl. Kyai Maja – Jl. Bulungan RMY Jakarta Selatan
87. Jl. Trunojoyo – Jl. Patimura RMY Jakarta Selatan
88. Jl. Woltermongisidi – Jl. Adytiawarman RMY Jakarta Selatan
89. Jl. Woltermongisidi – Jl. Gunawarman RMY Jakarta Selatan
.
93. Jl. Iskandar Syah – Jl. Sultan Hasanuddin RMY Jakarta Selatan
94. Jl. Iskandar Syah – Jl Tirtayasa RMY Jakarta Selatan
95. Jl. Iskandar Syah – Jl Wijaya II RMY Jakarta Selatan
96. Jl. Panglima Polim – Jl.. Melawai Raya RMY Jakarta Selatan
97. Jl. Panglima Polim – Jl.. Barito II RMY Jakarta Selatan
98. Jl. Pela – Jl Petogogan 1 RMY Jakarta Selatan
99. Jl. Panglima Polim – Jl. Wijaya II RMY Jakarta Selatan
100. Jl. Wijaya II – Jl. Panglima Polim III RMY Jakarta Selatan
101. Jl. Hang Tuah VII. Jl. Pati Unus RMY Jakarta Selatan
102. Jl. Gerbang Pemuda – Jl. Glora Senayan RMY Jakarta Selatan
103. Jl. Radio Dalam – Jl. Pela RMY Jakarta Selatan
104. Jl. Radio Dalam – Jl. KH. Ahmad Dahlan RMY Jakarta Selatan
105. Jl. Barito I – Jl. Melawai Raya RMY Jakarta Selatan
Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
1. A Yani - Suprapto DELTA 5 Jakarta Timur
2. A Yani - Rawasari Selatan TC 88 MP Jakarta Timur
3. A Yani - Pramuka DELTA 5 Jakarta Timur
4. A Yani - Rawamangun Muka DELTA 5 Jakarta Timur
TP
5. Pramuka - Utan Kayu TC 88 MP Jakarta Timur
6. Salemba - Paseban TC 88 MP Jakarta Timur
7. P. Kemerdekaan - Kelapa Gading TC 88 MP Jakarta Utara
BS
8. Pemuda - Sunan Giri TC 88 MP Jakarta Timur
9. Pemuda - Balai Pustaka TC 88 MP Jakarta Timur
10. Pemuda - Paus DELTA 5 Jakarta Timur
11. Pemuda - Tugas TC 88 MP Jakarta Timur
12. Balai Pustaka Timur - Waru TC 88 MP Jakarta Timur
.
Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
29. Yos Sudarso - Anggrek TC 88 MP Jakarta Utara
30. Sulawesi - Enggano TC 88 MP Jakarta Utara
31. Sulawesi - Pelabuhan TC 88 MP Jakarta Utara
32. Enggano - Enim TC 88 MP Jakarta Utara
33. Bangunan Barat - H. Ten TC 88 MP Jakarta Timur
34. Kayu Putih - Velodrome TC 88 MP Jakarta Timur
35. Alu-Alu - Pegambiran TC 88 MP Jakarta Timur
36. I.G. Ngurah Rai - Raden Inten II TC 88 MP Jakarta Timur
37. Raden Inten II - Perumnas Raya TC 88 MP Jakarta Timur
38. Raden Inten II - Swadaya TC 88 MP Jakarta Timur
39. P. Revolusi - Duren Sawit Raya TC 88 MP Jakarta Timur
TP
40. P. Revolusi - Pondok Bambu Batas TC 88 MP Jakarta Timur
41. P. Revolusi - Insp. Kalimalang TC 88 MP Jakarta Timur
42. Insp. Kalimalang - Pondok Bambu Batas TC 88 MP Jakarta Timur
43. Yos Sudarso - Depan Tancho TC 88 MP Jakarta Timur
BS
44. Yos Sudarso - Sungai Bambu TC 88 MP Jakarta Timur
45. Cipinang Baru - Cipinang Baru Bundar TC 88 MP Jakarta Timur
46. Paus - Waru TC 88 MP Jakarta Timur
47. Alu-Alu- Layur TC 88 MP Jakarta Timur
.
Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
64. Jatinegara Timur - Jatinegara Timur II TC 88 MP Jakarta Timur
65. Matraman Raya - Jatinegara Barat TC 88 MP Jakarta Timur
66. Otista - Otista III TC 88 MP Jakarta Timur
67. Otista - Cipinang Cempedak TC 88 MP Jakarta Timur
68. Otista - Cawang Baru TC 88 MP Jakarta Timur
69. Danau Sunter Selatan - Danau Podomoro TC 88 MP Jakarta Utara
70. Dr Supomo - Tebet Raya TC 88 MP Jakarta Timur
71. Dr Supomo - Gatot Subroto DELTA 5 Jakarta Selatan
72. Raya Pasar Minggu - Perdatam TC 88 MP Jakarta Selatan
73. Raya Pasar Minggu - Duren Tiga TC 88 MP Jakarta Selatan
74. Raya Pasar Minggu - Kalibata TC 88 MP Jakarta Selatan
TP
75. Raya Pasar Minggu - Pejaten TC 88 MP Jakarta Selatan
76. Raya Pasar Minggu - Ragunan TC 88 MP Jakarta Selatan
77. Tb Simatupang - Lenteng Agung TC 88 MP Jakarta Timur
78. Tb Simatupang - Condet TC 88 MP Jakarta Timur
BS
79. Tb Simatupang - Kesehatan TC 88 MP Jakarta Timur
80. Tb Simatupang - Raya Bogor TC 88 MP Jakarta Timur
81. Pintu I TMII - Hankam TC 88 MP Jakarta Timur
82. Sukamto - Pondok Kelapa TC 88 MP Jakarta Timur
.
Tabel 4.3 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona II)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
ATCS
Non
97. Kramat Raya Cilincing TC 88 MP Jakarta Timur
ATCS
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
MR
1. Jl. S Parman – Jl KS. Tubun Jakarta Barat
Controller
MR
2. Jl. S Parman – Jl. Tomang Raya Jakarta Barat
Controller
MR
3. Jl. S. Parman – Jl. Kyai Tapa Jakarta Barat
Controller
MR
TP
4. Jl. Jembatan II – Jl. Tubagus Angke Jakarta Barat
Controller
MR
5. Jl. Jembatan III – Jl. Bandengan Jakarta Barat
Controller
MR
6. Jl. Jembatan III – Jl. Pluit Raya Jakarta Barat
Controller
BS
MR
7. Jl. Pluit Selatan – Jl. Pluit Raya Jakarta Barat
Controller
MR
8. Jl. Kopi – Jl. Orpa Jakarta Barat
Controller
MR
9. Jl. Kali Besar – Jl. Kali Besar Timur 3 Jakarta Barat
Controller
MR
10. Jl. Moch Mansyur – Jl Tubagus Angke Jakarta Barat
.
Controller
IT
MR
11. Jl. KS Tubun – Jl. Tali Raya Jakarta Barat
Controller
MR
12. Jl. Penjernihan – Jl. Pejompongan 2 Jakarta Barat
Controller
D
MR
13. Jl. Tentara Pelajar – Jl. Penjompongan Jakarta Barat
Controller
MR
14. Jl. Tentara Pelajar – Jl. Gelora Jakarta Barat
Controller
MR
15. Jl. Tentara Pelajar – Jl. Permata Hijau Jakarta Barat
Controller
MR
16. Jl. Supeno – Jl. Permata Hijau Jakarta Barat
Controller
MR
17. Jl. Warung Jati Barat – Jl. Pejaten Raya Jakarta Barat
Controller
MR
18. Jl. Kebayoran Lama – Jl. Prof Suharso Jakarta Barat
Controller
MR
19. Jl. Prof Suharso – Jl. Pos Pengumben Jakarta Barat
Controller
MR
20. Jl. T. Nyak Arif – Jl. Jamblang Jakarta Selatan
Controller
MR
21. Jl. T. Nyak Arif – Jl. Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Controller
22. Jl. Sultan Iskandar M – Jl. Bungur MR Jakarta Selatan
Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
Controller
MR
23. Jl. Sultan Iskandar M – Jl. Cendrawasih Jakarta Selatan
Controller
MR
24. Jl. Sultan Iskandar M – Jl. Margaguna Jakarta Selatan
Controller
MR
25. Jl. Ciputat Raya – Jl. Gedung Hijau Jakarta Selatan
Controller
MR
26. Jl. Metro Pd. Indah – Jl. Kartini Jakarta Selatan
Controller
MR
27. Jl. Tubagus Angke – Jl. Daan Mogot Jakarta Barat
Controller
MR
28. Jl. Pejuangan – Jl. Daan Mogot Jakarta Barat
Controller
MR
29. Jl. Pejuangan – Jl. Green Garden I Jakarta Barat
Controller
MR
30. Jl. Pejuangan – Jl. Green Garden II Jakarta Barat
Controller
TP
MR
31. Jl. Pejuangan – Jl. Kedoya Raya Jakarta Barat
Controller
MR
32. Jl. Pejuangan – Jl. Surya Utama Jakarta Barat
Controller
MR
33. Jl. Pejuangan – Jl. Kedoya Duri Jakarta Barat
BS
Controller
MR
34. Jl. Pejuangan – Jl. Meruya Ilir Jakarta Selatan
Controller
MR
35. Jl. Kesehatan Raya - Jl. RC Veteran Jakarta Selatan
Controller
MR
36. Jl. Gatoy Subroto Jl. Rasuna Said Jakarta Selatan
Controller
.
MR
37. Jl. P. Antasari – Jl. Cipete Raya Jakarta Selatan
IT
Controller
MR
38. Jl. P. Antasari – Jl. Prapanca Jakarta Selatan
Controller
MR
39. Jl. P. Antasari – Jl. Taman Brawijaya Jakarta Selatan
D
Controller
MR
40. Jl. Fatmawati – Jl. TB. Simatupang Jakarta Selatan
Controller
Jl. Mampang Prapatan – Jl. Piere MR
41. Jakarta Selatan
Tendean Controller
MR
42. Jl. Mampang Prapatan – Jl. Mampang 8 Jakarta Selatan
Controller
MR
43. Jl. Mampang Prapatan – Jl. Duren 3 Sel Jakarta Selatan
Controller
Jl. Mampang Prapatan – Jl. Duren 3 MR
44. Jakarta Selatan
Utara Controller
MR
45. Jl. Warung Jati Barat – Jl. Ragunan Jakarta Selatan
Controller
MR
46. Jl. Pertanian – Jl. TB. Simatupang Jakarta Selatan
Controller
MR
47. Jl KKO Raya – Jl. TB. Simatupan Jakarta Selatan
Controller
MR
48. Jl. Pejaten Raya – Jl. Ampera Jakarta Selatan
Controller
Tabel 4.4 Lokasi Persimpangan ATCS di Provinsi DKI Jakarta (Zona III)
No. Lokasi Persimpangan Type Wilayah Ket
MR
49. Jl. Fatmawati – Jl. HJ. Nawi Jakarta Selatan
Controller
MR
50. Jl. Fatmawati – Jl. Cipete Raya Jakarta Selatan
Controller
MR
51. Jl. P. Antasari – Jl. Manunggal Juang Jakarta Selatan
Controller
MR
52. Jl. P. Antasari – Jl. Pelita Jakarta Selatan
Controller
MR
53. Jl. Daan Mogot – Jl. Peta Selatan Jakarta Barat
Controller
MR
54. Jl. Daan Mogot – Jl. Tampak siring Jakarta Barat
Controller
MR
55. Jl. Daan Mogot – Jl. Amir Hamjah Jakarta Barat
Controller
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
TP
Adapun skenario waktu siklus dari ketiga sistem ATCS ini adalah sama, dimana
setiap harinya ketiga sistem memiliki skenario waktu siklus yang mengikuti arus
mayoritas kendaraan bermotor. Asumsi yang digunakan adalah arus dari daerah
pinggir ke arah pusat kota meningkat padat pada pagi hari, sedangkan pada sore
BS
hari arus dari pusat menuju daerah pinggir Jakarta meningkat padat pada sore hari.
Dengan demikian dibuatlah tiga sampai empat skenario besar pada tiga sistem
ATCS yang terpasang:
1. Skenario Pagi;
2. Skenario Siang;
.
4. Skenario Malam
Untuk beberapa persimpangan tersebut terdapat pula skenario malam berupa
D
kejadian kecelakaan lalu lintas dengan kereta api disebabkan oleh kemacetan di
persimpangan jalan.
Beberapa standard internasional diterapkan dalam sistem ATCS ini, seperti
“amber time” selama 3 (tiga) detik, untuk semua persimpangan. “all red” juga
diberlakukan pada sebagian besar persimpangan selama 2 (dua) detik ditambah
dengan red-amber 2 (dua) detik.
TP
Sebagai informasi bahwa berdasarkan hasil wawancara di instansi terkait, untuk
pengelolaan ATCS di DKI Jakarta pada teknisi di control room dialokasikan
sebanyak 9 orang yang meliputi 3 orang teknisi SAINCO, 3 orang teknisi
TELNIC, 3 orang teknisi SIEMENS.
BS
Untuk rencana pengembangan kedepan kelembagaan pengelola ATCS di DKI
Jakarta terdapat beberapa agenda yang meliputi perubahan unit organisasi yang
menjadi UPT APILL yang disertai pendidikan dan pelatihan SDM sebagai
pendukungnya.
.
KEPALA DINAS
WAKIL KEPALA DINAS
P
SUBDIS UDARA, AJR & SUBDIS POS DAN
SUBDIS TLLAJ SUBDIS PLLAJ SUBDIS BUA SUBDIS PHB LAUT
PENYEBRANGAN TELEKOMUNIKASI
ST
SUDIN SUDIN SUDIN SUDIN SUDIN SUDIN
JAKPUS JAKSEL JAKUT JAKTIM JAKBAR KEP. SERIBU
.B
UPT TERMINAL UPT PENYEBRANGAN UPT PELABUHAN LAUT UPT PKB
IT
SUBBAG TU
D
SEKSI WIL I SEKSI WIL II SEKSI WIL III SEKSI WIL IV SEKSI WIL V
TP
umumnya berbasis PLC atau micro controller. Untuk manhole tempat
terkonsentrasinya kabel di simpang menunjukkan telah rusak akibat hujan,
terbakar, maupun vandalism. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap sensor/detektor
loop dan controller tersebut terdapat beberapa alternatif solusi yang meliputi
perbaikan atau diganti dengan sensor/detektor loop yang baru, sementara untuk
BS
controllernya dapat dilakukan dengan modifikasi yang bebasis IP.
Untuk hasil evaluasi network link (communication link & signal link)
menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini dari 340-an simpang yang terkoneksi,
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
.
Pada software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak lengkapnya dokumentasi aplikasi dan adanya 3
vendor yang berbeda yaitu SCATS, SAINCO dan Siemens yang masing-masing
tidak berkomunasi dan tidak terkoordinir. Untuk mengatasi permasalah tersebut
sebagai alternatifnya adalah memperbaiki aplikasi yang ada/mengganti total
aplikasi atau mengembangkan versi yang baru secara bertahap.
Permasalahan yang terdapat pada hardware CC Room (server, workstation,
wallmap) meliputi server shutdown, tidak ada backup operating system dan
wallmap tidak berfungsi dan statis. Sebagai alternatif solusinya adalah dapat
dilakukan dengan memeriksa fungsi setiap komponen atau mengembangkan
control center sebagai NOC (Network Operation Center) tersendiri yang berbasis
TCP/IP.
Hasil evaluasi pada komponen CCTV menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat
ini dari 43 kamera terpasang hanya beberapa yang masih berfungsi, sementara
PTZ Control pada umumnya tidak berfungsi karena motor yang sudah aus dan
untuk sistem perekaman hanya menggunakan pita. Oleh karena itu sebagai
langkah alternatif solusinya dapat dilakukan dengan memperbaiki dan meng-
upgrade unit kamera dengan mengganti lensa dan motor. Sebagai alternatif
lainnya dapat dilakukan dengan cara menambah interface berupa konverter ADC
(Analog to Digital Converter) agar dapat menjadi IP based Camera. Solusi
tambahan lainnya adalah mengganti dengan IP camera secara bertahap.
Untuk setiap alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan ke 5 komponen
utama tersebut memiliki kekurangan maupun kelebihan, dimana untuk gambaran
lebih detailnya disampaikan pada Tabel 4.5.
TP
. BS
IT
D
P
97 unit, dalam
beroperasi hanya beberapa pengadaan sparepart dan
saja yang adaptif belum tentu cocok
ST
- Sensor/detektor loop interfacing-nya
(SCATS) banyak yang Modifikasi Controller agar - Lebih fleksibel dan up to - Tidak seluruh Controller
tidak berfungsi karena sedapat mungkin berbasis IP date untuk dilakukan memungkinkan
terkena overlay, patahan pengembangan (ekspansi) dimodifikasi karena
tanah, atau degradasi sistem alasan teknis khusus dari
peralatan
.B
- Instalasi sistem menjadi masing-masing produk
- Manhole tempat lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
terkonsentrasinya kabel di untuk interfacing dengan
simpang telah rusak akibat sistem eksisting
hujan, terbakar, maupun
vandalism Diganti dengan sensor - Mampu memberi data Perlu perangkat tambahan
IT kamera kualitatif (visual situasi
jalan) serta kuantitatif
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
(jumlah dan kategori
kendaraan)
D
- Tidak terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Perawatan lebih sederhana
dan murah
- Instalasi sistem menjadi
lebih mudah
- Kondisi jalan bisa teramati
P
sebagai surveillance
2. Network Link - Kualitas hantaran Memperbaiki/menambah - Memperbaiki/menambah - Perlu waktu yang lama
ST
(Communication Link & (conductivity) menurun wireline yang terputus wireline yang terputus untuk mencari kerusakan
Signal Link) akibat kabel sudah wear dan/atau mengganti modem dan/atau mengganti jaringan
out (usang) yang rusak modem yang rusak - Perawatan lebih sulit dan
- Koneksi antara Controller- - Biaya upgrading relatif ada konsekuensi biaya
CC Room lebih murah
.B
(communication link) dan
Controller-Traffic Light
Mengganti communication - Instalasi lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
link secara bertahap dengan - Perawatan lebih sederhana untuk interfacing dengan
(signal link) menggunakan
sistem wireless dan relatif murah karena sistem eksisting
kabel Telepon Telkom
(SCATS), selebihnya modular - Gangguan interferensi,
menggunakan dedicated - Kerusakan bisa dilokalisir bisa diatasi dengan
line
IT
- Communication link dan
dengan mudah sehingga
down time dapat ditekan
membuat jalur frekuensi
khusus untuk ATCS
signal link sering terputus - Berpotensi terkena
D
karena efek galian, alam, sambaran petir, bisa
dan perusakan diatasi dengan membuat
- Perangkat/modul modem penangkal petir dan
sering rusak karena sistem grounding yang
menurunnya usia teknis baik
- Dari 340-an simpang yang
terkoneksi, saat beberapa
saja yang adaptif
P
lengkapnya
dokumentasi software Memperbaiki aplikasi yang Biaya pengembangan lebih - Diperlukan program
aplikasi ada murah sumber (source file),
ST
- Sistem secara keseluruhan setidaknya library file dan
sudah tidak adaptif lagi object file
karena degradasi peralatan - Ketergantungan pada
baik yang ada di simpang keandalan perangkat keras
maupun CC Room yang ada, lazimnya sudah
- Ada 3 vendor yang
.B
obsolete
berbeda yaitu SCATS, - Trial & error dilakukan
SAINCO, dan Siemens pada komputer yang ada,
yang masing-masing tidak tidak dapat secara dummy
dapat berkomunikasi sehingga berpotensi
sehingga tidak
IT
terkoordinir
- Tidak ada backup master
Mengembangkan versi yang - Penambahan fitur-fitur
mengganggu sistem
- Diperlukan waktu
baru secara bertahap baru yang lebih kaya pengembangan aplikasi
aplikasi
menuju ITS - Kompatibilitas
D
dengan
- Kinerja sistem sudah
- Down sizing dari sisi controller, wallmap, dan
kurang optimal karena
komponen sistem, workstation tidak bisa
degradasi peralatan
mereduksi sensor/detector dijamin
loop, traffic counter, dan - Biaya pengembangan
controller yang relatif moderat
- IP based system, lebih - Bisa berdampak pada
fleksibel penggantian sistem
- Lebih fleksibel dan up to menjadi NOC yang
P
manajemen
4. Hardware CC Room (Server, - Server shutdown Memeriksa fungsi setiap Tidak harus beli bila ternyata - Diperlukan operating &
ST
Workstation, Wallmap) - Tidak ada backup komponen komponen yang diperiksa maintenance manual,
operating system masih layak operasi lazimnya sudah tidak ada
- Wallmap tidak berfungsi - Ketergantungan yang
dan statis tinggi pada vendor
eksisting yang pada
.B
akhirnya berpotensi
mempengaruhi biaya
- Dukungan spare part yang
sangat terbatas mengingat
IT komponen yang ada sudah
tua
- Mengganggu operasi bila
sistem yang dipasang
tidak redundant
D
Mengembangkan Control - Lebih fleksibel dan up to - Biaya pengembangan
Center sebagai NOC date untuk dilakukan yang relatif moderat guna
(Network Operation Center) pengembangan (ekspansi) membangun LAN
tersendiri yang berbasis sistem - Kompatibilitas dengan
TCP/IP - Mendukung standarisasi hardware yang ada, versi
sistem menuju "Open baru membutuhkan
System" spesifikasi hardware yang
lebih tinggi tetapi
P
hanya beberapa yang upgrade unit kamera dengan part-nya masih ada spare part/komponennya
masih berfungsi mengganti lensa dan motor sudah diskontinyu
- PTZ Control tidak Menambah interface berupa - Fleksibilitas - Tidak seluruh CCTV
ST
berfungsi karena motor konverter ADC (Analog to pengembangan sistem aksisting dapat
yang sudah aus Digital Converter) agar dapat lebih baik dimodifikasi karena
- Sistem perekaman hanya menjadi IP based Camera - Perawatan sistem lebih alasan teknis
menggunakan pita sederhana - Mengganti komputer pada
CC Room yang
.B
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
Mengganti dengan IP Camera - Fleksibilitas - Biaya yang relatif
secara bertahap pengembangan sistem moderat
lebih baik - Mengganti komputer pada
IT - Pengaturan dan perawatan
lebih mudah
CC Room yang
mendukung komunikasi
- Mendukung standarisasi berbasis TCP/IP
D
sistem berbasis TCP/IP - Mengganti software pada
dan dapat breinterface komputer di CC Room
dengan perangkat wireless bila ingin berfungsi
- Siap dikoneksikan dengan sebagai sensor dan
sistem ATCS generasi terintegrasi dengan TL
terbaru
TP
Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah
pendataan dan quick-reaction masalah di lapangan kurang dikarenakan jumlah
SDM yang terbatas, sementara itu permasalahan lainnya adalah alokasi dana
pemeliharaan tidak sustain dan anggaran yang ada tidak mencukupi untuk
pemeliharaan dan penggantian komponen ATCS yang cukup banyak, dimana hal
BS
ini dikarenakan sumber dana operasional dan pemeliharaan s.d saat ini 100% dari
APBD.
Dari sisi evaluasi permasalahan yaitu dalam hal zupport data dan pendanaan untuk
evaluasi kurang. Selain itu juga dalam hal pengembangan aplikasi dan evaluasi
kinerja tidak dapat dilakukan. Sebagai alternatif solusinya dapat dilakukan
beberapa hal berikut:
.
IT
Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan
untuk wilayah studi DKI Jakarta ini disampaikan pada Tabel 4.6, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengeloalan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 4.7.
P
dialokasikan di control room ada 9 umumnya merupakan teknisi, bukan engineer dan system analyst untuk
orang dengan masing-masing 3 untuk traffic engineers sehingga kurang pengambilan keputusan
mengoperasikan SAINCO, SIEMENS dapat mengambil keputusan jika - Perlu dikembangkan sistem data-
ST
dan SCATS terjadi permasalahan logging
- Sistem data-logging belum baik
sehingga record data traffic, kondisi,
dan kejadian kurang terpelihara
Pemeliharaan - Jumlah tenaga teknis masih terbatas - Pendataan dan quick-reaction - Perlu diperhatikan bahwa kondisi
.B
untuk mengontrol kerusakan yang masalah di lapangan kurang saat ini obsolete, sehingga kebutuhan
terjadi di lapangan - Alokasi dana pemeliharaan tidak tenaga lapangan membengkak (saat
- Sumber dana operasional dan sustain dan Anggaran yang ada ini dilakukan oleh pihak ketiga
pemeliharaan s.d saat ini 100% dari tidak mencukupi untuk pemeliharaan melalui kontrak)
APBDIT dan penggantian komponen ATCS - Perlu ada alternatif sumber dana
yang cukup banyak yang sustain dari komersialisasi
ATCS (terutama content data yang
dikelola)
D
Evaluasi Tenaga traffic engineer dan system - Support data dan pendanaan untuk - Jika diperlukan dapat di-rekrut
analis yang ada tidak didedikasikan evaluasi kurang konsultan untuk evaluasi berkala
hanya untuk ATCS - Pengembangan aplikasi dan evaluasi - SDM untuk fungsi evaluasi dapat
kinerja tidak dapat dilakukan digabungkan dengan supervisor
dalam pengoperasian
Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara
P
San Antonio TX 1.100.000 6.000 sq ft 765 1 engginer, 3 technicians
Las Vegas NV: Las Vegas 1.500.000 2.500 sq ft 700 4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4
ST
Area Computer Traffic (Covers Clark County) posisi maintenance
System (LVACTS)
Atlanta, GA 416.000 2.300 sq ft 650 Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior
operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)
.B
Albuquerque, NM 449.000 800 sq ft 650 4 pekerja (2 engginer)
Denver, CO 555.000 2.800 sq ft 450 No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more
during special events
Seatle WA 600.000 1.420 sq ft 432 1 supervisor dan 2 operator
Phoenix, AZ 1.300.000 IT 1.500 sq ft 400 1 supervisor dan 4 technician
Boston, MA 590.000 2.500 sq ft 320 7-8 pekerja
Renton, WA 53.000 700 sq ft 96 Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat
mengakomodasi sampai dengan 2 full time
D
anggota staff
Redmond,WA 48,000 800-1400 sq ft (sedang 25 sedang dalam masa Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
dalam masa konstruksi) konstruksi shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area
Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005
TP
Sebagaimana yang disampaikan pada paraghrap sebelumnya bahwa untuk
melakukan evaluasi kinerja persimpangan tersebut dilakukan pengumpulan data
primer yang meliputi survey inventarisasi geometrik ruas jalan maupun
BS
persimpangan, survey volume lalu lintas di ruas dan persimpangan beserta
kecepatannya, dimana data-data tersebut akan digunakan untuk mengetahui
kinerja lalu lintas yang ada saat ini (eksisting) sebagaimana yang disampaikan
pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.
Sebagaimana yang disampaikan pada Bab 3 Pendekatan dan Metodologi, bahwa
.
Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Pedati
Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Yahya
Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Otista 3
Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Cipinang
Cempedak
TP
BS
Persimpangan
Jl. Otista – Jl.
Cawang Baru
.
IT
D
Tabel 4.8 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
No. Nama Ruas/Segmen Panjang Ruas Volume Lalu Lintas Kapasitas Ruas VC Ratio Kecepatan (km/jam)
(km) (smp/jam) (smp/jam)
1. Persimpangan Jl. Pedati – Jl. Yahya 2,13 5382 4671 1,15 24
2. Persimpangan Jl. Yahya – Otista 3 2 2848 4671 0,61 37
P
3. Persimpangan Jl. Otista 3 – Jl Cipinang - 4,68 1020 4671 0,22 39
Cempedak
ST
4. Persimpangan Jl. Cipinang – Cempedak 4,26 726 4671 0,2 38
Jl. Cawamg Baru
Sumber : Hasil Analisis
.B
IT
D
Tabel 4.9 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)
No. Nama Persimpangan Jarak Antar Volume Lalu Waktu Siklus Jumlah Fase Kapasitas DS Panjang Tundaan
Simpang Lintas (Det) (smp/Jam) Antrian (det/smp)
(km) (smp/Jam) (m)
1. Persimpangan Jl. Otista – 1712 143 3 2968 0,58 76 40
P
Jl. Pedati
2. Persimpangan Jl. Otista – 2,13 5382 108 3 4876 1,1 75 174
Jl. Yahya
ST
3. Persimpangan Jl. Otista – 2 2848 185 3 2797 1,02 50 75
Otista 3
4. Persimpangan Jl. Otista – 4,68 1020 198 2 3093 0,33 75 27
Jl Cipinang - Cempedak
.B
5. Persimpangan Jl. Otista 4,26 726 183 2 2283 0,32 125 13
Jl. Cawamg Baru
Sumber : Hasil Analisis
IT
D
TP
2. 2,13 174 58
– Jl. Yahya
Persimpangan Jl. Otista
3. 2 75 73
– Otista 3 1.679 1.500
Persimpangan Jl. Otista
–
BS
4. Jl Cipinang - 4,68 27 3
Cempedak
Persimpangan Jl. Otista
5. 4,26 13 12
Jl. Cawamg Baru
Sumber : Hasil Analisis
.
tersebut terjadi perubahan kinerja delay, dimana perubahan delay yang cukup
besar terjadi di persimpangan No. 1 dan 4 yang mencapai lebih besar dari 80%,
sedangkan perubahan delay terkecil terjadi persimpangan No. 3 yang hanya
D
mencapai 2,67%. Untuk kinerja waktu tempuh berdasarkan hasil simulasi dengan
metode MKJI, perubahan yang terjadi cukup besar yang mencapai 10,66%.
SISTEM 12 11
KODIFIKASI
TRANSYT
1 14
13
15 16
22 21
TP 2
25 26
24
23
BS
32 31
3 34
33
35 36
.
IT
42 41
45
4 One way
46
D
43 44
52 51
One way 5 54
53
55 56
P
Jl. Otista3 14 2,14 1,9 11 2639 1871 29 392 281 28
ST
Jl. Otista 16 0,98 0,78 20 183 120 34 14 8 43
2. Persimpangan Cempedak Jl. Otista 22 0,9 0,52 42 74 21 72 61 43 30
Jl. Cempedak 24 2,02 1,46 28 1981 1282 35 199 134 33
.B
Jl. Otista 26 0,25 0,59 (136) 75 116 (54) 3 4 (33)
3. Persimpangan Cawang Baru Jl. Otista 32 1,18 0,95 19 639 64 90 326 84 74
Jl. Cawang Baru 34 0,93 0,98 (5,38) 86 150 (74) 25 35 (40)
IT
Jl. Otista
Jl. Otista
35
36
0,69
2,24
0,79
0,98
(14)
56
2
2133
3
129
(50)
94
1
382
2
45
(100)
88
P
Rata-rata 1,10 0,87 (21) 657,95 237,42 17 317,74 93,11 71
Sumber: Hasil Analisis
ST
.B
IT
D
TP
2. Panjang Antrian kend 202 60 70,26
3. Konsumsi Bahan liter
7015,4 2093,7 70,16
Bakar
4. Panjang perjalanan smp-km 19871,5 21789,2 9,65
BS
5. Waktu Kendaraan smp-jam 3514,4 1289,3 63,31
6. Kecepatan rata-rata km/jam 5,7 16,9 196,49
Sumber : Hasil Analisis
.
IT
D
BAB 5
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI KOTA BANDUNG
lalu lintas pun dilakukan. Contohnya dengan membuat jalur satu arah di jalan
yang rawan macet. Cara tersebut lumayan efektif meski kemacetan masih terlihat
di beberapa titik, terutama pada akhir pekan.
D
Pada 1997, Kota Bandung mendapat perangkat pengontrol lalu lintas bernama
Area Traffic Control System (ATCS) dari pemerintah Australia. ATCS adalah
sistem yang mampu mengoordinasikan setiap lampu lalu lintas di Kota Bandung
agar terintegrasi. Harapannya, kemacetan akibat lampu merah di persimpangan
dapat diminimalisasi bahkan ditiadakan.
Selain Bandung, beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya memiliki
ATCS. Namun, rupanya di daerah lain, ATCS sudah tidak dapat difungsikan,
sementara itu, di Kota Kembang, ATCS masih dapat digunakan meskipun
alakadarnya.
Perangkat ATCS terdiri atas detektor yang dipasang di bawah aspal jalan raya di
persimpangan. Detektor berfungsi untuk merasakan adanya kendaraan yang
berada di atas jalan di sebuah persimpangan lampu lalu lintas. Satu ruas jalan
dengan yang lainnya dilengkapi jumlah detektor yang berbeda tergantung
lebarnya.
Saat ini kota Bandung memilki 158 titik traffic light dengan 60 titik diantaranya
sudah menggunakan system ATCS, dan 10 titik diantaranya mengalami kerusakan
loose communication. Padahal sewajarnya Kota Bandung memiliki lebih dari 60
titik ATCS agar dapat mengantisipasi kemacetan yang sering terjadi.
Berdasarkan jenisnya, ada 3 (tiga) traffic light yakni fixed time (waktu tetap),
vehicle actuated (berdasarkan jumlah/keberadaan kendaraan), dan sistem traffic
light yang terhubung dengan ATCS itu sendiri. Jenis fixed time yakni waktu dan
urutan nyala lampu diatur bergantung kondisi pada jam-jam tertentu. Sementara
vehicle actuated, waktu dan urutan nyala lampu lalu lintas bergantung pada
kondisi lalu lintas saat dideteksi oleh detektor kendaraan. Semakin banyak
kendaraan yang lewat di persimpangan dimungkinkan akan semakin lama salah
satu lampu menyala sebagai sinyal arah. Sementara ATCS merupakan sistem
pengendalian lampu lalu lintas yang dilakukan secara terpusat. Untuk
mengendalikan ini diperlukan saluran komunikasi antara kontroler di lapangan
dengan komputer di pusat pengendali.
Pada metode ATCS, pengendalian dilakukan secara terpusat. Untuk pengendalian
TP
ini diperlukan saluran komunikasi antara kontroler di lapangan dengan komputer
di pusat pengatur. Di kota-kota besar, ATCS ini mutlak diperlukan. Di Indonesia
pun (Jakarta, Bandung, Surabaya), ATCS sudah diterapkan. Bandung merupakan
kota yang menggunakan sistem Sydney Coordinative Adaptive Traffic System
(SCATS), sedangkan di Jakarta terdapat berbagai macam sistem seperti SCATS,
BS
SCOOT (Eropa), Spanyol, dan untuk Surabaya menggunakan sistem Spanyol. Di
antara ketiga kota tsb, hanya Jakarta yang lumayan dipelihara, walaupun tidak
berfungsi maksimal.
Sebagai gambaran awal, pada Gambar 5.1 disampaikan lokasi-lokasi
persimpangan di Kota Bandung yang sudah dilengkapi dengan lampu lalu lintas
.
P
ST
.B
IT
D
Gambar 5.1 Lokasi-lokasi Persimpangan di Kota Bandung yang Menggunakan Traffic Light
Sistem ATCS di Kota Bandung diresmikan pada tahun 1996 dengan pusat control
yang berada di Gedung Pemerintahan Kota Bandung Lantai 3 di Jl. Wastu
Kencana. Berikut ini disampaikan mengenai kondisi terakhir traffic light maupun
ATCS yang terpasang di Kota Bandung.
TP ada yg rusak.
Operator dapat
melakukan sinkronisasi
antar persimpangan
BS
Operator dapat
mengetahui apabila
terjadi bohlam putus
Operator dapat merubah
durasi nyala lampu
Operator
.
dapat
IT
mengetahui data
kepadatan kendaraan
3 Transmisi ATCS menggunakan Non ATCS menggunakan
D
TP
beberapa gambar berikut ini.
Keterangan
LCS: Local Control System
TP
. BS
IT
D
TP
Kota Bandung. Hasil survey wawancara kepada instasi terkait menunjukkan
bahwa untuk tahun 2007 saja dialokasikan dana sebesar Rp. 687.000.000 yang
meliputi biaya operasional dan pemeliharaan dan jumlah tersebut menurun dari
tahun sebelumnya. Oleh karena itu Pemerintah Kota Bandung berharap ada
bantuan dari pemerintah pusat dalam hal pendanaanya sehingga diharapkan dapat
BS
melakukan pemeliharanan pada komponen-komponen ATCS maupun
perbaikannya yang berdampak terhadap kinerja ATCS terutama dari sisi lalu
lintas.
.
IT
D
KEPALA DINAS
PERHUBUNGAN
P
SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN
Pengelolaan ATCS UMUM KEUANGAN PROGRAM KEPEGAWAIAN
ST
SUB DINAS TEKNIS SUB DINAS TEKNIS SUB DINAS TEKNIS LALU SUB DINAS TEKNIS SUB DINAS POS DAN
PRASARANA SARANA LINTAS DAN ANGKUTAN OPERASIONAL TELEKOMUNIKASI
SEKSI JARINGAN SEKSI PENGUJIAN SEKSI MANAJEMEN DAN SEKSI KETERTIBAN LALU SEKSI PEMBINAAN POS
TRANSPORTASI JALAN KENDARAAN REKAYASA LINTAS DAN TELEKOMUNIKASI
.B
SEKSI PENGUJIAN
SEKSI TATA TEKNIS SEKSI PENDAFTARAN SEKSI BINA USAHA DAN SEKSI PENGELOLAAN
PERANGKAT POS DAN
PERPARKIRAN KENDARAAN PERIJINAN ANGKUTAN OPERASIONAL
TELEKOMUNIKASI
TP
dan controller tersebut terdapat beberapa alternatif solusi yang meliputi perbaikan
atau diganti dengan sensor/detektor loop yang baru, sementara untuk
controllernya dapat dilakukan dengan modifikasi yang bebasis IP.
Hasil evaluasi terhadap network link (communication link & signal link)
menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini dari 137-an simpang yang terkoneksi,
BS
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
maupun pengrusakan (vandalism). Sebagai solusinya terdapat 2 alternatif yang
meliputi pergantian dengan yang baru atau dengan mengunakan teknologi
wireless.
.
IT
Pada software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak adanya backup master aplikasi dan kurang
D
TP
. BS
IT
D
P
loop dalam
banyak yang tidak pengadaan sparepart dan
berfungsi karena terkena belum tentu cocok
ST
overlay atau patahan tanah interfacing-nya
- Dari 137 simpang yang Modifikasi Controller agar - Lebih fleksibel dan up to - Tidak seluruh Controller
dipasang, 110 diantaranya sedapat mungkin berbasis IP date untuk dilakukan memungkinkan
beroperasi pengembangan (ekspansi) dimodifikasi karena
- 44 controller terhubung sistem alasan teknis khusus dari
.B
dengan CC Room - Instalasi sistem menjadi masing-masing produk
(adaptif) lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
- 66 controller tidak untuk interfacing dengan
terhubung dengan CC, sistem eksisting
hanya pengaturan lokal
Diganti secara bertahap - Lebih ekonomis karena Perlu perangkat tambahan
IT
menggunakan PLC
- Manhole tempat
dengan sensor kamera menggunakan
yang juga
kamera
berfungsi
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
terkonsentrasinya kabel di sebagai surveillance
simpang telah rusak akibat
- Mampu memberi data
D
hujan, terbakar, maupun
vandalism kualitatif (visual situasi
jalan) serta kuantitatif
(jumlah dan kategori
kendaraan)
- Tidak terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Perawatan lebih sederhana
P
Signal Link) akibat kabel sudah wear dan/atau mengganti modem lebih murah jaringan
out (usang) yang rusak - Perawatan lebih sulit dan
- Koneksi antara Controller- ada konsekuensi biaya
ST
CC Room
(communication link) dan
Mengganti communication - Instalasi lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
link secara bertahap dengan - Perawatan lebih sederhana untuk interfacing dengan
Controller-Traffic Light
sistem wireless dan relatif murah karena sistem eksisting
(signal link) menggunakan
kabel Telepon Telkom modular - Gangguan interferensi,
(SCATS), selebihnya - Kerusakan bisa dilokalisir bisa diatasi dengan
.B
menggunakan dedicated dengan mudah sehingga membuat jalur frekuensi
line down time dapat ditekan khusus untuk ATCS
- Communication link dan - Berpotensi terkena
signal link sering terputus sambaran petir, bisa
karena efek galian, alam, diatasi dengan membuat
IT
dan perusakan
- Perangkat/modul modem
penangkal petir
sistem grounding yang
dan
P
- Sistem secara keseluruhan - Ketergantungan pada
sudah tidak adaptif lagi keandalan perangkat keras
ST
karena degradasi peralatan yang ada, lazimnya sudah
baik yang ada di simpang obsolete
maupun CC Room - Trial & error dilakukan
- Kinerja sistem sudah pada komputer yang ada,
kurang optimal karena tidak dapat secara dummy
degradasi peralatan sehingga berpotensi
.B
mengganggu sistem
Mengembangkan versi yang - Penambahan fitur-fitur - Diperlukan waktu
baru secara bertahap baru yang lebih kaya pengembangan aplikasi
IT menuju ITS - Kompatibilitas dengan
- Down sizing dari sisi controller, wallmap, dan
komponen sistem, workstation tidak bisa
mereduksi sensor/detector dijamin
loop, traffic counter, dan - Biaya pengembangan
D
controller yang relatif moderat
- IP based system, lebih - Bisa berdampak pada
fleksibel penggantian sistem
- Lebih fleksibel dan up to menjadi NOC yang
date untuk pengembangan berbasis TCP/IP (LAN)
(ekspansi) sistem
P
yang
- Server menggunakan tinggi pada vendor
VAX dengan OS VMS, eksisting yang pada
ST
Regional processor akhirnya berpotensi
menggunakan PDP (2 area mempengaruhi biaya
operasi) - Dukungan spare part yang
- 1 PDP maksimum sangat terbatas mengingat
menangani 100 simpang komponen yang ada sudah
(Controller) tua
.B
- Perangkat CC Room - Mengganggu operasi bila
sudah usang sistem yang dipasang
- Back-up battery dan tidak redundant
genset tidak berfungsi
IT Mengembangkan Control - Lebih fleksibel dan up to - Biaya pengembangan
normal Center sebagai NOC date untuk dilakukan yang relatif moderat guna
- Wallmap tidak berfungsi (Network Operation Center) pengembangan (ekspansi) membangun LAN
dan statis tersendiri yang berbasis sistem - Kompatibilitas dengan
- Tidak ada backup TCP/IP - Mendukung standarisasi hardware yang ada, versi
D
operating system sistem menuju "Open baru membutuhkan
System" spesifikasi hardware yang
- IP based system, lebih lebih tinggi tetapi
fleksibel teknologinya state-of-the-
art
5. CCTV - Terdapat 10 kamera Memperbaiki dan meng- Lebih ekonomis bila spare Menjadi tidak ekonomis bila
Analog dengan koneksi upgrade unit kamera dengan part-nya masih ada spare part/komponennya
kabel twisted pair ke CC mengganti lensa dan motor sudah diskontinyu
P
- Sistem perekaman hanya sederhana - Mengganti komputer pada
menggunakan pita CC Room yang
ST
mendukung komunikasi
berbasis TCP/IP
Mengganti dengan IP Camera - Fleksibilitas - Biaya yang relatif
secara bertahap pengembangan sistem moderat
lebih baik - Mengganti komputer pada
.B
- Pengaturan dan perawatan CC Room yang
lebih mudah mendukung komunikasi
- Mendukung standarisasi berbasis TCP/IP
sistem berbasis TCP/IP - Mengganti software pada
IT dan dapat breinterface komputer di CC Room
dengan perangkat wireless bila ingin berfungsi
- Siap dikoneksikan dengan sebagai sensor dan
sistem ATCS generasi terintegrasi dengan TL
terbaru
D
TP
untuk tenaga kerja operator yang berpengalaman dalam melakukan pengotimasian
waktu sinyal masih terbatas, dan juga beberapa SDM yang berpengalaman yang
ada sudah berpindah bagian. Sebagai alternatif solusinya adalah perlu dilakukan
kegiatan aktivitas training untuk menunjang peningkatan kompetensi SDM
dengan kegiatan penjadwalan, pengawasan, data-logging dan kepemimpinan
BS
termasuk kedalam training. Selain hal tersebut juga diperlukan penambahan
jumlah tenaga lapangan (berikut fasilitas kerjanya).
Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah
anggaran yang ada tidak mencukupi untuk pemeliharaan dan penggantian
komponen ATCS yang rusak, oleh karena itu diperlukan adanya alternatif sumber
.
Dari sisi evaluasi terjadi permasalahan yaitu dalam hal evaluasi efektivitas
maupun perubahan skema operasional tidak dapat dilakukan secara baik, oleh
karena itu perlu dideskripsikan fungsi evaluasi berikut dengan penyediaan SDM-
D
nya.
Untuk lebih jelasnya mengenai evaluasi penerapan ATCS dari sisi pengelolaan
untuk wilayah studi Kota Bandung ini disampaikan pada Tabel 5.3, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengelolaan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 5.4.
P
tidak hanya saja mengelola ATCS
ST
Pengoperasian - Alokasi tenaga di CC Room - Kondisi saat ini dalam melakukan - Perlu dilakukan kegiatan aktivitas
mencapai 4 orang optimasi waktu sinyal dari control training untuk menunjang
- Tenaga manajemen lalu lintas yang room, pada umumnya dibantu oleh peningkatan kompetensi SDM
tersedia 1 orang tenaga teknis lapangan - Penjadwalan, pengawasan, data-
- Kendaraan operasional yang tersedia - Masih terbatasnya tenaga kerja logging dan kepemimpinan termasuk
.B
saat ini masih terbatas hanya tersedia operator yang berpengalaman dalam kedalam training
1 unit melakukan pengotimasian waktu - Perlu penambahan jumlah tenaga
sinyal lapangan (berikut fasilitas kerjanya)
- Beberapa SDM yang berpengalaman
IT yang ada sudah berpindah bagian
Pemeliharaan Tenaga untuk pemeliharaan yang Anggaran yang ada tidak mencukupi Perlu ada alternatif sumber dana dan
meliputi pemeliharaan rutin maupun untuk pemeliharaan dan penggantian dukungan dari masyarakat/ pengambil
perbaikan mencapai 8 orang, sementara komponen ATCS yang rusak keputusan
D
yang effektif sebanyak 2 orang
Evaluasi Belum ada alokasi bagian dan SDM Evaluasi efektivitas maupun perubahan Perlu dideskripsikan fungsi evaluasi
khusus untuk pelaksanaan evaluasi, skema operasional tidak dapat berikut dengan penyediaan SDM-nya
masih digabung dengan operasional dilakukan secara baik
Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara
P
San Antonio TX 1.100.000 6.000 sq ft 765 1 engginer, 3 technicians
Las Vegas NV: Las Vegas 1.500.000 2.500 sq ft 700 4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4
ST
Area Computer Traffic (Covers Clark County) posisi maintenance
System (LVACTS)
Atlanta, GA 416.000 2.300 sq ft 650 Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior
operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)
.B
Albuquerque, NM 449.000 800 sq ft 650 4 pekerja (2 engginer)
Denver, CO 555.000 2.800 sq ft 450 No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more
during special events
Seatle WA 600.000 1.420 sq ft 432 1 supervisor dan 2 operator
Phoenix, AZ 1.300.000 IT 1.500 sq ft 400 1 supervisor dan 4 technician
Boston, MA 590.000 2.500 sq ft 320 7-8 pekerja
Renton, WA 53.000 700 sq ft 96 Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat
mengakomodasi sampai dengan 2 full time
D
anggota staff
Redmond,WA 48,000 800-1400 sq ft (sedang 25 sedang dalam masa Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
dalam masa konstruksi) konstruksi shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area
Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005
TP
Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk kondisi saat ini di ruas jalan di sekitar
persimpangan menunjukkan kinerjanya masih cukup baik, dimana hal ini dapat
dilihat dari nilai VC ratio yang rata-rata masih dibawah 0,75. Berbeda halnya
dengan kinerja di persimpangan lainnya yang memiliki nilai VC Ratio > 0.75 dan
bahkan ada yang lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa kondisinya sudah
BS
jenuh atau oversaturated. Beberapa persimpangan yang sudah kondisinya jenuh
tersebut meliputi:
1. Persimpangan Jl. Laswi – Jl. A Yani
2. Persimpangan Jl. Laswi – Jl. Sukabumi
3. Persimpangan Jl. Laswi – Jl. G. Subroto
.
IT
Persimpangan
Jl. Laswi –
Jl. A.Yani
Persimpangan
Jl. Laswi –
Jl. Sukabumi
Persimpangan
Jl. Laswi –
Jl. G. Subroto
Persimpangan
TP
Jl.Pelajar 45–
Jl. T. Bodas
Persimpangan
Jl.Pelajar 45–
Jl. Martanegara
BS
Persimpangan
Jl.BKR –
Jl. Sriwijaya
Persimpangan
Jl.Pejuang–
Jl. Buah Batu
.
IT
D
Tabel 5.5 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
No. Nama Ruas/Segmen Panjang Ruas Volume Lalu Lintas Kapasitas Ruas VC Ratio Kecepatan (km/jam)
(km) (smp/jam) (smp/jam)
1. Jl. Laswi
0,35 4343 1343 0,95 22
(Jl. A.Yani – Jl.Sukabumi)
P
2. Jl. Laswi
0,85 6173 1629 0,94 28
(Jl.Sukabumi – Jl. G. Subroto)
ST
3. Jl. Pelajar 45
0,53 3594 1639 0,79 12
(Jl. G. Subroto – Jl. T. Bodas)
4. Jl. Pelajar 45
0,38 5915 1138 1,29 12
(Jl. T. Bodas – Jl. Martanegara)
.B
5. Jl. Pejuang
0,6 6808 1794 1,82 12
(Jl. Martanegara – Jl. B. Batu)
6. Jl. Pejuang
1,14 3931 729 1,36 12
(Jl. B. Batu – Jl. Sriwijaya) IT
Sumber : Hasil Analisis
D
Tabel 5.6 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)
No. Nama Persimpangan Jarak Antar Volume Lalu Waktu Siklus Jumlah Fase Kapasitas DS Panjang Tundaan
Simpang Lintas (Det) (smp/Jam) Antrian (det/smp)
(km) (smp/Jam) (m)
1. Jl. A. Yani – Jl. Laswi –
7371 103 3 1424 2,86 200 676
P
Jl. Martadinata
2. Jl. Laswi – Jl. Sukabumi 0,35 4343 101 2 1343 0,95 215 664
Jl. Laswi – Jl. G. Subroto
ST
3. 0,85 6173 288 3 1629 0,94 181 460
4. Jl. Pelajar 45 - Jl. Telaga
0,53 3594 107 2 1639 0,79 108 285
Bodas
5. Jl. Pelajar 45 - Jl.
0,38 5915 183 3 1138 1,29 211 1574
Martanegara
.B
6. Jl. Pejuang – Jl. Buah
0,6 6808 176 3 1794 1,82 146 1114
Batu
7. Jl. BKR – Jl. Sriwijaya 1,14 3931 158 3 729 1,36 134 2064
Sumber : Hasil Analisis
IT
D
Pada Tabel 5.7 ini merupakan simulasi antara kondisi eksiting dengan
terkoordinasi dengan menggunakan metoda MKJI, dimana asumsi yang
digunakan untuk kondisi terkoordinasi adalah dengan menggunakan waktu siklus
optimum, sementara untuk jumlah fase, komposisi waktu hijau, merah dan kuning
diasumsikan sama dengan kondisi eksisiting.
TP
3. Jl. Laswi – Jl. Gatot 0,85
Subroto 120 120
4. Jl. Pelajar 45 – Jl. 0,53 6535 6378
Talaga Bodas 18 18
BS
5. Jl. Pelajar 45 – Jl. 0,38
Martanegara 1384 1384
6. Jl. Pelajar Pejuang – Jl. 0,60
Buah Batu 2287 2287
7. Jl. BKR – Jl. Sriwijaya 1,14 1580 1580
.
Hasil analisis optimasi dengan metode MKJI menunjukkan bahwa untuk kinerja
delay perubahan yang terjadi hanya di persimpangan No. 1 dan 2, sementara itu di
D
persimpangan 3, 4 dan 5 tidak terjadi perubahan, dimana hal ini disebabkan waktu
siklus di ketiga persimpangan tersebut telah mencapai waktu siklus optimum,
sehingga asumsinya sama dengan kondisi eksisiting. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa terjadi perubahan delay dikoridor tersebut, dimana perubahan terbesar
terjadi di persimpangan No.1 dengan persentase perubahan mencapai 88,10%.
Untuk kinerja waktu tempuh disepanjang koridor tersebut terjadi perubahan yaitu
yang sebelumnya mencapai 6535 detik menjadi 6378 detik, atau terjadi
perubahan 2,4%.
SISTEM
KODIFIKASI 1
11 14
13
TRANSYT 2
1
17 21 22
18 16
15
2
TP
24
23 3231
37 3 3
38 33
4
BS
3536
42 41
45 4
46
.
4344
IT
5251
57
58 5 5
D
53
4
6867 62 5556
61
7778 6
7265
75 7 71 66
76 6463
73
74
Tabel 5.8 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)
Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
1 Simp. Jl. A. Yani – Jl. Martadinata Jl. Martadinata 12 2.4 2.34 3 2297 2210 4 1267 899 29
P
Jl. A. Yani 14 2.25 1 56 2174 119 95 2975 154 95
ST
Jl. A. Yani 18 2.01 1.01 (50) 2023 161 92 864 110 87
.B
Jl. Laswi 23 0.19 0.53 (179) 1 6 (500) 0 51
3 Simp. Gatsu Jl. Laswi 32 2.38 1.74 27 2272 1665 27 775 600 23
IT
Jl. Gatot Subroto
Jl. Pejuang
34
36
2.96
0.45
0.9
0.96
70
(113)
2590
42
61
98
98
(133)
2714
24
103
32
96
(33.33)
5 Simp. Martanegara Jl. Pejuang 52 0.68 1.49 (119) 81 1288 (1,490) 37 393 (962)
Jl. Martanegara 54 2.25 1.21 46 2182 704 68 1186 423 64
Tabel 5.8 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Terkoordinasi (TRANSYT)
Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
Jl. Pejuang 56 1.31 0.99 24 993 90 91 296 60 80
P
Jl. Martanegara 58 0.25 1.06 (324) 76 422 (455) 8 22 (175)
ST
6 Simp Buah Batu Jl. Pejuang 62 0.77 0.96 (25) 72 82 (14) 27 43 (59)
Jl. Buah Batu 64 0.12 0.71 (92) 70 132 (89) 4 6 (50)
.B
7 Simp Sriwijaya Jl. BKR 72 1.69 1.06 37 1676 276 84 361 78 78
Jl. Sripoaci 74 0.56 1.91 (241) 89 1899 (2,034) 15 151 (907)
Rata-rata
IT
Jl. Sriwijaya 78 0.55
1,25
1.03
1,10
( 87)
12
61
855,59
252
509,56
(313)
40
23
529,11
47
173,19
(104)
67
Sumber: Hasil Analisis
D
TP
2. Panjang Antrian kend 285.98 93.8 67.20
3. Konsumsi Bahan liter 16819.3 5723.2 65.97
Bakar
4. Panjang perjalanan smp-km 14981.8 29789.2 98.84
BS
5. Waktu Kendaraan smp-jam 3619.5 2687.5 25.75
6. Kecepatan Rata-rata km/jam 4,1 11,1 170,73
Sumber : Hasil Analisis
.
IT
D
BAB 6
EVALUASI PENERAPAN ATCS
DI KOTA SURABAYA
terutama pada jam – jam sibuk (busy time). Penyebab kemacetan ini cukup
kompleks. Bila ditinjau dari segi teknis, sebenarnya daya tampung kapasitas jalan
jelas tidak berimbang dengan volume kendaraan, sedangkan dari segi non teknis,
rendahnya dan kekurang patuhan mereka pada disiplin lalu lintas, penggunaan
jalan dalam fungsinya dan area rawan banjir.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas
Perhubungan Kota Surabaya melakukan sebagai usaha antara lain peningkatan
prasarana jalan, drainase serta peningkatan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
Namun di berbagai tempat, kemacetan tetap terjadi. Hal ini disebabkan
dipersimpangan yang ada masih terisolasi dan tetap. Padahal beberapa
persimpangan kritis membutuhkan penanganan yang lebih intensif dan lebih baik,
mengingat di persimpangan ini adalah tempat bertemunya beberapa kendaraan
dari beberapa arah pada satu titik.
Untuk mengatasinya, maka pengaturan persimpangan-persimpangan kritis di kota
Surabaya dilakukan dengan teknologi Area Traffic Control System (ATCS). Dasar
dari sistem ATCS ini bahwa pengaturan traffic light pada suatu persimpangan
secara langsung berpengaruh terhadap persimpangan berikutnya. Untuk ini
koordinasi antar persimpangan-persimpangan yang membutukan koordinasi
secara langsung dikelompokkan bersama-sama dan dikoordinasikan dengan
kelompok-kelompok lain.
Untuk dapat melakukan semua ini maka ATCS membutukan perangkat komputer
untuk mengatur komunikasi dan koordinasi antara tiap-tiap controller di
persimpangan. Selain itu sistem ini juga dilengkapi dengan peralatan lain pada
pusat kontrol, guna pengaturan komponen sistem ini juga didukung dengan
adanya kamera CCTV untuk memantau daerah-daerah kritis. Informasi visual ini
ditampilkan melalui layar monitor yang terletak dipusat kontrol (Central Control
Room).
Selama ini traffic light Surabaya mengandalkan Area Traffic Control System
(ATCS) untuk menjalankan operasional traffic light. Dalam ATCS, kendaraan
yang berhenti langsung dihubungkan dengan kamera CCTV. Nantinya, hasil
rekaman kamera ini ditayangkan untuk mengontrol kemacetan. Namun, CCTV
TP
memiliki banyak kelemahan, seperti masih berbasis analog, kabelnya rawan
gangguan, dan belum bisa dijadikan dasar pengambilan keputusan manajemen
lalu lintas.
Saat awal berdirinya, alat ini sanggup mengoperasikan 40 traffic light (TL) yang
tersebar di Surabaya, hanya dari tempat berukuran 4 x 5 meter di Gedung
BS
Pemerintah Kota Lantai VI Jl. Jimerto. Namun empat tahun lalu, tinggal 37 TL
yang bisa beroperasi. Ironisnya, ketika semua persimpangan jalan di Surabaya
semakin padat kendaraan, semua TL tidak bisa dikendalikan secara elektrik,
karena server komputer untuk peranti lunak ini rusak berat.
Pada tabel berikut ini disampaikan mengenai data letak lampu lalu lintas yang
.
berada di Kota Surabaya lengkap beserta tahun pemasangan, jenis kontrol dan
IT
TP
Tabel 6.2 Lampu Lalu Lintas Wilayah Selatan
Jenis
Tahun Jenis Kontrol Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrol
Pemasangan Lama Fase
Baru
31 Jl. HR Muhammad-Jl. Pakuwon Dukuh Pakis Selatan 2003 CONTRAF PLC 4 fase
32 JL. Rolak-Jl. Gunung sari Dukuh Pakis Selatan 1998 CONTRAF PLC 2 fase
33 Jl. Gajah Mada-Jl. Gunung Sari Dukuh Pakis Selatan 2003 PLC 2 fase
34 Jl. Hayam Wuruk-Jl. Gajah Mada Dukuh Pakis Selatan 2006 PLC 2 fase
35 Jl. Pasara Kupang-Jl. Banyurip Sawahan Selatan 2000 TC 88 PLC 3 fase
36 Jl. Pasar Kembang-Jl. Arjuno Sawahan Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
37 Jl. Embong Malang-Jl. Blauran Sawahan Selatan 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
38 Jl. Margorejo-Jl. A Yani Wonocolo Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
39 JL. Mastrip-Jl. Kedurus Selatan 1995 PLC 3 fase
40 Jl. Margorejo-Jl. Prapen Wonocolo Selatan 1997 PLC 3 fase
41 Jl. Mastrip-Jl. Karang Pilang Karang Pilang Selatan 2006 PLC 2 fase
42 Jl. Kupang Jaya-Jl. Ngesong Suko Manunggal Selatan 1996 PLC 3 fase
43 Jl. Soetomo-Jl. Diponegoro Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS PLC 2 fase
44 Jl.Kartini-Jl. Diponegoro Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2,5 fase
45 Jl. Soetomo-Jl. Raya Darmo Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
46 Jl. Raya Darmo-Jl. Kartini Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
47 Jl. Kedungdoro-Jl. Kedungsari Tegal Sari Selatan 1992 SAINCO/ATCS 3 fase
48 Jl. Dinoyo-B. A. T Tegal Sari Selatan 2002 CONTRAF 2 fase
49 Jl. Ngagel-B. A. T. Tegal Sari Selatan 2002 CONTRAF 2 fase
50 Jl. Jaksa A. S-Jl. Ambengan Genteng Selatan 1992 SAINCO/ATCS 4 fase
51 Jl. M. Sungkono-Jl. Darmo Satelit Suko Manunggal Selatan 2002 CONTRAF SAINCO 4 fase
52 Jl. Darmo Satelit-Bunderan Suko Manunggal Selatan 2002 CONTRAF 4 fase
53 Jl. Sulawesi-Jl. Ngegel Gubeng Selatan 1995 PLC 3 fase
TP
Jenis
Tahun Jenis Kontrl Jumlah
No. Nama Persimpangan Kecamatan Wilayah Kontrol
Pemasangan Lama Fase
Baru
54 Jl. Kendang sari-Jl. J. Handayani Tenggilis Mejoyo Timur 1996 PLC 3 fase
55 Jl. Jemur Sari-Jl. J. Handayani Tenggilis Mejoyo Timur 1997 PLC 3 fase
BS
56 Jl. Jemur Sari-Jl. Prapen Tenggilis Mejoyo Timur 1997 PLC 2 fase
57 Jl. Nginden-Jl. Panjang Jiwo Tenggilis Mejoyo Timur 1996 PLC 3 fase
58 Jl. Kedung baruk-Jl. Kali Rungkut Rungkut Timur 1994 PLC 2 fase
59 Jl. R. Kecamatan-Jl. Kali Rungkut Rungkut Timur 1996 PLC 2 fase
60 Jl. Yakaya-Jl. Rungkut M. T Gunung Anyar Timur 1995 PLC 4 fase
.
61 Jl. Tambah Rejo-Jl. K. Krampung Tambak Sari Timur 1992 SAINCO/ATCS 2 fase
IT
TP
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya
Pemasangan Fase
Lama Baru
1 Jl. Raya Tandes (Tol Tandes) Tandes Barat 2006 Contraf 3 fase
2 Jl. Raya Mastrip-Jl. Gunung Sari (Tol) Karang Pilang Selatan 2001 Contraf 3 fase
3 Jl. Raya Dupak (Depan PGS) Bubutan Utara 2007 PLC 2 fase
6 Jl. Raya Demak (SDN Tembok Dukuh) Krembangan Utara 2007 PLC
7 Jl. Indrapura (SDN Krembangan) Krembangan Utara 2007 PLC
8 Jl. Banjar Sugian Tandes Utara 2007 PLC
TP
13 Jl. P. Sudirman-Surabaya Post Gubeng Pusat 1997 PLC
14 Jl. Tambak Sari Simokerto Pusat 2006 PLC
Tabel 6.13 Kamera CCTV ATCS Wilayah Timur, Barat, Utara, Selatan
D
Tahun
No. Nama Jalan Kecamatan Wilayah Jenis Merk
Pemasangan
Di Surabaya terdapat puluhan traffic light yang terdiri dari traffic light bekas
ATCS, traffic light berbassis PLC dan traffic light penyeberangan dan berikut ini
pada Tabel 6.14 disampaikan kondisi terakhir traffic light yang terpasang di
Surabaya
TP
3 Transmisi Ex ATCS menggunakan Non ATCS menggunakan
untuk kendali kendali coaxial yang di pemrograman PLC in situ
TL tanam di dalam tanah
4 Traffic Light Sebagian besar masih Penggunaan kontroler ATCS
BS
ATCS mengacu pada sistem lama harus ditelaah lagi,
Controller ATCS lama, kecuali system karena kemungkinan di
baru yang berdasar pada upgrade sangat kecil,
penggunaan PLC sebagai sedangkan system PLC
kontroler kemungkinan besar masih
dapat di upgrade
.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap instansi terkait, dimana dalam hal ini
adalah Dinas Perhubungan Kota Surabaya yang menyampaikan bahwa system
D
Keterangan
LCS: Local Control System
TP
1. Sejumlah 43 persimpangan terpasang sistem ATCS merek SAINCO dan
BS
10 persimpangan terpasang CCTV merek Grundig. ATCS SAINCO
diresmikan pemakaiannya sejak tahun 1992.
2. Semua sistem SAINCO terpasang loop detector
3. Pada saat pemasangan loop detector ditanam di kedalaman 5 cm dari
permukaan jalan sehingga sekarang diperkirakan tidak berfungsi lagi
karena sudah terjadi beberapa kali proyek penebalan aspal (overlays)
.
TP
FAY card Power Supply
MPY 265 card Main Processor Card
M4Y 280 card FSK Modem Communication
TLCY 302 card Current Loop Communication Card
BS
3 CCRoom Modem UM4C Abengoa SAINCO
Printer TRAFFICO
Monitor MICROVAX 3800
PTZ control Samsung 32”
.
4 Software CMY
D
Informasi Pendukung:
- Prosesor SAINCO berbasis motorola MC6800(mikrokontroler cukup tua
dan Card-card tersusun dari IC TTL seri 74LSXXX
- Komunikasi LCS ke Zona Control menggunakan TLCY 302 card, yaitu
komunikasi serial arus 0-20mA
- Komunikasi Zona Control ke CCRoom menggunakan M4Y 280 card,
yaitu komunikasi FS
TP
. BS
Sama halnya dengan ATCS di Provinsi DKI Jakarta dan Kota Bandung, untuk
ATCS di Kota Surabaya dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya yaitu Dinas
Perhubungan Kota Surabaya di Bidang Lalu Lintas Seksi Rekayasa Lalu Lintas.
Untuk alokasi sumber daya manusia pengelolaan ATCS di Kota Surabaya
menunjukkan bahwa untuk kondisi saat ini untuk teknisi lapangan dan teknisi di
control room kekurangan sumber daya, sementara untuk tenaga ahli manajemen
lalu lintas kebutuhannya sudah memadai.
Untuk kelembagaan belum terdapat rencana/kegiatan pengembangan
pengelolaannya, dimana karena untuk kelembagaan yang ada saat ini sudah cukup
memadai.
1.000 904
816
800
590
600 494
(Juta)
400 260
200
-
2004 2005
KEPALA DINAS
PERHUBUNGAN
P
SUB BAGIAN
SUB BAGIAN UMUM
KEPEGAWAIAN
Pengelolaan ATCS
ST
BIDANG SARANA DAN BIDANG PENGENDALIAN
BIDANG LALU LINTAS BIDANG ANGKUTAN
PRASARANA DAN OPERASIONAL
.B
SEKSI MANAJEMEN LALU
SEKSI PENGEMBANGAN SEKSI ANGKUTAN DARAT SEKSI KETERTIBAN
LINTAS
SEKSI PEMELIHARAAN
IT SEKSI REKAYASA LALU
LINTAS
SEKSI ANGKUTAN LAUT
DAN UDARA
SEKSI BIMBINGAN
KESELAMATAN
D
UPTD
TP
Evaluasi terhadap network link (communication link & signal link) menunjukkan
bahwa kondisi saat ini hanya terdapat beberapa simpang yang terkoneksi, dan
hanya beberapa saja yang berfungsi dengan baik, dimana pada umumnya terdapat
beberapa permasalahan yang dikarenakan komponen-komponenya menurunya
usia atau sudah usang maupun terputus dikarenakan efek dari galian, alam
BS
maupun pengrusakan (vandalism). Sebagai solusinya terdapat 2 alternatif yang
meliputi pergantian dengan yang baru atau dengan mengunakan teknologi
wireless.
Untuk software aplikasi CC Room pada umumnya kondisinya banyak yang rusak
sehingga system sudah tidak bisa dijalankan lagi, selain itu juga terdapat
permasalahan lain yaitu tidak adanya backup master aplikasi dan kurang
.
Kondisi saat ini yang terdapat pada hardware CC Room (server, workstation,
wallmap) menunjukkan beberapa permasalahan yang meliputi:
- Server shutdown
- Tidak ada backup operating system
- Wallmap tidak berfungsi dan statis
Sebagai alternatif solusinya adalah dapat dilakukan dengan memeriksa fungsi
setiap komponen atau mengembangkan control center sebagai NOC (Network
Operation Center) tersendiri yang berbasis TCP/IP.
Hasil evaluasi pada komponen CCTV menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat
ini dari 10 kamera terpasang, hanya 3 yang masih berfungsi. Sementara itu untuk
PTZ Control tidak berfungsi karena motor yang sudah aus dan kondisi sistem
perekaman hanya menggunakan pita. Oleh karena itu sebagai langkah alternatif
solusinya dapat dilakukan dengan memperbaiki dan meng-upgrade unit kamera
dengan mengganti lensa dan motor. Sebagai alternatif lainnya dapat dilakukan
TP
. BS
IT
D
P
dalam
overlay atau patahan tanah pengadaan sparepart dan
- Controller sebagian telah belum tentu cocok
ST
rusak akibat usia teknis interfacing-nya
yang menurun
Modifikasi Controller agar - Lebih fleksibel dan up to - Tidak seluruh Controller
- Controller pada umumnya sedapat mungkin berbasis IP date untuk dilakukan memungkinkan
berbasis PLC atau micro pengembangan (ekspansi) dimodifikasi karena
controller yang kaku dari sistem alasan teknis khusus dari
sisi pengembangan sistem
.B
- Instalasi sistem menjadi masing-masing produk
lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
Diganti secara bertahap - Instalasi sistem menjadi Perlu perangkat tambahan
IT dengan sensor kamera lebih mudah
- Perawatan lebih sederhana
untuk interfacing dengan
sistem eksisting
dan murah
D
- Tidak terpengaruh
perubahan konstruksi jalan
- Kondisi jalan bisa teramati
secara visual
- Lebih ekonomis karena
menggunakan kamera
yang juga berfungsi
sebagai surveillance
P
kendaraan)
2. Network Link - Kualitas hantaran Memperbaiki/menambah Tanpa modifikasi sistem - Perlu waktu yang lama
ST
(Communication Link & (conductivity) menurun wireline yang terputus untuk mencari kerusakan
Signal Link) akibat kabel sudah wear dan/atau mengganti modem jaringan
out (usang) yang rusak - Perawatan lebih sulit dan
- Koneksi antara Control ada konsekuensi biaya
Center dan Controller
terputus karena kabel
Mengganti communication - Instalasi lebih mudah - Perlu perangkat tambahan
.B
link secara bertahap dengan - Perawatan lebih sederhana untuk interfacing dengan
tembaga terkena galian
sistem wireless dan relatif murah karena sistem eksisting
- Perangkat/modul modem
sering rusak karena modular - Gangguan interferensi,
menurunnya usia teknis - Kerusakan bisa dilokalisir bisa diatasi dengan
IT dengan mudah membuat jalur frekuensi
khusus untuk ATCS
- Berpotensi terkena
sambaran petir, bisa
diatasi dengan membuat
D
penangkal petir dan
sistem grounding yang
baik
3. Software Aplikasi CC Room - Terjadi kerusakan Memperbaiki aplikasi yang Biaya pengembangan lebih - Diperlukan program
sehingga sistem tidak bisa ada murah sumber (source file),
dijalankan setidaknya library file dan
object file
P
- Sistem secara keseluruhan - Trial & error dilakukan
sudah tidak adaptif lagi pada komputer yang ada,
tidak dapat secara dummy
ST
karena degradasi peralatan
baik yang ada di simpang sehingga berpotensi
maupun CC Room mengganggu sistem
Mengembangkan versi yang - Penambahan fitur-fitur - Diperlukan waktu
baru secara bertahap baru yang lebih kaya pengembangan aplikasi
menuju ITS
.B
- Kompatibilitas dengan
- Down sizing dari sisi controller, wallmap, dan
komponen sistem, workstation tidak bisa
mereduksi sensor/detector dijamin
loop, traffic counter, dan - Biaya pengembangan
controller
IT - IP based system, lebih
fleksibel
yang relatif moderat
- Bisa berdampak pada
penggantian sistem
- Lebih fleksibel dan up to menjadi NOC yang
D
date untuk pengembangan berbasis TCP/IP (LAN)
(ekspansi) sistem
4. Hardware CC Room (Server, - Server shutdown Memeriksa fungsi setiap Tidak harus beli bila ternyata - Diperlukan operating &
Workstation, Wallmap) - Tidak ada backup komponen komponen yang diperiksa maintenance manual,
operating system masih layak operasi lazimnya sudah tidak ada
- Ketergantungan yang
P
- Dukungan spare part yang
sangat terbatas mengingat
komponen yang ada sudah
ST
tua
- Mengganggu operasi bila
sistem yang dipasang
tidak redundant
- Lebih fleksibel dan up to - Biaya
.B
Mengembangkan Control pengembangan
Center sebagai NOC date untuk dilakukan yang relatif moderat guna
(Network Operation Center) pengembangan (ekspansi) membangun LAN
tersendiri yang berbasis sistem - Kompatibilitas dengan
TCP/IP - Mendukung standarisasi hardware yang ada, versi
IT sistem menuju "Open
System"
baru membutuhkan
spesifikasi hardware yang
lebih tinggi tetapi
- IP based system, lebih
fleksibel teknologinya state-of-the-
D
art
5. CCTV - Dari 10 kamera terpasang, Memperbaiki dan meng- Lebih ekonomis bila spare Menjadi tidak ekonomis bila
hanya 3 yang masih upgrade unit kamera dengan part-nya masih ada spare part/komponennya
berfungsi mengganti lensa dan motor sudah diskontinyu
- PTZ Control tidak Menambah interface berupa - Fleksibilitas - Tidak seluruh CCTV
berfungsi karena motor konverter ADC (Analog to pengembangan sistem aksisting dapat
yang sudah aus Digital Converter) agar dapat lebih baik dimodifikasi karena
- Sistem perekaman menjadi IP based Camera - Perawatan sistem lebih alasan teknis
P
Mengganti dengan IP Camera - Fleksibilitas - Biaya yang relatif
secara bertahap pengembangan sistem moderat
ST
lebih baik - Mengganti komputer pada
- Pengaturan dan perawatan CC Room yang
lebih mudah mendukung komunikasi
- Mendukung standarisasi berbasis TCP/IP
sistem berbasis TCP/IP - Mengganti software pada
.B
dan dapat breinterface komputer di CC Room
dengan perangkat wireless bila ingin berfungsi
- Siap dikoneksikan dengan sebagai sensor dan
sistem ATCS generasi terintegrasi dengan TL
IT terbaru
D
TP
peningkatan kompetensi SDM dengan penjadwalan, pengawasan dan
kepemimpinan termasuk kedalam training. Selain hal tersebut juga diperlukan
rentang karir yang cukup panjang di dalam struktur organisasi pengelola ATCS.
Dari sisi pemeliharaan menujukkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah
sumber dana APBD tidak pasti dan jumlahnya semakin terbatas beserta
BS
dampaknya terhadap kondisi di lapangan yaitu jumlah kerusakan cukup banyak
dan frekuensinya cukup sering. Oleh karena itu dalam mengatasi hal tersebut
diperlukannya alternatif sumber dana dan dukungan dari masyarakat/pengambil
keputusan.
Dari sisi evaluasi terjadi permasalahan yaitu dalam optimalisasi pemanfaatan dan
.
untuk wilayah studi Kota Surabaya ini disampaikan pada Tabel 6.17, dan sebagai
informasi disampaikan juga mengenai benchmarking pengelolaan ATCS yang
terdapat di negara lain yang dirangkum dan disampaikan didalam Tabel 6.18.
P
Pengoperasian Teknisi control room dan petugas - Fungsi pendataan (data logging) - Perlu pelatihan untuk peningkatan
lapangan sudah mencukupi, sedangkan kurang optimal kompetensi SDM
tenaga ahli manajemen lalu lintas - Pengambilan keputusan dalam - Penjadwalan, pengawasan dan
ST
masih kurang menanggapi kondisi lapangan kepemimpinan termasuk kedalam
terhambat training
- Perlu rentang karir yang cukup
panjang di dalam struktur organisasi
pengelola ATCS
.B
Pemeliharaan Operasional dan pemeliharaan dari - Sumber dana APBD tidak pasti dan Kondisi saat ini frekuensi dan jumlah
APBD jumlahnya semakin terbatas kerusakan cukup tinggi, sehingga tidak
- Jumlah kerusakan cukup banyak dan memadai jika hanya ditangani dengan
frekuensinya cukup sering dana dan tenaga eksisting (skala
IT kegiatan sudah berubah menjadi
rehabilitasi)
Evaluasi Definisi fungsi evaluasi dan alokasi Optimalisasi pemanfaatan dan skema Sedang dilakukan kajian
D
SDM untuk kegiatan ini belum tersedia pengembangan sistem belum terdefinisi pengembangan dengan melibatkan
dengan cukup memadai pihak konsultan
Sumber: dianalisis dari data sekunder dan data hasil survey wawancara
P
San Antonio TX 1.100.000 6.000 sq ft 765 1 engginer, 3 technicians
Las Vegas NV: Las Vegas 1.500.000 2.500 sq ft 700 4 posisi administrasi, 4 posisi traffic operations, 4
ST
Area Computer Traffic (Covers Clark County) posisi maintenance
System (LVACTS)
Atlanta, GA 416.000 2.300 sq ft 650 Traffic signal operation ( 1 engginer, 1 senior
operator, dan 2 operator) dan CCTV ( 1 engginer,
dan 1 technician)
.B
Albuquerque, NM 449.000 800 sq ft 650 4 pekerja (2 engginer)
Denver, CO 555.000 2.800 sq ft 450 No dedicated staff for TMC, aprox 1,5 FTE, more
during special events
Seatle WA 600.000 1.420 sq ft 432 1 supervisor dan 2 operator
Phoenix, AZ 1.300.000 IT 1.500 sq ft 400 1 supervisor dan 4 technician
Boston, MA 590.000 2.500 sq ft 320 7-8 pekerja
Renton, WA 53.000 700 sq ft 96 Permulaannya 1 part time anggota staff, dapat
mengakomodasi sampai dengan 2 full time
D
anggota staff
Redmond,WA 48,000 800-1400 sq ft (sedang 25 sedang dalam masa Control rom (1 supervisor, 1 operator) dan signal
dalam masa konstruksi) konstruksi shop ( 1-s/d 5 maintenace staff)
untuk traffic management
area. 1200-1700 sq ft
untuk signal shop area
Sumber: diterjemahkan dari US-FHWA, Traffic Control System Handbook, 2005
TP
BS
Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
Jl. RA Kartini
Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
DR. Sutomo
.
IT
Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
Jl. Kutei
D
Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
Jl. Ciliwung
Persimpangan
Jl. Dipenogoro –
Kebun Binatang
Tabel 6.19 Kinerja Lalu Lintas di Ruas Jalan (Eksisting) Diantara Persimpangan
No. Nama Ruas/Segmen Panjang Ruas Volume Lalu Lintas Kapasitas Ruas VC Ratio Kecepatan (km/jam)
(km) (smp/jam) (smp/jam)
1. Jl. Dipenogoro
0,4 6103 2331 0,92 23
(Kebun Binatang– Jl.Ciliwung)
P
2. Jl. Dipenogoro
0,27 2954 1502 1,19 21
(Jl.Ciliwung- Jl.Kutei)
ST
3. Jl. Dipenogoro
0,65 12452 2374 1,412 20
(Jl.Kutei-Jl.Dr.Sutomo)
4. Jl. Dipenogoro
0,81 6058 1501 1,12 21
(Jl.Dr.Sutomo-Jl.Kartini)
.B
Sumber : Hasil Analisis
IT
D
Tabel 6.20 Kinerja Lalu Lintas di Persimpangan Dengan ATCS Sebelum Terkoordinasi (Eksisting)
No. Nama Persimpangan Jarak Antar Volume Lalu Waktu Siklus Jumlah Fase Kapasitas DS Panjang Tundaan
Simpang Lintas (Det) (smp/Jam) Antrian (det/smp)
(km) (smp/Jam) (m)
1. Jl. Dipenogoro - Kebun
6103 117 2 2331 0,92 86 1912
P
Binatang
2. Jl. Dipenogoro - Jl.
0,4 4789 126 3 1824 0,78 131 277
Ciliwung
ST
3. Jl. Dipenogoro - Jl. Kutei 0,27 5294 132 3 1502 1,19 98 930
4. Jl. Dipenogoro - Jl.
0,65 12452 87 2 2374 1,412 125 923
Dr.Sutomo
5. Jl. Dipenogoro - Jl. RA.
0,81 6058 98 3 1501 1,12 108 2160
.B
Kartini
Sumber : Hasil Analisis
IT
D
Seperti halnya pada lokasi kajian sebelumnya, di lokasi kajian kota Surabaya juga
dilakukan analisis perhitungan kinerja persimpangan pada lima persimpangan
yang meliputi persimpangan Jl. Diponegoro – Kebun Binatang, Jl. Diponegoro –
Jl. Ciliwung, Jl. Diponegoro – Jl. Kutei, Jl. Diponegoro – Jl. Soetomo dan Jl.
Diponegoro – Jl. RA Kartini dengan menggunakan 2 metode yang sama, yaitu
metode MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dan Metode Transyt. Untuk
perhitungan optimasi dengan metode MKJI sebelum dan sesudah terkoordinasi
disampaikan pada Tabel 6.21, sedangkan dengan menggunakan metode Transyt
akan dijelaskan pada paraghrap berikutnya
TP
(det/smp) (det) (det/smp) (det)
1. Jl. Dipenogoro (Kebun
Binatang) 21 21
2. Jl. Dipenogoro – Jl. 0,4
Ciliwung 15,31 15,31
Jl. Dipenogoro – Jl.
BS
3. 0,27 458 443
Kutei 23,65 22,41
4. Jl. Dipenogoro – Jl. Dr. 0,65
Sutomo 22,12 8,31
5. Jl. Dipenogoro – Jl. 0,81
RA. Kartini 92,93 10,85
Sumber : Hasil Analisis
.
IT
Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil optimasi dengan metode MKJI dengan
asumsi waktu siklus optimum adalah bahwa untuk delay pada persimpangan di
D
Kota Surabaya No. 1 dan 2 tidak terjadi perubahan, dimana hal ini disebabkan
waktu siklus yang ada saat ini (eksisting) sudah mencapai waktu siklus optimum,
berbeda halnya dengan persimpangan di No. 3, 4 dan 5 yang mengalami
perubahan delay, dimana perubahan terbesarnya terdapat pada persimpangan No.
5 yang mencapai 88,32%. Untuk kinerja waktu tempuh yang dibutuhkan untuk
melalui koridor tersebut berdasarkan simulasi tersebut dengan kondisi
terkoordinasi adalah 443 detik dengan perubahan dari kondisi sebelumnya
(eksisting) cukup kecil yaitu hanya 3,28%.
11
SISTEM
KODIFIKASI
TRANSYT 1 13
12
14
21
24
TP 2 22
BS
23
31
36 33
3
32
.
34 35
IT
42 4
1
46
D
4 43
44 45
52 51
54
5
55 53
Gambar 6.6 System Kodifikasi TRANSYT
Tabel 6.22 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Koordinasi (TRANSYT)
Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
1. Persimpangan Jl. Dipenogoro – Jl. Dipenogoro 11 0,44 0,29 34 24 6 75 39 19 51
Jl. Kartini
P
Jl. Kartini 13 0,31 0,76 (145) 25 78 (212) 6 10 (67)
Jl. Dipenogoro 14 1,05 0,82 22 243 6 98 269 103 62
ST
2. Persimpangan Jl. Dipenogoro – Jl. Dipenogoro 21 1,13 0,92 19 488 55 89 432 136 69
Dr. Soetomo
Jl. DR. Soetomo 22 0,93 1,03 11 30 156 (420) 122 293 (140)
Jl. Dipenogoro 23 1,14 1,04 (9) 472 175 63 454 295 35
.B
Jl. Indragiri 24 0,89 0,99 11 26 67 (158) 109 190 (74)
3. Persimpangan Jl. Dipenogoro – Jl. Dipenogoro 31 0,69 0,83 20 50 27 46 63 60 5
Jl. Kutai
Jl. Bengawan
IT 33 0,54 0,56 (4) 53 72 (36) 13 18 (38)
Jl. Dipenogoro 35 1,15 0,9 22 531 49 91 268 68 75
Jl. Kutai 36 0,76 0,79 (4) 62 84 (36) 18 23 (23)
4. Persimpangan Jl. Dipenogoro – Jl. Dipenogoro 42 0,37 0,7 (89) 2 11 (450) 4 24 (500)
D
Jl. Ciliwung
Jl. Dipenogoro 45 0,2 0,19 5 11 26 136 9 16 (78)
Jl. Ciliwung 46 0,99 0,56 43 123 21 83 50 21 58
5. Persimpangan Kebun Binatang Jl. Dipenogoro 52 0,72 1 (39) 50 94 (88) 51 108 (112)
Jl. Darmo 53 0,99 0,8 19 75 30 60 129 102 21
Jl. Darmo 55 1,23 0,98 20 739 59 92 756 182 76
Tabel 6.22 Perbandingan Kinerja Lalu Lintas Eksisting Terhadap Koordinasi (TRANSYT)
Derajat Kejenuhan
No Tundaan (Delay) (smp/det) Panjang Antrian (m)
No Nama Persimpangan Lengan (Degree of Saturation)
Link
Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆ Ekst Koord ∆
Rata-rata 0,80 0,77 (3) 177 60 67 164 98 40
P
Sumber: Hasil Analisis
ST
.B
IT
D
TP
2. Panjang Antrian kend 111,68 62,72 43,84
3. Konsumsi Bahan liter 3785 1901,8 49,75
Bakar
4. Panjang perjalanan smp-km 14949,2 16388,6 9,63
BS
5. Waktu Kendaraan smp-jam 2430,1 965,7 60,26
6. Kecepatan Rata-rata km/jam 6,2 15,5 150
Sumber : Hasil Analisis
.
IT
D
BAB 7
ARAHAN PENGEMBANGAN ATCS
Pada Bab 7 Arahan Pengembangan ATCS ini akan disampaikan mengenai road
map permasalahan, harapan dari masyarakat, kebutuhan optimalisasi pemanfaatan
ATCS, skema alternatif pendanaan, arahan pengembangan ATCS dan Tahapan
pengembangan yang meliputi teknologi dan pengelolaannya.
TP
dampaknya sangat berpengaruh terhadap effektivitas ATCS dalam meningkatkan
effisiensi kinerja jaringan menjadi kurang optimal. Lokasi permasalahan tersebut
meliputi dalam hal kelembagaan, operasional, pemeliharaan dan evaluasi.
Hasil identifikasi permasalahan kelembagaan menujukkan bahwa pada kondisi
BS
saat ini dalam hal pengorganisasian belum cukup kuat, baik itu dalam hal jobdesk
maupun koordinasi. Sementara itu dalam hal sumber daya manusia terbatas dan
bahkan kurang memadai. Hal tersebut menimbulkan permasalahan baru yaitu
dalam fungsi operasional maupun evaluasi. Untuk fungsi operasional
permasalahan yang timbul adalah fungsi ATCS yang tidak optimal (tidak 100%
under control), sedangkan permasalahan lainnya adalah dalam sistem pencatatan
.
menyebabkan dalam fungsi evaluasi tidak berjalan dengan baik. Seperti halnya
dikarenakan pengorganisasian yang kurang kuat dan SDM terbatas menyebabkan
jumlah data yang dikumpulkan untuk evaluasi kurang memadai sehingga hasil
D
P
jaringan kurang optimal
- Pengembangan aplikasi menjadi
PENDANAAN YANG PERMASALAHAN sulit dilakukan (bus priority, ITS,
ST
KURANG MEMADAI: OPERASIONAL: dll)
-Dana operasional - Fungsi ATCS tidak optimal (tidak
-Dana diklat 100% under control)
-Dana pemeliharaan - Sistem pencatatan/ dokumentasi
kurang baik
.B
DAMPAK PENGELOLAAN:
- Support publik terhadap ATCS
PERMASALAHAN
KELEMBAGAAN:
- Pengorganisasiaan Organisasi
IT PERMASALAHAN
EVALUASI:
kurang
- Optimalisasi alternatif pendanaan
sulit dilakukan
kurang kuat (jobdesc, - Data untuk evaluasi kurang
D
koordinasi) memadai (sulit dilakukan prosedur
- Capacity building untuk SDM evaluasi)
tidak optimal - Hasil evaluasi kurang representative
46%
TP 54%
Ya
Tidak
. BS
34%
35%
30%
24%
25%
17%
20% 14%
15% 12%
10%
5%
0%
Lokasi Informasi Rute Fasilitas Lokasi yang
kemacetan hambatan perjalanan pelayanan ingin dituju
terpendek terdekat
TP
Pada tahap selanjutnya, hasil dari wawancara ini dilakukan analisis pembobotan
dan hasilnya menunjukkan bahwa dari 34% responden berharap dan berkeinginan
dengan adanya ATCS dapat diperoleh informasi mengenai lokasi kemacetan, yang
BS
kemudian disusul pada persentase terbesar kedua (24%) yaitu tentang informasi
lokasi fasilitas pelayanan terdekat dan sisanya sampai dengan persentase terkecil
yaitu mengenai informasi hambatan (17%), lokasi yang dituju (14%), dan rute
perjalanan terpendek (12%). Selain melakukan wawancara terhadap masyarakat,
dilakukan juga wawancara terhadap stakeholder terkait, dimana dalam hal ini
adalah pemerintah setempat yaitu dinas perhubungan. Tujuan dari wawancara
.
Keterbatasan pendanaan
10% yang tersedia
26% Teknologi yang sudah tidak up
to date
17%
Kerusakan pada instalasi di
lapangan
TP
Kerusakan pada instalasi di
9% pusat
12% Kesadaran masyarakat dalam
berdisiplin lalu lintas
26% Pengendalian ruang disekitar
BS
jalan
USER/BENEFITS
TP
COMMUNICATION NETWORK
BS
SYSTEM: Copper, FiberOptic,Wireless
OWNERS: Direct, Rent
FIELD EQUIPMENT
.
P
• Kinerja lalu lintas • Telepon Celular
• Dlsb • Dlsb
ST
Pembelian Informasi
Pembelian Informasi
Penggunaan Informasi
.B
Penggunaan Informasi
IT Dinas Perhubungan, Pengguna Lalu Lintas
Kepolisian Dlsb
• Traffic Information
• Manajemen Rekayasa System
Lalu Lintas • Lokasi Kemacetan
D
• Skema Operasional • Informasi Hambatan
• Traffic Report • Pemilihan Rute
• Traffic Information Perjalanan
System
TP
ke semua persimpangan ATCS.
2. Program aplikasi ATCS mengalami stagnasi.
Program aplikasi ATCS yang digunakan pada saat ini masih merupakan
aplikasi lama yang kemampuannya terbatas dan pengoperasiannya hanya
BS
dikuasai oleh beberapa orang. Keterbatasan ini menjadikan sistem ATCS
hanya dapat dioperasikan oleh operator tertentu. Dengan kemajuan
teknologi yang sangat pesat, telah terdapat beberapa sistem aplikasi ATCS
yang handal yang cukup mudah untuk dioperasikan, sehingga dapat
menjadi salah satu alternatif solusi untuk menyesuaikan dengan
perkembangan aplikasi yang sesuai.
.
TP
serta gangguan dalam sistem operasi. Sekali lagi, dukungan vendor sangat
minim untuk pemeliharaan sistem.
7. Sinkronisasi sistem.
Keberadaan tiga sistem ATCS yang berbeda sekaligus yaitu Sainco,
BS
Telnic, dan Siemens yang saat ini teraplikasi di DKI Jakarta
mengakibatkan tidak terjalinnya komunikasi dan sinkronisasi traffic antar
ketiganya. Ketiga sistem ini masih berdiri sendiri dan belum ada
mekanisme otomatis yang mensinkronisasikan satu dengan lainnya.
Keterbatasan ini menjadikan operasional ATCS baik di ruang kontrol
maupun dilapangan harus dilakukan oleh tim yang berbeda.
.
IT
langsung kepada pengelola. Hal ini menjadikan, pengelola yang ada harus
ke lapangan untuk mengumpulkan informasi mengenai permasalahan yang
terjadi. Dengan kondisi ini menjadikan perencanaan strategis terabaikan
dan lebih terfokus pada operasional lapangan secara rutin.
Detail mengenai kondisi ATCS di ketiga kota (DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya) tersebut berikut alternatif solusi per jenis komponen sebelumnya telah
disampaikan pada Bab 4, 5 dan 6.
TP
kompleksitas sistem transportasi.
3. Perubahan dan peningkatan kebutuhan.
Sejalan dengan peningkatan dan perubahan pola pergerakan, tuntutan
kebutuhan akan fungsi ATCS semakin meningkat. Fungsi ATCS yang
BS
semula hanya lebih difokuskan pada pengurangan kecelakaan dan
pengaturan persimpangan, pada saat ini telah meningkat menjadi bagian
dari pengembangan sistem transportasi terpadu dan ITS (intelligent
transport system) dimana data dapat diolah semaksimal mungkin guna
kepentingan luas.
.
TP
efisien, menuju kepada peningkatan kinerja manajemen lalu lintas.
Program yang dilakukan adalah mengidentifikasi indikator kinerja
(Performance Indicator) dari sistem ATCS sehingga kinerja keseluruhan
sistem dapat diukur dan dilakukan upaya peningkatan kualitasnya.
BS
Sebagai acuan pada fase implementasi maka dikembangkan suatu road map
pengembangan ATCS yang dijabarkan dalam sebuah Action Plan.
ditetapkan secara defenitif bergantung kepada tingkat kesiapan dari sisi teknis
operasional, kelembagaan, dan dana. Pengembangan sistem ATCS yang ada saat
ini dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan dengan memperhatikan acuan
D
berikut:
Sustainable improvement, memungkinkan untuk dilakukan pengembangan
yang berkelanjutan.
User friendly, memberikan kemudahan untuk dioperasikan oleh pengguna.
Industrial standard compliance, komponen hardware utama yang
digunakan berstandar industri yang telah memiliki sertifikat uji.
Scalability Level, memiliki prosedur operasional bertingkat yang diatur
secara sistematis, sehingga mengurangi potensi kesalahan manusia (human
error).
Open system, mampu berkomunikasi dengan sistem lain yang sejenis dan
dioperasikan pada platform yang sama.
7.5.3.1 Refuctioning
TP
Revitalisasi jaringan adalah rangkaian aktifitas yang meliputi:
Evaluasi dan inventarisasi teknis operasional seluruh jaringan yang
BS
terpasang,
Pemeriksaan dan pengkondisian ulang manhole,
Peningkatan communication link baik antara CC room dengan local
controller maupun antar local controller,
.
TP
Penyeragaman modus komunikasi baik menggunakan kabel maupun
wireless.
Penggunaan frekuensi (bila memungkinkan khusus) yang seragam untuk
komunikasi wireless.
BS
Standarisasi protokol komunikasi agar berbasis TCP/IP.
Penambahan modul komunikasi pada komponen local controller agar dapat
berhubungan dengan CC room melalui protokol TCP/IP
Yang termasuk integrasi ke arah ”open system” adalah rangkaian aktifitas sebagai
berikut;
Memastikan terjadinya inter-operability antara local controller dan CC
D
TP
TMS maupun TIS.
Untuk lebih jelas mengenai gambaran action plan pengembangan ATCS tersebut
IT
ACTION PLAN
P
• Detailed System- • Penyeragaman • Pengembangan aplikasi • Evaluasi pilot
Evaluation platform ATCS Traffic Management project
ASPEK • Optimalisasi/ • Penyusunan Blue- • Pengembangan ITS
ST
Strategi (TMS)
TEKNOLOGI refunction Control- Print ITS • Migrasi ke arah “Open- (full scale)
Center (CC) • Migrasi ke arah System” (lanjutan) untuk • Operasionalisasi
• Reconnecting seluruh “Open-System” membangun pijakan yang ITS
jaringan komunikasi • Perluasan controled- kuat ke arah ITS
• Refurbishment • Pilot project ITS
.B
area
komponen sistem
P
1. Detailed System-Evaluation
- Evaluasi kondisi sistem
ST
- Evaluasi kinerja dan efektivitas (termasuk
kebutuhan perluasan)
2. Optimalisasi/refunctioning CC
- Update Software and/or OS
.B
- Refurbisment CC component
3. Reconnecting Jaringan Komunikasi
- Backbone communication network IT
- At CBD and arterial
- At the others and new location
D
4. Refurbishment component
- Refurbishment controllers at CBD and
arterial (jika ada yg tdk berfungsi)
- Refurbishment controllers at the others
location (jika ada yg tdk berfungsi)
- Refurbishment detectors at CBD and
arterial (jika ada yg tdk berfungsi)
P
location (jika ada yg tdk berfungsi)
II STRATEGI UP-GRADE&MIGRATION
ST
6. Penyeragaman Platform ATCS
- Platform interface/protocol
- Spesifikasi teknis komponen
7. Penyusunan Blue-Print ITS
.B
- Tahap I: Kerangka Umum (Objective,
Policy, Strategi, Program)
- Tahap II: System Application and
Architecture IT
8. Migrasi Ke Arah Open System
- Tahap I: Interoperability software
D
- Tahap II: Interoperability hardware
9. Perluasan area control
- Pengembangan communication network
dan integrasi contoller
- Instalasi detectors
10. Pengembangan Aplikasi TMS
P
- Special features (bus priority, dll)
11. Pilot Project ITS
ST
- Instalasi field equipment (terbatas)
- Ujicoba aplikasi
III. STRATEGY TOWARD PART OF ITS
.B
12. Evaluasi Pilot Project ITS
- Techinical evaluation
- Effectiveness Evaluation
- Pemilihan pengembangan (lokasi dan jenis
aplikasi
IT
13. Pengembangan ITS (full scale)
- Penyiapan sistem eksisting
D
- Ekspansi field equipment
- Ekstensifikasi on-boad equipment
14. Operasionalisasi ITS
- ITS for support traffic management
- ITS for public information
P
ST
.B
IT
D
P
REFUNCTIONING
1. Pengembangan pedoman pengelolaan ATCS
ST
(fungsi, kegiatan, SDM, pendanaan)
2. Assessment kelembagaan eksisting (evaluasi
kinerja dan kebutuhan pengembangan)
3. Government support for refunctioning
- Software and TCC refunctioning
.B
- Communication network reconnecting
- Controller and detectors
II. MENDUKUNG STRATEGI UP-GRADE IT
AND MIGRATION
4. Pelengkapan fungsi organisasi
- Reorganisasi pengelola
D
- Optimalisasi Tupoksi
5. Capacity building programme
- Diklat untuk field-staff ATCS
- Diklat untuk CC-staff (operator dan
engineers)
P
- Sertifikasi field-technicial
- Sertifikasi operator dan engineers
ST
7. Penyempurnaan organisasi menuju ITS
- Pembagian tanggungjawab
- Sistem koordinasi dan pendanaan
.B
8. Studi kelayakan PPP for ITS
- Identifikasi alternatif skema
- Identifikasi potensi ekonomi/finansial
9. Government Support for up-grading
- Perluasan area-control
IT
- Migration software/hardware
D
III. MENDUKUNG STRATEGI TOWARD
PART OF ITS
Pengembangan kelembagaan ITS
- Pengembangan PPP institution
- Pelengkapan organisasi
Full PPP Scheme for ITS
P
investment and operation
- Maximation of ITS commerciallization
ST
Sumber : Hasil Analisis
.B
IT
D
BAB 8
PEDOMAN
PENYELENGGARAAN ATCS
TP
Pedoman ini berisi tentang faktor-faktor yang harus dipertimbangkan, tahapan dan
kegiatan yang harus dilakukan, pertimbangan dalam memilih spesifikasi teknis
sistem, dan kelembagaan yang harus dibentuk dalam pengembangan dan
pengelolaan sistem APILL terkoordinasi.
BS
Secara spesifik pedoman ini lebih diarahkan untuk penyelenggaraan sistem
APILL terkoordinasi pada kawasan perkotaan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalulintas
D
Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen
dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 1993 tentang Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK.116/AJ.404/DRJD/97
Tahun 1997 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 273/HK.105/DJRD/96
Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengaturan Lalu Lintas di Persimpangan
Berdiri Sendiri dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor AJ 401/1/7 Tahun 1991
tentang Pedoman Sistem Pengendalian Lalu Lintas Terpusat
Persimpangan
pertemuan atau percabangan jalan, baik sebidang maupun yang tidak sebidang
(Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993)
Tingkat pelayanan
Kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu lintas pada
keadaan tertentu
Sistem pengaturan
Tata cara pengaturan sinyal lampu lalulintas pada sistem APILL terkoordinasi
yang dibedakan atas tingkat adaptivitasnya terhadap perubahan lalulintas
TP
Pengaturan waktu siklus (cycle-time), jumlah fase, pembagian waktu hijau,
koordinasi waktu antar simpang (off-set) yang ditetapkan untuk persimpangan
BS
tertentu
8.4 Umum
Berikut ini dijelaskan mengenai deskripsi dari sistem APILL terkoordinasi,
komponen utamanya, tujuan penerapannya, tipe-tipe koordinasi yang dapat
.
Kedua fungsi pokok dari suatu sistem APILL terkoordinasi tersebut harus
terpenuhi di semua area yang dikoordinasikan dan berfungsi terus-menerus
sepanjang waktu.
Selain kedua fungsi pokok tersebut, terdapat beberapa kemampuan/fungsi
tambahan dari suatu sistem APILL terkoordinasi yang menjadi keunggulan sistem
ini, diantaranya:
a) Dapat diaplikasikan beberapa skema pengaturan lalulintas sesuai dengan
perubahan lalulintas yang terjadi;
b) Dapat mengakomodasi skema pengaturan khusus untuk memprioritaskan
lalulintas tertentu (misalnya: VIP, ambulance, dan bus);
c) Dapat mendeteksi kerusakan yang terjadi pada peralatan tertentu dari pusat
pengendali, dimanapun lokasi peralatan tersebut berada;
d) Dapat merekam data aktivitas operasional sistem termasuk mengkoleksi
data lalulintas jalan.
TP
8.4.1.2 Sub-Sistem atau Bagian Utama Dari Sistem APILL Terkoordinasi
Untuk dapat memenuhi fungsi kerja dari suatu sistem APILL terkoordinasi
sebagaimana disampaikan pada Bagian 4.1.1, maka pada umumnya sistem APILL
BS
terkoordinasi memiliki 4 sub sistem bagian utama, yakni:
a) pusat pengendali (control center)
b) jaringan komunikasi (communication network)
c) pengontrol lokal (local controller)
d) pendeteksi kendaraan (vehicle detector)
.
IT
Penjelasan mengenai fungsi dan komponen utama dari setiap sub sistem dari
sistem APILL terkoordinasi tersebut disampaikan pada Tabel 8.1. Dalam
aplikasinya, komponen dari sub-sistem dapat saja dilengkapi dengan komponen
D
Tabel 8.1 Penjelasan tentang Ilustrasi konfigurasi dari sistem APILL terkoordinasi
TP
lainnya
shooting lainnya
d) Sumber energi (power supply)
Keterangan: umumnya lampu
lalulintas (traffic light) dianggap
sebagai bagian dari sub sistem ini
TP
kecelakaan dengan adanya pengaturan konflik lalu lintas serta lancar dan
teraturnya lalulintas di dalam jaringan jalan.
semakin tinggi.
D
Tabel 8.2 Tipe-Tipe Sistem Pengaturan yang Dapat Diterapkan Pada Sistem
APILL Terkoordinasi
Tabel 8.2 Tipe-Tipe Sistem Pengaturan yang Dapat Diterapkan Pada Sistem
APILL Terkoordinasi
TP
VIP, dll)
interconnected
IT
control
terhadap lalu cepat dan lalulintas dapat yang dideteksi bervariasi secara
lintas (traffic otomatis diubah hanya dari pendekat signifikasi
responsive menggunakan dalam beberapa untuk melakukan sepanjang hari
control) informasi dari menit optimasi atau jika terjadi
detektor yang pola lalulintas
dipasang pada yang tidak biasa
pendekat up- (ada kejadian
stream tertentu)
I = V/L
TP
Di mana I adalah indeks keterkaitan, V adalah lalulintas dua arah pada
ruas jalan diantara kedua persimpangan (kendaraan/jam), dan L adalah
jarak diantara kedua persimpangan tersebut (meter).
BS
Jika kondisi jaringan jalan di suatu area memenuhi kedua kondisi tersebut, maka
dapat ditindaklanjuti dengan melakukan studi kelayakan untuk mendapatkan
gambaran yang lebih komprehensif mengenai konsekuensi dari penerapan sistem
APILL terkoordinasi ini.
.
IT
(installment) perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan, namun juga
terkait dengan kegiatan operasional, pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi
kondisi dan kinerja sistem.
Penyelenggaraan sistem APILL terkoordinasi merupakan keputusan investasi
yang cukup besar, sehingga harus dipastikan bahwa:
a) Penerapannya di suatu area akan memberikan manfaat yang signifikan;
b) Sistem operasi dan teknologi yang dipilih adalah yang paling tepat;
c) Tersedia dana dan sumber daya manusia yang memadai untuk
mengoperasikan dan memeliharanya dengan baik;
Pada Tabel 8.3 disampaikan tahapan kegiatan yang harus dilakukan dalam
menyelenggarakan suatu sistem APILL terkoordinasi di suatu area. Tahap 1 dan
Tahap 2 dapat dilakukan bersamaan, dan umumnya disebut sebagai kegiatan studi
kelayakan.
TP
b) Spesifikasi peralatan dan material yang digunakan oleh penyedia.
Pada Tabel 8.4 disampaikan lingkup spesifikasi dari pemasangan suatu sistem
APILL terkoordinasi. Sedangkan pada Tabel 8.5 disampaikan panduan umum
untuk menetapkan spesifikasi peralatan dan material yang digunakan dalam sistem
BS
APILL terkoordinasi.
.
IT
D
P
b) memilih sistem pengaturan b) Analisis karakteristik priority, VIP, dll) c) Kemampuan
yang sesuai dengan lalulintas tambahan/aplikasi dari
karakteristik yang c) Simulasi pengendalian sistem APILL terkoordinasi
ST
diidentifikasi pada 1a) lalulintas terkoordinasi d) Prakiraan manfaat
Tahap 2 Memilih konfigurasi dan a) Analisis kelayakan ekonomi a) Kinerja fungsional sistem a) Tingkat kelayakan investasi
Pemilihan teknologi sistem spesifikasi kinerja sub-sistem b) Analisis kapabilitas sistem b) Kehandalan (reliability) dari setiap alternatif
APILL terkoordinasi dan komponen utama sistem APILL terkoordinasi teknologi sistem APILL
c) Kemudahan pemeliharaan
APILL terkoordinasi sesuai terkoordinasi
- Fasilitas/feature
.B
(maintainability)
kebutuhan pengaturan hasil b) Konfigurasi sistem APILL
Tahap 1. - Kinerja d) Biaya investasi dan
terkoordinasi yang dipilih
- Inter-operability operasional
c) Spesifikasi kinerja sub-
c) Analisis kompatibilitas e) Kemudahan operasional
sistem APILL terkoordinasi
(user friendliness)
- dengan sistem yang dibutuhkan
IT pengendalian
eksisting
f) Kemudahan untuk
diekspansi dan diperbarui
d) Spesifikasi teknis
komponen utama dari
(expansion and up-
- dengan situasi setiap sub-sistem APILL
gradeability)
D
lingkungan setempat terkoordinasi
g) Kemampuan beradaptasi
dengan fungsi-fungsi
Intelligent Transport
System (ITS)
h) Tingkat penggunaan
teknologi dan komponen
lokal
P
terkoordinasi c) Proses pengadaan b) Sistem APILL
d) Peraturan pengadaan
terkoordinasi yang siap
d) Pelaksanaan konstruksi barang dan jasa
operasi (setelah melalui
e) Serah terima dan alih
ST
tahap pengecekan dan alih
teknologi teknologi)
Tahap 4 Mengoperasikan dan a) Pengendalian lalulintas dari a) user-manual sistem a) Berjalannya fungsi sistem
Pengoperasian dan memelihara sistem APILL pusat pengendali b) Sistem dokumentasi APILL terkoordinasi
pemeliharaan sistem APILL terkoordinasi agar fungsi b) Data logging (dokumentasi sehingga memberikan
c) Kelembagaan (sistem
.B
terkoordinasi koordinasinya dapat berjalan status dan kinerja sistem) manfaat yang optimal
organisasi dan tata kerja)
secara kontinyu untuk semua b) Tersedianya back-up data
c) Pemeliharaan fungsi
persimpangan status dan kinerja sistem
(sistem, perangkat keras,
dan perangkat lunak) sebagai masukan untuk
kegiatan evaluasi dan
pengembangan
Tahap 5
IT
Mengevaluasi kinerja dan a) evaluasi efektivitas (before a) Data perkembangan status a) Perkembangan tingkat
Evaluasi dan pengembangan mengembangkan sistem and after study) dan kinerja sistem efektivitas sistem APILL
sistem APILL terkoordinasi APILL terkoordinasi agar b) evaluasi jangka pendek b) Perkembangan teknologi terkoordinasi
D
manfaat dan kegunaannya (untuk perubahan skenario b) Perubahan kebijakan
c) Perkembangan
dapat dioptimalkan sesuai pengaturan) sistem pengendalian
aplikasi/penggunaan sistem
perkembangkan teknologi dan
c) evaluasi operasional dan c) Kebutuhan pengembangan
kebutuhan pelayanan
pemeliharaan (expansion dan up-grade)
P
Koneksi ke sumber energi Metoda untuk menyediakan koneksi dari sumber energi ke semua komponen pusat pengendali dan komponen lapangan
yang membutuhkan energi untuk melaksanakan fungsinya dan spesifikasi untuk saluran/jalur/kabel penghubungnya
ST
Saluran/kabel Metoda untuk pemasangan kabel/saluran, metoda penyambungan, dan metoda untuk mengetes kinerja pemasangan
kabel/saluran, khususnya untuk jalur komunikasi yang menggunakan kabel
Pemasangan kabel/ kawat listrik Metoda pemasangan kabel/kawat listrik yang menghubungkan:
- Peralatan lapangan: lemari/cabinet pengontrol lokal, lampu lalu lintas
.B
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar monitor
Peletakan dan pengikatan peralatan di Persyaratan untuk peletakan dan pengikatan/perkuatan dari setiap komponen:
lapangan - Peralatan lapangan: lampu lalulintas, pengontrol lokal dan lemari/kabinetnya, ruang sumber energi, tiang lampu dan
tiang jalur komunikasi
IT
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar monitor
Pengeleman/ penyegelan Persyaratan untuk pengeleman/ penyegelan dari saluran/kabel/kawat untuk menghasilkan jaringan elektrik yang menerus
dan aman/terlindung
D
Campuran semen Spesifikasi standar untuk campuran semen dan baja tulangan
Pondasi semen untuk lemari pengontrol Metoda dan persyaratan untuk penggalian, peletakan, penyelesaian, dan penimbunan pondasi semen
lokal dan tiang lampu lalu lintas
Cat dan pengecatan Peralatan apa saja yang harus dicat, tipe cat, jumlah lapisan pengecatan, dan metoda pengecatan
Penanganan rerumputan, semak, dan Persyaratan untuk penggantian rumput yang rusak, serta perlindungan terhadap semak-semak dan pepohonan
pepohonan
P
ST
.B
IT
D
TP
Pemasangan kabel/ kawat Metoda pemasangan kabel/kawat listrik yang menghubungkan:
listrik - Peralatan lapangan: lemari/cabinet pengontrol lokal, lampu
lalu lintas
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar
monitor
BS
Peletakan dan pengikatan Persyaratan untuk peletakan dan pengikatan/perkuatan dari setiap
peralatan di lapangan komponen:
- Peralatan lapangan: lampu lalulintas, pengontrol lokal dan
lemari/kabinetnya, ruang sumber energi, tiang lampu dan tiang
jalur komunikasi
- Peralatan di ruang kontrol: workstation, server, dan layar
.
monitor
IT
Campuran semen Spesifikasi standar untuk campuran semen dan baja tulangan
Pondasi semen untuk lemari Metoda dan persyaratan untuk penggalian, peletakan,
pengontrol lokal dan tiang penyelesaian, dan penimbunan pondasi semen
lampu lalu lintas
Cat dan pengecatan Peralatan apa saja yang harus dicat, tipe cat, jumlah lapisan
pengecatan, dan metoda pengecatan
Penanganan rerumputan, Persyaratan untuk penggantian rumput yang rusak, serta
semak, dan pepohonan perlindungan terhadap semak-semak dan pepohonan
Pembongkaran dan Prosedur untuk mendapatkan persetujuan untuk memotong kereb
pemindahan kereb dan trotoar dan/atau trotoat, dan metoda penggantiannya
Kunci lemari pengontrol dan Diserahkan kepada siapa dan berapa jumlahnya
ruang kontrol
TP
dioperasikan, kontrol, dan metoda pengoperasian. Spesifikasi ini
berlaku untuk detektor konvensional dan/atau image-processing-
detectors
Kabel komunikasi Meliputi spesifikasi insulasi, kodifikasi warna kabel, karakteristik
fisik kabel, dan karakteristik elektrik kabel
BS
Peralatan komunikasi Meliputi standar fasilitas antarmuka, data rates, karakteristik fisik
lapangan (atau peralatan peralatan, dan karakteristik elektrik peralatan
antarmuka pengontrol lokal)
Layar penampil gambar Jelaskan mengenai parameter dan metoda/cara menampilkan
berwarna (color graphics gambar untuk memonitor status peralatan dan kinerja
display) persimpangan yang diinginkan
.
Mesin cetak (printer) Sebutkan tipe, kecepatan, dan kualitas dari printer yang
IT
diperlukan
Kamera video Jelaskan mengenai kebutuhan dari daya jangkau kamera
(cathment area), ukuran layar kamera, refresh-rate dan kualitas
D
TP
cukup diperlukan hanya suatu tim kerja (task-force) yang terdiri dari tim teknis
dan panitia pengadaan untuk mengawal kegiatan studi kelayakan, desain,
pengadaan jasa kontraktor.
Sedangkan untuk tahapan pengelolaan sistem APILL terkoordinasi (Tahap 4 dan
BS
Tahap 5) perlu dibentuk kelembagaan khusus yang menjalankan fungsi-fungsi
pengorganisasian pengelolaan, pengoperasian sistem, pemeliharaan sistem, dan
pengevaluasian status serta kinerja sistem terpasang.
Pada Tabel 8.6 disampaikan kebutuhan kelembagaan dalam tahapan pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi. Jumlah staf dan alokasi dana yang dibutuhkan
disesuaikan dengan skala sistem APILL terkoordinasi yang dipasang. Perkiraan
.
mengenai kebutuhan jumlah staf dan alokasi dana ini harus disediakan pada
IT
P
Kualifikasi: dan pelatihan
a) Secara internal antar b) Berkoordinasi dengan institusi terkait c) Dana sosialisasi/
a) Pendidikan: sarjana teknik
setiap bagian dalam dan masyarakat untuk koordinasi secara
sipil/ planologi/industri yang
ST
kelembagaan mengoptimalkan fungsi dan manfaat berkala
memahami manajemen
pengelolaan sistem APILL terkoordinasi,
lalulintas
b) Secara ekstenal dengan khususnya dalam penentuan
kebijakan penganggaran, b) Pelatihan: pengelolaan
institusi lain dan
skema/strategi operasional, dan sistem APILL terkoordinasi
masyarakat
pemanfaatan lanjut c) Pengalaman: minimal 5
.B
tahun dalam manajemen
lalulintas
Pengoperasian Memastikan sistem APILL a) Mengendalikan dan mengawasi Jenis: a) Dana operasional
terkoordinasi beroperasi operasional seluruh sistem APILL a) Supervisor b) Dana pendidikan
dengan baik secara kontinu
IT terkoordinasi setiap hari dari pusat dan pelatihan
b) Operator/programmer
dan menyeluruh pengendali
Kualifikasi:
b) Mendata/medokumentasikan status
perangkat lapangan dan kinerja setiap a) Pendidikan: sarjana untuk
supervisor, D3 informatika
D
persimpangan
untuk operator
b) Pelatihan: pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi
c) Pengalaman: minimal 3
tahun dalam manajemen
lalulintas untuk supervisor
Pemeliharaan Memastikan bahwa setiap a) Pemeliharaan fungsi: memeriksa dan Jenis: a) Dana operasional
P
Memperbaiki, menjaga, dan Kualifikasi: suku cadang minor
memodifikasi setiap komponen fisik d) Dana penggantian
a) Pendidikan: minimal D3
dari sistem APILL terkoordinasi
ST
teknik elektro suku cadang major/
c) Pemeliharaan perangkat lunak: besar
b) Pelatihan: pemeliharaan
Mengoreksi kesalahan dan
sistem APILL terkoordinasi
meningkat-kan pemanfaatan
perangkat lunak c) Pengalaman: tidak
disyaratkan
.B
d) Sertifikat: sertifikat keahlian
Evaluasi Mengevaluasi tingkat a) Evaluasi efektivitas kinerja dan Jenis/Jumlah: a) Dana operasional
efektivitas dan menyusun manfaat sistem APILL terkoordinasi a) Traffic engineer b) Dana pendidikan
strategi peningkatan kinerja b) Evaluasi jangka pendek untuk dan pelatihan
b) system analyst
sistem APILL terkoordinasi
IT mengidentifikasi dampak strategi
Kualifikasi: c) Dana pelaksanaan
operasional yang akan diterapkan survey lalulintas dan
a) pendidikan: sarjana teknik
c) Evaluasi berkala terhadap kinerja survery persepsi
sipil/ planologi/industri yang
operasional dan pemeliharaan
memahami manajemen
D
lalulintas
b) pelatihan: pengelolaan
sistem APILL terkoordinasi
c) pengalaman: minimal 3
tahun dalam manajemen
lalulintas
BAB 9
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
9.1 Kesimpulan
Secara garis besar dari hasil kajian evaluasi penerapan ATCS di DKI Jakarta,
TP
Bandung dan Surabaya ini diperoleh kesimpulan bahwa secara typical ATCS di
ketiga kota tersebut memiliki permasalahan yang sama yang meliputi:
1. Teknologi: fungsi ATCS tidak optimal lagi akibat kerusakan dan/atau
kondisi komponen yang sudah tua dan aplikasi yang sudah ketinggalan
BS
jaman,
2. Kelembagaan: fungsi-fungsi pengelolaan ATCS (organisasi, operasional,
pemeliharaan, dan evaluasi) tidak berjalan sebagaimana mestinya yang
menyebabkan degradasi sistem dan tidak optimalnya pemanfataan sistem,
3. Pendanaan: support dana tidak tetap/kontinu dan jumlahnya kurang
.
4. Kinerja lalu lintas: secara umum ada perbaikan kinerja jika fungsi ATCS
dioptimalkan lagi
D
9.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil evaluasi permasalahan dari berbagai sudut pandang yang
meliputi dari sisi lalu lintas, teknologi, pendanaan dan kelembagaan ATCS
diperoleh beberapa rekomendasi yang meliputi:
1. Tindak lanjut di 3 kota (DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya) yang terdiri
dari:
- Arahan pengembangan meliputi 3 grand-strategy: refunctioning-
upgrade & migration-toward part of ITS
- Hal pertama yang harus dilakukan adanya reoperasi/refurbishment sub-
sistem Control Center (+ Software) dan jaringan komunikasi agar
refunctioning-system dapat dilaksanakan
TP
. BS
IT
D
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1-1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................. 1-2
1.3 Lingkup Kegiatan ..................................................................... 1-2
1.4 Keluaran/Hasil yang Diharapkan ............................................. 1-2
TP
2.1 Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur
dan Perundang –undangan ....................................................... 2-1
2.1.1 Area Traffic Control System (ATCS)........................... 2-1
BS
2.1.2 Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) .......... 2-1
2.2 Ketentuan Mengenai Kelengkapan Jalan ................................. 2-1
2.3 Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas ............. 2-2
2.3.1 Perencanaan Lalu Lintas .............................................. 2-2
2.3.2 Pengaturan Lalu Lintas ................................................ 2-6
.
Daftar Isi i
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
TP
3.11 Pendekatan Analisis Lalu Lintas .............................................. 3-12
3.12 Kajian Pengembangan Sistem .................................................. 3-13
3.12.1 Komponen ATCS ......................................................... 3-13
BS
3.12.2 Kaidah Pengembangan Sistem .................................... 3-14
3.13 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan ................................... 3-15
3.14 Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)...... 3-16
3.15 Metoda Pendekatan Analisis .................................................... 3-18
.
Daftar Isi ii
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
TP
di Kota Bandung ......................................................... 5-7
5.1.3 Sumber Pendanaan ATCS di Kota Bandung ............... 5-7
5.2 Evaluasi Penerapan ATCS di Kota Bandung ........................... 5-9
BS
5.2.1 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Teknologi .......... 5-9
5.2.2 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Pengelolaan ....... 5-16
5.2.3 Evaluasi Penerapan ATCS Dari Sisi Lalu Lintas ......... 5-19
5.2.3.1 Evaluasi Kondisi Eksisting dan Hasil
.
TP
7.5.1 Kondisi Saat Ini (Eksisting) ......................................... 7-8
7.5.2 Persoalan/Permasalahan Mendatang ............................ 7-9
7.5.3 Action Plan ................................................................... 7-11
BS
7.5.3.1 Refunctioning ................................................ 7-12
7.5.3.2 Up Grade and Migration .............................. 7-13
7.5.3.3 Toward to ITS................................................ 7-14
7.6 Tahapan Pengembangan........................................................... 7-14
.
IT
Daftar Isi iv
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
LAMPIRAN
TP
. BS
IT
D
Daftar Isi v
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
KATA PENGANTAR
Laporan ini merupakan Laporan Akhir dari kegiatan studi “Evaluasi Penerapan
Area Traffic Control System (ATCS) Di DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya. Secara umum Laporan Akhir ini memuat :
BAB 1 PENDAHULUAN yang berisi mengenai latar belakang, maksud
dan tujuan, lingkup dan kegiatan serta keluaran/hasil yang diharapkan
yang diambil berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK),
BAB 2 KAJIAN LITERATUR DAN PERUNDANG-UNDANGAN
yang berisi mengenai teori – teori literatur dan perundang – undangan
yang terkait dengan studi penerapan ATCS,
BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI yang berisi mengenai
pemahaman dan metoda - metoda yang digunakan yang meliputi metode
pelaksanaan kerja dan metode pendekatan yang digunakan untuk
TP
pengumpulan data, survey dan analisis sehingga diperoleh hasil yang
sesuai dengan yang diharapkan dalam studi ini,
BAB 4, 5 DAN 6 MENGENAI EVALUASI PENERAPAN ATCS DI
PROVINSI DKI JAKARTA, BANDUNG DAN SURABAYA yang
BS
berisi mengenai hasil evaluasi kondisi teknologi dan pengelolaan ATCS
yang ada saat ini di ketiga kota tersebut beserta rekomendasi alternatif
penanganannya
BAB 7 ARAHAN PENGEMBANGAN ATCS yang berisi mengenai
arahan pengembangan ATCS untuk ketiga lokasi studi yang meliputi
.