1. Budaya nasional
Menurut TAP MPR No. II tahun 1998 tentang Garis Besar Haluan Negara,
budaya nasional adalah:
“......... perwujudan cipta, karya, dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan
keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan
martabat sebagai bangsa,serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna dan
pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian
pembangunan nasional merupakan pembangunan yang berbudaya......”
Sementara itu ki hajar dewantara mengartikan budaya atau kebudayaan
nasional sebagai “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Sehingga unsur
pembentuk budaya nasional adalah budaya daerah, yang menunjukan semangat dan
paham kesatuan yang semakin mantap. Sedangkan koentjaningrat mendefinisikan
budaya nasional sebagai “yang khas dan bermutu dari suku bangsa manapun asalnya,
asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan
nasional”. Pernyataan itu merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan
kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang indonesia
jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.
2. Budaya Politik
Budaya politik dapat diartikan sebagai berikut:
1. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan,
adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian
besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak
atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
2. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang
pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau
nasionalisme. Yang kedua menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya
politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
3. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah dan nilai-nilai adalah
prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan
masalah tujuan
4. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan
tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan
masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan
), sikap terhadap mobilitas ( mempertahankan suatu quo atau mendorrong
mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik)
Dengan pengertian budaya politik diatas, nampaknya membawa kita pada konsep
yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu.
Menurut Smith (1991:101), karakteristik utama dari budaya politik yang dapat
mendukung pembentukan identitas nasional, antara lain:
1. Dasar aristokratnya dalam arian etnik, walaupun melibatkan elemen
demokratis, negara dilindungi oleh budaya dan tradisi aristokrat, seringkali
diprngaruhi oleh agam dan pemuka agama
2. Memberi tempat bagi etnik minoritas
3. Birokrasi negara yang modern
Affan Gaffar (1999) dalam bukunya Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi
mengatakan bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan yaitu sebagai berikut.
1) Hirarkis
Sebagian besar masyarakat Indonesia bersifat hirarkis yang menunjukkan adanya
pembedaan atau tingkatan atas dan bawah. Stratifikasi sosial yang hierarkis ini
tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa dan rakyat kebanyakan. Masing-
masing terpisah melalui tatanan hierarkis yang sangat ketat. Dalam kehidupan politik,
pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercermin pada cara penguasa
memandang dirinya dan rakyatnya. Mereka cenderung merendahkan rakyatnya.
Karena penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung, sudah seharusnya rakyat
patuh, tunduk, setia, dan taat kepada penguasa negara. Bentuk negatif lainnya dapat
dilihat dalam soal kebijakan publik. Penguasa membentuk semua agenda publik,
termasuk merumuskan kebijakan publik, sedangkan rakyat cenderung disisihkan dari
proses politik. Rakyat tidak diajak berdialog dan kurang didengar aspirasinya.
2) Patronage
3) Neo-Patrimonalistik
Para pelajar Indonesia yang tengah menuntut ilmu di negeri Belanda kemudian
dapat mengetahui istilah-istilah itu dan mulai ikut menggunakanya. Nama organisasi
para pelajar yang semula bernama indische Vereeniging (1908 ) kemudian di ubahnya
menjadi indonesische Vereeniging (1922 ) dan di ubah lagi menjadi Perhimpunan
Indonesia ( 1924 ). Berkenaan dengan hal itu, di dalam kata pengantar majalah
Indonesia Merdeka, termuat kalimat, " kita memasuki tahun baru dengan pakaian baru
dan nama baru" yang di maksud nama baru adalah kata "Indonesia". Perhimpunan
Indonesia dalam setiap kesempatan ternyata terus menerus menyuarakan nama
Indonesische sebagai identitas bangsa yang berusaha membangkitkan tujuan dan cita-
cita menentang imperialism dan kolonialisme. Propaganda Perhimpunan Indonesia di
negeri Belanda ternyata mendapat sambutan hangat dari kaum pergerakan dalam
neger , seperti Perhimpunan Pemuda Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1927 di
Bandung. Kedua organisasi pergerakan tersebut telah ikut menggunakan dan
menyebarluaskan kata Indonesia sebagai identitas kebangsaan. Pembentukan identitas
nasional Indonesia semakin jelas di ikrarkannya sumpah pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928 dalam kongres pemuda indonesia II di Jakarta. Satu nusa , satu bangsa ,
dan satu bahasa Indonesia adalah pernyataan yang jelas dan tegas bahwa nasionalisme
Indonesia mendapatkan dukungan dari berbagai suku bangsa yang mencakup wilayah
dari sabang sampai merauke. sejak saat itu , bahasa melayu sebagai sebagai bahasa
pengantar di Nusantara di sebut bahasa Indonesia . Lagu Indonesia Raya gubahan
Wage Rudolf Supratman untuk pertama kali di perdengarkan dalam kongres yang
semankin memantapkan rasa nasionalisme Indonesia. Kata "Indonesia" dalam politik
ketatanegaraan di gunakan pula dalam Volksraad (Dewan Rakyat) oleh Fraksi
Nasional. Di bawah pimpinan Mohammad Husni Thamrin, ia mengumumkan akan
menggunakan bahasa Indonesia pada setiap pidato dalam siding-sidang Volksraad.
Pernyataan tersebut tentu saja mendapatkan dukungan dari semua anggota Volksraad
bangsa Indonesia , seperti Wiwoho dan Sutardjo. Mereka kemudian meninggalkan
aksinya dengan mengeluarkan mosi ketatanegaraan dan perlu adanya kejelasan
tentang kewarganegaraan Hindia. Di dalam mosi Mohammad Husni Thamrin di
usulkan pula agar kata-kata Nederlandschindie dan Inlander di hapus dari semua
undang-undangdanperaturan-peraturan serta dig anti dengan indonesie atau
indonesier. Mosi ini ternyata di tolak pemerintah kolonial dan bahkan di beritahukan
bahwa sidang Volkrraad tidak boleh lagi membicarakan usul-usul yang bermaksud
menuju indonesa merdeka. Penggunaan kata Indonesia sebagai identitas kebangsaan
semakin di populerkan para sastrawan poejangga baru , seperti Sutan Takdir
Alisyahbana, Armyn Pane , dan Amir Hamzah. Melalui tulisan-tulisanya tercermin
bahwa mereka dengan sadar menggunakan kata "Indonesia" sebagai bahasa dan
identitas kebangsaan yang kemudian di baca semua kalangan di Indonesia. Tokoh-
tokoh lain yang ikut mendobrak penggunaan bahasa dan kata"Indonesia" antara lain
Dr.soetomo dan Dr. M Amir ( dokter dan politikus ) , Adinegoro dan Tjindarbumi
(wartawan ) , Ki Hajar Dewantara ( pendidikan dan budayawan ), dan Dr.
Purbatjaraka ( sejarawan dan budayawan ). Akhirnya , istilah "Indonesia " resmi
menjadi arti politik ketatanegaraan secara nasional dan internasional setelah
tercetusnya proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Ekspresi positif dari identitas nasional adalah patiotisme dan nasionalisme, sedangkan
bentuk negatifnya adalah chauvinisme. Istilah patriotisme dikenal lebih dulu, dan terkadang
dipertentangkan dengan istilah nasionalisme Untuk mengetahui ekspresi positif dan negatif
dari identitas nasional perlu memahami ketiga istilah di atas.
1. Patriotisme