Anda di halaman 1dari 6

Pengobatan Medis untuk Polip nasal: Sebuah

Ulasan
*
Mohammad Saleh Soltankhah(MD), Mohammad Reza Majidi (MD) , Shahaboddin Shabani(MD)

Sinus and Surgical Endoscopic Research Center, Ghaem Hospital, Mashhad University of Medical Sciences, Mashhad, Iran

ABSTRAK
Polip nasal adalah massa edema makroskopik dan merupakan kelaina hidung yang paling
umum dikeluhankan oleh pasien. Etiologi yang tepat masih belum diketahui dan
kontroversial, tapi penyebab utama diasumsikan sebagai kondisi peradangan dan alergi.
Presentasi klinisnya berupa obstruksi, rhinorrhea, posthidung drip. Polip nasal umum dialami
oleh pasien alergi yang memiliki asma. Pengobatan komplikasi ini terkait dengan pengobatan
medis dan operasi. Kortikosteroid (sistemik dan topikal) terbukti bermanfaat dalam
mengurangi ukuran polip nasal. Kortikosteroid juga digunakan sebagai pengobatan utama
dan manajemen pasca operasi untuk menghindari kekambuhan. Tingkat leukotrien meningkat
pada polip. Hal ini menunjukkan bahwa antagonis reseptor leukotrien (antileukotriene)
memiliki efek menguntungkan pada pengobatan polip nasal. Montelukast merupakan
antileukotriene. Montelukast dapat digunakan untuk memodifikasi gejala pada polip nasal.
Tidak ada perbedaan kemanjuran klinis yang signifikan antara kortikosteroid dan
montelukast.

PENDAHULUAN leukotrien pada patogenesis asma telah


Polip nasal (NP) adalah massa ditetapkan dengan baik (2).
edema makroskopik yang ditandai oleh Polip nasal terbukti memiliki lebih
jaringan kuning dan lembut di rongga banyak leukotrien C4 (LTC4) dan
hidung (1). Polip nasal adalah kelainan leukotrien B4 (LTB4) dibandingkan
hidung yang paling umum dikeluhankan jaringan hidung normal (3,4). Selain itu,
pasien. Mekanisme pembentukan polip adanya dari LTC4 di polip nasal mungkin
dan kekambuhannya belum diklarifikasi merupakan gejala dari kekambuhan polip
dengan baik. Selama beberapa tahun dini (5).
belakangan, ada peningkatan minat dalam Cysteinyl-leukotrien adalah
menginvestigasi peran leukotrien yang penyebab bronkokonstriksi, produksi
dihasilkan oleh eosinofil, sel mast, monosit lendir, edema mukosa dan peradangan.
dan basofil. Antileukotrienes adalah antagonis reseptor
Antileukotrienes adalah obat yang leukotrien. Dua mekanisme utama dapat
mengubah jalur leukotrien. Peran membatasi aksi leukotrien, yang pertama
adalah penghambatan produksi leukotrien
dengan 5-lipoxygenase (zileuton), yang Beberapa investigasi telah berfokus pada
kedua adalah dengan menggunakan adanya mediator eosinofilia dalam
antagonis reseptor cysteinyl leukotrien jaringan NP. Bachet et Al. menunjukkan
(montelukast, zafirlukast, panlukast) (6). bahwa interleukine-5 (IL-5) secara
Kedua prosedur telah terbukti memiliki signifikan lebih tinggi pada pasien dengan
dampak yang signifikan terhadap asma NP dibandingkan dengan kontrol sehat
stabil kronis (7-9). FDA pertama kali (19). Korelasi antara poliposis dan kultur
menyetujui montelukast pada tahun 2000 jamur telah dipahami secara jelas selama
untuk mencegah dan mengobati asma bertahun-tahun (20). Millar et al. juga
kronis. Kemudian disetujui untuk menunjukkan hubungan antara temuan ini
pengobatan alergi musiman dan gejala dan aspergillosis bronkopulmonalis alergi
asma pada 2003 dan 2007 (10). Meskipun (21).
ada adalah bukti meyakinkan tentang Beberapa penyakit seperti asma,
kemanjuran montelukast pada penyakit fibrosis kistik, dan bronkiektasis umumnya
seperti rhinitis alergi dan asma, terkait dengan adanya polip (22). Sekitar
dampaknya pada NP belum terbukti 10% dari mereka yang menderita NP
dengan baik. Tujuan dari penelitian ini memiliki trias Samter`s yang mencakup
adalah untuk mengevaluasi fek poliposis, asma, dan hipersensitivitas
montelukast pada gejala polip. aspirin. Luxenburger et al. telah
menunjukkan hubungan antara HLA-A74
Etiologi dan NP (23) tapi dari hasil review
Etiologi NP masih belum diketahui beberapa literatur, tidak ditemukan yang
(11). Beberapa hipotesis telah dibuat untuk mengkonfirmasi temuan ini.
komplikasi ini termasuk didalamnya
kegagalan sistem saraf otonom, Epidemiologi
metabolisme karbohidrat abnormal Berbagai penelitian telah dilakukan
(12,13). Tapi alergi dan peradangan yang untuk memperkirakan prevalensi polip
dikenal sebagai penyebab utama (14,15). nasal yang secara singkat disebutkan
Bateman et al. menunjukkan kemungkinan dalam Tabel 1. Hedman et al. dalam satu
kondisi yang dapat menyebabkan penelitian epidemiologi dengan populasi
peradangan kronis di hidung dan sinus 4300 individu, melaporkan prevalensi 4%
hidung yang mengarah pada pembentukan untuk NP (24).
polip (16), namun, alasan dasar penyakit Capline et al. dalam studi dengan
ini masih tidak diketahui. Pasien dengan 3000 kasus atopik, menunjukkan bahwa
alergi beresiko tinggi memiliki NP, karena prevalensi NP adalah 0,5% (25). Analisis
kedua penyakit memiliki gejala yang sama pada sekitar 6000 pasien yang dilakukan
seperti rhinorrhea cair, edem mukosa, oleh Settipane et al. Menunjukkan
adanya eosinofil dalam sekresi hidung prevalensi NP yang signifikan dalam
(17). Settipane et al. dalam studi populasi pasien asma nonallergic yang
epidemiologi pada 6037 pasien, berusia diatas 40 tahun (18). NP lebih
menunjukkan bahwa hubungan tersebut umum pada orang dewasa di atas 20 tahun.
antara NP dan alergi hanya dapat diamati Anak-anak dibawah 10 tahun jarang
pada 1% -2% dari pasien dengan tes tusuk menderita kondisi ini dan adanya NP pada
kulit (skin prick tests) positif (18). anak-anak ini mungkin tanda dari fibrosis
kistik. Laki-laki lebih terkena Jaringan polypoid biasanya muncul
dibandingkan wanita (2: 1) (22). Gejala di meatus medial dan dapat ditandai
NP termasuk obstruksi hidung tergantung dengan beberapa massa pucat, polyploid
pada ukuran polip, rhinorrhea cair dan abu-abu. Jaringan ikat longgar, edema, dan
posthidung drip, anosmia, dan hiposmia sel inflamasi merupakan temuan histologis
yang mengakibatkan perubahan rasa (26). jaringan polipoid (17). Permukaan NP
biasanya ditutupi oleh epitel pernapasan
Histologi dan Imunologi bertingkat semu. NP dapat secara
Histologi rongga hidung sekarang histokimia dibedakan dari rinosinusitis
sudah sangat jelas. Meatus inferior ditutupi dengan mendeteksi IL-5 karena kehadiran
oleh epitel squamus bertingkat atau eosinofil (27). 85% dari polip nasal
kolumner bersilia bertingkat semu. Ruang mengandung eosinofil sedangkan sisanya
ini ditutupi oleh kelenjar seromucinous di memiliki sebagian besar neutrofil (28).
lapisan dalam dan superfisial. Selain
adanya sel-sel inflamasi yang lebih banyak Pengobatan NP
di meatus medial, karakteristik histologis Masih ada argumen tentang
lain dari meatus inferior dan meatus pengobatan polip nasal, baik menggunakan
medial sama. Kebalikan dari apa yang kita pengobatan medis atau operasi. Beberapa
bahas tentang jaringan hidung normal, penelitian menganjurkan penggunaan
polip nasal sama sekali berbeda dan pengobatan medis saja. Pengobatan NP
didominasi jaringan edema dengan sedikit bervariasi secara individual dalam
kelenjar. Joel et al. telah mengkategorikan prosedur, yang berupa observasi,
temuan histologis polip nasal dalam tiga pengobatan medis, dan operasi. Terapi NP
bagian utama: (1) kista pada kelenjar yang dimulai dengan pengobatan medis untuk
secara abnormal melebar, (2) kelenjar mengurangi ukuran NP atau untuk
seromucinous yang hampir menghilang menghilangkannya, memperbaiki drainase
dan (3) adanya sel-sel inflamasi, terutama sinus, mengembalikan penciuman dan rasa
eosinofil (1). Umumnya, meatuses inferior (17). Pendekatan bedah bukan tujuan dari
dan superior terdiri dari IgG1, IgG2, dan penelitian ini dan harus diklarifikasi di
IgG3. Tingkat produksi IgG lebih tinggi penelitian yang lebih spesifik.
pada polip nasal dibandingkan pada
meatus superior dan inferior. Makrofag Efikasi Kortikosteroid pada NP
sangat tinggi di jaringan polypoid hidung. Penggunaan kortikosteroid dalam
Jaringan polypoid juga memiliki lebih pengobatan NP pertama kali ditemukan
banyak limfosit B dibandingkan dengan oleh Mygind et al. (29). Efek klinis
jaringan normal. Akibatnya, polip nasal kortikosteroid pada polip nasal telah
terdiri dari sel antigen-presenting, sel ditunjukkan oleh beberapa uji coba
imunokompeten, dan sel-sel inflamasi plasebo terkontrol (30). Kortikosteroid
seperti eosinofil dan sel mast yang lebih topikal telah terbukti efektif dalam
tinggi dibandingkan dengan meatus mengobati saluran pernafasan atas (NP dan
inferior. rhinitis) dan bawah (asma, penyakit paru
obstruktif kronik) (31). Ketika diberikan,
Temuan Klinis pola sintesis protein sel yang terganggu
berubah oleh karena modifikasi transkripsi
gen yang mengarah pada temuan klinis Fokus pada obat antileukotriene telah
kortikosteroid (30,32). Temuan ini meningkat karena telah dibuktikan bahwa
ditunjukkan dengan 3 cara berikut: tingkat leukotrien lebih tinggi pada polip
Sel T dan sitokin (36-39). Bukti yang meyakinkan juga
Banyak bukti-bukti menunjukkan bahwa pemberian obat
mempertimbangkan sel T sebagai antileukotrienes menyebabkan perbaikan
penyebab reaksi inflamasi di poliposis gejala dan stabilisasi atau pengurangan
nasal (30). Kortikosteroid secara signifikan polip sinonasal. (36,37,39). Mostafa et al.
mengurangi reaksi inflamasi ini dengan membandingkan efektivitas montelukast
menurunkan jumlah limfosit, aktivasinya, dan beklometason dipropionat spray pada
dan produksi sitokin (33). manajemen pascaoperasi pasien dengan
Sel mast NP. Kedua kelompok menunjukkan
Pengaruh sel mast pada poliposis penurunan gejala yang signifikan. Juga
hidung adalah belum ditetapkan tetapi dilaporkan bahwa montelukast memiliki
bukti menunjukkan penurunan angka sel efek yang lebih baik pada gatal, postnasal
mast pada asma dan rhinitis ketika discharge, dan sakit kepala. Penelitian ini
menggunakan kortikosteroid. Temuan ini juga menyarankan pemberian
mungkin menyarankan pentingnya sel antileukotrienes untuk pasien dengan
mast di poliposis hidung (30,34). rhinorrhea, bersin, gatal, atau sakit kepala
Eosinofil (40). Temuan ini didukung oleh penelitian
Penetrasi eosinofil menurun lain (6,41). Beberapa investigasi telah
dengan adanya kortikosteroid topikal. menunjukkan kemanjuran antileukotrienes
Kortikosteroid menginduksi apoptosis oral dalam pemulihan gejala dan perbaikan
eosinofil di kultur sel. dalam temuan endoskopi hidung (42-44).
Kendati demikian, kortikosteroid Selanjutnya, pasien yang sensitif terhadap
saja tidak memecahkan masalah pada aspirin menjalani terapi montelukast
individu dengan NP. Sorensen et al. menunjukkan penurunan angka polip nasal
menunjukkan bahwa pasien menjadi tidak berulang setelah operasi (37,45). Sebuah
responsif terhadap kortikosteroid di jik ada investigasi oleh Kieff dan Busaba
penyakit yang mendasari seperti fibrosis menunjukkan terapi montelukast memiliki
kistik, dyskinesia primer, atau kondisi lain respon yang lebih baik pada rhinitis alergi
yang ditandai dengan penetrasi neutrofil dibandingkan pasien nonallergic (46).
daripada penetrasi eosinofil (35). Wobst et al. dalam uji coba plasebo
Pengantaran obat yang tidak adekuat pada terkontrol dengan 24 pasien NP
NP grade 3 dan infeksi pleura juga dapat membuktikan bahwa pemberian
membuat kondisi tidak responsif. Bandia montelukast 10 mg /hari memodifikasi
et Al. menduga bahwa penggunaan aliran udara hidung dan mengurangi
kortikosteroid bisa membantu dalam eosinofil polip (47). Montelukast juga
mengatasu penyumbatan hidung tapi lebih efektif dalam saluran nafas bawah
kurang baik dilaporkan dalam dari pada saluran nafas atas (38).
memperbaiki penciuman (30).
KESIMPULAN
Efikasi montelukast pada NP Etiologi pasti dari NP masih belum
diketahui. Umumnya, kondisi yang
mengarah pada peradangan menyebabkan 13. Slavin RG. Nasal polyps and sinusitis. JAMA.
1997;278:1849- 1854.
NP. Jaringan polypoid mengandung 14. Holopainen E, Mäkinen J, Paavolainen M, et al. Nasal
Polyposis Relationships to Allergy and Acetylsalicylic Acid
eosinofil dan neutrofil. NP lebih umum Intolerance. Acta Otolaryngol. 1979;87:330-334.
15. Small P, Frenkiel S, Black M. Multifactorial etiology of na-
pada orang dewasa di atas 20 tahun dan sal polyps. Ann Allergy. 1981;46:317-320.
kurang sering pada anak-anak di bawah 10 16. Bateman ND, Fahy C, Woolford TJ. Nasal polyps: still
more questions than answers. J Laryngol Otol. 2003;117:1-9.
tahun. Tinjauan literatur menunjukkan 17. Newton JR, Ah-See KW. A review of nasal polyposis. Ther
Clin Risk Manag. 2008;4:507-512.
kemanjuran kortikosteroid topikal dan 18. Settipane GA, Chafee FH. Nasal polyps in asthma and rhi-
sistemik. Kortikosteroid mempengaruhi nitis. A review of 6,037 patients. J Allergy Clin Immunol.
1977;59:17-21.
pola sintesis protein dalam sel sehingga, 19. Bachert C, Gevaert P, Holtappels G, et al. Total and
specific IgE in nasal polyps is related to local eosinophilic
mereka menghasilkan gejala klinis. Selain inflammation. J Allergy Clin Immunol. 2001;107:607-614.
itu, kortikosteroid menghasilkan apoptosis 20. Safirstein BH. Allergic bronchopulmonary aspergillosis
with obstruction of the upper respiratory tract. Chest.
sel saat digunakan dalam kultur sel. 1976;70:788-790.
21. Millar JW, Johnston A, Lamb D. Allergic aspergillosis of
Kortikosteroid kurang berguna dengan the maxillary sinuses [Abstract] Thorax. 1981;36:710.
adanya penyakit yang mendasari yang 22. Settipane GA, editor. Epidemiology of nasal polyps.
Allergy and Asthma Proceedings: OceanSide Publications,
ditandai dengan penetrasi neutrofil Inc; 1996.
23. Luxenberger W, Posch U, Berghold A, et al. HLA patterns
daripada eosinofil. Ulasan kami in patients with nasal polyposis. Eur Arch Otorhinolaryngol.
2000;257:137-139.
menunjukkan bahwa antileukotrienes 24. Hedman J, Kaprio J, Poussa T, et al. Prevalence of asthma,
memiliki efek menguntungkan pada polip aspirin intolerance, nasal polyposis and chronic obstructive
pulmonary disease in a population-based study. Int J
sinonasal dan mengurangi ukuran polip. Epidemiol. 1999;28:717-722.
25. Caplin I, Haynes J, Spahn J. Are nasal polyps an allergic
Kami juga tidak menemukan perbedaan phenomenon? Ann Allergy. 1971;29:631-634.
yang signifikan antara montelukast dan 26. Drake-Lee AB. The pathogenesis of nasal polyps. In: Set-
tipane GA, Lund VJ, Bernstein JM, Tos M, eds. Nasal Polyp:
kortikosteroid sehubungan dengan Epidemiology, Pathogenesis and Treatment. Rhode Island:
Ocean Side Publications, 1997;17-64.
modifikasi gejala. 27. Bachert C, Wagenmann M, Hauser U, et al. IL-5 synthesis
is upregulated in human nasal polyp tissue. J Allergy Clin
Immunol. 1997;99:837-842.
DAFTAR PUSTAKA 28. Bachert C, Hormann K, Mosges R, et al. An update on the
diagnosis and treatment of sinusitis and nasal polyposis.
Allergy. 2003;58:176-191.
1. Bernstein JM, Gorfien J, Noble B. Role of allergy in nasal 29. Mygind N, Prytz S, Sorensen H, et al. Long-term treat-
polyposis: a review. Otolaryngol Head Neck Surg. ment of nasal polyps with beclomethasone dipropionate
1995;113:724-732. aerosol. I. Treatment and rationale. Acta Otolaryngol.
2. O’Byrne PM, Israel E, Drazen JM. Antileukotrienes in the 1976;82:252-255.
treatment of asthma. Ann Intern Med. 1997;127:472-480. 30. Badia L, Lund V. Topical corticosteroids in nasal polypo-
3. Baenkler H, Schäfer D, Hosemann W. Eicosanoids from sis. Drugs. 2001;61:573-578.
as an adjunct to oral and inhaled steroid therapy in chronic 31. Fokkens W, Lund V, Mullol J. European position paper on
nasal polyposis. Otolaryngol Head Neck Surg. 2008;139:682- rhinosinusitis and nasal polyps 2007. Rhinol Suppl. 2007:1-
687. 136.
7. Israel E, Cohn J, Dube L, et al. Effect of treatment with 32. Burgel P, Cardell L-O, Ueki I, et al. Intranasal steroids
zileuton, a 5-lipoxygenase inhibitor, in patients with asthma. decrease eosinophils but not mucin expression in nasal
A randomized controlled trial. Zileuton Clinical Trial Group. polyps. Eur Respir J. 2004;24:594-600.
JAMA. 1996;275:931-936. 33. Kanai N, Denburg J, Jordana M, et al. Nasal polyp inflam-
8. Liu MC, Dube LM, Lancaster J. Acute and chronic effects of mation. Effect of topical nasal steroid. Am J Respir Crit Care
a 5-lipoxygenase inhibitor in asthma: a 6-month randomized Med. 1994;150:1094-1100.
multicenter trial. Zileuton Study Group. J Allergy Clin 34. Kim YK, Nakagawa N, Nakano K, et al. Stem cell factor in
Immunol. 1996;98:859-871. nasal polyposis and allergic rhinitis: increased expression by
9. Spector SL, Smith LJ, Glass M. Effects of 6 weeks of therapy structural cells is suppressed by in vivo topical cortico-
with oral doses of ICI 204,219, a leukotriene D4 receptor steroids. J Allergy Clin Immunol. 1997;100:389-399.
antagonist, in subjects with bronchial asthma. ACCOLATE 35. Stammberger H. New aspects in the genesis of inverted
Asthma Trialists Group. Am J Respir Crit Care Med. papillomas. Laryngol Rhinol Otol (Stuttg). 1983;62:249-255.
1994;150:618-623. 36. Parnes SM, Chuma AV. Acute effects of antileukotrienes
10. Prenner B, Anolik R, Danzig M, et al. Efficacy and safety of on sinonasal polyposis and sinusitis. Ear Nose Throat J.
fixed-dose loratadine/montelukast in seasonal allergic 2000;79:18-20.
rhinitis: effects on nasal congestion. Allergy Asthma Proc. 37. Di Rienzo L, Artuso A, Cerqua N. Antileukotrienes in the
2009;30:263-269. prevention of postoperative recurrence of nasal polyposis in
11. Newton JR, Ah-See KW. A review of nasal polyposis. Ther ASA syndrome. Acta Otorhinolaryngol Ital.2000;20:336-342.
Clin Risk Manag. 2008;4:507-512. 38. Ragab S, Parikh A, Darby Y, et al. An open audit of mon-
12. Cauna N, Manzetti GW, Hinderer KH, et al. Fine structure telukast, a leukotriene receptor antagonist, in nasal
of nasal polyps. Ann Otol Rhinol Laryngol. 1972;81:41-58.
polyposis associated with asthma. Clin Exp Allergy.
2001;31:1385-1391.
39. Ulualp SO, Sterman BM. Antileukotriene therapy for the
relief of sinus symptoms in aspirin triad disease. Ear Nose
Throat J. 1999;78:604-606.
40. Mostafa B, Hossam HA, Mohammed HE, et al. Role of
leukotriene inhibitors in the postoperative management of
nasal polyps. ORL J Otorhinolaryngol Relat Spec.
2005;67:148–153.
41. Kutting B, Nieschalk M, Brehler R. A new concept for
treatment of sinonasal polyposis. Allergy. 2000;55:1091-
1092.
42. Namazy JA, Simon RA. Sensitivity to nonsteroidal anti-
inflammatory drugs. Ann Allergy Asthma Immunol.
2002;89:542-550.
43. Ulualp SO, Sterman BM, Toohill RJ. Antileukotriene ther-
apy for the relief of sinus symptoms in aspirin triad disease.
Ear Nose Throat J. 1999;78:604-606.
44. Parnes SM, Chuma AV. Acute effects of antileukotrienes
on sinonasal polyposis and sinusitis. Ear Nose Throat J.
2000;79:18-20.
45. Grundmann T, Topfner M. Treatment of ASS-Associated
Polyposis (ASSAP) with a cysteinyl leukotriene receptor
antagonist - a prospective drug study on its antiinflam-
matory effects. Laryngorhinootologie. 2001;80:576-582.
46. Kieff DA, Busaba NY. Efficacy of montelukast in the
treatment of nasal polyposis. Ann Otol Rhinol Laryngol.
2005;114:941-945.
47. Wobst B, Reichert K, Scherer H. Clinical study about the
effectiveness of montelukast in patients with nasal polyps
with and without bronchial asthma and aspirin intolerance.
Allergy. 2000;55:41.

Anda mungkin juga menyukai