Anda di halaman 1dari 37

HIMPUNAN

Materi ini merupakan materi prasyarat yang diperlukan untuk memahami materi-
materi yang ada dalam struktur Aljabar. Materi ini berisi pengertian Himpunan, sifat-
sifat Aljabar dari Himpunan

Kegiatan Belajar 1 : Pengertian Himpunan

Himpunan diartikan sebagai kumpulan dari obyek-obyek yang dapat diterangkan


dengan jelas.
Himpunan dinotasikan dengan sebuah huruf capital, sedangkan keanggotaan nya
dituliskan dengan huruf kecil. Misalkan S sebuah himpunan dan x adalah sebuah

objek di S, dikatakan x adalah anggota dari S, dan dinotasikan oleh x S, dalam kasus

x bukan anggota S dinotasikan oleh x S.

Cara Penyajian Himpunan

1. Enumerasi

Contoh 1.

- Himpunan empat bilangan asli pertama: A = {1, 2, 3, 4}.


- Himpunan lima bilangan genap positif pertama: B = {4, 6, 8, 10}.
- C = {kucing, a, Amir, 10, paku}
- R = { a, b, {a, b, c}, {a, c} }
- C = {a, {a}, {{a}} }
- K = { {} }
- Himpunan 100 buah bilangan asli pertama: {1, 2, ..., 100 }
- Himpunan bilangan bulat ditulis sebagai {…, -2, -1, 0, 1, 2, …}.

2. Keanggotaan
x  A : x merupakan anggota himpunan A;
x  A : x bukan merupakan anggota himpunan A.

1
Contoh 2.
Misalkan: A = {1, 2, 3, 4}, R = { a, b, {a, b, c}, {a, c} }
K = {{}}
maka
3  A
5  B
{a, b, c}  R
cR
{}  K
{}  R
Contoh 3. Bila P1 = {a, b}, P2 = { {a, b} }, P3 = {{{a, b}}}, maka
a  P1
a  P2
P1  P2
P1  P3
P2  P3

3. Simbol-simbol Baku

P = himpunan bilangan bulat positif = { 1, 2, 3, ... }


N = himpunan bilangan alami (natural) = { 1, 2, ... }
Z = himpunan bilangan bulat = { ..., -2, -1, 0, 1, 2, ... }
Q = himpunan bilangan rasional
R = himpunan bilangan riil
C = himpunan bilangan kompleks

 Himpunan yang universal: semesta, disimbolkan dengan U.


Contoh: Misalkan U = {1, 2, 3, 4, 5} dan A adalah himpunan bagian dari U,
dengan A = {1, 3, 5}.
4. Notasi Pembentuk Himpunan
Notasi: { x  syarat yang harus dipenuhi oleh x }

Contoh 4.
(i) A adalah himpunan bilangan bulat positif yang kecil dari 5

A = { x | x adalah bilangan bulat positif lebih kecil dari 5}

atau

A = { x | x  P, x < 5 }

yang ekivalen dengan A = {1, 2, 3, 4}

(ii) M = { x | x adalah mahasiswa yang mengambil kuliah IF2151}

5. Diagram Venn

Contoh 5.
Misalkan U = {1, 2, …, 7, 8}, A = {1, 2, 3, 5} dan B = {2, 5, 6, 8}.
Diagram Venn:

U A B
7

1 2 8
5 4
3 6

1.3 Kardinalitas

 Jumlah elemen di dalam A disebut kardinalitas dari himpunan A.


 Notasi: n(A) atau A 

Contoh 6.
(i) B = { x | x merupakan bilangan prima yang lebih kecil dari 20 },
atau B = {2, 3, 5, 7, 11, 13, 17, 19} maka B = 8
(ii) T = {kucing, a, Amir, 10, paku}, maka T = 5
(iii) A = {a, {a}, {{a}} }, maka A = 3

Himpunan Kosong

 Himpunan dengan kardinal = 0 disebut himpunan kosong (null set).


 Notasi :  atau {}

Contoh 7.
(i) E = { x | x < x }, maka n(E) = 0
(ii) P = { orang Indonesia yang pernah ke bulan }, maka n(P) = 0
(iii) A = {x | x adalah akar persamaan kuadrat x2 + 1 = 0 }, n(A) = 0

 himpunan {{ }} dapat juga ditulis sebagai {}


 himpunan {{ }, {{ }}} dapat juga ditulis sebagai {, {}}
 {} bukan himpunan kosong karena ia memuat satu elemen yaitu himpunan
kosong.

1.4 Himpunan Bagian (Subset)

 Himpunan A dikatakan himpunan bagian dari himpunan B jika dan hanya jika
setiap elemen A merupakan elemen dari B.

 Dalam hal ini, B dikatakan superset dari A.

 Notasi: A  B
 Diagram Venn:
U

B
A

Contoh 8.
(i) { 1, 2, 3}  {1, 2, 3, 4, 5}

(ii) {1, 2, 3}  {1, 2, 3}


(iii) N  Z  R  C
(iv) Jika A = { (x, y) | x + y < 4, x , y  0 } dan
B = { (x, y) | 2x + y < 4, x  0 dan y  0 }, maka B  A.

TEOREMA 1.1.
Untuk sembarang himpunan A berlaku hal-hal sebagai berikut:
(a) A adalah himpunan bagian dari A itu sendiri (yaitu, A  A).
(b) Himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari A (   A).
(c) Jika A  B dan B  C, maka A  C

   A dan A  A, maka  dan A disebut himpunan bagian tak sebenarnya


(improper subset) dari himpunan A.
Contoh: A = {1, 2, 3}, maka {1, 2, 3} dan  adalah improper subset dari A.

 A  B berbeda dengan A  B
(i) A  B : A adalah himpunan bagian dari B tetapi A  B.
A adalah himpunan bagian sebenarnya (proper subset) dari B.

Contoh: {1} dan {2, 3} adalah proper subset dari {1, 2, 3}

(ii) A  B : digunakan untuk menyatakan bahwa A adalah himpunan bagian


(subset) dari B yang memungkinkan A = B.

1.5 Himpunan yang Sama

 A = B jika dan hanya jika setiap elemen A merupakan elemen B dan sebaliknya
setiap elemen B merupakan elemen A.

 A = B jika A adalah himpunan bagian dari B dan B adalah himpunan bagian dari A.
Jika tidak demikian, maka A  B.

 Notasi : A = B  A  B dan B  A

Contoh 9.
(i) Jika A = { 0, 1 } dan B = { x | x (x – 1) = 0 }, maka A = B
(ii) Jika A = { 3, 5, 8, 5 } dan B = {5, 3, 8 }, maka A = B
(iii) Jika A = { 3, 5, 8, 5 } dan B = {3, 8}, maka A  B
Untuk tiga buah himpunan, A, B, dan C berlaku aksioma berikut:
(a) A = A, B = B, dan C = C
(b) jika A = B, maka B = A
(c) jika A = B dan B = C, maka A = C

1.6 Himpunan yang Ekivalen


 Himpunan A dikatakan ekivalen dengan himpunan B jika dan hanya jika
kardinalitas dari kedua himpunan tersebut sama.
 Notasi : A ~ B  A = B
Contoh 10.
Misalkan A = { 1, 3, 5, 7 } dan B = { a, b, c, d }, maka A ~ B sebab A = B = 4
1.7 Himpunan Saling Lepas

 Dua himpunan A dan B dikatakan saling lepas (disjoint) jika keduanya tidak
memiliki elemen yang sama.
 Notasi : A // B
 Diagram Venn:
U

A B

Contoh 11.
Jika A = { x | x  P, x < 8 } dan B = { 10, 20, 30, ... }, maka A // B.

1.8 Himpunan Kuasa

Himpunan kuasa (power set) dari himpunan A adalah suatu himpunan yang elemennya
merupakan semua himpunan bagian dari A, termasuk himpunan kosong dan himpunan
A sendiri.

 Notasi : P(A) atau 2A

 Jika A = m, maka P(A) = 2m.

Contoh 12.
Jika A = { 1, 2 }, maka P(A) = { , { 1 }, { 2 }, { 1, 2 }}
Contoh 13.
Himpunan kuasa dari himpunan kosong adalah P() = {}, dan himpunan kuasa dari
himpunan {} adalah P({}) = {, {}}.
1.9 Operasi Himpunan

a. Irisan (intersection)

 Notasi : A  B = { x  x  A dan x  B }

Contoh 14.
(i) Jika A = {2, 4, 6, 8, 10} dan B = {4, 10, 14, 18},
maka A  B = {4, 10}
(ii) Jika A = { 3, 5, 9 } dan B = { -2, 6 }, maka A  B = .
Artinya: A // B

b. Gabungan (union)
 Notasi : A  B = { x  x  A atau x  B }

Contoh 15.
(i) Jika A = { 2, 5, 8 } dan B = { 7, 5, 22 }, maka A  B = { 2, 5, 7, 8, 22 }
(ii) A   = A

c. Komplemen (complement)

 Notasi : A = { x  x  U, x  A }
Contoh 16.
Misalkan U = { 1, 2, 3, ..., 9 },

(i) jika A = {1, 3, 7, 9}, maka A = {2, 4, 6, 8}


(ii) jika A = { x | x/2  P, x < 9 }, maka A = { 1, 3, 5, 7, 9 }
d. Selisih (difference)

 Notasi : A – B = { x  x  A dan x  B } = A  B

Contoh 18.
(i) Jika A = { 1, 2, 3, ..., 10 } dan B = { 2, 4, 6, 8, 10 }, maka A – B = { 1, 3, 5, 7, 9 }
dan B – A = 
(ii) {1, 3, 5} – {1, 2, 3} = {5}, tetapi {1, 2, 3} – {1, 3, 5} = {2}

e. Beda Setangkup (Symmetric Difference)


 Notasi: A  B = (A  B) – (A  B) = (A – B)  (B – A)
Contoh 19.
Jika A = { 2, 4, 6 } dan B = { 2, 3, 5 }, maka A  B = { 3, 4, 5, 6 }
Contoh 20. Misalkan

U = himpunan mahasiswa
P = himpunan mahasiswa yang nilai ujian UTS di atas 80
Q = himpunan mahasiswa yang nilain ujian UAS di atas 80

Seorang mahasiswa mendapat nilai A jika nilai UTS dan nilai UAS keduanya di atas
80, mendapat nilai B jika salah satu ujian di atas 80, dan mendapat nilai C jika kedua
ujian di bawah 80.
(i) “Semua mahasiswa yang mendapat nilai A” : P  Q
(ii) “Semua mahasiswa yang mendapat nilai B” : P  Q
(iii) “Ssemua mahasiswa yang mendapat nilai C” : U – (P  Q)

TEOREMA 1. 2. Beda setangkup memenuhi sifat-sifat berikut:


(a) A  B = B  A (hukum komutatif)
(b) (A  B )  C = A  (B  C ) (hukum asosiatif)

n
A1  A2  ...  An  Ai
i 1

n
A1  A2  ...  An  Ai
i 1

A1  A2  ...  An  i1 Ai
n

A1  A2  ...  An  
i 1
Ai

Sifat-sifat Aljabar Himpunan, Prinsip Inklusi dan Eksklusi


1. Hukum identitas: 2. Hukum null/dominasi:
 A=A  A   = 
 AU=A  AU=U
3. Hukum komplemen: 4. Hukum idempoten:
 A A =U  AA=A
 A  A =   AA=A

5. Hukum involusi: 6. Hukum penyerapan (absorpsi):


 A  (A  B) = A
 ( A) = A
 A  (A  B) = A

7. Hukum komutatif: 8. Hukum asosiatif:


 AB=BA  A  (B  C) = (A  B)  C
 AB=BA  A  (B  C) = (A  B)  C

9. Hukum distributif: 10. Hukum De Morgan:


 A  (B  C) = (A  B)  (A   A B = A B
C)
 A B = A B
 A  (B  C) = (A  B)  (A 
C)

11. Hukum 0/1

  =U
 U = 

Contoh 21 ;
Buktikan A  B = B  A
Penyelesaian :

Ambil sebarang, akan ditunjukkan A  B BA


maka berdasarkan definisi Gabungan,

atau bias ditulis atau , sehingga ,


Jadi A B BA .

Dengan cara yang sama dapat dibuktikan bahwa B  A A B .


Dengan demikian maka terbukti bahwa : A  B = B  A
1.11 Prinsip Dualitas

 Prinsip dualitas: dua konsep yang berbeda dapat dipertukarkan namun tetap
memberikan jawaban yang benar.
 (Prinsip Dualitas pada Himpunan). Misalkan S adalah suatu kesamaan
(identity) yang melibatkan himpunan dan operasi-operasi seperti , , dan
komplemen. Jika S* diperoleh dari S dengan mengganti   ,   , 
 U, U  , sedangkan komplemen dibiarkan seperti semula, maka
kesamaan S* juga benar dan disebut dual dari kesamaan S.

1. Hukum identitas: Dualnya:


A=A AU =A

2. Hukum null/dominasi: Dualnya:


A   =  AU=U

3. Hukum komplemen: Dualnya:


A A =U A  A = 

4. Hukum idempoten: Dualnya:


AA=A AA=A

5. Hukum penyerapan: Dualnya:


A  (A  B) = A A  (A  B) = A

6. Hukum komutatif: Dualnya:


AB=BA AB=BA

7. Hukum asosiatif: Dualnya:


A  (B  C) = (A  B)  C A  (B  C) = (A  B)  C
8. Hukum distributif: Dualnya:
A  (B  C)=(A  B)  (A  C) A  (B  C) = (A  B)  (A  C)

9. Hukum De Morgan: Dualnya:

A B = AB A B = AB

10. Hukum 0/1 Dualnya:

= U U = 

Contoh 22. Buktikan Dual dari (A  B)  (A  B) = A

Dengan menggunakan sifat (A  B)  (A  B ) = A  (B  B )=AU=A

Jadi (A  B)  (A  B ) = A.

1.13 Multi Set.

Himpunan yang unsurnya boleh berulang (tidak harus berbeda) disebut multi set
(himpunan ganda).
Contoh:
A = {1, 1, 1, 2, 2, 3},
B = {2, 2, 2},
C = {2, 3, 4},
D = {}.
Multiplisitas dari suatu unsur pada multi set adalah jumlah kemunculan unsur
tersebut
pada multi set tersebut.
Contoh:
M = { 1, 1, 1, 2, 2, 2, 3, 3, 1 },
multiplisitas 1 adalah 4 dan multiplisitas 2 adalah 3, sementara itu multiplisitas 3
adalah 2.
Himpunan (set) merupakan contoh khusus dari suatu multiset, yang dalam hal ini
multiplisitas dari setiap unsurnya adalah 0 atau 1. Himpunan yang multiplisitas dari
unsurnya 0 adalah himpunan kosong.
Misalkan P dan Q adalah multiset, operasi yang berlaku pada dua buah multi set
tersebut adalah sebagai berikut :
a. P ∪ Q merupakan suatu multiset yang multiplisitas unsurnya sama dengan
multiplisitas maksimum unsur tersebut pada himpunan P dan Q. Contoh :

P = { a, a, a, c, d, d } dan Q ={ a, a, b, c, c },
Maka P ∪ Q = { a, a, a, b, c, c, d, d }
b. P ∩ Q adalah suatu multiset yang multiplisitas unsurnya sama dengan
multiplisitas

minimum unsur tersebut pada himpunan P dan Q. Contoh :


P = { a, a, a, c, d, d } dan Q = { a, a, b, c, c }
Maka P ∩ Q = { a, a, c }
c. P – Q adalah suatu multiset yang multiplisitas unsurnya sama dengan
multiplisitas unsur tersebut pada P dikurangi multiplisitasnya pada Q, ini
berlaku jika jika selisih multiplisitas tersebut adalah positif. Jika selisihnya
nol atau negatif maka multiplisitas unsur tersebut adalah nol. Contoh :

P = { a, a, a, b, b, c, d, d, e } dan Q = { a, a, b, b, b, c, c, d, d, f }
maka P – Q = { a, e }
d. P + Q, yang didefinisikan sebagai jumlah (sum) dua buah himpunan ganda,
adalah suatu multiset yang multiplisitas unsurnya sama dengan penjumlahan
dari multiplisitas unsur tersebut pada P dan Q.Contoh:

P = { a, a, b, c, c } dan Q = { a, b, b, d },
maka P + Q = { a, a, a, b, b, b, c, c, d }

Kegiatan Belajar 2 : PRINSIP INKLUSI DAN EKSKLUSI


Berkaitan dengan kardinalitas Himpunan, diperoleh beberapa rumus sebagai berikut:
Misalkan |P | menyatakan kardinalitas himpunan P, dan | Q | menyatakan kardinalitas
himpunan Q, maka
|P Q| |P |+|Q|- |P Q|

|P Q| |P |+|Q|

|P Q| min(| P | ,| Q |)

|P Q| | P | + | Q | - 2| P Q|

|P Q| |P |-|Q|

Untuk 3 buah himpunan hingga , maka


|P Q | |P|+|Q|+|R|- |P Q|- |P R| - | R Q| + |P Q
|
Secara Umum untuk himpunan-himpunan A1, A2, … , An kita peroleh

| A1 A2 |=

Contoh 23 :
Tentukan banyaknya bilangan bulat 1 –200, yang habis dibagi 2, 5, atau 7.
Tentukan banyaknya bilangan bulat 1-200 yang habis dibagi 2,5 tetapi tidak habis
dibagi 7.
Jawab :
Misalkan P = himpunan bilangan bulat 1- 200 yang habis dibagi 2
Q = himpunan bilangan bulat 1- 200 yang habis dibagi 5
R = himpunan bilangan bulat 1- 200 yang habis dibagi 7.
Maka

|P Q | |P |+|Q|+|R |- |P Q|- |P R| - | R Q| + |P Q |
= 100 + 40 + 28 - 20 – 14 – 5 + 2 = 131
Jadi banyaknya bilangan bulat 1 -200 yang habis dibagi 2, 5 atau 7 adalah 141
bilangan.

Contoh 24 :

Diantara 100 mahasiswa, 32 mempelajari matematika, 20 mempelajari fisika, 45


mempelajari biologi, 15 mempelajari matematika dan biologi, 7 mempelajari
matematika dan fisika, 10 mempelajari fisika dan biologi, dan 30 tidak mempelajari
satupun diantara
ketiga bidang tersebut.
a. Hitung banyaknya mahasiswa yang mempelajari ketiga bidang tersebut?
b. Hitung banyaknya mahasiswa yang mempelajari hanya satu daintara ketiga
bidang tersebut?

Penyelesaian :
Misalakan M = himpunan mahasiswa yang mempelajari Matematika
F = himpunan mahasiswa yang mempelajari Fisika
B = himpunan mahasiswa yang mempelajari Biologi

Jadi | M | = 32, | F | = 20, | B | = 45, | ,| ,|

Dengan menggunakan Prinsip Inklusi dan Eksklusi :

|M F | |M |+|F|+|B|- |M F|- |M B| - | F B| + |M F |

|M F |=|M F | -| M | - | F | - | B | + | M F|+|M B| +| F B|
= 70 – 32 – 20 – 45 + 15 + 7 + 10 = 5
Jadi banyaknya Mahasiswa yang mempelajari ketiga bidang tersebut sebanyak 5
orang.
Banyaknya mahasiswa yang hanya mempelajari Matematika adalah ;

|M|- |M F|- |M B| + | M F | = 32- 7- 15 + 5 = 15 orang


Banyaknya mahasiswa yang hanya mempelajari Fisika adalah :

|F|- |M F| -|F B| + |M F | = 20 – 7 – 10 + 5 = 8 orang


Sedangkan banyaknya mahasiswa yang hanyamempelajari Biologi :

|B|- |M B| - | F B| + |M F | = 45 – 15 – 10 + 5 = 25 orang
Jadi banyaknya mahasiswa yang mempelajari hanya satu diantara ketiga bidang
tersebut adalah 48 mahasiswa
RELASI, PEMETAAN, SISTEM MATEMATIKA
Bagian ini mengakaji definisi relasi, representasi relasi, sifat-sifat relasi,pemetaan, sifat-sifat
pemetaan , operasi pemetaan, dan sistem matematika.

Kegiatan Belajar 1: Relasi


Definisi 2.1
Misalkan A dan B dua buah himpunan , maka hasil kali silang ( cross product) dari A dan B
�x �= �
, � � ∈ �dan �∈ �}

Definisi 2.2
Sebuah Relasi dari A ke B adalah subhimpunan dari A x B.

Contoh 1
(i) Misalkan C = { 1, 2, 3 }, dan D = { a, b }, maka
C  D = { (1, a), (1, b), (2, a), (2, b), (3, a), (3, b) }
(ii) Misalkan A = B = himpunan semua bilangan riil, maka
A  B = himpunan semua titik di bidang datar

Catatan:
1. Jika A dan B merupakan himpunan berhingga, maka: A  B = A . B.
2. Pasangan berurutan (a, b) berbeda dengan (b, a), dengan kata lain (a, b)  (b, a).
3. Perkalian kartesian tidak komutatif, yaitu A  B  B  A dengan syarat A atau B tidak
kosong.
4. Jika A =  atau B = , maka A  B = B  A = 

22
Representasi Relasi

1. Representasi Relasi dengan Diagram Panah

B Q
A A A
P
IF221 2 2 2
Amir 2
4 3 3
IF251
Budi 3
8 4 4
IF342
Cecep
4 9 8 8
IF323
15 9 9

2 Representasi Relasi dengan Tabel


 Kolom pertama tabel menyatakan daerah asal, sedangkan kolom kedua menyatakan
daerah hasil.

Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3


A B P Q A A
Amir IF251 2 2 2 2
Amir IF323 2 4 2 4
Budi IF221 4 4 2 8
Budi IF251 2 8 3 3
Cecep IF323 4 8 3 3
3 9
3 15

3 Representasi Relasi dengan Matriks


 Misalkan R adalah relasi dari A = {a1, a2, …, am} dan B = {b1, b2, …, bn}.
 Relasi R dapat disajikan dengan matriks M = [mij],

b1 b2  bn
a1  m11 m12  m1n 
a2  m21 m22  m2 n 
M=
      
 
am mm1 mm 2  mmn 

23
yang dalam hal ini
1, (a , b )  R
mij  
0, (a i , b j )  R
i j

Definisi 2.3

Misalkan S himpunan tak kosong. Relasi pada S dikatakan bersifat :


Refleksif, apabila a a untuk setiap a S,
Simetris, apabila a b mengakibatkan b a untuk setiap a, b S,

Transitif, apabila a b dan b c mengakibatkan a cuntuk setiap a, b, c S.

Contoh 2
Relasi keterbagian pada bilangan bulat ( disimbolkan dengan | ) dengan definisi untuk

a|b jika dan hanya jika b = ac untuk suatu , mempunyai sifat refleksif dan
transitif tetapi tidak bersifat simetris.

Bukti:

- Ambil sebarang . Jelas a = a 1


Jadi sehingga | bersifat Refleksif

- Pilih 3,6 , jelas 3|6 tetapi 6 tidak membagi 3.


Jadi | tidak bersifat simetris.

- Ambil sebarang a,b,c dengan

Akan ditunjukkan
Karena a|b dan b|c maka terdapat bilangan bulat m dan n sehingga b = ma dan c = nb,
akibatnya c = nb=(nm)a.
Karena terdapat bilangan bulat nm sehingga berlaku c = (nm)a, maka a|c.
Jadi | bersifat transitif.

24
Definisi 2.4
Suatu Relasi pada S disebut Relasi Ekivalen, apabila memenuhi sifat refleksif, simetris dan
transitif.

Contoh 3

Misalkan . Definisikan relasi pada dengan aturan jika dan


hanya jika . Relasi merupakan relasi Ekivalen.
Bukti :

Misalakan
Penyelesaian :
(i) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang refleksif.

Akan dibuktikan

Jadi, “ ” bersifat refleksif.


(ii) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang simetri.

Akan dibuktikan :

…….(1)
.......(2)
Dari (i)
adalah persamaan (2).

Jadi, “ ” bersifat simetri.


(iii) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang transitif.

Akan dibuktikan :

artinya ……(1)

artinya …….(2)
Dengan mensubstitusi sehingga dari (2) diperoleh :

25
artinya .

Jadi, “ ” bersifat transitif.

Jadi, dari (i)-(iii) maka “ ” adalah relasi ekivalen.

Definisi 2.5
Misalkan S himpunan tak kosong. Partisi dari himpunan S adalah dekomposisi S ke dalam Ai

dengan sehingga berlaku

Contoh 4
A1 = {1,3}, A2 = {4} , A3= {2,5} merupakan partisi dari S = ( 1,2,3,4,5}.

Definisi 2.6

Misalkan a dan b bil bulat dan n bil bulat positif, dikatakan a kongruen b modulo n (a b( mod

n) jika hanya jika a – b = kn, untuk suatu k .


Sifat

Relasi “ “ merupakan relasi ekivalen


Bukti : diberikan sebagai latihan

Teorema 2.7

Misalkan S himpunan tak kosong dan merupakan relasi ekivalen pada S. Maka
Mengakibatkan terbentuknya partisi dan sel ( kelas ekivalen) yang memuat a adalah
.

26
Contoh 5

=
=
Dengan demikian terbentuk n buah kelas ekivalen yang berbeda yang merupakan partisi dari Z

yaitu
Berikut diberikan beberapa contoh penggunaan sifat Relasi .

Contoh 6.

Selidiki relasi untuk suatu .


Penyelesaian :
(i) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang refleksif

Akan dibuktikan :

Ambil sebarang.

maka

Jadi, relasi “ ” bersifat refleksif.


(ii) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang simetri

Akan dibuktikan :

Pilih sehingga menjadi tapi .

27
Jadi relasi “ ” tidak bersifat simetri.
(iii) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang transitif

Akan dibuktikan :

Ambil sebarang.

Jadi, relasi “ ” tidak bersifat transitif.

Jadi, dari (i),(ii),(iii), relasi relasi “ ” bukan relasi ekivalen.

Contoh 7.

Selidiki apakah relasi pada adalah relasi ekivalen.


Penyelesaian :

Misalkan terdapat bilangan .


(i) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang refleksif

Akan dibuktikan :

(Benar)

Jadi, “ ” bersifat refleksif.


(ii) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang simetri.

Akan dibuktikan :

Pilih dan .
Sehingga didapat tapi .
28
Jadi, “ ” tidak bersifat simetri.
(iii) Akan diselidiki untuk sifat relasi yang transitif.

Akan dibuktikan :

artinya .....(1) (Definisi)

artinya ......(2) (Definisi)


Dengan menjumlahkan (1) dan (2), diperoleh :

Jadi,

Jadi, “ ” bersifat transitif.

Jadi, dari (i),(ii),(iii), maka “ ” bukan relasi ekivalen.

Contoh 8

Periksa apakah relasi di adalah relasi ekivalen apabila .


Penyelesaian :
(i) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang refleksif.

Akan dibuktikan :

(Teorema sifat urutan ).

Jadi, bersifat refleksif.


(ii) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang simetri.

Akan dibuktikan :

Artinya akan dibuktikan


(Sifat komutatif ).
Sehingga

Jadi, bersifat simetri.


(iii) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang transitif.

29
Akan dibuktikan :

Artinya akan dibuktikan :

Terdapat dua kemungkinan nilai yaitu :

(1) Dari dan

Untuk maka dan

Karena dan maka (Sifat urutan ).

Jadi, .

(2) Dari dan

Untuk maka dan

Karena dan maka (Sifat urutan ).

Jadi,

Jadi, dari (1) dan (2) maka .

Jadi, dari (i),(ii),(iii) adalah relasi ekivalen.

Contoh 9

Periksa apakah relasi di adalah relasi ekivalen apabila .


Penyelesaian :
(i) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang refleksif.

Akan dibuktikan :

Jadi, bersifat refleksif.


(ii) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang simetri.

Diketahui :

Akan dibuktikan :

artinya sama dengan

Jadi, .
Jadi, bersifat simetri.
30
(iii) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang transitif.

Diketahui :

Akan dibuktikan :

artinya .......(1)

artinya .......(2)
Dengan menjumlahkan (1) dan (2), diperoleh :

Karena maka .

Jadi, bersifat transitif.

Jadi, dari (i)-(iii) maka adalah relasi ekivalen.

Conoh 10

Periksa apakah relasi di adalah relasi ekivalen apabila habis dibagi .


Penyelesaian :
(i) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang refleksif.

Akan dibuktikan :

artinya adalah pernyataan yang benar.

artinya .

Jadi terdapat yang memenuhi

Jadi .

Jadi, bersifat refleksif.


(ii) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang simetri.

Diketahui :

Akan dibuktikan :

artinya

atau (Hipotesis)
31
Jadi, .

Jadi, bersifat simetri.


(iii) Akan diperiksa untuk sifat relasi yang transitif.

Diketahui : ,

Akan dibuktikan :
artinya ......(1)

artinya ......(2)
Dari (2),
(dari (1))

Jadi,

Jadi, bersifat transitif.

Jadi, dari (i),(ii),(iii) maka adalah relasi ekivalen.

Kegiatan Belajar 2: Pemetaan, Sistem Matematika

Definisi 1.9
Misalkan S , T himpunan tak kosong. Sebuah pemetaan dari S ke T adalah suatu aturan yang
menghubungkan setiap anggota himpunan S ke tepat satu anggota himpunan T.

Contoh 11
Misalka J adalah himpunan bilangan bulat dan S = J x J. Definisikan , dengan

32
Contoh 12

Misalkan S himpunan yang terdiri dari x 1, x2, x3 , definisikan dengan ,

dan

Jenis-Jenis Pemetaan

Definisi1.10

Pemetaan dari A ke B disebut pemetaan satu-satu(injektif) jika


.
Pernyataan di atas setara dengan : Jika maka .

A B

a 1
b 2

c 3

d 4
5

Contoh 13.

Misalkan f : Z  Z. Tentukan apakah f(x) = x2 + 1 dan f(x) = x – 1 merupakan fungsi satu-satu?

Penyelesaian:
(i) f(x) = x2 + 1 bukan fungsi satu-ke-satu, karena untuk dua x yang bernilai mutlak sama tetapi
tandanya berbeda nilai fungsinya sama, misalnya f(2) = f(-2) = 5 padahal –2  2.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi satu-ke-satu karena untuk a  b,
a – 1  b – 1.
Misalnya untuk x = 2, f(2) = 1 dan untuk x = -2, f(-2) = -3.

Definisi 1.11

Pemetaan dari A ke B disebut pemetaan pada(surjektif) jika untuk setiap terdapat


, sehingga berlaku . .

33
A B

a 1
b 2

c 3

Contoh 14.
Misalkan f : Z  Z. Tentukan apakah f(x) = x2 + 1 dan f(x) = x – 1 merupakan fungsi pada?
Penyelesaian:
(i) f(x) = x2 + 1 bukan fungsi pada, karena tidak semua nilai bilangan bulat merupakan jelajah
dari f.
(ii) f(x) = x – 1 adalah fungsi pada karena untuk setiap bilangan bulat y, selalu ada nilai x yang
memenuhi, yaitu y = x – 1 akan dipenuhi untuk x = y + 1.

Definisi 1,12
Pemetaan bijektif yaitu pemetaan yang bersifat satu-satu dan pada.

Contoh 15.
Fungsi f(x) = x – 1 merupakan fungsi yang berkoresponden satu-satu, karena f adalah fungsi
satu-satu maupun fungsi pada.

Fungsi satu-satu, Fungsi pada,


bukan pada bukan satu-satu
B A
A B
1 a
a 1
2 b
b 2
3 c
c 3
4 dc

34
Bukan fungsi satu-satu Bukan fungsi satu-satu
maupun pada tapi pada
A B
A B

a 1
a 1
b 2 2
b
c 3 3
c
dc 4 dc 4

1. Jika f adalah fungsi berkoresponden satu-ke-satu dari A ke B, maka kita dapat


menemukan balikan (invers) dari f.

2. Balikan fungsi dilambangkan dengan f –1. Misalkan a adalah anggota himpunan A dan
b adalah anggota himpunan B, maka f -1(b) = a jika f(a) = b.

3. Fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu sering dinamakan juga fungsi yang


invertible (dapat dibalikkan), karena kita dapat mendefinisikan fungsi balikannya.
Sebuah fungsi dikatakan not invertible (tidak dapat dibalikkan) jika ia bukan fungsi
yang berkoresponden satu-ke-satu, karena fungsi balikannya tidak ada.

Contoh 16.

Tentukan balikan fungsi f(x) = x – 1.


Penyelesaian:
Fungsi f(x) = x – 1 adalah fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, jadi balikan fungsi tersebut
ada.
Misalkan f(x) = y, sehingga y = x – 1, maka x = y + 1. Jadi, balikan fungsi balikannya adalah f-
1
(y) = y +1.

Contoh 17.
Tentukan balikan fungsi f(x) = x2 + 1.
Penyelesaian:
kita sudah menyimpulkan bahwa f(x) = x2 + 1.
bukan fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu, sehingga fungsi balikannya tidak ada. Jadi, f(x)
= x2 + 1 adalah funsgi yang not invertible.

2.2.1 Komposisi dari dua buah fungsi.

35
Misalkan g adalah fungsi dari himpunan A ke himpunan B, dan f adalah fungsi dari himpunan B
ke himpunan C. Komposisi f dan g, dinotasikan dengan f  g, adalah fungsi dari A ke C yang
didefinisikan oleh

(f  g)(a) = f(g(a))

Contoh 18.
Diberikan fungsi
g = {(1, u), (2, u), (3, v)}
yang memetakan A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w}, dan fungsi
f = {(u, y), (v, x), (w, z)}
yang memetakan B = {u, v, w} ke C = {x, y, z}. Fungsi komposisi dari A ke C adalah
f  g = {(1, y), (2, y), (3, x) }

2.3 Sistem Matematika

Definisi 1.13
Misalkan S himpunan tak kosong.
Operasi biner pada S adalah pemetaan dari S xS ke dalam S

,
Himpunan S yang dilengkapi dengan satu operasi biner disebut Sistem Matematika.
Contoh : Operasi “ + “ pada system bilangan real merupakan operasi biner.
Operasi “ : “ pada system bilangan bulat bukan merupakan operasi biner.

Contoh 19

Selidiki apakah operasi “ ” pada merupakan operasi biner


Penyelesaian :

36
Ambil sembarang.

Maka
Karena dan perkalian dua bilangan bulat positif menghasilkan bilangan bulat

positif maka

Jadi

Jadi “ ” operasi biner di .

Contoh 20

Periksa apakah operasi biner “ * “pada merupakan operasi biner.


Penyelesaian :

Ambil sembarang.
Maka
(perkalian dua bilangan bulat positif menghasilkan bilangan bulat positif) .....
(1), dan
(perkalian dua bilangan bulat positif menghasilkan bilangan bulat positif) .....

(2) karena (1), (2) dan penjumlahan dua bilangan bulat positif menghasilkan

bilangan bulat positif, maka


Jadi,

Jadi, “ ” operasi biner di .

Contoh 21

Periksa apakah operasi * pada merupakan operasi biner


Penyelesaian :

37
Pilih . Tapi .

Jadi, “ ” bukan operasi biner di .

Contoh 22

Periksa apakah operasi * pada merupakan operasi biner


Penyelesaian :

Pilih . Tapi .

Jadi, “ ” bukan operasi biner di .

Contoh 23

Periksa apakah operasi * pada . Merupakan operasi biner


Penyelesaian :

Ambil sembarang.

Maka
(perkalian bilangan real menghasilkan bilangan real)....(1)

(perkalian bilangan real menghasilkan bilangan real)....(2)

Karena (1), (2) dan penjumlahan dua bilangan real menghasilkan bilangan real, maka
.

Karena tapi akar pangkat dua dari bilangan real akan menghasilkan bilangan
real positif saja.

Jadi, atau .

Jadi, “ ” bukan operasi biner di .

Contoh 24

Periksa apakah operasi * pada , merupakan operasi biner


38
Penyelesaian:

Pilih . Tapi .

Jadi, “ ” bukan operasi biner di .

Contoh 25

Misalkan berlaku .

a. Apakah merupakan operasi biner?


Penyelesaian :

Ambil sembarang.

Maka . Karena dan penjumlahan bilangan real menghasilkan

bilangan real, maka .


Jadi, .

Jadi, operasi biner.

b. Apakah bersifat komutatif?


Penyelesaian :

Akan dibuktikan :

Ambil sembarang.

Karena dan penjumlahan dua bilangan real menghasilkan bilangan real,

maka .

Jadi,

Jadi, bersifat komutatif.

c. Apakah bersifat asosiatif?


Penyelesaian :

39
Ambil sembarang.

Karena dan penjumlahan dua bilangan real menghasilkan bilangan real,

maka .

Jadi,

Jadi, bersifat asosiatif.

d. Apakah memiliki unsur identitas?


Penyelesaian :

Akan dibuktikan :

Pilih .
Ambil sembarang.

Jadi,

Jadi, memiliki unsur identitas.

e. Apakah memiliki invers?


Penyelesaian :

Akan dibuktikan :

mbil sembarang.

Pilih

Jadi, .

Jadi, memiliki invers.

Contoh 26

Definisikan operasi pada dengan .

Apakah operasi merupakan operasi biner?


Penyelesaian :

40
Ambil sembarang.
Maka .

. Jadi,
Jadi, operasi biner di .

Bukti dengan induksi


Dalam pembuktian biasanya diinginkan untuk membuktikan suatu pernyataan tentang
bilangan bulat positif n. berikut ini diberikan dua prinsip tentang induksi berhingga.

Prinsip induksi berhingga

Misalkan S(n) pernyataan tentang bilangan bulat positif n. Apabila sudah dilakukan
pembuktian :

(1) S(n0) benar untuk bilangan bulat pertama n0 .

(2) Dibuat anggapan induksi (induction assumption) bahwa pernyataan benar untuk suatu
bilangan bulat positif k n0 dan mengakibatkan S(k+1) benar. maka S(n) benar untuk semua
bilangan bulat n n0.

41
Alternating
Himpunan An merupkan himpunan bagian dari himpunan Sn , yaitu him-
punan dari semua permutasi genap. Himpunan An ini merupakan suatu
sub- grup dari Sn sebagaimana ditunjukkan dalam Teorema berikut.
Selanjut- nya An dinamakan grup alternating. Grup alternating
merupkan suatu grup yang penting dalam pembehasan grup permutasi.

Teorema : Himpunan An adalah suatu subgrup dari grup Sn

Bukti:
Karena hasil kali dari dua permuatasi genap adalah per- mutasi genap,
maka An tertutup. Identitas adalah per- mutasi genap jadi berada di An .
Bila σ adalah permutasi genap maka,

σ = σ1 σ2,,,,,,, σr ,

dimana σi adalah suatu transposisi untuk setiap i =


1, 2, . . . , r dan r adalah bilangan bulat genap. Karena in- vers dari suatu
transposisi adalah transposisi yang sama
dengan transposisi itu sendiri, maka

−1
σ = σr σr−1 . . . σ1

Jadi σ −1 juga di An

42

Anda mungkin juga menyukai