Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

Demam Berdarah Dengue

Oleh:
Clarissa fiolly R. 1210312003
Ardis trianita adilla 1740312212
Suri hanifa efendi 1740312214

Preseptor:
dr. Dwitya elvira, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
PADANG
2017
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Penyakit dengue merupakan penyakit virus yang diperantarai vektor nyamuk yang

banyak terjadi di dunia. Selama lima dekade terakhir, insiden kejadiannya meningkat

sebanyak 30 kali lipat. WHO memperkirakan sebanyak 50-100 juta infeksi baru terjadi setiap

tahunnya pada lebih dari 100 negara endemik. Kejadian penyakit ini menyebar pada negara-

negara yang belum pernah terinfeksi sebelumnya.1

Penanggulangan infeksi dengue di Indonesia telah memberikan hasil yang

memuaskan melalui upaya peningkatan manajemen kasus, penanggulangan vektor, program

pemberantasan tempat perindukan nyamuk, dan mobilisasi masyarakat untuk membersihkan

lingkungan. Berbagai upaya yang dilakukan kementerian kesehatan RI dibantu oleh

organisasi profesi telah berhasil menurunkan angka kematian 46% pada tahun 1968 menjadi

<1% pada tahun 2013.2

Dalam tiga dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit akibat infeksi

virus dengue. Kejadian luar biasa penyakit telah sering dilaporkan di berbagai negara.

Penyakit dengue terutama ditemukian di daerah tropis dan subtropis. Diperkirakan setiap

tahun sekitar 50 juta menusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan

rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Indonesia merupakan

salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori endemik tinggi.2,3 Indonesia menempati

urutan kedua pada laporan WHO pada 30 negara endemik infeksi dengue selama tahun

2004-2010.1

Penyakit dengue mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering

menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penangan yang terlambat. Suatu
data penelitan pada enam rumah sakit pendidikan di Indonesia, menunjukan bahwa angka

kematian kasus infeksi dengue yang dirawat adalah 1,39 persen. Hasil penelitian tersebut

menunjukan bahwa persentase kematian akibat demam dengue (DD), demam berdarah

dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD) masing-masing adalah 0,08%, 0,36%, dan

7,81%. Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan pasien

yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih berat, yaitu sindrom

syok dengue. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan pengetahuan serta keterampilan

tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus penyakit dengue agar terjadi penurunan angka

kematian akibat penyakit tersebut. 2

1.2 Batasan Masalah

Karya tulis ini membahas tentang definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi,

patogenesis, gambaran klinis, penegakan diagnosis, tatalaksanan, serta prognosis penyakit

demam berdarah dengue.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai

definisi, klasifikasi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, penegakan

diagnosis, tatalaksanan, serta prognosis penyakit demam berdarah dengue.

1.3 Metode Penulisan

Karya tulis ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada

berbagai sumber.

2
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau

nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis

hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom syok dengue

(SSD) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.4

2.2 Klasifikasi Infeksi Dengue

Klasifikasi infeksi dengue ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue5

3
2.3 Epidemiologi

Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya

pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta,

kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah

dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun

1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang

melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%

pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991.6

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi

disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat

penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara

keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih

banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di

sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari

golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus

golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak

begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai

Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.6

4
Gambar 2.1 Negara dengan resiko transmisi dengue7

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah

dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat,

infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan globalisasi,

serta mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan

demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan

demam dengue dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor,

tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan

tersebar di seluruh area.7

Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada

tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02

per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum

mencapai target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk.8

5
Gambar 2.2 Grafik angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia.8

2.4 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai

genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm

terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.4,6

Gambar 2.3 Virus Dengue.10

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype

ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah

satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan

6
tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah

endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat

jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.4,6

Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes

albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.

Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di

dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar

rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya

menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100

meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.

Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air

hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada

siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.9

Gambar 2.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus7

2.5 Patogenenis

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi demam

berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang

percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada

manusia. Hingga kini sebagaian besar masih menganut the secondary heterologous infection

hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat

7
terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi

kedua dengan virus serotype lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.6

Gambar 2.5 Hipotesis secondary heterologus infections11

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti

atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar,

endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai

penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada

infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.11

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.

Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel

dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik

komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit,

8
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma

sel.11

Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari Ig G yang berfungsi

menghambat replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing – antibody dan neutralizing

antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yang dibedakan berdasarkan adanya

virion determinant spesificity, yaitu:6

1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi

memacu replikasi virus

2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu

replikasi virus.

Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan menyebabkan

terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus.

Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe dengue

yang berbeda cenderung menimbulkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah

meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang

berlangsung sebagai berikut:6

a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer

merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus pertama

b. Antibodi non neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat pada

sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada

permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme

aferen.

c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah

terinfeksi

9
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus,

hati, lumpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter

perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terkena

infeksi

e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral

dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi

permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut

mekanisme efektor.

Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat

rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon α dan

γ. Pada infeksi sekunder oleh virus dengue, Limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan

interferon α. Interferon α selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan

mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus

dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang akan menyebabkan

kebocoran plasma dan perdarahan.6

Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang

menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan

diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke

empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas

protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada “cross protectif” terhadap serotip

virus yang lain.11

10
2.6 Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue

(SSD) dan sindrom dengue diperluas.12

Pada umunya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase

kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai

risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.12,13

Gambar 2.6 Manifestasi klinis infeksi virus dengue12

2.7 Diagnosis Demam Berdarah Dengue

2.7.1 Anamnesis

Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan) ditandai dengan demam bifasik akut

2-7 hari,nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri

perut, mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena.Faktor Risiko yang dapat ditemui

adalah: tinggal di daerah endemis dan padat penduduknya, pada musim panas (28-32 0C) dan

kelembaban tinggi, dan di sekitar rumah banyak genangan air.15

11
2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik dapat ditemui tanda patognomonik untuk demam dengue, yaitu:15,16

a. Suhu Suhu > 37,5 derajat celcius

b. Ptekie, ekimosis, purpura

c. Perdarahan mukosa

d. Rumple Leed (+)

Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue yaitu:15

a. Suhu > 37,5 derajat celcius

b. Ptekie, ekimosis, purpura

c. Perdarahan mukosa

d. Rumple Leed (+)

e. Hepatomegali

f. Splenomegali

g. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan

asites.

h. Hematemesis atau melena

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam

dengue adalah melalui pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan

darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.12

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:12,15,14

a. Leukosit: Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative(>45% dari total

leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total

leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

12
b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia (trombosit <100.000/ml) pada hari

ke-3 hingga ke-8.

c. Hematokrit: Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas pembuluh darah pada DBD dengan manifestasi peningkatan

hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai usia dan jenis kelamin dan atau

menurun dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya>20% setelah pemberian terapi

cairan. adanya kebocoran plasma, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

d. IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang

setelah setelah 60-90 hari.

e. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hri ke-14, pada infeksi

sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

f. NS1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke-8.

Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan sensitifitas 100% sama

tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur virus.

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.Pemeriksaan

foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura

dapat pula didteksi dengan pemeriksaan USG.12

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah

ini terpenuhi:12,15

a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/pola pelana

b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut

1. Uji bendung positif

2. Petekie, ekimosis atau purpura

3. Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat lain

4. Hematemesis atau melena

13
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)

d. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

1. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai denganumur

dan jenis kelamin

2. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

3. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau hipoproteinemia

Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudahditemukan

trombositopenia dan hemokonsentrasi) berdasarkan klassifikasi WHO 1997 menjadi:12

a. Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas dansatu-satunya

manifestasi perdarahan ialah uji bendung.

b. Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan di kulitdan atau

perdarahan lain.

c. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat danlambat, tekanan

nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipotensi,sianosis di sekitar mulut,

kulit dingin dan lembab.

2.8 Tatalaksana

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi

suportif.Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting

dalam penanganan kasus DBD.Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan

oral.Jika asupan oral pasien tidak dapat dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan

melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Terdapat

5 protokol penatalaksanaan DBD pda pasien dewasa.12

14
Gambar 2.7 Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di
unit gawat darurat

Gambar 2.8 Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat

15
Gambar 2.9.Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

16
Gambar 2.10 Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa

17
Tatalaksana Sindrom Syok Dengue

 oksigenasi (berikan O2 2-4 l/menit)


 penggantian volume plasma segera
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balans cairan selama pemberian cairan
intravena

syok teratasi syok tidak teratasi


kesadaran membaik kesadaran menurun
nadi teraba kuat nadi lembut/tidak teraba
tekanan nadi>20 mmHg tekanan nadi <20mmHg
tidak sesak nafas/sianosis distres pernapasan/sianosis
ekstremitas hangat ekstremitas dingin
diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam periksa kadar gula darah

cairan dan tetesan disesuaikan lanjutkan cairan


10 ml/kgBB/jam 20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat
Tanda
Evaluasi vital
ketat Tambahkantambahkan
koloid/plasma
koloid/plasma
TandaTanda
vital perdarahan Dekstran/FFP
dekstran/FPP
TandaDiuresis
perdarahan 10-2010-20
(max (max
30) ml/kgBB/jam
30) ml/kgBB/jam
Hb, Ht, trombosit
Diuresis
Hb, Ht, tosit
Stabil dalam 24 jam atau Ht <40
Koreksi asidosis
Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi
Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam/Ht <40
Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam Ht turun Ht tetap tinggi/naik
Syok teratasi
Tetesan 3 ml/kgBB/jam 10-20ml/kgBB koloid
Infus stop tidak melebihi 48 jam tranfusi darah segar 10 ml/kgBB
Setelah syok teratasi diulang sesuai kebutuhan
Infus stop tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi Pertimbangkan Syok belum teratasi
pemakaian inotropik
dan koloid HES BM
100.000-300.000 D

Gambar 2.11 Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa12

18
2.9 Konseling dan Edukasi

Prinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah memberikanpengertian kepada

pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakitdan tata laksananya, sehingga pasien

dapat mengerti bahwa tidak adaobat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi hanya

bersifatsuportif dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan sembuhsesuai dengan

perjalanan alamiah penyakit.12,15

Selain itu juga diperlukan modifikasi gaya hidup dengan melakukan kegiatan 3M

menguras, mengubur, menutup.Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi

makanan bergizi dan melakukan olahraga secara rutin.12,15

2.10 Prognosis

Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan pemantauan ketat

syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi, takipneu, dan kesadaran,

munculnya diuresis dan kembalinya nafsu makan.17

Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian,

tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkatkan kematian hingga

40%. Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom syok dengue

dengan renjatan berulang atau berkepanjangan. 18

19
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. ARP

Jenis kelamin : laki-laki

Umur : 19 tahun

Pekerjaan : pelajar

Status perkawinan : belum menikah

Tanggal masuk : 19 Desember 2017

No. RM : 01001283

KELUHAN UTAMA

Demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

 Demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, terus-menerus, tidak menggigil,

tidak berkeringat banyak

 muntah darah (-) perdarahan digusi (-)

 Bintik merah dikulit (+)

 Lemah letih sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit

 Pucat sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit

 Mual (+), muntah (+)

 Nafsu makan menurun sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit

 Nyeri pada sendi (+) sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit

20
 Nyeri kepala sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Riwayat sakit kuning (-)

2. Riwayat Hipertensi (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

RIWAYAT KEBIASAAN, SOSIAL EKONOMI

 Pasien seorang pelajar

PEMERIKSAAN FISIK

 Pemeriksaan umum

 Kesadaran : CMC

 Keadaan Umum : Sakit sedang

 Tekanan darah : 110/79mmHg

 Nadi : 84 x/menit

 Pernapasan : 22 x/menit

 Suhu : 36,8•c

 Kulit

Kulit warna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-), turgor kulit menurun, terdapat

ptekie di lengan atas.

 Kelenjar getah bening

21
Tidak ada pembesaran dan tidak ada nyeri tekan KGB pada daerah aksila, leher,

inguinal, dan submandibula

 Kepala

Normocephal

 Rambut

Berwarna hitam, tidak mudah dicabut

 Mata

Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

 Telinga

Deformitas -/-, pendengaran baik

 Hidung

Hidung bagian luar tidak ada kelainan, deviasi septum (-)

 Mulut

Oral hygiene kurang, faring hiperemis (-), T1/T1

 Leher

JVP 5-2 cm H2O, pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)

 Paru

- Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan statis dan dinamis

- Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), fremitus kiri = kanan

- Perkusi : sonor

- Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

 Jantung

1. Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

2. Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V tidak kuat angkat

22
3. Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial

LMCS RIC V

4. Auskultasi : irama reguler, murmur (-)

 Abdomen

5. Inspeksi : tidak tampak membuncit

6. Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri

lepas (-), ballotement -/-

7. Perkusi : timpani

8. Asukultasi : bising usus (+) normal

 Punggung

Nyeri tekan CVA (-), nyeri ketok (-)

 Alat kelamin

Diharapkan dalam batas normal

 Anus& Rektum

Melena (+), tumor (-)

 Anggota gerak

- Superior : teraba dingin, udem (-), refleks fisiologis +/+, refleks

patologis -/-

- Inferior : teraba dingin, udem (-), refleks fisiologis +/+, refleks

patologis -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

23
DIAGNOSA KERJA

DIAGNOSIS BANDING

ITP

TINDAKAN PENGOBATAN

 Istirahat / DL I

 O2 2-4L /menit

 IVFD RL 500 cc dalam 6 jam three way

 IVFD FimaHes 12 jam/kolf three way

 Paracetamol 4 x 500 mg

 Bolus prosogan 2,5ampul, lanjut drip prosogan 2,5 ampul dalam 500 cc NaCl 0,9%

dalam 10 jam

 Sukralfat syrup 3x cth I

 Koreksi KCl 40 mEq dalam 450 cc NaCl 0,9%

 Inj cefoperozon 2x1 gr IV

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Global strategy for dengue prevention and control 2012-2020. World Health
Organization, France; 2012.Hal.1-5.
2. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan tata laksana
infeksi virus dengue pada anak. Edisi 1. Badan Penerbit IDAI: 2104;hal.1-69.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 5 tahun 2014. Panduan praktis klinis bagi
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Hal.26-9.
4. Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. World Health Organization, 1997. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment
and control. WHO, Geneva.
6. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal 182. – 191.
7. WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorraghic Fever. India : WHO
8. Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan
Lingkungan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
9. Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC,hal
122-49.
10. Smith, Tracy. 2002. Dengue Virus. Nature Publishing Group.
11. Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus
Dengue. Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya
12. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, hal: 539-48. Jakarta: Interna Publishing. 2014.
13. Frans EH. Patogenesis infeksi virus dengue. Tersedia dari:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember
%202010/PATOGENESIS%20INFEKSI%20VIRUS%20DENGUE.pdf. Diunduh 5
Januari 2017.
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan praktis klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2014. Tersedia dari: http://fk.unila.ac.id/ wp-
content/uploads/2015/10/PPK-Dokter-di-Fasyankes-Primer.pdf. Diunduh 5 Januari
2017).
15. Shepherd Sm. Dengue. 2015 Tersedia dari: http://emedicine.medscape.
com/article/215840-overview. Diunduh 5 Jaunari 2017.
25
16. Fitri Sari A. Gejala Awal Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor Prediktor Syok
Pada Demam Berdarah Dengue di Instalasi Kesehatan Anak RS Dr. Sardjito. 2004.
Hal 10-11.
17. Wills Bridget. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome. 2001. Dengue
buletin vol 25. Hal 50-55.
18. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010. Hal.155-
181

26

Anda mungkin juga menyukai