Oleh:
Clarissa fiolly R. 1210312003
Ardis trianita adilla 1740312212
Suri hanifa efendi 1740312214
Preseptor:
dr. Dwitya elvira, Sp.PD
Penyakit dengue merupakan penyakit virus yang diperantarai vektor nyamuk yang
banyak terjadi di dunia. Selama lima dekade terakhir, insiden kejadiannya meningkat
sebanyak 30 kali lipat. WHO memperkirakan sebanyak 50-100 juta infeksi baru terjadi setiap
tahunnya pada lebih dari 100 negara endemik. Kejadian penyakit ini menyebar pada negara-
organisasi profesi telah berhasil menurunkan angka kematian 46% pada tahun 1968 menjadi
Dalam tiga dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit akibat infeksi
virus dengue. Kejadian luar biasa penyakit telah sering dilaporkan di berbagai negara.
Penyakit dengue terutama ditemukian di daerah tropis dan subtropis. Diperkirakan setiap
tahun sekitar 50 juta menusia terinfeksi virus dengue yang 500.000 di antaranya memerlukan
rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap adalah anak-anak. Indonesia merupakan
salah satu negara yang termasuk ke dalam kategori endemik tinggi.2,3 Indonesia menempati
urutan kedua pada laporan WHO pada 30 negara endemik infeksi dengue selama tahun
2004-2010.1
Penyakit dengue mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering
menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penangan yang terlambat. Suatu
data penelitan pada enam rumah sakit pendidikan di Indonesia, menunjukan bahwa angka
kematian kasus infeksi dengue yang dirawat adalah 1,39 persen. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa persentase kematian akibat demam dengue (DD), demam berdarah
dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD) masing-masing adalah 0,08%, 0,36%, dan
7,81%. Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan pasien
yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih berat, yaitu sindrom
syok dengue. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan pengetahuan serta keterampilan
tenaga kesehatan dalam tatalaksana kasus penyakit dengue agar terjadi penurunan angka
Karya tulis ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai sumber.
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom syok dengue
3
2.3 Epidemiologi
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta,
kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah
dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun
1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang
melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991.6
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di
sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari
golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus
golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
4
Gambar 2.1 Negara dengan resiko transmisi dengue7
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam berdarah
dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah padat,
serta mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam dengue dan
demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang menyimpulkan
demam dengue dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah kesehatan mayor,
tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk keempat serotype, dan
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi pada
tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi 59,02
per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum
5
Gambar 2.2 Grafik angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia.8
2.4 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.4,6
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan
6
tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik – bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100
meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.
Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon – pohon, tempat menampung air
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada
Gambar 2.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus7
2.5 Patogenenis
berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang
percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada
manusia. Hingga kini sebagaian besar masih menganut the secondary heterologous infection
hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat
7
terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi
kedua dengan virus serotype lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.6
Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti
atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar,
endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada
infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.11
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut.
Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel
komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit,
8
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma
sel.11
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari Ig G yang berfungsi
menghambat replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing – antibody dan neutralizing
antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yang dibedakan berdasarkan adanya
2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu
replikasi virus.
Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan menyebabkan
terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus.
Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe dengue
yang berbeda cenderung menimbulkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis adalah
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer
b. Antibodi non neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat pada
sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada
aferen.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah
terinfeksi
9
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus,
hati, lumpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter
perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel yang terkena
infeksi
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral
mekanisme efektor.
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon α dan
γ. Pada infeksi sekunder oleh virus dengue, Limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan
interferon α. Interferon α selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan
mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus
dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang akan menyebabkan
menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan
diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke
empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas
protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada “cross protectif” terhadap serotip
10
2.6 Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
Pada umunya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
2.7.1 Anamnesis
Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan) ditandai dengan demam bifasik akut
2-7 hari,nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri
perut, mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena.Faktor Risiko yang dapat ditemui
adalah: tinggal di daerah endemis dan padat penduduknya, pada musim panas (28-32 0C) dan
11
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemui tanda patognomonik untuk demam dengue, yaitu:15,16
c. Perdarahan mukosa
c. Perdarahan mukosa
e. Hepatomegali
f. Splenomegali
g. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan
asites.
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.12
a. Leukosit: Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relative(>45% dari total
leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
12
b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia (trombosit <100.000/ml) pada hari
hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai usia dan jenis kelamin dan atau
cairan. adanya kebocoran plasma, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
d. IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
e. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hri ke-14, pada infeksi
f. NS1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke-8.
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan.Pemeriksaan
foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini terpenuhi:12,15
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik/pola pelana
13
c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
perdarahan lain.
c. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat danlambat, tekanan
2.8 Tatalaksana
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
dalam penanganan kasus DBD.Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan
oral.Jika asupan oral pasien tidak dapat dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Terdapat
14
Gambar 2.7 Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di
unit gawat darurat
Gambar 2.8 Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat
15
Gambar 2.9.Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
16
Gambar 2.10 Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
17
Tatalaksana Sindrom Syok Dengue
Evaluasi ketat
Tanda
Evaluasi vital
ketat Tambahkantambahkan
koloid/plasma
koloid/plasma
TandaTanda
vital perdarahan Dekstran/FFP
dekstran/FPP
TandaDiuresis
perdarahan 10-2010-20
(max (max
30) ml/kgBB/jam
30) ml/kgBB/jam
Hb, Ht, trombosit
Diuresis
Hb, Ht, tosit
Stabil dalam 24 jam atau Ht <40
Koreksi asidosis
Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi
Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam/Ht <40
Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Tetesan 3 ml/kgBB/jam Ht turun Ht tetap tinggi/naik
Syok teratasi
Tetesan 3 ml/kgBB/jam 10-20ml/kgBB koloid
Infus stop tidak melebihi 48 jam tranfusi darah segar 10 ml/kgBB
Setelah syok teratasi diulang sesuai kebutuhan
Infus stop tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi Pertimbangkan Syok belum teratasi
pemakaian inotropik
dan koloid HES BM
100.000-300.000 D
18
2.9 Konseling dan Edukasi
pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakitdan tata laksananya, sehingga pasien
dapat mengerti bahwa tidak adaobat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi hanya
Selain itu juga diperlukan modifikasi gaya hidup dengan melakukan kegiatan 3M
2.10 Prognosis
Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan pemantauan ketat
syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi, takipneu, dan kesadaran,
tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkatkan kematian hingga
40%. Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom syok dengue
19
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Umur : 19 tahun
Pekerjaan : pelajar
No. RM : 01001283
KELUHAN UTAMA
Demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, terus-menerus, tidak menggigil,
Nyeri pada sendi (+) sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit
20
Nyeri kepala sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Kesadaran : CMC
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,8•c
Kulit
Kulit warna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-), turgor kulit menurun, terdapat
21
Tidak ada pembesaran dan tidak ada nyeri tekan KGB pada daerah aksila, leher,
Kepala
Normocephal
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
JVP 5-2 cm H2O, pembesaran tiroid (-), deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
Paru
- Perkusi : sonor
Jantung
2. Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V tidak kuat angkat
22
3. Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri 1 jari medial
LMCS RIC V
Abdomen
6. Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri
7. Perkusi : timpani
Punggung
Alat kelamin
Anus& Rektum
Anggota gerak
patologis -/-
patologis -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
23
DIAGNOSA KERJA
DIAGNOSIS BANDING
ITP
TINDAKAN PENGOBATAN
Istirahat / DL I
O2 2-4L /menit
Paracetamol 4 x 500 mg
Bolus prosogan 2,5ampul, lanjut drip prosogan 2,5 ampul dalam 500 cc NaCl 0,9%
dalam 10 jam
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Global strategy for dengue prevention and control 2012-2020. World Health
Organization, France; 2012.Hal.1-5.
2. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan tata laksana
infeksi virus dengue pada anak. Edisi 1. Badan Penerbit IDAI: 2104;hal.1-69.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 5 tahun 2014. Panduan praktis klinis bagi
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Hal.26-9.
4. Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. World Health Organization, 1997. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment
and control. WHO, Geneva.
6. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal 182. – 191.
7. WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorraghic Fever. India : WHO
8. Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan
Lingkungan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
9. Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC,hal
122-49.
10. Smith, Tracy. 2002. Dengue Virus. Nature Publishing Group.
11. Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus
Dengue. Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya
12. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6, hal: 539-48. Jakarta: Interna Publishing. 2014.
13. Frans EH. Patogenesis infeksi virus dengue. Tersedia dari:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Desember
%202010/PATOGENESIS%20INFEKSI%20VIRUS%20DENGUE.pdf. Diunduh 5
Januari 2017.
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan praktis klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia. 2014. Tersedia dari: http://fk.unila.ac.id/ wp-
content/uploads/2015/10/PPK-Dokter-di-Fasyankes-Primer.pdf. Diunduh 5 Januari
2017).
15. Shepherd Sm. Dengue. 2015 Tersedia dari: http://emedicine.medscape.
com/article/215840-overview. Diunduh 5 Jaunari 2017.
25
16. Fitri Sari A. Gejala Awal Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor Prediktor Syok
Pada Demam Berdarah Dengue di Instalasi Kesehatan Anak RS Dr. Sardjito. 2004.
Hal 10-11.
17. Wills Bridget. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome. 2001. Dengue
buletin vol 25. Hal 50-55.
18. Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010. Hal.155-
181
26