Kelas : GTL IV B
NIM : 14 528 092
OPERATOR KUANTUM
2.1 Pengertian
Operator adalah suatu instruksi matematis yang bila dikenakan atau dioperasikan pada
suatu fungsi maka akan mengubah fungsi tersebut menjadi fungsi lain. Untuk operator Oˆ dapat
ditulis sebagai
𝑂̂(𝑟⃗, 𝑡) = ′ (𝑟⃗, 𝑡)
(Tanda aksen ‘ bukan berarti diferensial atau turunan, tapi hanya untuk membedakan dengan
fungsi asalnya).
Sebelum mulai, marilah kita mengenal beberapa notasi integral yang akan dipergunakan.
Definit integral seluruh ruang atas operator sembarang yang terletak di antara dua buah fungsi
yaitu fm dan fn biasanya ditulis:
f m* A f n d = f m A f n = f m A f n = m A n (1-1)
Notasi (1-1) di atas diperkenalkan oleh Dirac, dan disebut notasi kurung. Bentuk integral di atas
juga sering ditulis:
*
f m A f n d = Am n (1-2)
Notasi untuk integral seluruh ruang atas dua buah fungsi fm dan fn ditulis:
fm
*
f n d = f m f n = f m f n = m n (1-3)
Karena f *
m f n d =f
* *
m f n d, maka:
*
m n = m n (1-4)
fm
*
1. f n d = 1 jika fm = fn dan fungsinya disebut ternormalisasi. (1-5)
fm
*
` f n d = 0 jika fm fn dan fungsinya disebut ortogonal (1-6)
Catatan:
fm
*
f n d juga boleh ditulis m n (Kronikle Delta) yang harganya = 0 jika fm fn dan
berharga 1 jika fm = fn
2. Jika : A = a dengan a bilangan konstan, maka disebut fungsi eigen sedang a
disebut nilai eigen atau: jika adalah fungsi eigen terhadap operator A , maka berlaku
hubungan: A = a dengan a adalah nilai eigen. (1-7)
dengan adalah fungsi keadaan sistem. Karena nilai rata-rata selalu merupakan bilangan real,
maka:
*
A = A
atau:
* *
A d = A d (1-9)
Persamaan (1-9) harus berlaku bagi setiap fungsi yang mewakili keadaan tertentu suatu
sistem atau persamaan (1-9) harus berlaku bagi setiap fungsi berkelakuan baik (well behaved
function). Operator linear yang memenuhi persamaan (1-9) itulah yang disebut operator Hermit.
Beberapa buku teks menulis operator Hermit sebagai operator yang mengikuti
persamaan:
*
f * Ag d = g (A f ) d (1-10)
untuk fungsi f dan g yang berkelakuan baik. Perlu dicatat secara khusus bahwa pada ruas kiri
persamaan (1-10), operator A bekerja pada fungsi g sedang di ruas kanan, operator bekerja pada
fungsi f. Dalam kasus khusus yaitu jika f = g maka bentuk (1-10) akan tereduksi menjadi bentuk
(1-9).
Ada dua hal penting yang termuat dalam pernyataan teorema 1 yaitu bahwa operator
yang dipergunakan adalah operator Hermit jadi harus mengikuti (1-9) dan ada pernyataan eigen
value, ini berarti bahwa fungsi yang dibicarakan adalah fungsi eigen, jadi hubungan (1-7)
berlaku. Untuk ini kita misalkan fungsinya adalah , dan karena A adalah operator hermit,
* * *
A d = A d (1-11)
Menurut (1-7) : A = a dengan a adalah nilai eigen untuk
A* * = a* * dengan a* adalah nilai eigen untuk *
* *
sehingga (1-11) dapat ditulis: a d = a* d
* *
Menurut (1-5) nilai d = d = 1, jadi: a = a*
Karena A adalah operator Hermit terhadap 1 dan 2 maka menurut (1-10) berlaku:
1
*
A 2 d = 2
*
A1 d
* * *
atau: 1 2
A d = 2 1 d
A (1-13)
1 2 2 1 d
* * *
a2 d = a1
1 2 2 1 d
* *
a2 d = a1 (1-14)
1 2 2 1 d , jadi persamaan (1-14) boleh ditulis:
* *
Menurut (1-4), d =
1 2 1 2
* *
a2 d = a1 d
1 2 1 2
* *
atau: a2 d - a1 d = 0
1 2
*
atau: (a2 - a1 ) d = 0 (1-15)
Jika a1 tidak sama dengan a2 maka dari (1-15) tersebut (a2-a1) tidak mungkin nol,
sehingga:
1 2
*
d = 0 (1-16)
1 2
*
Karena d = 0, maka 1 dan 2 ortogonal.
Jadi terbukti, jika dua buah fungsi eigen mempunyai nilai eigen berbeda terhadap
operator tertentu, maka kedua fungsi tersebut ortogonal. Yang menjadi pertanyaan sekarang
adalah, mungkinkah dua buah fungsi eigen yang independen, mempunyai nilai eigen yang sama?
Jawabnya adalah ya. Ini terjadi pada kasus degenerasi. Pada kasus ini, beberapa fungsi eigen
yang independen, mempunyai nilai eigen yang sama. Untuk dua fungsi eigen yang degenerate
atau yang nilai eigen-nya sama, maka kedua fungsi tersebut tidak ortogonal. Dengan demikian,
maka kita hanya boleh mengatakan bahwa dua fungsi eigen yang berhubungan dengan operator
Hermit adalah ortogonal jika kedua fungsi eigen itu tidak degenerate..
Setelah kita membicarakan ortogonalitas fungsi eigen dari operator Hermit, sekarang
akan kita bicarakan sifat penting lain dari fungsi tersebut; sifat ini mengijinkan kita untuk
mengubah bentuk sembarang fungsi F(x) menjadi kombinasi linear fungsi-fungsi eigen. Jika
kombinasi linear fungsi eigen itu adalah a11 + a22 + a33..... + ann, atau agar lebih singkat
~
kita tulis saja dengan bentuk a n n , maka ekspansi fungsi yang dimaksud adalah:
1
~
F(x) = a n n (1-22)
1
n F(x) dx
*
dengan : an = (1-23)
all x
~
m* F(x) = a n m* n (1-24)
1
~
m* F(x) dx = a n m* n dx
1
(1-25)
m n dx = m
*
n (1-26)
~
m* F(x) dx = an . m n (1-27)
1
~
a n . m n = a1. m 1 + a2 m 2 + ....a m m m + a m +1 m (m+1) +...
1
Jika indek m pada (1-28) diganti n maka persamaan (1-23) yang dicari diperoleh yaitu:
an = n* F(x) dx
all x
[A,B] = 0 (1-33)
Yang harus kita buktikan adalah: [A,B] = 0
Kita tahu: [A,B] = A B - B A (1-34)
[ A , B ]i = A B i - B A i
= A ( B i ) - B ( A i )
= A bi i - B ai i
= bi A i - ai B i
= bi ai i - ai bi i
[ A , B ] = bi ai - ai bi = 0 (terbukti) (1-35)
Perlu diingat A dan B yang dimaksud oleh teorema 4 hanya A dan B yang masing-
masing merupakan operator linear. Jika A dan B bukan operator linear maka keduanya bisa
tidak commute meskipun seandainya keduanya mempunyai fungsi eigen yang sama. Sebagai
contoh (,) yang kita bahas, adalah fungsi eigen dari operator L x dan operator L y tetapi
dengan k i adalah konstan. Persamaan (1-39) itu menyatakan bahwa fungsi g i merupakan fungsi
eigen dari operator B sebagaimana yang hendak kita buktikan.
Jadi, jika A dan B commute dan fungsi g i adalah fungsi eigen terhadap A maka g i juga
merupakan fungsi eigen dari B (Jadi Teorema 5 adalah kebalikan dari Teorema 4)
Teorema 6: Jika g i dan g j adalah fungsi eigen dari operator Hermite A dengan nilai eigen
berbeda (misal A g i = a i g i dan A g j = a j g j dengan a i a j ), dan jika B adalah
operator linear yang commute terhadap A , maka:
< g j B g i > = 0 atau g j B g i d = 0 (1-40)
s r
g j k i g i d = ki gj g i = k i . 0 = 0 (terbukti)
s r sr
Ada operator mekanika kuantum yang tidak dikenal dalam mekanika klasik, contohnya
adalah operator paritas. Marilah kita ingat kembali bahwa dalam osilator harmonis, kita
mengenal adanya fungsi genap dan ganjil. Akan kita lihat bagaimana sifat ini dikaitkan dengan
operator paritas.
Operator paritas, dapat dilihat dari efeknya apabila ia bekerja pada sembarang fungsi.
Operator ini akan mengubah tanda semua koordinat Cartessius, sehingga kita boleh
mendefinisikan: f ( x, y, z ) = f (-x, -y, -z)
Contohnya: ( x2 - 2 x. e-2y + 3 z3 ) = { (-x)2 -2 (-x). e2y + 3 (-z)3 }
= x2 + 2 x e2y - 3z3
Jika seandainya g i adalah fungsi eigen dari operator paritas dengan nilai eigen a i maka
kita dapat menulis: g i = a i g i (1-42)
2 f ( x, y, z ) = f ( x, y, z ) = f (-x, -y, -z) = f ( x, y, z )
Karena f nya fungsi sembarang maka 2 adalah operator satuan (unit Operator), jadi:
2 = 1 (1-43)
Sekarang, bagaimana jika kita gunakan 2 untuk (1-42) ? Hasilnya adalah:
2 g i = g i = a i g i = a i g i = a i2 g i (1-44)
Karena adalah unit operator, maka (1-44) menjadi:
g i = a i2 g i (1-45)
atau: ai = + 1 (1-46)
Karena ai adalah nilai eigen untuk 2 , maka nilai eigen untuk 2 adalah 1 dan -1. Perlu
dicatat bahwa hal ini berlaku untuk semua operator yang kuadratnya merupakan operator satuan.
Bagaimana fungsi eigen dari operator Paritas ? Kita lihat kembali persamaan (1-42)
gi = ai gi
Karena nilai eigen operator ini + 1, maka persamaan di atas dapat ditulis:
gi = + 1 gi (1-47)
g ( - x , - y, - z ) = -g ( x , y, z ) (1-51)
Manakala operator paritas commute dengan operator Hamilton maka semua fungsi yang
eigen terhadap operator Hamilton pasti eigen juga dengan operator paritas. Kita ambil saja
himpunan fungsi i adalah fungsi eigen terhadap operator H . Kemudian, jika operator paritas
dan Hamilton commute, kita boleh menulis:
[ , H ] = 0 (1-52)
dan juga boleh menyatakan bahwa i adalah fungsi eigen bagi operator paritas tidak peduli
fungsi tersebut ganjil atau genap. Untuk sistem partikel tunggal,
2 2 2 2
[ H , ] = [ (- V ), ] = [- , ] + [ V, ]
2m x 2 2m x 2
2 2
= - [ , ] + [ V, ] (1-53)
2 m x 2
2
Harga [ , ] adalah 0, ini dengan mudah dapat dibuktikan sebagai berikut:
x 2
2 2 2
[ , ] F(x) = F(x) - F(x)
x 2 x 2 x 2
2
= F(-x) - F(-x)
x 2 x x
2 2
= F( x) - F(-x) = 0
x 2 x 2
[ H , ] = [ V, ] (1-54)
Nilai (1-55) ditentukan oleh fungsi energi potensial. Jika fungsi energi potensial adalah fungsi
genap, maka V(x) = V(-x), maka (1-55) menjadi:
[ V(x), ] = 0 sehingga (1-54) menjadi:
[H , ] =0 (1-56)
Ini berarti:
Teorema 7: Jika fungsi V adalah fungsi genap, maka H dan adalah commute, sehingga kita
dapat memilih sembarang fungsi gelombang stasioner baik genap maupun ganjil
sebagai fungsi eigen dari kedua operator tersebut.
Fungsi genap atau ganjil yang merupakan fungsi eigen bagi kedua operator Hamilton dan
paritas itu disebut fungsi definit paritas.
Jika semua energi levelnya adalah nondegenerate (umumnya memang benar untuk sistem
partikel tunggal) berarti hanya ada satu fungsi gelombang independen yang berhubungan dengan
masing-masing energi level. Jadi untuk kasus nondegenerate, maka fungsi gelombang stasioner
yang fungsi energi potensialnya fungsi genap adalah definit paritas. Sebagai contoh fungsi
gelombang osilator harmonis adalah definit paritas karena fungsi energi potensialnya ½ kx2
(fungsi energi potensial genap).
Jika energi level degenerate, berarti tidak cuma satu fungsi gelombang independen yang
memiliki nilai eigen tersebut. Dengan demikian kita memiliki banyak sekali pilihan fungsi
gelombang sebagai akibat dari kombinasi linear dari fungsi-fungsi degenerasi itu.
Kita telah menurunkan fungsi eigen untuk operator momentum linear dan momentum
angular. Pertanyaan kita sekarang adalah, bagaimana fungsi eigen untuk operator posisi ?
Operator posisi ditulis x yang operasinya adalah x kali atau
x = x.
Jika fungsi eigen posisi kita misalkan g(x) dan nilai eigennya a, maka:
x g(x) = a g(x) atau:
(x - a) g(x) = 0 (1-74)
Kesimpulan di atas membawa kita kepada pemikiran mengenai sifat g(x), yaitu bahwa seandainya
fungsi state = g(x), dan jika dilakukan pengukuran terhadap x, maka kemungkinan hasilnya
adalah a, dan itu hanya benar jika probabilitas nya 2 adalah nol untuk x a agar memenuhi
(1-89). Sebelum membahas lebih lanjut mengenai fungsi g(x), akan diperkenalkan fungsi
Heaviside step H(x) yang definisinya (gambar 1-1)
H(x)
1
1/
2 x
Selanjutnya akan diperkenalkan fungsi Delta Dirac (x) yang merupakan turunan dari fungsi
Heaviside step.
Sekarang kita perhatikan (1-90). Jika x diganti x - a, maka (1-90) akan menjadi lebih umum,
yaitu dalam bentuk:
atau:
~
f(x) (x-a) dx
~
Jadi:
~ ~ ~
f H
f (x) (x-a) dx =
( x) (x - a) ~
- H(x-a) f '(x) dx
~ ~
~ ~
f (x) (x-a) dx = f (~) - H(x-a) f '(x) dx (1-84)
~ ~
~ ~
f (x) (x-a) dx = f (~) - H(x-a) f '(x) dx (1-85)
~ a
~
Suku H(x-a) f '(x) dx pada (1-84) adalah ∫V dU jadi (1-84) menjadi:
a
~
f(x) (x-a) dx = f(a) (1-86)
~
Jika kita bandingkan (1-86) dengan persamaan j Cj ij = Ci kita dapat melihat bahwa peran
fungsi delta Dirac dalam integral sama dengan peran Kronecker delta dalam jumlah atau sigma.
~
(x-a) dx = 1 (1-87)
~
Sifat dari fungsi delta Dirac sama dengan sifat (1-75) dan (1-76), dari fungsi eigen posisi g(x).
Dengan demikian secara tentatif dapat dinyatakan bahwa fungsi eigen posisi adalah: