Anda di halaman 1dari 12

Bab I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik, dan atau
sama atau melebihi 90 mmHg diastolic pada seseorang yang tidak sedang makan obat
antihipertensi. Hipertensi biasanya merupakan peningkatan kronis dari tekanan darah yang
lebih dari 140/90 mmHg, etiologinya 90 – 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial) .
Walaupun Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, gawat darurat pada Hipertensi jarang
terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekenan
tertentu (maintenance drug therapy). Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan
arterial sistemik yang menetap tinggi merusak target organ (end organ), misalnya encefalopati,
beban jantung berlebihan (cardiac overload) atau memperburuk masalah yang mendasarinya.
Faktor resiko kardiovaskular antara lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik,
dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan >65 tahun),
riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular. Pemeriksaan penunjang yang membantu
yaitu urinalisis, tes pungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG, dan
berdasarkan penyakit penyerta.

Pada kelompok umur dewasa termasuk yang lebih dari 70 tahun, semakin tinggi tekanan
darah sistolik dan diastolic maka semakin besar resiko terkena stroke dan gagal jantung
kongestif. Tekanan darah sistolik menjadi prediksi angka kesakitan yang lebih baik dibandingkan
dengan tekanan darah diastolic. Beberapa klasifikasi penggolongan hipertensi dapat digunakan
untuk menangani penderita.

Pencegahan primer hipertensi dapat dilakukan dengan intervensi pola hidup pada
populasi umum dan populasi khusus (populasi yang mempunyai resiko tinggi). Intervensi efektif
untuk pencegahan primer termasuk mengurangi konsumsi natrium dan alcohol, menurunkan
berat badan, serta olahraga teratur.
Bab II

DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Definisi Krisis Hipertensi secara umum adalah terjadinya peningkatan tekanan darah
diastolik (TDD) >120 mmHg. Termasuk dalam kategori ini adalah pasien yang menderita
hipertensi emergensi, hipertensi urgensi atau hipertensi berat.

Istilah “krisis” seolah-olah menggambarkan diperlukannya suatu tindakan yang segera


harus dilakukan, padahal untuk dua kategori terakhir (hipertensi urgensi dan hipertensi berat)
menurunkan tekanan darah (TD) dengan cepat merupakan kontra indikasi, sehingga ada yang
mengusulkan agar terminology krisis tersebut ditinjau kembali.

Kelainan yang terjadi pada hipertensi emergensi secara keseluruhan berhubungan


dengan tekanan darah diastole >120 mmHg, walaupun demikian tidak semua pasien yang
dating dengan hipertensi berat merupakan hipertensi emergensi. Penting bagi seorang dokter
untuk dapat mengenal perbedaan antara hipertensi emergensi dan hipertensi berat sehingga
penurunan tekanan darah yang terlalu cepat bahkan sampai mencapai TD normal terutama bila
tidak disertai kerusakan organ target (KOT) yang akut malahan akan berakibat fatal. Perlu
dipahami pula pada pasien yang menderita hipertensi kronis tidak terkontrol dalam jangka lama
akan juga menderita KOT yang kronis. Pasien hipertensi yang sebelumnya tidak pernah diobati
atau pengelolaannya tidak baik cenderung untuk mengalami kenaikan TD yang mendadak
menjadi tinggi. Pasien-pasien dengan hipertensi sekunder juga merupakan pasien-pasien yang
memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadi peningkatan TD yang mendadak apabila dibandingkan
dengan pasien-pasien hipertensi esensial.

Hipertensi emergensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDD >120 mmHg yang
disertai KOT yang akut (system saraf pusat, jantung atau ginjal). Pada keadaan ini diperlukan
penurunan TD dalam hitungan menit sampai jam menggunakan obat-obat parenteral dan
memerlukan pemgelolaan di ICU.
Hipertensi urgensi adalah terjadinya hipertensi dengan TDD >120mmHg tapa disertai
KOT akut. Ciri khas hipertensi urgensi adalah adanya hipertensi yang berat dapat disertai atau
tanpa disertai keluhan-keluhan sakit kepala hebat, rasa cemas atau sesak nafas. Pada
pemeriksaan fisik tidak menggambarkan adanya ancaman KOT. Pada keadaan ini diperlukan
penurunan TD dalam waktu 24-48 jam menggunakan obat oral dan tidak memerlukan
perawatan intensif. Definisi ini masih menjadi masalah oleh karena pada keadaan ini tidak
terjadi KOT yang akut dan masih dipertanyakan apakah penurunan tekanan darah memang
harus dilakukan dalam 24-48 jam. Kata urgensi sebenarnya hanya pemikiran dokter semata
untuk menurunkan TD segera dan bukan merupakan keluhan yang sebenarnya terjadi pada
pasien.

Hipertensi berat didefinisikan sebagai TD sistolik >180mmHg dan TDD >110mmHg.


Seperti pada hipertensi urgensi kuncinya adalah tidak terdapat KOT yang akut dan memerlukan
penurunan TD secara bertahap menggunakan terapi kombinasi obat anti hipertensi oral dalam
jangka waktu tertentu. Pasien-pasien dalam kategori ini harus dievaluasi dengan baik terhadap
kemungkinan adanya kelainan jantung, ginjal atau penyebab hipertensi lainnya.

Hipertensi maligna adalah terminologi yang tua dan tidak dipergunakan lagi. Keadaan ini
menghubungkan kenaikan TD dengan retinopati Keith-Wagener-Barker stadium IV
(papiledema, perdarahan retina dan eksudasi retina). Istilah diatas biasa dipergunakan untuk
menggambarkan hipertensi emergensi dengan kelainan sistem saraf pusat.

Hipertensi akselerasi adalah keadaan yang menghubungkan kenaikan TD dengan


retinopati Keit-Wagener-Barker stadium III (perdarahan retina, eksudasi retina dan
papiledema). Klasifikasi retinopati Keith-Wagener-Barker tidak menggambarkan secara akurat
dari beratnya kenaikan TD sehingga terminologi tersebut sudah jarang dipergunakan lagi.
BAB III

PATOFISIOLOGI HIPERTENSI EMERGENSI

Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua
peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :
1. Peran langsung dari peningkatan TD
Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi gangguan
autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik yang
menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi secara
terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut
terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang
terusmenerus disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu
siklus (vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan
beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses
hipertensi yang mendasarinya.
Bila peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial
pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi
diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran
kenaikan TD ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot
polos yang lama, akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai
berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger
oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial
adhesion molecule dan endhoteli-1.
Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial,
menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang
teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan
materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin
meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial
pembuluh darah yang makin parah dan meluas.
2. Peran mediator endokrin dan parakrin
Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)
memegang peran penting dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan
renin dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula
meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga
volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula
dengan terjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan
TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi
hipovolemia dan akan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor
angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat
atau krisis hipertensi.
BAB IV

DIAGNOSIS KRISIS HIPERTENSI

Diagnosis tekanan darah tinggi berdasarkan hasil pengukuran tekanan sistolik adalah
suara fase 1 dan tekanan diastolic adalah suara fase 5 (Nicolai Sergeyevich Korotkoff).
Pengukuran dilakukan pada lengan atas dengan menggunakan cuff yang meliputi (melingkari)
minimal 80 % lengan atas (di pertengahan antara acromium dan procecus olecranon, tepi
bawah cuff paling sedikit 1 inci di atas fossa antecubiti) pada pasien dengan posisi duduk dan
telah beristirahat paling sedikit 5 menit.

Klasifikasi tekanan darah tinggi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah
yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan oleh individu yang sama dengan selang waktu 30
detik setelah pengukuran pertama (dapat lengan yang sama ataupun yang sebelahnya, pada
kunjungan pertama harus pada ke dua lengan) pada 2 kunjungan atau lebih.

Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan oleh peningkatan stroke volume atau
penurunan compliance dari aorta. Peningkatan tekanan darah diastolik disebabkan oleh
peningkatan peripheral resistance, antara lain vasokontriksi dan kerusakan tunika intima.

KLASIFIKASI HIPERTENSI JNC VI I

KLASIFIKASI SISTOLE DIASTOLE


Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 90-99
Hipertensi Stadium II >160 100-109

Sebenarnya tidak terdapat tekanan darah yang tertentu merupakan krisis hipertensi,
namun merupakan kombinasi pemburukan cepat pada satu atau lebih organ vital (susunan
saraf pusat, kardiovaskuler, ginjal) disertai peningkatan tekanan darah yang tidak sesuai.
Perburukan cepat artinya jika tidak diberikan terapi secara efektif dalam waktu tertentu,
terdapat kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan. Hipertensi ini memerlukan penurunan
tekanan darah segera meskipun tidak perlu menjadi normal, untuk membatasi mencegah
terjadinya kerusakan organ sasaran.
Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah
segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah
bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. Krisis hipertensi dibagi menjadi
dua jenis, yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.
Hipertensi emergensi, situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera
dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau
progresif. Kerusakan yang dapat terjadi antara lain :
1. Neurologik: Encephalopati Hipertensi, stroke hemoragik (intraserebral atau subdural)
atau iskemik, papil edema.
2. Kardiovaskuler: Unstable angina, infark miokardium akut, gagal jantung dengan edema
peru, diseksi aorta.
3. Renal: Proteinuria, hamaturia, gagal ginjal akut, krisis ginjal scleroderma.
4. Mikroangiopati: anemia hemolitik.
5. Preeklampsia dam eklampsia.

Riwayat penyakit ditujukan pada system neurologist dan kardiovaskular, medikasi dan
penggunaan obat. Keluhan neurologi mungkin dramatik, tetapi sering kali berupa gejala yang
tidak spesifik seperti nyeri kepala, malaise, dan persepsI yang samar-samar tentang
kemampuan mental, dan merupakan satu-satunya tanda dekompensasi SSP akut. Riwayat
penyakit SSP atau serebrovaskular sebelumnya harus dicari, karena komplikasi terapetik lebih
sering terjadi pada pasien dengan riwayat penyakit tersebut.
Hipertensi Urgency, situasi di mana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna
(ada yang menyebut tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 125
mmHg) tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target organ progresif dan tekanan darah
perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan Hipertensi Urgency tidak
berbeda dengan penyakit lainnya:
1. Amamnesis.
Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-
rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal,
riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan.
2. Pemeriksaan Fisik.
a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi perifer
(raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih dengan nadi
femoral, radial-femoral pulse leg)
b. Mata: Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang
hebat arteriol.
c. Jantung: Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantung S3
dan S4 serta adanya murmur.
d. Paru: Perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF.
e. Status neurologik: Pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya defisit
neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologis dan
patologis.

3. Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit
penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain ; pemeriksaan
elektrolit, Blood Urea Nitrogen, glukosa darah, kreatinin, urinalisa, dan hitung jenis
komponen darah. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT Scan.
BAB V

PENATALAKSANAAN KRISIS HIPERTENSI

Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan


yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan
darah sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan
merupakan tujuan pengobatan.

Tujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target


akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan.
Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek
penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan
menurunkan tekanan arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah
diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian
tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah
diukur setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat
menyebabkan iskemia renal, cerebral dan miokardium. Pada stroke penurunan tekanan darah
hanya boleh 20 % dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap
bila tekanan darah > 220/130 mmHg.

Tujuan pengobatan Hipertensi Urgency adalah penurunan tekanan darah sama seperti
Hipertensi emergency, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam. Setelah target tercapai harus
diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang. Antihipertensi yang dipilih dapat per oral atau
parenteral sesuai fasilitas yang tersedia.
OBAT – OBAT PADA HIPERTENSI EMERGENSI DAN URGENSI

No Nama Obat Cara Kerja Dosis Onset Durasi Efek Samping Catatan
0.25-10 Mual, muntah,
Hati-hati
Natrium µg/kg/menit tremor,
1 Vasodilator Segera 3 – 5 menit dengan TTIK
Nitropusid Drip IV berkeringat,
atau azotemia
(Max 10menit) hipotensi

20 – 40 mg tiap
GI Tract,
10 menit
bronkospasme,
Labetalol α dan β IV bolus sampai 5 – 10 Kecuali Gagal
2 3 – 6 jam hipotensi,
Hidroklorida Blocker 300mg, menit Jantung
bradikardia, blok
0,5 – 2,0 mg
jantung
infus
5 mg/jam,
dinaikan 1 – 2,5 Takikardia, sakit Dapat
Nikardipin Calcium Channel 1–5
3 mg/jam setiap 3 – 6 jam kepala, flushing, presipitasi
Hidroklorida Blocker menit
15 menit sampai flebitis lokal iskemia miokard
15 mg/jam
Takikardia
Hipotensi
Fenoldopam Agonis dopamin 0,1-1,6 Hati-hati pada
4 4-5 menit <10 menit Peningkatan
mesilat reseptor µg/kg/menit IV glaukoma
tekanan intra
okuler
Mual
Muntah Indikasi khusus
0,25-5
5 Nitrogliserin Vasodilator 2-5 menit 2-5 menit Sakit kepala pada iskemia
µg/kg/menit IV
Met- miokard
Hemoglobulinuria
Indikasi khusus
1,25-5 mg setiap pada gagal
6 Enalaprilat ACE Inhibitor 15 menit 6 jam Respon bervariasi
6 jam IV ventrikel kiri,
hindari IMA
Hidralazin 10-20 mg IV 10-20 2-6 jam Takikardia Indikasi khusus
7 Vasodilator
hidrolorida menit Sakit kepala pada eklampsia
Flushing
10-50 mg IM 20-30 Muntah
menit Angina memberat
50-150 mg IV
bolus, dapat
diulang setiap 5- Takikardia
15 menit, atau Flushing Pada CAD dan
8 Diazoksid Vasodilator 1-2 menit 4-24 jam
15-30 mg/menit Mual diseksi aorta
infus sampai Nyeri dada
maksimum
600mg

500 µg/kg bolus


Indikasi khusus
dalam 1 menit, Keluhan GI tract
Esmolol 10- pada diseksi
9 Β Blocker dilanjutkan 25- 1-2 menit Bradikardia
hidroklorida 30menit aorta dan
200 µg/kg/menit Hipotensi
perioperatif
infus
10-80 mg IV Hipokalemia
10 Furosemid Diuretik 15 menit 4 jam
Bolus Hipotensi
Hipotensi
Indikasi khusus
Ganglionik Ileus
11 Trimetaphan 0,5-5 mg/menit 1-3 menit 10 menit pada diseksi
Blocker Retensio urin
aorta
Gagal napas
Hipotensi
Takikardia
Diawali 10 mg,
Calcium Channel Sakit kepala Response tidak
12 Nifedipine dapat diulang 15 menit 2-6 jam
Blocker Angina dapat diprediksi
setelah 30 menit
Miokardial Infark
Stroke
Diawali 0,1-0,2
mg, lalu 0,1 mg
Simpatolitik 30-60 Rebound
13 Clonidine setiap jam 6-8 jam Sedasi
Sentral menit phenomenon
sampai 0,8 mg
(oral)
14 Captopril ACE Inhibitor 12,5-25 mg oral 15-30mnt 4-6 jam Hipotensi
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasper, D., and friends (2005). Harrison’s principles of internal medicine.


USA: Mc Graw Hill
2. McPhee, S., Papadakis, M. (2009). Current medical diagnosis & treament
48th Edition. USA: Mc Graw Hill
3. Sudoyo, A., and friends (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi V.
Jakarta: Internal Publishing

Anda mungkin juga menyukai