Anda di halaman 1dari 5

I.

SIFAT FISIK
Sifat – sifat fisik aspal meliputi Penetration Index (PI), Softening Point (SP),
Termoplastis, Kekakuan (Stiffness), Viscositas.

A. Penetration Index (PI)


Penetration Index (PI) merupakan suatu indeks pengukuran kepekaan bitumen
terhadap temperature, tergantung pada proses pembuatan dan bahan baku aspal. Semakin
rendah PI menunjukkan bahwa bitumen tersebut peka terhadap perubahan suhu sedangkan
PI yang tinggi menunjukkan bahwa bitumen tersebut tidak peka terhadap perubahan suhu.
Penetration Index (PI) juga mempengaruhi modulus kekakuan suatu bitumen
dimana semakin rendah PI maka modulus kekakuannya semakin tinggi, demikian pula
sebaliknya.
Penetuan Penetration Index (PI) dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut:
PI = (20 – 500A)/(1 + 50A)
A = ((log (pen T1) – log (pen T2)) / (T1- T2)

B. Softening Point (SP)


Titik lembek / Softening Point adalah temperatur pada saat dimana aspal mulai
melunak / melembek. Titik lembek dperoleh melalui tes dimana suhu pada saat bola baja
dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal tertahan dalam cincin berukuran
tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada
tinggi 2,54 cm.
Bitumen dengan titik lembek tinggi kurang peka terhadap perubahan temperature,
dan tidak banyak mengalami perubahan / deformasi karena perubahan temperature,
sehingga baik digunakan untuk pengikat konstruksi. Untuk mencapai umur pelayanan
yang direncanakan bitumen diusahakan tidak mengalami terlalu banyak pengerasan
(hardening) pada saat konstruksi maupun in service.
Akibat dari pengaruh tersebut bitumen akan:
 Mengeras
 Penetrasi turun
 Softening point naik
 Penetration index naik

C. Termoplastis
Bitumen adalah material yang termoplastis, yang akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur
bertambah. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap jenis bitumen berbeda-beda, yang
dipengaruhi oleh komposisi kimiawinya walaupun mempunyai nilai penetrasi atau
viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Kepekaan terhadap temperature akan
menjadi dasar perbedaan umur bitumen untuk menjadi retak / mengeras. Pemeriksaan sifat
kepekaan bitumen terhadap perubahan temperature perlu dilakukan, sehingga diperoleh
informasi rentang temperature yang baik untuk pelaksanaan pekerjaan. Parameter
pengukur kepekaan bitumen terhadap temperature adalah Index Penetrasi (PI).
Dalam masa layanan dapat terjadi suatu gangguan / kerusakan, walaupun
sebenarnya dari segi umur bitumen masih layak. Kejadian ini banyak dipengaruhi faktor
eksternal seperti: temperature lingkungan (cuaca), beban lalu-lintas dan proses
pelaksanaan pekerjaan yang kurang memenuhi syarat teknis. Deformasi permanen
(Rutting) atau Fatting Up (Bleeding) dapat terjadi pada permukaan perkerasan akibat suhu
yang terlalu tinggi dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya pada temperatur yang
sangat rendah (misal pada Negara-negara dengan musim dingin) dapat terjadi Cracking
atau Fretting.
Untuk di Negara-negara tropis seperti Indonesia yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana distribusi temperatur harian maupun tahunan mempunyai pengaruh penting
pada kinerja perkerasan. Jika beban lalu lintas puncak terjadi pada malam hari ketika
temperatur rendah, maka dapat terjadi reduksi umur permukaan bitumen karena sifat kaku
dan getas bitumen. Karena itu volume lalu-lintas, kisaran waktu beban puncak lalu-lintas
dan kisaran temperatur, harus dipertimbangkan dalam perancangan campuran bitumen.
Macam-macam kerusakan pada perkerasan jalan yang terjadi karena pengaruh
temperatur :
A. Temperatur Panas
1. Deformasi permanen (Rutting)
2. Fatting up (Bleeding)
B. Temperatur Dingin
1. Cracking
Terdapat beberapa jenis Cracking sebagai berikut :
a. Thermal cracking
b. Load associated cracking
c. Reflective cracking
2. Fretting
Ada beberapa macam jenis Fretting sbb :
a. Fretting pada jenis Macadam Wearing Course (Asphalt Concrete) :
 Superficial fretting
 Severe Fretting
 Ravelling
b. Fretting pada Hot Rolled Asphalt (HRA) :
 Superficial fretting dari asphalt mortar
 Severe fretting dari asphalt mortar dan kehilangan chipping
 Loss of chipping dan fretting pada mortar

D. Kekentalan (Viscositas)
Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluid terhadap perubahan
bentuk di bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai "kekentalan", atau penolakan
terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dan
dapat dipikir sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekan fluid. Air memiliki viskositas
rendah, sedangkan minyak sayur memiliki viskositas tinggi.
Setiap benda yang bergerak relatif terhadap benda lain selalu mengalami gesekan
(gaya gesek). Sebuah benda yang bergerak di dalam fluida juga mengalami gesekan. Hal
ini disebabkan oleh sifat kekentalan (viskositas) fluida tersebut. Koefisien kekentalan
suatu fluida (cairan) dapat diperoleh dengan menggunakan percobaaan bola jatuh di dalam
fluida tersebut. Indeks kekentalan atau indeks viskositas adalah perubahan nilai viskositas
akibat adanya perubahan temperatur. Perubahan ini timbul akibat adanya perubahan ikatan
molekul yang menyusun fluida tersebut. Akibatnya, apabila sebuah fluida, misalnya
minyak pelumas, dikenakan sebuah temperatur yang berbeda, maka kekentalannya akan
berubah. Perubahan tersebut tergantung dari sifat fisika maupun kimia fluida tersebut. Ada
fluida yang jika terkena temperatur tinggi akan semakin mengental dan ada pula yang
semakin encer.
Viskoelastisitas aspal – Aspal adalah suatu material yang bersifat viskoelastis
dimana sifatnya akan berubah tergantung pada temperatur atau waktu pembebanan. Sifat
viskoelastis aspal penting diketahui untuk menentukan pada temperatur berapa
pencampuran aspal dengan agregat harus dilakukan agar didapatkan campuran yang
homogen dimana semua permukaan agregat dapat terselimuti oleh film aspal secara
merata dan aspalnya mampu masuk ke dalam pori-pori agregat sehingga membentuk
ikatan kohesi yang kuat. Selain itu, pengetahuan tentang sifat viskoelastis aspal juga
berguna untuk mengetahui pada temperatur berapa pemadatan dapat dilakukan dan kapan
harus dihentikan. Bila pemadatan dilakukan pada temperatur dimana kondisi aspal masih
sangat viskos, maka pada saat pemadatan akan terjadi pergeseran campuran beraspal
karena campuran tersebut belum cukup kaku untuk memikul beban dari alat pemadat.
Sebaliknya, bila pemadatan dilakukan pada temperatur yang sangat rendah dimana
campuran sudah bersifat kurang elastis (cukup kaku) maka pemadatan yang diberikan
tidak lagi akan menaikan kepadatan campuran tetapi justru akan merusak atau mungkin
menghancurkan campuran tersebut. Hal ini disebabkan karena pada campuran beraspal
yang sudah cukup kaku, agregat pembentuknya sudah terikat kuat oleh aspal dan aspalnya
tidak lagi berfungsi sebagai pelumas untuk relokasi agregat, sehingga energi pemadatan
yang diberikan sudah tidak mampu lagi memaksa partikel agregat untuk bergerak
mendekat satu dengan yang lainnya tetapi energi ini justru akan menghancurkan ikatan
antara agregat dengan aspal yang sudah terbentuk sebelumnya.
Semakin tinggi berat molekul maka akan semakin tinggi viskositasnya. Dalam
hubungan antara susunan bitumen dan rheologi dengan menganggap kandungan
asphaltenes konstan apa bila menambah resin membuat bitumen menjadi lebih keras,
menurunkan penetration indek dan kepekaan terhadap geser tetapi menaikan viskositas.
Pada temperatur konstan penambahan asphaltenes menambah viskositas dari bitumen,
asphaltenes yang berbentuk spherical (bulat) peningkatan viskositas menjadi lebih besar
karena asphaltenes saling berinteraksi dengan medium pelarutnya, pada suhu yang tinggi
ikatan hydrogen rusak dan viskositas turun, namun ketika suhu turun lagi maka
asphaltenes akan membentuk ikatan-ikatan lagi dan berinteraksi dengan yang lain
sehingga timbul partikel asphaltenes yang baru.
Pada dasarnya perubahan viskositas utamanya disebabkan proses pencampuran
dan pemadatan, viskositas yang optimal pada saat pencampuran adalah 0,2 Pa.s (2 Poise),
dan ideal pemadatan viskositas yang optimal adalah 5 Pa.s (50 Poise). Bitumen dengan
kepekaan yang tinggi terhadap temperatur mempunyai range yang lebih sempit untuk
mencapai viskositas tertentu. Terjadinya deformasi faktor utamanya adalah viskositas.

E. Kekakuan (Stiffness)
Bitumen adalah bahan yang bersifat viscoelastis dan deformasi yang terjadi karena
pengaruh dari temperatur dan waktu pembebanan yang lama akan berubah menjadi lunak,
sedangkan pada temperature rendah dan waktu pembenanan yang pendek akan bersifat
padat.
Sifat kekakuan bitumen sangat diperlukan karena bitumen yang mengikat agregat
akan menerima beban yang cukup besar dan berulang – ulang. pada proses pelaksanaan
terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas atau viskositas bertambah tinggi.
peristiwa perapuhan terus terjadi setelah masa pelaksanaan selesai. selama masa
pelayanan, aspal mengalami okssidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi aspal
yang menyelimuti agregat. semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan
aspal yang terjadi dan demikian juga sebaliknya.
Untuk menunjukkan sifat kekakuan pada aspal maka Van Der Poel
memperkenalkan konsep modulus kekakuan sebagai parameter dasar dalam sifat fisik
aspal. Yang dinyatakan sebagai modulus kekakuan dalam suatu waktu pembebanan adalah
rasio antara tegangan yang terjadi dengan regangan yang terjadi dalam suatu waktu
pembebanan.
Bitumen dengan PI lebih tinggi memiliki sifat yang lebih kaku pada temperatur
yang lebih tinggi dan waktu pembebanan yang lebih lama, demikian pula sebaliknya. Pada
temperatur yang tinggi atau pembebanan yang lama maka modulus kekakuan akan
mengalami penurunan sehingga dapat menimbulkan deformasi permanen pada permukaan
jalan semakin mungkin terjadi.

Sebagai salah satu material pembentuk perkerasan lentur, aspal/bitumen/asphalt


harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya kekakuan (stiffness) yang cukup, sifat
mudah dikerjakan (workability), kuat tarik (tensile strength) yang cukup dan adesi
(adhesion), serta tahan terhadap cuaca. Hal ini penting karena sifat dasar aspal visco-
elastic yang sangat dipengaruhi oleh temperatur dan lama pembebanan.
 Kekakuan (stiffness)
Stiffness yang cukup akan dapat membantu aspal akibat sifat visco-elastic nya yang
sangat berpengaruh oleh temperatur dan lama pembebanan.
 Mudah dikerjakan (workability)
Workability sangat membantu dalam pelaksanaan penggelaran dan memudahkan
dalam memadatkan untuk memperoleh lapis yang padat kompak.
 Kuat tarik (tensile strength) dan Adesi (adhesion)
Sifat ini sangat diperlukan agar lapis perkerasan yang dibuat akan tahan terhadap retak
(cracking), Pengulitan (freeteng), goyah (raveling)
 Tahan terhadap cuaca
Sifat ini diperlukan agar aspal tetap memiliki tahanan terhadap perubahan cuaca,
misalnya konsistensi gesek (skid resitance) tidak banyak berubah akibat cuaca,
sehingga kondisi permukaan jalan dapat memenuhi kebutuhan lalu lintas serta tahan
lama.

Penetrasi aspal menunjukan tingkat kekerasan aspal. Prosedur pemeriksaan mengikuti PA –


03-01-76 atau AASHTO T49-80. Besar penetrasi diukur dan dinyatakan dalam angka
kelipatan 0,1 mm.

Titik lembek aspal adalah temperatur di mana suatu lapisan aspal yang diletakkan horisontal
di dalam larutan air yang dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja
dengan diameter 9,53 mm seberat 3,5 gram yang diletakkan di atasnya hingga lapisan aspal
tersebut jatuh menyentuh plat dasar.
Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan LASTON 1987 disebutkan bahwa titik lembek aspal
berkisar antara 48 oC sampai 58 oC. Titik lembek untuk setiap hasil produksi aspal tidaklah
sama. Temperatur tersebut dapat diperiksa dengan prosedur PA 0302-76, di mana cara
kerjanya seperti disebutkan di depan.

Dua macam aspal yang memiliki penetrasi yang sama belum tentu mempunyai nilai titik
lembek yang sama pula. Aspal yang memiliki titik lembek tinggi kurang peka terhadap
perubahan temperatur dan lebih baik untuk pengikat konstruksi perkerasan. Ketidaksamaan
titik lembek masing-masing percobaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Benda uji yang terdapat dalam cincin kurang rata.
b. Kurang cermat dalam mengatur jarak antara permukaan plat dasar dengan dasar benda uji
hingga  25,4 mm.
c. Kurang teliti dalam membaca suhu.

Anda mungkin juga menyukai