Anda di halaman 1dari 6

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP PEMBERIAN INFORMASI

OBAT OLEH TENAGA FARMASI DI INSTALASI FARMASI RSIA PURI BUNDA


MALANG
A. Latar Belakang
Kemajuan perkembangan rumah sakit saat ini mengalami perubahan besar dimana rumah
sakit sedang berada dalam suasana global dan kompetitif. Rumah sakit sebagai sarana kesehatan
dituntut untuk selalu mempertahankan mutunya dengan memberikan pelayanan yang sesuai
dengan harapan masyarakat sebagai penerima jasa dapat merasa puas (Manurung, 2010).
Rumah sakit merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan yang terdiri dari berbagai unit
Pelayanan salah satunya adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). IFRS merupakan
suatu bagian atau unit atau divisi yang menangani pelayanan kefarmasian. Dimana, salah satu
tujuan dari pelayanan farmasi adalah melaksanakan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE
)mengenai obat (Anonim, 2004).
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor : 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan
bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. (Manurung, 2010)
Pelayanan instalasi farmasi yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan pasien atau
konsumen, serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang telah
ditetapkan, karena 25% kesembuhan pasien di harapkan diperoleh dari kenyamanan serta
baiknya pelayanan apotek, sedangkan 75% berasal dari obat yang digunakan pasien (Manurung,
2010)
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat
dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat
jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. (Kemenkes RI, 2016)
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan
risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang
pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk :
a. meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien
b. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat
d. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat dengan penyakitnya
e. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat
g. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi
h. mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat mencapai tujuan
pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling Obat meliputi:
a. membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions
c. menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
d. memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan Obat;
e. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
f. dokumentasi.
Adapun Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat:
a. Kriteria Pasien:
1) pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui)
2) pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-
lain)
3) pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down/off)
4) pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin)
5) pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi)
6) pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Peralatan
1) ruangan atau tempat konseling
2) alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling). Petunjuk teknis mengenai
konseling akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
Ada beberapa Peralatan Konsultasi yaitu
1. Buku kepustakaan, bahan-bahan leaflet, dan brosur dan lain-lain
2. Meja, kursi untuk apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk menyimpan medical
record
3. Komputer
4. Telpon
5. Lemari arsip
6. Kartu arsip

Rumah Sakit Ibu Dan Anak Puri Bunda Malang merupakan salah satu rumah sakit swasta
dan juga rujukan bagi masyarakat Malang. Rumah Sakit Ibu Dan Anak Puri Bunda Malang
merupakan rumah sakit swasta yang berdiri sejak 29 November 2007, masih diperlukan berbagai
upaya dalam peningkatan mutu pelayanan. Salah satu faktor yang menunjang dalam peningkatan
mutu pelayanannya adalah IFRS, karena di IFRS terjadi kontak langsung dengan pasien dalam
pelayanan farmasi. Faktor yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan mutu pelayanan di
Instalasi Farmasi RSIA PURI BUNDA MALANG salah satunya adalah pelayanan KIE
mengenai obat. Dimana tujuan dari KIE sendiri agar farmasis terampil berkomunikasi dengan
pasien pada saat penyampaian informasi dan edukasi mengenai obat yang bertujuan mencegah
terjadinya medication error dan adverse event (kejadian yang tidak diharapkan) dalam
menggunakan obat, karena sudah menjadi tanggung jawab seorang farmasis terhadap
keselamatan pasiennya. Idealnya, seorang farmasis baik diminta ataupun tidak harus selalu aktif
melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai obat sehingga tujuan terapi
pengobatan dapat tercapai dengan baik dan akan membuat pasien merasa aman dengan obat yang
dibeli.
Permasalahan di RSIA Puri Bunda ini yaitu Keterbatasan Fasilitas untuk konseling informasi
obat yaitu tidak ada ruangan terpisah antara ruang tunggu pasien, kasir dan penerimaan resep
yang menyebabkan kendala bagi pasien ketika di KIE oleh apoteker karena tidak adanya privasi
penyakit yang dideritanya selain itu jarak lama kerja tiap karyawan berbeda dan latar belakang
karyawan di instalasi farmasi juga berbeda ada yang DIII Farmasi, S1 farmasi, Apoteker, dan
SMKF yang menyebabkan tingkat pemahaman pasien terhadap KIE yang diberikan
Pelayanan farmasi yang diberikan di Instalasi Farmasi RSIA Puri Bunda Malang
khususnya pelayanan KIE, diharapkan pasien akan dapat memberikan penilaian tersendiri
terhadap pelayanannya di Instalasi Farmasi RSIA Puri Bunda Malang tersebut. Jika pelayanan
yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki, maka pasien akan merasa puas, jika yang terjadi
yang sebaliknya maka akan menyebabkan image negatif terhadap rumah sakit tersebut, yang
akan mengakibatkan menurunnya jumlah pasien akhirnya akan menyebabkan pengurangan
keuntungan. Pasien yang merasa puas dengan jasa pelayanan yang diterimanya akan
memperlihatkan kecenderungan yang besar untuk menggunakan kembali jasa yang ditawarkan
oleh pemberi jasa tersebut dimasa yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan Informasi Obat dengan resep oleh
tenaga farmasi di instalasi farmasi RSIA Puri Bunda Malang”.
Pariang, N.F.E. 2013. Peran dan Kesiapan Apoteker Dalam Menyongsong Diberlakukannya
Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014. Palangka Raya : Ikatan Apoteker Indonesia.
Manurung, L.P. 2010. Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap
Pelayanan Instalasi Farmasi Dengan Minat Pasien Menebus Kembali Resep Obat Di Instalasi
Farmasi RSUD Budhi Asih . Jakarta : Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai